Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Matakuliah Perspektif Pendidikan Anak Berbakat

Yang dibimbing oleh: Dimas Arif Dewantoro, M.Pd

Oleh:

Catur Pupus Agillisa (160154601421)

Firman Ikhsani (160154601401)

Lisa Lesmana (160154601477)

Rimadona Santika Ratna Sari (160154601489)

Offering B6

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

Maret 2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Perspektif Anak Berbakat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

   
                                                                                 Malang, 11 Februari 2018

 
                                                                                             
Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. Karakteristik Anak Berbakat Saptial......................................................................4
B. Profil Leonardo da Vinci........................................................................................7
C. Hasil Jurnal............................................................................................................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................................12
A. Kesimpulan..........................................................................................................12
B. Saran....................................................................................................................12
DAFTAR RUJUAKAN...................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada awalnya teori mengenai multiple intelligences ini hanya menjadi
konsumsi para psikolog, namun pada saat ini teori ini telah berkembang
menjadi alat yang digunakan banyak kalangan. Termasuk dalam hal ini
mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Para pendidik (guru)
mencoba menerapkan teori ini menjadi salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan langsung pada proses pembelajaran. Jasmine (2007: 11-12)
mengungkapkan pandangannya tentang teori multiple intelligences bahwa:
Teori multiple intelligences adalah validasi tertinggi gagasan bahwa
perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam pendidikan sangat
bergantung pada pengenalan, pengakuan, dan penghargaan terhadap setiap
atau berbagai cara siswa (pelajaran) belajar, disamping pengenalan,
pengakuan, dan penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing
pembelajar. Teori multiple intelligencesbukan hanya mengakui perbedaan
individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian,
tetapi juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal,
wajar, bahkan menarik dan sangat berharga.
Patut disayangkan bahwa teori multiple intelligences yang di kembangkan
oleh Gardner ini baru diterapkan kalangan pendidik pada saat ini. Penyebab
utamanya adalah karena pengaruh doktrin dari pembelajaran tradisional,
dimana tidak sedikit tenaga pendidik di lapangan yang diajari untuk berfokus
pada kurikulum ketika membuat rencana pelajaran dan pelaksanaan mengajar,
serta mesti berkonsentrasi untuk membantu siswa mengikuti kurikulum.
Metode ceramah menjadi senjata utama mereka para tenaga pendidik dalam
melakukan pembelajaran, dimana siswa di anggap sebagai gelas kosong yang
harus diisi dengan air agar menjadi penuh. Siswa cukup diminta menulis
untuk menunjukkan pemahaman dan pengetahuan yang telah dicapai padahal
hal tersebut merupakan sesuatu yang membosankan bagi siswa dalam belajar.

1
Teori multiple intelligences yang menganggap  “semua anak memiliki
kelebihan” adalah sebuah model yang mengutamakan siswa dan kurikulum
sering dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik, potensi, minat dan bakat
siswa. Sedangkan guru yang menerapkan model multiple intelligences dalam
pembelajaran bisa mendorong siswa menggunakan kelebihan dan potensi
siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari (Hoerr, 2007: 14-
16).Gardner (Campbell dkk. 2005: 2-3), mengemukakan bahwa  beberapa
komponen kecerdasan yang dimiliki setiap individu, diantaranya yaitu:
Spatial intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk
berpikir dalam tiga cara dimensi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang
untuk merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali,
merubah, atau memodifikasi bayangan, mengemudikan diri sendiri dan objek
melalui ruangan, dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
Berdasarkan alur pemikiran Gardner di atas, dapat memberikan gambaran
bahwa seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan
model multiple intelligences ini harus mampu menghargai berbagai keunikan
yang dimiliki setiap siswa. Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa
diberi kesempatan untuk berbicara dalam menggunakan kecerdasan
linguistik, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir logis dan
menggunakan angka dalam rangka mengembangkan kecerdasan logis-
matematis, memberikan kesempatan siswa mendapat informasi dari gambar
dalam mengembangkan kecerdasan visual, memberikan kesempatan siswa
mengarang lagu dan menggunakan musik dalam menerima informasi untuk
mengembangkan kecerdasan musikal, memberi kesempatan siswa berakting
dan pengalaman fisik lainnya dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik
tubuh mereka, mengadakan refleksi diri dan pengalaman sosial dalam rangka
mengembangkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal siswa. Serta
dengan mengadakan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mengembangkan
ragam kecerdasan yang dimiliki siswa, pada saat pembelajaran berlangsung.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik anak berbakat spatial?

2
2. Bagaimanakah profil Leonardo da Vinci?
3. Bagaimanakah hasil dari jurnal Permasalahan Deteksi dan Penanganan
Anak Cerdas Istimewa Dengan Gangguan Perkembangan Bicara dan
Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial Learner)?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan karakteristik anak dengan keberbakatan spatial
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana profil tokoh dengan keberbakatan
spatial.
3. Untuk mendeskripsikan hasil jurnal mengenai permasalahan deteksi dan
pengangan anak cerdas istimewa dengan gangguann perkembangan bicara
dan Bahasa ekspresif.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Anak Berbakat Saptial

Kecerdasan ruang (visual-spatial) Kecerdasan ruang adalah


kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan
antara objek dengan ruang. Disebut juga kecerdasan imajinasi Anak-anak
dengan kecerdasan ruang yang tinggi memiliki kemampuan, misalnya
menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya, atau menciptakan bentuk-
bentuk tiga dimensi (seperi dijumpai pada orang dewasa yang menjadi arsitek
suatu bangunan, misainya), serta memiliki kemampuan menggambarkan apa
yang mereka lihat secara akurat dan penuh ketelitian. Bila diamati dalam
keseharian, kita akan bisa melihat bahwa anak-anak yang cerdas visual-
spasial senang dengan kegiatan menggambar dan melukis, bermain
lilin/malam, puzzle, melihat-lihat peta atau foto, mencari jejak/petak umpet,
dsb.

Kecerdasan ganda (multiple intelligences) saat ini sedang berkembang,


salah satunya kecerdasan visual-spasial. Penelitian yang dilakukan oleh
Ozlem (2015), menyebutkan bahwa “the students who have high
mathematical success have more success in spatial visualization success than
others” yang berarti bahwa siswa yang mempunyai kesuksesan dalam
matematika mempunyai kemampuan visual-spasial yang lebih daripada siswa
lain. Howard Gardner menguraikan deskripsi tentang kecerdasan visual-
spasial adalah kemampuan memahami, memproses, dan berpikir dalam
bentuk visual. Siswa dengan kemampuan ini mampu menerjemahkan bentuk
gambaran dalam pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.

Menurut Gardner (dalam Armstrong, 2013, hlm. 7) “kecerdasan ini


melibatkan kepekaaan terhadap garis, bentuk, ruang, dan hubungan-hubungan
yang ada di antara unsur-unsur ini”. Hal tersebut mencakup kemampuan
untuk memvisualisasikan, mewakili ide-ide visual atau spasial secara grafis,
dan mengorientasikan diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial. Menurut

4
Olivia dan Ariani (2009, hlm. 82) kecerdasan visual spasial adalah
“kemampuan berpikir menggunakan visual atau gambar dan membayangkan
dalam pikiran dalam bentuk dua atau tiga dimensi”. Safaria (2005, hlm. 18)
mengemukakan kecerdasan visual spasial “akan menunjukkan kemampuan
anak dalam memahami perspektif ruang dan dimensi”.

Berdasar sejumlah pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa


kecerdasan visual spasial adalah suatu kecerdasan yang dimiliki oleh
seseorang untuk memahami sesuatu dengan memvisualisasikan menggunakan
indera penglihatan, baik yang berupa bentuk, warna, dan ruang.

Menurut Suyadi (2009, hlm. 201) perkembangan kecerdasan visual


spasial pada anak usia lima sampai enam tahun, antara lain:

1. Mampu menghitung dengana cara menawang atau mencongkak.


2. Mampu membuat benda seperti yang tergambar dalam pikirannya.
3. Mampu mengarang cerita pendek

Menurut Gardner (dalam Musfiroh, 2008, hlm. 4.14) kecerdasan visual


spasial anak “dapat dikembangkan dengan berbagai cara, meliputi bermain,
menggambar atau melukis, mewarnai, karyawisata, imajinasi, bercerita,
proyek, dan dekorasi permainan”. Cara yang dimaksud adalah untuk
pengenalan informasi visual, pengenalan dan pemandu warna,
mengembangkan kemampuan menggambar, apersepsi gambar, foto, film,
kemampuan konstruksi, penajaman kemampuan visual, dan pengembangan
imajinasi.

Anak memiliki kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar


dan ruang secara akurat. Menurut Sefrina (2013, hlm. 59) “anak dengan
kecerdasan visual spasial menonjol memiliki ciri yang berhubungan dengan
gambar dan ruang”. Ciri pertama yang mudah diamati anak sering kali dapat
menceritakan objek yang ditemuinya dengan sangat mendetail, mulai dari
bentuk, warna, ukuran hingga bagian-bagian dari objek tersebut.

Terdapat ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan visual spasial, yakni:

1. Menyukai bidang seni rupa, seperti lukisan, patung, dan sebagainya.

5
2. Dapat mengembangkan gambaran dalam sesuatu ruang dari beberapa
sudut yang berbeda.
3. Menyukai bacaan yang penuh oleh gambar-gambar berwarna.

Sedangkan menurut Gunawan (2003, hlm. 123) ciri-ciri kecerdasan


visual spasial yang berkembang baik, di antaranya:

1. Belajar dengan cara melihat dan mengamati, seperti mengenali wajah,


objek, bentuk, dan warna.
2. Mampu mengenali suatu lokasi dan mencari jalan keluar.
3. Mengamati dan membentuk gambaran mental, berpikir dengan
menggunakan gambar, dan menggunakan bantuan gambar untuk
membantu proses mengingat.
4. Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual.
5. Suka mencoret-coret, menggambar, melukis, dan membuat patung.
6. Suka menyusun dan membangun permainan tiga dimensi, mampu secara
mental mengubah bentuk suatu objek.
7. Mempunyai kemampuan imajinasi yang baik.

Menurut Gardner (dalam Musrifoh, 2008, hlm. 4.4) komponen inti dari
kecerdasan visual spasial adalah “kepekaan pada garis, warna, bentuk, ruang,
keseimbangan, bayangan, harmoni, pola, dan hubungan antar unsur tersebut”.
Komponen lainnya adalah kemampuan membayangkan, mempresentasikan
ide secara visual dan spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat.
Komponen inti dari kecerdasan visual spasial benar-benar bertumpu pada
ketajaman melihat dan ketelitian pengamatan.

Indikator kecerdasan visual spasial anak menurut Gardner (dalam


Musfiroh, 2008, hlm. 4.7) sebagai berikut:

1. Anak menonjol dalam kemauan menggambar, mampu menunjukkan detail


unsur daripada anak lainnya.
2. Anak memiliki kepekaan terhadap warna, cepat mengenali warna, dan
mampu memadukan warna dengan lebih baik daripada anak-anak
sebayanya.

6
3. Anak suka menjelajah lokasi di sekitarnya, serta cepat menghafal letak
benda-benda.
4. Anak menyukai balok atau benda lain untuk membuat suatu bangunan
benda, seperti mobil, rumah, pesawat, atau apapun yang diinginkan anak.
Begitu melihat bangun geometri, anak tertarik untuk segera memuat
konstruksi.
5. Anak suka melihat-lihat dan memperhatikan buku yang berilustrasi atau
buku-buku penuh gambar.
6. Anak suka mewarnai berbagai gambar yang ada di buku, menebalkan
garisnya, dan menirunya.
7. Anak menikmati bermain kolase dari berbagai unsur, membuat benda dari
lilin atau sejenisnya.
8. Anak memperhatikan berbagai jenis grafik, peta, dan diagram, serta
menanyakan nama dan maksud bentuk-bentuk informasi tesebut sementara
anak sebayanya kurang antusias.
9. Anak menikmati foto-foto di album dan cepat mengenali orang-orang atau
benda-benda di foto, tertarik dengan kamera dan ingin menggunakannya,
serta dapat mengarahkan kamera pada objek yang dikehendaki.
10. Anak banyak bercerita tentang mimpinya dan dapat menunjukkan detail
mimpi daripada anak-anak sebayanya.
11. Anak tertarik pada profesi yang terkait dengan penggunaan kecerdasan
visual spasial secara optimal, seperti pelukis, fotografer, arsitek, perancang
busana, pilot, penjelajah ruang angkasa, atau karier lain yang berorientasi
visual spasial.
12. Anak dapat merasakan pola-pola sederhana dan mampu menilai pola mana
yang lebih bagus dari pola lainnya.

B. Profil Leonardo da Vinci


Leonardo da Vinci Universal Genius asal Italy IQ 220
Leonardo da Vinci (15 April 1452 – 2 Mei 1519) adalah arsitek,
musisi, penulis, pematung, dan pelukis Renaisans Italia. Ia digambarkan
sebagai arketipe “manusia renaisans” dan sebagai jenius universal. Leonardo

7
terkenal karena lukisannya yang piawai, seperti Jamuan Terakhir dan Mona
Lisa. Ia juga dikenal karena mendesain banyak ciptaan yang mengantisipasi
teknologi modern tetapi jarang dibuat semasa hidupnya, sebagai contoh ide-
idenya tentang tank dan mobil yang dituangkannya lewat gambar-gambar
dwiwarna.Selain itu, ia juga turut memajukan ilmu anatomi, astronomi, dan
teknik sipil bahkan juga kuliner.

Kegeniusan Leonardo terlihat dari banyaknya bidang yang ia kuasai.


Ia adalah pelukis, pematung, penemu, peneliti, ahli permesinan, ahli anatomi,
matematika, ahli tumbuh-tumbuhan dan binatang, optik, aerodinamik, bahkan
pemusik handal. Ia belajar tanpa ada batasnya. Tentu saja ini tidak berat
karena ia tidak bekerja keras, ia hanya “bersenang-senang”. Untuk melukis
manusia, ia secara khusus mempelajari anatomi tubuh manusia.

Leonardo mungkin adalah pembelajar paling gila. Saat mempelajari


anatomi, ia suka pergi malam-malam, membongkar kuburan, dan mengambil
mayat orang tidak dikenal yang sudah hampir busuk dan membedahnya.
Kadang ia melakukannya di rumah sakit yang memberinya izin. Ia benar-
benar ingin tahu mengapa tubuh manusia berbentuk seperti itu. Dengan
begitu, ia bisa makin detail dalam membuat lukisannya.

C. Hasil Jurnal

Judul jurnal : Profil Kecerdasan Visual-Spasial pada siswa kelas IX


SMPN 01 Mojolaban berdasarkan perbedaan jenis
kelamin

Jenis Jurnal : Jurnal Pendidikan

Hal : Hal 547-556 November 2016

Penulis Jurnal : Ria Wahyu Wijayanti, Imam Sujadi, Sri Subanti

Pendahuluan :

Kecerdasan ganda (multiple intelligences) saat ini sedang


berkembang, salah satunya kecerdasan visual-spasial. Penelitian yang

8
dilakukan oleh Ozlem (2015), menyebutkan bahwa “the students who
have high mathematical success have more success in spatial
visualization success than others” yang berarti bahwa siswa yang
mempunyai kesuksesan dalam matematika mempunyai kemampuan
visual-spasial yang lebih daripada siswa lain. Howard Gardner
menguraikan deskripsi tentang kecerdasan visual-spasial adalah
kemampuan memahami, memproses, dan berpikir dalam bentuk
visual. Siswa dengan kemampuan ini mampu menerjemahkan bentuk
gambaran dalam pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar
geometri. Hasil laporan Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) 2011 juga masih rendah. Kenyataan tersebut
juga dialami oleh siswa-siswa di SMP Negeri 1 Mojolaban. Peneliti
melakukan pra-observasi dengan mewawancarai beberapa siswa kelas
IX. Beberapa subjek dapat menyebutkan unsur-unsur kubus yaitu
rusuk, sisi, diagonal bidang, namun kesulitan dalam menyebutkan
diagonal ruang dan bidang diagonal. Siswa juga masih kesulitan dalam
menjelaskan sifat-sifat kubus dan konsep tentang diagonal bidang
maupun diagonal ruang kubus. Bahkan, ada siswa yang menyatakan
bahwa sisi kubus pada gambar yang dilihatnya berbentuk jajar genjang
atau belah ketupat.

Metode Penelitian :

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif


eksploratif. Teknik pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah
snowball sampling. Peneliti memilih satu orang siswa dari masing-
masing jenis kelamin sehingga terpilih dua siswa sebagai informan
pertama dari setiap kategori jenis kelamin. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara berbasis tugas, yaitu
subjek diberi tes kecerdasan visual-spasial I, kemudian untuk setiap
indikator yang akan dikaji diadakan wawancara mendalam untuk
mendapatkan data I tentang profil kecerdasan visual-spasial siswa.
Setelah diperoleh data I, kemudian dilakukan wawancara berbasis

9
tugas II untuk memperoleh data II. Data I dan II kemudian
ditriangulasi waktu, yaitu dengan cara membandingkan data I dan II
dalam kurun waktu yang berbeda dengan masalah yang isomorfik
untuk memperoleh data yang valid. Data yang valid tersebut digunakan
untuk mengetahui profil kecerdaan visual-spasial siswa pada masing-
masing subjek penelitian pada tiap karakteristik, yaitu
pengimajinasian, pencarian pola, penyelesaian masalah, dan
pengkonsepan.

Hasil dan Pembahasan :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan soal


geometri ruang: (1) siswa perempuan mampu menemukan suatu pola
dari permasalahan, menyelesaikan suatu permasalahan dengan
berbagai macam strategi secara tepat, dan dapat menemukan konsep
suatu permasalan serta mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan
sebelumnya, dan (2) siswa laki-laki mampu mengimajinasikan suatu
permasalahan secara tepat.

Penutup :

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, diperoleh simpulan


sebagai berikut :

1. Profil kecerdasan visual-spasial siswa perempuan kelas IX SMP


Negeri 1 Mojolaban dalam memecahkan masalah geometri ruang,
yaitu sebagai berikut : siswa perempuan mampu menemukan suatu
pola dari permasalahan yang diberikan, mampu menyelesaikan
permasalahan dengan berbagai macam strategi penyelesaian
masalah secara tepat, serta dapat menemukan konsep permasalahan
dan mengaitkannya dengan pengetahuan sebelumnya .
2. Profil kecerdasan visual-spasial siswa laki-laki kelas IX SMP
Negeri 1 Mojolaban dalam memecahkan masalah geometri ruang,
yaitu sebagai berikut : siswa laki-laki mampu mengimajinasikan

10
suatu permasalahan dengan tepat serta dapat menemukan suatu pola
dari permasalahan tersebut.
Saran
1. Siswa laki-laki yang kurang baik dalam penyelesaian masalah dan
pengonsepan sebaiknya lebih termotivasi dalam menyelesaikan
permasalahan matematika, siswa diharapkan lebih memaknai
pembelajaran yang diberikan di kelas agar materi yang diterima dapat
bermakna dan dapat digunakan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan matematika berikutnya,
2. Siswa perempuan yang kurang dalam pengimajinasian sebaiknya
mengasah imajinasinya dengan sering berlatih soal-soal yang berkaitan
dengan visualisasi gambar agar dapat mengasah imajinasinya menjadi
lebih baik.
3. Guru harus memberikan perhatian dan motivasi bagi siswa laki–laki
agar lebih teliti dalam menyelesaikan masalah matematika dan
memberikan pembelajaran yang lebih bermakna agar siswa dapat
menggunakan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
4. Guru dapat mengembangkan model pembelajaran yang memanfaatkan
kecerdasan visual-spasial siswa.
D.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

12
DAFTAR RUJUAKAN

Herlina. Anak Berbakat. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.


PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/DD-TM6ANAK BERBAKAT.pdf.
Online Diakses 11 Februari 2019.

Hawadi, Reni Akbar. 2014. Akselerasi, A-Z Informasi Pecepatan Belajar dan Anak
Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.

Siddiq, Rizki. 2018. Kecerdasan Visual Spasial.


http://www.tintapendidikanindonesia.com/2018/03/kecerdasan-visual-spasial.html.
Online Diakses 8 Maret 2019

Wijayanti. 2016. Profil Kecerdasan Visual-Spasial Pada Siswa


Kelas IX Smpn 1 Mojolaban Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin.
jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snmpm/article/download/10864/7760. Online Diakses
8 Maret 2019

Clements, D.H. & Battista, M.T. (1992), Geometry and spatial reasoning. In D. A.
Grouws (Ed.) Handbook of research on mathematics teaching and learning. NY:
Macmillan
McNulty, Kathleen P. (2007). Gender Difference in Spatial Abilities: A Meta-
Analysis. Senior Thesis: Psychology of Georgia Institute of Technology. Scholarly
Materials and Research at Tech. Diakses 20 Agustus 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai