Anda di halaman 1dari 70

ii

TESIS

HUBUNGAN PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN MILITER


DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT
TK.II 07.05.01 PELAMONIA MAKASSAR

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION OF THE


MILITARY LEADERSHIP STYLE AND THE PERFORMANCE
OF THE NURSES IN PELAMONIA SECOND LEVEL
HOSPITAL MAKASSAR

Aidah Fitriani
P4200215012

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama : Aidah Fitriani
NIM : P4200215012
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran
Judul Tesis : Hubungan Persepsi Gaya Kepemiminan Militer dengan Kinerja
Perawat di Rumah Sakit Tk. II 07.05.01 Pelamonia Makassar

Menyatakan bahwa tesis saya ini asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik Magister baik di Universitas Hasanuddin maupun di
Perguruan Tinggi lain. Dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar
rujukan.
Apabila dikemudian hari ada klaim dari pihak lain maka akan menjadi tanggung
jawab saya sendiri, bukan tanggung jawab dosen pembimbing atau pengelola
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Unhas dan saya bersedia menerima sanksi
akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku termasuk pencabutan gelar Magister
yang telah saya peroleh.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.

Makassar, Agustus 2017

Yang menyatakan,

Aidah Fitriani
v

PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan
tugas akhir untuk mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan (M.Kep) pada Program
Pendidikan Magister Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tesis/disertasi ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada
Dr. Julianus Ake, S.Kp.,M.Kep dan Rini Rachmawaty, S.Kep.,Ns.,MN.,Ph.D sebagai
tim penasihat atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi,
dan memberi bantuan literatur, serta diskusi-diskusi yang telah dilakukan. Ucapan
terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, M.Si., Dr.
dr. Burhanuddin Bahar, MS., dan Dr. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep sebagai tim penguji
atas masukan yang telah diberikan, memberi motivasi, serta diskusi - diskusi yang
telah dilakukan.
Ucapan terima kasih juga peneliti tujukan kepada Kolonel Ckm dr. I Made
Mardika, Sp.PD., MARS sebagai Kepala Rumah Sakit dan Letkol Ckm Yanto
Yusufyan, S.Sos., M.M sebagai Kepala Diklat atas pemberian izin kepada peneliti
untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia 07.05.01 Makassar. Hal
yang sama juga peneliti sampaikan kepada Bapak/lbu staf dan perawat yang telah
memberi andil yang sangat besar yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian
ini.
Terakhir, ucapan terima kasih kepada suami, ibu, saudara, anak – anak, serta
teman – teman atas bantuan, nasihat, dan motivasi yang diberikan selama penelitian
serta penyusunan tesis ini. Semoga semua pihak mendapat kebaikan dari-Nya atas
bantuan yang diberikan hingga tesis ini terselesaikan dengan baik.
Tesis ini masih jauh dari sempurna, apabila terdapat kesalahan-kesalahan
dalam tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti dan bukan para pemberi
bantuan. Kritik dan saran membangun akan menyempumakan tesis ini.
Makassar, Agustus 2017

Peneliti
vi

ABSTRACT

Aidah Fitriani. The Relationship Between the Perception of the Military Leadership Style and
the performance of the Nurses In Pelamonia Second Level Hospital Makassar . (Supervised
by Julianus Ake and Rini Rachmawaty).

Leadership in military organizations that have the specificity of civilian leaders that is military
values which can affect on performance. This study aimed to find out (1) the correlation
between the perception of military leadership style and the performance of the nurses, and (2)
the influence of the perception of the military leadership style, commitment, and job satisfaction
on the performance of the nurses. The research was a quantitative research using the
correlation design and the cross sectional approach. The research subjects comprised 147
nurses, both civilian and military nurses, who were selected using the purposive sampling
technique. The result of bivariat analysis using spearman’s rho indicated that there was a
positive and significant correlation between the perception of the military leadership style and
the commitment, job satisfaction, and performance with the value of p= 0.000; there was a
correlation between commitment and the performance with the value of p= 0.000; there was a
correlation between job satisfaction and the performance with the value of p= 0.000.
Meanwhile, the result of the multivariate analysis using the dicotomic logistic regression showed
that there was a significant effect between the perception of the military leadership style and the
job satisfaction on the performance of the nurses, while the commitment had no effect on the
performance of the nurses. The results showed that nurses who have a perception that their
leader was applied the military leadership style and high job satisfaction can produced the good
performance. Therefore the application of military leadership style can to be increased so that
can produce the high of commitment and job satisfaction to be produced the good performance.

Keywords: military leadership style, commitment, job satisfaction, performance


vii

ABSTRAK

AIDAH FITRIANI. Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Militer dengan Kinerja


Perawat di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar (dibimbing oleh Julianus Ake and
Rini Rachmawaty).

Kepemimpinan dalam organisasi militer memiliki kekhususan dari pemimpin sipil yaitu memiliki
nilai-nilai dan karakteristik militer yang dapat meningkatkan motivasi bawahannya sehingga
berdampak pada kinerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi gaya
kepemimpinan militer dengan kinerja perawat dan pengaruh persepsi gaya kepemimpinan
militer, komitmen, dan kepuasan kerja terhadap kinerja perawat. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 147 perawat yang
terdiri dari perawat sipil dan militer yang diperoleh secara purposive sampling. Hasil analisis
bivariat menggunakan analisis statistik spearman’s rho menunjukkan ada hubungan positif dan
signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan militer dengan komitmen, kepuasan kerja, dan
kinerja dengan nilai p 0.000; ada hubungan positif dan signifikan antara komitmen dan kinerja
dengan nilai p 0.000; ada hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dan kinerja
dengan nilai p 0.000. Adapun hasil analisis multivariat menggunakan analisis statistik regresi
logistik dikotomi menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan antara persepsi gaya
kepemimpinan militer dan kepuasan kerja terhadap kinerja perawat. Sedangkan komitmen
tidak berpengaruh terhadap terhadap kinerja perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perawat yang memiliki persepsi bahwa pemimpin mereka telah menerapkan gaya
kepemimpinan militer dan kepuasan kerja yang tinggi dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Oleh sebab itu penerapan gaya kepemimpinan militer perlu ditingkatkan sehingga
menghasilkan komitmen dan kepuasan kerja yang tinggi untuk menciptakan kinerja yang baik.

Keywords: gaya kepemimpinan militer, komitmen, kepuasan kerja, kinerja


viii

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul.......................................................................... ……………. i
Halaman Persetujuan .................................................................................. ii
Halaman Pengesahan ................................................................................. iii
Pernyaaan Keaslian Tesis .......................................................................... iv
Prakata ........................................................................................................ v
Abstract........................................................................................................ vi
Abstrak......................................................................................................... vii
Daftar Isi ...................................................................................................... viii
Daftar Tabel ................................................................................................. x
Daftar Skema............................................................................................... xi
Daftar Lampiran ........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Dan Konsep ............................................................ 9
1. Kinerja........................................................................................ 9
2. Persepsi Gaya Kepemimpinan militer ....................................... 20
3. Kepuasan Kerja . ............. ………………………………………... 40
4. Komitmen . ...................... ………………………………………... 47
5. Penelitian Terkait Kepuasan Kerja dan Kinerja…………… ...... 49
6. Penelitian Terkait Komitmen dan Kinerja…………… ............... 52
7. Penelitian Terkait Gaya Kepemimpinan, Komitmen,
Kepuasan Kerja dan Kinerja…………..………….. .................... 53
B. Kerangka Pemikiran/Teori............................................................... 58
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 60
B. Variabel Penelitian .......................................................................... 60
ix

C. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 61


D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ....................................... 61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ................................................. 65
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 65
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 65
D. Teknik Sampling .............................................................................. 66
E. Instrumen dan Pengumpulan Data ................................................. 67
F. Analisis Data .................................................................................... 78
G. Etik Penelitian .................................................................................. 79
H. Alur Penelitian ................................................................................. 81
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................. 82
B. Pembahasan ................................................................................... 91
C. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 105
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 107
B. Saran ............................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
LAMPIRAN- LAMPIRAN
x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ..................................... 61

Tabel 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel

Kepemimpinan Militer .................................................................................. 69

Tabel 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kinerja ...................... 71

Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Komitmen................. 73

Tabel 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kepuasan Kerja ....... 76

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Demografi Perawat di RS Tk. II Pelamonia ........... 83

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian di RS Tk. II Pelamonia ............ 84

Tabel 8. Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan militer, Komitmen,

Kepuasan Kerja dengan Kinerja Perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar ...... 86

Tabel 9. Perbedaan Persepsi Jenis Tenaga Keperawatan terhadap Gaya

Kepemimpinan militer, Komitmen, Kepuasan Kerja dan Kinerja di RS Tk. II

Pelamonia Makassar ..................................................................................... 88

Tabel 10 Pengaruh Total Persepsi gaya kepemimpinan militer, komitmen, dan

kepuasan kerja terhadap kinerja perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar ....... 89

Tabel 11 Pengaruh Parsial Persepsi gaya kepemimpinan militer, komitmen, dan

kepuasan kerja terhadap kinerja perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar ....... 90


xi

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 1 Kerangka Teori ............................................................................ 59

Skema 2 Kerangka Konsep ........................................................................ 60

Skema 3 Alur Penelitian .............................................................................. 81


xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Uji Validitas

Lampiran 2 Surat Telah Melaksanakan Uji Validitas

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Universitas Hasanuddin

Lampiran 4 Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran 5 Surat Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 6 Tabel Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Lembar Persetujuan Penelitian

Lampiran 8 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 9 Kuesioner Penelitian

Lampiran 10 Master Tabel Penelitian

Lampiran 11 Hasil Analisis Penelitian

Lampiran 12 Sintesis Grid


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pelayanan kesehatan

masyarakat yang bertujuan untuk melayani masyarakat secara luas dan

bertanggungjawab dalam pemberian pelayanan kesehatan yang cepat, tepat,

akurat, terjangkau dan bermutu sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang

menjadi patokan untuk memenuhi harapan dan kepuasan masyarakat (Kaswan,

2012). Perawat merupakan tenaga kesehatan profesional dengan jumlah

terbanyak di rumah sakit, oleh sebab itu kinerja perawat secara dominan akan

mempengaruhi kinerja rumah sakit (Nursalam, 2015). Hal ini mengakibatkan

perawat wajib memberikan kinerja yang optimal kepada klien untuk menciptakan

kualitas pelayanan keperawatan. Salah satu faktor yang berperan terhadap kinerja

perawat adalah kepemimpinan (Sutrisno, 2014).

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor terpenting untuk menentukan

kelangsungan hidup dan kesuksesan suatu kelompok maupun organisasi,

sedangkan gaya kepemimpinan merupakan gabungan antara tugas dan hubungan

tingkah laku untuk mempengaruhi yang lain dalam mencapai tujuan (Huber, 2014).

Kepemimpinan berkaitan erat dengan terciptanya kinerja serta kepuasan kerja

karyawan. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nursalam (2015) bahwa

seorang pemimpin memegang peranan penting dalam peningkatan kinerja

karyawan terutama dalam menciptakan kenyamanan dalam lingkungan kerja untuk

menciptakan kinerja yang efektif serta menghasilkan kepuasan kerja.


2

Kepemimpinan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja

perawat ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra, Saleh, dan

Bahar (2015) melakukan penelitian di Rumah Sakit Pemerintah Kota Palu

menemukan bahwa banyaknya keluhan dari pasien kepada perawat menunjukkan

kinerja yang ditunjukkan oleh perawat perlu ditingkatkan untuk menghasilkan

pelayanan keperawatan yang sesuai dengan harapan pasien dan sebanyak 57,2%

perawat menunjukkan bahwa penurunan kinerja dipengaruhi oleh faktor

kepemimpinan yang diterapkan di rumah sakit. Hal sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Bass & Riggio (2006) yang menemukan bahwa kepemimpinan

memainkan peran integral pada kinerja organisasi melalui perilaku serta gaya

kepemimpinan yang efektif dimana pemimpin mempengaruhi kesuksesan

organisasi secara umum dan kinerja individu secara khusus. Penelitian tersebut

juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hilda, Maidin, dan

Sudirman (2013) yang menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan

oleh seorang pemimpin berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja organisasi.

Kepemimpinan selain mempengaruhi kinerja perawat juga dapat

berpengaruh pada kepuasan kerja perawat (Hasibuan, 2014). Sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan pada 1.783 perawat di Amerika Serikat dan Kanada yang

rata-rata merupakan perawat yang telah mengabdi selama lebih dari 15 tahun di

rumah sakit dimana hasil penelitian menemukan bahwa 23% cukup tidak puas,

dan 9% sangat tidak puas dan aspek kepemimpinan menempati ketidakpuasan

yang paling besar yaitu 57% perawat tidak puas dengan gaya kepemimpinan yang

ada (Clarke, dikutip dalam Setiawan, 2015). Sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Muhammad (2013) menemukan bahwa faktor kepemimpinan

mempengaruhi motivasi perawat yang berdampak pada kepuasan kerja perawat.


3

Efektivitas kinerja perawat dapat tercapai apabila perawat memiliki

kepuasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya dan hal tersebut berkaitan

erat dengan kepemimpinan. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Zhang, Hu &

Qiu (2014) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja karyawan dimana karyawan yang merasa puas

terhadap pekerjaannya akan meningkatkan keterlibatan serta keaktifan dirinya

untuk memberikan saran yang inovatif dalam setiap pengambilan keputusan

organisasi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Setiawan (2015) dimana ketidakpuasan perawat dapat berpengaruh negatif

terhadap pelayanan yang diberikan pada pasien mengakibatkan tingkat komplain

pasien dan mungkin memperpanjang lama hari rawat pasien.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja selain kepemimpinan dan

kepuasan adalah komitmen. Sesuai yang diungkapkan oleh Luthans (1995)

bahwa komitmen menunjukkan sikap serta loyalitas karyawan yang berfokus pada

kesuksesan dan kebaikan organisasinya dimana sikap loyalitas ditandai oleh tiga

hal, yaitu: keinginan agar tetap menjadi anggota organisasi, keinginan

mengerahkan usahanya untuk organisasi, keyakinan serta penerimaan terhadap

nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan dapat

berpengaruh pada kinerja yang diperantarai oleh kepuasan kerja karyawan dan

komitmen. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Craig (2013) di

Amerika Serikat pada sejumlah karyawan menyatakan bahwa kepuasan kerja

karyawan merupakan indikator efektivitas organisasi, dimana gaya kepemimpinan

menunjukkan hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja yang berdampak

pada kinerja karyawan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
4

Sari & Mulasari (2015) serta Lousyiana & Harlen (2015) yang melakukan

penelitian terhadap perawat di RS Ibnu Sina menemukan bahwa gaya

kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan

kinerja karyawan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Baihaqi (2010) pada karyawan di PT Yudhistira Yogyakarta menemukan bahwa

komitmen memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja secara

positif dan signifikan, selain itu komitmen juga berpengaruh pada kepuasan kerja

dan kinerja secara positif dan signifikan.

Pentingnya kepemimpinan yang efektif tidak berbeda untuk komunitas

militer. Gaya kepemimpinan pada komunitas militer menunjukkan bahwa para

pemimpin militer memegang peran penting untuk mencapai dan mempertahankan

kinerja organisasi yang efektif dimana pemimpin dinilai menjadi komponen kunci

dari kinerja organisasi dan kepuasan kerja karyawan (Groysberg, Hill, & Johnson.,

2010). Kepemimpinan militer merupakan kepemimpinan dalam organisasi militer

yang memiliki kekhususan dari pemimpin sipil yaitu memiliki nilai-nilai dan

karakteristik militer (Wirawan, 2013). Kepemimpinan dengan ciri khas militer dapat

memberikan dampak dari perilaku bawahannya. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Boney (2015) yang menemukan bahwa

kepemimpinan militer dapat meningkatkan motivasi bawahannya yang berdampak

pada kinerja.

Rumah Sakit (RS) Tk. II Pelamonia Makassar merupakan rumah sakit

militer. Kepemimpinan yang diterapkan di rumah sakit ini menggunakan sistem

komando dimana pemimpin militer memiliki kekuasaan penuh untuk membuat

keputusan di rumah sakit. Hal ini mengakibatkan kadang struktur organisasi yang

telah terbentuk tidak berfungsi dan dijalankan sebagaimana mestinya. Hasil


5

wawancara dengan perawat sipil di RS Tk. II Pelamonia menyatakan bahwa

kesempatan untuk berkembang sulit karena setiap jabatan strategis dipegang oleh

anggota militer sehingga berdampak pada kepuasan kerja, namun komitmen

terhadap organisasi dapat menjadi faktor untuk mempertahankan karyawan pada

organisasi. Gaya kepemimpinan militer yang diterapkan di RS Tk. II Pelamonia

Makassar yang berbeda dengan kebijakan manajemen di rumah sakit pada

umumnya membuat peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian terkait

hubungan persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja yang dapat

dipengaruhi oleh komitmen dan kepuasan kerja perawat di RS Tk. II Pelamonia

Makassar.

B. Rumusan Masalah

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait hubungan persepsi gaya

kepemimpinan, kepuasan kerja, komitmen, dan kinerja, namun belum memberikan

hasil yang konsisten serta tidak membahas secara spesifik tentang hubungan

persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja yang dapat diperantarai oleh

kepuasan kerja dan komitmen. Gaya kepemimpinan militer yang diterapkan di RS

Tk. II Pelamonia Makassar yang berbeda dengan kebijakan manajemen di rumah

sakit pada umumnya membuat peneliti merasa penting untuk menganalisis

hubungan persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja perawat serta

pengaruh komitmen dan kepuasan kerja terhadap kinerja di RS Tk. II Pelamonia

Makassar.
6

C. Tujuan

1. Umum

Diketahui hubungan persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja

perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar.

2. Khusus

a. Diketahui gambaran persepsi perawat terhadap gaya kepemimpinan militer

di RS Tk. II Pelamonia Makassar

b. Diketahui gambaran kepuasan kerja perawat di RS Tk. II Pelamonia

Makassar

c. Diketahui gambaran komitmen perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar

d. Diketahui gambaran kinerja perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar

e. Diketahui hubungan persepsi gaya kepemimpinan militer dengan komitmen

perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar

f. Diketahui hubungan persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kepuasan

kerja perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar

g. Diketahui hubungan persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja

perawat di RS Tk. II Pelamonia Makassar

h. Diketahui hubungan komitmen dengan kinerja perawat di RS Tk. II

Pelamonia Makassar

i. Diketahui hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat di RS Tk. II

Pelamonia Makassar

j. Diketahui hubungan kepuasan kerja dengan komitmen perawat di RS Tk. II

Pelamonia Makassar
7

k. Diketahui perbedaan persepsi antara perawat sipil dan militer terhadap gaya

kepemimpinan militer, komitmen, dan kepuasan kerja di RS Tk. II Pelamonia

Makassar

l. Diketahui pengaruh persepsi gaya kepemimpinan militer, komitmen, dan

kepuasan kerja serta jenis tenaga keperawatan terhadap kinerja perawat di

RS Tk. II Pelamonia Makassar

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan kemampuan

peneliti dalam menganalisis hubungan antara kepemimpinan militer untuk

meningkatkan kinerja perawat yang dimoderasi oleh komitmen dan kepuasan

kerja.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam

menetapkan berbagai kebijakan yang berhubungan dengan manajemen

pelayanan keperawatan rumah sakit terutama dalam penerapan kebijakan

yang menyesuaikan dengan aturan pelayanan keperawatan sehingga

dapat meningkatkan kinerja.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemimpin

rumah sakit dan kepala divisi keperawatan untuk pengembangan kinerja

perawat untuk bekerja lebih efektif dengan menerapkan gaya

kepemimpinan yang sesuai dengan harapan organisasi.


8

c. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya

terkait persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja dengan variabel

moderasi yaitu komitmen dan kepuasan kerja karyawan sehingga penelitian

ini dapat dilanjutkan atau dimodifikasi untuk variabel yang belum diteliti

pada penelitian ini.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Literatur yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui berbagai jurnal

internasional, nasional, serta beberapa buku yang dirangkum dalam tinjauan pustaka.

Jurnal tersebut diperoleh melalui proquest, EBSCO, Pubmed, dan google scholar

dengan memasukkan kata kunci terkait gaya kepemimpinan, kepemimpinan militer,

kepuasan kerja dan kinerja yang dipublikasi antara tahun 2010-2017. Beberapa jurnal

yang muncul dalam pencarian dan diperoleh 18 jurnal internasional dan 21 jurnal

nasional dari berbagai bidang penelitian yang telah dipublikasikan serta 22 sumber

buku terkait manajemen serta metodologi penelitian.

A. Tinjauan Konsep dan Teori

1. Kinerja

a. Pengertian kinerja

Kinerja merupakan hasil dari suatu pekerjaan atau aktivitas yang

dilaksanakan selama periode tertentu yang berhubungan dengan tujuan

organisasi (Kurniadi, 2013). Keberhasilan pelayanan kesehatan sangat

ditentukan oleh kinerja para perawat karena memiliki jumlah yang dominan

dalam pelayanan kesehatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan dan

pemantapan peran bagi perawat akhir-akhir ini menjadi tuntutan

masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan kinerja perawat perlu dan harus

selalu dilaksanakan melalui suatu sistem yang terstandar sehingga hasilnya

lebih optimal (Simamora, 2015). Beberapa pengertian di atas terkait kinerja

menunjukkan bahwa kinerja merupakan hasil dari aktivitas atau pekerjaan


10

yang telah dilaksanakan oleh seseorang yang dinilai selama periode atau

kurung waktu tertentu.

b. Faktor yang mempengaruhi kinerja

Berbagai macam faktor yang mempengaruhi kinerja seorang

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yaitu faktor dari dalam

diri perawat itu sendiri dan faktor luar diri perawat. Faktor dari dalam diri

perawat antara lain pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang

sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja, dan kepuasan kerja,

sedangkan faktor dari luar diri perawat yaitu beban kerja dan gaya

kepemimpinan dalam organisasi yang sangat berperan dalam

mempengaruhi kinerja perawat (Nursalam, 2015).

Interaksi antara motivasi/ motivation (M), kemampuan/ ability (A),

dan kesempatan/ opportunity (O) merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja/ performance (Robbins, 2001). Kinerja dalam hal ini

merupakan fungsi dari motivasi, kemampuan, dan kesempatan dengan

rumus P = M x A x O. Kinerja yang baik akan tercipta apabila tiga faktor

tersebut berada pada rentang nilai yang tinggi dan begitu sebaliknya

(Retnowati, 2011). Perkembangan selanjutnya memformulasikan kinerja

sebagai fungsi antara motivasi dan kesempatan. Sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Cerasoli (2014) yang menemukan bahwa

motivasi dan kemampuan berinteraksi pada pola yang diharapkan dimana

Interaksi ini memiliki kekuatan yang bervariasi berdasarkan pengalaman

serta tersedianya sumber daya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai

berikut:
11

1) Motivasi/ motivation (M):

Motivasi merupakan suatu kondisi atau keadaan yang menimbulkan

dorongan pada karyawan untuk menggunakan segala upaya yang

tinggi sehingga mencapai tujuan serta sasaran yang diharapkan (Arini,

Mukzam, dan Ruhana., 2015). Beberapa faktor yang mempengaruhi

motivasi dapat berasal dari dalam/ intrinsic dan dari luar/ ekstrinsik

(Mangkunegara, 2007). Faktor intrinsik antara lain gaji, kondisi kerja,

keamanan kerja. Sedangkan faktor ekstrinsik antara lain adanya

pengakuan, tanggung jawab, prestasi, kesempatan untuk berkembang,

aturan serta kebijakan, serta interaksi antarkaryawan.

2) Kemampuan/ ability (A):

Kemampuan merupakan kapasitas yang dimiliki individu untuk

menjalankan tugas dalam menyelesaikan pekerjaannya (Robbins,

2001). Kemampuan (ability) merupakan gabungan antara kemampuan

knowledge yang diperoleh melalui pelatihan serta pengalaman kerja

serta keterampilan/ skill yang diperoleh melalui pendidikan serta

pelatihan, kepribadian, serta sikap (Retnowati, 2011). Blanchard dan

Thacker (2003) menegaskan bahwa knowledge, skill, and attitude

menjadi prediktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam

menjalankan tugasnya. Faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi

(motivation) merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja

pegawai. Sesuai yang diungkapkan oleh Davis (1987) dengan formula

sebagai berikut:

a) Human Performance = Ability + Motivation

b) Motivation = Attitude + Situation


12

c) Ability = Knowledge + Skill

Faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja diungkapkan oleh

Winardi, Ma’ruf, & Musnadi (2012) yaitu terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja yaitu:

1) Faktor personal/ individual dalam hal ini meliputi pengetahuan,

keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen

yang dimiliki oleh setiap individu.

2) Faktor kepemimpinan dalam hal ini meliputi kualitas dalam memberikan

dorongan semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan

team leader termasuk gaya kepemimpinan.

3) Faktor tim dalam hal ini meliputi kualitas dukungan dan semangat yang

diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama

anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem dalam hal ini meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau

infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan

kultur kinerja dalam organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan

lingkungan eksternal dan internal.

Faktor lainnya dikemukakan oleh Robbins & Judge (2015)

mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor

individu yang meliputi kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,

pengalaman kerja, tingkat sosial, serta demografi, faktor psikologi meliputi

persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja, serta

faktor organisasi meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, sistem


13

penghargaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dalam teori

tersebut adalah kepuasan kerja.

Beberapa literatur di atas terkait faktor yang dapat mempengaruhi

kinerja yaitu faktor individu dan organisasi. Faktor individu dalam hal ini

yaitu terkait pada persepsi, motivasi, kemampuan yang terdiri dari

pengetahuan, keterampilan, serta sikap, demografi, kepribadian, dan

pengalaman. Sedangkan faktor organisasi dalam hal ini terkait

kepemimpinan, jenis pekerjaan, penghargaan, lingkungan kerja, kondisi

kerja serta hubungan dengan rekan kerja.

c. Indikator kinerja

Kinerja perawat dapat dinilai berdasarkan beberapa indikator antara

lain kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, efisiensi dalam melaksanakan

tugas, disiplin kerja, inisiatif, ketelitian, kepemimpinan, kejujuran, dan

kreativitas (Marquis & Huston, 2013). Tuntutan serta kebutuhan asuhan

keperawatan yang berkualitas merupakan tantangan yang harus

dipersiapkan secara matang dan ditangani secara mendasar, terarah dan

sungguh-sungguh dari rumah sakit (Sitorus & Panjaitan, 2011).

Indikator lain untuk mengukur kinerja dikemukakan oleh Putra

(2015) antara lain berkaitan dengan karakteristik kualitas kerja karyawan,

berkaitan dengan kuantitas kerja karyawan, penyesuaian pekerjaan,

pengetahuan, keandalan, serta hubungan kerja dan keselamatan kerja.

1) Kualitas kerja merupakan tingkatan proses atau penyesuaian pada cara

yang ideal dalam melakukan aktivitas maupun tercapainya harapan

yang diinginkan terhadap aktivitas yang dilakukan.


14

2) Kuantitas kerja merupakan terwujudnya jumlah yang dihasilkan

berdasarkan nilai mata uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus

aktivitas yang telah diselesaikan.

3) Penyesuaian pekerjaan merupakan keadaan ketika seorang karyawan

memiliki percaya diri, keinginan yang baik untuk maju dan berkembang,

dan bekerja sama dengan rekan kerja.

4) Pengetahuan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan

dengan memanfaatkan ilmu serta pengetahuan yang dimiliki dan sesuai

dengan pekerjaan yang dijabatnya.

5) Keandalan merupakan tingkatan ketika seorang karyawan dapat

melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau

bimbingan dari atasannya.

6) Hubungan kerja dan keselamatan kerja merupakan kemampuan yang

dimiliki oleh karyawan untuk bekerja sama dengan orang lain serta

senantiasa memprioritas keselamatan kerja.

d. Model dan metode penilaian kinerja

Penilaian kinerja seseorang dapat dinilai dengan berbagai cara

yang dapat dinilai oleh diri sendiri maupun dinilai oleh orang lain. Sesuai

dengan yang diungkapkan oleh Mangkunegara (dikutip dalam Nursalam,

2015) menyatakan bahwa terdapat beberapa model penilaian kinerja yaitu:

1) Penilaian sendiri

Penilaian sendiri merupakan pendekatan yang umum digunakan untuk

mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan

sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian

lainnya. Penilaian dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja


15

atau konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya

digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian,

kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan,

perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila

seseorang mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil

karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi.

Penilaian sendiri dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian,

pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan

kependidikan.

2) Penilaian atasan

Organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya

dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang

termasuk dilakukan oleh supervisor.

3) Penilaian mitra

Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang

mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Wewenang pengambilan

keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen

kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh

seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personal yang

dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh supervisor.

Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personal

dibandingkan untuk evaluasi.

4) Penilaian bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan

dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal.


16

Penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan

gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat

dukungan, program penilaian bawahan terhadap manajer dalam

rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini

meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan

sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Penilaian

kinerja dapat dilakukan ketika seseorang telah bekerja dan menduduki

posisi tertentu selama satu tahun atau lebih. Sesuai dengan panduan

penyusunan dan penilaian sasaran kerja pegawai negeri sipil

berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 1999 pasal 12 dan 20 dimana

penilaian karyawan dilakukan untuk karyawan yang telah bekerja

selama satu tahun.

e. Standar pelayanan keperawatan

Standar pelayanan keperawatan menurut Nursalam (2015)

merupakan pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang

diinginkan untuk menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada

pasien. Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi

perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien

dari tindakan yang tidak terapeutik. Penilaian kualitas pelayanan

keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang

merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan. Standar praktik keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI

yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi:

1) Standar satu: Pengkajian Keperawatan


17

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:

a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,

pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

b) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

d) Status kesehatan klien masa lalu

e) Status kesehatan klien saat ini

f) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual

g) Respon terhadap terapi

h) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

i) Risiko - ruisiko tinggi masalah

2) Standar dua: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa

keperawatan. Adapun kriteria proses:

a) Proses diagnosa terdiri dari identikasi masalah klien, interpretasi

data, analisa, dan perumusan diagnosa keperawatan.

b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan

tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

c) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan.

d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan

data terbaru.
18

3) Standar tiga: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,

meliputi:

a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan

rencana tindakan keperawatan.

b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan.

c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau

kebutuhan klien.

d) Mendokumentasi rencana keperawatan.

4) Standar empat: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:

a) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan

b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi

lingkungan yang digunakan.

e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan

berdasarkan respon klien.


19

5) Standar lima: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Adapun kriteria prosesnya:

a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara

komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengikuti

perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

c) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.

d) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan.

e) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi efektivitas kinerja karyawan,

salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kinerja yaitu

kepemimpinan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakakan oleh Bass &

Riggio (2006) bahwa kepemimpinan memainkan peran integral pada kinerja

organisasi melalui perilaku serta gaya kepemimpinan yang efektif dimana

pemimpin mempengaruhi kesuksesan organisasi secara umum dan kinerja

individu secara khusus. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian

yang dilakukan oleh Hilda, Maidin, dan Sudirman (2013) yang menemukan

bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja organisasi. Hasil penelitian

tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Putra, Saleh, dan

Bahar (2015) menemukan bahwa banyaknya keluhan dari pasien kepada


20

perawat menunjukkan kinerja yang belum optimal dimana 57,2 dipengaruhi

oleh faktor kepemimpinan yang diterapkan di rumah sakit.

2. Kepemimpinan militer

a. Pengertian kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan bagian dari organisasi manajerial yang

memiliki peran dan fungsi yang unik (Huber, 2014). Terdapat berbagai

pengertian mengenai kepemimpinan yang diungkapkan oleh beberapa

pakar. Fiedler dan Garcia (dikutip dalam Huber, 2014) menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah satu dari faktor terpenting untuk menentukan

kelangsungan hidup dan kesuksesan suatu kelompok dan organisasi.

Chapin dikutip dalam Marquis dan Huston (2013) menyatakan bahwa

kepemimpinan merupakan kerja sama kelompok dalam suatu titik

polarisasi. Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh De Pree dikutip

dalam Marquis dan Huston (2013) yang menganggap bahwa

kepemimpinan merupakan sebuah seni yang harus dialami, dirasakan serta

dibentuk bukan ilmu atau mata ajar. Kepemimpinan merupakan sebuah

proses persuasif dimana terdapat individu maupun tim kepemimpinan yang

menjadi teladan untuk mempengaruhi kelompok tertentu agar mengikuti

arahan pemimpin (Gardner, dikutip dalam Marquis dan Huston 2013).

Beberapa penjelasan terkait kepemimpinan secara umum serta teori

tentang kepemimpinan menjadi dasar untuk menguraikan kepemimpinan

militer. Kepemimpinan militer secara umum sama dengan kepemimpinan

militer, hanya saja kepemimpinan militer memiliki beberapa karakteristik

khusus yang berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Pembahasan


21

selanjutnya akan menunjukkan beberapa hal yang membedakan

kepemimpinan sipil dan kepemimpinan militer.

b. Kepemimpinan militer

Kepemimpinan militer adalah bagian dari sistem kepemimpinan

nasional suatu bangsa dan negara yang terdiri dari kepemimpinan sipil di

berbagai sektor dan kepemimpinan militer. Pemimpin militer pada semua

unit harus menjadi warrior dengan keberanian, pengetahuan dan

melakukan tugasnya secara sempurna dengan mempengaruhi anggotanya,

menyediakan arah dan tujuan serta memotivasi para anggotanya untuk

mencapai tujuan yang diharapkan (Wirawan, 2013). Kepemimpinan militer

merupakan kepemimpinan dalam organisasi militer (Wirawan, 2013).

Kepemimpinan militer adalah perilaku pemimpin yang memiliki nilai dan

norma seperti integritas, mengesampingkan kepentingan pribadi, dan

keunggulan dalam setiap tindakan yang menjadi dasar dari budaya militer

(Boney, 2015). Kepemimpinan militer merupakan gaya kepemimpinan dan

perilaku yang ditunjukkan oleh para pemimpin militer dan sipil yang telah

memainkan peran penting untuk mencapai dan mempertahankan kinerja

organisasi yang efektif (Craig, 2013). Kepemimpinan militer pada umumnya

sama dengan penerapan kepemimpinan sipil, hanya saja terdapat

beberapa karakteristik khusus yang membedakan dengan kepemimpinan

sipil.

c. Karakteristik kepemimpinan militer

Secara umum karakteristik pemimpin sipil sama dengan pemimpin

militer, perbedaannya terletak pada sistem norma, nilai-nilai militer yang

dianut oleh anggota militer yang membedakan pemimpin militer bersikap


22

dan berperilaku berbeda dengan kepemimpinan sipil dalam memengaruhi

para pengikutnya. Karakteristik pemimpin militer menurut Wirawan (2013)

antara lain:

1) Setia pada doktrin militer. Anggota tentara membawa norma dan nilai-

nilai diri yang berasal dari norma keluarga, suku bangsa, dan norma

masyarakat dari mana mereka berasal dan berkembang. Norma-norma

dan nilai-nilai tersebut memengaruhi sikap dan perilakunya. Norma dan

nilai-nilai tersebut mungkin tidak searah bahkan dapat bertentangan

dengan norma dan nilai-nilai militer yang tercantum dalam doktrin

militer. Oleh karena itu, ketika diterima dalam rekrutmen dan seleksi

sebagai calon anggota militer segera harus diberikan pelatihan

mengenai norma, nilai-nilai, dan doktrin militer. Seorang pemimpin

militer harus memahami dan menerapkan keseluruhan doktrin militer

maka tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai seorang militer,

tetapi juga menerpkan semua ketentuan yang ada dalam doktrin militer

pada kehidupannya. Pemimpin militer bertugas mengajarkan doktrin

militer kepada semua anggota militer baru dan menegakkan

pelaksanaan doktrin militer kepada semua anggota militer. Oleh sebab

itu, pemimpin militer perlu memahami doktrin militer, menerapkan dalam

kehidupannya, dan menegakkan pelaksanaannya. Doktrin militer

mengikat semua pemimpin militer, anggota militer, dan sipil menjadi

satu untuk melayani bangsa dan negaranya. Mereka harus menerapkan

doktrin militer di mana saja, kapan saja, dan situasi apa saja.

2) Integritas. Pemimpin militer harus mempunyai komitmen total terhadap

`standar dan nilai-nilai militer professional. Ia harus jujur dalam


23

melaksanakan tugas untuk mencapai misi organisasi. Pemimpin

berintegritas secara konsisten bertindak menurut prinsip-prinsip yang

jelas hanya berdasarkan apa yang dilakukannya sekarang. Pemimpin

berintegritas mempunyai standar moral tinggi dan jujur sesuai apa yang

dikatakan dan apa yang dilakukan.

3) Keberanian. Seorang pemimpin militer adalah orang yang berani

berperang dan berani membunuh musuh bangsa dan negara dengan

semua risiko dan akibatnya. Keberanian adalah melakukan apa yang

takut kamu lakukan. Keberanian adalah kemampuan untuk

mengesampingkan ketakutan dan melakukan apa yang diperlukan.

Pemimpin militer harus memiliki keberanian keberanian fisik dan moral.

Keberania fisik yaitu mengatasi ketakutan bahaya tubuh ketika

melakukan tugas yang memicu keberanian yang memungkinkan

mengambil risiko walaupun menghadapi luka dan kematian. Keberanian

moral adalah kemauan untuk memegang dan melaksanakan nilai-nilai,

prinsip-prinsip dan keyakinan. Seorang pemimpin militer

mempertahankan apa yang dipercayainya benar tanpa memikirkan

konsekuensinya. Pemimpin yang mengambil tanggung jawab untuk

keputusan dan tindakannya, bahkan ketika segala sesuatu berakibat

negatif tetap menunjukkan keberanian moral untuk bertanggung jawab

atas kegagalan. Keberanian moral juga berarti mengekspresikan

keterusterangan. Keterusterangan adalah kejujuran serta tidak

berbohong kepada orang lain.

4) Tegas dalam membuat keputusan. Salah satu tugas pemimpin adalah

membuat keputusan. Keputusan pemimpin harus tegas dan percaya diri


24

tepat sasaran dan tepat waktu. Pemimpin kemudian mengomunikasikan

keputusannya dengan para anggota unit dan melaksanakan keputusan

dengan penuh rasa tanggung jawab. Pemimpin harus bertanggung

jawab ketika pelaksanaan keputusan dengan penuh rasa tanggung

jawab. Pemimpin harus bertanggung jawab ketika pelaksanaan

kegiatan berhasil atau gagal, oleh karena itu pemimpin perlu

mengetahui bahwa keputusan militer mempunyai militer.

5) Komitmen terhadap tugas dan kewajiban. Komitmen terhadap tugas

adalah mengabdikan tugas sepenuhnya kepada tugas dan kewajiban

serta tanggung jawab kepada organisasi, anggota militer yang

dipimpinnya dan kepada bangsa dan negara. Komitmen terhadap

kewajiban tidak hanya terbatas pada apa yang diperintahkan oleh suatu

peraturan, standar, dan prosedur. Pemimpin militer perlu melakukan

inisiatif untuk mengantisipasi apa yang harus dilakukan tidak menunggu

perintah atasannya.

6) Tidak mementingkan diri sendiri. Pemimpin militer mengorbankan

kepentingan diri pribadinya demi kepentingan bangsa dan negara dan

kepentingan para anak buahnya. Ia mendahulukan kepentingan bangsa

dan negaranya di atas kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Ia tidak

mengorbankan kepentingan dan kesejahteran anak buahnya demi

kenikmatan hidupnya. Ia mampu menghadapi dan menyelesaikan

kesulitan yang dihadapi dirinya sendiri dan anak buahnya.

7) Loyalitas. Pemimpin militer harus mempunyai loyalitas, kesetiaan

kepada atasannya, teman sekerja, bahkan kepada bawahannya. Ia juga

harus loyal pada tujuan bangsa dan negaranya, patuh kepada konstitusi
25

dan undang – undang. Ia harus menunjukkan loyalist sebelum

mengharapkan loyalitas dari anak buahnya.

8) Energik. Pemimpin militer dan para anggotanya harus orang yang

memiliki energi fisik dan mental yang tinggi agar dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik. Pemimpin militer dan bawahannya harus

memiliki stamina fisik dan kejiwaan prima.

9) Menghargai orang. Mengharai dan menghormati orang sesuai apa yang

harus dilakukan terhadap seseorang sesuai dengan martabatnya.

Seorang pemimpin militer tidak hanya menghormati atasannya tapi juga

anak buahnya, bahkan musuhnya. Pemimpin militer harus menciptakan

iklim di mana setiap orang diperlakukan dengan bermartabat dan

penghargaan.

10) Empati. Pemimpin militer mempunyai empati tinggi terhadap pasukan

dan anggota pasukan yang dipimpinnya. Ia memerhatikan kesulitan dan

penderitaan yang dihadapi anak buahnya dalam keadaan perang

maupun damai. Dalam keadaan damai, pemimpin militer memerhatikan

kesehatan dan kesejahteraan para anggotanya dan keluarganya.

d. Organisasi militer

Organisasi militer merupakan organisasi yang rumit. Kerumitan

tersebut ditentukan oleh geografi negara dimana militer berada. Secara

umum kepemimpinan militer suatu Negara terdiri dari tiga level menurut

Wirawan (2013), yaitu:

1) Level kepemimpinan langsung. Kepemimpinan dimana para anggota

militer dan sipil dapat bertemu secara langsung dengan pemimpin dan

komandannya setiap harinya. Pemimpin langsung memimpin para


26

anggotanya secara langsung baik dalam keadaan damai maupun

dalam pertempuran. Tugas dari pemimpin langsung antara lain:

menciptakan kesehatan fisik dan mental para anggotanya, menciptakan

kesiapan untuk melaksanakan operasi militer dan operasi sipil,

memonitor dan mengevaluasi anggota dan peralatan perang unitnya,

mengoordinasi upaya tim/ unitnya, menjelaskan tujuan misi unit, dan

menentukan ekspektasi kinerja unit dan para anggota unit.

2) Kepemimpinan level organisasi. Pemimpin level organisasi ini

memimpin dari beberapa ratus sampai beberapa ribu anggota tentara

dan sipil. Pemimpin organisasi memimpin mereka secara tidak

langsung melalui sejumlah pemimpin level langsung. Pemimpin level

organisasi mempunyai staf yang membantunya memimpin para

pemimpin yang ada dibawahnya yang masing – masing memimpin para

anggota yang ada di kesatuannya. Pemimpin level ini memiliki

kebijakan, mengembangkan budaya organisasi dan iklim organisasi

untuk memimpin par pemimpin yang dikoordinasinya. Pemimpin level

organisasi tidak bertemu langsung dengan sebagian besar anggota

militer dan sipil di unit – unit yang dipimpinnya, maka ia keluar dari

kantornya untuk mengunjungi unit – unit organisasi dan para

anggotanya yang terletak di tempat yang jauh merupakan aktivitas

penting bagi para pemimpin organisasi.

3) Kepemimpinan level strategik. Kepemimpinan pada level Departemen

Pertahanan dan Level Panglima Tentara Nasional atau Chief of Staff.

Kepemimpinan level strategik adalah Presiden, Menteri Pertahanan,

Panglima Tentara Nasional, Panglima Angkatan Darat, Panglima


27

Angkatan Laut dan Panglima Angkatan Udara. Fungsi dan tugas

pemimpin level strategik adalah menyusun kebijakan pertahanan

Negara dalam bentuk undang – undang, peraturan pemerintah, doktrin

– doktrin militer, pengembangan sistem pertahanan negara, kebijakan

persenjataan, kebijakan personalia militer dan menentukan perang

yang harus dilakukan.

e. Prinsip-prinsip kepemimpinan

Terdapat beberapa prinsip kepemimpinan yang akan mendukung

seseorang dalam memimpin suatu organisasi. Prinsip kepemimpinan

tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Prinsip kepedulian

Kepedulian Pemimpin memberikan perhatian terhadap anggota

kelompok baik dalam bentuk materi, gagasan, waktu, keterampilan, dan

sebagainya merupakan salah satu bagian dari kepedulian (Kaswan,

2013). Kepemimpinan yang efektif mutlak dapat tercapai apabila

terdapat kepedulian dari pemimpin kepada anggota kelompoknya

(Kaswan, 2013). Cooper dikutip dalam Kaswan (2013) menyatakan

bahwa kepedulian terhadap orang lain merupaka satu-satunya factor

yang dapat membedakan antara pemimpin terbaik dengan pemimpin

yang biasa saja. Hal ini juga didukung oleh Maxwell dikutip dalam

Kaswan (2013) mengungkapkan bahwa jika ingin mempengaruhi

kehidupan orang lain maka mulailah dengan mengasuh mereka dengan

memberikan rasa kepedulian yang tulus.


28

2) Prinsip mendahulukan kolaborasi

Paradigma kompetisi dan kolaborasi dalam organisasi adalah dua hal

yang umum terjadi dalam interaksi sosial dan proses kepemimpinan

yang yang ideal apabila mendahulukan kolaborasi/ kerja sama

dibandingkan kompetisi/ persaingan (Kaswan, 2013). Kolaborasi lebih

dari keterampilan interpersonal yang berakar dari karakter, bergerak

kearah hubungan dan selanjutnya mengalir pada kesepakatan

(Kaswan, 2013).

3) Prinsip persahabatan

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menganggap anggota

timnya sebagai sahabat untuk mencapai kolaborasi dalam tim untuk

memperoleh banyak teman maka seseorang harus bisa menjadi teman

yang baik bagi orang lain (Kaswan, 2013). Adapun cara-cara yang

dapat dilakukan untuk membangun hubungan persahabatan menurut

Carnegie dikutip dalam Kaswan (2013) yaitu merasa tertarik kepada

orang lain, menjadi pendengar yang baik, berbicara tentang minat

mereka, senyum, mengingat nama orang, dan membuat orang lain

merasa penting.

4) Prinsip menghindari politik kantor

Politik kantor adalah keadaan dimana terdapat pemimpin/ anggota

kelompok yang lebih mengutamakan ambisi pribadi dibanding keinginan

untuk mencapai keberhasilan bersama, kerja sama, atau konsistensi

(Kaswan, 2013). Organisasi memiliki dua jalur utama bagi orang untuk

maju yaitu maju dengan bekerja untuk meningkatkan kinerja atau

produktivitas dan maju dengan tujuan kepentingan politis (Kaswan,


29

2013). Beberapa prilaku politis di tempat kerja menurut Oade dikutip

dalam Kaswan (2013) antara lain:

a) Aktivitas kerja seseorang yang lebih diarahkan untuk memenuhi

kepentingan diri mereka sendiri dibandingkan kepentingan

kelompok sehingga hal ini menjauhkan diri mereka dari tujuan

organisasi

b) Kekuasaan, kontrol, pujian, dan penghargaan merupakan dasar

bagi seseorang untuk menggunakan prilaku politis.

5) Prinsip memperluas lingkaran kenalan

Sumber kekuatan sosial adalah kenalan, semakin banyak kenalan yang

kita miliki maka akan semakin besar kekuasaan yang dimiliki (Gladwell,

dikutip dalam Kaswan 2013). Seorang pemimpin juga harus menjadi

penghubung dalam tim, sehingga dalam melaksanakan tugasnya perlu

untuk memiliki banyak kenalan/penghubung (Kaswan, 2013). Hal ini

didukung oleh pendapat Gladwell dikutip dalam Kaswan (2013) yang

menyatakan bahwa terdapat dua kriteria yang mengharuskan seorang

pemimpin perlu memperluas kenalan dengan banyak orang yang

pertama yaitu seorang penghubung harus kenal dengan orang banyak

dan yang kedua yaitu penghubung memiliki ruang lingkup yang luas

6) Prinsip memberi kesempatan ide terbaik yang menang

Setiap penemuan, buku atau bisnis dimulai dengan menciptakan

sebuah ide, sesuatu yang membuat dunia bergerak maju adalah ide

(Kaswan, 2013). Menolak godaan untuk memperjuangkan ide pribadi

untuk menciptakan ide terbaik dengan bekerja sama dengan rekan


30

kerja yang lain adalah salah satu bentuk pemimpin yang baik (Kaswan,

2013).

7) Prinsip menjauhi kepura-puraan

Pemimpin tim harus menyadari bahwa tidak ada makhluk yang

sempurna di dunia ini, sehingga sikap berpura-pura merasa bahwa

dirinya adalah pemimpin yang sempurna harus dijauhi (Kaswan, 2013).

Sikap berpura-berpura tidak akan menghasilkan produktivitas yang

baik. Kaswan (2013) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang

perlu ditanamkan pada diri sendiri dan rekan kerja yang lain untuk

menghindari sifat berpura-pura sempurna yaitu menjauhi

kesombongan, rendah hati, memupuk sifat syukur.

f. Teori Kepemimpinan

Hersey et al dikutip dalam Huber (2014) telah menggambarkan

secara menyeluruh tentang kepemimpinan dan melalui teori organisasi

dapat di kembangkan di sekolah tentang kepemimpinan. Seorang

pemimpin sejak awal harus sadar dan fokus tentang tugasnya dan

hubungan antar manusia sehingga memunculkan teori kepemimpinan yang

dapat di kelompokkan sebagai trait (sifat), atitudinal (sikap) dan situational

(situasi). Pendekatan trait (sifat) berfokus pada identifikasi karakteristik

pemimpin secara spesifik. Pendekatan atitudinal (perilaku) mengukur sikap

terhadap perilaku pemimpin. Pendekatan situasional berfokus kepada

mengobservasi perilaku pemimpin dan gaya kepemimpinan yang dapat

sesuai dengan situasi.

Kepemimpinan sebagai suatu hubungan secara interaktif anatara

pemimpin dan bawahan serta mempengaruhi orang lain yang terdapat


31

dalam budaya organisasi merupakan fokus penelitian kontemporer

(Marquis dan Huston, 2013). Terdapat beberapa perkembangan teori

keperawatan pada akhir abad ke-20 yang dapat mengembangkan

pemahaman mengenai kepemimpinan diantaranya adalah teori manusia

terbaik/ teori sifat, teori kepemimpinan situasional dan kontingensi serta

teori kepemimpinan kontemporer (Marquis dan Huston, 2013).

1) Teori Manusia Terbaik/ Teori Bakat (Trait Theory)

Teori ini muncul pada tahun 1940-an dimana teori sifat

mengandung makna bahwa terdapat beberapa orang yang mempunyai

sifat individu tertentu yang menjadikan mereka dapat memimpin lebih

baik dibandingkan dengan yang lain. Pada teori ini efek bawahan dan

dampak situasi diabaikan dan hanya mempelajari kehidupan individu

(karakteristik pemimpin) yang terlihat menonjol sepanjang sejarah.

Teori ini juga mendapat tentangan dari beberapa peneliti seperti Senge

dan Gardner dikutip dalam Marquis dan Huston (2013) mengungkapkan

bahwa keterampilan kepemimpinan tidak hanya dapat diturunkan

melainkan juga dapat dikembangkan.

Bennis dikutip dalam Huber (2014) mengidentifikasi ada enam

cara dalam memimpin yaitu mengarahkan visi, semangat, integritas

(termasuk pengetahuan diri, keterbukaan , kematangan), kepercayaan,

keingintahuan, dan keberanian. sehingga keterampilan kepemimpinan

dapat diajarkan dan dipelajari dengan baik. Ini sangat penting bagi

perawat dan menunjukkan bahwa mereka dapat belajar, praktek,

meningkatkan kompetensi kepemimpinan mereka. Penelitian Bennis

dan Thomas dikutip dalam Huber (2014), menunjukkan bahwa


32

pemimpin yang luar biasa memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk

mengatasi kesulitandan tampak lebih kuat dan berkomitmen. Mereka

menunjukkan bahwasalah satu indikator yang paling dapat diandalkan

dan seorang pemimpin sejati mampu memprediksi situasi negatif dan

mampu belajar dari keadaan yang sulit tersebut. Pemimpin besar

memiliki empat keterampilan penting sebagai berikut:

a) Kemampuan untuk terlibat dengan yang lain dalam arti berbagi

b) Cara bicara yang khas dan menarik

c) Rasa integritas

d) Perpaduan antara ketahanan dan kemampuan untuk memahami

konteks, yang disebut "kapasitas adaptif"

Karakteristiknya seperti pengetahuan, memotivasi oranguntuk

bekerja keras, kepercayaan, komunikasi, antusias, visi, kemampuan

untuk melihat gambaran besar, kemampuan untuk mengambil risiko

yang terkait dengan kualitas kepemimpinan penting dalam temuan

penelitian. Bennis dan Nanus dikutip dalam Huber (2015) menemukan

bahwa ada dua kunci sifat kepemimpinan. Satu yang membimbing

mengatur konsep dan yang lainnya adalah kemampuan berkomunikasi

dalam menentukan visi.

Pendekatan trait melibatkan keterampilan dan karakteristik yang

menghasilkan pemimpin yang sukses. Ini akan menunjukkan pemimpin

yang bekerja atau yang tidak bekerja. Profil pemimpin yang bekerja

memiliki sifat kejujuran, kekuatan, mengarahkan, keuleten, kreatifitas,

fleksibel, pandangan, stabilitas emosional, pengetahuan, keterampilan


33

konseptual, dan motivasi. Sebaliknya pemimpin yang tidak bekerja

memiliki sifat ketidakpercayaan, tidak sensitif kepada orang lain, sikap

acuh tak acuh, berlebihan dalam mengatur, bersikap kasar,

ketidakmampuan untuk berfikir secara strategis atau mengatur staf,

ketidakmampuan membangun tim dan terlalu berfokus pada politik

internal organisasi (terlalu berambisi) (Huber,2014).

Teori kepemimpinan mulai berfokus pada teori sifat untuk

mengeksplor konsep gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan

bergerak dari sifat otoritas ke demokratis dan dari transaksional ke

transformasional. Seorang perawat bertugas untuk menentukan

lingkungan yang bermanfaat dan lebih nyaman atau tempat yang dia

harapkan menjadi sukses. Penempatan ini memfasilitasi untuk sukses

dan terjadi persaingan yang lebih baik antara pemimpin dan pengikut

(Huber, 2014).

Teori trait juga melibatkan pandangan kepemimpinan feminis.

Helgeson dikutip dalam Huber (2014) menyatakan bahwa

kepemimpinan perempuan adalah struktur jaringan yang berkembang

terus menerus dan dinamis dan mengikat. Ini digambarkan melalui

perhatian keluarga, komunitas dan budaya. Cenderung menggunakan

gaya demokratis menekankan pada pentingnya meningkatkan

persaudaraan, mempertahankan hubungan dengan orang lain dan

memperoleh kekuatan melalui pemberdayaan orang lain. Wanita

cenderung berfokus pada proses, lebih fleksibel, nilai kerjasama,

hubungan dan persaudaraan sedangkan laki-laki cenderung berfokus

pada pancapaian dan pengakhiran. Menjelajahi pandangan feminis


34

pada kepemimpinan adalah lebih berharga dalam menyediakan

makanan pada organisasi pelayanan kesehatan dan perawat bekerja

dalam perjuangannya tanpa menginginkan gaya kepimimpinan hierarki

yang lazim namun membutuhkan reconfigurasi lingkaran atau jaringan

struktur yang lebih efektif.

2) Teori Perilaku (Attitudinal Leadership Theory)

Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan

pemimpin dan bagaimana seorang manajer menjalankan

fungsinya.Menurut Harsey et al dikutip dalam Huber (2014) menyatakan

bahwa teori kepemimpinan ini merupakan pendekatan kedua yang

berfokus pada penilaian perilaku dan tindakan pemimpin. Terdapat tiga

macam teori yang terkait dengan teori perilaku yaitu teori situasional,

teori kontingensi Fidler dan teori tiga dimensi pemimpin efektif Harsey

dan Blanchard (Huber, 2014).

a) Teori kepemimpinan situasional

Teori ini berkembang dari teori kontingent yang mana inti idenya

adalah perilaku organisatoris secara kontingent pada situasi atau

lingkungan. Pemimpin mengobservasi dan menganalisa

kemampuan dan motif anggotanya. Keluwesan dan keterampilan

kepimimpinan membutuhkan berbagai macam gaya ketika

kebutuhan dan motif anggota berubah atau beragam. Pendapat lain

menyatakan bahwa Follet dikutip dalam Marquis dan Huston (2013)

mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan

bervariasi sesuai dengan situasi dan menganggap bahwa

organisasi merupakan suatu sistem kontingensi sosial dimana


35

terdapat solusi untuk memuaskan dua pihak dalam hal ini

pemimpin dan karyawan tanpa ada dominasi dengan cara

melakukan integrasi kedua pihak.

b) Teori Kontingensi (Fiedler’s Contingency Theory)

Teori kontingensi Fiedler merupakan interplasi antara pemimpin

kelompok dan anggotanya lebih dipengaruhi oleh kemampuan dari

pemimpin untuk menjadi lebih baik (Marquis dan Huston, 2013).

Teori ini melibatkan variabel-variabel kunci untuk mendukung

pengujiannya. Fiedler dikutip dalam Huber (2014) mengungkapkan

bahwa kelompok variabel situasi dikelompokkan dalam hubungan

pemimpin-anggota, struktur tugas, dan kekuatan kedudukan

kedalam delapan kombinasi dengan menyusunnya dari tinggi ke

rendah pada tiga variabel utama. Dari hasil pengujian tersebut

dinyatakan bahwa situasi yang lebih menyenangkan terjadi pada

hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan

kekuatan kedudukan tinggi. Sebaliknya keadaan yang kurang

menyenangkan terjadi ketika pemimpin tidak disukai, tidak

terstruktur tugas dan lemahnya kekuatan. Oleh karena itu kunci dari

prinsip teori ini adalah kebutuhan pemimpin yang beorientasi tugas

terjadi ketika hal menyenangkan lebih tinggi atau tidak

menyenangkan.

c) Teori tiga dimensi pemimpin efektif Harsey dan Blanchard (Hersey

and Blanchard’s Tri-Dimensional Leader EffectivenessModel)

Teori Harsey dan Blanchar menegaskan pentingnya kesanggupan

anggota karena dapat diaplikasikan di dalam kelompok kerja.


36

Lingkungan kerja harus lebih kuat yang telah bekerja selama

bertahun-tahun pada suatu unit tertentu. Gaya kepemimpinan harus

memperhitungkan kesanggupan anggota sebagai faktor kritis untuk

memutuskan gaya yang dipilih. Dengan menggunakan teori

kepemimpinan, pemimpin harus menilai dirinya, melihat

kesanggupan anggotanya, dan melihat situasi untuk memutuskan

apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kemudian gaya

menyuruh, berdagang, partisipasi atau delegasi yang dipilih (Huber,

2014).

d) Teori kepemimpinan kontemporer (interaksional/transaksional dan

transformasional)

Akhir tahun 1970-an peneliti mulai beranggapan bahwa

kepemimpinan efektif bergantung pada banyak variabel seperti nilai

pemimpin dan bawahan, lingkungan, pengaruh pemimpin,

kompleksitas situasi dan budaya organisasi (Marquis dan Huston,

2013). Penggabungan dari beberapa variable tersebut dituangkan

dalam teori kepemimpinan interaksional/ transaksional dan

transformasional.

Teori kepemimpinan interaksional/ transaksional menganggap

bahwa hubungan kepribadian pemimpin dan situasi tertentu

mempengaruhi prilaku kepemimpinan secara umum, dalam hal ini

pemimpin harus mampu mendiagnosis situasi serta memilih trategi

yang tepat dari berbagai keterampilan yang dimiliki untuk mencapai

suatu keberhasilan. Holander dikutip dalam Marquis dan Huston (2013)


37

menyatakan bahwa terdapat peran antara pemimpin dan bawahan

diluar situasi kepemimpinan yang dipengaruhi kejadian diluar peran

mereka sehingga antara keduanya dapat bekerja sama dan saling

memberikan manfaat. Pendapat lain mengatakan bahwa kepemimpinan

transaksional mengangap pemimpin memiliki fungsi dalam peran

pengasuh dan berfokus pada pekerjaan setiap hari. Pemimpin juga

meninjau kebutuhan dan tujuan anggota berdasarkan harapan dari

anggotanya. Inti dari transaksional adalah sebanding dalam persetujuan

atau perjanjian pada keuntungan bersama antara pemimpin dan

anggota (Bass dan Avolio, 1994).

Kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin memberikan

motivasi pada anggotanya untuk melakukan tugas secara penuh setiap

hari dengan mempengaruhi perubahan pandangan dan memberikan

kesan secara langsung (Bass dan Avolio, 1994). Pemimpin

menggunakan kharisma, pemikiran, kepandaian sebagai dorongan

untuk menghasilkan usaha, keberhasilan dan kepuasan yang besar .

Teori lain menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional

merupakan hubungan antara pemimpin dan bawahan dapat saling

mendukung untuk meningkatkan motivasi dan moral. Inti kepemimpinan

transformasional adalah visi yang mampu menguraikan dan

menjelaskan keadaan pada masa yang akan datang pada orang lain

sehingga mereka mengetahuinya (Marquis dan Huston, 2013).

Huber (2014) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional telah melahirkan pengikut yang berkomitmen besar,

kepuasan, dan efektivitas pengikut. Dalam pelayanan keperawatan,


38

gaya transformatif pada top manager terkait dengan hasil kualitas yang

lebih baik (Castle dan Decker dikutip dalam Huber,2014). Pelayanan

kesehatan bertransformasi, jadi banyak perawat menjadi pemimpin

yang mengubah nilai organisasi, kepercayaan, dan perilaku untuk

mengarahkan orang sesuai dengan apa yang dibutuhkan dimasa

depan. The ANCC dikutip dalam Huber (2014) menyatakan bahwa

kepemimpinan mengisyaratkan visi, pengaruh, pengetahuan klinik,

keahlian sebaik dengan pemahaman transformasi yang memerlukan

solusi yang tidak khas dan menciptakan benturan.

Selain teori – teori kepemimpinan yang telah dijelaskan

sebelumnya, masih terdapat beberapa teori kepemimpinan yang

dikemukakan oleh beberapa pakar sebagai berikut (Nursalam, 2015):

a) Teori motivasi

Beberapa perbandingan teori motivasi berdasarkan isinya, yaitu:

(1) Hierarki kebutuhan (Maslow)

(2) Fisiologis: Gaji pokok

(3) Aman: perencanaan yang reguler (gaji)

(4) Kasih sayang: Kerja sama secara tim

(5) Harga diri: pencapaian posisi

(6) Aktalisasi: tantangan dalam bekerja

b) Teori ERG (Clayton Alderfer)

(1) E= Exixtence (fisiologis)

(2) R= Relatedness (kasih sayang)

(3) G= Growth (harga diri dan aktualisasi)

c) Teori dua faktor (Frederich Herzberg)


39

(1) Motivators = kepuasan kerja

(2) Hygiene = lingkungan yang kondusif

d) Teori Belajar (McClelleand)

(1) Affiliation = bersahabat

(2) Power = memerintah orang lain

(3) Achievement = suka tantangan, kompetisi dan menelesaikan

masalah secara detail.

e) Teori path goal (Robbins dan Judge)

1. Kepemimpinan suportif

2. Kepemimpinan direktif

3. Kepemimpinan pasrtisipatif

4. Berorientasi pada prestasi

Kepemimpinan selain mempengaruhi kinerja perawat juga dapat

berpengaruh pada kepuasan kerja perawat (Hasibuan, 2014). Sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Clarke (dikutip dalam Setiawan, 2015)

pada perawat di Amerika dan Kanada yang telah mengabdi lebihj dari 15 tahun

menemukan bahwa kepuasan yang dirasakan perawat dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan yang ada terutama yang berkaitan dengan kebijakan pemimpin.

Penelitian tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Muhammad (2013) menemukan bahwa faktor kepemimpinan mempengaruhi

motivasi perawat yang berdampak pada kepuasan kerja perawat.

Efektivitas kinerja perawat dapat tercapai apabila perawat memiliki

kepuasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya. Sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Hu & Qiu (2014) menemukan bahwa
40

kepuasan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan

dimana karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaannya akan

meningkatkan keterlibatan serta keaktifan dirinya untuk memberikan saran

yang inovatif dalam setiap pengambilan keputusan organisasi. Hal ini juga

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang (dikutip dalam

Setiawan, 2015) dimana ketidakpuasan perawat dapat berpengaruh negatif

terhadap pelayanan yang diberikan pada pasien mengakibatkan tingkat

komplain pasien dan mungkin memperpanjang lama hari rawat pasien.

Beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa kepuasan kerja

dipengaruhi oleh kepemimpinan, namun disisi lain kepuasan kerja juga dapat

mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan kepuasan kerja dapat

menjadi faktor yang mempengaruhi hubungan antara gaya kepemimpinan

dengan kinerja. Kepuasan kerja dapat memperkuat atau melemahkan

hubungan antara gaya kepemimpinan militer dengan kinerja. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Craig (2013) yang menemukan

bahwa gaya kepemimpinan secara langsung akan mempengaruhi efektivitas

organisasi dalam hal loyalitas, komitmen dan kepuasan kerja karyawan yang

pada akhirnya akan berdampak pada efektivitas kinerja organisasi.

3. Kepuasan kerja

a. Pengertian kepuasan kerja

Kepuasan menurut Simamora (2015) merujuk pada pengalaman

kesenangan atau kesukaan yang dirasakan oleh seseorang ketika apa

yang diinginkan tercapai. Kepuasan kerja pegawai adalah suatu fenomena

yang perlu dicermati oleh pimpinan organisasi dimana kepuasan kerja

berhubungan erat dengan dengan kinerja pegawai, seseorang yang puas


41

dalam pekerjaannya akan memiliki motivasi, komitmen pada organisasi dan

partisipasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan terus memperbaiki

kinerja mereka. Jika kepuasan kerja tidak terjaga besar kemungkinan

berakibat pada tingginya keluar masuk (turn over) pegawai, rendahnya

produktifitas pegawai, tingginya kemangkiran dalam pekerjaan, dan

rendahnya komitmen pada organisasi (Sinambela, 2012). Kepuasan kerja

adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.

Kepuasan kerja dalam pekerjaan merupakan kepuasan kerja yang

dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,

penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang

baik (Hasibuan, 2014).

Kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan

terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan

dengan hubungan dengan rekan kerja (Sutrisno, 2014). Beberapa

pengertian di atasa terkait kepuasan kerja memberikan makna yaitu

perasaan seseorang terhadap pekerjaan yang merupakan refleksi dari

sikapnya terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja pada dasarnya

merupakan hal yang bersifat individual, setiap individu akan memiliki tingkat

kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistim nilai-nilai yang berlaku

dalam dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik pada

masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan

yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat

kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut dan begitu pula sebaliknya.

Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wolo (2015) yang menyatakan

bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan yang


42

dirasakan seseorang, faktor – faktor yang diteliti antara lain gaji, supervisi,

lingkungan kerja, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja dan promosi, hasil

penelitian menemukan bahwa dari enam faktor yang diteliti lingkungan

kerja dan pekerjaan itu sendiri yang mempengaruhi kepuasan kerja yang

dirasakan karyawan, sedangkan faktor lainnya tidak mempengaruhi

kepuasan kerja.

b. Teori kepuasan kerja

Beberapa teori-teori tentang kepuasan kerja menurut Sinambela

(2012) sebagai berikut:

1) Teori dua faktor (two factor theory)

Dikembangkan oleh Frederick Hezberg, ia menggunakan teori Abraham

Maslow sebagai acuannya. Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai

bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, akan tetapi

sangat beruntung pada pendapat kelompok yang oleh kepuasan kerja

dan ketidakpuasan kerja adalah dimensi yang terpisah berdasarkan

teori Hezberg, oleh sebab itu pegawai dalam pekerjaannya dapat

masuk kedalam berbagai kombinasi hasil yang positif yang akan

membayangi kepuasan kerja yang tinggi atau ketidakpuasan yang

rendah. Kepuasan kerja seseorang berhubungan timbal balik dengan

kepuasan hidup, dimana kepuasan hidup diperoleh dari faktor kerja

sedangkan kepuasan hidup diperoleh dari faktor yang tidak berkaitan

dengan pekerjaan misalnya penghargaan diri, kepuasan keluarga,

kedua kepuasan tersebut akan mempengaruhi kepuasan hidup, yang

terlihat dari kesehatan fisik, kesehatan rohani dan lain-lain (Sinambela,

2012). Mendeskripsikan bahwa kepuasan dan ketidak puasan


43

merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu

motivator dan hygiene factors. Umumnya pegawai mengharapkan

bahwa faktor tertentu akan memberikan kepuasan kerja apabila

tersedia dan dapat menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak tersedia.

Teori ini menghubungkan kondisi kerja, pengupahan, keamanan,

kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain, dan bukannya

dengan pekerjaan itu sendiri.

2) Teori nilai (value theory)

Konsep ini terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima

individub seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil,

maka akan semakin puas, dan sebaliknya.

3) Teori keseimbangan (equity theory)

Teori ini dikemukakan oleh Adam, yang intinya berpendapat bahwa

dalam organisasi harus ada keseimbangan. Adapun komponen dari

teori ini adalah input, outcome, comparison person, equity in equity.

Wexley dan Yulk (dikutip dalam Alligood, 2014) mengemukakan bahwa

input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang

pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, keahlian, usaha

dan lain-lain. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan

dirasakan pegawai misalnya upah, keuntungan tambahan, status

symbol, pengenalan kembali dan lain-lain. Comparison person adalah

seorang pegawai dalam organisasi yang sama, sesorang pegawai

dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan

sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidaknya pegawai merupakan

hasil dari perbandingan yang mereka lakukan antara input-outcome


44

dirinya sendiri dengan perbandingan inpu-outcome pegawai lain. Jadi,

apabila perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka pegawai

tersebut akan merasa puas, dan sebaliknya.

4) Teori perbedaan (discrepancy theory)

Teori ini dikemukakan oleh Porter yang intinya berpendapat bahwa

mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih

antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan oleh

pegawai. Locke mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai

bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dengan apa yang

diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat lebih besar daripada

apa yang diharapkan maka mereka akan puas, dan sebaliknya.

5) Teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory)

Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada

terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa

puas jika mereka mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin

besar kebutuhan pegawai terpenuhi maka semakin puas pula mereka.

6) Teori pandangan kelompok (social reference group theory)

Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja pegawai bukanlah

bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, akan tetapi sangat

bergantung pada pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap

sebagai kelompok rujukan. Kelompok rujukan tersebut oleh pegawai

dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Para

pegawai akan merasa puas jika hasil kerjanya sesuai dengan minat dan

kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok rujukan.


45

c. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Nursalam (2015)

yaitu:

1) Kesempatan untuk maju merupakan ada tidaknya kesempatan untuk

memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama

bekerja.

2) Kemampuan kerja merupakan faktor ini disebut sebagai penunjang

kepuasan kerja baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat

mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja.

3) Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang

mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang dia

terima.

4) Perusahaan dan manajemen dimana perusahaan dan manajemen yang

baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang

stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.

5) Pengawasan dimana supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan

turn over.

6) Faktor instrinsik dari pekerjaan yaitu atribut yang ada dalam pekerjaan

mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta

kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi

kepuasan.

7) Kondisi kerja dalam hal ini termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi,

penyiaran, kantin
46

8) Aspek sosial dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit

digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas

atau tidak puas dalam kerja.

9) Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen

banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini

adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami,

dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat

berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.

10) Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan

standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan

rasa puas.

Kepuasan kerja dipengaruhi faktor-faktor menurut Hasibuan (2014)

sebagai berikut:

1) Balas jasa yang adil dan layak

2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian

3) Berat ringannya pekerjaan

4) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan

5) Sifat pekerjaan monoton atau tidak

6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja selain faktor

kepemimpinan yaitu gaji, promosi, supervisi, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri

dan lingkungan kerja (Noor, 2013). Faktor – faktor ini dapat mempengaruhi

kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan. Sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Wolo (2015) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan
47

kerja dan jenis pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan

kerja sedangkan gaji, promosi, supervisi serta rekan kerja tidak berpengaruh

terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja juga dapat dipengaruhi oleh kinerja.

Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja selain kepemimpinan, sesuai dengan yang diungkapkan

oleh Robbins & Judge (2015) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh

tiga faktor yaitu faktor individu yang meliputi kemampuan, keterampilan, latar

belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial, serta demografi, faktor

psikologi meliputi persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan

kerja, serta faktor organisasi meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan,

sistem penghargaan.

Selain kepuasan kerja yang dapat berpengaruh pada kinerja, komitmen

juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja. Sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Baihaqi (2010) menunjukkan bahwa

komitmen memilki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan

kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki komitmen akan

puas terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kinerjanya.

4. Komitmen

a. Pengertian komitmen

Keadaan yang membuat seorang karyawan memihak organisasi

serta mendukung tujuan-tujuan dan memiliki keinginannya untuk tetap

bertahan menjadi anggota organisasi disebut sebagai komitmen organisasi

(Robbins dan Judge, 2015). Hal ini berarti komitmen organisasi sebagai

keterlibatan pekerjaaan yang tinggi dan memihak pada pekerjaan seorang

individu. Komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang


48

merekrut individu tersebut. Seorang karyawan harus mempunyai komitmen

organisasi yang tinggi terhadap pekerjaannya, produktifitas yang tinggi

akan menciptakan perasaan senang dan puas terhadap pekerjaan yang

dijalankan. Sebaliknya karyawan yang kurang memiliki komitmen

organisasi yang tinggi terhadap pekerjannya cenderung akan memiliki

produktifitas yang relatif rendah yang berdampak pada keberlangsungan

suatu organisasi.

Sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu

mengenal dan terikat pada organisasinya dimana seorang individu yang

memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai

anggota sejati organisasi. Sesuai yang diungkapkan oleh Luthans (1995)

bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan yang kuat

untuk tetap bertahan sebagai anggota organisasi, keinginan untuk

berusaha keras sesuai keinginan organisasi, serta keyakinan untuk

menerima nilai dan tujuan organisasi.

Beberapa literatur di atas terkait pengertian komitmen menunjukkan

bahwa komitmen organisasi yang tinggi sangat diperlukan dalam sebuah

organisasi karena terciptanya komitmen yang tinggi akan mempengaruhi

situasi kerja yang profesional. Berbicara mengenai komitmen organisasi

tidak bisa dilepaskan dari sebuah istilah loyalitas yang sering mengikuti

kata komitmen.

b. Faktor-faktor komitmen organisasi

Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap komitmen menurut Allen &

Meyer (1990) antara lain:


49

1) Komitmen afektif (Affective Commitment) yaitu keinginan yang kuat

untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen afektif seseorang

akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi

konsisten dengan harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan

dasarnya dan sebaliknya.

2) Komitmen berkelanjutan (Continuance Commitment) yaitu kemauan

untuk berusaha bagi organisasi atau komitmen berdasarkan kerugian

yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi.

3) Normatif komitmen (Normative Commitment) yaitu kepercayaan yang

kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Sehingga

karyawan akan tetap berada pada organisasi tersebut.

5. Penelitian terkait kepuasan kerja dan kinerja

Kepuasan kerja berkaitan erat dengan kinerja, dimana kepuasan kerja

dapat meningkatkan kinerja dan hasil dari kinerja dapat mempengaruhi tingkat

kepuasan kerja. Beberapa literatur yang diperoleh melalui hasil penelitian yang

telah dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara kepuasan kerja

dengan kinerja. Literatur pertama yang membahas hubungan antara kepuasan

kerja dan kinerja adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayni, Hamzah

dan Balqis (2012) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

kepuasan kerja dengan kinerja perawat. Penelitian analitik observasional

dengan desain cross sectional dilakukan pada sampel sebanyak 61 perawat

baik PNS maupun kontrak yang diperoleh menggunakan teknik total sampling.

Data diperoleh menggunakan kuesioner yang dianalisis secara univariat dan

bivariat menggunakan uji statistik chi square dan fisher exact test. Hasil dari
50

penelitian ini menemukan bahwa kepuasan perawat terhadap pekerjaannya

memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja perawat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayani, Hamzah dan Balqis

(2012) juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ouedraogo dan

Leclerc (2013) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja

dan kinerja karyawan di serikat kredit Kanada. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu analisis regresi logistik (logistic regression) dan

pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada

karyawan dan supervisor yang kemudian diolah menggunakan uji fisher. Hasil

penelitian menemukan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kinerja.

Yoga (2014) juga mendukung hasil penelitian sebelumnya melalui

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara kepuasan kerja

terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan

pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 67 responden

yang diperoleh menggunakan metode simple random sampling. Data

dikumpulkan melalui kuesioner dengan metode analisis regresi linear berganda

dengan menggunakan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menemukan

bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perawat

dimana semakin tinggi tingkat kepuasan kerja perawat maka kinerja yang akan

ditampilkan dalam memberikan pelayanan keperawatan juga akan semakin

meningkat.

Penelitian lain yang mendukung pernyataan tersebut adalah penelitian

yang dilakukan oleh Zhang, Hu & Qiu (2014) bertujuan untuk mengetahui

pengaruh kepuasan kerja terhadap hubungan antara penilaian kinerja


51

karyawan dan keaktifan karyawan. Penelitian ini membagi penilaian kinerja

menjadi dua yaitu penilaian kinerja perkembangan dan penilaian kinerja

evaluasi dimana penilaian kinerja perkembangan terkait pada usaha untuk

membantu karyawan meningkatkan kemampuan mereka serta memotivasi

karyawan secara spontan dan kreatif memberikan kontribusi pada

pengembangan perusahaan, sedangkan penilaian kinerja evaluatif difokuskan

pada gaji, promosi, dan imbalan kerja lainnya. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian

dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 864 dari 1200 karyawan

terbagi menjadi karyawan umum, manajer kelompok, manajer proyek, serta

manajer bagian yang terdapat pada perusahaan yang mewakili kelompok

teknologi tinggi yang dilakukan pada lima kota di Cina. Hasil penelitian ini

menemukan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi hubungan antara penilaian

kinerja dan keaktifan karyawan dimana penilaian kerja perkembangan memiliki

efek yang positif dalam meningkatkan keaktifan serta keterlibatan karyawan

untuk memberikan saran yang inovatif.

Pernyataan di atas juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Guan, Sun, Hou, Zhao, Luan & Fan (2014) bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara dukungan organisasi dan kinerja pekerjaan pada anggota staf

pengajar di universitas Cina. Metode penelitian survei dengan pendekatan

cross sectional digunakan dalam penelitian ini dan pengumpulan data

diperoleh menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 700 anggota

fakultas yang dipilih secara acak dari semua anggota fakultas pada enam

universitas dan sebanyak 581 kuesioner diolah menggunakan uji statistik yang

dikembangkan berdasarkan tinjauan literatur. Hasil penelitian menemukan


52

bahwa dukungan organisasi mempengaruhi kinerja yang diperantarai oleh

kepuasan kerja.

Dukungan organisasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan

kerja serta kinerja adalah faktor kepemimpinan (Kurniadi, 2015).

Kepemimpinan yang diterapkan oleh atasan mempengaruhi kinerja yang

ditunjukkan oleh bawahan (Marquis dan Huston, 2013). Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Rumada, Gede dan Utama (2013) menyatakan bahwa

hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja dipengaruhi oleh faktor

kepemimpinan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Craig (2013) yang menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan

pada organisasi militer mampu menghasilkan kepuasan kerja pada anggota

militer yang berdampak pada kinerja dalam pertahanan negara. Hasil penelitian

sebelumnya tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Subakti

(2013) menemukan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja

karyawan dimana faktor terbesar yang mengakibatkan ketidakpuasan adalah

kompensasi dimana sebagian besar karyawan menyatakan bahwa faktor gaji

dan insentif yang mereka peroleh tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum

karyawan.

Beberapa penilaian di atas terkait hubungan antara kepuasan kerja

dengan kinerja menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian setuju bahwa

kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja.

6. Penelitian terkait komitmen dengan kinerja

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah komitmen. Sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baihaqi (2010) pada karyawan di

PT Yudhistira Yogyakarta menemukan bahwa komitmen berpengaruh secara


53

positif dan signifikan terhadap kinerja. Semakin tinggi komitmen seorang

karyawan terhadap organisasi maka semakin loyal seorang karyawan untuk

tetap bertahan sebagai anggota dan semakin tinggi semangat untuk

meningkatkan kerjanya. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki komitmen

terhadap organisasinya maka akan seseorang akan merasa bosan terhadap

pekerjaannya dan berisiko pada keluar masuknya karyawan. Hal ini tidak

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanna & Firnanti (2013)

yang menyatakan bahwa komitmen tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor

akuntan publik Jakarta. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sumarno & Liana (2015) menemukan bahwa komitmen

organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja.

7. Penelitian terkait persepsi gaya kepemimpinan militer dengan kinerja,

kepuasan kerja, serta komitmen

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja dan kinerja. Literatur pertama

adalah penelitian yang dilakukan oleh Butler (2011) yang bertujuan untuk

mengetahui bagaimana kepemimpinan positif oleh para pemimpin militer

mempengaruhi personil senior tamtama di militer. Setiap peserta diminta

beberapa pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan efek kepemimpinan

positif. Analisis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini menunjukkan bahwa

penggunaan kepemimpinan positif oleh para pemimpin militer mempengaruhi

kinerja personil militer senior tamtama di beberapa daerah dalam hal

peningkatan harga diri, meningkatkan semangat kerja, mengurangi absensi,

meningkatkan pengakuan kinerja, peningkatan misi prestasi, lingkungan kerja

yang lebih kohesif, peningkatan kepercayaan antara pengikut dan pemimpin,


54

dan perasaan pemberdayaan. Reaksi jangka panjang personil militer senior

tamtama dengan penggunaan kepemimpinan positif oleh para pemimpin militer

termasuk pemimpin yang memberikan pelatihan kepada bawahan mereka

untuk menggunakan kepemimpinan positif dan upaya pengikut yang mencoba

untuk meniru pemimpin positif. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa penggunaan kepemimpinan positif oleh para pemimpin militer

meningkatkan kepuasan kerja pengikut militer. Kepemimpinan positif dalam

penelitian ini memiliki karakteristik yang sama dengan gaya kepemimpinan

transformasional yang memiliki pengaruh dalam meningkatkan kinerja

karyawan.

Penelitian terkait dilakukan oleh Belenio (2012) bertujuan untuk

mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan

dan pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap prestasi kerja karyawan.

Sebuah survei dilakukan dengan pemberian kuesioner kepada 400 responden

di sektor perbankan di Bangkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

besar karyawan bank yang kebanyakan dari mereka perempuan berusia antara

20 dan 39 tahun, yang belum puas bahkan tidak puas. Gaya kepemimpinan

transformasional dipandang memiliki efek positif pada berbagai aspek

kepuasan kerja karyawan. kepemimpinan transaksional juga ternyata dianggap

sebagai memiliki efek positif pada aspek yang berbeda dari kepuasan kerja

karyawan. Begitu pula kepemimpinan laissez-faire, kepuasan kerja karyawan

dipandang memiliki efek positif pada berbagai aspek kinerja kerja karyawan,

ditemukan bahwa pemimpin dan manajer menggabungkan berbagai gaya

kepemimpinan yang diidentifikasi dalam makalah penelitian dalam proporsi


55

yang menghasilkan nilai positif ketika mengelola tugas-tugas kepemimpinan

mereka (Belonio, 2012).

Penelitian di atas juga didukung oleh hasil yang ditemukan oleh Braun,

Peus, Weisweiler, Frey (2013) bertujuan untuk menganalisis hubungan antara

kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, dan kinerja tim dengan model

kepercayaan sebagai variabel mediasi. Penelitian dengan sampel sebanyak

360 karyawan dari 39 tim akademis menemukan bahwa kepemimpinan

transformasional berhubungan positif dengan kepuasan kerja pengikut baik

pada tingkat individual maupun tingkat tim dan kinerja tim secara objektif.

Hubungan antara persepsi individu transformasional kepemimpinan dan

kepuasan kerja supervisor dimediasi oleh kepercayaan.

Penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Aini dan

Sosilo (2013) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan

dan kepuasan kerja terhadap kinerja. Penelitian ini menggunakan metode

Survei dengan pendekatan cross sectional pada perawat yang berstatus

sebagai PNS. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan dianalisis

menggunakan analisis statistik liner berganda. Hasil penelitian menemukan

bahwa gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh

terhadap kinerja perawat.

Penelitian serupa terkait gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja

yang dilakukan oleh Craig (2013) yang bertujuan untuk menguji hubungan

antara kepemimpinan dan kepuasan kerja karyawan di sebuah komunitas

militer. Gaya kepemimpinan yang menjadi unsure dalam penelitian ini adalah

transformasional, transaksional, dan pasif / avoidant dimana kepuasan kerja

merupakan variabel dependen. Tiga ratus delapan puluh satu peserta berhasil
56

menyelesaikan salah satu dari dua survei di Angkatan Darat Amerika Serikat.

Penelitian ini menggunakan analisis data koefisien product moment correlation

pearson dan analisis regresi berganda untuk menilai hubungan bivariat antara

kepuasan kerja karyawan dan unsur pimpinan full-range. Hasil penelitian

menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik antara setiap elemen dan

kepuasan kerja karyawan. Selain itu, analisis regresi menggambarkan derajat

yang berbeda dari prediksi kepuasan kerja, tergantung pada elemen

kepemimpinan full-range yang diterapkan.

Penelitian di atas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Boney (2015) untuk mengeksplorasi pengalaman anggota militer dengan

menceritakan keadaan mereka sebagai bawahan dan sebagai pemimpin

selama karir mereka. Pengalaman ini yang dibingkai menggunakan teori Path-

Goal dan teori motivasi Dua-Faktor. Sebanyak dua belas partisipatif

diwawancarai dan data dianalisis dengan menggunakan analisis tematik

melalui beberapa kasus. Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih dekat

tema yang muncul dari perilaku pemimpin yang diinginkan dan berpengalaman

serta pengaruhnya terhadap motivasi mencakup empat tingkatan yang berbeda

dari satuan Angkatan Bersenjata AS. Perilaku pemimpin yang spesifik

memperoleh tingkat yang lebih tinggi untuk menghasilkan motivasi anggotanya

tergantung pada tingkat pengalaman kerja dan tingkat tanggung jawab.

Penelitian selanjutnya yang juga mendukung penelitian di atas adalah

yang dilakukan oleh Sari dan Mulasari (2015) yang bertujuan untuk mengetahui

penilaian gaya kepemimpinan transformasional pada atasan terhadap kinerja

dan kepuasan kerja karyawan di RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan Kulon

Progo. Metode penelitian yang digunakan yaitu analitik kuantitatif dengan


57

pendekatan cross sectional yang dilakukan pada sejumlah karyawan yang

bekerja di rumah sakit dan telah memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan

menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan analisis data chi-square

sehingga diperoleh hasil yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara gaya

kepemimpinan transformasional pada atasan dengan kinerja karyawan di RSU

PKU Muhammadiyah Nanggulan Kulon Progo, ada hubungan yang signifikan

antara gaya kepemimpinan transformasional pada atasan dengan kepuasan

kerja karyawan di RSU PKU Muhammadiyah Nanggulan Kulon Progo.

Penelitian yang dilakukan oleh Dalluay & Jalagat (2016) bertujuan untuk

menentukan dampak dari efektivitas gaya kepemimpinan manajer dan kepala

departemen untuk kepuasan kerja dan kinerja karyawan pada usaha kecil di

Cavite, Filipina. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dan

kuesioner survei sebagai instrumen penelitian dengan jumlah sampel sebanyak

150 karyawan dipilih secara acak. Kuesioner yang terkandung kepemimpinan

karakteristik interaksi manajer dan kepala departemen untuk karyawannya atau

bawahan sehubungan dengan dampaknya terhadap kepuasan kerja dan

kinerja pada karyawan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan partisipatif memberikan dampak dari gaya kepemimpinan

terhadap kepuasan kerja karyawan yaitu dapat meningkatkan kepuasan serta

produktivitas dalam hal kinerja. Analisis statistik menggunakan korelasi dan

regresi berganda, hasil mengungkapkan bahwa, gaya kepemimpinan

berdampak signifikan baik kepuasan kerja dan kinerja. Namun hasil penelitian

yang dilakukan oleh Hakim (2010) menemukan bahwa variabel kepemimpinan

yang menunjukkan hasil tidak siginifikan terhadap kinerja kreatif. Hal ini juga

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tongo (2014) bertentangan
58

dengan penelitian swebelumnya yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

tidak berpengaruh terhadap kinerja brimob. Hal ini karena kinerja yang baik

tidak hanya disebabkan oleh faktor pemimpin, namun dalam kehidupan

organisasi kepolisian yang menganut gaya kepemimpinan militeritik, terdapat

empat hal yang harus diperhatikan oleh setiap bawahan maupun atasan dalam

melaksanakan tugas antara lain yaitu respek, hirarki, loyalitas dan disiplin

itulah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas sehingga tugas yang

dilaksanakan berjalan dengan benar dan penuh rasa tanggung jawab.

B. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara dua

teori yaitu teori path goal yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2015) dan

teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg (dikutip dalam Alligood, 2014).

Teori path-goal mengemukakan bahwa kepemimpinan memeiliki tanggung jawab

membantu anggotanya mencapai tujuan dengan memberikan dukungan serta

memotivasi mereka (Alligood, 2014). Tanggung jawab dapat dicapai dengan

menerapkan empat perilaku pemimpin menurut Robbins & Judge (2015) yaitu:

1. Kepemimpinan suportif yaitu berfokus pada hubungan personal dengan

anggota tim dengan menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan anggota tim

serta mempertimbangkan ketertarikan anggota tim

2. Kepemimpinan direktif yaitu pemimpin harus mampu membantu bawahannya

dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam

menyelesaikan tugasnya

3. Kepemimpinan pasrtisipatif yaitu ikut berpartisipasi bersama anggota dalam

mencapai tujuan yang diharapkan. serta mempertimbangkan ide-ide dan

keahlian anggota sebelum membuat keputusan


59

4. Berorientasi pada prestasi yaitu menetapkan tujuan yang menantang serta

memiliki keyakinan pada kemampuan tim dengan harapan tim akan melakukan

pekerjaan dengan baik serta mempertahankan standar yang tinggi untuk

semua orang.

Perilaku kepemimpinan yang diterapkan dapat mempengaruhi persepsi dan

motivasi anggota tim yang pada akhirnya berdampak pada kepuasan kerja dan

kinerja (House, 1971). Kepemimpinan yang berpengaruh pada kepuasan kerja dan

kinerja dipengaruhi oleh faktor kepuasan dan ketidakpuasan yang dikemukakan

oleh Herzberg melalui teori yang dikenal sebagai teori dua faktor yaitu terdapat

faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan dan faktor ekstrinsik yang

mempengaruhi ketidakpuasan (Herzberg, 1987). Gabungan dari teori path-goal

dan teori dua faktor digambarkan dalam skema berikut:

Faktor intrinsik (motivation factor):


1. Prestasi
2. Pengakuan
3. Kenaikan pangkat
4. Jenis pekerjaan
5. Kemungkinan untuk tumbuh
6. Tanggung jawab
Perilaku pemimpin:
1. Suportif
Persepsi dan 1. Kepuasan kerja
2. Direktif
motivasi anggota/ 2. Kinerja
3. Partisipatif
bawahan
4. Berorientasi pada prestasi
Faktor ekstrinsik (hygiene factor):
1. Kebijaksanaan
2. Supervisi
3. Kompensasi
4. Hubungan dengan atasan
5. Hubungan dengan rekan erja
6. Lingkungan kerja
7. Kehidupan pribadi
8. Status

Skema 1 Kerangka Teori Path-Goal (House, 1971) dan


Teori Dua Faktor (Herzberg, 1987)

Anda mungkin juga menyukai