Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

Abses Submandibula Sinistra + SOL Intracranial ec.


Metastases Massa Mediastinum

Di sususn Oleh:

NAMA: FATMAWATI
NIM : 2017 – 84 - 003

KONSULEN:
dr. Achmad Tuahuns, Sp. B., FINACS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAANKLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

1
LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Ny. MJI
Umur : 74 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Benteng
Masuk Rumah Sakit : 27 Agustus 2019
Pengantar : Tenaga Kesehatan RS. GPM
Keluar Rumah Sakit : Pasien Alih Rawat Di Ruangneurology
No. RM : 04.06.57

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis/Alloanamnesis)
Keluhan Utama: Nyeri dan Bengkak di bagian bawah telinga kiri

Anamnesis:

Keluhan dirasakan sejak ±3 hari yang lalu SMRS, nyerinya terus


menerus, dan disertai rasa panas, awalnya terasa gatal dan lama- kelaman
timbul bengkak dan disertai rasa nyeri. Menurut keluarga, pasien ketika
merasakan nyeri pasien langsung menangis, dan ketika pasien banyak
bergerak pasien langsung muntah, disertai rasa pusing, dan pasien merasa
sulit untuk berbicara karena kesulitan membuka mulut namun air ludah
pasien ada. Pasien juga mengeluh kalau pasien memiliki gigi rahang belakang
bagian bawah yang berlubang, dan kadang pasien merasakan sakit pada gigi
yang berlubang, pasien juga mengeluh di rumah kadang pasien demam,
namun lama-kelaman demamnya turun. Sesak (-), batuk (-), Makan-minum
seperti biasa, BAK-BAB lancar. Pasien juga mengtakan baru pertama kali
mengalami keluhan seperti ini.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Satu tahun lalu pasien pernah sakit dada dan di rawat di rumah sakit dengan
tumor di bagian paru-paru.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa pada keluarga (-), Tumor (-)

Riwayat Sosial
Pasien setiap harinya memakan makanan seperti biasa.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis


GCS : E4 V5 M6 = 15
VAS :7
Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : 140/80 mmHg


Heart rate : 86 kali/menit, teraba kuat
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 37,5 ° C
Status Generalis

 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebral
(-/-), perdarahan subconjungtiva (-/-)
 THT : otorhea (-/-), rhinorea (-/-)
 Mulut : trismus 2cm, tremor (-/-), air ludah (+)

 Pemeriksaan Leher (status lokalis)


Regio : mandibular sinistra
I = Tampak benjolan di telinga bawah bagian kiri, berwarna kemerahan
di kulit sekitar.

3
P : Benjolan teraba keras berukuran + 8 x 10cm, teraba hangat (+),tidak
mobile (tidak mudah digerakkan), nyeri tekan (+), dan tampak adanya
Fluktuasi (+).

Thorax
Pulmo : I = pergerakan dinding dada simetris, retraksi ICS (-), jejas (-)
P = krepitasi (-), nyeri tekan (-)
P = sonor pada seluruh lapangan paru
A = suara nafas vesikuler meningkat, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

COR : BJ I/II regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
I = cekung, dinding perut tidak sejajar dengan dinding dada, tampak adanya
massa
A = Bising usus normal 5-8 x/mnt
P = Timpani.
P = Supel, nyeri tekan (-) di 4 kuadran abdomen, defence muscular (-)

Ekstremitas
Superior = Akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-)
Inferior = Akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
2. EKG
3. CT- Scan Thorax

Pemeriksaan Darah Rutin (27/8/2019)


Pem. Darah Rutin Hasil Nilai Normal
Leukosit 22,4 3,5 – 10,0
Hemoglobin 10,9 11,0 – 16,5
Hematokrit 31,9 35,0 – 50,0
Trombosit 364 150 – 390

4
Eosinofil 0,1 2.00 - 4.00
Basofil 0,6 0–1
Netrofil 85,4 50 – 70
Limfosit 4,7 25 – 40
Monosit 9,2 2–8
Eritrosit 3,99 4.40 – 5.90
MCV 79,9 80 – 100
MCH 27,3 26 – 34
MCHC 34,2 32 – 36

Pemeriksaan Darah Kimia (27/08/2019)


Pem. Darah Kimia Hasil Nilai Normal
Gula darah sewaktu 112 <140
Ureum 43 10-50
Keratin 1,3 0,7-1,2

Pemeriksaan EKG (27/08/2019)


Kesan: Normal EKG

Pemeriksaan CT-Scan Thorax irisan axial tanpa kontras


Kesan: Terdapat gambaran soft tissue massa pada sisi superior mediastinum,
lobulated, meluas ke inferior, berbatas tegas ukuran +7,5x3,5
Obtuse angle, berbatas tegas
Terdapat kalsifikasi pada dinding Aorta Thoracalis Paos Ascendens, Arcus
Aorta Dan Aorta Desendens
Kesimpulan : massa disisi superior mediastinum yang meluas ke inferior

E. DIAGNOSIS
Abses Submandibular Sinistra + Tumor Mediastinum Susp Keganasan

F. DIAGNOSA BANDING
1. Tumor Parotitis
2. Limfadenitis
G. PENATALAKSANAAN
1. IFVD NaCL 0,9% 20 tpm
2. Injek ketorolaks 3x1 amp/IV
3. Injek ceftriaxone 2x1 amp/IV
4. Injek ranitidine 2x1 amp/IV

5
H. PROGNOSIS
1. Ad Vitam: Bonam
2. Ad Sanationam: dubia
3. Ad Functionam : dubia

I. RESUME KLINIS

Pasien datang dengan keluhan Nyeri dan Bengkak di bagian bawah telinga
kiri yang dirasakan sejak ±3 hari yang lalu SMRS, nyerinya terus menerus, dan
disertai rasa panas, awalnya terasa gatal dan lama- kelaman timbul bengkak dan
disertai rasa nyeri. Menurut keluarga, pasien ketika merasakan nyeri pasien
langsung menangis, dan ketika pasien banyak bergerak pasien langsung muntah,
disertai rasa pusing, dan pasien merasa sulit untuk berbicara karena kesulitan
membuka mulut namun air ludah pasien ada. Pasien juga mengeluh kalau pasien
memiliki gigi rahang belakang bagian bawah yang berlubang, dan kadang pasien
merasakan sakit pada gigi yang berlubang, pasien juga mengeluh di rumah
kadang pasien demam, namun lama-kelaman demamnya turun. Sesak (-), batuk
(-), Makan-minum seperti biasa, BAK-BAB lancar.

Pada pemeriksaan fisik di temukan pada region mandibular sinistra tampak


benjolan di telinga bawah bagian kiri, berwarna kemerahan di kulit sekitar,
Benjolan teraba keras berukuran + 8 x 10cm, teraba hangat (+),tidak mobile
(tidak mudah digerakkan), nyeri tekan (+), dan tampak adanya Fluktuasi (+).
Pada pemeriksaan labolatorium darah rutin didapatkan penurunan kadar
hemoglobin 10,9gr/dl, peningkatan leukosit 22,4.mm3. pada pemeriksaan
Pemeriksaan CT-Scan Thorax irisan axial tanpa kontras Terdapat gambaran soft
tissue massa pada sisi superior mediastinum, lobulated, meluas ke inferior,
berbatas tegas ukuran +7,5x3,5 Obtuse angle, berbatas tegas Terdapat kalsifikasi
pada dinding Aorta Thoracalis Paos Ascendens, Arcus Aorta Dan Aorta
Desendens, dengan kesimpulan massa disisi superior mediastinum yang meluas
ke inferior.

6
Pasien didignosis dengan Abses Submandibular Sinistra + Tumor
Mediastinum Susp Keganasan dan telah diberikan terapi yaitu IFVD NaCL 0,9%
20 tpm, Injek ketorolaks 3x1 amp/IV, Injek ceftriaxone 2x1 amp/IV, Injek
ranitidine 2x1 amp/IV dengan prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam

Follow Up
Tanggal S O A P
28-8/2019 Nyeri dan bengkak Kesan umum: Tampak Tumor parotitis + 1. IFVD NaCL 0,9% 20
dibagian bawah telinga sakit sedang infeksi tpm
kiri, kesulitan Kesadaran: CM 2. Injek ketorolaks 3x1
membuka mulut GCS:E4V5M6 amp/IV
TD: 140/80mmHg N: 3. Injek ceftriaxone 2x1
79x/mnt SpO2: 98% P: amp/IV
20x/mnt S: 37oC VAS: 4. Injek ranitidine 2x1
5-6 amp/IV
29-8/2019 Nyeri dan bengkak di Kesan umum : tampak Tumor parotitis + a. IFVD NaCL 0,9% 20
bagian bawah telinga sakit sedang infeksi tpm
kiri, kesulitan Kesadaran : CM b. Injek ketorolaks 3x1
membuka mulut GCS :E4V5M6 amp/IV
TD: 130/80mmHg c. Injek ceftriaxone 2x1
N:82x/mnt SpO2: 97% amp/IV
tanpa oksigen d. Injek ranitidine 2x1
P : 20x/mnt S: 370C amp/IV
VAS: 5
30-8/2019 Nyeri dan bengkak di Kesadaran : tampak sakit Tumor parotitis + Terapi lanjut
bagian bawah telinga sedang infeksi
kiri, kesulitan Kesadaran : CM
membuka mulut GCS : E4V5M6
TD: 150/80mmHg N:
80x/mnt SpO2: 97%
tanpa oksigen P: 22x/mnt
S: 36,8oC VAS: 5

31-8-2019 Nyeri dan bengkak di Kesan umum : tampak Tumor parotitis + + Alganax
bagian bawah telinga sakit sedang infeksi (alprazolam) 0,5mg
kiri, kesulitan Kesadaran : CM 2x1tab
membuka mulut, susah GCS :E4V5M6 Terapi yang lain lanjut
tidur TD: 140/80mmHg
N:82x/mnt SpO2: 97%
tanpa oksigen
P : 20x/mnt S: 370C
VAS: 5
1-9/2019 Nyeri dan bengkak di Kesan umum : tampak Abses Sub Terapi lanjut
bagian bawah telinga sakit sedang Mandibular
kiri, kesulitan Kesadaran : CM
membuka mulut GCS :E4V5M6
Sinistra
TD: 150/70mmHg
N:82x/mnt SpO2: 97%
tanpa oksigen
P : 20x/mnt S: 370C
VAS: 5

7
2-9/2019 Nyeri dan bengkak di Kesan umum : tampak Abses Sub 1. IVFD RL 20 tpm
bagian bawah telinga sakit sedang Mandibular 2. Terapi yang lain lanjut
kiri. kesulitan Kesadaran : CM 3. Konsul dokter anastesi
membuka mulut, GCS :E4V5M6
Sinistra 4. Pro insisi abses +
penurunan nafsu TD: 140/80mmHg debridement
makan N:82x/mnt SpO2: 98% 5. Edukasi pasien
tanpa oksigen
P : 20x/mnt S: 36,90C
VAS: 5

Laporan Operasi (03/08/2019)

(Insisi Abses + Debridement)

Tehnik Operasi

1. Posisikan pasien dalam keadaan posisi supine

2. Desinfeksi lapangan operasi dan perkecil lapangan operasi dengan kai doek

3. Insisi langsung pada tumor

4. Insisi pus dan debridement

5. Cuci luka dengan NaCL 0,9%

6. Laporan selesai

Follow Up Post OP

Tanggal S O A P
3-9/2019 nyeri luka bekas Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. IFVD RL 20 tpm
operasi, bengkak, sakit sedang Sinitra + Tumor 2. Injek ceftriaxone 2x1
kesulitan membuka Kesadaran: CM Mandibula Sinistra amp/IV
mulut GCS:E4V5M6 3. Injek tramadol 2x1
TD: 130/80mmHg N: amp/IV
79x/mnt SpO2: 97% P: 4. Injek ranitidine 2x1
20x/mnt S: 37oC VAS: amp/IV
5 5. injek asamtraneksamat
3x1 amp/IV

4-9/2019 Nyeri luka bekas Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. Cek HB
Post op operasi berkurang, sakit sedang Sinitra + Tumor 2. Rawat luka operasi
hari I bengkak berkurang dan Kesadaran: CM Mandibula Sinistra 3. Terapi lanjut
sudah bisa membuka GCS:E4V5M6
mulu dengan pelan- TD: 160/90mmHg N:
pelan 79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 37oC
VAS:4
5-9/2019 Nyeri luka operasi Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. Rawat luka operasi
Post op berkurang, bengkak sakit sedang Sinitra + Tumor 2. Terapi lanjut

8
hari 2 berkurang, sudah bisa Kesadaran: CM Mandibula Sinistra
membuka mulut GCS:E4V5M6
TD: 150/90mmHg N:
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 37oC
VAS:3

Hasil lab 04/9-2019


HB : 9,4 g/dl
Trombosit : 413.103/mm3
Leukosit : 18,6. 103/mm3
6-9/2019 Nyeri luka operasi Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. Drip paracetamol
Post op berkurang, pasien sakit sedang Sinitra + Tumor 1g/IV ekstra
hari 3 menggigil Kesadaran: CM Mandibula Sinistra 2. Rawat luka
GCS:E4V5M6 3. Terapi lanjut
TD: 160/90mmHg N:
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 39,2oC
VAS:3
7-9/2019 Nyeri luka operasi Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. Rawat luka operasi
Post op berkurang, tidak mau sakit sedang Sinitra + Tumor 2. Terapi lanjut
hari 4 makan Kesadaran: CM Mandibula Sinistra
GCS:E4V5M6
TD: 140/90mmHg N:
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 37 oC
VAS:3
8-9/2019 Nyeri luka operasi Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. Rawat luka operasi
Post op berkurang sakit sedang Sinitra + Tumor 2. Terapi lanjut
hari 5 Kesadaran: CM Mandibula Sinistra
GCS:E4V5M6
TD: 150/80mmHg N:
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 36, oC
VAS:3

9-9/2019 Kelemhan pada Kesan umum: Tampak Abses Submandibula 1. Aff infus
Post op ekstremita bagian atas sakit sedang Sinitra + Tumor 2. Cefotaxim tab 500mg
hari 6 terutama tangan bagian Kesadaran: CM Mandibula Sinistra 2x1 tab
kiri GCS:E4V5M6 3. Neuranbe 2x1 tab
TD: 150/80mmHg N: Dx. Neurology : 4. Konsul dokter
79x/mnt SpO2: 96% P: Susp SOL Neurology
20x/mnt S: 36,8 oC intracranial ec.
Metastasis massa Jawaban konsul
paru supp massa neurology
mediastinum 1. IVFD RL 20 tpm
2. Injek dexametazone
4x1 amp/IV
3. Injek ranitidine 2x1
amp/IV
4. CT- Scan kepala non
kontras
5. Cek Eletrolit (kalium,
natrium, klorida)
10-9/2019 Kelemhan pada pada Kesan umum: Tampak Abses Submandibula Terapi lanjut
Post op ekstremita bagian atas sakit sedang Sinitra + Tumor
hari 7 terutama tangan bagian Kesadaran: CM Mandibula Sinistra

9
kiri GCS:E4V5M6
TD: 140/80mmHg N:
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 36,7 oC
11-9/2019 Kelemhan pada pada Kesan umum: Tampak Abses Submandibula Terapi lanjut
Post op ekstremita bagian atas sakit sedang Sinitra + Tumor
hari 8 terutama tangan bagian Kesadaran: CM Mandibula Sinistra
kiri GCS:E4V5M6
TD: 160/90mmHg N:
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 36,7 oC

Hasil elektrolit 11/09-


2019.
Kalium :4,1
Natrium: 137
Klorida : 103

12-9/2019 Kelemhan pada pada Kesan umum: Tampak Abses Submandibula Injek ketorolaks 31
Post op ekstremita bagian atas sakit sedang Sinitra + Tumor amp/IV
hari 9 terutama tangan bagian Kesadaran: CM Mandibula Sinistra Terapi lanjut
kiri GCS:E3V3M5
TD: 130/80mmHg N: Dx Neurology Terapi neurology
79x/mnt SpO2: 96% P: Sol intracranial ec
20x/mnt S: 36,7 oC metastase massa 1. Injek dexametazone
mediatinum 3x1 amp/IV selama 3
hari
2. Injek ranitidine 2x1
amp/IV
3. Hari senin konsul ke
dokter Sp.Paru untuk
evaluasi

13-9/2019 Kelemhan pada pada Kesan umum: Tampak Abses Submandibula Terapi lanjut
Post op ekstremita bagian atas sakit sedang Sinitra + Alih rawat ke ruang
hari 10 terutama tangan bagian Kesadaran: CM Sol intracranial ec Neurology
kiri GCS:E3V5M5 metastase massa
TD: 130/80mmHg N: mediastinum
79x/mnt SpO2: 96% P:
20x/mnt S: 36,7 oC

10
PEMBAHASAN KASUS

ANAMNESIS

KASUS TEORI
Keluhan utama : Nyeri dan Abses submandibular Abses
Bengkak di bagian bawah telinga kiri submandibular didefinisikan sebagai
Anamnesis: Keluhan dirasakan sejak terbentuknya abses pada ruang potensial
±3 hari yang lalu SMRS, nyerinya di regio submandibular yang disertai
terus menerus, dan disertai rasa dengan rasa nyeri tenggorok, demam
panas, awalnya terasa gatal dan dan terbatasnya gerakan membuka

11
lama- kelaman timbul bengkak dan mulut. Abses submandibular merupakan
disertai rasa nyeri. Menurut keluarga, bagian dari abses leher dalam. Abses
pasien ketika merasakan nyeri pasien leher dalam terbentuk di ruang potensial
langsung menangis, dan ketika diantara fasia leher dalam sebagai akibat
pasien banyak bergerak pasien penjalaran infeksi dari berbagai sumber,
langsung muntah, disertai rasa seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
pusing, dan pasien merasa sulit untuk paranasal, telinga tengah dan leher.1,2
berbicara karena kesulitan membuka
mulut namun air ludah pasien ada. Etiologi
Pasien juga mengeluh kalau pasien Beberapa jenis bakteri yang menjadi
memiliki gigi rahang belakang penyebab abses submandibula ini dibagi
bagian bawah yang berlubang, dan menjadi golongan bakteri Aerob (Alfa
kadang pasien merasakan sakit pada Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus,
gigi yang berlubang, pasien juga Bakteroides), Anaerob
mengeluh di rumah kadang pasien (Peptostreptokokus, Peptokoki ,
demam, namun lama-kelaman Fusobakterium nukleatum).1,2
demamnya turun. Sesak (-), batuk
(-), Makan-minum seperti biasa, Patofisiologi
BAK-BAB lancar. Pasien juga Abses leher dalam dapat terjadi
mengtakan baru pertama kali karena berbagai macam penyebab
mengalami keluhan seperti ini. melalui beberapa proses, diantaranya:
Riwayat Penyakit Dahulu 1. Penyebaran abses leher dalam
Satu tahun lalu pasien pernah sakit dapat timbul dari rongga
dada dan di rawat di rumah sakit mulut ,wajah atau infeksi leher
dengan tumor di bagian paru-paru. superficial ke ruang leher dalam
Riwayat Penyakit Keluarga melalui system limfatik.
Keluhan serupa pada keluarga (-), 2. Limfadenopati dapat
Tumor (-) menyebabkan terjadi supurasi
Riwayat Sosial dan akhirnya menjadi abses
Pasien setiap harinya memakan fokal.
makanan seperti biasa. 3. Infeksi yang menyebar ke ruang
leher dalam melalui celah antar

12
ruang leher dalam
4. Infeksi langsung yang terjadi
karena trauma tembus.3,4

Diagnosis
Diagnosis abses submandibula
ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, dan pemeriksaan
penunjang seperti foto polos jaringan
lunak leher atau tomografi komputer.1,4
Tanda dan gejala dari suatu abses
leher dalam timbul oleh karena :
1. efek massa atau inflamasi
jaringan atau cavitas abses pada
sekitar struktur abses.
2. keterlibatan daerah sekitar abses
dalam proses infeksi.

Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan
pada pasien dengan abses submandibula
adalah : 1,6
1. asimetris leher karena adanya
massa atau limfadenopati pada
sekitar 70%.
2. trismus karena proses inflamasi
pada m.pterigoides
3. torticolis dan penyempitan ruang
gerak leher karena proses

13
inflamasi pada leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat
bermanfaat untuk melokalisasi etiologi
dan perjalanan abses pasien seharus
ditanya :1,6
1. tentang riwayat tonsillitis dan
peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring
contoh intubasi
3. dental caries dan abses.

A. Space Occupying Lesions (SOL)


Intracranial
Merupakan tumor yang jinak atau
ganas baik bersifat primer atau
sekunder, dan juga sebagai massa
inflamatorik maupun parasitic yang
berletak pada rongga cranium. Sol
juga berupa hematoma, berbagai
jenis kista dan malformasi vaskuler
Etiologi : riwayat trauma kepala,
faktor genetic, paparan zat kimia
yang bersifat karsinogenik dan virus,
defisiensi imunologik dan kongenital
Manifestasi klinis : Nyeri kepala,
edema papil dan muntah secara
umum dianggap sebagai karakteristik
peninggian TIK. Demikian juga, dua
pertiga pasien SOL memiliki semua
gambaran tersebut.6,7

Massa Mediastinum

14
Tumor mediastinum adalah tumor yang
terdapat di dalam mediastinum yaitu
rongga yang berada di antara paru kanan
dan kiri.6,8
Gejala klinis : batuk, sesak atau stridor,
disfagia, sindrom vena kava superior
(SVKS), suara serak, nyeri dinding dada.

Abses submandibular didefinisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang


potensial di regio submandibular yang disertai dengan rasa nyeri tenggorok,
demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut. Abses submandibular
merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di
ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi
dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga
tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan
pembengkakan diruang leher dalam yang terlibat.1,2

 Epidemiologi
Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah
abses parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%)
dan retrofaring (5,9%).1

 Etiologi
Abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi dan
jaringan sekitarnya yaitu pada P1,P2,M2,M2 namun jarang terjadi pada M3.
Beberapa jenis bakteri yang menjadi penyebab abses submandibula ini
dibagi menjadi golongan bakteri Aerob dan Anaerob

Untuk golongan aerob terdiri dari :1,3

 Alfa Streptokokus hemolitikus


 Stafilokokus

15
 Bakteroides
Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:

 Peptostreptokokus
 Peptokoki
 Fusobakterium nukleatum
Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang
periode April 2010-Oktober 2010.
Jenis Kuman Jumlah %
Streptocccus α haemoliticus 6 37
Klepsiella sp 4 25
Enterobacter sp 3 19
Staphylococcus aureus 2 12,5
Staphilococcus 1 6
epidermidis
E. Coli 1 6
Proteus vulgaris 1 6

 Patofisiologi

Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab


melalui beberapa proses, diantaranya: 1,4

5. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah
atau infeksi leher superficial ke ruang leher dalam melalui system
limfatik.
6. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi
abses fokal.
7. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang
leher dalam
8. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.

Diagnosis

16
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau
tomografi komputer.1,5

Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena :

3. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar
struktur abses.
4. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.

A. Anamnesis

Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses


submandibula adalah : 1,5

1. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.
2. Trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides
3. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada
leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan
perjalanan abses pasien seharus ditanya :

1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.


2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
3. dental caries dan abses.

Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Tumor yang jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga
sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang berletak pada rongga
cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan malformasi
vaskuler.6,7
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga
intrakranial dan tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput

17
otak dan 3 berasal dari lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat
tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama tuberculosis.7

Etiologi7

 Riwayat trauma kepala


Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui gejala klinis.
 Faktor Genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk
sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
 Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi
hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
 Defisisensi imunologi dan congenital

 Manifestasi Klinis
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga, dua pertiga pasien SOL
memiliki semua gambaran tersebut.6,7

Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi

a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat
hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat
beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk,
membungkung, dan mengejan.

18
b. Nausea atau muntah
muntah yang memancar (projectile voiting) biasanya menyertai
peningkatan tekanan intracranial.
c. Papil edema
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic
atau discus optic. Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan
ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic.
Karena meningens memberi reflex kepada seputar bola mata,
memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan
cerebrospinal.

 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan
fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit
lapangan pandang.7
Perubahan tanda-tanda vital pada SOL
 Denyut nadi : relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK
 Pernapasan : Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih
tertekan daripada batang otak pada pasien dewasa. Perubahan pola
pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
 Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intracranial. tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi
disertai dengan perubahan pola pernapasan.
 Suhu tubuh : Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu
tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada
traktus yang menghubungkannya.

Massa Mediastinum
19
 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum
yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar
timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka
pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat
menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor
mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor
cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap
organ sekitarnya.6,8
Diagnosis
Secara umum diagnosis tumor mediastinum ditegakkan sebagai berikut:6,8
 Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
a. batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi
pada trakea dan/atau bronkus utama,
b. disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
c. sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada
tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
d. suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat,
paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
e. nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada
penekanan sistem syaraf.

KASUS TEORI
Keadaan umum : tampak sakit sedang Tanda-tanda vital pada abses biasanya normal,
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6) untuk diagnosis suatu abses leher dalam kadang-
Tanda-tanda vital kadang sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan
Tekanan darah: 140/80 mmHg anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.
Heart rate : 86 kali/menit, teraba kuat Ditemukan pembengkakan dibawah rahang baik
Pernapasan : 20 kali/menit unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi.

20
Suhu : 37,5 ° C Karena itu diperlukan studi radiografi untuk
membantu menegakkan diagnosis,
Pemeriksaan Leher (status lokalis) menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya
Regio : mandibular sinistra dan perluasan penyakit. 1
I = Tampak benjolan di telinga bawah bagian
kiri, berwarna kemerahan di kulit sekitar. SOL
P : Benjolan teraba keras berukuran + 8 x 10cm, Perubahan tanda-tanda vital pada SOL.7
teraba hangat (+), tidak mobile (tidak mudah Denyut nadi : stabil selama stadium awal
digerakkan), nyeri tekan (+), dan tampak adanya peningkatan TIK
Fluktuasi (+). Pernapasan : perubahan pola pernafasan
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil
selama stadium awal dari peningkatan tekanan
intracranial..
Suhu tubuh : peningkatan suhu tubuh.

Massa mediastinum
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi
sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan
organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke
organ sekitarnya.8

PEMERIKSAAN FISIK

Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan


bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan
pembengkakan dibawah rahang baik unilateral maupun bilateral dan
berfluktuasi.1,3

Karena itu diperlukan studi radiografi untuk membantu menegakkan


diagnosis, menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan
penyakit. Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan
densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem

21
jaringan sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk
mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.1,5

Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Perubahan tanda-tanda vital pada SOL.7
 Denyut nadi : relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK
 Pernapasan : Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih
tertekan daripada batang otak pada pasien dewasa. Perubahan pola
pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
 Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intracranial. tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi
disertai dengan perubahan pola pernapasan.

Suhu tubuh : Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh


akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus
yang menghubungkannya.6,7

Massa Mediastinum

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan
keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.
Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan
beberapa keadaan klinis lain, misalnya: Miastenia gravis mungkin menandakan
timoma, Limfadenopati mungkin menandakan limfoma.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG

KASUS TEORI
Darah rutin Abses Submandibular
Hemoglobin : 10,9 gr/dl Laboratorium: Pada pemeriksaan darah
Hematokrit : 31,9% rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi
22
Trombosit : 364 mm3 material yang purulen dibiakkan guna
Leukosit :22.4mm3 uji resistensi antibiotik.1
Dara kimia
gula darah sewaktu : 112 g/dl SOL
Darah Lengkap : Kelainan sitemik
biasanya jarang terjadi, walaupun
terkadang pada abses otak sedikit
peningkatan leukosit.7

Massa mediastinum
Hasil pemeriksaan laboratorium
rutin sering tidak memberikan
informasi yang berkaitan
dengan tumor. LED kadang
meningkatkan pada limfoma
dan TB mediastinum.8

Pemeriksaan EKG (27/08/2019)


Kesan: Normal EKG
Pemeriksaan Radiologi Radiologis
Pemeriksaan CT-Scan Thorax  Rontgen jaringan lunak kepala AP
irisan axial tanpa kontras Rontgen panoramic: Dilakukan
Kesan: Terdapat gambaran soft tissue apabila penyebab abses
massa pada sisi superior mediastinum, submandibula berasal dari gigi.8
lobulated, meluas ke inferior, berbatas  Rontgen thoraks : Perlu dilakukan
tegas ukuran +7,5x3,5 untuk evaluasi mediastinum,
Obtuse angle, berbatas tegas empisema subkutis, pendorongan
Terdapat kalsifikasi pada dinding saluran nafas, dan pneumonia akibat
Aorta Thoracalis Paos Ascendens, aspirasi abses.
Arcus Aorta Dan Aorta Desendens 1. Tomografi Komputer (CT-scan)
Kesimpulan : massa disisi superior CT-scan dengan kontras merupakan
mediastinum yang meluas ke inferior pemeriksaan gold standar pada

23
abses leher dalam. Gambaran abses
yang tampak adalah lesi dengan
hipodens (intensitas rendah), batas
yang lebih jelas, dan kadang ada air
fluid level. Pemerksaan fisik yang
ditunjang CT-scan memiliki
sensitivitas 95%.8
SOL
CT-Scan kepala
Gambaran CT-Scan pada tumor otak,
umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur
otak disekitarnya.
MRI : untuk mendeteksi tumor yang
berukuran kecil ataupun tumor yang
berada dibasis kranium, batang otak dan
di fossa posterior.
Foto Thoraks: Dilakukan untuk
mengetahui apakah ada tumor dibagian
tubuh lain, terutama paru yang
merupakan tempat tersering untuk
terjadinya metastasis primer paru.7

Massa Mediastinum
Foto toraks : Dari foto toraks PA/ lateral
sudah dapat ditentukan lokasi tumor,
anterior, medial atau posterior
Tomografi: Selain dapat menentukan
lokasi tumor, juga dapat mendeteksi
klasifikasi pada lesi,
CT-Scan toraks dengan kontras : Selain
dapat mendeskripsi lokasi juga dapat

24
mendeskripsi kelainan tumor secara
lebih baik dan dengan kemungkinan
untuk menentukan perkiraan jenis
tumor, misalnya teratoma dan timoma
Flouroskopi: Prosedur ini dilakukan
untuk melihat kemungkinan aneurisma
aorta.
Ekokardiografi: Pemeriksaan ini
berguna untuk mendeteksi pulsasi pada
tumor yang diduga aneurisma.6,8
Angiografi: Teknik ini lebih sensitif
untuk mendeteksi aneurisma
dibandingkan flouroskopi dan
ekokardiogram.
Esofagografi: Pemeriksaan ini
dianjurkan bila ada dugaan invasi atau
penekanan ke esofagus.
USG, MRI dan Kedokteran Nuklir:
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-
pemeriksaan terkadang harus dilakukan
untuk beberapa kasus tumor
mediastinum.6,8

PENATALAKSANAAN

KASUS TEORI
5. IFVD NaCL 0,9% 20 tpm 1. Antibiotik (parenteral)
6. Injek ketorolaks 3x1 amp/IV Antibiotik kombinasi adalah pilihan
7. Injek ceftriaxone 2x1 amp/IV terbaik karena mikroorganisme
8. Injek ranitidine 2x1 amp/IV penyebabnya adalah campuran.
9. Pro insisi abses + debridement Secara empiris kombinasi
ceftriaxone dengan metronidazole
masih cukup baik. Setelah hasil uji

25
sensistivitas kultur pus telah
didapat, pemberian antibiotik dapat
disesuaikan. Berdasarkan uji
kepekaaan, kuman aerob memiliki
angka sensitifitas >70% terhadap
terhadap ceforazone sulbactam,
moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone. Metronidazole dan
klindamisin angka sensitifitasnya
masih tinggi terutama untuk bakteri
anaerob gram negatif. Antibiotik
biasanya dilakukan selama lebih
kurang 10 hari.1
2. Insisi dan drainase.
Hal ini dapat dilakukan baik secara
intraoral maupun ekstraoral tergantung
pada lokasi infeksi. Aspirasi pus
sebelum insisi memungkinkan metode
pengambilan sampel lebih akurat
karena mengurangi kontaminasi dan
membantu melindungi dari bakteri
anaerob. Pembengkakan yang
berfluktuasi menunjukkan adanya pus
dan didefinisikan sebagai transmisi
fluida dengan menggunakan palpasi
bidigital.1

SOL
Pembedahan: Jika hasil CT-Scan
didapatkan adanya tumor dapat
dilakukan pembedahan.
Radioterapi : lanjutan terapi dari

26
pembedahan
Kemoterapi : hanya digunakan sebagai
terapi tambahan
Antikonvulsan : Pasien SOL sering
mengalami peningkatan tekanan
intrakranial, yang salah satu gejala
klinis yang sering terjadi adalah kejang .
Phenytoin (300-400mg/kali) adalah
yang paling umum digunakan
Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan
diketahui adanya abses, maka
antibiotik merupakan salah satu terapi
yang harus diberikan
Kortikosteroid: Kortikosteroid
mengurangi edema peritumoral dan
mengurangu tekana intrakranial.
Efeknya mengurangi sakit kepala
dengan cepat. Dexamethasone adalah
kortikosteroid yang dipilh karena
aktivitas mineralkortikoid yang
minimal.6,7

Massa mediastinum
Penatalaksanaan untuk tumor
mediastinum yang jinak adalah
pembedahan sedangkan untuk tumor
ganas, tindakan berdasarkan jenis sel
kanker.8

Abses Submandibular

Tujuan utama tatalaksana pada pasien abses submandibula adalah untuk


mencegah terjadinya komplikasi.1,3,5

27
1. Antibiotik (parenteral).
Antibiotik kombinasi adalah pilihan terbaik karena mikroorganisme
penyebabnya adalah campuran. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat, pemberian antibiotik dapat disesuaikan. Berdasarkan uji kepekaaan,
kuman aerob memiliki angka sensitifitas >70% terhadap terhadap ceforazone
sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone. Metronidazole dan
klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk bakteri anaerob
gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.
2. Insisi dan drainase.
Hal ini dapat dilakukan baik secara intraoral maupun ekstraoral tergantung pada
lokasi infeksi. Aspirasi pus sebelum insisi memungkinkan metode pengambilan
sampel lebih akurat karena mengurangi kontaminasi dan membantu melindungi
dari bakteri anaerob. Pembengkakan yang berfluktuasi menunjukkan adanya pus
dan didefinisikan sebagai transmisi fluida dengan menggunakan palpasi
bidigital.
Pada pasien dilakukan insisi drainase. Insisi dilakukan dengan panjang kurang
lebih 2 cm pada daerah yang paling fluktuatif. Setelah di insisi, eksplorasi pus
dilanjutkan secara tumpul dengan menggunakan klem bengkok sampai ruang
submandibula. Setelah pus berhasil dieksplorasi, dilakukan pemasangan draine
handschoen yang dilumuri dengan betadine pada luka insisi kemudian ditutup
dengan mengguankan kasa steril dan direkatkan dengan menggunakan
hipafix.1,2,4
 Komplikasi: Infeksi leher dalam dengan penatalaksanaan inadekuat dapat
menyebar ke ruang leher dalam lainnya, ditambah dengan keterlambatan
dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan beresiko tinggi untuk meliki
berbagai komplikasi yang mengancam jiwa yaitu:1
 Obstruksi jalan nafas akibat tertekannya trakea
 Aspirasi yang dapat terjadi pada intubasi
endotracheal
 Komplikasi vaskular seperti trombosis vena
jugularis interna, erosi dan ruptur arteri carotid.

28
 Defisit neurologis seperti disfungsi saraf kranial
atau saraf otonom di leher yang menimbulkan disfoni akibat terkenanya
nervus vagus atau Sindrom Horners akibat pengaruh saraf simpatis.
 Emboli septik pada paru-paru, otak.
Beberapa faktor memiliki resiko yang lebih tinggi untuk timbulnya
komplikasi, yaitu jenis kelamin dimana wanita lebih sering dari pria, pasien
dengan pembengkakan pada leher, serta penderita diabetes yang memperburuk
keadaan umum.

Prognosis : Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses

submandibula ini lebih dari 50% kasus. Namun seiring dengan penggunaaan

antibiotic yang semakin luas, angka mortalitas tersebut turun hingga mencapai di

bawah 5%. Penggunaan antibiotic intravena memberikan prognosis yang baik

jika digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan

operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan

kegagalan penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan

kesembuhan.1

Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Pembedahan: Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan
pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis
tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses
walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending
herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus
segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5
mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan
ketebalan lebih dari 1 cm.7

Radioterapi: Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti
low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi
dari pembedahan parsial.7

29
Kemoterapi: Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk
oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya
digunakan sebagai terapi tambahan.

Antikolvusan: Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial,


yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang . Phenytoin (300-
400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga
digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-150mg/hari)
dan asam valproat (750-1500mg/hari).7

Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,
sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6
minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
abses sudah berkurang atau belum

Kortikosteroid: mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana


intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone
adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang
minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari, tetapi dosisnya dapat
ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk
mengontrol gejala neurologik.6,7

Massa mediastinum

Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan


sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor
mediastinum jenis limfoma Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai
dengan protokol untuk limfoma dengan memperhatikan masalah respirasi
selama dan setelah pengobatan.8

Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umu adalah


multimodality meski sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena
resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain

30
membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant
atau neoadjuvan.

Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran
toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika
mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka
harus dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2
darah arteri harus >90%.8

Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:6,8

Hb > 10 gr%, leukosit > 4.000/dl, trombosit > 100.000/dl , tampilan


(performance status) > 70 Karnofsky

Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio


kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak
mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi diberikan secara
bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus kemoterapi) atau
sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi
lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi
perlu diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat
tindakan lainnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Prayuda MR. Referat Abses Submandibula. Kepaniteraan Klinik Smf


Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher (THL-
KL) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. 2017
2. Davoodi P, Rezaei-Soufi L, Jazaeri M, Zarch AJL. Submandibular
Abscess Due To An Infected Keratocystic Odontogenic Tumor
Associated With Simultaneous Occurrence Of A Traumatic Bone Cyst: A
Rare Case Report. The Journal of Contemporary Dental Practice. 2013;
14 (1). P.133-36
3. Fagan J, Morkel J. Open Access Atlas Of Otolaryngology, Head & Neck
Operative Surgery. Surgical Drainage Of Neck Abscesses. 2015
4. Litha Y, Gazali M, Lopo C, Nayoan CR. Submandibular Abscess.
Medical Profession Program, Faculty of Medicine, Tadulako University
Palu. Jurnal Medical Profession (MedPro). 2019; 1 (2). P.144-48
5. Santos A. Abses Submandibula dengan Komplikasi Mediastinitis. Bagian
KSM THT Bros Hospital, 2Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmadewa, Denpasar. WMJ (Warmadewa Medical
Journal). 2017; 2 (2). P.77-81
6. Sjamsuhidajat Dan De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :
EGC;2010
7. Marnas Ly, Guntrai S, Meiriani. Laporan Kasus Neurologi SOL
Intrakranial. Kepanitraan Klinik Senior Departemen Smf Neurologi
Fakultas Kedokteran Usu/ Rsup Ham Medan. 2014

32
8. Tumor Mediastinum (Tumor Mediastinum Non Limfoma). Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.2003

33

Anda mungkin juga menyukai