Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

ELEKTROANALISIS DAN DASAR PEMISAHAN


TITRASI AMPEROMETRI

Disusun Oleh :
Mohammad Rian Bakari
062118055

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Memahami teknik titrasi amperometri dengan penetapan titik ekivalen melalui
kurva “dead stop”.
2. Menetapkan kadar besi II dalam sampel yang mengandung besi.

1.2 Dasar Teori


Titrasi amperometri merupakan metoda tak langsung dimana pada setiap
penambahan titran kuat arus yang mengalir diukur. Perubahan kuat arus sebelum dan
sesudah titik ekivalen sangat berbeda dan dari perbedaan perubahan titik ini ekivalen
dapat dilokalisasi. Teknik amperometri ini meliputi titrasi amperomeri, voltametri
atau polarografi dan teknik titrasi “dead stop” yang sangat popular diterapkan dalam
titrasi Karl Fisher.
Dalam titrasi amperometri intensitas arus yang terukur merupakan fungsi dari
titran yang ditambahkan. Teknik dead stop ini dilaksanakan pengukuran arus pada
potensi lebih (overviltage) yang sangat kecil dibawah kondisi arus difusi maksimum.
Potensial selama titrasi dipertahankan konstan dan pada setiap penambahan titran
besarnya arus yang mengalir dicatat. Kekuatan arus selama titrasi tidak selalu dicatat
tetapi hanya perubahan tajam pada daerah sekitar titik ekivalen yang diukur.
Titrasi yang melibatkan reaksi redoks, pada saat titik ekivalen terjadi
keseimbangan reaksi sehingga aliran arus berhenti. Kondisi ini disebut titik mati, dan
setelah penambahan titran berlebih mengalirkan arus. Titik ekivalen titrasi ditandai
dengan perubahan tajam kurva titrasi. Untuk pasangan redoks yang reversible
misalnya titrasi Fe+2 dengan cerium IV, kekuatan arus akan menurun tajam sebelum
titik ekivalen dan kemudian meningkat tajam setelah titik ekivalen. Pada sistem ini
yang hanya titran yang bersifat reversible seperti Iodie – tiosulfat, kenaikan arus
nampak setelah titran iodine berlebih karena system reversible dari iodine :

I2 + 2 e-  2I-
2S2O4-2  S4O8-2
Fe+2  Fe+3 + e-
Ce+4 + e  Ce+3
BAB II

ALAT DAN BAHAN

2.1 Alat yang digunakan

- Power supply
- Digital multimeter
- Reostat
- Elektroda platina
- Magnetic stirrer & bar
- Statip dan klem
- Buret 50 ml
- Pipet volumetrik
- Labu volumetrik 250 ml dan 100 ml
- Gelas piala
- Batang pengaduk

2.2 Bahan yang digunakan


- Sodium tiosulfat 0,01 M
- KCl dan KI
- Larutan HgCl2 jenuh
- Air suling
- Ce(SO4)2 dan FeSO4
- MnCl2
- H3PO4
- H2SO4
- As2O3
- HClO2 2M
- SnCl2
- HCl
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Pembuatan Larutan Cerium IV 0,1 N


Masukkan tetes demi tetes sambil diaduk hati-hati asam sulfat pekat kedalam 100 ml air
suling dalam gelas piala 1000ml, sampai menghabiskan asam sulfat 6 ml. Kemudian larutkan
+- 10 gram Ce(SO4)2 sambil diaduk jika dipanaskan. Setelah dingin tambahkan air suling
sehingga volumenya menjadi 200 ml, kemudian pindahkan kedalam labu volumetric 250 ml
dan encerkan sampai tanda tera.

3.2 Pembuatan Larutan Standart Prime Asam Oksalat 0,1 N


Larutkan 630 gram asam oksalat ke dalam 80 ml air suling dan encerkan menjadi 100 ml
dalam labu volumetric.

3.3 Standarisasi Cerium IV Dengan Asam Oksalat


Pipet 25 ml larutan asam oksalat kedalam 100ml gelas piala. Bilas buret 50 ml yang
bersih dengan larutan cerium IV dan isikan kedalamnya larutan ini. (lakukan pembilasan 2
kali). Tempatkan gelas piala tersebut diatas pengaduk megnetic dan lakukan titrasi, amati dan
catat setiap ml titran yang ditambahkan terutama setelah penambahan titran> 15 ml. Buat plot
I (amper) vs ml titran, temukan titik ekivalen dan hitung normlitas larutan Cerium.

3.4 Persiapan Larutan Contoh Besi


Larutkan beberapa gram contoh padatan yang mengandung besi dengan pelarut yang
sesuai. Reduksikan seluruh ion besi dengan reduktor Jones atau Sn(II) klorida. Untuk padatan
biji besi larutkan dalam HCI pekat sambil dipanaskan, dan atur volume menjadi +- 15ml
dengan cara pemanasan atau pengenceran Tambahkan Sn(II) klorida tetes demi tetes sampai
larutan tak berwarna. Dinginkan dengan air kran dan dengan cepat tambahkan 20 ml larutan
Hg(II) klorida jenuh kemudian setelah +- 3 menit pindahkan larutan kedalam erlenmeyer dan
encerkan menjadi 300 ml, dan tambahkan 25 ml larutan pereaksi Zimerman-Reinhardt
(campuran mangan II, asam sulfat dan asam fosfat).
BAB IV

DATA PENGAMATAN

4.1 Data Pengamatan

1. Standarisasi Larutan Cerium


Bobot Ce(SO4)2 = 10,0067 gram
Bobot asam oksalat = 0,6307 gram
Data titrasi standarisasi Ce(SO4)2 dengan Asam Oksalat

mL Arus Terukur (mA)


Titran
0 0
2 1,11
4 4,51
6 4,75
8 7,35 Perhitungan normalitas Ce(SO4)2 pada titik
10 8,60
ekivalen 10 ml.
12 7,91
14 3,84 V 1 x N 1=V 2 x N 2
16 5,10 10 x N 1=25 x 0 ,1
18 5,55
25 x 0 , 1
N 1= =0,25 N
10

Grafik Standarisasi Ce(SO4)2 dengan Asam Oksalat


10.00
9.00
8.00
7.00
Arus Terukur

6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
mL Titran
2. Titrasi Penetapan Kadar Besi
Bobot sampel besi (II) = 1,5199 gram
Data titrasi standarisasi
mL
Arus Terukur (mA)
Titran
0 0
1 0,15
2 0,08
3 0,06
4 0,02
5 0,01
6 0,04
7 0,07
8 0,11
9 0,14
10 0,17

Grafik Titrasi Penetapan Kadar Besi


0.18
0.16
0.14
0.12
Arus Terukur

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 2 4 6 8 10 12
mL Titran
Perhitungan Normalitas Besi dari titik ekivalen pada 0,01
Mr sampel = 278 gr/mol
Bst = 139 gr/mol
Massa = 1,5199 gram
gr 1000
N= x
bst v
1,5199 1000
N= x =0,1093 N
139 100

BAB V

PENUTUP

5.1 Pembahasan

Pada praktikum kali ini membahas tentang Titrasi Amperometri. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk Memahami teknik titrasi amperometri dengan penetapan
titik ekivalen melalui kurva “dead stop” dan menetapkan kadar besi II dalam sampel.
Titrasi amperometri merupakan metoda tak langsung dimana pada setiap penambahan
titran kuat arus yang mengalir diukur. Perubahan kuat arus sebelum dan sesudah titik
ekivalen sangat berbeda dan dari perbedaan perubahan titik ini ekivalen dapat
dilokalisasi. Prinsip dari percobaan ini adalah potensial diberikan pada elektroda kerja
sehingga analit yang terdapat dalam larutan mengalami reaksi reduksi agar
konsentrasi analit yang dekat dengan elektroda kerja akan menurun.
Pertama dilakukan pembuatan larutan Cerium IV 0,1 N dengan cara masukkan tetes
demi tetes sambil diaduk hati-hati asam sulfat pekat kedalam 100 ml air suling dalam gelas
piala 1000ml, sampai menghabiskan asam sulfat 6 ml. Kemudian larutkan + 10 gram
Ce(SO4)2 sambil diaduk jika dipanaskan. Setelah dingin tambahkan air suling sehingga
volumenya menjadi 200 ml, kemudian pindahkan kedalam labu volumetric 250 ml dan
encerkan sampai tanda tera . Penambahan asam sulfat bertujuan untuk memperbesar
kelarutan Cerium sedangkan dilakukannya pemanasan bertujuan untuk mempercepat
reaksi.
Kedua setelah larutan Cerium IV 0,1 N selesai dibuat dilakukan pembuatan
larutan prime asam oksalat 0,1 N dengan cara melarutkan 630 gram asam oksalat ke
dalam 80 ml air suling dan encerkan menjadi 100 ml dalam labu volumetric . Kemudian
larutan cerium yang sudah dibuat sebelumnya distandarisasi dengan menggunakan
asam oksalat. Setiap penambahan 2 ml titran dicatat berapa arus yang terukur lalu dari
data tersebut dibuat grafik standarisasi cerium dengan asam oksalat antara ml titran
dan arus yang terukur (mA) kemudian dicari titik ekivalennya. Dari data percobaan
didapati titik ekivalen standarisasi cerium dengan asam oksalat terdapat pada
penambahan 10 ml titran dengan arus yang terukur sebesar 8,60 mA dari data ini
dapat dilakukan perhitungan normalitas larutan cerium dan didapati normalitasnya
sebesar 0,25 N.
Selanjutnya setelah standarisasi selesai, dilakukan preparasi larutan sampel besi
dengan cara melarutkan beberapa gram contoh padatan yang mengandung besi dengan
pelarut yang sesuai. Reduksikan seluruh ion besi dengan reduktor Jones atau Sn(II) klorida.
Untuk padatan biji besi larutkan dalam HCI pekat sambil dipanaskan, dan atur volume
menjadi + 15 ml dengan cara pemanasan atau pengenceran Tambahkan Sn(II) klorida tetes
demi tetes sampai larutan tak berwarna. Dinginkan dengan air kran dan dengan cepat
tambahkan 20 ml larutan Hg(II) klorida jenuh kemudian setelah + 3 menit pindahkan larutan
kedalam erlenmeyer dan encerkan menjadi 300 ml, dan tambahkan 25 ml larutan pereaksi
Zimerman-Reinhardt (campuran mangan II, asam sulfat dan asam fosfat). Penambahan HCl
bertujuan untuk memperbesar kelarutan dan dilakukan pemanasan untuk mempercepat reaksi
peluruhan. Setelah sampel selesai dipreparasi dilakukan titrasi amperometri dengan
larutan cerium yang sudah distandarisasi sebelumnya. Dari titrasi tersebut diperoleh
data untuk dibuat grafik titrasi penetapan kadar besi dalam sampel dengan titik
ekivalen pada penambahan 5 ml titran dan arus yang terukur sebesar 0,01 mA
kemudian dari data ini dapat dilakukan perhitungan untuk menetapkan konsentrasi
besi yang terkandung dalam sampel. Dari perhitungan diperoleh konsentrasi sampel
sebesar 0,1093 N.

5.2 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa Titrasi
amperometri merupakan metoda tak langsung dimana pada setiap penambahan titran
kuat arus yang mengalir diukur. Perubahan kuat arus sebelum dan sesudah titik
ekivalen sangat berbeda dan dari perbedaan perubahan titik ini ekivalen dapat
dilokalisasi. Titik ekivalen pada penetapan kadar besi adalah pada saat penambahan 5
ml titran dengan arus yang terukur sebesar 0,01 mA. Dari perhitungan diperoleh
konsentrasi sampel sebesar 0,1093 N.

Daftar Pustaka
Bard, A J dan Faulker L R. 1980. Electrochemical Methods.

John Willey & Sons : New York.

Day, R A & A L Underwood. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi 4.

Erlangga : Jakarta.

Sutanto dan Ade Heri Mulyati. 2020. Penuntun Praktikum Kimia Elektroanalisis

Laboratorium Kimia. Universitas Pakuan : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai