Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLID

SKINPAS PASTA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. Apriella Kartika Sari


2. Erlina Permatasuri
3. Evi Dian Sukmarini
4. Feny Trianingsih
5. Nur Afiah
6. Qonitah Khalda

LABORATORIUM FARMASETIKA

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


POLTEKKES GENESIS MEDICARE
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Teknologi Semi
Solid yaitu “ Pasta “. Dan kami juga berterima kasih pada Ibu Apt. Widyani
Budiarti,S.Farm., M.Farm selaku Dosen mata kuliah Laporan Praktikum Teknologi Semi
Solid yang telah membimbing materi ini kepada kami.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dan dimengerti. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini masih terdapat kekurangan – kekurangan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan terima kasih.

Depok, Januari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk
sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim,
salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya
yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli
farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan
demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir
kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar
dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan
dikombinasikan dengan baik dan benar.
1.2 Tujuan
• Mengetahui langkah-langkah cara pembuatan sediaan pasta yang baik dan tepat.
1.3 Manfaat
• Dapat memahami langkah-langkah dalam pembuatan sediaan pasta.
• Untuk dapat mengaplikasikan metode pembuatan pasta.
• Untuk menambah wawasan dan ketrampilan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pasta merupakan sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang
ditujukan untuk pemakaian luar/ topikal. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat
yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan
bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Pasta ini
serupa dengan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal,
karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi. Digunakan sebagai
antiseptik atau pelindung kulit.
2.2 Bahan Dasar Pasta
Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah vaselin, lanolin, adeps lanae, ungt.
Simplex, minyak lemak dan paraffin liquidum yang sudah atau belum bercampur dengan
sabun. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air misalnya pasta Na-
karboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya Zinc
oksida, merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh, berfungsi sebagai
lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
2.3 Karakteristik Pasta
2.4 Karakteristik dari sediaan pasta yaitu meliputi:
• Daya absorbsi pasta lebih besar.
• Sering digunakan untuk mengabsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian.
• Tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu.
• Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
• Konsistensi lebih kenyal dari unguentum.
• Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum.
• Memiliki presentase bahan padat lebih besar daripada salep yaitu mengandung
bahan serbuk (padat) antara 40%-50%.
2.5 Basis Pasta
1. Basis hidrokarbon, karakteristik :
• Tidak diabsorpsi oleh kulit
• Inert
• Tidak tercampur dengan air
• Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air &
meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan absorbsi obat melalui kulit.
2. Basis absorpsi, karakteristik :
• Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah air dan larutan air.
• Larut air
Contoh: PEG
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Pasta
Kelebihan pasta:
• Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk luka akut
dengan tendensi mengeluarkan cairan.
• Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya kerja
lokal.
• Konsentrasi lebih kental dari salep.
• Daya absorbsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan dengan
sediaan salep.
Kekurangan Pasta:
• Tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
• Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis.
• Dapat menyebabkan iritasi kulit.
2.7 Evaluasi Sediaan Pasta
Untuk mengetahui kestabilan sediaan pasta, perlu dilakukan beberapa pengujian, yakni:
1. Organoleptik, merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan pancaindra untuk
mendiskripsikan bentuk atau konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair), warna
(misalnya kuning, coklat) dan bau (misalnya aromatik, tidak berbau).
2. pH, prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan pengukuran aktivitas ion
hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter
3. Viskositas, viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya.
4. Penghamburan/ daya sebar, uji penghamburan diartikan sebagai kemampuan untuk
disebarkan pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan Extensometer. Caranya yakni
salep dengan volume tertentu dibawa ke pusat antara dua lempeng gelas, lempeng
sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani oleh peletakan dari anak timbang.
Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pembebanan
menggambarkan suatu karakteristik untuk daya hambur (Voigt, 1994).
5. Resitensi panas, uji ini untuk mempertimbangkan daya simpan suatu sediaan salep
atau gel dalam daerah iklim dengan perubahan suhu (tropen) nyata dan terus
menerus. Caranya yakni salap dalam wadah tertutup diulang dan ditempatkan dalam
pertukaran kontinue suhu yang berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 370C dan 4 jam
pada 400C) dan ditentukan waktunya.
2.8 Monografi Bahan
1. Zincy Oxyd, Zink Oxyda (FI III 636)
• Pemerian: Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak
berbau, tidak berasa, lambat laun menyerap CO2 dalam udara.
• Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam
mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida.
• Identifikasi: Panaskan dengan kuat zat akan berwarna kuning jika didinginkan
hilang
• Khasiat: Antiseptik lokal.
2. Acid Salicyl (FI III hal. 56 dan FI IV hal. 51)
• Pemerian: Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus, atau serbuk hablur
halus putih, rasa agak manis, tajam dan stabil diudara. Bentuk sintesis berwarna
putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisil alami dapat berwarna
kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol.
• Kelarutan: Sukar larut dalam air, benzena, mudah larut dalam etanol, eter, larut
dalam air mendidih.
• Khasiat: Antifungi, keratolitik.
3. Amylum Tritici, Pati Gandum (FI IV 109)
• Pemerian: Serbuk sangat halus, putih.
• Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.
• Identifikasi: Panaskan sampai mendidih selama 1 menit suspensi 1 gr dalam 50
ml air, dinginkan terbentuk larutan kanji ancer, campur 1 ml larutan kanji yang
diperoleh pada identifikasi di atas dengan 0,05 iodium 0,005 M, terjadi warna biru
tua yang hilang pada pemanasan dan timbul pada pendinginan.
• Khasiat: Zat tambahan, penyekat.
4. Vaselin Flava, Vaselin Kuning (FI III 633)
• Pemerian: Masa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning, sifat ini
tetap setelah zat dilebur dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Tidak berbau
hampir tidak berasa.
• Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform,
dalam eter, dan dalam eter minyak tanah.
• Khasiat: Zat tambaahan, basis.
BAB III
ISI

3.1 Formula :
Formula dibuat 10 Gram
Tiap 10 g mengandung :
R/ Acidum Salicyclicum 200 mg
Zincoxydum 2,5 g
Amylum Tritici 2,5 g
Vaselinum Flavum ad 10 gram
3.2 Alat dan Bahan
A. Bahan :
1. Acidum Salicylicum
2. Zinc oxyd
3. Amulum tritici
4. Vaselin flavum
B. Alat :
1. Cawan porselen
2. Mortir dan stamper
3. Gelas ukur
4. Waterbath
5. Batang pengaduk
6. Stopwatch
7. Alat Evaluasi sediaan
8. Spatel Logam
9. Penjepit kayu
10. Ekstenosmeter
3.3 Perhitungan Bahan
- Acid salicyl 200mg = 0,2gr/10gr x 10gr = 0,2gr

- Zinc oxyd 2,5gr = 2,5gr/10gr x 10gr = 2,5gr

- Amylum tritici 2,5gr = 2,5gr/10gr x 10gr = 2,5gr


- Vaselin flavum ad 10gr = 10gr – (0,2gr+2,5gr+2,5gr) = 4,8gr
3.4 Penimbangan bahan :
Untuk pembuatan 6 sediaan salep @ 10 gram :
- Acid salicyl 0,2gr x 6 = 1,2 gr

- Zinc oxyd 2,5gr x 6 = 15gr

- Amylum tritici 2,5gr x 6 = 15 gr

- Vaselim flavum 4,8gr x 6 = 28,8gr

3.5 Prosedur Kerja


• Menyiapkan alat dan bahan
• Timbang semua bahan yang dibutuhkan
• Melelehkan vaselinum flavum
• Mengayak ZnO
• Mencampurkan ZnO bersama asam salisilat
• Menyampurkan serbuk dengan lelehan vaselin flavum.
3.6 Evaluasi sediaan
1. Organoleptis meliputi:
• Bentuk :
• Bau :
• Warna :
• Tekstur Pasta :
2. Uji pH
• Kertas pH dimasukkan ke dalam sediaan, ditunggu beberapa saat
• Diamati kertas pH
• Dibandingkan indikator pH
• Diamati warna yang terjadi, tulis hasil pH
3. Uji Homogenitas
• Oleskan sediaan pada objek glass
• Amati apakah terdapat partikel yang tidak merata
• Homogen atau tidak
4. Uji Daya Lekat
• Sediaan ditimbang 0,5 gram
• Diletakkan pada objek glass
• Tutup objek dengan tutup objek pada alat uji daya lekat
• Tambahkan beban 500 gram
• Didiamkan selama 1 menit
• Setelah 1 menit diturunkan beban, ditarik tuasnya, dan catat waktunya
5. Uji Daya Proteksi
• Ambil kertas saring diukur 10 cm x 10 cm 1 buah basahi dengan indicator PP
dikeringkan
• Ambil kertas saring lagi ukur 2,5 cm x 2,5 cm sebanyak 12 buah basahi dengan
indicator PP dikeringkan.
• Setelah kering kertas saring ukuran 10 cm x 10 cm diolesi dengan sediaan, kemudian
kertas saring ukuran 2,5 cm x 2,5 cm ditempelkan di atasnya.
• Tetesi kertas saring dengan KOH pada kertas saring yang berukuran kecil, diamati
pada 5, 10, 15, 30, 45, 60 detik. Jika tidak ada noda merah berarti sediaan dapat
memberikan proteksi terhadap cairan.
6. Uji Daya Sebar
• Sediaan di timbang 0,5 gram
• Diletakkan ditengah alat ekstensometer, ditimbang dulu penutup kaca ekstensometer
• Kemudian diletakkan di ekstensometer dan ditutup dibiarkan selama 1 menit.
• Diukur berapa diameter yang menyebar dengan mengambil panjang rata-rata
diameter dari beberapa sisi.
• Ditambahkan beban 50 gram diamkan selama 1 menit dan catat diameter sediaan
yang menyebar seperti sebelumnya.
• Diteruskan dengan menambahkan beban lagi seberat 50 gram dan catat diameter
sediaan yang menyebar setelah 1 menit dibiarkan sama seperti sebelumnya.
7. Uji Tipe Pasta
• Sediaan dioleskan pada preparat
• Ditetesi dengan 1 tetes metilen blue
• Tutup dengan objek glass
• Diamati dengan mikroskop

3.7 Persiapan Kemasan


3.7.1 Wadah : Pot Plastik

3.7.2 Kemasan

3.7.3 Brosur
3.7.4 Label

3.8 Hasil
3.8.1 Uji Organoletik :

Bentuk : Setengah padat

Warna : Kuning

Bau : Tidak berbau

Rasa : Pahit
3.8.2 Uji pH :
Uji Asam Basa

Lakmus Merah Merah

Lakmus Biru Merah

pH 6

Uji pH yang menghasilkan pH 6 dan hal ini sudah sesuai dengan pH kulit yaitu 4,2 – 6,5. Hal
ini sudah benar dikarenakan oleh sanitasi dan hygiene dari personil dan peralatan yang sudah
benar. Kandungan bahan pendapar asam dan basa yang sudah seimbang. Kesesuaian pH kulit
dengan pH sediaan topical mempengaruhi penerimaan kulit terhadap sediaan. Sediaan topical
yang ideal adalah tidak mengiritasi kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar apabila
sediaan terlalu asam atau terlalu basa.

3.8.3 Uji Homogenitas :


Uji homogenitas menghasilkan sediaan yang homogen, hal ini dikarenakan penggerusan
asam salisilat dibantu dengan spiritus fortiori serta penggerusan yang baik dan merata
sehingga menghasilkan sediaan yang homogen.

3.8.4 Uji Daya Lekat :


Pengujian daya lekat dimaksudkan untuk melihat berapa lama kemampuan salep untuk
melekat. Hasil pengujian daya lekat menunjukkan bahwa daya lekat dari salep lebih dari 30
menit pada semua konsentrasi. Syarat untuk daya lekat pada sediaan topikal adalah tidak
kurang dari 4 detik. Hal ini menunjukkan sediaan salep memenuhi persyaratan daya lekat.

3.8.5 Uji Daya Sebar :


Pada pengujian daya sebar menghasilkan tanpa diberi beban 3,5 cm ; diberi penambahan
beban 50 gram 3,75 cm ; ditambah kembali menjadi 100 gram menjadi 3,9 cm dan terakhir
diberi beban 150 gram menjadi 4,1 cm. Persyaratan daya sebar untuk sediaan topical yaitu
sekitar 5 – 7 cm, maka berdasarkan hasil uji daya sebar pada sediaan dapat dikatakan bahwa
sediaan sudah memenuhi syarat daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan
kontak antara obat dengan kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit berlangsung
cepat.
3.8.6 Uji Tipe Pasta :
Uji tipe pasta, jika berdasarkan dari basis yang digunakan yaitu dasar salep hidrokarbon yang
dikenal sebagai dasar salep berlemak yakni vaselin flavum Maka sediaan kami dikategorikan
sebagai salep hidrofobik yaitu sediaan yang tidak suka air dan tidak dapat dicuci dengan air.

3.8.7 Uji Daya Proteksi :


Uji kemampuan proteksi yang menghasilkan 42 detik. Hasil pengujian kemampuan proteksi
menunjukkan noda merah pada salep Asam Salisilat. Noda merah yang seharusnya terbentuk
kurang dari 1 menit setelah penambahan larutan KOH. Basis pasta yang baik dapat
melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam – basa, debu dan sinar matahari pada waktu
pengobatan, ditandai dengan tidak terbentuknya noda merah setelah penambahan KOH,
sedangkan terbentuknya noda merah pada salep Asam Salisilat dikarenakan zat aktif dari
salep yang bereaksi dengan KOH, pengolesan pasta yang kurang merata, pengeringan kertas
saring yang ditetesi larutan PP yang belum kering sempurna. Maka solusinya harus
diperhatikan lagi pengolesan pasta secara benar merata, dan pengeringan kertas saring yang
harus lebih diperhatikan lagi.
BAB IV

PEMBAHASAN

Menurut FI edisi III pasta adalah sediaan berupa massa lembek yang dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Biasanya pasta diluar dengan mencampurkan bahan obat berbentuk
serbukdalam jumlah besar dengan vaselin album atau paraffin cair atau dengan bahan dasar
tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilago, atau sabun. Sediaan berupa pasta ini
digunakansebagai antiseptik atau pelindung. Sedangkan menurut FI edisi IV pasta adalah
sediaan semi padat yang mengandung satuatau lebih bahan obat yang digunakan untuk
pemakaian topical. Biasanya pasta mengandungserbuk sampai 50%, sehingga pasta lebih
kaku dan kental serta kurang berminyak biladibandingkan dengan salep. Pasta tidak melebur
pads suhu tubuh dan memberikan perlindungan berlebih pada daerah dimana pasta
digunakan. Ada 5 hal yang membedakan pasta dengan salep, antara lain :

1. Persentase bahan padat pada pasta lebih besar sehingga menjadi lebihkental dan kaku
dibandingkan salep.
2. Daya serap pasta lebih besar, karena persentase bahan padatnya lebihtinggi.
3. Pasta lebih sering digunakan untuk mengadsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat
pemakaian
4. Pasta cocok untuk luka akut
5. Pasta tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

1. Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang
ditujukan untuk pemakaian luar/topikal.
2. Karakteristik dari sediaan pasta adalah daya absorbsi pasta lebih besar, sering
digunakan untuk mengabsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian, tidak
sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu, mengandung satu atau lebih bahan obat yang
ditujukan untuk pemakaian luar/topikal, konsistensi lebih kenyal dari unguentum, tidak
memberikan rasa berminyak seperti unguentum, dan memiliki persentase bahan padat
lebih besar daripada salep yaitu mengandung bahan serbuk (padat) antara 40%-50%.
3. Pasta terdiri dari 4 macam yaitu pasta berlemak, pasta kering, pasta pendingin, dan
pasta dentifriciae (pasta gigi).
4. Formulasi pasta adalah biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang
berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau paraffin cair atau dengan
bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, musilago, atau sabun.
5. Basisnya terdiri dari basis hidrokarbon, basis absorbs, dan larut air.
6. Keuntungan dari pasta adalah mengikat cairan sekret (eksudat), tidak mempunyai daya
penetrasi gatal dan terbuka, lebih melekat pada kulit sehingga kontaknya dengan
jaringan lebih lama, konsentrasi lebih kental dari salep, daya adsorpsi sediaan pasta
lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan dengan sediaan salep. Sedangkan
kerugian dari pasta adalah karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta
pada umumnya tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu, dapat
mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis, dan dapat menyebabkan iritasi
kulit.
5.2 Saran

1. Sebaiknya obat digunakan sehabis mandi, dioleskan 3x sehari secukupnya pada bagian
yang luka atau gatal. Atau sebelum dioleskan, bagian yang hendak dioleskan dicuci
terlebih dahulu.
2. Dalam membuat sediaan pasta harus berdasarkan peraturan - peraturan dalam
buku panduan agar salep yang kita buat dapat digunakan tanpa mengurai khasiat dari
zat akif tersebut.
3. Perlunya mengetahui sifat atau kelarutan dari zat aktif yang akan digunakan agar kita
dapat menentukan dasar salep yang sesuai sehingga sediaan yang dibuat menghasilkan
sediaan yang stabil dan homogen.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Mohammad. 1993. Farmasetika. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

www.google.com www.wikipedia.com www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai