Anda di halaman 1dari 9

SEDIAAN APUSAN SPERMA

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikroteknik yang
yang diampu oleh Drs. Nursasi Handayani, M.Si. dan Dr. Sulisetijono, M. Si

Disusun oleh

Nadiya Dini Rifqi (180342618027)

Offering G-K 2018

Cover

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2021
Pendahuluan

Spermatozoa adalah sel yang unik, sangat terspesialisasi dan memiliki berbagai ukuran
dan bentuk dalam konidisi lingkungan yang kompleks pada tingkat mikroskopis (Gage &
Freckleton, 2003). Ukuran dan bentuk spermatozoa tergantung pada spesies, namun
dimungkinkan dapat memiliki perbedaan bahkan dalam satu spesies (Andraszek, dkk., 2018).
Memahami signifikansi adaptif bentuk dan fungsi sperma pada spesies yang berbeda telah
menjadi tantangan untuk para ahli biologi. Oleh karena itu, berbagai teknik pewarnaan telah
dikembangkan untuk spesies yang berbeda. Pewarnaan sperma ditujukan untuk memudahkan
memvisualisasikan sel sperma dan mempermudah identifikasi kelainan pada sel seperma
dengan lebih baik melalui mikroskop cahaya (Gage, 1998).

Zat pewarna berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula pada
spermatozoa, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil pengukuran morfometri secara
signifikan yang nantinya mempengaruhi penilaian kualitas sperma (Banaszewska, dkk., 2015).
Pewarnaan sperma penting untuk mempelajari afinitas berbagai bagian spermatozoa terhadap
berbagai zat pewarna histologis. Beberapa zat pewarna yang digunakan untuk sperma pada
beberapa spesies yang berbeda diantaranya pewarnaan Giemsa, Wright, dan eosin (Perez-
Marin et al., 2016).

Tujuan

1. Mengetahui prosedur pembuatan sediaan apusan/semir sperma menggunakan


pewarnaan Wright.
2. Mengetahui prosedur pembuatan sediaan apusan/semir sperma menggunakan
pewarnaan Giemsa.
3. Mengetahui prosedur pembuatan sediaan apusan/semir sperma menggunakan
pewarnaan Eosin.
4. Menganalisis hasil pengamatan sediaan apusan sperma.
Prosedur

1. Pengumpulan Sperma Tikus


-Dibasahi kapas dengan kloroform dan dimasukkan ke dalam kaca penelungkup
-Dikorbankan dengan dibedah bagian bawah perut
-Diambil vas deferens dan epididimis
-Diletakkan vas deferens dan epididimis tersebut pada wadah berisi larutan NaCl 0,9%
-Dibersihkan lemak yang menempel pada vas deferens dan epididimis tersebut
-Dicacah vas deferens dan epididimis hingga halus
-Didiamkan 10 menit hingga suspensi sperma terbentuk
2. Pengumpulan Sperma Manusia
-Dikumpulkan cairan semen dari partisipan
-Diletakkan pada wadah yang steril
3. Pewarnaan Wright
-Diteteskan cairan semen pada salah satu sisi kaca benda
-Diambil kaca benda kedua dan disentuhkan ujungnya dengan sudut 30˚ pada kaca
benda kedua
-Didorong kaca benda kedua dengan cepat hingga mendorong tetesan semen ke
ujung sisi lain dari kaca benda hingga membentuk lapisan sperma yang tipis
-Dibiarkan apusan sperma mengering
-Diberi batasan apusan sperma dengan bantuan dermatograph
-Diteteskan beberapa tetes pewarna Wright ke atas apusan sperma tersebut dan
dibiarkan selama 1 menit
-Diteteskan akuades dengan jumlah tetesan yang sama dengan pewarna Wright dan
dibiarkan selama 3 menit
-Disiram apusan sperma dengan air mengalir dan dibiarkan hingga kering
-Ditutup dengan kaca penutup
-Diamati sediaan yang telah dibuat, didokumentasikan dan dicatat

4. Pewarnaan Eosin
-Diteteskan cairan semen pada salah satu sisi kaca benda
-Diambil kaca benda kedua dan disentuhkan ujungnya dengan sudut 30˚ pada kaca
benda kedua
-Didorong kaca benda kedua dengan cepat hingga mendorong tetesan semen ke
ujung sisi lain dari kaca benda hingga membentuk lapisan sperma yang tipis
-Dibiarkan apusan sperma mengering
-Diberi batasan apusan sperma dengan bantuan dermatograph
-Ditetesi apusan sperma dengan alkohol 96% dan dibiarkan hingga mengering
-Ditetesi apusan sperma dengan pewarna Eosin dibiarkan hingga mengering
-Diteteskan akuades dengan jumlah tetesan yang sama dengan eosin
-Disiram apusan sperma dengan air mengalir
-Ditetesi apusan sperma dengan entelan dan ditutup dengan kaca penutup
-Diamati sediaan yang telah dibuat, didokumentasikan dan dicatat
5. Pewarnaan Giemsa
-Diteteskan cairan semen pada salah satu sisi kaca benda
-Diambil kaca benda kedua dan disentuhkan ujungnya dengan sudut 30˚ pada kaca
benda kedua
-Didorong kaca benda kedua dengan cepat hingga mendorong tetesan semen ke
ujung sisi lain dari kaca benda hingga membentuk lapisan sperma yang tipis
-Dibiarkan apusan sperma mengering
-Diberi batasan apusan sperma dengan bantuan dermatograph
-Direndam apusan sperma dalam metil alkohol absolut selama 5-10 menit dan
keringkan
-Direndam apusan sperma dalam pewarna Giemsa yang telah diencerkan dengan
buffer fosfat sorensen (pH = 6,8) selama 20 menit
-Disiram apusan sperma dengan air mengalir
-Diamati sediaan yang telah dibuat dan diperiksa baik tidaknya pewarnaan
-Dicelupkan kembali pada pewarna Giemsa 10-20 menit apabila pewarnaan masih
belum baik dan dikeringkan
-Ditetesi apusan sperma dengan balsam kanada dan ditutup dengan kaca penutup
-Diamati kembali sediaan yang telah dibuat, didokumentasikan dan dicatat
Data Hasil Pengamatan

No. Bahan Metode Hasil Pengamatan Keterangan


Pewarnaan
1. Sperma Eosin Panah kuning
tikus. menunjukkan sperma
Genus: mati berwarna merah,
Rattus panah biru
menunjukkan sperma
hidup berwarna
bening

(Hafaz, 2017)

2. Giemsa Sperma dengan kepala


normal, mid piece dan
ekor terwarnai ungu
muda

(Hafaz, 2017)

3. Wright Morfologi sperma


tikus dengan anak
panah menunjukkan
kepala dan ekor
normal

(Karim, dkk., 2015)


4. Sperma Eosin Sperma berwarna
manusia merah muda adalah
sperma yang tidak
hidup (Tanda panah).
Sperma berwarna
putih dengan selaput
yang utuh adalah
sperma hidup (Tanda
kotak).

(Talwar, dkk., 2015)

5. Giemsa Sperma diwarnai oleh


Giemsa menunjukkan
morfologi kepala yang
sangat jelas tetapi
bagian tengah dan
ekor tidak terlihat
(x1000)

(Lingappa, dkk., 2015)

6. Wright Sperma terlihat jelas


pada bagian kepala,
leher serta ekor. Pada
bagian kepala terlihat
warna keunguan yang
lebih gelap pada
bagian dasar kepala
dan lebih terang pada
bagian ujung kepala,
serta terlihat titik
kehitaman pada
(Raad, dkk., 2019) bagian tengahnya.
Pembahasan

Praktikum kali ini adalah membuat preparat dengan metode apusan yang diterapkan
pada sperma tikus dan sperma manusia. Metode apusan ini dilakukan dengan membuat olesan
sperma pada kaca preparat sehingga membentuk lapisan tipis. Sebelumnya sperma telah
disimpan dalam larutan NaCl 0,9% yang merupakan garam fisiologis. Penggunaan larutan ini
disesuaikan Partodiharjo (1990) yaitu untuk menjaga motilitas serta viabilitas sperma.

Masing-masing sperma dari kedua spesies menunjukkan bentuk kepala yang berbeda.
Kepala sperma tikus terlihat lebih runcing berbentuk seperti sabit, sedangkan kepala sperma
manusia terlihat lebih membulat. Bentuk kepala sperma tikus yang diamati adalah normal
menurut Abbasi, dkk. (2011) yang menyatakan kelainan pada sel sperma tikus ditandai dengan
kepala ganda, kepala lebih mendatar (kait berkurang), leher bengkok, ekor bengkok dan
beberapa kelainan lain.

Sperma manusia yang diwarnai dengan pewarna Wright terlihat di bawah mikroskop
memiliki kepala dengan warna keunguan yang lebih gelap pada bagian dasar kepala dan lebih
terang pada bagian ujung kepala. Hal ini menunjukkan sperma yang normal dan ideal menurut
WHO (1999) yaitu memiliki kepala berbentuk oval dengan bagian anterior pucat dan daerah
posterior lebih gelap. Rasio panjang/lebar kepala seharusnya sekitar 1,50-1,75. Ekor sperma
menancap pada lekukan yang terletak secara simetris di dasar kepala.

Sperma manusia yang diwarnai dengan Giemsa menunjukkan morfologi kepala yang
sangat jelas berwarna biru keunguan tetapi bagian tengah dan ekor tidak terlihat. Warna yang
muncul di bagian kepala sperma sesuai dengan Tartaglione & Ritta (2004) yang menyebutkan
Giemsa terakumulasi dalam spermatozoa dengan akrosom utuh, mewarnai daerah akrosom
berwarna ungu untuk mengevaluasi integritas membran akrosom. Namun tidak sesuai dengan
bagian ekor yang tidak terwarnai.

Sperma yang diwarnai eosin menunjukkan perbedaan antar sperma. Terdapat sperma
yang terwarnai merah muda, sperma tersebut adalah sperma yang tidak hidup. Sperma yang
tidak terwarnai dengan selaput yang utuh adalah sperma hidup. Hasil ini sesuai dengan Katila
(2001) yang menyatakan pewarnaan eosin menghalangi beberapa bagian untuk terlihat, dapat
mendeteksi tetesan protoplasma, dan memungkinkan diskriminasi spermatozoa hidup dan
mati. Pewarnaan dengan eosin akan membiarkan sperma dengan membran utuh menjadi tidak
terwarnai, sedangkan sel dengan membran yang rusak akan terwarnai. Persentase besar sperma
yang diwarnai menunjukkan berkurangnya kesuburan pria.
Kesimpulan

Masing-masing sperma dari kedua spesies dibuat preparat memggunakan metode


apusan menunjukkan bentuk kepala yang berbeda. Kepala sperma tikus terlihat lebih runcing
berbentuk seperti sabit, sedangkan kepala sperma manusia terlihat lebih membulat. Sperma
yang diwarnai dengan pewarna Wright terlihat di bawah mikroskop memiliki kepala dengan
warna keunguan yang lebih gelap pada bagian dasar kepala dan lebih terang pada bagian ujung
kepala. Sperma manusia yang diwarnai dengan Giemsa menunjukkan warna keunguan dan
bertujuan untuk mengevaluasi integritas membran akrosom. Sperma yang diwarnai eosin
menunjukkan perbedaan warna antar sperma hidup dan sperma tak hidup. Sperma tidak hidup
terwarnai merah muda sedangkan sperma hidup tidak terwarnai.
DAFTAR PUSTAKA

Abbasi M, Alizadeh R, Abolhassani F, Amidi F, Hassanzadeh G, Ejtemaei Mehr S,


Dehpour A, R. 2011. Aminoguanidine Improves Epididymal Sperm Parameters in
Varicocelized Rats. Urol Int, 86:302-306. doi: 10.1159/000322154.

Banaszewska, D., Andraszek, K., Zdrowowicz, E., Czubaszek, M., Walczak-Jędrzejowska,


R., 2015. The role of staining techniques in seminological analysis of mammalian
semen. Folia Pomeranae Universitatis Technologiae Stetinesis Seria: Agricultura
Alimentaria Piscaria et Zootechnica 320, 5-20.

Andraszek, K., Banaszewska, D., Biesiada-Drzazga, B., 2018. The use of two staining
methods for identification of spermatozoon structure in roosters. Poultry Science 97,
2575-2581.

Gage, M.J., 1998. Mammalian sperm morphometry. Proceedings. Bio-logical Sciences


265, 97-103.

Gage, M.J., Freckleton, R.P., 2003. Relative testis size and sperm mor-phometry across
mammals: no evidence for an association between sperm competition and sperm
length. Proceedings. Biological Sci-ences 270, 625-632.

Katila, T. In Vitro Evaluation of Frozen-Thawed Stallion Semen: A Review. Acta Vet


Scand 42, 199 (2001). https://doi.org/10.1186/1751-0147-42-199.

Partodiharjo, Soebadi. (1990). Ilmu Reproduksi Hewan. Surabaya: Mutiara Sumber Widya.

Perez-Marin, C.C., Jimenez, E., Aguera, E., 2016. Choice of staining technique affects the
morphological assessment of epididymal fe-line sperm. Veterinarni Medicina 61, 560-
566.

Tartaglione, C. M., & Ritta, M. N. (2004). Prognostic value of spermatological parameters


as predictors of in vitro fertility of frozen-thawed bull semen. Theriogenology, 62(7),
1245–1252. doi:10.1016/j.theriogenology.2004.01.012.

WHO (1999). WHO Laboratory Manual for the Examination of Human Semen and Sperm-
cervical Mucus Interaction, 4th ed. Cambridge: Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai