Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

RECOVERY DALAM KEPERAWATAN JIWA

KELOMPOK 3

DEVIA FERINA 113063C116005

ESTERMILA 113063C116009

FITRIA ELVIANI 113063C116011

MULIANI 113063C116025

NOVALIANA 113063C116026

OJIE WIGUNA PRATAMA 113063C116027

UNTUNG ADINATA 113063C116034

VARISSA 113063C116035

WARNI 113063C116037

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul ”Recovery dalam Keperawatan Jiwa” ini disusun untuk
memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah  Keperawatan Jiwa II

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat
dan pembaca.
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULAAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus

BAB 2. PEMBAHASAN

A. Definis recovery
B. Konsep recovery
C. Mental Health Recovery Model & The Recovery Model in Psychiatric Nursing
D. Tahapan Pemulihan
E. Terapi – terapi dalam Recovery
1. Terapi generalis
a. Terapi Psikofarmakologi
b. Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis)
c. Terapi Tindakan Pada Keluarga
d. Terapi kelompok
2. Terapi spesialis
a. Guided imagary
b. Music intervention
c. Humor
d.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada
satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. (Keliat, 2011 ).Fenomena gangguan jiwa
pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di
berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data
dari World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013) , ada sekitar 450 juta orang
di dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya ada satu dari
empat orang didunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan
jiwa yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan
hasil penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta (2011 ) prevalensi masalah kesehatan
jiwa di Indonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan
dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada di seluruh
Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5
juta orang. Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia
mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang
menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 11,6%
penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional ( Riset kesehatan
dasar, 2007 ). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai
1,7 juta (Riskesdas, 2013 ). Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis
disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah
perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu
anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai
18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7 persen.
Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami
penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk perkotaan. Dan mudah diduga,
salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski tidak selalu adalah kesulitan ekonomi
( Riskesdas, 2013 ). Prevalensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari
seluruh populasi yang ada ( Balitbangkes, 2008 ). Berdasarkan data dari dinas
kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan
jiwa dan beberapa dari kasus tersebut hidup dalam pasungan. Angka tersebut diperoleh
dari pendataan sejak januari hingga november 2012 ( Hendry, 2012 ). Berdasarkan
jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami gangguan jiwa ke pelayanan kesehataan
baik puskesmas, rumah sakit, maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya pada tahun
2009 terdapat 1,3 juta orang yang melakukan kunjungan, hal ini diperkirakan sebanyak
4,09 % ( Profil Kesehatan Kab/ Kota Jawa tengah Tahun 2009 ).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan recovery ?
2. Apa saja konsep recovery ?
3. Apa saja model recovery dalam keperawatan jiwa ?
4. Apa saja tahapan recovery dalam keperawatan jiwa ?
5. Terapi recovery apa saja yang dapat digunakan dalam keperawatan jiwa ?
6. Apa saja peran perawat dala recovery ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui baiamana gambaran penggunaan recovery dalam proses
pemulihan pasien jiwa dangan mengunakan terapi-terapi yang ada di gunakan
dalam recovery di keperawatan jiwa
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaiman penerapan recovery dalam keperawatan jiwa
b. Mengetahui penggunaan terapi apa saja pada recovery pada keperawatan jiwa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan dan
transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup
bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Recovery merupakan proses dimana seseorang
mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan berpartisipasi secara penuh dalam
komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejala
secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013).

B. Konsep Recovery
Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan tepat dan
secara individual, dapat pulih dari penyakitnya dan memiliki kehidupan yang
memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai
kesembuhan dan transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa
untuk hidup bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang
dimilikinya (USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Kekuatan diri merupakan pondasi
dari dukungan dan sistem recovery yang berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri.
Aspek terpenting dari recovery didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan
dari pemberi layanan kesehatan jiwa dan orang-orang yang sangat penting dalam
kehidupannya (Stuart, 2010). Individu menerima dukungan pemulihan melalui
aktivitas yang didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan proses menolong
seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi yang dapat dicapai. Recovery
gangguan jiwa merupakan gabungan pelayanan sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan
kognitif yang bertujuan pada pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan
kecukupan diri (Stuart, 2013)
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan
meliputi : tritmen asertif komunitas komunitas, dukungan bekerja, manajemen dan
pemulihan penyakit, tritmen terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang
gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat, psikoedukasi keluarga, manajemen
pengobatan. Dukungan pemulihan dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi bekerja
dengan tim tritmen multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial,
konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,manajer kasus,
pengacara, keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga membutuhkan
perawat untuk berfokus pda tiga elemen yaitu: individu, keluarga dan komunitas
(Stuart, 2013)

C. Mental Health Recovery Model & The Recovery Model in Psychiatric Nursing
Selama ini kita mengetahui bahwa recovery sama halnya dengan kembali sehat
atau sembuh terhadap suatu penyakit, tetapi dalam kesehatan jiwa kita sepakati bahwa
recovery memiliki arti yang berbeda. Recover Model pada kesehatan jiwa tidak
berfokus pada pengobatan, tetapi sebagai gantinya lebih menekankan dapat hidup
beradaptasi dengan sakit jiwa yang sifatnya kronis. Pada model ini lebih menekankan
kepada hubungan sosial, pemberdayaan, strategi koping, dan makna hidup.
Peplau (1952 dalam Varcarolis 2013) menciptakan teori bahwa pentingnya
hubungan interpersonal terapeutik, model recovery berubah dari hubungan nurse-
patient menjadi nurse-partner. Berdasarkan penelitian Hanrahan et al (2011 dalam
Varcarolis 2013) menyatakan pentingnya meningkatkan peran individu dan keluarga
dalam proses recovery. Caldwell et al (2010 dalam Varcarolis 2013) menegaskan
perawat jiwa harus mengajarkan tenaga kesehatan lain tentang konsep recovery dan
menyarankan cara memberdayakan pasien dan memajukan proses recovery.
Models, Theories, and Therapies in Current Practice

No Theorist Model/Theory Focus of Nursing


1 Dorothy Johnson Behavioral system Membantu pasien kembali
pada keadaan seimbang ketika
mengalami stess melalui
pengurangan atau
menghilangkan sumber stress
dan mendukung proses adaptif
(Johnson, 1980)
2 Imogene King Goal attainment Membangun hubungan
interpersonal dan membantu
pasien untuk mencapai tujuan
nya berdasakan peran nya
dalam konteks sosial (King,
1981)
4 Betty Neuman System Model Membangun hubungan
perawat-pasien untuk
membantu menghadapi respon
stres (1982)
5 Dorothes Orem Self-Care Deficit Mengatasi defisit perawatan
diri dan mendorong pasien
untuk terlibat secara aktif pada
perawatan diri mereka (Orem,
2001)
6 Hildegard Peplau Interpersonal Menggunakan hubungan
Relations interpersonal sebagai alat
terapeutik untuk
menyembuhkan dan
mengurangi kecemasan
(Peplau, 1992)
7 Jean Watson Transpersonal Caring Caring merupakan prosedur
dan tugas penting; membangun
hubungan perawat-pasien
sehingga menghasilkan
Therapeutic Outcome
(Watson, 2007)

D. Tahapan Pemulihan
Menurut R. Andresen, P.Caputi, dan L Oades (2006) dalam artikelnya yang berjudul
Stages of recovery instrument: development of a measure of recovery from serious
mental illness menyatakan bahwa ada 5 tahap pemulihan yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Moratorium atau penundaan. Adalah saat dimana penderita “menarik diri”
dan merasa semuanya telah hilang dan tidak mempunyai harapan.
2. Tahap Awareness (kesadaran). Penderita mulai sadar bahwa tidak semuanya telah
hilang dan masih ada masa depan bagi dirinya meskipun menderita gangguan
jiwa.
3. Tahap Preparation (persiapan). Pada tahap ini penderita mulai bersiap-siap untuk
memulihkan kesehatan jiwanya.
4. Tahap Rebuilding (pembanguan kembali). Penderita mulai secara aktif
membangun identititasnya yang baru, menetapkan tujuan agar hidupnya bisa lebih
berarti dan lebih bertanggung jawab atas kehidupannya.
5. Tahap Growth (pertumbuhan). Mengisi kehidupannya dengan kegiatan yang
penuh arti, mengontrol dan mengelola penyakitnya secara bertanggung jawab,
menumbuhkan daya tahan dan harga diri.
Menurut Andresen, R., Oades, L., dan Caputi (2003) ada 4 komponen dari proses
pemulihan, yaitu:
1. Menemukan dan memupuk “harapan”. Timbulnya harapan merupakan pusat dari
proses pemulihan. Tanpa timbulnya harapan, tidak akan ada proses pemulihan.
2. Membentuk kembali “identitas positif”. Dalam proses pemulihan, juga diperlukan
adanya identitas yang lain selain identitas sebagai penderita gangguan jiwa.
Penderita tetap mempunyai gejala gangguan jiwa, namun mereka juga
mempunyai identitas positif lainnya, seperti: pelajar, mahasiswa, pegawai,
pengusaha, ayah/ibu, dll.
3. Membangun kehidupan yang berarti. Mempunyai pekerjaan dan penghasilan,
utamanya bagi laki laki, merupakan salah satu komponen penting dari proses
pemulihan. Kehidupan yang berarti bisa dicapai dengan membangun hidup yang
bermanfaat bagi sekitar.
4. Mengambil tanggung jawab dan kendali. Dalam proses pemulihan, penderita
gangguan jiwa tidak hanya menggantungkan diri pada dokter dan orang lain, tapi
secara aktif dan bertanggung jawab mengusahakan pemulihan dirinya.

E. Terapi – terapi dalam Recovery

1. Terapi Generalis
a. Terapi Psikofarmakologi
Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan
dalam menangani penyakik-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak dpat
berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau komponen
lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-kondisi tersebut
membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan komperensif dalam merawat
individudan gangguan jiwa.
Peran perawat dalam psikofarmakologi
1) Pengkajian Klien
Pada proses kolaborasi pemberian obat sangat penting melakukan
pengkajian dasar klien termvsuk riwayat, kondisi fisik dan asil
laboratorium evaluasi kesehatan jiwa, pengkajian social budaya dan yang
paling utama adalah riwayat pengobatan untuk dilengkapi pada setiap
klien sebelum diberikan pengobatan.
2) Kordinasi Tritmen Modalitas
Perawat memiliki peran penting dalam merancang program tritmen yang
komprehensif. Pilihan tritmen yang paling tepat pada setiap klien bersifat
individu dan merupakan gambaran dari rencana tritmen. Kordinasi dalam
melakukan perawatan merupakan tanggung jawab utama perawat yang
bersama-sama dengan klien dalam membina hubungan terapiutik sebagai
bagian dari tim pelayanan kesehatan.
3) Pemberian Obat
Perawat memiliki peran penting terhadap pengealaman klien dalam
mendapatkan pengobatan psikofarmakologi. Pada beberapa pelayanan
perawat bertugas menentukan jadwal dosis berdasarkan dosis kebutuhan
obat seta kebutuhan klien, mengatur pemberian obat dan selalu waspada
terhadap efek serta penanganan efek obat.
4) Monitor Efek Obat
Perawat berperan penting dalam memantau efek obat psikofarmaka. Peran
dalam memantau efek obat seperti membuat standarisasi pengukuran efek
obat terhadap target gejala, mengevaluasi dan meminimalisasi efek
samping, mengatasi reaksi berlawanan dan mencatat efek obat terhadap
konsep diri klien, kepercayaan serta keyakinannya terhadap perawatan.
Obat harus diberikan sesuai dengan dosis yang direnkomendasikan dan
dalam jumlah yang tepat sebelum menentukan apakah memiliki dampak
terapiutik yang adekuat pada klien.
5) Edukasi Pengobatan
Perawat merupakan pemegan posisi utama dalam memberikan edukasi
pada klien dan keluarga tentang pengobatan. Edukasi meliputi pemberian
informasi lengkap kepada klien dan keluarga sehingga mereka dapat
memahami, mendiskusikan dan menerimanya. Edukasi tentang obat
merupakan kunci penting agar efektif dan aman dalam mengonsumsi obat-
obat psikotropika, kolaborasi klien dalam merencanakan tritmen dan
kepatuhan klien terhadap regimen terapi obat.
b. Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis)
Terapi kejang listrik (elektroconvulsive therapis/ECT) pertama kali
dilakukan pada tahun 1938 sbagai tritmen untuk klien skizofrenia, ketika
diyakini bahwa klien epilepsy jarang mengalami skizofrenia, dan dianggap
bahwa pemberian kejang biasa menyembuhkan skizofrenia. Terapi Kejang
listrik adalah pengobatan dengan pemberian kejang yang cukup berat melalui
alat yang diindukdi pada klien yang yang dibius dengan memeberikan arus
listrik melalui elektroda yang dipasang pada klien (Manked et al,2010).
ECT merupakan tritmen gangguan jiwa yang efektif dan umumnya dapat
ditoleransi dengan baik oleh klien. Dalam beberapa kasus, stelah program awal
tritmen sukses, pemiliharaan ECT ditambah dengan pemberian obat
antridepresan: untuk bulan pertama setelah remisi program remisi trigmen
dilakukan seminggu sekali, kemudian berkurang secara bertahap menjadi
sebulan sekali (perbulan) (APA, 2001).
Indikasi utama ECT adalah depresi berat (Weiner dan Falcone,2011).
Beberapa ahli menganggap terapi ini digunakan sebagai standar emas untuk
mengatasi kodisi depresi yang bertahan (Nahas dan Anderson,2011). Tingkat
respon terhadap ECT 80% atau lebih untuk sebagian besar klien lebih baik
daripada tingkat respon terhadap obat antidepresan, sehingga terapi dianggap
sebai antidepresan yang paling efektif (Keltner dan Boschini,2009).

Peran perawat
Perawat kesehatan jiwa memiliki peran penting dalam melakukan ECT.
Peran ini meliputi tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi. Dukungan
Emosi dan Pendidikan. Asuhan keperawatan diberikan kepada klien dan
keluarga setelah dijelaskan bahwa ECT merupakan pilihan program tritmen.
Peran paling penting perawat adalah memberikan kesempatan bagi klien untuk
untuk mengespresikan perasaan, termasuk masalah yang terkait dengan mitos
atau yang berkaitan dengan ECT. Perawat dapat mengajarkan klien dan
keluarga, mempertimbangkan ansietas, kesiapan untuk belajar, dan
kemampuan untuk memahami penjelasan yang diberikan. Asuhan
Keperawatan Sebelum Prosedur Tritmen, pemberian asuhan keperawatan ini
meliputi peninjauan kembali proses konsultasi, memastikan bahwa setiap
kelainan hasil tes laboratorium telah ditangani, dan memeriksa bahwa
peralatan dan perlengkapan yang diperlukan telah memadai dan berfungsi.
Asuhan keperawatan selama prosedur, klien harus dibawah ke ruan
tritmen, baik dengan berjalan kaki atau dibawah dengan menggunakan kursi
roda, didampingi seorang perwat dan dengan siapapun klien merasa nyaman.
Perawat harus tetap mendapingi klien selama pelaksanaan terapi untuk
memberikan dukungan pada klien.
Asuhan keperawatan setelah prosedur, ruang pemulihan harus
berdekatan dengan dengan ruang tritmen untuk memudahkan akses staf
anastesi keluar masuk dalam keadaan darurat. Setelah klien berada diruan
pemulihan perawat harus harus mengokservasi klien sampai benar-benar pulih.
Perawat harus meyakinkan kodisi klien dan secara periodic mengorentasikan
klien. Pemberian penjelasan yang singkat, sangat membantu klien dalam
proses pemulihan. Perawat harus menjelaskan bahwa sebagian besar masalah
memori akan hilang dalam beberapa minggu.
c. Terapi Tindakan Pada Keluarga
Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk
melibatkan keluarga dan mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif dalam
ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan keterampilan koping pada klien
dan keluarga mereka.
Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk mendorong hubungan
keluarga yang sehat melalui psikoedukasi, penguatan kekuatan, konseling
sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan. Perawat sudah dipersiapkan
dengan baik untuk meningkatkan fungsi keluarga dalam pengaturan klinis
tradisional dan nontradisional.Perawat harus mengintegrasikan teori berbasis
keluarga dengan ilmu tindakan pada keluarga dalam program klinis,
memberikan dan mempromosikan tindakan pada keluarga berbasis-bukti, dan
advokasi untuk keluarga dan penggantian pihak ketiga untuk tindakan pada
keluarga.
a. Advokasi Keluarga merupakan model bekerja dengan orang tua dan
anggota keluarga untuk membantu mereka bertindak sebagai advokat
dengan dan atas nama anggotakeluarga yang memiliki ketidakmampuan
b. Praktik yang berorientasi pada keluarga mengacu pada tindakan tertentu
pada keluarga dan kerangka konseptual yang lebih luas untuk tindakan yang
mencakup asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga.
c. Ilmu tindaka keluarga merupakan area keilmuan yang didefinisikan dengan
penelitian dalam mengubah perilaku keluarga.
d. Iktisas Terapi Kelompok
Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena setiap
anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan pemimpin
kelompok. Anggota kelompok berasal dari berbagai latar belakang dan
masing-masing memiliki kesempatan untuk belajar dari orang lain diluar
lingkaran sosialnya.mereka dihadapkan dengan rasa iri hati, daya tarik, daya
saing, dan banyak emosi lainnya dan perasaan yang diungkapkan oleh orang
lain (Yalom,2005).
Kelompok terapiutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok memiliki
tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara konsisten terlibat
dalam engidentifikasi hubungan destruktif dan mengubah perilaku maladaptive
mereka.
Peran Perawat
Perawat sebagai pemimpin kelompok harus dapat mengkordinir dan
mempelajari kelompok dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu bersamaan.
Pemimpin harus selalu memantau kelompok dan bila diperlukan, membantu
kelompok mencapai tujuannya. Kualitas pemimpin perawat yang efektif
merupakan kualitas yang sama pentingnya dalam hubungan terapiutik, secara
khusus kemampuan perawat meliputi sikap responsive dan aktif berimpati,
ketulusan, dan kemampuan konfrontasi.
2. Terapi Spesialis
a. Guided Imagery
Guided Imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran dengan
memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus pada kondisi
untuk mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman serta suasana hati
(Stuart, 2013). Klien yang menerima GI memiliki tingkat kenyamanan yang
lebih tinggi dan tingkatdepresi, ansietas dan stres yang lebih rendah
dibandingkan dengan klien yang tidak menerima GI (Apostolo dan Kolcaba,
2009). Selain itu teknik imagery telah digunakan dalam berbagai kondisi dan
populasi. Nyeri dan kanker adalah dua kondisi di mana teknik imagery telah
membantu baik pada orang dewasa ataupun anak-anak (Lindquist, 2014).
b. Music Intervention
Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur penyembuhan untuk
memenuhi kebutuhan spesifik pada individu. Di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia, terapis musik bekerja di berbagai fasilitas dan perawatan
kesehatan. Meskipun terapis musik secara khusus dilatih untuk menggunakan
musik dalam berbagai cara terapi, ada banyak situasi di mana perawat dapat
menerapkan intervensi musik ke dalam rencana perawatan pasien (Lindquist,
2014). Musik dan proses fisiologis (detak jantung, tekanan darah, gelombang
otak, suhu tubuh, pencernaan, dan hormon adrenal) melibatkan irama dan
getaran yang terjadi secara rutin, berkala dan terdiri dari osilasi (Crowe, 2004
dalam Lindquist, 2014). Intervensi musik memberikan pasien / klien stimulus
menghibur yang dapat membangkitkan sensasi menyenangkan sambil
memfokuskan perhatian individu ke musik bukan pada pikiran stres, nyeri,
ketidaknyamanan, atau rangsangan lingkungan lainnya (Lindquist, 2014).
c. Humor
Psikoterapis Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan utama antara
komedi-klub humor dan humor terapi. Tujuan dari menggunakan humor terapi
sebagai terapi komplementer harus jelas untuk kepentingan klien atau pasien,
bukan untuk terapis/perawat sebagai kepuasan pribadi atau hanya untuk
kesenangan "(Steven Sultanoff, 2012 dalam Lindquist, 2014). Humor terapi
telah didefinisikan sebagai setiap intervensi yang mempromosikan kesehatan
dan kesejahteraan dengan merangsang ekspresi. Intervensi ini dapat
meningkatkan kesehatan, sebagai terapi komplementer, memfasilitasi
penyembuhan atau mengatasi baik fisik, emosi, kognitif, sosial, dan spiritual
"(AATH, 2000 dalam Lindquist, 2014).
d. Yoga
Yoga merupakan kegiatan yang mengatur tubuh secara fisik dan emosional
dengan menggunakan berbagai posisi tubuh, latihan peregangan, kontrol nafas
dan meditasi. Teknik pernapasan yang digunakn dalam yoga dapat
berhubungan dengan stimulasi saraf vagus dan menyeimbangkan sistem saraf
otonom. Kegiatan yoga dapat ini dapat mengurangi agitasi dan aktivitas pada
beberapa klien depresi saat berlatih meditasi (Stuart, 2013).
Sebuah studi menunjukkan bahwa yoga dua kali seminggu selama 8 minggu
diberikan tritmen standar untuk gangguan makan lebih bermanfaat dalam
mengurangi gejala gangguan makan daripada tritmen standar saja. Setelah
selesai yoga, klien mengalami sedikit rangsangan terhadap makanan dan cara
makan, sehingga hal ini menunjukkan efektivitas yoga dalam memfokuskan
pikiran dan tidak terokupasi pada pemikiran obsesif patologis (Stuart, 2013).
e. Biofeedback
Biofeedback merupakan suatu tindakan dimana respon fisiologis, seperti detak
jantung, hantaran kulit, suhu kulit, dan aktivasi otot dipantau dengan tujuan
mengajarkan klien untuk secara sadar mengatur proses tersebut. EEG
Biofeedback dikenal juga sebagai neuroterapi/ neurofeedback adalah
biofeedback tertentu yang menstransmisikan sinyal electroencephalogram
(EEG) dan memberikan informasi tentang aktivitas neuron di korteks serebral.
Melalui pengkondisian operan atau belajar, klien diajarkan menggunakan
informasi tentang otak untuk mengubah atau meningkatkan fungsinya (Stuart,
2013). Perawat profesional ideal untuk memberikan biofeedback karena
pengetahuannya tentang fisiologi, psikologi, kesehatan dan penyakit di
negaranya. Perawat menggunakan biofeedback harus disertifikasi oleh
Sertifikasi Biofeedback International Alliance (BCIA, www.bcia.org), yang
menawarkan sertifikasi dalam biofeedback umum, neurofeedback, dan
biofeedback disfungsi otot panggul (Lindquist, 2014).

f. Meditation
Meditasi kesadaran (Mindfulness meditation) mengajarkan klien berfokus
pada pengalaman mereka. Klien diajarkan untuk menyadari sensasi, pikiran
dan perasaan yang dialami saat ini yang bertujuan untuk memungkinkan diri
mengamati pengalaman membuat tujuan, tidak menghakimi, serta menerima
cara dan menemukan sifat yang lebih dalam dari pengalaman (Tusaie dan
Edds, 2009 dalam Stuart, 2013). Praktik meditasi harus diawasi pada klien
dengan masalah kesehatan jiwa tertentu karena terapi ini memiliki potensi
untuk menginduksi tingkat kesadaran tertentu. Pendekatan meditasi yang
berbeda dapat menghasilkan efek merangsang yang dapat membangkitkan
mania pada klien bipolar (Stuart, 2013).
g. Prayer
Stabile (2013) mendefinisikan doa sebagai komunikasi antara manusia dan
Tuhan, komunikasi timbal balik yang meliputi berbicara kepada Tuhan
(Lindquist, 2014). Banziger, Van Uden, dan Janssen (2008) mencatat bahwa
orang dapat melihat doa sebagai kerjasama dengan Tuhan di mana mereka
berada dalam kontak dan persekutuan dengan Tuhan. Doa dapat dilakukan
secara individual, dalam suatu kelompok, atau sebagai bagian dari iman atau
komunitas agama (Lindquist, 2014). Sejumlah penelitian telah
mendokumentasikan efektivitas doa sebagai strategi koping. Dari tinjauan
studi tentang doa, Holywell dan Walker (2009) menyimpulkan bahwa doa
adalah strategi koping yang membantu untuk menengahi antara agama dan
kesejahteraan (Lindquist, 2014).Perawat dapat menanyakan apakah pasien
ingin perawat untuk bergabung dengan mereka dalam doa. Membaca kitab
suci atau membaca dari kitab suci adalah salah satu cara untuk berdoa dengan
seseorang. Perawat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
berdoa: bermain musik meditasi, mencegah interupsi, dan memperoleh buku
atau perlengkapan yang dibutuhkan bagi orang untuk berdoa seperti yarmulke
untuk seorang Yahudi atau rosario bagi seseorang dari iman Katolik. Pasien
dari iman Yahudi mungkin ingin membaca Mazmur dan Muslim dapat
memilih untuk membaca doa dari Al-Qur'an (Al-Quran). Perawat perlu
menghormati bentuk apapun atau ritual doa yang dipilih pasien (Lindquist,
2014). Doa telah digunakan orang yang mempunyai banyak penyakit, dari
semua kelompok usia, dan dari semua budaya. Literatur juga menunjukkan
tentang kemanjuran doa pada individu yang sakit. Dalam sejumlah survei, doa
menjadi yang paling sering digunakan sebagai pelengkap terapi (Brown,
barner, Richards, & Bohman, 2007; King & Pettigrew, 2004). Penelitian telah
dilakukan pada penggunaan doa dengan pasien yang memiliki kondisi kronis.
Dalam sebuah studi dari orang dewasa yang HIV-1-positif dan yang terlibat
dalam kegiatan spiritual seperti doa, subjek memiliki penurunan risiko
kematian (Fitzpatrick et al., 2007). Demikian juga, orang dengan depresi dan
kecemasan yang telah berpartisipasi dalam enam sesi doa 1 jam mingguan
menunjukkan perbaikan dalam depresi dan kecemasan dibandingkan dengan
subyek pada kelompok kontrol (Boelens, Reeves, Replogle, & Koenig, 2009).
h. Journaling
Istilah journal, buku harian, menulis reflektif, dan menulis ekspresif sering
digunakan secara bergantian. Diari lebih sering fokus pada rekaman peristiwa
dan pertemuan, sedangkan journal berfungsi sebagai alat untuk merekam
proses kehidupan seseorang (Cortright 2008 dalam Lindquist, 2014). Peristiwa
dan pengalaman yang dicatat dalam jurnal berisi refleksi seseorang tentang
peristiwa dan makna pribadi yang pernah dialami mereka. Dalam penulisan
jurnal, interaksi antara sadar dan tidak sadar sering terjadi. Bentuk penulisan
ekspresif seperti puisi, cerita, dan pesan memo adalah metode individu dapat
menggunakan untuk mengeksplorasi perasaan batin dan pikiran (Lindquist,
2014). Pada mereka yang baru didiagnosis dengan penyakit kronis, journal
tentang perspektif mereka tentang bagaimana penyakit dapat mempengaruhi
kehidupan mereka serta dapat membantu mereka mengungkap kekhawatiran
sehingga bisa didiskusikan dengan profesional kesehatan. Perawat dan
keluarga dapat menyiapkan catatan pasien, Kemudian digunakan dalam
program tindak lanjut untuk membantu subjek memperoleh pemahaman
tentang waktu mereka di unit perawatan intensif, termasuk mimpi dan saat-saat
ketika pasien bingung atau tidak sadar. Program ini terbukti berguna bagi
pasien dan staf. Menulis jurnal juga telah digunakan untuk membantu orang
mengembangkan spiritual. Journal juga dapat membantu dalam berdoa.
Tindakan menulis membantu menjaga seseorang berpusat pada percakapan
dengan Tuhan. Seperti yang disarankan oleh Chittister, sebuah bagian dari
kitab suci dapat menjadi stimulus untuk menggunakan journal untuk berdoa
(Lindquist, 2014).
i. Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan bercerita
(Dictionary.com, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik benar atau fiktif,
dalam bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk menarik, menghibur, atau
menginstruksikan pendengar atau pembaca. Penggunaan cerita di layanan
kesehatan, penelitian kesehatan, dan pendidikan tidak terbatas. Perawat dapat
menggunakan cerita dalam beberapa situasi di masa hidup untuk berbagai
tujuan. Cerita dapat digunakan dalam terapi keluarga dan dapat membantu
anggota dalam memasuki makna dari masa lalu, sekarang, dan masa depan
serta membantu pasien untuk "membuat makna" dan penyembuhan (Roberts,
1994 dalam Lindquist, 2014).
j. Terapi Relaksasi (Terapi Pijat)
Teknik relaksasi adalah teknik untuk menurunkan respon relaksasi sebagai
mekanisme protektif terhadap stress yang menurunkan denyut nadi,
metabolism laju pernafasan dann tonus otot. Relaksasi adalah suatu kondisi
untuk membebaskan fisik dan mental dari tekanan atau stress. Teknik relaksasi
memberikan kemapuan kepada individu untuk dapat mengontrol dirinya
sendiri ketika terjadi ketidak nyamanan atau nyeri dan memperbaiki keadaan
fisik dan stress emosional (Potter & Perry, 2002). Salah satu teknik relaksasi
adalah terapi pijat (Sharon et. All, 2000 dikutip dari Wahyuni, 2002). Terapi
pijat adalah terapi relaksasi dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu pada
anggota badan. Dalam terapi relaksasi, perawat menggunakan pijat sebagai
intervensi untuk menghilangkan stres fisiologis dan psikologis dan
mempromosikan relaksasi (Harris & Richards, 2010). Dalam review dari 22
studi yang pijat telah digunakan, Richards, Gibson dan Overton-McCoy (2000)
menemukan bahwa hasil yang paling sering dilaporkan adalah pijat dapat
pengurangan kecemasan.
Peran Perawat Dalam Terapi Pijat
Perawat dapat melakukan terapi pijat untuk mengatasi kondisi-kondisi ketidak
nyamanan yang dialami paien, diantaranya:
1. Pijat sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa pijat dapat mengurangi rasa sakit . Dalam review
penelitian tentang penggunaan pijat dan aromaterapi pada penderita
kanker, Wang dan Keck (2004) melaporkan berkurangnya rasa sakit pada
pasien pasca operasi, dan Mok dan Woo (2004) menemukan bahwa pijat
juga dapat mengurangi rasa sakit pada pasien stroke.
2. Mengatasi masalah istirahat tidur
Pada pasien dilakukan pijatan sebelum tidur sehingga meningkatkan
relaksasi atau rasa nyaman pada pasien, sehingga pasien dapat beristirahat
dengan tenang

k. Exercise (Olah Raga)


Aktivitas fisik didefinisikan sebagai "mengerakan tubuh yang bertujuan untuk
pengeluaran kalori" (American College of Sports Medicine, 2006). Secara
umum pengertian olahraga adalah sebagai salah satu aktivitas fisik maupun
psikis seseorang yang berguna untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
kesehatan seseorang. Selain manfaat tersebut, ACSM (Garber et al., 2011) dan
USDHHS-PAAC (USDHHS-PAAC, 2008) telah menerbitkan laporan ilmiah
yang menyatakan aktivitas fisik sebagai faktor utama pencegahan primer dan
sekunder penyakit kardiovaskular. Ada hubungan antara kurangnya aktivitas
fisik dan perkembangan penyakit arteri koroner dan peningkatan mortalitas
kardiovaskular (USDHHSPAAC, 2008; Garber et al, 2011.).
Peran Perawat
Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang pentingnya
berolahraga, perawat juga dapat selalu memotivasi pasien untuk dapat
melakukan olah raga rutin sesuai kondisi pasien. Perawat dapat membantu
pasien untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan olahraga apa
yang tepat dengan kondisi pasien dan dapat pasien lakukan secara mandiri.
l. Aromaterapi
Styles (1997) mendefinisikan aromaterapi sebagai penggunaan minyak
esensial untuk tujuan terapi yang mencakup pikiran, tubuh, dan jiwa-luas,
definisi yang konsisten dengan praktik keperawatan holistik. Institute Cancer
Nasional mendefinisikan aromaterapi sebagai "penggunaan terapi
menggunakan minyak dari bunga, tumbuh-tumbuhan, dan pohon-pohon untuk
perbaikan fisik, emosional, dan spiritual kesejahteraan "(National Cancer
Institute [NCI], 2012).Peran Perawat Perawat memiliki peran penting dalam
membantu pasien untuk membedakan di antara berbagai produk botani yang
mudah tersedia. Pasien sering bingung dengan pilihan yang dapat digunakan ,
dan yang terpenting adalah bahwa perawat memahami perbedaan dari
kandungan dari minyak yang digunakan, pemberian saran pada pasien
bertujuan untuk keselamatan pasien. Perawat harus menyadari pedoman
keselamatan umum untuk pendidikan pasien dan dalam praktek.
m. Obat herbal
Herbal dan produk-produk alami terkait seperti rempah-rempah, banyak
digunakan untuk pengobatan di dunia. Penggunaan herbal untuk pengobatan
penyakit dan menjaga kesehatan bisa digunakan pada banyak budaya didunia
setidaknya sejak 2.500 tahun yang lalu. Sebagai contoh, di sM abad ke-5,
Hippocrates direkomendasikan daun dan kulit kayu dari willow tree (genus
Salix) untuk rasa sakit dan peradangan. obat-obatan herbal, atau terapi nabati,
terus menduduki tempat penting dalam banyak tradisi penyembuhan dunia.
Peran Perawat
Perawat perlu mengkaji apakah pasien menggunakan ramuan herbal tertentu,
selain mengetahui jenis ramuan yang digunakan, dosis masing-masing ramuan,
dan fungsi yang dari ramuan tersebut, mengumpulkan informasi mengenai
durasi penggunaan herbal juga akan membantu dalam menilai pasien dan
memberikan perawatan terbaik. Perawat juga perlu untuk memberikan
pemahaman pada pasien karena banyak kesalahan pemahaman tentang obat
herbal bahwa herbal tidak memiliki efek samping karena mereka alami.
Namun, herbal memang memiliki efek samping dan mungkin beracun atau
beracun jika tidak digunakan dengan tepat. Masalah lainnya adalah kebiasaan
pasien menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai pengganti obat yang sudah
diberikan oleh dokter. Peran keperawatan juga mencakup pemberian
pendidikan kesehatan pada pasien, agar pasien dapat memahami bahwa terapi
herbal hanya aman jika herbal diracik dan diproses dengan cara yang benar
dan digunakan untuk indikasi yang tepat, dalam jumlah yang benar, untuk
durasi pasti, dan dengan pemantauan yang tepat
n. .Functional Foods and NutraceuticalsMenurut
Haller (2010), istilah nutraceutical diambil dari kata-kata nutrisi dan farmasi.
Awalnya diciptakan oleh Dr Stephen DeFelice, nutraceuticals didefinisikan
sebagai "makanan, atau bagian dari makanan, yang berfungsi untuk
pengobatan atau memiliki manfaat untuk kesehatan, termasuk pencegahan dan
pengobatan penyakit "(National Nutraceutical Pusat, 2012). Kategori
nutraceutical termasuk suplemen makanan seperti Ginkgo biloba, makanan
fungsional seperti produk susu, dan makanan makanan lainnya yang nantinya
dapat di tambahkan dengan nutraceuticals (National Nutraceutical Pusat,
2012). Nutraceuticals adalah makanan yang menawarkan manfaat bagi
kesehatan (Haller, 2010).Sebagai contoh, banyak produk-produk makanan
yang beredar dipasaran seperti sereal yang diperkaya dengan omega-3 asam
lemak, minuman kesehatan yang diperkaya Ginseng, produk susu dengan
tambahan probiotik, dan orange jus yang mengandung kalsium tambahan.
Makanan fungsional harus aman dan memberikan manfaat kesehatan jangka
panjang. Dengan demikian, makanan fungsional adalah salah satu dibawah ini:
a. Sebuah makanan fungsional yang ditambahkan makanan lain.
b. Sebuah makanan fungsional di tambahkan bahan baru untuk makanan
fungsional.
c. Sebuah makanan baru yang berisi satu atau lebih bahan fungsional (Pariza,
1999).
Di Jepang, dimana merupakan negara pertama yang mempelopori makanan
fungsional, telah menyoroti tiga kondisi yang menentukan makanan
fungsional:
a. Ini adalah makanan (bukan kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal
dari bahan-bahan alami.
b. Hal ini dapat dan harus dikonsumsi sebagai bagian dari makanan
sehari-hari.
c. Memiliki fungsi tertentu ketika dikonsumsi, berfungsi untuk
mengatur kondisi tertentu, seperti: peningkatan mekanisme
pertahanan biologis, pencegahan penyakit tertentu, pemulihan dari
penyakit tertentu, kontrol kondisi fisik dan mental, dan
memperlambat proses penuaan (PA Consulting Group, 1990).
Peran Perawat
Dikarenakan banyak orang yang menggunakan nutraceuticals. Oleh karena itu,
penting bagi perawat untuk dapat membantu menghitung dan mengatur jumlah
nutraceutical yang aman dikonsumsi oleh pasien dalam kondisi tertentu. Berikut
adalah pedoman bagi perawat untuk digunakan dalam menilai pasien:
1. Saat melakukan pengkajian, pastikan apakah pasien mengkonsumsi
nutraceutical secara rutin. Karena kemungkinan dapat menimbulkan
komplikasi dari penggunaan suplemen gizi, hentikan penggunaan suplemen
beberapa minggu sebelum dilakukan tindakan operasi.
2. Memberikan pengetahuan pada pasien tentang makanan fungsional dan
nutraceuticals mencakup manfaat, efek samping, biaya, dan kemungkinan
kontraindikasi pada penggunaan obat tertentu.
3. Mengembangkan strategi komunikasi yang efektif untuk memastikan
bahwa semua anggota tim perawatan kesehatan pasien memahami tentang
nutraceutical mencakup manfaat, efek samping, biaya, dan kemungkinan
kontraindikasi pada penggunaan obat pada pasien
4. Ketahui alasan pasien menggunakan suplemen gizi dan fungsional
makanan. Ketahui manfaat yang sama jika menggunakan produk lain yang
lebih aman atau lebih murah.
5. Pertimbangkan kebutuhan perawatan kesehatan pasien dengan kondisi
khusus, seperti pada wanita hamil, anak-anak, lansia, dan populasi dengan
kondisi medis tertentu, mendiskusikan penggunaan suplemen gizi dengan
tenaga layanan kesehatan lain.
6. Sediakan sumber informasi untuk pasien yang mudah untuk diakses, cepat,
berdasarkan bukti ilmiah dan mudah dimengerti.
7. Berkolaborasi dan berkonsultasi dengan merujuk pasien ke ahli gizi
o. Manfaat & Peran Perawat Pada Pemberian Terapi pada Proses Penyembuhan
Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan klien gangguan jiwa
yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan
jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. Perawat
sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhan dengan memberikan berbagai macam terapi Generalis
maupun Spesialis.
Dalam pemberian terapi perawat seabagai terapis senantiasa
berdasarkan pada kompetensi yang dia miliki dan kondisi pasien yang menjadi
titik tolak terapi atau penyembuhan. Efektivitas terapi komplementer dan alternatif
(CAM) telah banyak dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik
sebagai terapi tunggal ataupu terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi
CAM dapat memberi dampak penting dalam praktik keperawatan kesehatan jiwa.
Terapi alternatif telah banyak dirasakan tolak terapi atau penyembuhan dengan
memberikan berbagai macam terapi Generalis maupun Spesialis. Dalam
pemberian terapi perawat seabagai terapis senantiasa berdasarkan pada
kompetensi yang dia miliki dan kondisi pasien yang menjadi titik tolak terapi
atau penyembuhan. Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah
banyak dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai
terapi tunggal ataupu terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi CAM dapat
memberi dampak penting dalam praktik keperawatan kesehatan jiwa. Terapi alternatif
telah banyak dirasakan bermanfaat, aman, hemat biaya, dan mudah dilaksanakan di
tatanan kesehtan jiwa. Terapi alternatif komplementer (CAM) dapat dilakukan oleh
perawat (Stuart, 2013).
Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan perawatan
dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi gejala yang dialami
oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi CAM yang memberdayakan
klien dapat memperkuat hubungan antar perawat dan klien dalam meningkatkan
proses pemulihan (Stuart, 2013).
p. SUPPORTIVE ENVIRONMENT
Agar proses pemulihan berjalan dengan baik, diperlukan dukungan dari
berbagai pihak yaitu :
1.Dukungan dari keluarga (atau orang dekat)
2.Dukungan dari tenaga kesehatan dan pekerja sosial
3.Dukungan dari kawan sesama penderita gangguan jiwa
4.Dukungan dari masyarakat sekitar.

Anda mungkin juga menyukai