Anda di halaman 1dari 5

IMUNOKROMATOGRAFI

Metode yang digunakan untuk Rapid Test COVID-19,


benarkah tidak mampu mendeteksi infeksi virus penyebab Corona?

COVID-19 merupakan wabah penyakit yang kini telah merenggut jutaan nyawa di seluruh
dunia. Tak terkecuali Indonesia, meskipun memiliki iklim tropis, yang umumnya sulit bagi virus
untuk bertahan hidup, tidak menjadi suatu barrier atau halangan bagi virus SARS-COV2 untuk
menyerang Negara kita ini. Banyaknya nyawa masyarakat Indonesia, baik yang positif terpapar
maupun yang telah meninggal akibat virus ini, tentunya menyebabkan keresahan pada masyarakat
sehingga timbulnya keinginan untuk memeriksakan diri apakah terinfeksi atau tidak. Rapid Test
merupakan alat yang telah digunakan dan dijalankan di Indonesia sebagai pemeriksaan awal
COVID-19. Rapid Test digadang-gadang tidak dapat mendeteksi keberadaan virus SARS-COV2
didalam tubuh, dibandingkan pemeriksaan swab tenggorokan. Lantas, benarkah Rapid Test tidak
efektif dalam mendeteksi virus SARS-COV2 penyebab penyakit Corona?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus mengenal kerja alat Rapid Test terlebih
dahulu. Metode yang digunakan dalam Rapid Test adalah imunokromatografi.
Imunokromatografi/ Immunochromatography Assay (ICA) atau lateral flow test adalah perangkat
sederhana yang ditujukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya analit target. Immunoassay adalah
tes atau uji yang digunakan untuk mengukur adanya antigen atau antibodi pada sampel (spesimen
biologis, seperti darah, cairan tubuh, dan sebagainya). Konsep imunokromatografi adalah
kombinasi kromatografi (pemisahan komponen sampel berdasarkan perbedaan pergerakannya
melalui sorben) dan reaksi imunokimia. Sistem imunokromatografi yang paling sering digunakan
adalah strip tes.

Strip tes ICA mengandung empat komponen penting, yaitu bantalan/ alas sample
diletakkan, bantalan konjugat, membrane substrat (nitroselulosa), dan bantalan penyerap.
Pertama, bantalan sample yang
terbuat dari selulosa atau serat gelas
dan sampel. Fungsinya untuk
mengangkut sampel ke komponen lain.
Bantalan sampel harus mampu
mengangkut sampel secara halus,
kontinu dan homogen. Tahap ini
meliputi pemisahan komponen sampel, penghilangan gangguan, penyesuaian pH, dll. Sample
analit (sample darah misalnya) harus ditambahkan bantalan ini untuk memulai pengujian.
Kedua, bantalan konjugat, yang mengandung antibodi atau antigen berlabel (biasanya berlabel
partikel emas nanokoloid). Bahan pad konjugat harus segera melepaskan konjugat berlabel setelah
kontak dengan sample. Konjugat berlabel harus tetap stabil sampai batas kadaluarsa strip uji.
Ketiga, membran substrat yang sangat penting dalam menentukan sensitivitas ICA. Garis uji dan
kontrol digambar di atas membran ini. Jadi, membran yang ideal harus memberikan dukungan dan
ikatan yang baik untuk menangkap probe (antibodi, dll.).
Keempat, bantalan penyerap, yang berfungsi sebagai pencuci di ujung strip. Bantalan ini juga
membantu dalam mempertahankan laju aliran cairan di atas membran dan menghentikan aliran
balik sample. Kapasitas adsorben untuk menahan cairan dapat memainkan peran penting dalam
hasil pengujian.
Semua komponen ini dipasang di atas kartu pendukung. Bahan untuk kartu pendukung
sangat fleksibel hanya sebagai wadah untuk pemasangan yang benar dari semua komponen. Jadi,
kartu pendukung berfungsi sebagai pendukung dan memudahkan untuk menangani strip.
Berdasarkan pola deteksinya, ICA dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Sandwich Assay
Dalam pola pengujian ini, antibodi yang dilapisi label (Enzim atau nanopartikel atau
fluoresensi) diimmobilisasi pada bantalan konjugat. Adsorpsi ini hanya sementara dan dapat
dihanyutkan oleh larutan buffer apa pun. Antibodi penangkap terhadap analit target
diimobilisasi (dilumpuhkan) melalui jalur uji. Antibodi sekunder terhadap antibodi berlabel
diimobilisasi pada zona kontrol.
Untuk memulai tes, sampel yang
mengandung analit diteteskan ke
bantalan sampel dan kemudian
berpindah ke bagian strip lainnya.
Pada bantalan konjugat, analit target
ditangkap oleh antibodi berlabel yang
diimmobilisasi dan menghasilkan
pembentukan kompleks antibodi
berlabel analit. Kompleks ini
kemudian mencapai membran
nitroselulosa dan bergerak di bawah
aksi kapiler. Pada garis uji, kompleks antibodi berlabel analit ditangkap oleh antibodi lain
yang utama untuk analit. Analit menjadi terjepit di antara antibodi berlabel dan primer yang
membentuk kompleks antibodi-analit-primer berlabel. Kelebihan antibodi berlabel akan
ditangkap di zona kontrol oleh antibodi sekunder. Buffer atau larutan berlebih masuk ke
bantalan penyerap. Intensitas warna pada garis uji sesuai dengan jumlah analit target dan
diukur dengan pembaca strip optik atau diperiksa secara visual.

2. Competitive Assay
Bentuk kompetitif memiliki dua tata letak.
Dalam tata letak pertama, larutan yang
mengandung analit target diteteskan ke
bantalan sampel dan antibodi berlabel akan
terhidrasi dan mulai mengalir seiring cairan
bergerak. Garis uji mengandung antigen pra-
imobilisasi (analit yang sama untuk dideteksi)
yang berikatan khusus dengan label konjugat.
Garis kontrol mengandung antibodi sekunder
pra-imobilisasi yang memiliki kemampuan
untuk mengikat antibodi berlabel. Ketika sampel cair mencapai garis uji, antigen pra-
imobilisasi akan mengikat konjugat berlabel jika analit target dalam larutan sampel tidak ada
atau dalam jumlah yang rendah sehingga beberapa situs konjugat antibodi berlabel kosong.
Antigen dalam larutan sampel dan yang diimobilisasi pada jalur uji bersaing untuk mengikat
konjugat berlabel. Dalam tata letak kedua, konjugat analit berlabel disalurkan ke bantalan
konjugat, sementara antibodi primer untuk analit dikeluarkan pada garis uji. Setelah
penerapan larutan analit, terjadi persaingan antara analit dan analit berlabel untuk mengikat
dengan antibodi primer pada garis uji.
3. Multiplex Detection Assay
Bentuk deteksi multipleks digunakan untuk mendeteksi lebih dari satu spesies target
dan pengujian dilakukan pada strip yang berisi garis uji yang sama dengan jumlah spesies
target yang akan dianalisis. Pola uji ini sangat baik untuk menganalisis beberapa analit secara
bersamaan di bawah kondisi yang sama. Bentuk deteksi multipleks sangat berguna dalam
diagnosis klinis di mana banyak analit yang saling tergantung dalam memutuskan stadium
penyakit yang harus dideteksi.
Langkah-langkah utama dalam metode ICA adalah :
a. Persiapan antibodi berlabel dan menangkap antibodi terhadap analit target;
b. Melumpuhkan antibodi berlabel ke bantalan konjugat, dan menangkap antibodi ke membran
strip untuk membentuk garis Tes / Kontrol.
c. Merakit semua komponen ke kartu pendukung setelah reagen dikeluarkan pada bantalan
yang tepat.
d. Tambahkan sampel dan buffer ke bantalan sampel.
e. Tunggu aliran sampel melalui jalur tes dan kontrol selama 5-10 menit.
f. Bacalah hasilnya ketika warnanya terbuka.
Aplikasi imunokromatografi (ICA) dapat diterapkan dalam berbagai bidang, yaitu sebagai berikut.

Monitoring
Terapi

Pertanian Diagnosis
Medis

APLIKASI

Hal terkait
Lingkungan Keamanan
Pangan

Kesehatan
Hewan
Contoh Imunokromatografi yang berada di pasaran yaitu Rapid Test HbsAg, Rapid Test
Plano test, Rapid Test Narkoba, Rapid Test Pemeriksaan Demam Berdarah, Test Pack Kehamilan,
Rapid Test Pemeriksaan HIV, Rapid Test Pemeriksaan HCV/ HBV (Hepatitis C dan B Virus).

Lalu, apakah imunokromatografi dalam Rapid Test efektif dalam pemeriksaan Corona?

Nah, prinsip Rapid Test SARS-COV2 Virus yaitu dengan mengukur peningkatan antibodi
yang terbentuk akibat adanya infeksi, yaitu IgG dan IgM. Peningkatan antibodi terjadi akibat
infeksi karena adanya senyawa asing, salah satunya virus, dalam tubuh, jadi tidak spesifik hanya
karena infeksi virus COVID-19 saja. Rapid Test tersebut bisa saja menjadi positif palsu jika orang
tersebut memiliki infeksi lain, misalnya demam berdarah. Hasil tes dapat pula menjadi negatif
palsu jika kedua antibodi tersebut belum terbentuk. Dibutuhkan waktu kurang lebih 7 hari hingga
antibodi tersebut terbentuk setelah kita terinfeksi virus. Jadi, kalau kita terpapar virus SARS-
COV2 kemarin, dan kita menjalani rapid test hari ini, maka kemungkinan besar hasilnya akan
negatif. Oleh karena itu, pemeriksaan rapid test harus dilakukan berulang, setidaknya 7-10 hari
setelah pemeriksaan pertama. Jika hasilnya positif, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan,
yaitu swab. Untuk spesifisitas, Rapid Test tidak bisa menjadi acuan, dibandingkan pemeriksaan
swab. Namun sebagai pemeriksaan awal, Rapid Test yang hanya membutuhkan waktu 10-15 menit
tetap dapat dilakukan, mengingat lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan swab.
Sebagai penutup, izinkanlah saya memohon maaf atas segala kekurangan dalam artikel ini.
Ribuan gram emas dapat kau beli, ratusan gedung dapat kau bangun, namun jika hilang sehat pun
nyawa yang terkasih, tak ‘kan hilang duka maupun memori itu.

Rayan Ayyesha Aulia (A 183 033)


Konversi 2018

Referensi :
Dzantiev B B, Byzova N A, Urusov A E, et al. 2014. Immunochromatographic Methods In Food
Analysis [J]. TrAC Trends in Analytical Chemistry 55: 81-93.
Wong, R.C. and Tse, H.Y. 2009. Lateral Flow Immunoassay, New York: Humana Press.
Zhou G, Mao X, Juncker D. 2012. Immunochromatographic Assay on Thread [J]. Analytical
Chemistry 84(18): 7736-7743.
Sajid M, Kawde A N, Daud M. 2014. Designs, Formats And Applications Of Lateral Flow Assay:
A Literature Review[ J]. Journal of Saudi Chemical Society.

Anda mungkin juga menyukai