Laporan PTK 3 Mujadid
Laporan PTK 3 Mujadid
PENDAHULUAN
1
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menyatakan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
2
mudah dilaksanakan. Sering peneliti masuk kelas di SDN 64 Sori Kota
Bima menemukan situasi yang kurang menyenangkan. Siswa terlihat
bermain sendiri dan kurang memperhatikan penjelasan guru. Ada
beberapa siswa yang dengan malas-malasan mendengarkan dan terlihat
kurang fokus. Guru mencoba menghidupkan situasi, dan berhasil untuk
saat tersebut, tetapi pada kesempatan berikutnya keadaan itu tidak berubah.
Di sisi lain peneliti melihat keadaan siswa yang selalu merasa jenuh
ketika guru hanya berceramah saja dalam menyampaikan materi,
khususnya pada mata pelajaran IPS. Siswa lebih memilih berbicara
dengan temannya atau bermain-main sendiri. Dan ketika siswa diberi
pertanyaan tentang materi yang diajarkan, hanya beberapa siswa saja yang
mampu menjawab dengan baik. Sehingga timbul pertanyaan dibenak
peneliti apa yang harus peneliti lakukan agar suasana kelas selalu
menyenangkan, siswa menjadi termotivasi mengikuti pembelajaran,
sehingga dapat meningkatkan hasil/prestasi belajar siswa itu sendiri.
Dari permasalahan tersebut peneliti tergerak untuk mencoba
melibatkan siswa dalam pembelajaran IPS pada kegiatan aktif dengan
maksud agar terjadi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Peneliti mencoba menggunakan metode resitasi dan simulasi, dengan
asumsi bahwa Kedua metode ini satu jalur dengan materi IPS yang
sebagian besar membutuhkan ketrampilan sosial dan pengalaman langsung.
Dari sini peneliti mencoba menerapkan penelitian tindakan kelas dengan
judul Penerapan Metode Resitasi dan Simulasi untuk Meningkatkan Hasil
Belajar pada Mata Pelajaran IPS Kelas III Di SDN 64 Sori Kota Bima
Tahun Pelajaran 2017/2018.
B. Area dan Fokus Penelitian
Masalah yang dapat di identifikasikan adalah sebagai berikut:
1. Hasil belajar siswa Kelas III SDN 64 Sori Kota Bima pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial masih rendah.
2. Pembelajaran dikelas masih berpusat pada guru (teacher centre), bukan
pada siswa (student centre).
3
3. Penggunaan Metode Pembelajaran yang kurang tepat
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas, sehingga
tidak mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan
semua. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan masalah sehingga
yang diteliti lebih jelas,dan kesalahpahaman dapat dihindari. Untuk itu
perlu dibatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang diteliti adalah
“Metode Resitasi dan Simulasi untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial siswa kelas III SDN 64 Sori Kota Bima pada
materi Jual Beli”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode resitasi dan simulasi dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di kelas III SDN 64 Sori Kota Bima Tahun
Pelajaran 2017/2018.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahaun Sosial di kelas III SDN 64 Sori Kota Bima melalui
4
metode Resitasi dan Simulasi.
F. Kegunaan Penelitian
1. Bagi guru atau peneliti
a. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh terhadap masalah
yang dihadapi di dunia pendidikan secara nyata
b Memiliki gambaran tentang pembelajaran IPS yang efektif
c Dapat mengidentifikasikan permasalahan yang timbul di kelas,
sekaligus mencari solusi pemecahannya.
d Dipergunakan untuk menyusun program peningkatan efektifitas
pembelajaran IPS pada tahap berikutnya.
2. Bagi siswa
a Membantu siswa yang bermasalah atau mengalami kesulitan
pelajaran.
b Memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar
mengajar.
c Mengembangkan daya nalar serta berpikir lebih kreatif, sehingga
siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.
3. Bagi sekolah
a Diharapkan dengan adanya hasil dari penelitian ini dapat menjadi
masukan yang berharga bagi pihak sekolah dan upaya sosialisasi
perlunya penggunaan metode resitasi dan simulasi sebagai metode
pembelajaran alternatif mata pelajaran IPS khususnya di SDN 64
Sori Kota Bima.
b Adanya inovasi pembelajaran
c Tercapainya pengembangan kurikulum tingkat sekolah.
d Peningkatan profesionalisme guru
5
.
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
6
arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu
politik, psikologi, agama, sosiologi, dan juga memuat isi dari
humaniora dan ilmu-ilmu alam. Sedangkan pengertian Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) menurut BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan) merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan
dari berbagai disiplin ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, psikologi, dan ilmu politik. Fokus kajian
IPS terdiri atas lingkungan sosial peserta didik yang paling dekat
hingga lingkungan yang paling jauh. Dengan demikian, IPS sebagai
rumpun pelajaran mempelajari masyarakat dengan segala
persoalannya. Pada jenjang pendidikan dasar, IPS merupakan mata
pelajaran terpadu dan bersifat tematis. Pada jenjang pendidikan
menengah, IPS merupakan rumpun mata pelajaran yang menekankan
pada penguasaan disiplin ilmu seperti sejarah, ekonomi, geografi,
sosiologi, dan antropologi. Agar pelaksanaan pembelajaran IPS
tersebut menjadi pembelajaran yang aktif,Inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan (PAIKEM), salah satu solusinya adalah
pembelajaran dengan model konstruktivistik dan pengoptimalan
media pembelajaran. Secara tematis dalam IPS dipelajari tentang:
a. Perkembangan dan perubahan historis berbagai sistem kehidupan
masyarakat;
b. Interaksi dan adaptasi masyarakat dengan lingkungan sosial
dan lingkungan alam;
c. Kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
melalui proses produksi, distribusi, dan konsumsi;
d. Kegiatan masyarakat dalam menyembangkan identitas social
budayanya.
b. Karakteristik Mata Pelajaran IPS
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri
yang berbeda dengan mata pelajaran–mata pelajaran lainnya, tidak
terkecuali mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk
7
SD/MI memiliki sejumlah karaktristik tertentu, yang antara lain
seperti berikut: IPS merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu
sosial antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi dan Sejarah.
Materi bagian IPS terdiri atas sejumlah konsep, prinsip dan tema
yang berkenaan dengan hakekat kehidupan manusia sebagai makhluk
social (homo Socious).
Kajian IPS dikembangkan melalui tiga pendekatan utama,
yaitu functional-approach, interdicipliner-approach, dan
multidiciplinerapproach. Pendekatan fungsional digunakan apabila
materi kajian lebih dominan sebagai kajian dari salah satu disiplin
ilmu sosial, dalam hal ini disiplin-disiplin ilmu sosial lain berperan
sebagai penunjang dalam kajian materi tersebut. Pendekatan
interdisipliner digunakan apabila materi kajian betul-betul
menampilkan karakter yang dalam pengkajiannya memerlukan
keterpaduan dari sejumlah disiplin ilmu sosial. Pendekatan
multidisipliner digunakan manakala materi kajian memerlukan
pendeskripsian yang melibatkan keterpaduan antar/lintas kelompok
ilmu, yaitu ilmu alamiah (natural science), dan humaniora. Materi
IPS senantiasa berkenaan dengan fenomena dinamika sosial,
budaya, dan ekonomi yang menjadi bagian integral dalam kehidupan
masyarakat dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat baik
dalam skala kelompok masyarakat, lokal, nasional, regional,
dan global. Untuk jenjang SD/MI, pengorganisasian materi mata
pelajaran IPS menganut pendekatan terpadu ( integrated),
artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu
pada disiplin ilmu yang terpisah, melainkan mengacu pada aspek
kehidupan nyata (factual/real) peserta didik sesuai dengan
karakteristik usia, tingkat perkembangan berfikir, dan kebiasaan
bersikaf dan berprilakunya. Dalam dokumen Permendiknas (2006)
dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu social. Pada
8
jenjang SD/MI. mata pelajaran IPS memuat geografi, Sejarah,
Sosiologi dan Ekonomi, Dari ketentuan maka secara konseptual,
materi pelajaran IPS di SD/MI belum mencakup dan
mengakomodasi seluruh disiplin Ilmu social. Namun ada ketentuan
bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk
dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai.
Adapun tujuan Mata Pelajaran IPS di SD/MI ditetapkan sebagai
berikut :
1) mengenal konsep-konsep yang berkaiatan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya;
2) memiliki kemampuan Dasar untuk berfikir logis dan kritis,
rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan social;
3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social
dan kemanusiaan;
4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat local,
nasional, dan global.
c. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Dalam pelaksanaan belajar mengajar guru dapat memilih
dan menentukan pendekatan dan metode yang disesuaikan
dengan kemampuan siswa, kekhasan bahan pelajaran, sarana dan
keadaan siswa Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam
pembelajaran IPS Disekolah dasar dan menengah adalah sebabgai
berikut :
1) Pendekatan Pembelajaran Tradisional
Yang dimaksud pendekatan tradisional adalah suatu pendekatan
dimana dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan materi
pembelajaran didalam kelas dengan metode pendekatan yang
monoton dan relative tetap setiap kali mengajar. Menurut
9
Roestiyah N.K. bahwa pendekatan pembelajaran yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah
10
penilaian antarteman. Pembelajaran IPS di SD/MI dilaksanakan
.
dalam mata pelajaran IPS Sedangkan karakteristik penilaian
pelajaran IPS menurut Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah:
1. Penilaian IPS dapat dilakukan secara terpadu dengan
proses pembelajaran.
2. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
tertulis, observasi, tes praktik, penugasan, tes lisan, portofolio,
jurnal, inventori, penilaian diri, dan penilaian antarteman.
3. Pengumpulan data penilaian selama proses pembelajaran
melalui observasi juga penting untuk dilakukan.
4. Data aspek afektif seperti sikap ilmiah, minat, dan motivasi
belajar dapat diperoleh dengan observasi, penilaian diri, dan
penilaian antar teman.
Penilaian dalam bidang tekhnologi/ketrampilan sosial dapat
diukur melalui tes praktik sewaktu peserta didik menyelesaikan tugas
dan/atau produk yang dihasilkan. Penilaian tersebut dapat diperoleh
melalui tes praktik, baik melalui tes keterampilan tertulis, tes
identifikasi, tes praktik simulasi maupun tes/uji petik/contoh kerja.
Dalam pelaksanaannya dirancang untuk mensimulasikan tes
praktik. Pada pekerjaan selanjutnya melalui tes prakrik stimulasi, tes
petik kerja atau tes sampel kerja merupakan tes praktik tingkat tertinggi
yang merupakan perwujudan dari tes praktik keseluruhan yang hendak
diukur. Selain dengan tes kinerja, penilaian dalam bidang teknologi
dapat pula dengan hasil penugasan dan portofolio. Hasil penugasan
dapat berupa produk yang mencerminkan kompetensi peserta didik.
Hasil portofolio yang berupa kumpulan hasil kerja berkesinambungan
dapat dipakai sebagai informasi yang menggambarkan perkembangan
kompetensi peserta didik.
2. Kajian Tentang Hasil Belajar
11
Asas pengetahuan tentang hasil belajar kadang-kadang disebut
”umpan balik pembelajaran”, yang menunjuk pada sambutan yang cepat
dan tepat terhadap siswa agar mereka mengetahui bagaimana mereka
sedang bekerja. Lebih cepat siswa mendapat informasi balikan
tentunya lebih baik, sehingga informasi yang salah segera dapat
12
sebagai perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil proses
pembelajaran. Prinsip yang mendasari penilaian hasil belajar yaitu
untuk memberi harapan bagi siswa dan guru untuk dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran. Kualitas dalam arti siswa menjadi pembelajar
yang efektif dan guru menjadi motivator yang baik. Dalam kaitan
dengan itu, guru dan pembelajar dapat menjadikan informasi hasil
penilaian sebagai dasar dalam menentukan langkah- langkah pemecahan
masalah, sehingga mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan
belajarnya
Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi pengertian hasil belajar
adalah perubaha prilaku atau tingkah laku, seseorang yang belajar akan
berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan,
keterampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Setelah
menelusuri uraian diatas, maka dapat difahami mengenai makna
kata ”prestasi” dan ”belajar”. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang
diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah
suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni
perubahan tingkah laku. Dengan demikian, dapat diambil pengertian
yang sangat sederhana mengenai hal ini, prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan
dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Menurut para ahli Psikologi tidak semua perubahan prilaku dapat
digolongkan kedalam hasil belajar. Perubahan perilaku sebagai hasil
belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi
dengan lingkungan), dimana proses mental dan emosional terjadi.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokan kedalam tiga
ranah (kawasan), yaitu Pengetahuan (kognitif), keterampilan
motorik (psikomotorik), dan penguasaan nilai-nilai atau sikaf (afektif).
