Anda di halaman 1dari 21

MATERI QUALITY CONTROL

PENGETAHUAN GARMENT, PRODUK GARMEN, Dan Standard Kualitas Produk Garmen

A. Klasifikasi Produk Garment

Seorang Quality Control produk garmen harus mengetahui dan memahami berbagai macam
produk garmen. Saat ini banyak sekali dapat kita temui berbagai macam produk garmen yang ada
di pasaran, mulai yang dijual di toko-toko kecil sampai departemen store dan supermarket seperti
di malmal, dan lain sebagainya. Jika kita klasifikasikan, berbagai macam produk garmen tersebut
dapat kita kategorikan sebagai berikut:

No Kategori Macam Produk Garment


1 Berdasarkan usia pemakai Busana bayi, busana anak, busana remaja dan
busana dewasa
2 Berdasarkan jenis kelamin pemakai Busana pria dan busana wanita
3 Berdasarkan kesempatan Busana pesta, busana casual, busana pantai,
pemakaian busana renang, busana kerja, busana tidur,
busana olahraga, busana pengantin, busana
wisuda dan lain sebagainya
4 Berdasarkan posisi pemakaian di Busana atasan, busana bawahan, busana
badan dalam, dan busana luar.
5 Berdasarkan lokasi pemakaian Busana luar angkasa, busana dalam air
(penyelam), busana kutub, dan busana gunung.
6 Berdasarkan profesi pekerjaan Pakaian tentara/polisi, pakaian pilot, pakaian
(pakaian seragam) sulap, pakaian pembalap, pakaian dokter,
pakaian pramugari/pramugara, pakaian 42
pegawai bank, pakaian guru/dosen, pakaian
seragam sekolah, dan sebagainya
7 Berdasarkan musim/waktu Pakaian musim dingin, pakaian musim panas,
pakaian musim semi, pakaian musim gugur
8 Berdsarkan asal bahan Pakaian dari bahan tenunan, pakaian dari
bahan rajutan, pakaian dari kulit binatang,
pakaian dari bahan non woven, pakaian dari
bahan kombinasi dan lain sebagainya
9 Berdasarkan kepercayaan atau Busana muslim, busana kesusteran, busana
agama pemakai pendeta, busana biksu, dan lain sebagainya
sebagai identitas agama
10 Busana suku/negara Busana China, busana Jepang, busana Korea,
busana India, busana Thailand, busana Jawa,
busana Melayu, busana Batak, dan busana
daerah dan negara lainnya
11 Berdasarkan warna dan motif Busana batik, busana lurik, busana polos,
busana motif

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
12 Berdasarkan model produk garmen Busana kemeja, gaun, jaket, celana panjang,
celana pendek, legging, kaos, jas, blazer, vest,
sweater, rok, kebaya, lingeri, dan sebagainya.
13 Berdasarkan aktivitas manusia Pakaian formal (formal wear), pakaian santai
(casual wear), dan pakaian aktif (active wear)

B. Karakteristik Produk Garment

Berdasarkan pengklasifikasian produk garmen yang telah dijelaskan sebelumnya, maka berikut
akan dipaparkan tentang karakteristik berbagai macam produk garmen berdasarkan aktivitas
manusia, yaitu sebagai berikut:

No Macam Produk Garment Karakteristik


1 Pakaian Formal (Formal Wear)  Digunakan untuk acara formal resmi,
seperti ke pesta, ke kantor, menghadiri
acara kenegaraan, dan acara resmi
lainnya.
 Pada umumnya terbuat dari bahan
tenunan, bisa berasal dari wool, sutera,
serat sintetis, ataupun katun.
 Model pakaiannya seperti: kemeja, jas,
blazer, rok/gaun, dan celana panjang.
 Untuk pria biasanya menggunakan
dasi yang pada umumnya dipadu
padan dengan sepatu pantofel atau
highheel.
 Untuk wanita dapat dilengkapi dengan
banyak hiasan dan pernak-pernik
 Pakaian formal ini umumnya mewah,
rapi, dan elegan.
2 Pakaian santai (casual wear):  Dikenakan sehari hari di rumah atau di
luar aktivitas acara resmi/formal.
 Umumnya dipakai ketika tidak bekerja
di kantor atau acaraacara tidak resmi.
 Modelnya trendy dan sporty seperti
padu padan celana katun, capri, celana
kolor, celana pendek dan jeans dengan
t-shirt, kaos, jumper, polo, dan lainnya
dengan mengenakan sandal atau sepatu
olahraga maupun sepatu kets.
 Dipakai di berbagai kesempatan
seperti berkumpul dengan teman-
teman, acara keluarga, olahraga

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
ringan, nonton dan aktivitas harian
lainnya.
 Umumnya terbuat dari bahan serat
selulosa dan campurannya dengan
kontruksi tenun ataupun rajut.
3 Pakaian aktif (active wear):  Digunakan untuk aktivitas manusia
dengan banyak gerak seperti kegiatan
olahraga dan bekerja dengan aktivitas
gerak tubuh yang sangat dinamis.
 Bahan yang digunakan umumnya
mulur dan elastis.
 Jenis bahan tergantung dimana
aktivitas dilakukan: di darat, air
ataupun udara.
 Untuk kegiatan darat umumnya terbuat
dari bahan rajutan dan serat selulosa
dan campurannya.
 Untuk kegiatan di udara dan air
umumnya terbuat dari bahan non
woven dengan kombinasi bahan
campuran atau murni serat sintetis.
 Sering juga digunakan sebagai pakaian
kasual biasa khususnya untuk pakaian
aktivitas di darat.

C. Standar Kualitas Produk Garmen

Produksi garmen diawali dengan penentuan spesifikasi produk sebagai acuan standar mutu
produksi. Spesifikasi ini dapat ditentukan sendiri oleh produsen berdasarkan permintaan buyer
atau hasil negosisasi antar buyer dan pihak yang memproduksi garmen. Pada produksi garmen
secara masal untuk produk yang memiliki branding mendunia, standar produksi ditentukan
dengan standar produk dan standar pengujian pada kualitas bahan, proses dan produk jadi.
Beberapa contoh ketentuan spesifikasi standar produk garmen ini dapat dilihat pada contoh
purchase order (PO) produk garmen berikut ini:

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Gambar Contoh Purchase Order (PO) Produksi Garmen

Standar kualitas produk garmen tersebut di atas dapat dilihat dari aspek yang ditentukan yaitu
mulai dari komposisi serat, kekuatan jahitan, jumlah stitching, ketahanan luntur warna, kekuatan kancing
dan risluting dan lainnya dengan mencantumkan metode pemeriksaan dengan standar pengujian yang
harus digunakan. Oleh karena itu, di dalam purchasing order (PO) produk garmen setidaknya memuat:

1. Spesifikasi bahan untuk produk garmen baik bahan utama, pelengkap maupun pelapis: warna,
gramasi, dimensi dan standar kualitas yang ditetapkan
2. Style/model busananya (garmen)
3. Standar ukuran dan toleransinya
4. Standar jahitan
5. Sampel bahan, asesoris dan lainya
6. Ketentuan lain misalnya ketentuan jenis mesin-mesin poduksi yang harus digunakan, acuan standar
pengujian kualitas dan lain sebagianya.
Setiap aspek standar kualitas/ mutu produk garmen yang tertuang dalam PO (purchase order) tersebut
harus dapat dipenuhi. Oleh karena itu untuk memenuhi standar kualitas/mutu produk garmen ini, maka
perlu dilakukan pengelolaan mutu dan melakukan pengujian-pengujian terhadap mutu/kualitas bahan-

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
bahan tekstil dan produk garmen tersebut. Prinsip dalam pengendalian dan pengawasan kualitas/mutu
adalah mengerjakan dengan benar sejak pertama kali melakukan, mengerjakan proses sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) dan mencegah, menemukan dan memperbaiki terjadinya cacat
produksi. Untuk menjamin kualitas yang baik maka sejak pemilihan bahan baku/material harus dipastikan
memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan. Secara umum, produksi garmen masal memiliki alur
produksi, dimana pada setiap tahapan proses yang dilalui memiliki karakteristik masing- masing sesuai
dengan tahapan produksinya.
Desainer-desainer top dunia seperti Calvin Klein, Donna Karan dan lainnya selain memproduksi High
Fashion yang digunakan oleh selebriti dunia juga mengeluarkan brand pakaian yang diproduksi secara
masal dan beredar di seluruh dunia. Untuk mampu mengembangkan bisnis fashion seorang desainer juga
harus mampu mengembangkan branding terhadap dirinya maupun produknya, memperluas pergaulan
sosialnya, memperbanyak jejaring kerjasamanya dan selalu produktif serta kreatif dalam mengenalkan
produk pakaian jadinya. Salah satu cara mengembangkan branding adalah menerapkan dan menjaga
kualitas pelayanan maupun produk yaitu dengan tetap menjaga standar kualitas produk garmen yang telah
ditentukan. Secara umum, proses produksi pakaian jadi (garmen) memiliki alur produksi sebagai berikut:
1. Menentukan desain produksi, yaitu dengan membuat desain/model produk garmen sesuai dengan
pesanan dan tujuan pemakaian.
2. Menyiapkan bahan baku dan bahan pembantu, yaitu sebelum melaksanakan proses produksi
pakaian sangat penting untuk memastikan bahwa semua bahan tersedia dalam jumlah yang cukup
dan memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan.
3. Menyiapkan peralatan kerja yang berkualitas seperti mesin potong, mesin jahit, mesin fusing, dan
mesin/peralatan produksi lainnya. Semua peralatan ini harus dalam kondisi baik dan sudah
disiapkan penyetelannya seperti tegangan dan jumlah stich-nya agar sesuai dengan kebutuhan
jenis pakaian yang akan diproduksi.
4. Memilih dan /atau memodifikasi pola atau blok, yaitu jika pola tidak diberikan oleh buyer maka
perlu dilakukan pembuatan pola dan sampel/contoh produk yaitu dengan melakukan proses
pembuatan garmen sesuai dengan pola style/desain tertentu dan ukuran/work sheet. Umumnya
pembuatan top sample ini sebanyak minimal 4 pieces per size, kemudian sampel tersebut dikirim
untuk dicek oleh merchandiser dan buyer. Sampel yang telah disetujui/approved langsung
diproduksi secara masal, tetapi kalau tidak disetujui harus membuat sampel lagi sampai
disetujui/approved.
5. Menyiapkan dan memotong kain, yaitu dilakukan melalui proses penggelaran kain yang bisa
bertumpuk-tumpuk hingga ketebalan di atas 10 cm dan panjang kain sesuai dengan kebutuhan
jumlah produksi dan variasi ukuran pakaian. Pada proses ini dalam sekali potong dapat
menghasilkan komponen pakaian berbagai ukuran pakaian S, M, L, XL.

Beberapa istilah dalam proses ini adalah:


a. Spreading, yaitu proses penggelaran kain lembar demi lembar menjadi tumpukan kain,
sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan.
b. Marker, yaitu proses menyusun pola sesuai dengan kebutuhannya
c. Cutting, yaitu proses pemotongan kain sesuai pola.
d. Bundling, yaitu proses pemberian tanda pada komponen-komponen pola marker yang
sudah dipotong. Contoh bundling:
 Style = Seragam

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
 Size/ukuran = L
 Tahap =I
 Bendel =2
 No seri = 345 – 479
 Jumlah = 135
 Komponen = Kantong
 Warna = Blue (Biru)
e. Numbering, yaitu proses pemberian nomor pada bagian komponenkomponen pola sesuai
dengan urutannya saat penggelaran kain lembar demi lembar menjadi tumpukan banyak,
misal 125 lembar setiap tumpukan. Berarti pola kemeja body depan kiri sebanyak 125
lembar, maka harus diberi nomor dari lembar 1 s.d. 125. Ini dilakukan pada setiap
komponen. Numbering berfungsi untuk menghindari terjadinya warna yang
berbeda/belang pada satu set potong garmen. Contoh komponen hasil potong kemeja
lengan pendek terdiri atas body depan kanan dan kiri, body belakang, lengan kiri dan
kanan, kantong dan daun kerah dan kaki kerah.
6. Menjahit elemen-elemen pola, yaitu sebelum dijahit, maka beberapa elemen pola harus
dikerjakan fusing dulu. Misalnya untuk menempelkan interlining pada kerah. Proses penjahitan di
industri garmen dilakukan dengan mesin high speed dan mesin mesin otomatis lainnya. Proses
penjahitan dilakukan dengan sistem ban berjalan sesuai alur kerja produksi yang telah ditentukan.
Penggabungan setiap komponen pola dilakukan oleh satu operator dan berlanjut ke komponen
berikutnya oleh operator yang lainnya sehingga untuk menghasilkan satu model pakaian bisa
dikerjakan puluhan operator. Dengan sistem produksi masal ini dalam satu jam bisa
menghasilkan puluhan hingga ratusan pakaian. Sistem produksi masal ini mampu menekan
ongkos produksi sehingga biaya proses penjahitan bisa ditekan hanya beberapa ribu rupiah saja
untuk satu pakaian. Oleh karena itu, produk-produk pakaian jadi ini seringkali jika dikalkulasikan
oleh konsumen dibandingkan dengan membuat sendiri, harganya sangat jauh lebih murah.
7. Melakukan proses finishing/penyelesaian, yaitu dengan dilakukan penyelesaian akhir agar
pakaian tampak lebih rapi dan sempurna. Beberapa kegiatan pada proses ini misalnya membuat
lubang kancing, memasang yang dilakukan secara manual maupun dengan mesin. Penyelesaian
akhir lainnya adalah proses yang membutuhkan pengerjaan manual dengan tangan seperti
mengesum, menyetrika dan melipat.
8. Melakukan pengepakan, dimana untuk produk-produk yang memiliki brand dan kualitas ekspor
pengepakannya sangat rumit, yaitu proses pelipatannya harus mengikuti standar ukuran packing
yang telah ditentukan baik dalam jumlah, model, ukuran maupun warna. Setiap model dan jenis
pakaian jadi memiliki karakteristik produksi yang berbeda beda terutama dalam proses penjahitan
membutuhkan jumlah dan jenis mesin jahit yang berbeda-beda pula.

Fungsi pengawasan produksi garmen agar memenuhi standar kualitas yang ditentukan ini dilaksanakan
oleh petugas quality control (QC). Petugas quality control berkewajiban untuk melakukan semua usaha
pengawasan untuk menjamin proses produksi garmen berjalan sesuai dengan rencana produksi dan
standar mutu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk pengawasan mutu produksi di industri garmen
ini maka dibentuk departemen quality control secara khusus dengan melibatkan beberapa karyawan.
Pentingnya quality control adalah untuk mencegah agar produk jadi yang tidak sesuai dengan standar

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
dapat dilakukan perbaikan sedini mungkin sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan dari
standar kualitas yang telah ditentukan. Berdasarkan alur produksi di industri garmen, maka sistem
pengawasan mutu produk garmen agar memenuhi standar kualitas yang ditentukan terbagi dalam 3
tahapan proses, yaitu:

a. Pengawasan persiapan produksi (pre production inspection): Dalam melakukan pemeriksaan


pengawasan mutu harus senantiasa memegang prinsip Q–MATCH (QUALITY–MATCH).
MATCH sendiri merupakan singkatan dari:
Q = Quality
M = Meet
A = Agreed
T = Term
CH = Changes
Artinya setiap produk/ output/ luaran dari setiap proses di bagian produksi harus sebanding
dengan syarat-syarat yang telah disetujui oleh pihak pembeli (buyer) beserta dengan perubahan-
perubahan yang telah disetujui bersama antara pembeli (buyer) dan produsen. Oleh sebab itu, di
dalam melakukan pemeriksaan seorang tenaga QC akan selalu mempunyai bahan pembanding
yang telah disetujui oleh pembeli. Bahan pembanding ini bisa berupa: model baju, contoh bahan,
contoh warna, ukuran-ukuran, informasi-informasi lain yang diperlukan dimulai dari informasi-
informasi yang terdapat dalam Purchase Order (PO)/ Contract Details, juga bila ada
perubahanperubahan yang datang selama dalam masa order sedang berjalan. Sebelum melakukan
tes maka diperlukan persiapan, yakni menyiapkan bahan pembanding dan alat-alat tes yang
diperlukan untuk keperluan pemeriksaan. Standar pemeriksaan mutu yang harus disiapkan
diantaranya :
1. Contoh baju yang telah disetujui (Sample approval): Disain/model/contoh pakaian yang
akan diproduksi yang telah disetujui oleh buyer/konsumen harus selalu dijadikan
patokan pemeriksaan dalam setiap produksi.
2. Contoh warna yang telah disetujui (Colour Swatch): Warna kain, benang, bahan
tambahan, aksesoris, hiasan dan bahan pelapis dalam pemeriksaan kualitas harus sesuai
dengan standar warna yang telah dispakati.
3. Contoh kain/ benang (Fabric Swatch) Kain/benang dari aspek kehalusan, pegangan,
kelangsaian, kelembutan, kontruksi dalam pemeriksaan harus sesuai dengan contoh
standar kain/benang yang telah disepakati
4. Contoh bahan pembantu (Accessories sample): Bahan-bahan pembantu dari aspek
jumlah, warna, bentuk dan lainlainya harus sesuai dengan contoh
5. Ukuran-ukuran (Size Specification) Ukuran-ukuran standar yang telah disepakati harus
dijadikan patokan untuk pengecekan ukuran pada produk jadi.
6. Informasi pengepakan (Packing instruction): Informasi dan persyaratan pengepakan
harus dijadikan standar untuk memeriksa hasil pengepakan
Setelah semua bahan pembanding diperoleh maka selanjutnya dalam pemeriksaan awal adalah
melakukan pengecekan bahan baku (Piece Good Quality Control) yang meliputi bahan utama,
bahan pelengkap dan bahan pelapis. Faktor pemilihan bahan busana sangat menentukan kualitas
produk busana sehingga perlu dilakukan pengawasan bahan baku. Pengawasan bahan busana ini
harus mampu menjamin ketepatan dengan standar kualitas maupun ketersediaan dalam jumlah
(kuantitas). Pemeriksaan bahan kain sebelum potong dilakukan menyeluruh untuk menghindari

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
cacat. Karena di bagian potong inilah tanggung jawab dari kain akan langsung berada di tangan
produsen, bila kain telah dipotong. Tetapi bila kain cacat maka masih bisa dikembalikan kepada
pembuat kain. Pemeriksaan ini menyangkut dimensi, cacat warna, cacat kontruksi kain.
Pemeriksaan ini dilakukan secara visual maupun di laboratorium.
b. Pengawasan proses produksi ( In line/in process quality control): Dalam pengawasan mutu proses
produksi garmen perlu diperhatikan 4 faktor yang menyebabkan terjadinya cacat yang disebabkan
oleh:
1. Material/bahan kain yang sudah cacat: Cacat produksi yang disebabkan bahan utama, bahan
pelengkap dan bahan pelapis yan memang sudah cacat. Oleh karena itu, sebelum produksi
dilakukan perlu dilakukan pemeriksaan bahan secara teliti dan menyeluruh.
2. Cacat akibat kesalahan pengerjaan dan penanganan bahan: Cacat akibat proses pengerjaan ini
disebabkan karena keterampilan SDM yang kurang, motivasi kerja yang kurang baik,
prosedur kerja yang tidak baik, permasalahan permesinan dan lingkungan serta manajemen
perusahaan yang kurang baik.
3. Cacat akibat material handling dan penyimpanan: Proses angkat dan angkut bahan dan
produk juga dapat menyebabkan cacat, pengangkutan yang tidak baik bisa merusak struktur
bahan dan produk, produk terkena kotoran dan lainnya. Demikian juga penyimpanan produk
yang tidak baik bisa membuat produk berjamur, terkena kotoran atau mengalami perubahan
warna.
4. Cacat akibat kurang akuratnya pemeriksaan produksi dengan standar produk/sample : Cacat
akibat kurang akuratnya proses pemeriksaan mutu baik di tahap persiapan proses maupun
hasil akhir. Untuk itu bagian QC harus memeriksa secara teliti kesesuaian produk dengan
standar produksi yang diharapkan.

Pengawasan proses produksi dilakukan untuk memastikan bahwa produk yang akan dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam pengawasan proses produksi biasanya dilakukan
ketika order sedang berjalan di line produksi, Proses pemeriksaan dalam proses produksi ini dibagi dalam
3 tahapan, yaitu:
a. Pemeriksaan Marker
Pemeriksaan dilakukan pada marker dengan melakukan pengecekan terhadap jumlah
komponen yang tercantum dalam marker, apakah lengkap atau tidak. Peletakan pola pada
marker apakah sesuai dengan arah serat kain atau tidak. Pada order yang menggunakan
rasio tertentu (perbanding jumlah size), apakah jumlah komponen per size sesuai atau
tidak. Untuk bahan-bahan yang harus mengikuti motif/ jalur apakah tepat atau tidak
(biasanya dipotong dengan mesin khusus).

b. Pemeriksaan hasil potongan


Hasil potongan harus diperiksa kembali karena bila ada kesalahan saat pemotongan akan
berpengaruh dalam proses jahit, perlu juga diperhatikan agar hasil potongan tidak
berbulu/ menempel atau ada potongan yang melenceng. Pengurutan dan pengelompokan
hasil potongan sesuai urutan, komponen dan ukuran (bundling)
c. Pemeriksaan Proses fushing

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Sebelum di jahit beberapa elemen pola memerlukan proses fusing untuk meempelkan
interlining maupun agar hasil jahitan lebih rapi dan baik. Pemeriksaan ini meliputi suhu
pemrosesan, kekeuatan perekatan, kerataan dan kualitas hasil fusing
d. Pemeriksaan pada proses Jahit
Sebelum proses penjahitan dimulai mesin harus sudah dipastikan penyetingannya sesuai
dengan kebutuhan. Pemeriksaan pada proses jahit sangat diperlukan karena pada proses
ini sangat dipengaruhi oelh kemampuan manusia (operator jahit), kesalahan karena faktor
manusia ini biasa lebih banyak dibanding dengan faktor-faktor lain. Konsistensi dari
operatorpun hampir dipastikan tidak bisa dijamin sama. Oleh sebab itu pemeriksaan
dalam line produksi membantu faktor-faktor kelemahan SDM ini sedini mungkin.
e. Pemeriksaan pada proses Finishing
Pemeriksaan pada proses finishing adalah proses pemeriksaan pemasangan kancing,
pembuatan lubang kancing dan bahan pelengkap lainnya, penyetrikaan, pelipatan
sehingga busana siap di packing
f. Pengawasan Produk Jadi (Final Audit Quality Control )
Pengawasan produk jadi sangat diperlukan untuk memastikan bahwa produk jadi tersebut
sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan produk jadi dilakukan dengan
membandingkan produk jadi dengan spesifikasi yang diharapkan dari desain, ukuran,
kualitas jahitan, pemasangan hang tag, pelipatan, hingga packing. Pemeriksaan akhir,
dilakukan saat barang akan di kirim.

Sistem pengawasan mutu dikatakan berhasil jika mampu melakukan efisiensi dalam berproduksi yaitu:
1. Pengendalian Biaya (Cost Control)
Proses produksi harus mampu memenuhi batasan biaya produksi yang telah ditetapkan sehingga
mampu mengahsilkan produk dengan harga yang bersaing dan diperoleh keuntungan yang
maksimal. Efisiensi penggunaan bahan busana, waktu, energi, zero defect (minimalisasi cacat)
dan produktivitas kerja sangat menentukan pengurangan biaya produksi.
2. Pengendalian Target Produksi (Production Control)
Proses produksi harus mampu memenuhi target produksi yang telah ditetapkan baik dari
kuantitas, kualitas maupun waktu. Produksi busana harus mampu memenuhi target bahwa produk
yang dihasilkan akan memenuhi spesifikasi produk, memenuhi jumlah dan waktu pengiriman
secara tepat. Pada setiap proses produksi harus menjamin bahwa produk jadi nantinya sesuai
dengan standar prodk yang diinginkan. Pengawasan selama setiap tahapan proses produksi
berfungsi untuk mencegah sedini mungkin ketidaksesuain produk jadi dengan stnadar produksi
yang akan dicapai.
3. Memuaskan Konsumen
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah memberikan kepuasan kepada konsumen (buyer) dan
melakukan peningkatan kualitas secara berkelanjutan. Jika konsumen merasa puas dengan
pelayanan produksi yang dilakukan maka konsumen akan menjadi tenaga pemasaran yang baik
dan akan kembali lagi memberikan pekerjaan/order. Kelangsungan hidup perusahaan juga akan
semakin terjamin. Tentu untuk memuaskan konsumen menjadi tanggung jawab dari semua
elemen yang ada dalam sebuah organisasi, tidak hanya bagian QC saja sehingga dalam
berproduksi harus ada sinergi dan kerjasama yang baik antar bagian yang terlibat. Dalam sistem
manajemen mutu ISO 9000 dikenal dua konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
internal adalah konsumen yang menerima hasil pekerjaan setiap proses yang ada di dalam
perusahaan dan konsumen eksternal adalah yang menerima produk dari perusahaan. Kedua
konsumen ini harus sama-sama diberikan pelayanan prima yang memuaskan konsumen
4. Proses Pemeriksaan Mutu Produksi Garmen (in Line QC )
a. Pemeriksaan Mutu Pola dan Marker
Proses produksi dimulai dengan pembuatan pola yang umumnya dilakukan oleh bagian pola
dan sample. Pemeriksaan pada produksi desain dan pola ini dilakukan dengan cara
1. Menetapkan desain dan ukuran standar sesuai kesepakatan anatara konsumen dan
produsen
2. Menetapkan standar peralatan pembuatan pola. Untuk produksi perorangan dilakukan
secara manual namun untuk produksi masal terutama untuk merk-merk ternama
umumnya menggunakan persyaratan peralatan tertentu misalnya harus dilakukan secara
komputeris selain dengan manual
3. Memeriksa ukuran dasar pola untuk memperoleh informasi yang benar, titik-titik
keseimbangan dan kecocokan pola serta pandangan klarifikasi (bila diperlukan) sesuai
dengan prosedur perusahaan.
a. Pada saat membuat pola perhatikan hal-hal berikut ini:
 Lebar bahan – apakah pola akan sesuai secara ekonomis?
 Jenis bahan – apakah pola memerlukan perhatian khusus sesuai jenis,
misalnya, kesejajaran kelim, lembaran pelapis, pelapis khusus?
 Garis dan kotak – apakah polanya sesuai?
 Bahan berbulu – apakah polanya sesuai?
 Ketebalan bahan – apakah ada lembaran bertumpuk atau jahitan bersudut
menjadi terlalu tebal untuk ditangani secara efisien?
b. Setelah menyelesaikan pola:
 Periksa semua lembaran yang sudah dibuat untuk model yang diberikan
 Periksa apakah torehan, titik keseimbangan dan semua kampuh sesua
 Periksa apakah lebar kampuh yang ditambahkan sudah benar, misalnya untuk
ritsleting, lingkar leher, dan sebagainya
 Periksa arah serat pada semua lembaran pola
 Periksa informasi pemotongan dan ukuran untuk semua lembaran pola
 Periksa nomor model, nama garmen, deskripsi dari setiap lembaran pola,
posisi tengah muka dan tengah belakang, diberi tanda pada seluruh lembaran,
jika diperlukan
 Periksa sisi yang benar dan salah diberi tanda, apabila ada
 Periksa posisi lubang kancing dan kancing diberi tanda
 Periksa apakah arah panah untuk lipit, cubit menghadap ke arah yang benar
 Periksa apakah sambungan dan keliman yang sesuai telah ditentukan
alokasinya untuk model dan jenis bahan yang sesuai telah digunakan
 Periksa lubang bor untuk kup, posisi saku, dsb, telah diberi tanda.
 Periksa posisi torehan dan titik keseimbangan.
c. Dalam melakukan pengubahan pola harus menyesuaikan garis disain,
mempertahankan ketepatan dan bentuk, pembentukan sudut, proporsi disain dan
persyaratan lainnya sesuai dengan spesifikasi pekerjaan.

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
d. Penyimpanan pola harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak merubah bentuk,
ukuran dan tercampur dengan pola yang lain.
4. Pengawasan Mutu Penggelaran Kain Marker dan Pemotongan: Setelah produksi pola
maka proses selanjutnya adalah proses pemotongan bahan kain sesuai dengan pola.
Proses pemotongan ini diawali dengan penggelaran kain. Untuk produksi garmen,
penggelaran kain ini dilakukan secara bertumpuk-tumpuk sehingga banyak hal yang perlu
diperhatikan. Proses pemeriksaan pada bagian ini adalah sebagai berikut:
a. Periksa hasil penggelaran kain (Spreading)
 Pastikan tumpukan kain dalam posisi tegak lurus dari lapisan paling bawah
sampai lapisan paling atas. Jika kualitas kain dianggap kurang baik, maka
upayakan salah satu sisi/pinggir kain harus sejajar satu sama lain mulai dari
lapisan paling bawah sampai lapisan paling atas.
 Pastikan tiap lembar kain dalam tumpukan pada kondisi yang rata; tidak
terlipat, tidak kendor, tidak bergelombang, tidak merenggang satu sama lain.
Jadi tegangan kain harus sama dan merata.
 Tinggi tumpukan kain atau jumlah lembar kain yang ditumpuk harus lebih
rendah dibanding tinggi efektif pisau potong (cutter effective length) yang
akan digunakan.
 Kerapatan atau kepadatan tumpukan kain di bagian atas, tengah dan bawah
harus sama.
 Siapkan mesin potong (cutting machine) sesuai dengan spesifikasi tumpukan
kain dan gunakan pisau yang tajam.
b. Pemeriksaan susunan pola di atas tumpukan kain
 Pastikan posisi kertas marker (marker paper) berada di tengah permukaan
tumpukan kain, perhatikan kesejajarannya dengan garis lusi (sejajar dengan
arah serat)
 Periksa kelengkapan jumlah komponen pola (pattern – set unit) untuk
keseluruhan ukuran garmen yang hendak dikerjakan.
 Gunakan pressure untuk menstabilkan posisi kertas marker di permukaan
kain selama proses pemotongan (cutting process) berlangsung
c. Pemeriksaan pemotongan kain:
 Melakukan pemeriksaan terhadap hasil spreading/ampar apakah kain yang
diampar sudah benar benar rata tidak bergelombang dan lurus.
 Melakukan pemeriksaan pada marker, apakah rasio size/ukuran sudah
memenuhi seluruh size/ukuran yang dipesan
 Melakukan pemeriksaan terhadap peralatan dan metode cutting
 Pastikan seluruh komponen garmen jumlahnya telah sesuai dengan rencana.
 Periksa apakah terdapat komponen garmen yang cacat potong, perubahan
ukuran akibat salah potong pada setiap lapisan kain. Jika terdapat cacat atau
perubahan ukuran, maka segera ganti dengan kain sisa potongan (fabric
waste/ pada kain cadangan)
 Pemeriksaan pada hasil potong, apakah stripe atau kotak dari potongan
komponen benar benar matching dan balance

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
 Cocokkan komponen pola dengan komponen pola yang terdapat pada kertas
marker apakah komponen pola sudah lengkap atau belum. Petugas QC harus
mencatat semua temuan pada lembar laporan pemeriksaan. Selesai periksa,
beri kode/tanda (coding) sesuai ukuran garmen (garmen size) setiap
kelompok komponen-komponen garmen yang akan dijahit (assemble)
kemudian diikat (bundle).

d. Pemeriksaan Fushing
Hal hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan interlining adalah:
 Memastikan kesesuaian jenis interlining dengan bahan utama: Kesesuaian
jenis interlining dengan bahan utama baik dari aspek warna, daya rekat, daya
susut bahan, daya luntur bahan dan kesempatan pemakian busana.
Kesesuaian jenis interlining akan mempengaruhi kekuatan daya rekat, daya
tahan, daya jahit dan bentuk akhir busana setelah di fuse/setrika. Jenis
interlining ini juga harus disesuaikan dengan bagian/komponen mana yang
akan dipasang interlining. Melakukan pemeriksaan apakah interlining yang
digunakan sudah sesuai dengan yang ditentukan oleh buyer atau tidak.
 Memastikan peletakan interlining sudah tepat pada bagian busana yang
hendak dipasang. Yang perlu diperhatikan adalah allowance dan ujung ujung
sudut bahan yang akan dibentuk dengan interlining. Periksa dengan teliti:
 Jenis dan bentuk interlining yang digunakan (sudah sesuai atau belum),
 Jumlah interlining one ply atau two ply (satu atau dua lapis),
 Suhu gosokan (harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan)
 Kondisi kain dan interlining harus bagus, satu size, dan sama style dalam
satu ikatan/bundle.
 Cek kain (luar dalam)
 Khusus untuk manset, kain manset harus dicek tidak boleh belang kiri dan
kanan, serta posisi jatuhnya interlining kejalur kain, harus sama (kiri dan
kanan).
 Proses Menggosok
- Bersihkan interlining dari kotoran dan sisa benang (Kain dan interlining
yang tidak ada lemnya dibersihkan dengan lakban) Bagian interlining
yang ada lemnya tidak boleh dibersihkan dengan lakban, karena dapat
menyebabkan bubling
- Posisi pucuk dan kain keras pada kain (Jarak atas-bawah, kiri dan kanan
harus sesuai). Khusus untuk kain jalur dan kotak masing-masing ujung
harus balance (vertikal dan horisontal) serta harus lurus.
- Posisi interlining harus rileks pada kain (tidak menggelembung atau
legang)
- Saat menggosok, gosokan dilakukan dengan menekan bukan menggeser,
hal ini dilakukan agar interlining tidak memuai/memanjang.
- Kain yang sudah digosok tidak boleh ditumpuk terlalu banyak, hal ini
bertujuan agar bagian bawah tidak terkena panas gosokan berkali-kali
- Gosokan cukup pada bagian interlining (tidak perlu luar dalam)

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Hasil pemasangan interlining harus tidak bubling (tidak ada gelembung), tidak
ada kotoran atau benang yang ikut terpress, kain tidak berubah warna, kekuatan
rekatnya sesuai dengan standar Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh bagian
periksa:
 Hasil press harus bersih dan tidak boleh ada sisa lem yang menempel pada kain
 Tidak ada gelembung / bubbling
 Kain tidak terbalik dan hasil press tidak boleh berubah warna
 Garis/jalur harus lurus dan posisinya tepat (vertical dan horizontal)
e. Pemeriksaan Mutu Proses Penjahitan
Proses penjahitan pakaian dilakukan dengan menggabungkan komponen-komponen
pola yang telah dipotong. Dalam proses penjahitan beberapa bagian mememerlukan
pemeriksaan dan pengawasan secara khusus diantaranya adalah:
 Bagian yang berkontur (countouring): Menyatukan potongan-potongan
komponen garmen yang mempunyai bentuk yang berbeda. Keliman bisa
dalam ukuran yang persis sama, atau berbeda dalam panjang atau
lengkungannya. Sangat penting untuk menyatukan torehan (notch) dan
menjaga tepi setiap bahan/kain menjadi satu. Contoh-contoh contouring:
menyatukan kerah dasar pada garis leher, Menyatukan kerah dua potong
yang sederhana, menyatukan yoke berbentuk sederhana pada korset dan
menyatukan ikat pinggang yang sederhana pada rok. Keahlian menyatukan
dua bagian yang berlawanan, yaitu, kurva cembung dan cekung,
mengharuskan operator mesin untuk melepaskan secara bersamaan tanpa
menggores atau mengerutkan bagian manapun juga. Sangat diharapkan tidak
terdapat kerutan atau kerusakan pada bagian yang telah selesai.
 Perubahan arah (Directional change): Perubahan ini dapat mencakup hal-hal
berikut: menjaga ketajaman titik atau sudut, misal, ujung kerah, pemasukan
‘V’ pada yoke, garis leher, dll. Jika perubahan arah tidak tepat, tampilan
akhir akan menjadi kurang baik. Bentuk sudutnya akan melengkung, bentuk
pinggiran kerah akan berbeda, dan/atau pemasukan ‘V’ yang tidak tepat di
tengah.
 Titik-titik pemberhentian kritis (Critical stopping points): Hal ini dapat
termasuk pada pinggir bibir saku, menjahit keliman untuk pembuka (zipper),
menjahit keliman untuk titik yang tepat sehingga dapat pemakaian, misal,
zipper atau godet
Prosedur pegawasan mutu proses penjahitan dilakukan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan persiapan dan proses penjahitan:
 Memeriksa potongan-potongan yang dikerjakan untuk menyakinkan
semua potongan-potongan komponen benar – dalam hubungannya
dengan persyaratan kerja seperti desain, warna, dan ukuran
 Memeriksa kesiapan peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk
pengkonstruksian bagian-bagian komponen garmen warna benang, dan
alat bantu lainnya.

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
 Melakukan pemeriksaan dan meyesuaikan mesin-mesin untuk
meyakinkan bahwa mesin-mesin tersebut bekerja dan Mengawasi dan
menguji coba performa mesin-mesin apakah mampu menghasilkan
kualitas jahitan yang baik sesuai standar.
 Mengidentifikasi persyaratan-persyaratan untuk pekerjaan tersebut.
 Memeriksa kebesihan dan kesiapan area kerja

b. Pemeriksaan Mutu Jahitan


 Periksa hasil jahitan berdasarkan persyaratan teknis yang diminta pihak
pembeli (buyers) atau spesifikasi produk yang diminta seperti jumlah
stitch per inchi (SPI), tegangan jahitan, jarak jahitan dari pinggir kain,
jahitan tidak boleh ngambang atau loncat atau ada sambunganndna
lainnya
 Periksa setiap ujung bagian akhir jahitan, benang kancing, ujung benang
obras, ujung benang pada jahitan bartack dan lain-lain. Seluruh ujung
benang harus dapat disembunyikan atau terpotong rapi tanpa sisa.
 Periksa seluruh kain pada garmen, apakah ada sisa potongan benang
yang masih menempel di kain, atau sisa benang yang terselip di bekas
jahitan. Diharapkan tidak satu benda asing pun yang menempel pada
produk garmen, dan seluruhnya harus dalam keadaan bersih dan rapi.
 Lakukan pemeriksaan kembali terhadap keseluruhan hasil jahitan
berupa: pencatatan ukuran komponen garmen bagian kiri dengan bagian
kanan, misalnya; panjang sisi luar badan sebelah kiri harus sama dengan
panjang sisi luar badan sebelah kanan (left out-seam sama dengan right
outseam), panjang sisi dalam badan bagian kiri apakah sudah sama
dengan panjang sisi dalam badan sebelah kanan.
 Spesifikasi ukuran pada dasarnya memberikan informasi mengenai batas
toleransi maksimum penyimpangan ukuran komponen garmen yang kita
buat terhadap ketentuan/ukuran standar atau standar pembeli.
Pemeriksaan terhadap seluruh ukuran komponen garmen mengacu
kepada komponen garmen atau tolerance, misalnya pada produk kemeja
meliputi item dan toleransi berikut:

No Item Allowance Remarks


1 Chest ± ½ inch Total round
2 Back length ± ¼ inch Half round
3 Waist ± ¼ inch Total round
4 Sleeve ± ¼ inch Total round
5 Cuff opening ± 1/8 inch Half round
6 Arm hole ± ¼ inch Total round
7 Shoulder ± ¼ inch Total round
8 Neck opening ± 1/8 inch Half round

Total round pada ukuran lingkaran dada (chest) sebesar ±½ inch


maksudnya adalah total toleransi ukuran yang diperkenankan standar

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
sebesar ±½ inch, misalnya lingkar dada ditetapkan 100 cm maka
maksimum lingkaran dada adalah 100 cm + ½ inch, dan minimum
adalah 100 cm - ½ inch. Half round pada ukuran lingkar lengan (arm
hole) sebesar ±¼ inch maksudnya adalah toleransi ukuran yang
diperkenankan standar sebesar 4½ inch maka maksimum setengah
lingkaran lengan adalah 4½ inch + ¼ inch, dan minimum adalah 4½ inch
- ¼ inch. Hasil jahitan harus memenuhi ukuran standar berikut
toleransinya.

D. Pemeriksaan Kualitas Sampel Produk Garmen


Setelah memperoleh PO (purchase order), maka bagian/departemen sample (sampling
departement) membuat beberapa contoh garmen (sample) yang sesuai dengan ketentuan PO
tersebut. Melalui sample ini pembeli (Buyer) akan menilai cara kerja produsen, apakah dia bisa
mengerjakan atau tidak. Oleh sebab itu penting sekali memeriksa contoh garmen ini sebelum
dikirim kepada pemesan. Sample ini akan menjadi gambaran awal tentang kemampuan sebuah
industri garmen untuk mengerjakan produk dari pembeli (pemegang merek). Pada tahap sample
approval ini kemungkinan terjadi perubahan model masih mungkin terjadi, karena mungkin saja
setelah pembeli mendapat sample tersebut akan melakukan beberapa perbaikan. Bila buyer telah
setuju dengan sample, maka tahap selanjutnya siap dilakukan produksi dengan memastikan
bahan-bahan yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Adapun prosedur
pemeriksaan sampel produk garmen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Petugas bagian quality control (QC) akan menerima sample dan lembar pemeriksaan sample
dari petugas bagian sample
2. Lembar rencana kerja (work-sheet) dan contoh produk garmen yang akan diproduksi dibuat
oleh petugas bagian sample & Merchandiser diserahkan ke bagian QC (quality control).
3. Petugas QC akan memeriksa dan memberi komentar/koreksi terhadap sample pada lembar
pemeriksaan (work-sheet) dan menyerahkan kembali kepada merchandiser.
4. Merchandiser mempelajari catatan QC dan memutuskan untuk dikirim ke bagian produksi
atau ditolak dan dikembalikan kepada bagian pembuatan sample untuk dibuat ulang contoh
atau sample.
5. Jika sample ditolak oleh merchandiser maka sample akan dikembalikan kepada bagian
pembuatan sample untuk diperbaiki atau dibuat ulang sesuai dengan mutu sample yang
dikehendaki oleh pembeli.
6. Jika sample diterima atau disetujui oleh merchandiser maka sample tersebut akan dikirim
oleh merchandiser ke pihak pembeli guna mendapatkan persetujuan, sesuai permintaan atau
tidak (approval sample)
7. Petugas QC akan menerima salinan atau copy laporan pemeriksaan sample dari
merchandiser. Sampel yang telah disetujui pihak pembeli (approval sample) dikembalikan ke
bagian produksi untuk diproduksi secara masal

E. Klasifikasi Zona Cacat Produk Garmen


Pengetahuan tentang zona cacat produk garmen sangat penting dipahami oleh merchandiser
garmen agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Sebab, untuk menentukan tingkat kualitas
busana dan mendapatkan penampilan busana yang baik maka dalam pemeriksaan kualitas harus

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
memperhatikan ketentuan zona cacat produk garmen tersebut. Pada produk garmen, ada 3 (tiga)
zona cacat yang harus sangat diperhatikan dalam pemeriksaan mutu yaitu:
1. Zona A, dimana pada produk garmen berupa kemeja, area pada zona A ini tidak
diperbolehkan ada cacat sama sekali, sebab area A merupakan area dimana penampilan dari
sebuah kemeja dalam kondisi folding/lipat. Total bagian dari area A pada sebuah kemeja
adalah 14% dari keseluruhan kemeja Pemeriksaan pada area A ini harus sangat teliti. Adapun
komponen kemeja yang termasuk area A adalah:
 Top Collar/Krah lapisan atas atau luar.
 Bagian Luar dari collar band/ kaki kerah 2” dari ujung ke kiri dan kanan
 Bagian dalam collar band/kaki kerah 4 1/2” dari tengah ke kiri dan kanan.
 Inside Yoke/ bagian dalam bahu 6” dari tengah ke kiri dank e kanan,
 Pocket/saku seluruh bagian saku kecuali bagian pocket hemming/ lipatan saku
 Front body/ bagian depan badan dari tengah 12 1/2” ke bawah kiri dan kanan dan 6
5/8” dari tengah ke samping kiri dan kanan.
2. Zona B, dimana pada produk kemeja, area ini disebut juga area berpengaruh atau penting.
Pada area ini diperbolehkan ada cacat yang sangat minor. Total bagian dari area ini adalah
40% dari keseluruhan kemeja. Pada produk kemeja, komponen yang termasuk area B ini
adalah:
 Bagian dalam collar band/ kaki kerah sisa dari area A.
 Seluruh bagian luar yoke/bahu
 Bagian belakang dari body/badan 3 1/2” dari samping kiri dan kanan, 25” dari
jahitan sambung belakang ke bawah.
 Bagian luar dari pada cuff/manset
 Bagian tangan dikurangi 2” dari samping kiri dan samping kanan
 Front body/badan depan 25” dan 31/2” dari samping kiri dan kanan
 dikurangi area A.
3. Zona C, dimana pada produk kemeja, area ini diperbolehkan terdapat cacat minor yang
tidak dapat dilihat. Total bagian dari area ini adalah 46% dari keseluruhan kemeja.
Komponen kemeja yang termasuk pada area C adalah:
 Lapisan dalam collar/kerah
 Bagian dalam dari yoke/bahu setelah dikurangi area A
 Bagian body/badan belakang setelah dikurangi area B
 Sleeve placket/corong tangan
 Lapisan dalam cuff/manset
 Bagian tangan setelah dikurangi area B
 Bagian pocket hemming/lipatan saku
 Bagian body/badan depan setelah dikurangi area A dan B

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Gambar Zona Cacat Pada Produk Kemeja dan Celana

F. Proses Pemeriksaan Akhir Kualitas Produk Garmen


Pemeriksaan akhir kualitas produk garmen pada umumnya dilakukan secara visual untuk
memeriksa berbagai cacat yang timbul. Beberapa hal yang dilakukan dalam proses pemeriksaan
akhir kualitas produk garmen adalah:
1. Melakukan pemeriksaan kesesuaian pada jumlah pemesanan, warna dan model.
2. Melakukan pemilihan/pengambilan garmen secara random sesuai dengan statistical sample
plan. Untuk produk garmen, penentuan produk akhir dilakukan dengan standar Aceptance
Quality Level (AQL). Tabel dibawah ini menunjukkan AQL dari 1,0 hingga 10,0, dimana
semakin kecil AQLnya maka semakin tinggi standar kualitas. Sampel (contoh) uji diambil
secara acak dari jumlah produksi seperti yang tertera pada kolom 2. Dari contoh uji yang
diambil tersebut, maksimal jumlah produk yang cacat adalah seperti yang tertera pada kolom
Ac (Acceptances) sehingga dapat dikatakan produksi hasilnya memenuhi standar. Jika
ditemukan jumlah produk yang cacat adalah sejumlah yang tertera pada kolom Re (Reject)
maka keseluruhan produksi harus di cek ulang dan pengiriman ditunda.

Tabel Daftar Standard AQL

3. Melakukan pemeriksaan secara visual dari hasil operasi sewing/ jahit yaitu apakah
pemasangan komponen sudah tepat sesuai gambar dan kualitas jahitnya sudah sesuai atau
belum dengan standar yang ditentukan.

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Gambar Cacat – cacat Jahitan

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Gambar Zona Cacat Jahitan pada Garmen

Gambar Cacat pada Pemasangan Saku

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Gambar Cacat Benang jahit luntur setelah dicuci

4. Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap: ukuran, model, kain, warna, jahitan,
material penunjang, konstruksi material, price ticket, folding method/cara lipat, carton
marking dan label sesuai dokumen PO (Purchace Order).

Gambar Cacat – cacat pada Pemeriksaan Garment

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T
Gambar Pengecekan Label , Dasi dan Pemasangan Kancing

Gambar Hasil Packing yang sudah siap dikirim

Samuel Martin.,S.ST.,M.Tr.T

Anda mungkin juga menyukai