Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“DESAIN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI (MENGACU


KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA)”
(Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah
Teori Pengembangan Pendidikan Islam)
Dosen Pengampu: Prof.Dr. H. Sutrisno, M.Ag.

Disusun oleh:
FITRI NUR ROHMAH DEWI
NIM. 19204010046

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
Abstrak

Disadari atau tidak, akademisi, ilmuwan, dan praktisi di negeri ini masih
sedikit yang mendalami Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Akibatnya, banyak
perguruan tinggi besar dengan puluhan ribu mahasiswa menderita penyakit kronis
secara yuridis. Penyakit ini tidak hanya menyerang Perguruan Tinggi Swasta
berakreitasi cukup (C), tetapi juga Perguruan Tinggi Negeri berakreditasi sangat
baik (A). Contoh sederhana, banyak top leader Perguruan Tinggi yang masih
keliru untuk sebatas menyebut KKNI, sebagai: kerangka kualifikasi nasional
Indonesia, kualifikasi kurikulum nasional Indonesia, kurikulum kualifikasi
nasional Indonesia, dan sebagainya. Secara umum, kesalahan terhadap konsep
dasar KKNI adalah bahwa KKNI dipahami sebatas kurikulum. Padahal KKNI
tidak hanya membidangi pendidikan tinggi, melainkan berbagai sektor, seperti
tenaga kerja, birokrasi pemerintah, pelatihan, industri, dunia usaha, dan sebgainya.
Direktorat Pendidikan Agama Islam (Diktis) Kementerian Agsma Republik
Indonesia (Kemenag RI) tahun 2013, merasa perlu menjelaskan implementasi
KKNI bidang pendidikan tinggi secara komprehensif. Adapun kurikulum yang
harus mengacu pada KKNI hanya bagian kecil dari mata rantai panjang KKNI
bidang pendidikan tinggi. Aspek-aspek lain dari KKNI bidang pendidikan yang
harus direalisasikan masih banyak, seperti: redesain kurikulum, implementasi
kurikulum, penjaminan mutu internal masing-masing prodi, hingga penerbitan
Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI).

Kata kunci: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, dan Desain Kurikulum


Perguruan Tinggi.

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami


kesempatan dan kelancaran sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Desain Kurikulum Perguruan Tinggi (Mengacu Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia)” dengan baik. Dan shalawat serta salam semoga
terlimpahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Sutrisno,
M.Ag. selaku dosen yang membimbing mata kuliah kami Pengembangan
Kurikulum yang telah mengarahkan kami agar dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Kami yakin dalam penyususnan makalah ini masih banyak
kekurangan baik secara sistematik penyusunan dan penggunaan kata-kata.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
teknik penulisan, maupun isinya, maka penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Yogyakarta, 24 Maret 2020

Fitri Nur Rohmah Dewi


NIM.19204010046

i
DAFTAR ISI
Abstrak
KATA PENGANTAR..............................................................................................
i
DAFTAR ISI.............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
3
C. Tujuan............................................................................................................
3

BAB II PEMBAHASAN
A. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia......................................................
4
B. Implementasi Teori Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.....................
7
C. Desain Kurikulum Perguruan Tinggi.............................................................
14
D. Implementasi Desain Kurikulum Perguruan Tinggi......................................
18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................
23
B. Saran...............................................................................................................
23

ii
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan inti dari proses pendidikan, oleh sebab itu
diantara bidang-bidang pendidikan yaitu: manajemen pendidikan,
kurikulum, dan layanan siswa, kurikulum merupakan bidang yang paling
langsung berpengaruh terhadap hasil pendidikan. Dalam pengembangan
kurikulum minimal dapat dibedakan antara “desain kurikulum atau
kurikulum tertulis (design, writen, ideal, official, formal, dokumen
curriculum) dan implementasi kurikulum atau kurikulum perbuatan
(curriculum implementation, curriculum in action, actual curriculum, real
curriculum)”.
Desain kurikulum dapat bersifat menyeluruh, mencakup semua
rancangan dan komponen kurikulum seperti dasar-dasar dan struktur
kurikulum, sebaran mata pelajaran, Garis-Garis Besar Program Pengajaran
(GBPP), program tahunan/semester silabus, satuan pembelajaran, Satuan
Acara Perkuliahan (SAP), atau Rencana Pembelajaran Semester (RPS),
rancangan pengembangan media, dan alat evaluasi, tetapi bisa juga hanya
berkenaan dengan salah satu bentuk desain atau rancangan saja,
umpamanya silabus atau GBPP.1
Terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) nomor
8 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Permendikbud RI Nomor 73 tahun 2003, mengharuskan perguruan tinggi,
Sekolah Tinggi, Institut maupun Universitas (selanjutnya disebut
Pendidikan Tinggi) mengalami kegemparan internal untuk melakukan
redesain kurikulum secara serentak dan mendesak. Pasalnya selambat-
lambatnya tahun 2016/2017, jika masih ada pendidikan tinggi yang belum

1
Syafruddin Nurdin, Pengembangan Kurikulum dan Rencana Pembelajaran Semester
(Rps) Berbasis KNI di Perguruan Tinggi, Jurnal Pendidikan, FITK UIN Imam Bonjol Padang,
diakses tanggal 25 Februari 2020 pukul 13:05 WIB.

1
melaksanakan amanah sebagaimana yang tertuang dalam KKNI bisa tidak
memperoleh pengakuan alumninya.2
UU Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan
masyarakat. Ini artinya, masyarakat memiliki hak untuk mendirikan dan
mengelola peguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Makin ketatnya persaingan di era globalisasi saat ini, secara
tidak langsung berakibat pada organisasi untuk senantiasa berusaha
mempertahankan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Alasan
yang paling mendasar adalah tuntutan global terkait masuknya tenaga
kerja asing pada MEA 2015. Atas dasar ini pendidikan tinggi Indonesia
harus mencetak tenaga kerja yang mampu berkompetisi dengan lulusan
pendidikan tinggi dari negara-negara lainnya, juga tenaga kerja Indonesia
di luar negeri.
Lulusan ideal pendidikan tinggi adalah mencetak lulusan yang bisa
berkarya, bukan sekedar bekerja. Terdapat perbedaan mendasar antara
bekerja dan berkarya. Berkarya jauh lebih menghargai kita cipta, rasa dan
karsa yang bersifat pemikiran, keunikan, intelektual, serta bernilai tinggi.
Misalnya, berkarya membuat alat peraga edukatif. Karya ini jelas jauh
lebih menghargai jiwa seni yang tinggi. Ketika alat peraga itu diproduksi
oleh dunia industri secara massal dan dapat dimanfaatkan secara global,
maka penghasilan lulusan perguruan tinggi yang mampu berkarya jauh
lebih besar daripada lulusan perguruan tinggi yang hanya bisa bekerja.
Sekedar contoh, seorang guru yang berhasil menemukan alat
peraga edukatif pembelajaran Alquran, mendapat royalti dari hasil
karyanya tersebut hingga 1 miliar (1.000.000.000) per tahun. Bandingkan
dengan lulusan pendidikan tinggi yang hanya bisa bekerja dengan gaji
standar. Redesain kurikulum pendidikan tinggi yang mengacu pada KKNI.
Oleh karena itu, pertanyaan mendasar yang hendak dijawab dalam
makalah ini adalah, “Bagaimana implementasi KKNI bidang pendidikan
2
Sutrisno dan Suyadi, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi (Mengacu Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), hal. 2.

2
tinggi yang tidak hanya bisa bekerja (intelektual tukang) tetapi juga
berkarya (yang lebih bersifat pemikiran, intelektual, menghargai cipta,
rasa, dan karsa) serta hasil karya lulusan pendidikan tinggi Indonesia dapat
berkompetisi di era global.3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI)?
2. Bbagaimana implementasi teori kerangka kualifikasi nasional
Indonesia (KKNI)?
3. Bagaimana teori desain kurikulum perguruan tinggi?
4. Bagaimana implementasi teori desain kurikulum perguruan tinggi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori kerangka kualifikasi nasional Indonesia
(KKNI).
2. Untuk mengetahui teori kerangka kualifikasi nasional Indonesia
(KKNI).
3. Untuk mengetahui teori desain kurikulum perguruan tinggi.
4. Untuk mengetahui teori desain kurikulum perguruan tinggi.

3
Sutrisno dan Suyadi, Desain Kurikulum..., hal. 3.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
Menurut Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 dan UU
Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012, bahwa yang dimaksud dengan
KKNI (kependekan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) atau
dalam bahasa Inggris disebut Indonesian Qualification Framework (IQF)
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang
pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalanman kerja dalam
rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur
pekerjaan di berbagai sektor.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73
Tahun 2013, yang dimaksud dengan KKNI bidang Pendidikan Tinggi
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan capaian pembelajaran dari jalur
pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan atau pengalaman kerja ke
dalam jenis dan jenjang pendidikan tinggi.
Dengan demikian, jelas bahwa KKNI tidak hanya terkait dengan
sektor pendidikan, teriebih lagi hanya dipahami secara sempit, yakni
sebatas kurikulum sebagaimana stigma yang selama ini mengemuka.
KKNI mencakup semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara salah
satunya pendidikan dan semuanya terkait satu dengan yang lain. Atas
dasar inilah dibentuk Badan Kualifikasi Nasional (BKNI) yang
mempunyai tugas ganda, yakni internal dan eksternal. Tugas BKNI secara
internal adalah melakukan penjaminan mutu terhadap keberlangsungan
dan pengembangan sistem KKNI, sedangkan tugas BKNI secara eksternal
adalah mengoordinasikan dan mengembangkan mekanisme implementasi
KKNI dengan institusi, lembaga, ataupun pihak lain yang terkait dan
relevan dalam penyelenggaraan KKNI.

4
KKNI disusun berdasarkan kebutuhan dan tujuan khusus yang khas
dengan Indonesia untuk menyelaraskan sistem pendidikan dan pelatihan,
dengan sistem karier di dunia kerja. KKNI juga dirancang agar sesuai an
setara dengan sistem yang dikembangkan oleh negara-negara lain.
Sebagaimana disebutkan di atas, dalam pengembangan KKNI juga
merujuk dan mempertimbangkan sistem kualifikasi negara lain, seperti
Eropa, Australia, Inggris, Scotlandia, Hong kong, dan Selandia Baru. Hal
ini menjadikan kualifikasi yang tercakup dalam KKNI dapat dengan
mudah disertakan dan diterima oleh negara-negara lain sehingga
pertukaran peserta didik maupun tenaga kerja antarnegara dapat dilakukan
dengan mudah. Atas dasar ini, pengakuan terhadap kualitas output
Pendidikan Tinggi di Indonesia akan diakui setara dengan output
Pendidikan Tinggi di negara lain.
Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui
pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:
1. lulusan pendidikan dasar (SMP) setara dengan jenjang 1;
2. lulusan pendidikan menengah (SMA) paling rendah setara dengan
jenjang 2;
3. lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;
4. lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;
5. lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;
6. lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah
setara dengan jenjang 6;
7. lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara dengan
jenjang 8;
8. lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9;
9. lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8;
10. lulusan pendidikan spesialis setara dengan jenjang 8 atau 9.
Setiap jenjang kualifikasi dalam KKNI terdiri dari empat parameter
utama, yaitu (a) keterampilan kerja, (b) cakupan keilmuan/pengetahuan,
(c) metode dan tingkat kemampuan dalam mengaplikasikan keilmuan/

5
pengetahuan tersebut, serta (d) kemampuan manajerial. Keempat
parameter tersebut dirumuskan dalam bentuk deskripsi, yang kemudian
deskripsi tersebut dikenal dengan istilah deskriptor generik KKNI. Berikut
ini adalah deskriptor generik KKNI yang dimaksud.

1. Keterampilan kerja, yaitu kemampuan dalam ranah kognitif, ranah


psikomotor, dan ranah afektif yang tercermin secara utuh dalam
perilaku atau dalam melaksanakan suatu kegiatan. Jadi, untuk
menentukan tingkat atau jenjang kualifikasi seseorang, dapat dilihat
berdasarkan tingkat kompetensi orang tersebut baik secara kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
2. Cakupan keilmuan/pengetahuan, yaitu rumusan tingkat keluasan,
kedalaman, dan kerumitan/kecanggihan pengetahuan tertentu yang
harus dimiliki. Jadi, semakin tinggi jenjang kualifikasi seseorang
dalam KKNI, maka semakin luas, semakin dalam, dan semakin
canggih pengetahuan/keilmuan yang dimilikinya.
3. Metode dan tingkat kemampuan, yaitu cara memanfaatkan ilmu
pengetahuan, keahlian, dan metode yang harus dikuasai dalam
melakukan suatu tugas atau pekerjaan tertentu, termasuk di dalamnya
adalah kemampuan berpikir (intellectual skills). Metode adalah cara
yang digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau materi
pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum.4 Jadi, semakin tinggi
jenjang kualifikasi seseorang dalam KKNI, maka semakin terampil
menggunakan berbagal metode dan fimu pengetahuan untuk
menyelesaikan tugas- tugasnya.
4. Kemampuan manajerial, yaitu kemampuan dan sikap sesecrang yang
disyaratkar dalam nmelakukan suatu tugas atau pekerjaan, serta tingkat
tanggung jawab dalam bidang kerja tersebut. Jadi, semakin tinggi
Jenjang kualifikasi seseorang dalam KKNI, maka semakin tinggi pula
kemampuan orang tersebut dalam me-manage pekerjaannya.

4
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hal. 92.

6
Kemampuan seseorang, yang dicapai melalui internalisasi dan
akumulasi keempat parameter di atas, disebut capaian pembelajaran (CP).
Artinya, CP merupakan akumulasi dan internalisasi keempat deskriptor
generik KKNI di atas. Selanjutnya, jenjang-jenjang kualifikasi dalam
KKNI disusun secara sistematis dengan muatan keilmuan (science),
pengetahuan (knowledge), keahlian (know-how), dan keterampilan (skill).

B. Implementasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)


Implementasi praktis diterapkannya KKNI bidang pendidikan
berada sepenuhnya pada kebijakan umum dan tugas khusus Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) dengan segenap Perguruan
Tinggi Umum (PTU)nya dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Agama Islam (Dirjen Diktis) dengan segenap Pendidikan Tinggi Agama
Islam (PTAI)nya.
1. Kebijakan Umum
Dalam penerapan kkni bidang pendidikan tinggi oleh
pemangku kepentingan, Direktorat Jenderal mempunyai tugas dan
fungsi sebagai berikut:
a. Melakukan sosialisasi KKNI bidang pendidikan tinggi dan
strategi implementasi Nya kepada para pemangku
kepentingan dan mengambil keputusan di bidang
pengembangan sumber daya manusia. Termasuk dalam hal
ini adalah subdit akademik mempunyai tugas yang sama
yakni mensosialisasikan KKNI. Pada tahun 2013, subdit
akademik telah menyusun buku petunjuk teknis
implementasi KKNI di bidang pendidikan tinggi. Namun,
buku ini belum memasuki Permendikbud 49 tentang
Standar Pendidikan Tinggi dan Permendikbud 81 tahun
2014 tentang Ijazah dan SKPI.
b. Mewajibkan perguruan tinggi untuk menerbitkan surat
keterangan pendamping ijazah yang menjelaskan
kualifikasi lulusan sesuai dengan jenjang KKNI bidang

7
pendidikan tinggi. Padahal, ibarat perjalanan, kurikulum
ada di ujung timur, SKPI berada di ujung barat. Nanti kalau
tidak ada SKPI lulusannya tidak diakui. Setidaknya,
terdapat 22 item di dalam SKPI yang harus dimasukkan ke
dalam kurikulum. Misalnya, deskripsi umum, deskripsi
level, learning outcome (LO), capaian pembelajaran (CP)
dan sebagainya. Jadi, kalau kurikulumnya tidak KKNI,
tidak bisa menerbitkan SKPI.
c. Mendorong kementerian teknis dan pemangku kepentingan
untuk memberi penghargaan pada lulusan perguruan tinggi
berbasis pada kualifikasi.
d. Menyusun dan menyosialisasikan profil pendidikan tinggi
Indonesia yang mencakup informasi program studi yang
kualifikasi lulusannya sesuai dengan jenjang kualifikasi
pada KKNI bidang pendidikan tinggi.
e. Berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara, kementerian teknis dan lembaga negara
lainnya (Perpres Nomor 73 Pasal 10 butir 2).
2. Tugas Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI)
Dalam menerapkan KKNI di bidang kurikulum pendidikan
tinggi, Direktorat Pendidikan Tinggi mempunyai tugas dan fungsi
sebagai berikut.
a. Memberikan masukan, konsultasi, pembimbingan/
pendampingan, mendorong dan memfasilitasi terjadinya
proses penerapan KKNI bidang pendidikan tinggi di
perguruan tinggi.
b. Menyusun kebijakan, regulasi, dan panduan tentang
penyusunan kurikulum program studi yang mengacu pada
KKNI bidang pendidikan tinggi.

8
c. Mengevaiuasi pelaksanaan kurikulum oleh program studi
terhadap pencapaian jenjang kualifikasi pada KKNI bidang
pendidikan tinggi.
d. Mengevaluasi deskripsi capalan pembelajaran minimal yang
diusuikan oleh program studi sebagai dasar penetapan
standar kompetensi lulusan program studi oleh menteri.
e. Mengevaluasi secara berkala deskripsi capaian
pembelajaran minimal yang diusulkan oleh program studi
sebagai dasar penetapan standar kompetensi lulusan
program studi oieh menteri. Pelaksanaannya akan dimulai
dari 2016/2017. Hal ini berdasar pada Permendikbud nomor
49 tahun 2014 yang menyatakan bahwa toleran untuk
menerapkan KKNI adalah dua tahun sejak disahkan.
f. Mengevaluasi secara berkala deskripsi capaian
pembelajaran program studi yang teiah ditetapkan sebagai
standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi pada
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi untuk digunakan sebagai
rujukan nasional bagi program pendidikan terkait
g. Bersama tim pakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b, Pasal 6 ayat (2) huruf c, dan Pasal 7 ayat
(2) huruf c, menjamin akuntabilitas dan kompatibilitas
substansi proposal penyelenggarean RPL dan usulan
capaian pembelajaran dari program studi.
h. Berkoordinasi dengan BAN-PT atau lembaga akreditasi
lainnya yang diakuj oleh pemerintah baik pada tingkat
nasional maupun internasional, BSNP, atau lembaga lain
yang menyusun standar pendidikan atau standar kompetensi
kerja dan diakui oleh pemerintah baik pada tingkat nasional
maupun internasional, lembaga sertifikasi kompetensi,
lembaga sertifikasi profesi, asosiasi profesi, asosiasi
industri, baik pada tingkat nasional maupun internasional

9
serta badan atau lembaga lain di tingkat nasional yang
terkait dengan penjaminan mutu sumber daya manusia pada
level kualifikasi 3 sampai dengan 9 Perpres Nomor 73 Pasal
10 butir 3.
3. Tugas Perguruan Tinggl
Dalam menerapkan KKNI bidang pendidikan tinggi,
Perguruan Tinggi (PT) mempunyai tugas dan fungsi sebagai
berikut:
a. Setitap program studi wajib menyusun deskripsi capaian
pembelajaran minimal mengacu pada KKNI bidang
pendidikan tinggi sesuai dengan jenjang masing-masing.
b. Setiap program studi wajib menyusun kurikulum,
melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum
mengacu pada KKNI bidang pendidikan tinggi sesuai
dengan kebījakan, regulasi, dan panduan tentang
penyusunan kurikulum program studi.
c. Setiap program studi wajib mengembangkan Sistem
Penjaminan Mutu Internal (SPMI) untuk memastikan
terpenuhinya capaian pembelajaran program studi. Jadi,
penjaminan mutu harus ada di setiap prcdi, bukan hanya
institusi. Kendalanya, RKKL tidak menganggarkan
penjaminan mutu prodi. Ini biasanya bukti perencanaan
tidak memperhatikan perundang-undangan PT (Perpres
Nomor 73 Pasal 10 butir 4).
2. Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus yang dimaksud di sini adalah program-
program riil atau nyata yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi (PT)
sebagai tindak lanjut dari kebijakan umum sebagaimana disebutkan
di atas. Berikut ini adalah prcgram-program khusus terkait
implementasi KKNI bidang pendidikan tinggi tersebut.

10
a. Menyelenggarakan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)
adalah proses pengakuan atas capaian pembelajaran
seseorang yang dilakukan secara otodidak dari pengalaman
hidupnya atau yang diperolehnya dari pelatihan atau
pendidikan nonformal atau informal ke dalam sektor
pendidikan formal. Milsalnya, dalang kondang, seperti Ki
Anom Suroto dan Manteb Sudarsono, yang hanya
berpendidikan S1 atau di bawahnya, dapat diakui sebagai
profesi spesialis seni wayang atau bahkan doktor terapan
seni wayang.
Dalam rangka memenuhi amanat UU Sistem
Pendidikan Nasionai tentang pembelajaran sepanjang hayat,
maka mekanisme RPL dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan vang lebih luas bagi setiap individu unduk
menempuh jalur pendidikan (Dirier Dikti, 2010: 38). Dalam
hal ini Perguruan Tinggi harus menyelenggarakan RPL
dengan mengikuti prosedur yang diatur dalam pasal 5
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang
Pendidikan Tinggi.
b. Alih Jalur, Transfer, dan Studi Lanjut indonesia mengenal
jalur dan jenjang pendidikan, mengikuti UU No. 20
Sisdiknas yang dikenal dengan jalur pendidikan formal.
nonformal, dan informal. Adapun jenis pendidikan di
Indonesia mencakup pendidikan Akademik, Vokasi, dan
Profesi. Berdasarkan klasifikasi ISCED 97 (International
Standard Classification of Education) oleh UNESCO, jalur
pendidikan akademik menghasiłkan lulusan dengan
"keahlian atau kompetensi" yang lebih umum dan dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi keahlian khusus

11
(spesialis) bergantung pada bidang pekerjaan atau
lingkungan di mana lulusan tersebut berada, sedangkan
pendidikan vokasi dan profesi merupakan pendidikan yang
diharapkan sudah sejak awal membangun keahlian khusus
di bidang tertentu. Dengan demikian, jenis pendidikan
akademik mempunyai capaian pembelajaran yang lebih
generik dibandingkan pendidikan vokasi dan profesi. Oleh
karena itu, seseorang yang sudah mengakumulasikan
keahliannya secara khusus (vokasi dan profesi) diharapkan
semakin mendalami keahliannya dan tidak menjadi
generalis.
Meskipun demikian, implementasi KKNI bidang
pendidikan tinggI memungkinkan seseorang berpindah dari
jenis pendidikar khusus (vokasy profesi) ke jenis
pendidikan akademik. Perpindahan ini dapat dilakukan
setelah menempuh pendidikan D3. Artinya, seseorang yang
sebelumnya berpendidikan D3 Politeknik, misalnya, dapat
studi lanjut ke S1 jenis pendidikan akademik. Dengan
demikian, seseorang dinyatakan boleh pindah jenis
pendidikan setelah dinyatakan mampu oleh institusi
pendidik untuk mengikuti pendidikan kesarjanaan.
c. Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Landasan yuridis
secara khusus tentang penjaminan mutu ini adalah Pepres
nomor 73 Pasal 7 ayat 4 butir c yang menyatakan bahwa
setian program studi-bukan hanya setiap institusi-wajib
mengembangkan sistem penjaminan mutu internal (SPMI)
untuk memastikan terpenuhinya capaian pembelajaran
program studi. Berdasarkan Perpres ini, unit penjaminan
mutu yang selama ini terintegrasi dengan unit penjaminan
mutu secara terpadu dalam sebuah institusi tidak memadai
lagi. Apa risiko jika prodi tidak mengembangkan

12
penjaminan mutu internal? Setidaknya, ketika proses
akreditasi prodi yang bersangkutan akan sulit mendapatkan
nilai A.
Pengembangan sistem penjaminan mutu internal
dalam setiap prodi tersebut hendaknya mengacu pada
BKNI, sebab BKNI merupakan "penjaminan mutu" bagi
KKNI. BKNI inilah yang akan bekerja sama dengan BAN-
PT dan BAN-PT akan bekerja sama dengan SPMI. Dengan
demikian, terdapat keterkaitan yang hierarkis antara BKNI,
BAN-PT dan SPMI. Hal ini disebutkan dalam Perpres
Nomor 73 tahun 2013 Pasal 10 butir f yang menyatakan
bahwa: “Dalam menjamin mutu KKNI bidang pendidikan
tinggi, Direktorat Jenderal berkoordinasi dengan
kementrian teknis, Badan Akreditasi Nasional Pendidikan
Tinggi (BAN-PT) atau lembaga akreditasi lainnya yang
diakui oleh pemerintah baik pada tingkat nasional maupun
Internasional, Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), atau lembaga lain yang menyusun standar
pendidikan atau standar kompetensi kerja dan diakui oleh
pemerintah baik pada tingkat nasional maupun
Internasional, lembaga sertifikasi kompetensi, lembaga
sertifikasi profesi, asosiasi profesi, asasiasi industri, baik
pada tingkat nasional maupun Internasional serta badan
atau lembaga lain di tingkat nasional yang terkait dengan
penjaminan mutu sumber daya manusia pada level
kualifikasi 3 sampai dengan 9”.

13
C. Teori Desain Kurikulum Perguruan Tinggi
Pengertian kurikulum secara agak luas dikemukakan oleh winarto
surahmad bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan tertentu.5 Berikut ini akan dikemukakan teori desain kurikulum
pergururan tinggi:
1. Analisis SWOT Lembaga (scientific vision)
Analisis SWOT dilakukan untuk mengkaji kekuatan kelemahan
peluang ancaman dan tantangan yang dihadapi lembaga penyelenggara
pendidikan tinggi dalam rangka menghasilkan profil lulusan yang
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah secara dinamis
dan cepat dengan bekal kompetensi yang diperoleh selama proses
pendidikan yang diikuti pada lembaga tersebut. Selain itu langkah
kegiatan yang dilakukan dalam analisis SWOT lembaga dalam
mengkaji sejumlah dokumen yang relevan berkaitan dengan landasan
filosofis sosiologis historis yuridis perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni serta perkembangan ekonomi dan dunia industri
termasuk dokumen kurikulum yang sejenis baik dari perguruan tinggi
dalam negeri maupun luar negeri, selanjutnya hasil analisis SWOT
dirumuskan secara operasional dalam rumusan visi, misi, tujuan,
sasaran dan strategi pencapaian serta program lembaga yang
terangkum dalam dokumen rencana induk pengembangan dan rencana
strategis serta perencanaan tahunan. Dokumen perencanaan tersebut
menjadi blueprint dan acuan dalam pengembangan kelembagaan
akademik dan kemahasiswaan termasuk lulusan.
Dengan demikian, melalui analisis SWOT akan diketahui posisi
kelembagaan pendidikan tinggi dalam konstelasi sistem pendidikan
tinggi dalam skala nasional, regional, dan global. Adapun visi harus
mengacu pada KKNI di samping itu juga harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
5
Sukiman, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), hal. 2.

14
a. singkat, padat, dan mudah diingat;
b. bersifat inspiratif dan menantang;
c. sesuatu ideal yang ingin dicapai;
d. menarik semua yang terkait;
e. memberikan arah dan fokus yang jelas;
f. menjadi perekat dan penyatu berbagai gagasan;
g. berorientasi ke depan;
h. menumbuhkan komitmen;
i. menjamin kesinambungan;
j. memungkinkan perubahan tugas dan fungsi.

Misi, Misi adalah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Prodi


untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan. Misi merupakan
tindakan untuk mewujudkan visi Prodi itu. Mengacu pada standar
KKNI. Bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan visi. Rumusan
tindakan sebagai arahan untuk mewujudkan visi. Tujuan, Tujuan
adalah suatu maksud yang akan dicapai atau arah yang akan dituju,
yang merupakan breakdown dari visi dan misi. Tujuan Prodi
merupakan tahapan atau langkah untuk mewujudkan visi-misi dalan
jangka waktu tertentu.
2. Analisis Kebutuhan (tracer study)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan kajian
terhadap tuntutan pasar kerja dan kebutuhan mahasiswa ketika mereka
akan memasuki dunia kerja dan mengembangkan pekerjaannya
(market signal) yang terkait dengan kemampuan kerja (aspek
pengetahuan dan keterampilan), sikap dan kepribadian para lulusan.
Oleh karena itu, diperlukan informasi yang relevan terkait dengan
berbagai kriteria dan persyaratan kerja yang diperlukan. Dengan
demikian, melalui analisisi kebutuhan (tracer study) hasilnya dapat
digunakan dalam pengembangan soft skills dan hard skills melalui
kurikulum yang didesain, dikembangkan, disusun dan

15
diimplementasikan dalam proses perkuliahan sehingga para lulusan
dapat beradaptasi dengan cepat, tepat dan mampu mengembangkan
profesinya secara baik dan maksimal dalam dunia kerja ynag
dimasukinya.
a. Penetapan Profil Lulusan
Penetapan profil lulusan juga harus merujuk setiap jenjang
kualifikasi lulusan dalam KKNI. Aspek-aspek yang harus
menjadi pertimbangan diantaranya adalah: sikap dan tata nilai,
kemampuan, pengetahuan, tanggung jawab dan hak yang akan
menjadi tanggung jawab oleh seorang lulusan. Kesesuaian
tersebut dilakukan dengan cara membandingkannya dengan
deskriptor generik KKNI.
Profil lulusan adalah deskripsi yang terkait dengan
kompetensi (sikap, pengetahuan dan keterampilan) yang
dimanifestasikan dalam peran dan fungsi yang dapat dijalankan
oleh lulusan perguruan tinggi setelah memasuki kehidupan
sosial kemasyarakatan dan dunia kerja. Analisis profil lulusan
diperoleh dari hasil tracer study terhadap alumni, analisis need
assessment dari stakeholders dan pemakai serta analisis SWOT
lembaga sebagai scientific vision.
Profil lulusan merupakan outcome pendidikan yang dituju
dengan menetapkan profil lulusan perguruan tinggi dapat
menjawab pertanyaan tentang apa yang dapat diperankan oleh
mahasiswa setelah mereka menyelesaikan seluruh program
perkuliahan dan kegiatan praktikum di perguruan tinggi
program studi. Profil lulusan mengacu pada capaian
pembelajaran (CP) universitas, agar terbentuk kesinambungan
proses untuk mencapai visi dan misi universitas. Namun
kekhasan lulusan program studi menjadi bagian penting untuk
menunjukkan keunggulan kompetitif (competitive advantage)
dari setiap program studi. Berdasarkan pernyataan diatas,

16
proses lulusan program studi pendidikan adalah pendidik,
komunikator, dan pemimpin yang memiliki keahlian
beradaptasi (adaptive exspert), dan memiliki kemampuan
employability skill dan transferability skill. Profil lulusan
secara lebih terperinci berdasarkan jenjang pendidikan
sebagaimana dalam lampiran.
3. Rumusan Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran (CP) atau Learning Outcome (LO)
merupakan akumulasi atau resultan dari keseluruhan proses belajar
yang telah ditempuh oleh seorang mahasiswa selama menempuh studi
pada satu program studi tertentu. Capaian pembelajaran itu sendiri
terdiri dari empat (4) unsur, sikap dan tata nilai, kemampuan,
pengetahuan, dan tanggung jawab/hak. Meskipun CP pada program
studi tertentu formatnya berbeda, tetap memberikan pengertian dan
makna yang sama. Berikut ini dikemukakan unsur-unsur CP yang
harus ada:
a. Sikap yang diartikan sebagai perilaku benar dan berbudaya
sehingga hasil dari internalisasi nilai dan norma yang tercermin
dalam kehidupan spiritual, personal dan sosial melalui proses
pembelajaran, pengalaman kerja, penelitian dan/atau
pengabdian kepada masyarakat.
b. Pengetahuan yang dipahami sebagai penguasaan konsep, teori,
metode dan atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis
yang diperoleh melalui penalaran dalam proses pembelajaran,
pengalaman kerja, penelitian dan atau pengabdian kepada
masyarakat.
c. Keterampilan, yang dipahami sebagai kemampuan melakuakan
unjuk kerja dengan menggunakan konsep, teori, metode, bahan,
dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui pembelajaran,
pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan atau pengabdian
kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.

17
D. Implementasi Desain Kurikulum Perguruan Tinggi
Kurikulum perguruan tinggi yang mencakup Kerangka Kualifikasi
Naioanal Indoensia (KKNI) dapat berimplikasi terhadap perubahan
paradigama pembelajaran yang semula Teacher Centered Learning (TCL)
menjadi Student Centered Learning (SCL). Berikut ini uraian berbagai
strategi pembelajaran SCL yang dikemas dalam nuansa menantang, tidak
sekadar menyenangkan.
1. Small Group Discussion merupakan strategi perkuliahan, di mana
sekelompok mahasiswa (biasanya terdiri dari 2 sampai 10
mahasiswa) mempresentasikan karya ilmiah dengan tema tertentu,
sesuai Rencana Pembelajaran Semester (RPS) atau Satuan Acara
Perkuliahan (SAP) yang diberikan dosen. Biasanya, setiap
pertemuan pertama, dosen selalu membagikan RPS atau SAP dan
mengadakan kontrak pembelajaran dengan mahasiswa, termasuk
kapan mereka harus membuat karya ilmiah untuk dipresentasikan
dalam diskusi. Dalam skala kecil mahasiswa peserta kuliah diminta
membuat kelompok yang terdiri dari 5 sampai 10 orang untuk
mendiskusikan bahan yang diberikan dosen atau bahan yang
diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut.
2. Simulasi atau Demonstrasi, simulasi adalah model pembelajaran
yang berusaha membawa situasi nyata ke dalam ruang kelas
perkuliahan dengan tingkat kemiripan yang maksimum. Sekadar
contoh pada mata kuliah Bahasa Indonesia, khususnya aspek
berbicara dosen dapat meminta mahasiswa mendemonstrasikan
gaya berbicara para orator terhebat dunia yang mampu memukau
pendengarnya, seperti Soekarno, Hitler, dan Barac Obama.
Simulasi dapat berbentuk: (a) permainan peran (role playing),
dalam contoh di atas, setiap mahasiswa dapat diberi peran masing-
masirg, misalnya sebagai tokoh yang ditiru gaya berbicaranya; (b)
simulation exercises and simulation games; mahasiswa dapat
mewawancarai tokoh yang bersangkutan: (c) model komputer, yakı

18
mahasiswa dapat membuat animasi orasi ilmiah dari para orator
dunia.
3. Discovery Learning (DL) dan Self Discovery Learning (SDL).
Discovery Learning (DL) dapat dibedakan menjadi dua, yakni DL
secara umum dan DL secara khusus. Pertama, Discovery Learning
(DL). DL adalah strategi pembelajaran yang difokuskan pada
pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen
maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun
Pengetahuan dengan cara belajar mandiri. DL akan lebih efektif
jika dilakukan secara eksperimen baik secara mandiri maupun
kelompok. Kedua, Self-Discovery Learning (SDL). SDL adalah
proses belajar yane dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa
sendiri dan dilakukan di jam perkuliahan. Dalam hal ini,
perencanaan, pelaksanaan, dan penilajan terhadap pengalaman
belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh mahasiswa
yang bersangkutan. Dalam hal ini peran dosen hanyalah sebagai
fasilitator tidak langsung yang memberi arahan, bimbingan, dan
konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan
individu mahasiswa tersebut. Metode pembelajaran SDL dapat
diterapkan apabila beberapa syarat ini terpenuhi, yaitu: (a) sebagai
orang dewasa, kemampuan mahasiswa harus bergeser dari orang
yang bergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu
belajar mandiri; (b) pengalaman-meskipun sifatnya subjektif-harus
dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang sangat bermanfaat; (c)
mahasiswa harus mempunyai kesiapan belajar agar menjadi
pembclajar yang mandiri; (d) mahasiswa harus lebih tertarik untuk
belajar dari permasalahar. daripada dari isi mata kuliah, termasuk
pengakuan, penghargaan, dan dukungan; (e) dosen dan mahasiswa
harus memiliki semangat yang saling melengkapi dalam
melakukan pencarian pengetahuan.

19
4. Cooperative Learning (CL) adalah metode belajar kelompok yang
dirancang oleh dosen untuk memecahkan masalah/kasus tertentu.
Kelompok tersebut harus terdiri dari beberapa mahasiswa yang
memiliki kemampuan akademik berbeda-beda. Di dalam CL, tidak
boleh satu kelompok berisi mahasiswa yang memiliki kemampuan
akademik sama tingginya atau sama rendahnya, sebab filosofi dari
CL adalah mahasiswa yang berkemampuan akademik tinggi harus
membimbing temannya yang berkemampuan di bawahnya. Dengan
kata lain, mahasiswa yang kemampuan akademiknya di bawah,
harus belajar kepada mereka yang berkemampuan lebih tinggi.
Cooperative Learning merupakan metcde pembelajaran yang
sangat terstruktur, karena beberapa alasan, seperti: (a),
pembentukan kelompok yang sangat teratur, (b) materi yang
dibahas sangat kompleks, (c) langkah-langkah diskusi yang harus
prosedural, dan (d) produk akhir hasil nelja kelompok yang harus
ideal. Semua ini ditentukan dan dikontrol sepenuhnya oleh dosen.
5. Collaborative Learning (CbL) adalah metode belajar yang
menitikberatkan pada kerja sama antarmahasiswa yang didasarkan
pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok.
Masalah/tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat open-
ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan pada minat,
prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat
diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil
diskusi/kerja kelompok ini dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan
melalui konsensus bersama antaranggota kelompok.
Metode belajar Cbl merupakan situasi di mana dua atau
lebih mahasiswa belajar atau mencoba untuk memecahkan masalah
secara bersama-sama. Tidak seperti belajar individu, orang yang
terlibat dalam pembelajaran kolaboratif memanfaatkan satu sama
lain sumber daya dan keterampilan (meminta satu sama lain untuk
informasi, mengevaluasi ide orang lain, pemantauan satu sama lain

20
pekerjaan, dan sebagainya). Lebih khusus, pembelajaran
kolaboratif didasarkan pada filosofi bahwa pengetahuan dapat
dibuat dalam populasi di mana setiap anggota aktif berinteraksi
dengan berbagi pengalaman.
6. Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I) adalah belajar dengan
memanfaatkan masalah aktual yang sedang menjadi perbincangan
publik kemudian mahasiswa diminta melakukan pencarian/
penggalian informar (inquiry) untuk dapat memecahkan masaiah
tersebut. Secara umum, implementasi PBL/I dan PjBL dalam
praktik pembelajaran mempunyai empat prosedur, yaitu: (a)
menerima masalah atau probie yang relevani dengan salah
satu/beberapa kompetensi yang ditentukan dalam RPS atau SAP
mata kuliah tertentu; (b) mencari ide berdasarkan data dan
informasi yang relevan untuk memecahkan masalah tersebut; (c)
menata data atau informasi dan mengaitkannya dengan másalah
yang ingin dipecahkan sehingga menjadi pengetahuan/knowledge
baru; (d) mengaitkan data lain informasi atau pengetahuan baru
dengan isu-isu pembelajara mutakhir; (e) melakukan aksi
pemecahan masalah sesuai dengan ist pembelajaran yang diperoleh
dari penataan data dan informasi terbaru
Implikasi dari redesains kurikulum berbasis KKNI adalah
banyaknya mata kuliah dengan bobot sks yang besar (6 sampai dengan
8 sks). Jika prodi mempunyai kelas paralel banyak, tentu ini akan
menjadi kendala tersendiri. Misalnya, Prodi PGMI pada Fakultas Ilmu
Pendidikan dan Keguruan terdiri dari 120 mahasiswa yang dipecah ke
dalam tiga kelas. Pada program studi ini, terdapat mata kuliah
Pembelajaran Tematik yang berbobot mencapai 6 sks. Mengingat mata
kuliah ini mengambil tema-tema tertentu yang kemudian dikaji dari
berbagai perspektif keilmuan, maka dosen pengampunya terdiri dari
tiga atau lebih dengan latar belakang keilmuan yang berbeda. Tentu,

21
mata kuliah ini tidak bisa hanya diampu oleh satu dosen. Oleh karena
itu, diperlukan tean teaching dalam perkuliahan model ini.
Team teaching adalah strategi pembelajaran yang dilakukan oleh
dua atau lebih dosen, dengan pembagian peran dan tanggung jawab
masing-masing. Artinya, tim pengajar atau dosen memberikan materi
perkuliahan yang sama dalam waktu dan tujuan yang sama pula. Para
guru tersebut bersama-sama mempersiapkan, melaksanakan, dan
mengevaluasi hasil beiajar mahasiswa secara bersama-sama pula.
Adapun secara praktis, pelaksanaannya dapat dilakukan secara bergilir
dengan metode ceramah, atau bersama-sama dengan metode diskusi
panel. Dapat disimpulkan bahwa team teaching adalah pembelajaran
satu nata kuliah kepada sekelompok mahasiswa dalam satu kelas, oleh
dua orang dosen atau lebih dalam waktu dan pertemuan yang sama.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka
penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan
dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema
pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai
sektor pekerjaan. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa
Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan
kerja nasional, dan sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran
(learning outcomes) nasional, yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan
sumber daya manusia nasional yang bermutu dan produktif.
KKNI diharapkan mampu menjadi jembatan penyetaraan berbagai
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Di satu sisi menghubungkan
pendidikan dan pelatihan untuk menyetarakan capaian pembelajaran yang
dihasilkan oleh kedua aspek tersebut dan di sisi lain menyetarakan capaian
pembelajaran tersebut dengan kompetensi yang dibutuhkan di tempat kerja
dan dunia usaha. Hal ini masih diperluas dengan perlunya pengakuan dan
penilaian kesetaraan hasil pembelajaran lampau yang dikenal dengan
Recognition of Prior Learning (RPL).
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, saya selaku penyusun berharap agar
pembaca dapat memahami tentang desain kurikulum perguruan tinggi
(mengacu kerangka kualifikasi nasional Indonesia. Adapun saran yang
ingin disampaikan penyusun adalah agar pembaca mempelajari tentang
desain kurikulum perguruan tinggi (mengacu kerangka kualifikasi nasional
Indonesia) lebih dalam melalui sumber lain agar berguna disuatu saat
nanti.

23
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, 2011, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Sukiman, 2015, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggai, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Sutrisno dan Suyadi, 2016, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi (Mengacu


Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia), Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Syafruddin Nurdin, Pengembangan Kurikulum dan Rencana Pembelajaran


Semester (Rps) Berbasis KNI di Perguruan Tinggi, Jurnal Pendidikan,
FITK UIN Imam Bonjol Padang, diakses tanggal 24 Februari 2020 pukul
13:05 WIB.

24

Anda mungkin juga menyukai