Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM


DI WILAYAH BPP SITINJO, KABUPATEN DAIRI
SUMATERA UTARA

Dosen Pembimbing :
Makruf Wicaksono, SST, MP

Oleh
Mhd. Alwi Pasaribu
NIRM. 01.01.19.122
Kelas TAN- III B

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN


JURUSAN PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrakhmaanirrakhiim,
Assalaamu’alaikumwarahmatullaahi wabarokaatuh
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah membimbing
manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya sebagaimana yang terkandung
dalam Al-Quran dan sunnah. Demikian juga penulis bersyukur kepada-
Nya yang telah memberi kemudahan, nikmat, berkah dan iradat-Nya
dalam penulisan makalah Agroekosistem Tegalan di BPP Sitinjo yang
sederhana ini hingga dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa dihaturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, para
sahabat, keluarga dan para pengikutnya sampai di hari kiamat.
Tidak lupa pula penulis mengucap terimakasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Agroekosistem yang memberi kesempatan
untuk penyelesaian makalah ini, dan terimakasih penulis ucapkan kepada
pihak yang telah memberikan sumbangsi demi penyelesaian makalah ini.
Tentunya dalam penulisan makalah ini dengan segala
keterbatasan, tidak lepas dari kekurangan. Oleh sebab itu, sangat
diharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para pembaca demi
kesempurnaan penulisan dan penyajian pada masa berikutnya. Semoga
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya. Amiin.

Sidikalang, 26 November 2020

Mhd.Alwi Pasaribu

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
Bab II Tinjauan Pustaka 3
Bab III Metode Praktikum 5
A. Alat dan Bahan 5
B. Prosesdur Kerja 5
Bab IV Metode Praktikum
A. Hasil 6
B. Pembahasan 6
Bab V Penutup
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11

Daftar Pustaka 12
Lampiran 13
Gambar 1. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo 13
Gambar 2. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo 13
Gambar 3. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo 14
Gambar 4. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo 14

2
Gambar 5.Alat dan Bahan Pengamatan (Laptop dan ATK) 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman merupakan makhluk hidup yang pertumbuhan dan
perkembangannya sangat bergantung pada fakkor biotik dan abiotik. Faktor
abiotik meliputi tanah, suhu, air dan cahaya, sedangkan faktor biotik meliputi
hama,patogen, mikroorganisme dan manusia. Interaksi atau hubungan timbal
balik antara faktor biotik dan abiotik disebut dengan ekosistem. Hamparan luas
dalam suatu area yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi kemudian diolah oleh manusia untuk usaha pertanian guna
memenuhi kebutuhan pangan dikenal dengan agroekosistem (Marten, 1998).

Agroekosistem banyak digunakan oleh negara atau masyarakat yang


berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukkan adanaya aktivitas
atau campur tangan masyarakat pertanian terhadap ekosistem. Istilah pertanian
dapat diberi makna sebagai kegiatan manusia yang mengambil manfaat dari
alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan bahan lain yang
dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya.

Ekosistem pertanian (agroekosistem) memegang peran penting dalam


pemenuhan kebutuhan pangan suatu bangsa. Keanekaragam hayati
(biodiversity) yang merupakan semua jenis tanaman, hewan, dan
mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat
menentukan produktivitas pertanian. Hasil akhir pertanian adalah produksi
ekosistem buatan yang memerlukan perlakuan oleh pelaku pertanian secara
konstan. Berbagai hasil pertanian yang sudah dilakukan oleh peneliti
menunjukkan bahwa perlakuan berupa agrokimia (terutama pestisida dan
pupuk) telah menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang kurang
dikehendaki.

1
Agroekosistem atau ekosistem pertanian sudah mengandung campur
tangan manusia yang merubah keseimbangan alam atau ekosistem untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Pendekatan agroekosistem yang
berbasis pada ekologi berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan akibat
penerapan sistem peertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah
pertanian spesifik akibat masuknya teknologi, oleh karena itu perlu adanaya
peran agroekosistem dalam upaya konservasi. Sebagai contoh mengenai
pengendalian hama dengan menggunakan perangkap yang ramah lingkungan.
Hal ini tentu menjadi salah satu cara efektif agar hama tersebut berkurang,
tanaman tetap bereproduksi dan dapat dinikmati oleh masyarakat serta kondisi
lingkungan tetap terjaga dan lestari. Pada makalah ini akan dibahas secara rinci
mengenai identifikasi dan analisis agroekosistem.

B. Tujuan
1. Mengetahui apa itu Agroekosistem dan Fungsinya.
2. Mengetahui Komponen dalam Agroekosistem.
3. Menganalisa Pengelolaan Agroekosistem Tegalan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara sederhana, ekosistem adalah keseluruhan formasi makhluk


hidup (biom) beserta tempat hidupnya (Kartawinata, 2010). Menurut Sumiasri
(2011) ekosistem adalah komunitas alami yang berinteraksi satu sama lain, dan
dengan faktor fisik dan kemis seperti: energi matahari, temperatur udara, angin,
kelem-bapan udara, air, tanah, dan sebagainya. Ekosistem juga didefinisikan
sebagi unit fungsional yang meliputi komponen biotik (tumbuhan, hewan, dan
manusia) dan komponen abiotik (lingkungan fisiko-kemis) dari area spesifik.
Analisis agroekosistem merupakan kegiatan terpenting dalam pengelolaan hama
dan penyakit terpadu, kegiatan ini dapat dianggap sebagai teknik pengamatan
terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan-keputusan
pengelolaan lahan pertaniannya (Mangan, 2002).

Agroekosistem atau ekosistem agrikultural merupakan gabungan


istilah ekosistem dan agrikultural. Ekosistem adalah komunitas alami yang
berinteraksi satu sama lain, dan dengan faktor fisik dan kemis seperti: energi
matahari, temperatur udara, angin, kelembapan udara, air, tanah, dan
sebagainya. Agrikultural merupakan kata sifat yang berkaitan dengan pertanian
(budidaya tanaman). Dengan demikian, agroekosistem merupakan ekosistem
pertanian dalam arti luas. Agroekosistem dapat dicirikan berdasarkan
kenampakan (fisiognomi) vegetasinya. Vegetasi adalah kumpulan keseluruhan
tumbuhan yang tumbuh bersama (hidup ber-sama) pada area khusus dan dapat
dicirikan oleh baik spesies penyusunnya maupun oleh gabungan struktur dan
karakter fungsionalnya; atau keseluruhan tumbuhan yang tumbuh di suatu

3
tempat dipermukaan bumi; seluruh tumbuhan penutup suatu area. Ada
beberapa tipe agroekosistem, antara lain: agroekosistem persawahan,
agroekosistem perkebunan, agroekosistem pertamanan, agroekosistem ladang
atau tegalan. Sementara sawah masih dibedakan menjadi sawah oncoran (irigasi)
dan sawah tadah hujan (Sumiasri, 2011).

Komponen agroekosistem dan interaksinya terdiri dari tanah,


biota tanah , vegetasi, manusia, teknologi, nutrisi/pemupukan, pestisida, hewan
ternak, sungai/air. Komponen agroekosistem tersebut saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Tanah komponen sumberdaya alam yang mencakup semua
bagian atas permukaan bumi, termasuk yang di atas dan di dalamnya yang
terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi kinerja iklim dan biota tanah.
Tanah yang diberikan pestisida kimia yang berlebihan dapat membuat tanah
kekurangan nutrisi, musuh alami menjadi berkurang, dan ledakan hama (Reni,
2012).

Berdasarkan proses pembentukannya, ekosistem dibagi menjadi


dua, yaitu ekosistem alami dan ekosistem pertanian. Ekosistem alami merupakan
sistem hubungan timbal balik antara lingkungan fisik/kimia dengan tumbuhan,
hewan atau mikrobia. Indonesia diperkirakan memiliki tidak kurang dari 47 tipe
ekosistem alami (Astirin, 2000). Sedangkan ekosistem pertanian atau
agroekosistem merupakan sekelompok wilayah yang keadaan fisik lingkungannya
hampir sama di mana keanekaragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan
tidak akan berbeda nyata. Komponen utama pembentuk agroekosistem yaitu
iklim, fisiografi, dan jenis tanah (Amien, 1997). Singkatnya, agroekosistem
merupakan ekosistem buatan di bidang pertanian yang ada di suatu daerah
(Sumiasri, 2011).

Analisis agroekosistem (AAES) merupakan kegiatan terpenting


dalam pengelolaan hama dan penyakit terpadu, kegiatan ini dapat dianggap
sebagai teknik pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat
keputusan-keputusan pengelolaan lahan pertaniannya. Kegiatan ini dilakukan

4
dengan melihat beberapa faktor seperti : hama, penyakit, musuh alami, serangga
netral, cuaca, air, kondisi lahan dan gulma (Gerald, 2013).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat


- Digital Map/Google Earth
- Komputer/Laptop
- Lembar Pengamatan
- ATK

B. Prosedur Kerja
1. Mahasiswa secara individu melakukan identifikasi dan analisis keadaan
agroekosistem di wilayah BPP masing-masing.
2. Menggambar Transek/Peta beserta keterangan faktor biotik dan abiotic
pada lahan disekitar BPP.
3. Menganalisis dan memaparkan hasil analisis tersebut.

5
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Sitinjo terdiri dari satu
Kecamatan yang meliputi 1 Kelurahan dan 3 Desa yaitu Kelurahan Panji Dabutar,
Desa Sitinjo, Desa Sitinjo I dan Desa Sitinjo II. BPP Sitinjo mempunyai luas areal
keseluruhan = =/- 11.373 m³ (keliling 539 m) yang batas-batasnya sebagai
berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sumbul
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab.Pakpak Bharat.
3. Sebelah Timur berbatasan Desa Sitinjo I
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sidikalang

Terletak antara 020 43’ 53” N dan 980 22’ 13” dengan ketinggian 1.060-
1.080 mdpl
Wilayah BPP Kecamatan Sitinjo memiliki lahan untuk percontohan
dan pembibitan yang ditujukan untuk dibagikan kepada petani. Terdapat 2 lahan
percontohan dimana masing-masing lahan saat ini sedang dipakai untuk tempat
budidaya Cabai Merah dan Bawang Merah. Untuk Bawang merah di budidayakan
pada lahan +/- 1.050 m. Pada lahan tersebut juga berdampingan dengan Gedung

6
BPP, gedung untuk pengawas dan pekerja di lahan percontohan dan 2 screen
house.

Transek Wilayah BPP Sitinjo


B. Pembahasan
Tegalan diartikan sebagai suatu daerah dengan lahan kering yang
bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan
dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit
untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim
kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman pertanian. 
Tegalan termasuk katagori lahan kering yang disebut  lahan tegalan, topografinya
miring, tidak pernah tergenang air, pengairannya hanya mengandalkan air hujan.
Oleh karena itu pertumbuhan tanaman diatasnya sangat tergantung dari air hujan.
(Mahaldawasara, D. 2003)
Tegalan biasanya ditanami berbagai jenis tanaman tahunan seperti sengon,
bambu dan juga buah-buahan ataupun juga ditanami jenis umbi-umbian seperti
ketela pohon. Tak hanya sampai disitu tegalan juga bisa ditanami padi jenis padi
gogo yang tidak membutuhkan air irigasi seperti halnya padi yang dibudidayakan
di lahan sawah.
Pada lahan tegalan yang kami amati pada tanggal 26 November 2020 di
daerah Desa Sitinjo, Kabupaten Dairi ini kami menemukan beberapa vegetasi,
yaitu terdapat tanaman bawang merah dan jugarumput teki. Di lahan tegalan ini
vegetasi yang mendominasi adalah bawang merah kemudian jumlah terbanyak
selanjutnya adalah rerumputan. Lahan tegalan ini memliki permukaan tanah yang
rata dan tanah yang strukturnya lempung sehingga mydah untuk diolah.

7
Saya akan membahas dari hasil pengamatan yang telah saya lakukan
menyangkut aspek komponen biotik dan abiotik dengan melihat berbagai
komponen yang terdapat pada agroekosistem tegalan.

1. Komponen Biotik

a. Tanaman Bawang
Tanaman Bawang yang dibudidayakan pada lahan seluas +/- 1.050 m²
dengan jumlah sebanyak 15 bedengan dengan panjang bedengan 35 m.
Varietas bawang yang ditanam pada bedengan tersebut adalah Bawang Merah
Batu Ijo. Varietas bawang merah ini memiliki keunggulan yang berbeda
dibandingakan varietas bawang lainnya yaitu ukuran umbi yang lebih besar.

b. Manusia
Aktifitas manusia disekitar lahan bawang merah turut menjadi komponen
didalam agroekosistem tegalan budidaya bawang. Pada umumnya, sesuai
dengan apa yang saya amati pada agroekosistem ini, manusia menjadi faktor
biotik yang paling berinteraksi terhadap tanaman bawang disekitar tegalan.
Manusia berperan mulai dari penanaman, perawatan hingga masa panen. Pada
masa perawatan masyarakat disini sering melaksanakan marsialapari ataupun
marariari di wilayah tegalan. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan gotong
royong yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam proses perawatan hingga
pemanenan dan pengolahan pasca panen bawang merah.

c. Gulma
Sesuai yang saya amati di wilayah lahan bawang merah, terdapat beberapa
jenis gulma yang meliputi Rumput-rumputan seperti eleusine indica L,
Agregatum conyzoides L atau babandotan dan juga rumput teki. Gulma ini
menggangu tanaman bawang mulai dari wilayah tanah parit bedengan hingga
sekitaran batang bawang didalam mulsa

d. Hama

8
Sejauh yang saya amati, hama yang menyerang tanaman bawang adalah
ulat grayak. Namun penyebarannya dapat dikendalikan karena petani yang
merawat bawang tersebut memberikan pestisida secara berkala.

e. Biota Tanah
Biota Tanah yang tampak secara jelas dengan mata disekitaran Lahan
Bawang Merah yaitu berupa Cacing Tanah, Semut, Siput, Keong,Rayap, dan
beberapa tikus walau agak jarang ditemui. Untuk mikroorganisme didalam
tanah yaitu berupa bakteri, virus, fungi, dan protozoa.

f. Hewan-hewan Mamalia dan Unggas.


Hewan-hewan mamalia juga banyak ditemui disekitaran lahan bawang
merah baik itu milik para petani dan masyarakat sekitar maupun hewan
mamalia liar. Beberapa contoh hewan mamalia yang ada yaitu anjing dan
kucing milik masyarakat yang digunakan untuk menjaga lahan bawang merah
dan juga kadang peliharaan masyarakat yang kadang mencari makanan
disekitar lahan bawang merah.
Untuk unggas yang banyak ditemui disini adalah ayam dan berbagai jenis
burung dan ayam. Ayam merupakan peliharaan milik masyarakat itu sendiri.
Berbagai jenis burung yang sangat banyak dijumpai di lahan bawang merah
adalah Burung Kutilang atau orang-orang disini kadang menyebutnya
abbaroba. Keberadaan ayam disini cukup menggangu karena dapat merusak
tanaman bawang yang mengakibatkan batang menjadi rebah.

2. Komponen Biotik

a. Tanah
Tanah yang umum ditanami masyarakat disekitar adalah tanah lempung
dengan lapisan atas yang remah. Kemiringan tanah yang diolah masyarakat
sekitar adalah 30 %.
b. Suhu

9
Suhu disekitar wilayah lahan bawang merah disini cukup dingin, yaitu
berkisar antara 15-25 °C.
c. Kelembapan
Untuk kelembapan yang saya catat pada proses pengamatan yaitu 88%
d. Cahaya.
Pencahayaan diwilayah ini cukup baik. Cahaya matahari menyinari
wilayah pertanian dengan sangat baik sepanjang tahun.
e. Air
Kondisi pengairan di wilayah lahan bawang merah yang saya amati
memanfaatkan air hujan dan pengairan melalui penampungan yang
menggunakan pompa. Pengairan dilakukan dengan memanfaatkan sprinkler.
f. Angin.
Pada waktu proses pengamatan, kondisi angin cukup baik. Keadaannya
tidak terlalu kencang dengan kecepatan rata-rata 6 Km/Jam.
g. Iklim
Untuk iklim pada wilayah ini adalah iklim tropis dengan ketinggian tempat
saya saat ini adalah 1060-1080 mdpl. Cukup baik untuk pertumbuhan bawang
merah diwilayah tersebut. Curah hujan pada umumnya berkisar antara 1250
s/d 2.500 mm/tahun dengan bulan kering 1-3 bulan.

h. Topografi
Untuk wilayah pengamatan yang saya lakukan yaitu Desa Sitinjo,
Kecamatan Sitinjo, Kabupaten Dairi, secara umum wilayah disini terdiri dari
dataran tinggi dan berbukit-bukit dengan kemiringan yang bervariasi. BPP
Sitinjo merupakan daerah jalan perlintasan antar provinsi sehingga jalan
begitu ramai . BPP di Desa Sitinjo memiliki batas Sebelah Utara berbatasan
dengan Kecamatan Sumbul, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab.Pakpak
Bharat. Sebelah Timur berbatasan Desa Sitinjo I, Sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Sidikalang

10
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat
disimpulkan bahwa, konsep agroekosistem yang diamati di lahan
percontohan milik BPP Sitinjo merupakan lahan tegalan. Lahan tersebut
adalah suatu sistem kawasan tempat membudidayakan makhluk hidup
tertentu meliputi apa saja yang hidup di dalamnya serta material yang
saling berinteraksi. Suatu lokasi dapat dijadikan sebagai agroekosistem
apabila pada lokasi tersebut sesuai dengan kondisi alam yang dibutuhkan
oleh tanaman yang akan ditanam. Peran agroekosistem dalam upaya
konservasi digunakan untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem
agar tiap komponen di dalamnya dapat menjalankan perannya dengan
efektif.
Lahan Tegalan yang dikelola oleh BPP Sitinjo dinilai merupakan
lahan yang di rawat dengan baik sehingga menunjukkan pertumbuhan
bawang merah yang cukup baik. Selain dari lokasinya yang sangat
menduku secara geografis, perlakuan yang diberikan pada lahan juga
sangat berpengaruh pada keseimbangan ekosistem pertanian yang ada
didalamnya sehingga menciptakan kondisi pertanian yang sangat baik.

11
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, maka dari itu penulis sangat membutuhkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Agar kedepannya
makalah ini dapat dipahami dengan baik oleh pembaca, maka penulis
akan berusaha mencari sumber-sumber yang lebih banyak lagi dan
relevan.

Daftar Pustaka

Gerald G. Marten, 2013. Productivity, Stability, Sustainability, Equitability and


Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment. Jurnal Sistem
Pertanian Vol. 3(26): 291-316.
Hanafiah, Kemas Ali. 2012. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem
Indonesia. Disampaikan dalam Sarwono Prawirohardjo Memorial
Lecture X pada 23 Agustus 2010. Jakarta.
Mangan, J. 2002. Pedoman SL-PHT Untuk Pemandu. Proyek PHT-PR/IPM-
SECP. Agromedia, Jakarta.
Mahaldawasara, D. 2003. Budidaya Rumput Hermada di Lahan Kering dan
Kritis. Yogyakarta: Kanisius.
Marten, Gerald G. 1998. Productivity, Stability, Sustainability, Equitability and
Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment. Agricultural
Systems 26 (1988) : 291-316.
Reni, I. 2012. Hubungan Faktor Biotik dan Abiotik pada Agroekosistem.
Universitas Brawijaya. Malang

Sumiasri, N. 2011. Model Agroekosistem di Kabupaten Jember. Jurnal Bioma.


Vol. 1 (2): 97-104.

12
LAMPIRAN

Gambar 1. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo

13
Gambar 2. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo

Gambar 3. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo

14
Gambar 4. Dokumentasi Penampakan Lahan BPP Sitinjo

Gambar 5. Alat dan Bahan Pengamatan (Komputer dan ATK)

15

Anda mungkin juga menyukai