Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HADIST

Hadiah dan Suap

Sebagai memenuhi salah satu tugas mata kuliah hadist SMU/MA

Dosen pengampu : Dr.H.Maslani,M.Ag.

Di susun oleh kelompok 12 :

Agustiani Sri Rahayu 1192020008

Ahmad Fauzi 1192020011

Akbar Mualim 1192020016

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
Kata pengantar

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wr.wb.

puji serta syukur atas kehadirat allah SWT. yang menciptakan, mengatur dan menguasai
seluruh makhluk didunia dan di akhirat. Semoga senantiasa mendapatkan limpahan
rahmat dan ridhanya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
rasulullah Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabatnya maupun kita sebagai
umatnya semoga mendapat syafaatnya di yaumil akhir nanti.

Berkat taufik serta rahmat nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebatas
kemampuan kami. Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin. Terlepas
dari itu semua, kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami menerima saran dan kritik dari pembaca.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah
wawasan kita dalam mempelajari materi Hadist di SMU/MA serta dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Wassalamualaikum wr.wb.

Kamis, 10 desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER JUDUL……………………………………………………………………………………………………………………………….

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang……………………………………………………………………………………………………………………………..

A. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………..

B. Tujuan masalah……………………………………………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian suap menyuap ……………………………………………………………………………………………..

B. Hadis mengenai hadiah dan suap……………………………………………………………………………………

C. Analisis hadis tentang hadiah dan suap…………………………………………………………………………..

D. Pandangan fiqh terhadap hadiah dan suap…………………………………………………………………….

E. Perbedaan suap dengan hadiah……………………………………………………………………………………..

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………

B. Saran …………………………………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Risywah atau suap menyuap merupakan salah satu penyakit kronis yang sudah merebak di
masyarakat kita. Bukan hanya kelas pejabat tinggi yang melakukan risywah, rakyat biasa pun
seringkali terjebak dalam kasus suap menyuap ini. Seringkali mereka berdalih dengan
hadiah, parcel, gratifikasi atau semacamnya untuk menghalalkan risywah. Faktor yang
melatarbelakangi tindakan risywah sangatlah beragam mulai dari memperoleh kepentingan
pribadi hingga kelompok. Padahal, negeri ini adalah negeri yang mayoritas penduduknya
muslim. Di dalam islam sendiri risywah merupakan perbuatan haram sebagaimana
disebutkan di dalam Al-Quran, Hadits, Ijma’. Pada asalnya hukum risywah adalah haram,
namun dalam kondisi darurat risywah diperbolehkan dengan syarat-syarat yang sangat
ketat. Dengan menggunakan metode tafsir maudhui atau tafsir tematik tilisan ini fokus
membahas hakikat risywah hingga seseorang bisa membedakan antara risywah dan hadiah
yang banyak orang tidak mengetahui dan memahaminya.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu suap menyuap ?
2. Apa bedanya suap menyuap dengan hadiah ?
3. Bagaimana hadis tentang suap menyuap ?
4. Bagaimana analisis hadis tentang suap menyuap ?
5. Bagaimana pandangan fiqh mengenai suap menyuap ?

C. Tujuan pembahasan
1. Mengetahui suap menyuap
2. Mengetahui perbedaan suap menyuap dengan hadiah
3. Mengetahui hadis yang berkenaan tentang suap menyuap
4. Mengetahui analisis prihal suap menyuap
5. Mengetahui pandangan fiqh mengenai suap menyuap
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RISYWAH (SUAP)

Pengertian risywah menurut etimologis berasal dari bahasa Arab " ‫ "رشا يرشو‬yang masdar
‫ رشوة‬huruf ra-nya dibaca kasrah, fathah atau dhammah ) berarti ‫ الجعل‬yaitu upah, hadiah,
komisi atau suap. Ibnu Manzhur juga mengemukakan tentang makna risywah, ia
mengemukakan bahwa kata risywah terbentuk dari kalimat ‫ رشا الفرخ‬anak burung merengek-
rengek ketika mengangkat kepalanya kepada induk untuk di suapi. Sedangkan di dalam Mu’jam
alWasith mengemukan rasya al-farakhu, artinya anak puyuh itu menjulurkan kepalanya kepada
induknya. Adapun secara terminologi, Para fuqaha bervariasi memberikan definisi tentang
risywah, di antaranya:
a. Al-‘Asqalanị risywah adalah: “setiap uang yang diberikan kepada pejabat sebagai
kompensasi atas pertolongan yang batil.”
b. Yusuf al-Qardhawi mengatakan, risywah adalah “uang yang diberikan kepada penguasa
atau pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan hukuman yang
menguntungkannya”.
c. Abdullah Bin Muhsin mengatakan risywah adalah sesuatu yang diberikan kepada
seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolak orang yang memberi.
d. Sayyid Abu Bakr mendefinisikan risywah sebagai ”Memberikan sesuatu agar hukum
diputuskan secara tidak benar/tidak adil, atau untuk mencegah putusan yang benar atau
adil.”
e. Abd al-Azhim Syam al-Haq, Risywah adalah “ Sebuah perantara untuk dapat memudahkan
urusan dengan pemberian sesuatu atau pemberian untuk membatalkan yang benar atau
untuk membenarkan yang batil.”Penyuapan adalah dilakukan demi mengharapkan
kemenangan dalam perkara yang diinginkan seseorang, atau ingin memudahkan
seseorang dalam menguasai hak atas sesuatu.

Ada beberapa penjelasan Ulama tentang makna risywah (suap) dengan makna yang
mirip.

‫ أَوْ يَحْ ِملَهُ َعلَى َما‬، ُ‫ َما يُ ْع ِطي ِه ال َّش ْخصُ لِ ْل َحا ِك ِم أَوْ َغي ِْر ِه لِيَحْ ُك َم لَه‬: – ‫ْر‬
ِ ‫ ال ِّر ْش َوةُ – بِ ْال َكس‬: ‫قَال ْالفَيُّو ِم ُّي‬
‫ي ُِري ُد‬
Al-Fayyumi rahimahullah berkata, “Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan oleh
seseorang kepada hakim atau lainnya, agar hakim itu memenangkannya, atau agar
hakim itu mengarahkan hukum sesuai dengan yang diinginkan pemberi risywah”.
[Misbâhul Munir dinukil dari al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]

َ ‫اج ِة بِ ْال ُم‬


َ ‫ ْال ُوصْ لَةُ إِلَى ْال َح‬: ُ‫ الرِّ ْش َوة‬: ‫ير‬ ْ
‫صانَ َع ِة‬ ِ ِ‫َوقَال ابْنُ األث‬
Ibnul Atsîr rahimahullah berkata, “Risywah (suap) adalah sesuatu yang menghubungkan
kepada keperluan dengan bujukan”. [Misbâhul Munir dinukil dari al-Mausû’ah al-
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]

Itu adalah makna secara lughah (bahasa), adapun menurut istilah:

‫اط ٍل‬ ِ َ‫ أَوْ ِإلحْ ق‬، ‫ق‬


ِ َ‫اق ب‬ ٍّ ‫َما يُ ْعطَى ِإل ْبطَال َح‬

risywah (suap) adalah: sesuatu yang diberikan untuk membatalkan kebenaran atau
untuk menegakkan atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezhaliman). [al-Mausû’ah al-
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]

Dan perlu diperhatikan bahwa risywah (suap) tetap haram dan tidak menjadi halal
hanya dengan dirubah namanya. Karena sebagian orang melakukan atau meminta
risywah (suap) tapi dinamai dengan hadiah, sedekah, hibah, kopi, pasal, atau lainnya,
maka itu tetap haram. Sesungguhnya istilah ini tidak merubah hakekat. Khamr tidak
menjadi halal dengan dinamakan vodka. Zina tidak lantas menjadi halal hanya dengan
dinamakan hiburan. Riba tidak menjadi halal dengan dinamakan bunga, dan seterusnya.

Referensi: https://almanhaj.or.id/7004-suap-mengundang-laknat.html

Jika kita telaah lebih dalam tentang makna risywah secara bahasa dan istilah, maka kita
dapati korelasi antara kedua makna tersebut. Pada dasarnya asal penggunaan kata
adalah sesuai dengan makna bahasa kemudian berkembang dalam kehidupan
keseharian. Secara bahasa asal kata risywah yang pertama adalah; ( ‫إذا مد زأطه )زشا الفسخ‬
‫“ إلى أمه لتزقه‬Aanak burung yang menjulurkan kepalanya ke dalam paruh induknya seraya
meminta agar makanan yang berada dalam paruh induknya disuapkan untuknya. ‟

Hal ini merupakan gambaran nyata bagi orang yang menerima suap. Ia ibarat seekor
anak burung yang kecil dan lemah serta tidak mampu mencari sesuap makanan sendiri
kecuali harus disuapi oleh induknya. Seandainya orang yang melakukan suap tahu
bahwa apa yang dikeluarkan dari paruh tersebut ibarat muntahan tentunya dia akan
merasa jijik. Jadi, adakah yang lebih lemah jiwanya dari seseorang yang menerima suap
berupamuntahan dari kantong saudaranya yang sebenarnya tidak halal baginya?

Adapun makna risywah yang berasal dari kata (‫الري هى حبل الدلى لِظخخسج به الماء من )السشاء‬
‫“ البئر الع ُمق‬Yaitu tali timba yang digunakan untuk mengambil air dari dalam sumur yang
dalam.” Hal tersebut ibarat seorang yang menyuap untuk mencapai tujuannya. Ia rela
menjulurkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya seperti seorang yang
menjulurkan tali timba untuk memperoleh air dalam sumur.
B. PANDANGAN HADIS MENGENAI RISYWAH

Hadis tentang larangan menyuap

‫ ( لَ َع َن َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم اَلرَّ اشِ َي َو ْالمُرْ َتشِ َي فِي‬:‫َو َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة رضي هللا عنه َقا َل‬
‫َّان‬
َ ‫صحَّ َح ُه ِابْنُ ِحب‬ َ ‫اَ ْل ُح ْك ِم ) َر َواهُ اَ ْل َخم‬
َ ‫ َو‬, ُّ‫ َو َح َّس َن ُه اَل ِّترْ ِمذِي‬,‫ْس ُة‬
Artinya : “Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum. Riwayat Ahmad dan Imam Empat.
Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban

َ ‫ ( لَ َع َن َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم اَلرَّ اشِ ي‬:‫ َقا َل‬-‫رضِ َي هَّللَا ُ َع ْن ُه َما‬- ِ ‫َو َعنْ َع ْب ِد هَّللَا ِ ب‬
َ ‫ْن َعم ِْر ٍو‬
َ ‫ َواَل ِّترْ ِمذِيُّ َو‬, َ‫َو ْالمُرْ َتشِ َي ) َر َواهُ أَبُو دَاوُ د‬
‫صحَّ َح ُه‬

Artinya : “ Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-‘Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melaknat orang yang memberi dan menerima suap. Riwayat Abu
Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi

Dalam kedua hadits tersebut di atas telah diterangkan dengan jelas bahwasanya Allah mengutuk
orang yang memberi uang sogok dan yang menerimanya.

‫وعن عمر وبن مرة قال سمعت رسول هللا ص م يقولما من امام اووال يغلق بابه دون ذويالحاجة‬
) ‫ولخلة والمسكنة اال اغلق هللا ابواب اسماء دون خلته وحاجته ومسكنته (رواه احمد و الترمذي‬
Artinya : “dan dari ‘ Amr bin Murrah,ai berkata : “aku mendengar Rasulullah saw bersabda, tidak
seorang imam punatau penguasa yang menutup pintunya terhadap orang-orang yang
berkepentingan, orang fakir dan miskin, melaikan allah akan menutup pintu-pintu (rizki) dari
langit terhadap kefakirannya,kebutuhannya dan kemiskinanya.(H.R. Akhmad dan Tirmidzi)

‫يعن الدى‬.‫والراش‬. ‫ لعن رسول هللا صل هللا عليه واله وسلم الراشى والمر تشى‬: ‫وعن ثوبان قال‬
‫ رواه احمد‬.‫يمس بينهما‬
“ Rasulullah mengutuk orang yang memberi uang sogok dan yang menerimanya dan mereka
yang menjadi perantara “.(H.R. Ahmad ; Al-Muntaqa II: 935)
Kata khallah itu sendiri seperti tersebut dalam kitab nihayah artinya ialah kebutuhan dan
kemiskinan. Tetapi kata ini di ma’thufkan (dihubungkan) dengan kata sebelumnya yaitu “hajah”
yang artinya lebih khusus. Dalam istilah nahwu disebut “athful ‘am ‘alal khas”. Hadits ini
menunjukan ketidak halalnya seorang kepala (penguasa) menutup pintunya terhadap orang-
orang yang berkepentingan, walaupun itu orang yang kafir dan miskin.

C. ANALISIS HADIS MENGENAI RISYWAH

Suap-menyuap sangat berbahaya dalam kehidupan masyarakat karena akan merusak


berbagai tatanan atas sistem dalam masyarakat, dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan
kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan
uang. Akibatnya terjadi kekacauan dan ketidakadilan . dengan suap, banyak para pelanggar
yang seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat hukuman ringan, bahkan lolos dari
jeratan hukum. Sebaliknya, banyak pelanggar hukum kecil, yang dilakukan oleh orang kecil
mendapat hukuman sangat berat karena tidak memiliki uang untuk menyuap para hakim. Tak
heran bila seorang pujangga sebagaimana yang dikutip yusuf al Qardawy, menyindir tentang
suap dalam kata-katanya:

Jika anda tidak dapat mendapat sesuatu

Yang anda butuhkan

Sedangkan anda sangat menginginkan

Maka kirimlah juruh damai

Dan janganlah pesan apa-apa

Juruh damai itu adalah uang

Bagaimanapun juga, seorang hakim yang telah mendapatkan uang suap tidak mungkin
dapat berbuat adil. Ia akan membolak balikkan supremasi hukum. Apalagi kalau perundang–
undangan yang digunakannya hasil buatan manusia, Mudah sekali baginya untuk megutak
atiknya sesuai dengan kehendaknya. Lama-kelamaan masyarakat terutama golongan kecil tidak
akan percaya lagi pada penegak hukum karna selalu menjadi pihak yang dirugikan.. Dengan
demikian, hukum rimbah yang berlaku,yaitu siapa yang kuat siapa yang menang.

Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa
besar, yang dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya.karna perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan
hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapat perlakuan yang sama
didepan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim hendaklah tidak menerima pemberian apapun
dan dari pihak siapapun selain gajinya sebagai hakim.
Allah SWT. berfirman dalam quran surah al-baqarah ayat 188 yang berbunyi

َ ‫اس ِبٱإْل ِ ْث ِم َوأَن ُت ْم َتعْ لَم‬


‫ُون‬ ۟ ُ‫وا ِب َهٓا إِلَى ْٱل ُح َّكام لِ َتأْ ُكل‬
ِ ‫وا َف ِري ًقا مِّنْ أَمْ ٰ َو ِل ٱل َّن‬ ۟ ُ‫َواَل َتأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَمْ ٰ َولَ ُكم َب ْي َن ُكم ِب ْٱل ٰ َبطِ ِل َو ُت ْدل‬
ِ

Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Q.S Al-Baqarah ; 188)

imam ibnu jarir ath thabrani begitu pula ibnu katsir dalam kitab mereka menjelaskan asbabun
nuzul ayat tersebut yaitu “ayat yang mulia ini turun dari seorang laki-laki yang memiliki harta
dan bersengketa dalam masalah harta tersebut dengan orang lain sedangkan dia tidak memiliki
bukti yang otentik bahwa harta tersebut adalah miliknya. Maka pihak lawannya meng ingkarinya
dan pada akhirnya ia membawa persengketaan tersebut kepada para hakim dan diapun
mengetahui bahwa kebenaran bersamanya dan dia juga faham bahwa (pihak lawannya) berdosa
lantaran memakan harta yang haram.

Adapun imam Al-Qurtubi, ia menyebutkan sebab turunnya ayat ini bahwa al-hadromi dan imru
qais terlibat dalam suatu sengketa tanah yang masing-masing tidak dapat memberikan bukti,
maka rasulullah SAW. menyuruh imru qais yang saat itu sebagai terdakwayang ingkar untuk
bersumpah. Ketika imru qais hendak melaksanakan sumpahnya maka turunlah ayat yang mulia
ini.

Imam asy Syaukani dalam Fath al Qadir11 menjelaskan:


“Ayat ini bersifat umum untuk seluruh umat, begitu juga berlaku larangan memakan yang
haram dari semua jenis harta. Tidaklah dikecualikan dari larangan di atas selain yang
dikhususkan oleh dalil tentang bolehnya memakan harta tersebut. Jika ada dalil yang menafikan
larangan, maka dia tidak termasuk megambil dengan cara yang batil akan tetapi dengan cara
yang hak. Ia memakan harta tersebut dengan cara yang halal bukan yang haram kendati
pemiliknya tidak rela seperti dalam kasus pengadilan pelunasan hutang ketika sang pengutang
tidak mau membayarnya kemudian dipaksa membayarnya. Begitu juga penyerahan harta wajib
zakat dan nafkah seseorang yang diwajibkan secara syar‟i. Pada intinya, harta yang diharamkan
oleh syariah untuk diambil dari pemiliknya maka hal tersebut termasuk memakan harta dengan
cara yang batil walaupun pemiliknya rela.”

Menurut imam al Maraghi bahwa larangan Allah dalam ayat ini (janganlah kamu makan harta
diantara kamu) maksudnya adalah janganlah sebagian dari kalian memakan harta sebagian
yang lainnya.Menghormati harta orang lain selainmu berarti menghormati dan menjaga
haratamu. Sama halnya dengan merusak harta orang lain adalah sebagai tindak pidana terhadap
masyarakat (umat) yang mana engkau adalah salah satu dari anggota masyarakat itu. Selain itu
banyak hal yang dilarang dalam ayat ini seperti memakan riba karena riba adalah memakan
harta orang lain tanpa imbalan dari pemilik harta yang memberikannya. Termasuk yang juga
dilarang adalah harta yang diberikan kepada hakim(pejabat) sebagai suap dan lain-lain.

Allah SWT. Berfirman dalam surah lainnya yaitu Q.S al-maidah ayat 42 sebagai berikut :
ٰ ‫س ٰمعُونَ ل ْل َكذ‬
‫ك‬ ِ ‫ك فَٱحْ ُكم بَ ْينَهُ ْم أَوْ أَ ْع ِرضْ َع ْنهُ ْم ۖ َوإِن تُع‬
َ ‫ْرضْ َع ْنهُ ْم فَلَن يَضُرُّ و‬ ِ ْ‫ب أَ َّكلُونَ لِلسُّح‬
َ ‫ت ۚ فَإِن َجٓا ُءو‬ ِ ِ ِ َّ َ
ْ ْ ‫هَّلل‬
َ‫ْط ۚ إِ َّن ٱ َ ي ُِحبُّ ٱل ُمق ِس ِطين‬ ْ ُ
ِ ‫ˆا ۖ َوإِ ْن َح َك ْمتَ فَٱحْ كم بَ ْينَهُم بِٱلقِس‬‰ًٔ‫َش ْئـ‬

Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan
yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling
dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Untuk mengurangi perbuatan suap-menyuap dalam masalah hukum, jabatan hakim lebih utama
diberikan kepada orang yang berkecukupan dari pada dijabat oleh mereka yang hidupnya serba
kekurangan karena kemiskinan seorang hakim akan mudah membawa dirinya untuk berusaha
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.

Sebenarnya, suap-menyuap tidak hanya dilarang dalam masalah hukum saja, tetapi
dalam berbagai aktifitas dan kegiatan. Dalam beberapa hadis lainnya, suap-menyuap tidak
dikhususkan terhadap masalah hukum saja, tetapi bersifat umum, seperti dalam hadis yang
Artinya: Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW. Melaknat penyuap dan orang yang disuap(H.R
turmudzi)

Misalnya dalam penerimaan tenaga kerja, jika didasarkan pada besarnya uang suap,
bukan pada profesionalisme dan kemanpuan, hal ini diyakini akan merusak kualitas dan
kuantitas hasil kerja, bahkan tidak tertutup kemugkinan bahwa pekerja tersebut tidak manpu
melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, sehingga akan merugikan rakyat.

Begitu juga satu proyek atau tender yang didapatkan melalui suap, maka pemenang
tender akan mengerjakan proyeknya tidak sesuai program atau rencana sebagaimana yang ada
alam gambar, tetapi mengurangi kualitas agar uang yang dipakai untuk menyuap dapat tertutupi
atau tidak merugi. Sehingga tidak jarang hasil pekerjaan mereka tidak tahan lama atau cepat
rusak.

Dengan demikian, kapan dan dimana saja, suap akan menyebabkan kerugian bagi
masyarakat banyak, dengan demikian, larangan Islam untuk menjauhi suap tidak lain agar
manusia terhindar dari kerusakan dan kebinasaan didunia dan siksa Allah SWT kelak diakhirat.