Di dalam pembelajaran sebagai hasil belajar tersebut dirumuskan
didalam rumusan pembelajaran. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar (hasil belajar) adalah:
13
a. Faktor Intern
Faktor intern yaitu faktor yang datang dalam individu itu sendiri.
Faktor intern ini terdiri dari :
1. Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar dimana faktor tersebut
berhubungan dengan jasmaniah atau kondisi badan siswa.
Sehingga apabila kondisi badan siswa tergantung akan
mempengaruhi hasil belajarnya. Oleh karena itu, jasmani harus
dijaga agar selalu dalam kondisi yang prima.
2. Faktor Psikologis
Faktor eksteren adalah merupakan salah satu faktor intern
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, Faktor
psikologis ini berkenaan dengan kondisi kejiwaan siswa
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar.
Slameto (2017), mengemukakan bahwa ada tiga bagian faktor
ekstern, yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Maka dari itu hasil belajar yang dilaksanakan
dengan evaluasi diakhir pelajaran sangatlah penting, untuk mengukur
sejauh mana siswa berhasil dalam proses pembelajaran, serta perbaikan
proses pendidikan pada tahap selanjutnya, bila ada dari hasil belajar
yang belum begitu dikuasai oleh siswa.
3. Metode Resitasi dan Simulasi
a. Pengertian Metode
Menurut Muhibbin Syah, Metode secara harfiah berarti
“cara”.dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai
cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan
menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis.
Selanjutnya, mengutip pendapat Tardip (2015) yang dimaksud
14
metode mengajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk
melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian
materi pelajaran kepada siswa. Metode pembelajaran menurut
Akhmat Sudrajat mengartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasi-kan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan menurut Rustiah N.K ialah suatu teknik untuk
memberikan motivasi kepada siswa agar bangkit untuk bertanya
selama mendengarkan pelajaran atau guru yang mengajukan
pertanyaan- pertanyaan itu, siswa menjawab.
Berdasarkan pendapat di atas, Metode merupakan cara yang
dilakukan oleh seorang guru untuk menyampaikan materi pelajaran
kepada siswa dengan cara-cara yang terencana dan sistematis
untuk mencapai satu tujuan pembelajaran.
b. Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-
unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan
belajar agar bergairah bagi anak didik. Guru dengan seperangkat
teori dan pengalamannya menggunakan untuk mempersiapkan
program pengajaran dengan baik dan sistematis. Salah satu usaha
yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami
kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil
bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kerangka
berpikir yang demikian bukanlah suatu hal yang aneh, tapi nyata;
dan memang betul-betul dipikirkan oleh seorang guru.
Dari hasil analisis yang dilakukan, lahirlah pemahaman tentang
kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi
pengajaran dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Berikut adalah
penjelasannya:
1. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
15
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati
peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya
dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan
belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran.
Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat
motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi
ekstrinsik menurut Sardiman A.M. adalah motif motif yang aktif
dan berfungsinya, karena adanya perangsang dari luar. Karena
adanya perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar
seseorang.
2. Metode sebagai strategi pengajaran
Setiap anak didik mempunyai karakteristik yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya, karena itu dalam kegiatan
belajar mengajar menurut Roestiyah. N.K, guru harus memiliki
strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien,
mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu adalah harus mengusai teknik-teknik
penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan
demikian, metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Metode sebagai alat untuk mecapai tujuan
Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai
selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan. Salah
satunya adalah komponen metode. Metode adalah pelicin jalan
pengajaran menuju tujuan. Ketika tujuan dirumuskan agar anak
didik memiliki ketrampilan tertentu, maka metode yang digunakan
harus disesuaikan dengan tujuan. Ketika tujuan dirumuskan agar
anak didik memiliki ketrampilan tertentu, maka metode yang
digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Antara metode dan
tujuan tidak bertolak belakang. Artinya, metode harus menunjang
pencapaian tujuan pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-
16
sia. Perumusan tujuan tesebut.
4. Pemilihan dan Penentuan Metode
Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan
kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang
berkesusaian dengan perumusan tujuan intruksional khusus. Karenanya,
guru pun selalu menggunakan metode yang lebih dari satu. Pemakaian
metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu,
sementara penggunaan metode lain, juga diguanakan untuk mencapai
tujuan yang lain. Begitulah adanya, sesuai dengan kehendak tujuan
pengajaran yang telah dirumuskan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode mengajar:
a. Nilai strategi metode
Kegiatan belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai
pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan
anak didik. Bahan pelajaran yang guru berikn itu akan kurang
memberikan dorongan (motivasi) kepada anak didik bila
penyampaiannya menggunakan srtategi yang kurang tepat.
Disinilah kehadiran metode menempati posisi penting dalam
penyampaian bahan pelajaran. Karena itu, dapat dipahami bahwa
metode adalah suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam
kegiatan belajar mengajar. Nilai strategisnya adalah metode dapat
mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar.
b. Efektifitas penggunaan metode
Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran
akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya
karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan
mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta situasi kelas. Karena
itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi apabila ada
kesesuaian antara metode dengan semua mata pelajaran yang telah
diprogramkan dalam satuan pelajaran, sebagai persiapan tertulis.
17
c. Pentingnya pemilihan dan penentuan metode
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan
lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di
kelas. Salah satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah
melakukan pemilihan dan penentuan metode yang bagaimana yang
akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan dan
penentuan metode ini didasari adanya metode-metode tertentu yang
tidak bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kegagalan guru
mencapai tujuan pengajaran akan terjadi jika pemilihan dan
penentuan metode tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap
karakteristik dari masing-masing metode pengajaran. Karena itu,
yang terbaik guru lakukan adalah mengetahui kelebihan dan
kelemahan dari beberapa metode pengajaran yang akan dibahas
dalam uraian-uraian selanjutnya.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode
Metode mengajar banyak sekali jenisnya, karena metode dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain:
1. Tujuan yang beragam jenis dan fungsinya.
2. Anak didik yang beragam tingkat kematanganya.
3. Situasi yang beragam keadaanya.
4. Fasilitas yang beragam kualitas dan kuantitasnya.
5. Pribadi guru serta kemampuan propesionalnya yang berbeda-
beda. Dengan demikian jelaslah bahwa metode
menekankan pada interaksi dengan siswa sehingga dalam
melakukan proses belajar. Mengajar tidak hanya pada suatu
tempat interaksi.
5. Metode Pemberian Tugas atau Resitasi
a. Pengertian Pemberian Tugas atau Resitasi
Metode pemberian tugas atau resitasi menurut Syaiful Sagala
adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan
tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian
18
harus dipertanggungjawabkannya. Tugas yang diberikan oleh guru
dapat memperdalam bahan pelajaran, dan dapat pula mengecek
bahan yang yang telah dipelajari. Tugas dan resitasi merangsang
anak untuk aktif belajar baik secara individu maupun kelompok.
19
diperhatikan sudah jelas, maka perhatian siswa waktu belajar
akan lebih dipusatkan pada aspek-aspek yang
dipentingkan itu.
c. Kelebihan Resitasi
Metode resitasi mempunyai beberapa kebaikan antara lain:
1. Pengetahuan yang diperoleh murid dari hasil belajar, hasil
percobaan atau hasil penyelidikan yang banyak berhubungan
dengan minat atau bakat yang berguna untuk hidup mereka
akan lebih meresap, tahan lama dan lebih otentik.
2. Mereka berkesempatan memupuk perkembangan dan
keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri
sendiri.
3. Tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari
guru, lebihnmemperdalam, memperkaya atau memperluas
wawasan tentang apa yang dipelajari.
4. Tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan
mengolah sendiri informasi dan komunikasi. Hal ini diperlukan
sehubungan dengan abad informasi dan komunikasi yang maju
demikian pesat dan cepat.
5. Metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar
dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak
membosankan.
d. Kelemahan Resitasi
Beberapa kelemahan dari metode pemberian tugas ini
dalam pembelajaran adalah:
1. Seringkali siswa melakukan penipuan diri di mana mereka
hanya meniru hasil pekerjaan orang lain, tanpa mengalami
peristiwa belajar.
2. Adakalanya tugas itu dikerjakan oleh orang lain tanpa
pengawasan.
3. Apabila tugas terlalu diberikan atau hanya sekedar melepaskan
20
tanggung jawab bagi guru, apalagi bila tugas-tugas itu sukar
dilaksanakan, ketegangan mental mereka dapat terpengaruh.
4. Jika tugas diberikan secara umum mungkin seorang anak didik
akan mengalami kesulitan karena sukar selalu menyelesaikan
tugas dengan adanya perbedaaan individual.
e. Kelemahan ini lebih dititikberatkan pada siswa, tetapi ada juga
kelemahan guru.
Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari
metode pemberian tugas ini, antara lain:
1. tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya jelas, sehingga
mereka mengerti apa yang harus dikerjakan,
2. tugas yang diberikan kepada siswa dengan memperlihatkan
perbedaan individu masing-masing,
3. waktu untuk menyelesaikan tugas harus cukup,
4. kontrol atau pengawasan yang sistematis atau tugas yang
diberikan sehingga mendorong siswa untuk belajar dengan
sungguh-sungguh; dan
5. tugas yang diberikan hendaklah mempertimbangkan;
a. menarik minat dan perhatian siswa;
b. mendorong siswa untuk mencari, mengalami, dan
menyampaikan;
c. diusahakan tugas itu bersifat praktis dan ilmiah; dan
d. bahan pelajaran yang ditugaskan agar diambilkan dari hal-
hal yang diketahui siswa.
6. Langkah-Langkah Metode Resitasi
Fase memberikan Tugas Yaitu guru memberikan tugas pada siswa
baik itu secara perseorangan atau kelompok. Dan hasil yang di peroleh
dapat sesuai dengan yang di inginkan, hendaknya tugas yang diberikan
pada siswa memperhatikan:
a) Tujuan yang akan dicapai
b) Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang
21
ditugaskan tersebut
c) Sesuai dengan kemampuan siswa
d) Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu
pekerrjaan siswa
e) Sediakan waktu yang cukup untuk menegerjakan tugas tersebut
Langkah pelaksanaan
1. Diberikan bimbingan atau pengawasan
2. Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja
3. Diusahakan dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang
lain.
4. Dianjurkan agar siswa mencatat hasil- hasil yang diperoleh dan
sistematis Fase mempertanggung jawabkan Tugas. Hal yang harus
dikerjakan siswa pada fase ini, antara lain:
a) Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah
dikerjakannya
b) Ada Tanya jawab atau diskusi kelompok
c) Penelitian hasil pekerjaan siswa baik dari tes maupun non tes
atau cara lainnya
7. Metode Simulasi
a. Pengertian Simulasi
Menurut arti katanya, simulasi (simulation) cuplikan suatu
situasi kehidupan nyata yang diangkat kedalam kegiatan
pembelajaran. Simulasi sebagai metode mengajar menurut uraian
Soli Abimanyu dan Ngalim Purwanto adalah sebagai berikut:
simulasi adalah suatu tiruan atau perbuatan yang hanya pura-
pura saja. Dalam setiap bentuk simulasi akan terjadi hal-hal sebagai
berikut:
1. Para pemain yang memegang peranan yang mewakili dunia
kenyataan, dan juga membuat keputusan-keputusan dalam
mereaksi penilaian mereka terhadap setting dalam mana mereka
temukan sendiri,
22
2. Mereka mengalami perbuatan-perbuatan tiruan yang berhubungan
dengan dengan keputusan-keputusan mereka dan penampilan
umum mereka.
3. Mereka memonitor hasil-hasil kegiatan masing-masing, dan
diarahkan untuk merefleksi terhadap hubungan antara keputusan
keputusan mereka sendiri dan konsekuensi-konsekuensi akhir
yang menunjukkan gabungan dari berbagai perbuatan. Dengan
demikian maka alam simulasi para pelaku dapat memperoleh
kecakapan bersikap dan bertindak yang sesuai jika menghadapi
situasi yang sebenarnya.
Simulasi sering dikaitkan dengan permainan. Terdapat
perbedaan di antara kedua permainan tersebut. Di dalam permainan
(games), para pemain melakukan persaingan untuk mencapai
kemenangan atau mengalahkan lawannya. Selain itu, permainan
lebih memberi hiburan (kesenangan) kepada pemain-pemainnya.
Menurut Derick, U dan McAleese yang dikemukakan pada Abu
ahmadi, dalam simulasi unsure persaingan mencapai kemenangan
dan peristiwa tersebut tidak ada, sehingga simulasi lebih bersifat
realitas dan mengandung unsur pendidikan daripada permainan.
Bentuk-bentuk simulasi dapat dilakukan dari yang paling
sederhana sampai kegiatan yang paling kompleks, misalnya tiruan
perbuatan atau peranan anggota keluarga (ayah, ibu, anak-anak)
dalam menghadapi suatu masalah, tiruan kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat (jual beli di pasar, dan sebagainya), tiruan yang lebih
sulit dari kejadian-kejadian penting dalam masyarakat (sidang
DPRD, sidang PBB, perundingan diplomasi, atau kejadian-kejadian
sejarah yang penting).
b. Pelaksanaan Simulasi
Simulasi dilaksanakan oleh sekelompok siswa meskipun dalam
beberapa hal dapat dilakukan secara individu (sendiri) atau
berpasangan (dua orang). Bila dilakukan secara kelompok kecil,
23
tiap kelompok dapat melakukan simulasi yang sama dengan
kelompok lainnya atau simulasi yang berbeda dengan kelompok
lainnya.
Di dalam pelaksanaan simulasi harus terjadi proses-proses
kegiatan yang menimbulkan (menghasilkan) domain afektif
(misalnya menyenangkan, menggairahkan, suka, sedih, terharu,
simpati, solidaritas, gotong royong, dan sebagainya). Di samping
itu dalam simulasi juga harus dapat dilakukan korelasi antara
beberapa bidang studi atau disiplin (pendekatan interdisiplin).
Simulasi juga harus menggambarkan situasi yang lengkap dan proses
atau tahap dalam situasi tersebut hubungan sebab akibat,
percobaan-percobaan, fakta-fakta, dan pemecahan masalah.
Beberapa tujuan dari kegiatan atau pelatihan simulasi adalah
sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa dengan melibatkan
siswa dalam mempelajari situasi yang hampir serupa dengan
kejadian yang sebenarnya.
2. Untuk melatih siswa menguasai ketrampilan tertentu, baik
yang bersifat profesional maupun yang penting bagi kehidupan
sehari-hari.
3. Untuk pelatihan memecahkan masalah.
4. Untuk memberikan rangsangan atau kegairahan belajar siswa.
5. Untuk merasakan atau memahami tingkah laku manusia dan
situasisituasi masyarakat di sekitarnya.
6. Untuk melatih dan membantu siswa dalam memimpin, bergaul
dan memahami hubungan antara manusia, bekerja sama dalam
kelompok dengan efektif, menghargai dan memahami perasaan
dan pendapat orang lain, dan memupuk daya kreatifitas siswa.
c. Kelebihan simulasi
1. Siswa dapat berinteraksi social dengan lingkungan
2. Siswa terlibat langsung dalam pembelajaran
24
3. Siswa dapat memahami permasalahan social
4. Membina hubungan personal yang posotif
5. Membina hubungan yang komunikatif dapat membangkitkan
imajinasi dan estetika siswa dan guru
d. Kelemahan Simulasi
1. Relative memerlukan waktu yang banyak
2. Apabila siswa tidak memahami konsep simulasi tidak akan
efektif
3. Sangat bergantung pada aktifitas siswa
4. Pemanfaatan sumber belajar sulit
5. Adanya siswa yang lambat, kurang minat dan kurang motivasi,
simulasi kurang berhasil
e. Langkah-Langkah Metode Simulasi
Tahap Awal Simulasi;
1. Guru menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak
dicapai oleh simulasi.
2. Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan
disimulasikan.
3. Guru membentuk kelompok dan menentukan alat yang
digunakan.
4. Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi,
peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu
yang disediakan.
5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
Pelaksanaan Simulasi
a) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
b) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
c) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang
mendapat kesulitan.
d) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini
25
dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam
menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
B. Hasil Penelitian yang Relavan
Telah banyak dilakukan penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode Resitasi dan Simulsi, metode ini terbukti efektif
membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman siswa pada materi
tertentu yang telah disesuaikan. Diantaranya adalah penelitian yang
telah dilakukan oleh: Lia Nurul Wahdati, skripsi yang berjudul
“Upaya meningkatkan Motivasi Siswa Kelas IV SDN 64 Sori Kota
Bima Konsep Musyawarah Melalui Metode resitasi dan Simulasi” .
Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa melalui Metode Resitasi dan
Simulasi yang dirancang agar siswa aktif dan terlibat langsung melakukan
pembelajaran dapat meningkatkan motivasi siswa pada setiap siklus. Pada
siklus I hasil angket motivasi siswa memperoleh angka 68,17 % , lalu
pada Siklus ke II diperoleh hasil motivasi siswa sebesar 77.51 %. Masih
berlanjut ke Siklus III, hasil angket pada motivasi siswa terus meningkat
hingga 82.15 %. Penelitian dihentikan sampai siklus ke III karena telah
memenuhi indikator keberhasilan penelitian yaitu hasil skor rata-rata
tiap indikator angket Motivasi siswa meningkat hingga 80 %. Gina Sri
Rahayu, skripsi yang berjudul : “Meningkatkan Hasil Belajar siswa Pada
Pelajaran IPS, Materi Ajar Masalah-Masalah social dilingkungan Setempat
Melalui Penerapan Pembelajaran Metode Simulasi di Kelas IV
SDN 64 Sori Kota Bima menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan disimpulkan bahwa melalui pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Metode Simulasi terdapat peningkatan Hasil
belajar siswa baik dalam proses pembelajaran maupun hasil akhir dari
pembelajaran. Hasilnya menunjukkan ada peningkatan hasil belajar siswa
dari siklus I ke siklus II , nilai rata-rata pada siklus I sebesar 70.28 dengan
siswa yang mendapat nilai dibawah ketuntasan minimal sebanyak 6 orang
siswa, sedangkan nilai rata-rata pada siklus II sebesar 79.72 dengan
nilai seluruh siswa tidak ada yang dibawah ketuntasan minimal.
26
Sedangkan untuk aktifitas belajar kelompok siswa juga mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II, yaitu jika pada siklus I persentase
rata-rata aktifitas kelompok siswa sebesar 61.67 % dan pada siklus II
persentase rata-rata aktifitas kelompok siswa sebesar 80.00 %. Dengan
demikian membuktikan bahwa dengan penggunaan metode simulasi pada
pembelajaran IPS materi ajar masalah-masalah social di lingkungan
setempat submateri masalah sampah dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan dari kerangka fikir diatas, hipotesis yang digunakan
dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut : “Melalui metode
Resitasi dan Simulasi pada materi Jual beli dapat meningkatkan hasil
belajar Siswa kelas III SDN 64 Sori Kota Bima Tahun Pelajaran
2017/2018.”
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN 64 Sori Kota Bima yang beralamat di
Jalan Lintas Lelamase Kelurahan Lelamase Kota Bima.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai dari
bulan Januari s/d Maret 2017/2018.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebab dalam
melakukan tindakan kepada subjek penelitian, yang sangat diutamakan
adalah mengungkap makna; yakni makna dan proses pembelajaran sebagai
upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi belajar melalui
tindakan yang dilakukan. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan
bahwa panelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tulisan atau lisan dari
orang-orang yang diamati. Dalam penelitian deskriptif data yang
dikumpulkan bukan berupa angka-angka tetapi berupa kata-kata atau
gambar. Data yang dimaksud berasal dari naskah wawancara, catatan-
lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan
dokumentasi resmi lainnya.
Menurut Bogdan dan Biklen, yang dikutif oleh Prof. Dr. Sogiono
dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, bahwa
karakteristik dari penelitian kualitatif, adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan dalam kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung kesumber data dan penelitian adalah
instrument kunci,
28
2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif.
Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar,
sehingga tidak menekankan pada angka,
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau
outcome,
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif, dan
5. Penelitian Kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati.
Diantara Jenis penelitian Kualitatif adalah Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research), walaupun data yang
dikumpulkan bersifat kuantitatif atau analisisnya menggunakan analisis
statistic diskriptif, Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk memperbaiki
kinerja Pembelajaran yang lebih bersifat konstektual dan hasilnya tidak
untuk digeneralisasi, dan Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan oleh
guru didalam kelas. Menurut Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan
Kelas berkembang dari Penelitian Tindakan. Oleh karena itu, untuk
memahami pengertian PTK, perlu kita telusuri pengertian penelitian
tindakan. Ciri utama dari penelitian tindakan adalah adanya intervensi atau
tindakan atau perlakuan tertentu untuk perbaikan kinerja dalam dunia nyata.
Dalam penelitian tindakan ini, peneliti melakukan suatu tindakan/intervensi,
yang secara khusus diamati terus-menerus, dilihat plusminusnya, kemudian
diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk
tindakan yang paling tepat.
Penelitian Tindakan Kelas berkait erat dengan persoalan praktik
pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, dan penelitian ini
hanya bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar
dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran
dikelas secara professional. Agar lebih memahami jenis Penelitian ini,
kita harus mengetahui karakteristiknya Ditinjau dari karakteristiknya,
PTK setidaknya memiliki Karakteristik antara lain :
29
a. Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional;
b. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaanya;
c. Peneliti sekaligus praktisi yang melakukan refleksi;
d. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik
instruksional;
e. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu melaksanakan
penelitian tindakan kelas itu terkait komponen pembelajaran antara lain :
1. Inovasi pembelajaran,
2. Pengembangan kurikulum ditingkat sekolah dan ditingkat kelas,
3. Peningkatan profesionalisme guru.
PTK memerlukan beberapa kondisi agar dapat berlangsung dengan
baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain dukungan dari semua
personel di sekolah dan iklim yang terbuka yang memberikan
kebebasan kepada guru untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan
saling mempercayai di antara personel sekolah. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian tindakan, yang terfokus dalam
kegiatan di kelas sehingga penelitiannya berupa penelitian tindakan kelas.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kemampuan siswa dalam pembelajaran di kelas, terutama deskripsi
peningkatan siswa dalam memahami unsur-unsur intrinsik kegiatan
jual beli. Guru akan dapat meningkatkan hasil pembelajaran
siswanya jika guru tersebut mau melihat kembali pembelajaran yang
diberikan kepada siswanya. Mampu tidaknya siswa dalam pembelajaran,
hal itu sangat tergantung pada tindakan guru. Tindakan guru seperti itu bila
dicatat kemudian direfleksikan kembali permasalahannya, guru tersebut
dapat dikatakan pula sebagai peneliti tindakan kelas. Sebab, penelitian
tindakan menurut kemmis (2016) seperti Wina adalah suatu bentuk
penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti dalam
situasi social untuk meningkatkan penalaran praktek social mereka.
Selain pendapat di atas, Elliot mengatakan bahwa penelitian tindakan
30
merupakan suatu kajian tentang situasi social dengan maksud untuk
meningkatkan kualitas tindakan melalui proses perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang ditimbulkannya.
Prosedur penelitian tindakan terdiri atas beberapa tahap. Menurut
pendapat Kurt Lewin, ada 4 hal yang harus dilakukan dalam proses
penelitian tindakan, yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
a. Rencana Tindakan
31
diuraikan sebagai berikut. Langkah awal kegiatan penelitian ini dimulai
dari identifikasi permasalahan yang ada dalam pembelajaran, baik
permasalahan yang ada dalam siswa, guru, maupun dalam proses
perencanaan. Setelah itu, diadakan analisis hasil permasalahan d a n
diperoleh temuan bahwa strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru
kurang tepat sehingga kurang bisa mengembangkan kemampuan
analisis secara maksimal. Berdasarkan temuan itu, peneliti sekaligus
menjadi guru menyusun rencana tindakan untuk diterapkan dalam
pembelajaran analisis. Perencanaaan tindakan kelas disusun guru berupa
tujuan pembelajaran, satuan pelajaran, rencana pembelajaran, penilaian,
dan bahan atau materi yang digunakan dalam pembelajaran. Rencana
tindakan itu dilaksanakan dalam siklus-siklus pembelajaran. Setelah selesai
tindakan setiap siklusnya, peneliti mengadakan refleksi untuk menentukan
dasar tindakan perbaikan pada pelaksanaan siklus berikutnya hingga tujuan
penelitian tercapai.
C. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III,
SDN 64 Sori Kota Bima yang berjumlah 30 orang.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai guru dan juga
perancang skenario pembelajaran dalam proses pembelajaran pada materi
jual beli melalui metode Resitasi dan Simulasi, sedangkan yang berperan
sebagai observer adalah guru lain yang mengajar dikelas lain disekolah
tersebut.
E. Tahapan Intervensi Tindakan
Paparan data dalam PTK dapat mengemukakan paparan dari tahap-
tahap siklus PTK, yang mencakup:
1. Tahap perencanaan tindakan, yakni mengemukakan kesesuaian dari
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
2. Tahap pelaksanaan tindakan yang waktunya bertepatan dengan
pelaksanaan pengamatan/observasi, yakni mengungkap beberapa
32
kejadian atau peristiwa pembelajaran yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung dan
3. Tahap refleksi, yakni mengungkap hasil tinjauan atas pelaksanaan
proses pembelajaran yang selesai dilaksanakan.
Berikut merupakan garis besar paparan data dari 4 kali pertemuan
dalam 2 kali siklus yang akan peneliti lakukan dalam menerapkan metode
simulasi untuk meningkatkan tingkat pemahaman pada pelajaran IPS
materi jual beli siswa kelas III SDN 64 Sori Kota Bima.
a. Siklus Pertama
Pada siklus pertama merupakan bagian dari pemahaman konsep
materi jual beli, terdiri dari dua kali pertemuan. Durasi waktu siklus
pertama ada 140 menit (4 jam pelajaran), dimana tiap pertemuan ada 70
menit (2 jam pelajaran). Materi yang disampaikan adalah mengenal
macam- macam kegiatan jual beli di lingkungan sekolah dan rumah.
Pada pertemuan pertama menjelaskan tentang kegiatan jual beli
di lingkungan rumah dan pada pertemuan kedua menjelaskan tentang
kegiatan jual beli di lingkungan sekolah. Media yang digunakan adalah
gambar kegiatan jual beli. Metode pembelajaran yang digunakan adalah
metode resitasi. Strategi yang digunakan adalah diskusi kelompok dan
tanya jawab.
b. Siklus Kedua
Pada siklus kedua merupakan kegiatan yang dirancang untuk
memberikan pengalaman kepada siswa tentang cara jual beli terdiri dari
satu kali pertemuan. Durasi waktu siklus kedua 140 menit (4 jam
pelajaran). Pengalaman yang diberikan adalah pengalaman jual beli di
pasar dan di lingkungan sekolah. Metode yang digunakan adalah
metode simulasi. Strategi pembelajaran yang diterapkan adalah diskusi
kelompok dan tanya jawab. Pada akhir petemuan, adalah kegiatan ujian
sumatif. Ini untuk memastikan ketercapaian kompetensi dasar secara
individual. Serta refleksi dari penerapan metode simulasi ini.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
33
Pada penelitian tindakan ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
hasil belajar siswa SD akan meningkat melalui metode Resitasi dan
Simulasi pada materi Jual Beli. Dalam pelaksanaannya, peneliti terus
mengupayakan untuk memberikan motivasi dengan menyajikan materi
semenarik mungkin yaitu dengan melakukan eksperimen secara
berkelompok dan melakukan observasi langsung kelapangan agar siswa
lebih tertarik dengan pelajaran IPS sehingga hasil belajarnya
meningkat. Ketuntasan belajar klasikal tercapai apabila persentase siswa
yang tuntas atau siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan
60 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 80% dari jumlah seluruh
siswa di dalam kelas. Apabila dari hasil tes siswa telah menunjukkan
peningkatan maka tindakan dihentikan.
G. Jenis Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah semua data atau informasi yang
diperoleh dari para informan yang dianggap mengetahui secara rinci dan
jelas mengenai focus penelitian yang diteliti, yaitu upaya guru dalam
meningkatkan pembelajaran IPS di SDN 64 Sori Kota Bima. Sumber data
adalah subyek dari mana data diperoleh. Dalam penelitian ini data yang
diambil adalah data primer. Data primer yang diperlukan data yang
terkait langsung dengan lokasi penelitian, antara lain: beberapa
informan dan data langsung yang berasal dari siswa kelas III SDN 64 Sori
Kota Bima baik dan data dari pengajar maupun arsip-arsip yang
dibutuhkan. Adapun subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini
adalah kepala sekolah, para guru dan sumber-sumber lain yang
dimungkinkan dapat memberi informasi. Selain dari informan, data juga
diperoleh dari hasil dokumentasi yang menunjang terhadap data yang
berbentuk kata-kata maupun tindakan. Selain itu data penelitian ini juga
bersumber dari dokumen-dokument yang ada di SDN 64 Sori Kota Bima
. Data dalam penelitian ini adalah semua data atau informasi yang
diperoleh dari para informan yang dianggap mengetahui secara rinci dan
jelas mengenai focus penelitian yang diteliti, yaitu upaya guru dalam
34
meningkatkan pembelajaran IPS di SDN 64 Sori Kota Bima Tahun
Pelajaran 2017/2018 .
H. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaaan pengumpulan data diperlukan instrument
pengumpulan data yang tepat. Secara terperinci instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pedoman pengamatan atau catatan lapangan untuk menggali data
tentang suasana kelas pada saat pembelajaran sedang berlangsung,
suasana di lapangan pada saat masing-masing kelompok mencari data
di pasar dan di lokasi sekolah, keceriaan atau keantusiasan siswa dalam
mengikuti program pembelajaran materi jual beli, kerja sama kelompok
pada saat melakukan praktik jual beli.
2. Pedoman wawancara untuk menggali data tentang tanggapan siswa
terhadap penerapan strategi resitasi dan simulasi dalam pembelajaran
IPS materi jual beli yang telah dilaksanakan, ini berungsi untuk
memperoleh informasi secara mendalam. Pedoman observasi siswa,
untuk mengamati pengalaman jual beli yang mereka lakukan, baik
ketika di pasar maupun di lapangan sekolah.Tes tulis digunakan untuk
menggali data kuantitatif berupa hasil skor tes, skor tugas kelompok,
dan skor tes kelompok.
I. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data di lapangan dalam rangka mendeskripsikan
untuk menjawab fokus penelitian yang sedang diamati digunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Observasi adalah memperhatikan sesuatu dengan mata, dalam
pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pengamatan perhatian terhadap objek
dengan menggunakan seluruh panca indra. Dalam penggalian data,
peneliti lebih memfokuskan pada proses pembelajaran IPS materi jual
beli yang dilakukan di kelas III SDN 64 Sori Kota Bima atau
35
menciptakan aktifitas serta bagaimana respon siswa terhadap proses
pembelajaran.
2. Metode intervieu
Interview yang sering juga disebut dengan wawancara/ kuisioner lisan
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Sedangkan menurut S.
Nasution (2016) wawancara atau intervieu adalah suatu bentuk
komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan
36
Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik
trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut.Menurut Moleong, trianggulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan
ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin dalam Moleong,
membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung
dan observasi tidak langsung, observasi tidak langsung ini dimaksudkan
dalam bentuk pengamatan atas beberapa kelakukan dan kejadian yang
kemudian dari hasil pengamatan tersebut diambil benang merah yang
menghubungkan diantara keduanya. Teknik pengumpulan data yang
digunakan akan melengkapi dalam memperoleh data primer dan
sekunder, observasi dan interview digunakan untuk menjaring data primer
yang berkaitan dengan kesiapan sekolah dalam penerapan pembelajaran
berbasis mencari informasi, sementara studi dokumentasi digunakan untuk
menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari berbagai dokumentasi
tentang tugas-tugas pokok dan pengelolaan pembelajaran dengan
pembelajaran bervariasi. Tahap-tahap dalam pengumpulan data dalam
suatu penelitian, yaitu tahap orientasi, tahap ekplorasi dan tahap memberi
chek. Tahap orientasi, dalam tahap ini yang dilakukan peneliti dengan
melakukan pra survey ke lokasi yang akan diteliti, dalam penelitian ini,
pra survey dilakukan peneliti di lokasi penelitian, melakukan dialog
dengan kepala sekolah, beberapa perwakilan guru, juga dari karyawan
dan peserta didik. Kemudian peneliti juga melakukan studi dokumentasi
serta kepustakaan untuk melihat dan mencatat data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini. Tahap eksplorasi, tahap ini merupakan tahap
pengumpulan data di lokasi penelitian, dengan melakukan wawancara
37
dengan unsur-unsur yang terkait, dengan pedoman wawancara yang telah
disediakan peneliti, dan melakukan observasi tidak langsung tentang
kondisi sekolah dan mengadakan pengamatan langsung tentang
pembelajaran di sekolah itu. Tahap memberi chek, setelah data diperoleh
di lapangan, baik melalui observasi, wawancara ataupun studi
dokumentasi, dan responden telah mengisi data kuesioner, serta responden
diberi kesempatan untuk menilai data informasi yang telah diberikan
kepada peneliti, untuk melengkapi atau merevisi data yang baru, maka data
yang ada tersebut diangkat dan dilakukan audit trail yaitu menchek
keabsahan data sesuai dengan sumber aslinya.
K. Analisis Data dan Interpretasi Data
Manurut Patton, teknik analisis data adalah proses kategori urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan
uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan
arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan
mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Pengertian lain
sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Tylor dalam Moleong,
analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk
menemukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh
data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan
hipotesis tersebut, jika dikaji definisi pertama lebih menitik beratkan pada
pengorganisasian data. Kedua lebih menekankan maksud dan tujuan
analisis data, jadi analisis data, adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.
Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar,
foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah
berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
38
rangkuman yang inti, proses dengan pernyataan-pernyataan yang perlu
dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah
menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu dikategorisasikan
pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis data ini adalah
mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah tahap ini mulailah kini
tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif dengan menggunakan metode tertentu.
Analisis data dilakukan dalam suatu proses, proses berarti
pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan
dilakukan secara intensif, yakni sesudah meninggalkan lapangan,
pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan
pengarahan tenaga fisik dan pikiran dari peneliti, dan selain menganalisis
data peneliti juga perlu mendalami kepustakaan guna mengkonfirmasikan
teori baru yang barangkali ditemukan.
chart, atau grafik dan sebagainya. Display data berguna untuk melihat
gambaran keseluruhan hasil penelitian, baik yang berbentuk matrik
39
atau pengkodean, dari hasil reduksi data dan display data itulah
selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan data memverifikasikan
sehingga menjadi kebermaknaan data.
40
BAB IV
41
secara berkelompok dengan aturan main tertentu. Sedangkan pelaksanaan
metode simulasi adalah dengan peniruan kegiatan sosial secara
kontekstual.
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu berdiskusi
dengan Guru kelas, peneliti meminta data tentang kelas III, yaitu
data tentang kemampuan belajar siswa, sebagai tolak ukur dalam
pengelompokan belajar dengan penerapan pendekatan kontekstual
melalui metode simulasi.
Setelah pengelompokan selesai, belum diberitahukan terlebih
dahulu kepada siswa tentang ketentuan kelompoknya, akan tetapi guru
kelas pada pertemuan sebelumnya telah memberitahukan pada siswa,
bahwa pada materi jual beli akan di bentuk kelompok dan akan
diterapkan penerapan metode simulasi, serta langkah-langkah
belajar penerapan metode simulasi, sedangkan ketentuan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Seleksi Topik
Peneliti memilih topik tentang tempat jual beli di lingkungan
rumah maupun sekolah. Karena tepat pada waktu itu materi IPS yang
diajarkan sampai materi jual beli. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada
tugas (task oriented group) yang beranggotakan empat sampai lima
orang.
b. Implementasi / Pelaksanaan
42
c. Analisis dan Sintesis
a. Perencanaan Tindakan
43
berikut nama dan ciri-cirinya.
4) Menyiapkan lembar observasi untuk siswa, yang berfungsi untuk
mencatat hasil kerja sama kelompok mereka masing-masing; dalam
hal ini menggunakan metode resitasi.
5) Menyiapkan lembar observasi guru, untuk mencatat kegiatan di
lapangan selama proses pembelajaran. Baik dalam bentuk deskripsi
suasana kegiatan di kelas maupun wawancara dengan siswa.
Menyiapkan lembar penilaian hasil unjuk kerja siswa secara
individu maupun kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan
1. Pelaksanaan Tindakan Siklus I, Minggu ke 1.
Pada pertemuan ke I yang merupakan awal siklus I ini, siswa
diberi penjelasan tentang pentingnya pembelajaran kontekstual,
yakni pembelajaran dengan menerapkan langsung materi
yang diajarkan. Bahwa setiap siswa mempunyai karakteristik
yang berbeda dalam cara belajar dan untuk memahami perbedaan
tersebut maka kita harus merubah metode pembelajaran yang
dulunya konvensional dimana guru aktif siswa pasif menjadi siswa
aktif dan guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator kegiatan
siswa.
Rangsangan selanjutnya adalah dengan mengemukakan
kompetensi dasar yang akan dikuasai siswa dalam
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Serta informasi-informasi
tentang konsep yang akan dipelajari, bahwa selama proses
pembelajaran materi jual beli ini akan diterapkan metode resitasi
(pemberian tugas) secara berkelompok dan juga metode simulasi,
yakni praktek langsung materi jual beli di pasar terdekat dan di
lingkungan sekolah nanti pada pertemua ke 3. Pada informasi yang
terakhir ini, semua siswa menyambut dengan gembira. Kondisi
demikian dapat dipaparkan sebagai berikut: Pada materi jual beli
ini, nanti kalian akan Ibu ajak praktek jual beli langsung di pasar.
(“Asyiiik…….” -kontan, semua bersorak- “Kapan bu, itu Bu?”)
44
Nanti, kira-kira 3 minggu lagi. (“Kenapa Bu, di sana Bu?” “Dipasar
praktek jual beli bu? ..”. – siswa yang lain menimpali-) Iya benar,
nanti di sana kalian akan mengetahui dan mempraktekkan
sendiri bagaimana jual beli yang sesungguhnya. Tidak hanya
sebatas teori saja di kelas. Tentunya kalian semua pernah
membeli sesuatu di toko maupun di pasar kan?
(pernaaaaaaaaaaaah…) Ada yang belum pernah? (tidaaak..). Nah,
dalam materi kali ini, selain kalian sudah terbiasa dengan
kegiatan membeli, kalian juga akan belajar bagaimana caranya
berjualan. (Yeeeeee…. Asyiiik… Jualanya di pasar , Bu?) Tidak,
nanti ada kegiatan yang dilakukan di sekolah. (Keadaan kelas
semakin ribut). Kalian penasaran kan? Nah, dari itu kalian
ikuti saja pelajaran Ibu, nanti ada waktunya sendiri untuk
menjelaskan bagaimana prosesnya… Sekarang, kalian buka LKS
materi jual beli.. (guru mulai menjelaskan materi jual beli,
siswa terlihat antusias).
Pada pertemuan awal siklus pertama, siswa dituntut
untuk lebih aktif dibanding guru. Guru hanya sebagai fasilitator dan
dinamisator saja. Guru tidak langsung menjelaskan materi yang
ada. Akan tetapi guru memberi rangsangan dengan memberi
pancingan kata-kata yang mendekati dari istilah yang ada.
Submateri yang disampaikan sesuai dengan indikator yang akan
dicapai, yakni pengertian penjual dan pembeli, menyebutkan
macam-macam kegiatan jual beli di lingkungan rumah, syarat-
syarat jual beli, memahami perbedaan antara pasar tradisional dan
pasar modern, dan terakhir adalah menyebutkan hal-hal yang harus
diperhatikan dalam membeli suatu barang. Mula-mula peneliti
sebagai guru mengingatkan kembali materi minggu sebelumnya
yakni tentang macam-macam pekerjaan, dan menghubungkan
dengan materi jual beli yang akan dibahas selanjutnya. Beberapa
siswa merespon pertanyaan peneliti, beberapa siswa lainnya terlihat
agak lupa dan membuka-buka ulang buku tulisnya.
45
Memulai pada materi jual beli, guru menanyakan pengertian
dari penjual dan pembeli. Dari sini masih banyak siswa yang
kurang mengerti bahwa makna dari awalan pe- adalah seseorang
yang berperan menjadi sesuatu. Ada yang memahami penjual
sebagai barang yang dijual, bukan orang yang menjual. Ini terkait
kosakata siswa terhadap bahasa Indonesia yang kurang, mereka
masih sering mencampuradukkan bahasa daerah dan bahasa
Indonesia. Selanjutnya, siswa menyebutkan macam-macam tempat
terjadinya jual beli baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan rumah. Tempat jual beli di lingkungan sekolah adalah
di koperasi sekolah dan di kantin sekolah. Sedangkan tempat jual
beli di lingkungan rumah adalah di toko, swalayan, warung, pasar
dan lain sebagainya. Pengertian kegiatan jual beli adalah kegiatan
menjual dan membeli barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Adapun syarat terjadinya jual beli yaitu, adanya penjual,
pembeli, adanya barang yang diperjualbelikan, dan terjadi
kesepakatan harga antara pembeli dan penjual.
Pada pertemuan kali ini, siswa terfokus pada materi pokok
jual beli di lingkungan rumah saja, sedangkan materi pokok jual
beli di lingkungan sekolah akan dijelaskan pada materi minggu
depan.
Tahap selanjutnya, siswa menghubungkan materi jual beli
tersebut pada bidang agama. Ini mengingat pembelajaran di kelas 3
MI masih merupakan pembelajaran tematik. Yakni
menghubungkan antar pelajaran satu dengan yang lainnya.
Rinciannya, Islam juga mengatur tentang hubungan manusia satu
dengan yang lainnya atau disebut mu’amalah. Begitu juga tentang
jual beli, ada jual beli yang diperbolehkan (halal) dan jual beli
yang tidak diperbolehkan (haram). Pada materi ini, siswa hanya
memahami garis besarnya saja dan sedikit mengulang materi fiqih.
Siswa kemudian menyebutkan tempat-tempat jual beli di
lingkungan rumah. Masing-masing siswa berebut menyebutkan
46
nama-nama toko di sekitar rumahnya. Lalu guru bersama siswa
mengelompokkan jenis tempat jual beli tersebut sesuai dengan ciri-
ciri tempatnya. Yakni, toko, swalayan, pasar, toko kelontong, atau
warung. Ada siswa yang mengatakan bahwa orang tuanya juga
seorang pedagang. Ada yang berdagang di pasar dan ada pula yang
buka toko kecil-kecilan di rumah. Semua siswa mengaku pernah
membeli sesuatu di toko maupun di pasar. Tetapi yang pernah
mengalami menjadi pedagang/penjual belum ada. Kondisi tersebut
dapat digambarkan dalam peristiwa berikut:Guru menanyakan
kepada siswa siapa diantara mereka yang di rumah orang tuanya
berjualan dan kadang membantu melayani pembeli. Semua siswa
kontan ramai menunjuk temannya yang orang tuanya bekerja
sebagai pedagang. Siswa tersebut yaitu Arfi dan Andi. Arfi
yang merasa orang tuanya bukan pedagang menyangkal.
(bapak ibukku gak jualan…) siswa yang lain menanggapi (anu
sok manggul bakso saha ?…) Arfi menimpali (itu mah bukan!…).
Guru kemudian menanggapi “Berarti orang tua Arfi bukan
pedagang ya?” Arfi menjawab, “Bukan, Bu…”. “Kalau Andi?”
Yang bernama Andi menjawab, “Ya Bu, emakku jualan di
pasar..” “Jualan apa? Andi pernah bantu emak melayani
pembeli?” “Jualan sayur, gak pernah Bu… Paling Cuma nungguin
aja…”. Guru menanggapi, “Tapi,sering lihat ibu jualan, kan?
Setidaknya tahu bagaimana cara melayani pembeli. Coba
ceritakan sedikit, bagaimana cara melayani pembeli..”. Andi sedikit
bingung, kepalanya yang tidak gatal digaruk-garuk dengan
pandangan berputar ke arah langit-langit. “naon nya,
Bu…..hehehehe…. Ya, ada pembeli pengen beli apa, terus
dilayanin. Tanya hargana berapa terus dibayar. Barang
dibungkus. Sudah. Hehehehe..”. “Iya bagus, benar yang dikatakan
andi tadi”
Selanjutnya siswa mempelajari syarat-syarat terjadinya
jual beli. Jika salah satu syarat tersebut tidak ada, maka tidak syah
47
akad jual beli tersebut. Siswa juga mengetahui pengertian pasar dan
jenis- jenis pasar. Ada pasar yang diberi nama menurut tempatnya,
seperti pasar bogor dan ada pula pasar yang diberi nama menurut
nama hari, seperti pasar Jumat. Selain itu ada pasar yang
diberi nama berdasarkan pada barang yang diperdagangkan,
seperti pasar buah. Pasar berdasarkan bertemu atau tidaknya
penjual dan pembeli, terdiri dari pasar nyata dan pasar tidak nyata.
Pasar nyata adalah pasar yang penjual dan pembelinya dapat
bertemu secara langsung. Pasar tidak nyata adalah pasar yang
pembeli dan penjualnya tidak bertemu langsung. Kegiatan jual
beli dilakukan dengan perantara. Barang yang diperjualbelikan
hanya berupa contoh barang. Siswa juga menyebutkan ciri-ciri
masing-masing tempat jual beli tersebut. Selanjutnya guru member
tips-tips dalam memilih barang, agar pembeli tidak menyesal
setelah membeli, yaitu dengan mempertimbangkan dengan matang
sebelum benar-benar membeli dan meneliti ada tidaknya cacat
barang tersebut.
Siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan ulang setiap
submateri tersebut sesuai dengan kemampuan berbahasa dan
tingkat pengetahuan masing-masing siswa. Guru menunjuk
siswa secara acak dan membantu siswa menguraikan pendapatnya.
Guru juga menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan
yang bersangkutan dengan submateri. Dalam hal ini, masih banyak
siswa yang dengan malu-malu mengungkapkan pendapatnya. Ada
yang sama sekali diam, entah karena malu atau tidak faham.
Namun oleh teman sebangkunya memberi tahu dengan bisik-bisik,
lalu anak tersebut mengikuti apa yang dikatakan temannya. Dari
jumlah keseluruhan siswa yang masuk ada 30 siswa dan 1 siswa
yang lain absen karena sakit, data kemampuan siswa dalam
mengungkapkan pendapatnya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
48
Tabel. 4.4
1
Data Observasi Kemampuan Unjuk Pendapat Siswa
NO Unjuk pendapat siswa Jumlah siswa Prosentasi
1 Aktif dan benar 6 20%
2 Aktif dan terjadi kesalahan 5 16%
3 Malu-malu dan benar 5 16%
Malu-malu dan terjadi
4 10 33%
kesalahan
5 Not responding 3 10%
Jumlah 29 100 %
49
Tabel 4.5
Contoh Lembar Kerja Siswa
Keterangan
No Gambar Gambar Ciri-Cirinya
Biasanya
terdapat
dipedesaan
Tempatnya
1 Pasar
tidak teratur
tradisional
Ada tawar harga
dsb
2 dst
Keterangan:
50
rendah tersebut dan memberi stimulus agar mereka juga ikut
kerjasama kelompok. Guru di sini selain mengamati kerjasama
kelompok, juga mengamati partisipasi individu siswa dalam
kerja kelompok. Hasil kerja kelompok siswa sebagaimana tabel
4.6.
Tabel. 4.6
Data Observasi Kelompok Tugas Resitasi Minggu ke-1
1 I 65 80 70 71,6
2 II 70 75 75 73,3
3 III 70 85 75 76,6
4 IV 70 80 70 73,3
5 V 65 80 70 71,6
51
C (siswa dengan prestasi rendah dan sering tidak naik kelas) C :
“Menyenangkan. Karena tugasnya mudah, hanya memotong
gambar dan menempelkan saja. Kalau yang mengerjakan yang
sulit-sulit, saya nggak bias” Dari hasil wawancara tersebut di atas,
bisa dikatakan bahwa metode resitasi ini efektif dan dianggap
menyenangkan oleh siswa. Karena pada dasarnya dalam pemberian
tugas ini, peneliti mengatur kegiatan pembelajaran semenarik
mungkin sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan tugas yang
diberikan. Selain metode ini efektif dan menyenangkan, ternyata
juga masih ada beberapa siswa yang kurang sadar akan adanya
kerjasama kelompok, siswa masih mengandalkan teman satu
kelompoknya yang lebih pintar dan rajin.
Dengan demikian pada pertemuan selanjutnya, guru perlu
memotivasi lagi agar siswa dapat bekerjasama kelompok
dengan baik, tidak mengandalkan teman yang lain. Guru juga
memberi pekerjaan rumah dengan mengerjakan soal-soal di LKS.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I, Minggu ke 2.
Setelah kegiatan apersepsi, guru meminta siswa untuk
membahas pekerjaan rumah minggu kemarin. Pekerjaan siswa
ditukar dengan pekerjaan teman sebangkunya, lalu soal dijawab
secara bergilir. Siswa mengoreksi bersama jika ada jawaban yang
kurang benar. Sedikit mengulang pelajaran minggu kemarin, siswa
dengan bantuan guru menjelaskan beberapa hal materi yang lalu.
Pada tahap selanjutnya, guru memberi penjelasan tentang
sejarah jual beli yakni dengan cara barter. Dalam
memberi penjelasan, guru tidak langsung memberi pengertian
secara langsung. Akan tetapi guru memberi rangsangan dengan
membawa media gambar (lampiran 18). Siswa diberi kesempatan
untuk menjelaskan gambar tersebut. Banyak siswa yang menjawab
tanpa aturan dan terkesan main-main. Ketika siswa ditunjuk untuk
menjelaskan dengan berdiri siswa terlihat enggan dan berkata,
“nggak, Bu… malu! Kalau duduk saya mau Bu!”. Hafiz, siswa
52
yang terlihat menonjol kecerdasannya mengungkapkan
pendapatnya meski dengan bahasa campuran Indonesia-sunda.
“Saya tahu, Bu. Pada jaman dahulu jual beli tidak menggunakan
uang. Tetapi patuker-tuker… Eh, tukar menukar barang. Misalnya
seperti gambar itu, kalau saya butuh beras dan saya punya
jagung, ya…jagung tadi saya tukar dengan orang yang punya
beras”.
Guru menanggapi dengan pujian. Namun tetap memberi
kesempatan kepada yang lain untuk mengungkapkan pendapatnya.
Selanjutnya banyak siswa yang berani mengungkapkan
pendapatnya, meski masih banyak yang jawabannya sama
persis dengan yang sebelumnya. Kegiatan seperti ini untuk
melatih siswa agar berani mengungkapkan pendapatnya dan
mengembangkan cara berfikir siswa. Dengan pujian, guru dapat
memotivasi siswa untuk lebih baik lagi. Ini terbukti banyak siswa
yang sebelumnya tidak berani berbicara, tapi setelah banyak
teman-temannya yang mendapat pujian meski masih terdapat
beberapa kesalahan dan guru memperbaiki kesalahan tersebut,
siswa yang lain menjadi lebih berani dan mencoba berbicara.
Setelah memahami pengertian barter, siswa bersama guru
mengidentifikasi kelemahan barter. Guru mengajak siswa
mempraktekkan barter secara langsung dengan teman sebangkunya.
Barang yang ditukar sesuai dengan kesepakatan masing-masing
siswa. Peristiwa seperti ini dapat dilihat pada catatan lapangan
berikut:
Siswa diinstruksikan guru untuk saling tukar menukar barang
dengan teman sebangkunya, barang sesuai kebutuhan masing-
masing siswa. Maka terjadilah barter dan kesepakatan antar siswa,
selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menghitung nilai barang
tersebut dengan nilai rupiah. Setelah dihitung-hitung, banyak siswa
yang merasa rugi, karena antara barang miliknya dengan
barang yang ditukar lebih rugi tidak terima, dan ingin barangnya
53
dikembalikan lagi. Akhirnya, siswa dibantu guru menyimpulkan
kelemahan praktek barter tersebut. Bahwa terbukti dalam barter
sering terjadi ketidakseimbangan antara nilai barang yang ditukar
dengan barang didapat, sehingga merugikan salah satu pihak. Maka
dari itu, dibuatlah mata uang sebagai alat tukar barang
untuk memudahkan kegiatan jual beli dan agar terjadi kesamaan
harga jual antara daerah satu dengan daerah yang lain.
Dalam pembelajaran kali ini guru menerapkan pembelajaran
kontekstual atau pembelajaran dengan pengalaman langsung. Siswa
menemukan dan menyimpulkan sendiri dari apa yang ia lakukan.
Siswa dituntut lebih aktif dibanding sebelumnya, ini untuk
meningkatkan kualitas belajar mereka. Mengingat persaingan di
luar semakin ketat dan perkembangan tekhnologi semakin cepat.
Siswa sebagai bibit yang siap tumbuh perlu dipupuk dan
dikembangkan menjadi manusia yang cerdas dan berkepribadian.
Selanjutnya adalah mengenal kegiatan jual beli di lingkungan
sekolah. Guru memberi stimulus dengan memberi deskripsi cerita.
Dan dapat diambil kesimpulan bahwa koperasi merupakan
perwujudan perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan, koperasi
sekolah adalah koperasi yang anggotanya para siswa dan dibina
oleh guru. Modal koperasi diperoleh dari simpanan
anggotanya. Simpanan para anggota koperasi sekolah berupa
simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Oleh
karena kegiatan koperasi sekolah merupakan kegiatan jual beli,
maka pastilah mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut
disisihkan dan dikenal dengan sebutan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Selain itu, siswa dididik untuk bertanggungjawab, dibiasakan
berlaku setia kawan terhadap sesama siswa dan berlatih organisasi.
Sedangkan kantin sekolah adalah warung tempat menjual makanan
dan minuman yang berada di lingkungan sekolah. Kantin sekolah
dikelola oleh pihak sekolah ataupun koperasi sekolah. Kemudian
dilakukan tanya jawab antara guru dan siswa tentang materi
54
tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata siswa di kelas III ini
tergolong siswa yang aktif dan selalu ingin tahu. Jarang sekali yang
terlihat malu-malu, kecuali beberapa siswa perempuan yang jika
ditunjuk untuk menjawab terlihat malu-malu atau kadang diam.
Setelah diamati pada pertemuan kedua ini, dari 18 siswa laki- laki
dan 12 siswa perempuan, 6 siswa laki-laki terlihat aktif daripada 12
siswa laki-laki lainnya dan 4 siswa perempuan terlihat lebih aktif
dibanding 8 siswa perempuan lainnya.
Selanjutnya siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Pembagian
kelompok sama dengan pertemuan sebelumnya dan juga dengan
metode pembelajaran yang sama yakni metode resitasi (pemberian
tugas). Setiap kelompok mendapat gambar peta konsep. Peta
konsep tersebut berisi tabel-tabel kosong yang nantinya akan
disalin siswa pada lembar kertas manila dan dihias dengan spidol
warnai-warni, tugas dikerjakan secara kelompok. Peta konsep
menjelaskan tentang bapak koperasi Indonesia, karakteristik
koperasi dan kepengurusannya. Agar peta konsep ini terlihat
menarik, maka siswa menyiapkan kertas manila putih dan spidol
berwarna. Berikut lembar tugas siswa yang harus disalin dan kotak-
kotak yang kosong diisi.
Sesuai dengan waktu yang ditentukan pekerjaan kelompok
diberhentikan, guru menunjuk salah satu siswa dalam suatu
kelompok untuk menjelaskan isi diagram yang dibuat tersebut.
Siswa selanjutnya mempresentasikan pekerjaannya dengan bahasa
sehari-hari. Rata-rata siswa mampu mempresentasikan hasil
pekerjaannya, meskipun dengan keterbatasan bahasa.
Menindaklanjuti pada diskusi kelompok pada pertemuan
yang lalu yang dinilai peneliti belum maksimal, maka kali ini
peneliti mengusahakan hasil semaksimal mungkin. Siswa
diharapkan mampu bekerjasama kelompok dengan baik. Tiap
siswa diharapkan lebih aktif dengan menyumbangkan ide-idenya.
Pada saat terjadi diskusi kelompok, guru mencatat hasil kerja
55
siswa. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut.
Tabel. 4.7
Data Observasi Kelompok Tugas Resitasi Minggu ke-2
Alternatif penelitian Skor
No Kelompok kerjasama Aktifitas Inisiatif
rata- rata
1 I 70 70 90 76,6
2 II 90 70 70 76,6
3 III 80 75 85 80
4 IV 75 70 75 73,3
5 V 70 80 75 75
56
dibawah ini:
Tabel. 4.9
Data hasil Pretest siklus
57
Jumlah siswa
c. Observasi Siklus 1
1. Observasi Guru
Hasil observasi yang dilaksanakan selama pelaksanaan
pembelajaran IPS menggunakan pendekatan kontekstual pada
materi jual beli. Pengamatan dilakukan oleh observer (wali kelas)
yang mencatat seluruh aktivitsa guru selama proses pembelajaran.
Hasil observasi dari tindakan pertama terhadap guru sesuai
dengan perencanaan dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.10
Lembar Observasi Guru Siklus 1
keterangan
No Kegiatan Guru Pert. 1 Pert 2
1 Menjelaskan manfaat dari pembelajaran
√ √
2 Menggali pengetahuan awal tentang materi
yang akan dipelajari √ √
3 Melakukan pembagian kelompok
√ √
4 Memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada siswa dalam melakukan tugas √ √
5 Mengarahkan siswa untuk mengajukan
pertanyaan terkait materi √ √
6 Melakukan pengamatan dan memberi
penilaian hasil belajar siswa secara individu √ √
atau kelompok
7 Guru bersama siswa menyimpulkan materi
yang telah dipelajari √ √
8 Memberikan pengarahan kepada siswa
untuk pembelajaran selanjutnya √ √
58
59
2. Observasi Siswa
60
telah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pembelajaran.
Sedangkan pada tahap pelaksanaan tindakan menunjukkan masih
adanya kekurangan dalam hal:
1) Tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dinilai
masih kurang pada minggu pertama, namun pada minggu kedua
siswa sudah mulai aktif, baik bertanya, menjawab, maupun
menyampaikan pendapatnya. Guru selalu memotivasi siswa
untuk aktif. Ketidakaktifan siswa ternyata dikarenakan mereka
kurang memahami materi pembelajaran, sehingga banyak siswa
yang terlihat ragu-ragu untuk menyampaikan pendapatnya.
2) Kesadaran hidup bersosial dan kerjasama dengan
sesama masyarakat, ditumbuhkan melalui kegiatan berdiskusi
kelompok. Pada minggu pertama, kegiatan kerja kelompok
sudah dianggap efektif namun masih kurang sempurna karena
dalam kerjasama masih dirasa kurang. Sehingga pada minggu
kedua, siswa ditekankan betapa pentingnya hidup bekerjasama
dan memecahkan masalah bersama.
3) Pembelajaran dengan metode simulasi dalam materi barter
ini, sebagian siswa dapat mengidentifkasi kelemahan barter
serta mengetahui manfaat diadakannya uang sebagai alat untuk
transaksi jual beli.
4) Komponen pembelajaran lain seperti: alokasi waktu
pembelajaran, sumber/bahan/media pembelajaran, langkah-
langkah pembelajaran dan kegiatan penilaian dapat berjalan
dengan baik dalam rangka mencapai kompetensi yang
dipersyaratkan dalam pembelajaran siklus pertama. Menyikapi
sebagaimana fakta di atas, maka diambil langkah-langkah
perbaikan untuk tindakan pada siklus berikutnya:
a. Memberi pemahaman tentang makna pembelajaran
konstektual;
b. Mengupayakan agar kegiatan pembelajaran lebih
menyenangkan.
61
c. Memberikan pemahaman tentang manfaat dan
pentingnya kerjasama dalam kelompok
d. Memotivasi siswa untuk lebih banyak mencari informasi,
selain dari guru dan buku pelajaran, agar hasil belajarnya
meningkat.
e. Memotivasi siswa untuk lebih peka terhadap lingkunganya.
3. Siklus Kedua
a. Perencanaan Tindakan
62
4) Menyiapkan lembar observasi siswa, yang berfungsi
untuk mencatat hasil observasi kelompok selama kegiatan
berlangsung dan mencatat untung dan rugi hasil jual beli.
5) Menyiapkan lembar observasi guru, untuk mencatat kegiatan
di lapangan selama proses pembelajaran. Baik dalam bentuk
deskripsi suasana kegiatan belajar maupun wawancara dengan
siswa.
6) Menyiapkan lembar penilaian hasil unjuk kerja siswa
secara individu maupun kelompok.
7) Menyiapkan tes tulis siswa secara individual, ini untuk
memastikan ketercapaian kompetensi dasar secara individual
siswa.
8) Menyiapkan lembar kesan dan pesan untuk siswa, selama
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
1. Siklus ke II, minggu ke 1
Kegiatan pada siklus kedua ini adalah praktek simulasi
jual beli di pasar dan di sekolah. Pada awal pembelajaran, siswa
terlihat sangat antusias dengan kegiatan yang telah direncanakan
hari ini. Mereka tak sabar ingin segera ke pasar. Pada pertemuan
kali ini, siswa sudah duduk sesuai dengan kelompoknya
masing-masing. Guru kemudian mengecek tugas kelompok siswa
yang ditugaskan pada minggu sebelumnya. Lalu mengumpul-
kan uang iuran siswa tersebut sebagai modal usaha tiap
kelompok . Setiap kelompok mempunyai modal yang berbeda,
tergantung jumlah iurannya. Ada beberapa siswa yang tidak
membawa uang iuran. Dari 5 kelompok, ada 3 kelompok yang di
dalam anggotanya tidak membawa iuran. Untuk itu sesuai
kesepakatan kelas, siswa yang tidak membawa iuran sebagai
gantinya tetap membayar dengan menggunakan uang saku
seadanya. Dan nanti di akhir kegiatan jIka ada keuntungan, siswa
tersebut tidak mendapat pembagian uang laba. Jumlah modal tiap
63
kelompok, bisa dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel. 4.12
Jumlah Modal Tiap Kelompok
KELOMPOK JUMLAH MODAL
I Rp. 3600
II Rp. 10500
III Rp. 6300
IV Rp. 10000
V Rp. 7300
64
kesepakatan dan menyepakati kesepakatan tersebut. Pada waktu
berangkat, siswa berjalan baris dua orang-dua orang dengan
bergandengan tangan. Ini untuk mengantisipasi keamanan dan
ketertiban. Sampai di pasar, siswa berkumpul dengan
kelompoknya masing-masing. Secara berkelompok, siswa mulai
melakukan jual beli dengan pedagang grosir jajanan di pasar.
Kegiatan ini berlangsung urut dari kelompok satu ke kelompok
yang lainnya. Sekedar informasi, pedagang grosir jajanan ini
telah ditentukan oleh guru sebagai pusat kegiatan jual beli siswa.
Setiap kelompok dengan dipimpin oleh ketua kelompoknya,
memilih barang dagangan yang diminati dan meneliti kualitas
serta kuantitas barang tersebut. Hasil observasi guru terhadap
kerja kelompok dalam simulasi jual beli di pasar, dapat dilihat
pada table 4.9 berikut.
Tabel. 4.13
Data Observasi Kegiatan Simulasi Jual Beli di Pasar
Kelompok
Aspek yang diobservasi I II III IV V
Aktif berdiskusi dan kerjasama
X X - X -
kelompok.
Partisipasi setiap anggota kelompok
- X - X -
yang baik.
Efektifitas pemanfaatan waktu yang
X X X X X
baik.
Mampu memilih barang dengan
- X X X X
pertimbangan yang matang.
Mampu mempertimbangkan antara
X - X X -
kebutuhan dan keuangan yang ada.
Aktif dalam melakukan tawar menawar. - - - - -
Mampu menawar dagangan dengan baik. - - - - -
65
teliti sebelum benar-benar membeli daripada menyesal nantinya.
Siswa juga mempertimbangkan laku tidaknya jika barang
tersebut dijual ulang. Ada kelompok siswa yang terkesan tergesa-
gesa dalam memilih barang. Kelompok tersebut adalah kelompok
V, kelompok yang diketuai Exsalt. Si ketua terlihat tidak sabar,
dan memilihkan barang sesuai dengan kehendaknya. Ada juga
yang terlihat kebingungan memilih barang, ini terjadi pada
kelompok I karena uang modal mereka sangat pas-pasan.
Ingin beli jajanan yang mahal dan enak, uang mereka tidak
cukup. Kelompok II dan IV merupakan kelompok yang modalnya
paling besar dibanding kelompok lainnya, sehingga sangat mudah
untuk membeli jajanan-jajanan yang lebih banyak dan
berkualitas. Kelompok III dengan modal yang tidak terlalu
banyak.
Selesai siswa melakukan praktek simulasi jual beli di
pasar, siswa kembali ke sekolah. Jarak sekolah dan pasar sekitar
100 meter. Sampai di sekolah siswa istirahat sebentar melepas
lelah. Saat istirahat seperti ini, kondisi siswa masih ngos-ngosan
dan terlihat sekali-sekali mengipas-ngipaskan buku ke wajahnya,
guru sesaat bertanya kepada anak-anak. G: “Bagaimana perasaan
kalian saat di pasar tadi?” S: “Senaaaaaang..”. G: “Capek apa
tidak?” S: “Capeeeek..” (Semua siswa) “Panaaas…” S: “Tapi
senang, Bu…” (Beberapa siswa menimpali) S: “Bu, besok lagi
ya bu, ya…” (Mamad siswa yang selalu aktif) G: “Ada yang
merasa tidak senang?” S: “Saya!” (Fauzan angkat tangan) G:
“Alasannya tidak suka kenapa?” F: “Hehehehe….” (cengar-
cengir) “Nggak, nggak, Bu… becanda! Hehehe..Senang kok
Bu..” G: “Ada pendapat lain?” S: “Malu, Bu..tadi di pasar..”
(Sarina siswa yang terlihat menonjol) G: “Malu kenapa?” B:
“Dilihati orang-orang di pasar” G: “Ada yang merasa malu
seperti Sarina?” M: “Iya Bu, malu Bu.. papanggih tatanga..”
(Jamil)
66
Selanjutnya siswa laki-laki mempersiapkan meja dan
bangku sebagai tempat berjualan. Waktu berjualan mereka
adalah saat istirahat berlangsung, target pembeli adalah seluruh
warga sekolah. Jam istirahat sekolah berdentang, inilah waktu
yang ditunggu- tunggu siswa kelas III. Semua siswa sudah
siap dengan barang dagangannya pada bangku kios masing-
masing kelompok. Suasana seperti ini dapat dilihat pada
lampiran foto. Jam istirahat di SDN ini lumayan panjang,
yakni dari pukul 09.20-09.50. Lima menit pertama keadaan
kios masih sepi, karena masih banyak siswa kelas lain yang
belum keluar kelas. Selanjutnya banyak siswa yang mulai
berdatangan melihat kegiatan bazar kecil- kecilan ini. Banyak
siswa yang cukup melihat dan ragu-ragu untuk membeli. Ada
beberapa siswa kelas II yang masih membeli jajanan di
koperasi sekolah dan di luar sekolah. Siswa yang berperan
sebagai penjual, terlihat sibuk mempromosikan barang
dagangannya. Berikut hasil pengamatan peneliti pada kegiatan
tiap kelompok:
Kelompok I (Kios Naruto)
Kelompok 1 ini berdasarkan kesepakatan kelompok diberi
nama kios Naruto, sebagaimana terlihat pada foto (lampiran 19
gambar 5) . Terdiri dari Dzulkifli, Ajeng, Alfin, Amanda,Sri,
dan Ana. Kios ini menjual mie dan aneka stik coklat yang
semua harganya Rp.100,- dengan modal awal Rp.3600,-. Pada
perkiraan awal, barang jualan kelompok 1 ini akan segera
habis karena harganya yang terjangkau dibanding dengan
kelompok lain. Ternyata barang dagangan mereka kurang
diminati pembeli, mungkin karena isi dari kemasan terlalu
sedikit. Sehingga barang dagangan laku agak lama. Usaha
kelompok dalam mempromosikan dagangan kurang. Terlihat
enggan dan sering ditinggal pergi. Satu-satunya siswa yang setia
67
menunggu kios adalah Amanda, namun jika ada pembeli ia
terlihat cuek dan kurang antusias. Kelompok 1 ini terlihat
kurang semangat dalam menjajakan dagangannya. Yang
membeli dagangan mereka rata-rata adalah para guru, mungkin
para guru merasa kasian karena dagangan mereka jarang
sekali diminati pembeli. Hanya beberapa siswa yang berminat
membeli. Dari 20 buah barang yang dijual, hanya sisa 2 buah.
Kelompok II (Kios Bunga)
Kelompok II ini beranggotakan Andi, Arfi, Dahra,
Dzikra,Sova, dan Elis. Kios mereka diberi nama kios bunga.
Kelompok ini merupakan kelompok yang paling aktif dan
kompak. Ini sudah terlihat sejak memilih barang ketika di
pasar tadi, mereka kompak memilih barang apa yang akan
dijual. Dan pada saat kegiatan jual beli di sekolah, seluruh
kelompok kompak dalam bekerja sama dan menjaga kios
bersama-sama. Sebagaimana tergambar pada foto 6. Barang
dagangan kelompok ini semua berharga Rp. 500,- dengan
modal awal Rp. 10.500,-, terdiri dari makroni dan roti. Pada
awalnya dagangan mereka belum laku, hanya ada satu dua
yang terjual. Itupun yang membeli kelompok mereka sendiri,
tapi lama- lama dagangan mereka mulai habis. Kelompok ini
tergolong kreatif dan semangat, ini terbukti karena mereka
mempromosikan dagangan secara berkeliling bahkan ke ruang
guru juga. Dari 25 buah barang dagangan, sisa 8 buah. Sisa
yang paling banyak adalah roti bolu.
Kelompok III (Kios Persib)
Kios persib ini merupakan nama kios dari kelompok
III yang beranggotakan Intan, josep, fairil, fauzan, Hoki, dan
hafidz. Modal awal Rp. 6.300,- dagangan yang dijual terdiri dari
ringgo Rp.200,- dan tik tak Rp.500,-. Pada awal mula dagangan
mereka langsung diserbu pembeli, karena ringgo dan tik tak
termasuk jajanan yang banyak diminati siswa. Namun meski
68
banyak yang berminat, namun dagangan mereka tidak sampai
habis terjual. Kelompok ini dalam mempromosikan dagangan
kurang semangat, mereka hanya menunggu pembeli dengan
pasrah. Pernah sesekali josep sang ketua mempromosikan
dagangannya ke siswa lain, itupun jika ia diingatkan oleh
guru agar lebih semangat lagi. Jika tidak, mereka hanya
menunggu dagangan dengan pasrah. Dari 18 buah barang
dagangan yang dijual, sisa 6 buah.
Kelompok IV (Kios Cinta)
Beranggotakan Jamil, Reza, Rifa’i, Salman,Sarina, dan
Sandi, kelompok IV ini memberi nama kiosnya kios cinta.
Dengan modal Rp. 10.000,- barang dagangan mereka terjual
habis. Barang yang dijual terdiri dari minuman rasa buah
fansi dan wafer keju nabati, masing-masing berharga Rp.500,-.
Kios ini yang paling cepat diserbu pembeli, karena satu-satunya
kios yang menjual minuman. Pada saat itu bertepatan siswa kelas
6 selesai olahraga, otomatis mereka langsung menyerbu minuman
yang dijual. Sepuluh buah minuman fansi rasa buah langsung
ludes habis. Wafer keju nabati juga banyak diminati siswa.
Kelompok ini juga termasuk kelompok yang aktif, barang
dagangan yang masih sedikit mereka tawarkan ke teman-
temannya yang lain agar cepat habis.
Kelompok V (Kios Doraemon)
Kios doraemon merupakan kios dari kelompok terakhir
yakni kelompok V. Terdiri dari Exalt, Husaeni, Novita, Bintang,
dan Putri. Dengan modal Rp.7300,- dagangan mereka habis
terjual semua. Kelompok V ini merupakan kelompok kedua yang
berhasil menjual habis barang dagangannya setelah kelompok 4,
meski tergolong lambat dalam penjualannya. Barang dagangan
mereka adalah roti, biskuit, dan wafer top yang semuanya
berharga Rp. 500,-. Pada awalnya jarang pembeli yang tertarik
untuk mampir di kios mereka, ini berlangsung hingga
69
hamper berakhirnya jam istirahat. Namun dengan ketelatenan dan
dengan tidak putus asa mempromosikan jajanannya,
barang dagangan mereka berhasil habis. Exalt yang merupakan
ketua kelompok mereka sangat aktif keliling menawarkan
dagangannya. Dalam penelitian ini, peneliti membuat pedoman
observasi sebagaimana pada tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.14
Data Observasi Kegiatan Simulasi Jual Beli di Sekolah.
Kelompok
Aspek yang diobservasi I II III IV V
Aktif dalam melakukan tawar
60 80 70 90 80
menawar.
Inovatif , mencari cara agar barang
60 90 70 90 80
dagangan cepat laku
Jujur dalam jual beli 90 90 90 90 90
Menata barang dagangan dengan
80 90 80 80 80
baik
Partisipasi setiap anggota 50 90 80 70 70
kelompok yang baik
Jumlah 340 440 390 420 400
Rata-rata 68 88 78 84 80
70
dengan kebijakan kelompok masing- masing. Guru juga
menanyakan bagaimana kesan siswa terhadap praktek simulasi
tadi baik di pasar dan di lapangan sekolah tadi. Mereka serempak
menjawab senang dan ingin lagi. Berikut hasil penjualan
siswa, pada tabel 4.11.
Tabel 4.15
Jumlah Hasil Penjualan Siswa
Modal Hasil Sisa
Kelompok Untung
Penjualan Barang
I Rp 3.600 Rp 3.200 - 2 biji
II Rp 10.500 Rp 7.000 - 8 biji
III Rp 6.300 Rp 6.300 - 6 biji
IV Rp 10.000 Rp 11.000 Rp 1.000 -
V Rp 7.300 Rp 8.000 Rp 700 -
2. Siklus ke II minggu ke 2
Pada akhir pertemuan ini, merupakan kegiatan evaluasi,
untuk memastikan tercapainya kompetensi dasar secara
individual. Maka dari itu diadakan tes tulis individual. Pada
kesempatan ini, guru menyebarkan kertas kosong untuk mengisi
kesan siswa selama mengikuti pembelajaran dengan
metode simulasi. Skor tes individual sebagaimana disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.16
Data Nilai Tes Formatif Siswa
No Interval skor Frekuensi Status
1 95-100 5 Lulus
2 90-94 7 Lulus
3 85-89 4 Lulus
4 80-84 6 Lulus
5 75-79 3 Lulus
6 70-74 3 Lulus
7 65-69 0 Lulus
8 60-64 0 Lulus
9 55-59 0 Tidak Lulus
10 50-54 1 Tidak Lulus
11 00-49 1 Tidak Lulus
Jumlah 28
Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa tingkat
71
keberhasilan kelas adalah 92.00% yakni dari 30 siswa, yang
dinyatakan lulus adalah 28 siswa. Sedangkan yang gagal
sebanyak 2 orang siswa atau sebesar 8.00%, karena skor tesnya
kurang dari nilai Ketuntasan yakni 60.
Berdasarkan pengamatan peneliti, 2 orang yang tidak
lulus ini dikarenakan mempunyai kemampuan yang rendah,
keduanya belum bisa membaca dan menulis dengan lancar.
Keduanya merupakan salah satu siswa yang tidak tinggal
kelas lebih dari satu tahun. Guru dan wali kelas sudah berusaha
membimbingnya semaksimal mungkin, tetapi keadaan dari siswa
sendiri gampang sekali lupa ditambah tidak adanya dukungan
dari orang tua di rumah. Sedangkan berdasarkan pendapat
siswa dengan metode resitasi dan simulasi ini, tanggapan
mereka bermacam-macam. Guru membagikan kertas yang
berisi pertanyaan-pertanyaan tentang pengalaman meraka selama
menggunakan metode resitasi dan simulasi, serta saran dan kesan
pada pembelajaran kali ini.
Hasil rekapan angket berdasarkan dari pendapat
siswa terhadap pertanyaan “Bagaimana perasaan kalian setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode resitasi
dan simulasi?”. Jawaban rata-rata siswa singkat dan padat, karena
berdasarkan pengamatan peneliti kemampuan siswa kelas III
dalam perbendaharaan bahasa Indonesia masih kurang. “Perasaan
saya saat mengikuti pelajaran ini adalah senang karena dengan
bu Fitriya diajak ke pasar, dan berjualan di halaman sekolah.
Saya dan teman-teman juga diberi tugas menggunting dan
menggambar. Karena saya suka menggambar. Saya ingin seperti
ini terus. ”-“Tugas yang diberikan bu Fitriya tidak
membosankan, tetapi menyenangkan. Banyak gambar-
gambarnya. Pada saat ke pasar rasanya senang, capek, dan malu.
Ketika berjualan di depan sekolah, daganganku masih banyak,
tapi akhirnya dibeli oleh guru-guru dan jualanku masih
72
sedikit.” - “Saya senang, karena saya diajak pergi ke pasar
sama bu lia. Ini pertama kali saya pergi ke pasar dengan
teman-teman. Besok- besok lagi ya bu ya.. Karena saya
senang sekali, teman-teman juga sama senang. - Apalagi jualan
saya habis semua, dapat untung. Saya senang sekali dengan
bu Fitriya ”- “Aku suka jika tugasnya
kelompokan, karena mudah mengerjakannya. Apalagi aku
senang disuruh gunting-gunting dan menempel. Aku juga
suka diajak ke pasar walau rasanya capek dan panas. Aku
juga suka berjualan di halaman sekolah, banyak yang membeli
jualan saya dan habis. Aku senang!” Sesuai dengan rata-rata isi
angket siswa berpendapat mereka senang dan ingin lagi, tidak
ada yang merasa tidak senang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode
pembelajaran simulasi dan resitasi setelah diterapkan di
kelas III SDN ini memberikan manfaat dan pengalaman baru
bagi siswa. Siswa merasa senang diajak belajar di luar kelas dan
dengan pengalaman langsung. Siswa juga merasa senang jika
bekerja secara kelompok, karena lebih ringan dalam
mengerjakan tugas. Hal ini sebagaimana diungkapkan siswa
dalam angket yang mereka isi. Untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan hasil belajar siswa, maka peneliti mengadakan
pretest kepada siswa melalui pemberian soal pilihan ganda
yang dilaksanakan pada akhir pertemuan 3 siklus II.
Adapun perolehan nilai pretest IPS siswa kelas III dapat
dilihat dari tabel dibawah ini:
73
Tabel. 4.17
Data hasil Pretest Siklus II Pertemuan ke 3
74
Adapun perolehan nilai postest pada siklus II
pertemuan minggu ke 4 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. 4.18
Data hasil Posttest Siklus 2 pertemuan ke 4
75
c. Observasi Siklus II
1. Observasi Guru
76
2. Observasi siswa
Tabel 4.20
Lembar Observasi Siswa Siklus 2
Pert. 1 Pert. 2
No Kegiatan Siswa B C K B C K
1 Keberanian bertanya dan √
berpendapat √
2 Kesadaran kerjasama kelompok √ √
3 Keaktifan dalam melaksanakan tugas √
kelompok √
4 Antusias √ √
5 Mengerjakan tugas tepat waktu √ √
77
dengan metode resitasi dan simulasi ini menunjukan hasil yang
baik. Terjadi peningkatan indikator keberhasilan belajar yang
telah mencapai ketentuan yang diharapkan yaitu 80%, sehingga
tindakan yang dilakukan untuk meningkatka. hasil belajar
siswa telah berhasil memenuhi KKM sebesar 60 sesuai dengan
ketentuan sekolah tempat penelitian.
Berdasarkan hasil refleksi siklus II diperoleh bahwa hasil
belajar siswa, aktivitas siswa dan guru mengalami peningkatan
pada siklus ini. Sehingga, tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dianggap telah berhasil dan
tindakan ini dihentikan sampai dengan siklus II.
B. Pembahasan
Dalam hal ini dapat diuraikan beberapa pembahasan dari temuan-
temuan penelitian yang merupakan hasil refleksi terhadap penerapan metode
resitasi dan simulasi pada mata pelajaran IPS khususnya materi jual beli
untuk meningkatkan Hasil Belajar.
Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, pemberian pertanyaan
dalam angket, dan hasil tes atas penerapan metode resitasi dan
simulasi pada mata pelajaran IPS materi jual beli, telah menunjukkan
hasil yang cukup memuaskan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan
bahwa dalam penelitian ini terjadi peningkatan dari minggu pertama ke
minggu selanjutnya. Bukti-bukti secara kuantitatif adalah berdasarkan hasil
tes kelompok pada penerapan metode resitasi di siklus 1 minggu ke 1 dan pada
minggu ke 2 menunjukkan semua kelompok memperoleh skor dalam rentang
lulus. Semua kelompok terjadi peningkatan yang signifikan dari minggu
pertama ke minggu kedua, kecuali satu kelompok yang mempunyai nilai
stagnan dari minggu pertama ke minggu ke 2, yaitu kelompok 4. Pada
siklus ke 2 merupakan kegiatan simulasi jual beli di pasar dan di sekolah,
kegiatan ini dinilai lulus semua dilihat dari hasil skor nilai yang diperoleh
siswa melebihi batas minimal yang ditetapkan.
Pada siklus ke 2 minggu ke 2 merupakan evaluasi dari penerapan
78
metode resitasi dan simulasi pada minggu sebelumnya. Untuk mendapatkan
evaluasi secara kuantitatif, peneliti menggunakan tes tulis/tes formatif. Dan
untuk mendapat penilaian secara kualitatif, peneliti menggunakan angket untuk
mendapatkan penilaian pribadi siswa selama pembelajaran berlangsung. Secara
individu ada dua orang yang tidak lulus pada tes formatif, karena berdasarkan
pengamatan dan data yang diperoleh dari wali kelas bahwa kedua siswa
mempunyai kemampuan rendah, belum mampu membaca dan menulis dengan
baik, gampang sekali lupa serta kurang adanya dukungan dari pihak
keluarga siswa. Namun yang menjadi catatan penting dalam pengamatan
peneliti di sini kedua siswa tersebut saat metode resitasi dan simulasi
diterapkan, mereka terlihat antusias, aktif, dan ikut andil. Saat pembagian
perhitungan hasil penjualan, kedua siswa tersebut ikut mendiskusikan
pembagian uang yang harus mereka dapatkan. Ini merupakan suatu kemajuan
yang signifikan, karena sebelum diterapkan metode resitasi dan simulasi di
kelas ini, berdasarkan laporan dari wali kelas bahwa kedua siswa tersebut
terlihat enggan dan kurang memahami apa yang diharapkan guru.
Sedangkan secara kualitatif dapat dijelaskan dari banyaknya siswa
yang dinyatakan senang terhadap metode pembelajaran ini; tumbuhnya rasa
kebersamaan dalam kelompok; suasana belajar menjadi lebih hidup;
keberanian mengemukakan pendapat dapat ditumbuhkan; adanya pengalaman
baru bagi siswa dalam melakukan praktek jual beli. Enam temuan penelitian di
bawah ini merupakan indikator yang merupakan dampak positif dari penerapan
metode resitasi dan simulasi. Secara garis besar penerapan metode
pembelajaran tersebut dapat dilihat dampaknya pada enam indikator yang
dijadikan variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui dan memahami teori jual beli baik secara tulis maupun lisan.
79
dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan
dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan social sehari-
hari.
80
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis
dapat menarik kesimpulan, sebagai berikut :
1. Penerapan metode resitasi dan simulasi dalam pembelajaran IPS dikelas
III ini lebih diarahkan pada pembelajaran yang dapat mendorong siswa
lebih aktif dan ikut berpartisipasi selama pelaksanaan pembelajaran
berlangsung, baik secara individu maupun kelompok. Adapun prosesnya
sebagai berikut: Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok 5-6 orang,
pengelompokkan ditentukan secara merata sesuai kemampuan dan
prestasi nya dikelas. Siswa diberi pemahaman terlebih dahulu tentang
metode pembelajaran yang akan digunakan, pada metode resitasi
diupayakan siswa dapat menyelesaikan tugas tepat waktu, sedangkan
pada saat pembelajaran dengan metode simulasi siswa diarahkan untuk
aktif bekerjasama dalam kelompoknya, pemilihan dan seleksi materi dan
sub materi yang akan diajarkan, pada tahap pelaksanaan guru
membimbing dan mengarahkan siswa, setiap kelompok
mempresentasikan tugasnya, dan pada tahap akhir diadakan evaluasi.
2. Terdapat peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode
resitasi dan simulasi siswa kelas III pada mata pelajaran IPS materi Jual
Beli di SDN 64 Sori Kota Bima dengan nilai pretes siklus I siswa yang
telah tuntas dalam pembelajaran berjumlah 6 orang dari 30 orang
siswa yaitu 20.00%. Sedangkan nilai postes pada siklus I siswa yang
telah tuntas sebanyak 16 orang yaitu 53.33%. Pada Siklus II ini
peningkatan ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan yang
sangat signifikan. Untuk nilai prestes pada siklus II siswa yang telah
tuntas dalam pembelajaran sebanyak 19 orang yaitu 63.33%.
Sedangkan nilai postes siklus II siswa yang telah tuntas sebanyak 28
orang yaitu 92.00%.
81
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka dapat
disarankan sebagai berikut :
Bagi Guru
:
1. Guru sebagai pihak yang mengetahui betul proses pembelajaran, maka
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan, kreatifitas dalam proses
belajar mengajar, agar lebih menarik dan lebih meningkatkan keaktifan
siswa;
2. Guru diharapkan mampu menciptakan berbagai media, metode, dan
strategi yang menarik dalam pelaksanaan pembelajaran IPS, karena
yang diberikan hanya satu jam dalam seminggu dan berbagai karakter
siswa yang dihadapi;
Bagi Sekolah :
Bagi sekolah diharapkan menyediakan lebih banyak lagi sarana dan
sumber belajar yang dibutuhkan dalan pelaksanaan pembelajaran IPS,
terutama alat peraga atau media, agar dapat membantu guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran IPS dan Pelajaran lain.
82
DAFTAR PUSTAKA
Djamar ah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2016. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Cet. III
Maifalinda Fatra dan Abd. Rozak, 2015 “Bahan ajar PLPG, Penelitian
Tindakan Kelas(FITK.UIN Syarif hidayatullah,) cet. Pertama.
83
Sagala, Syaiful. 2017. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.
84