D. PANDANGAN FIQH MENGENAI RISYWAH


Sangat disayangkan suap-menyuap dewasa ini seperti sudah menjadi penyakit menahun yang
sangat sulit disembuhkan bahkan disinyalir sudah membudaya. Segala aktifitas, baik yang
beskala kecil maupun yang berskala besar tidak terlepas dari suap-menyuap. Dengan kata
lain,sebagaimana yang diungkapkan Muh Qurais shihab, masyarakat telah melahirkan budaya
yang tadinya munkar(tidak dibenarkan)dapat menjadi ma’ruf(dikenal dan dinilai baik)apabila
berulang-ulang dilakukan banyak orang. Yang ma’ruf pun dapat menjadi munkar bila tidak lagi
dilakukan orang.

Memenurut Ibn Ismail Al khailani sebagaimana yang dikutif Rachmat syafe’I,suap


diperbolehkan dalam rangka memperoleh sesuatu yang menjadi haknya.atau untuk mencegah
dari kedzaliman,baik yang menimpa dirinya maupun keluarganya. Hal itu didasarkan pada
pendapat tabiin bahwa boleh melakukan suap jika takut tertimpa dzalim, baik untuk dirinya
maupun keluarganya.

Adapun menurut Imam Asy Syaukani bahwa sesunghunya keharaman suap adalah mutlak
dan tidak dapat ditakhsis.namun demikian dalam Islam ada kaidah

Al daruratu tubihu al mahdurat

(kemudaratan membolehkan sesuatu yang membahayakan)

Dengan demikian, jika tidak ada jalan lain bagi seseorang untuk menjaga dirinya dari kerusakan,
kecuali dengan melakukan suap ia boleh melakukannya.

Menurut Quraish shihab, argumen para lama di atas tidaklah jelas, tetapi tampaknya
ketika itu mirip dengan keadaan pada masa sekarang. Tanpaknya budaya sogok-menyogok telah
menjamur, sehingga menyulitkan penuntut hak untuk memperoleh haknya maka lahirlah
pendapat yang membolehkan tadi.

Akan tetapi, menurutnya,Ash syaukani mengingatkan bahwa pada dasarnya tidak


mmbolehkan pemberian dan penerimaan sesuatu dari seseorang,kecuali engan hati yang tulus,
apakah mereka yang memberi pelicin itu tulus? Dan tidaklah perbuatan tersebut
menumbusuburkan praktek suap-menyuap dalam masyarakat?bukankan dengan memberi
walaupun dengan dalih meraih hak yang sah seseorag telah membantu sipenerimah untuk
memperoleh sesuatu yang haram dan terkutuk. Dengan demikian sipemberi sedikit ataupun
banyak menurutnya, telah pulah menerimah sangsi keharaman dan kutukan atas suap menyuap
tersebut.

Dalam Islam suap-menyuap termasuk pelanggaran berat sehingga Rasulullah SAW telah
melaknat para pelaku suap, baik penyuap maupun yang diberi suap, terutama dalam urusan
hukum, selain dalam masalah hukum, dalam urusan-urusan lainpun tidak diiperbolehkan dalam
Islam.
Akan tetapi, menurut sebagian ulama, menyuap dibolehkan dalam keadaan terpaksa
untuk menghindari kecelakaan atau mendapatkan sesuatu hak yang tidak ada jalan lain, kecuali
dengan jalan menyuap.

Hukum asal dari risywah adalah haram. Di dalam kondisi tertentu risywah
dibolehkan namun dengan syarat sebagai Darurat.Kondisi darurat yang dimaksud
dalam poin ini mempunyai dua pengertian secara khusus dan umum. Uraiannya
adalah sebagai berikut:
a. Darurat dalam pengertian khusus merupakan suatu kepentingan esensial yang
jika tidak dipenuhi, dapat menyebabkan kesulitan yang dahsyat yang membuat
kematian.

b. Darurat dalam pengertian umum dan lebih luas merujuk pada suatu hal yang
esensial untuk melindungi dan menjaga tujuan-tujuan dasar syariah. Dalam
bahasa Imam Syatibisesuatu itu disebut esensial karena tanpanya, komunitas
masyarakat akan disulitkan oleh kekacauan , dan dalam ketiadaan beberapa
diantara mereka, manusia akan kehilangan keseimbangannya serta akan
dirampas kebahagiaannya di dunia ini dan kejayaannya di akherat nanti.

Jadi, dapat diamati bahwa perhatian utama dari definisi darurat menurut Imam Syatibi
adalah untuk melindungi tujuan dasar syaria, yaitu menjaga agama,nyawa,
keturunan, akal, kesehatan, menjaga dan melindungi kemulian serta kehormatan diri.

Adapun darurat tersebut memiliki syarat-syarat yang harus di penuhi diantaranya:

1. Darurat itu harus nyata bukan spekulatif atau imajinatif.


2. Tidak ada solusi lain yang ditemukan untuk mengatasi penderitaan kecuali
hal tersebut.
3. Solusi itu (dalam hal ini risywah yang diambil) harus tidak menyalahi
hak-hak sacral yang memicu pembunuhan, pemurtadan,perampasan harta
atau bersenang-senang dengan sesama jenis kelamin.
4. Harus ada justifikasi kuat untuk melakukan rukhsoh/ keringanan tersebut.
5. Dalam pandangan para pakar, solusi itu harus merupakan satu-satunya solusi
yang tersedia.

E. PERBEDAAN SUAP DENGAN HADIAH

Hadiah dan suap dua buah kata yang memiliki konotasi yang sangat berbeda, namun sering kali
kedua kata ini menjadi rancu dan kabur di masyarakat. Keduanya sering dikonotasikan dengan
satu makna; suap, sebuah kata yang tidak sedap.
Sebuah musibah besardi negeri ini suap menyuap dianggap sebagai suatu hal yang lumrah.
Bahkan dalam urusan tertentu dianggap suatu keharusan, sebab tanpa suap maka hamper
dipastikan urusan akan jadi rumit dan berbelit. Ditambah lagi korupsi yang juga sudah jadi
pemandangan akrab. Nyaris di semua instansi; baik pemerintah ataupun swasta, praktek haram
ini kerap selalu terjadi. Padahal jelas sekelai praktek suap dan korupsi melanggar larangan
hukum maupun agama. Suap dan hadiah memiliki perbedaan antara lain :

a. Suap adalah pemberian yang diharamkan syari’at, sedangkan hadiah merupakan


yang dianjurkan syari’at.
b. Suap diberikan dengan satu syarat yang disampaikan secara langsung atau tidak
langsung ,sedang hadiah diberikan secara ikhlash tanpa syarat.
c. Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah hal bathil sedangkan
hadiah untuk silaturrahim dan kasih saying.
d. Suap dilakukan secara sembunyi-sembunyi berdasar tuntut menuntut, biasanya
diberikan dengan berat hati, sedang hadiah diberikan atas sifat kedermawanan.
e. Biasanya Suap diberikan sebelum suatu pekerjaan, sedang hadiah setelahnya

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Melihat dari pemaparan sebelumya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Suap (sogok) dalah
perbuatan yang dicelah oleh Islam dan disepakati oleh para ulama sebegai perbuatan haram.
Suap adalah sebuah perbuatan yang berpotensi merusak sistem yang ada dalam masyarakat
karena sogok dapat berpengaruh pada keputusan yang diambil para penegak hukum.

Saran

Demikian makalah dari kami, Semoga dengan makalah ini dapat menjadi bahan untuk
pemanasan di dalam diskusi kuliah hadist ahkam pidana dan politik islam.

Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

http://shohibustsani.blogspot.com/2013/07/hadist-larangan-menyuap.html?m=1

https://almanhaj.or.id/7004-suap-mengundang-laknat.html

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/download/
2500/1693&ved=2ahUKEwi_wrG9373tAhUWxTgGHdEoAO8QFjAFegQIDBAB&usg=AOvVaw2eW
7YBIwjcyAux-0ygjfPm&cshid=1607409142275

https://almanhaj.or.id/2283-hukum-seputar-suap-dan-hadiah.html

https://tafsirweb.com/699-quran-surat-al-baqarah-ayat-188.html

https://tafsirweb.com/1926-quran-surat-al-maidah-ayat-42.html

Hamidy Mu’ammal Drs,dkk, Terjamahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum,


Surabaya :PT. Bina ilmu, 1986.

Rahmat Yafe’I Al hadis, Akidah, social dan Humum. Cet II.Bandung: Pustaka setia, 2003.

Yusuf Qardawy, Fatwa-Fatwa Kontengporer, Jakarta : Gema Insani Pres,1988.

Muhammad Qurais Shihab, Lentera Hati Kisah Dan Hikmah Kehidupan: 1994, Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai