Anda di halaman 1dari 12

EKONOMI PARIWISATA BERKELANJUTAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN


Dosen Pengampu : Dr, Made Heny Urmila Dewi, S. E., M.Si.

OLEH :
KELOMPOK 10
I Komang Purya Ardita 1811511028
I Gusti Ngurah Agung Widiaksa Putra 1708561066

PROGRAM MERDEKA BELAJAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebijakan dan Strategi
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan”. Penulis juga mennguacapkan terima kasih terhadap
segala pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Adapun makalah ini menjelaskan tentang kebijakan pariwisata, yang membahas mengenai
kebijakan pariwisata, sejarah perkembangan kebijakan pariwisata dunia, peran dan tanggung
jawab pemerintah dalam kebijakan pariwisata berkelanjutan, serta mekanisme kontrol dalam
kebijakan pariwisata. Adapun metode pengumpulan yang digunakan dalam makalah ini yaitu
menggunakan metode studi pustaka, dimana merupakan metode untuk mengumpulkan sekaligus
mengkaji mengenai kebijakan dan strategi pembangunan pariwisata berkelanjutan, yang
kemudian diakumulasikan ke dalam makalah ini. Dengan metode ini, penulis berharap makalah
ini dapat memberikan informasi yang akurat dan kredibel serta dapat menambah wawasan dari
pembaca.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Pariwisata
Berkelanjutan pada program studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
meminta maaf apabila terdapat kekurangan atau kata-kata yang kurang berkenan dalam makalah
ini. Akhir kata, semoga malakah ini dapat membantu dalam menambah wawasan dari pembaca
maupun penulis.

Sabtu, 28 Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan sebuah industri yang multisektoral, karena dalam pelaksanaannya


memiliki keterkaitan langsung dengan berbagai bidang industri lainnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kebijakan pariwisata merupakan sebuah produk dari proses yang sangat
kompleks dan terkait dengan berbagai aspek. Kompleksitas pariwisata disebabkan oleh berbagai
perubahan besar pada level lokal, nasional dan internasional. Dalam konteks perubahan besar
tersebut lingkungan kebijakan pada pariwisata menjadi media yang strategis bagi pemerintah
untuk memasarkan potensi wisatanya. Pada kondisi inilah kebijakan pariwisata menjadi sangat
strategis dan penting dalam pengembangan pariwisata. Pariwisata adalah industri yang
multidimensi dan lintas sektoral. Keterlibatan semua pihak dibutuhkan karena pariwisata bukan
sektor yang berdiri sendiri. Pertimbangan keterkaitan antar sektor dan penanganan pariwisata
semakin rumit dalam pengembangan suatu destinasi yang terpadu (Brawnwel dalam Theobald
(ed), 2005: 406).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan kebijakan pariwisata?

1.2.2 Bagaimana sejarah perkembangan kebijakan pariwisata dunia?

1.2.3 Bagaimana peran dan tanggung jawab pemerintah dalam kebijakan pariwisata?

1.2.4 Apa yang dimaksud dengan mekanisme kontrol dalam kebijakan pariwisata?
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebijakan pariwisata?

1.3.2 Mengetahui sejarah perkembangan kebijakan pariwisata dunia?

1.3.3 Memahami peran dan tanggung jawab pemerintah dalam kebijakan pariwisata?

1.3.4 Mengetahui apa yang dimaksud dengan mekanisme kontrol dalam kebijakan pariwisata?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Pariwisata

Pariwisata tidak dapat lepas dari adanya kebijakan, karena kebijakan merupakan dasar dari
bagaimana pariwisata di suatu daerah dapat berlangsung dan disesuaikan dengan tujuan dan
dampak yang telah dicita-citakan. Menurut Goeldner dan Ritchie (1995), kebijakan pariwisata
merupakan seperangkat aturan, pedoman, arah, dan sasaran pembangunan serta strategi yang
memberikan kerangka dalam pengambilan keputusan individu maupun kolektif yang secara
langsung mempengaruhi pengembangan pariwisata dalam jangka panjang maupun jangka
pendek. Kemudian, pariwisata merupakan suatu bentuk produk kebijakan dari proses yang
kompleks dan terkait satu sama lain dengan berbagai aspek dan lintas sektor. Kompleksitas
pariwisata disebabkan oleh berbagai aspek yang saling terkait pada berbagai tingkat
kepemerintahan mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, dan global. Pada titik inilah,
kebijakan pariwisata memiliki kedudukan yang strategis dan penting dalam upaya
pengembangan pariwisata, karena tanpa adanya kebijakan pariwisata, pengembangan pariwisata
akan sulit dilakukan.

2.1.1 Implementasi Kebijakan Pembangunan Pariwisata

Gordon mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah berkenaan dengan berbagai


kegiatan yang diarahkan untuk mencapai realisasi program. Di dalamnya terdapat model
implementasi kebijakan yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan
dari implementasi suatu kebijakan. Salah satu model indikator keberhasilan implementasi
adalah yang dikemukakan oleh George Edward, yang terdiri dari beberapa indikator, seperti :

 Komunikasi
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada
organisasi dan atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan
kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimanan struktur
organisasi pelaksana kebijakan.

 Resourches / sumber daya


Resourches atau sumber daya adalah berkenaan dengan ketersediaan sumber
daya yang mendukung terlaksananya suatu kebijakan, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, serta berkaitan dengan
kecakapan dari pelaksana kebijakan.

 Disposition
Disposition berkenaan dengan kesediaan dan komitmen dari pihak
implementator atau pihak pelaksana kebijakan untuk menjalankan kebijakan
yang telah ditetapkan.

 Struktur birokrasi
Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang
menjadi penyelenggara implementasi kebijakan, dengan beberapa tantangan
antara lain menghindari terjadinya segmentasi birokrasi yang menyebabkan
proses implementasi menjadi kurang efektif.

2.2 Sejarah Perkembangan Kebijakan Pariwisata Dunia

Menurut Hall (1994) sejarah kerangka kebijakan internasional yang mempengaruhi


pariwisata dapat dibagi menjadi empat fase utama, yaitu :
Tahap 1 : Dimulai pada tahun 1945 setelah Perang Dunia Kedua dan berakhir sekitar tahun
1955. Pada masa ini, terjadi pembentukan kerangka dasar dari pariwisata dunia seperti
pembentukan polisi, bea cukai, mata uang, dan peraturan kesehatan.

Tahap 2 : Berlangsung dari 1955 hingga 1970

Pada masa ini, keterlibatan pemerintah lebih besar dalam pemasaran pariwisata karena potensi
pendapatan dari pariwisata telah ditemukan. Tahun 1967 ditetapkan sebagai Tahun Pariwisata
Internasional oleh Majelis Umum XXI Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebuah resolusi dikeluarkan
dengan mengatakan bahwa "pariwisata adalah aktivitas manusia yang mendasar dan paling
diinginkan yang pantas mendapatkan pujian dan dorongan dari semua orang dan semua
Pemerintah (Burkart dan Medlik 1982 dalam Jeffries 2001: 13). Akibatnya, hak atas cuti tahunan
yang dibayar telah ditetapkan dalam undang-undang di sebagian besar negara bagian, terutama di
dalam Uni Eropa (Jeffries 2001).

Tahap 3 : Berlangsung dari tahun 1970 hingga 1985

Pemerintah lebih banyak terlibat dalam penyediaan infrastruktur pariwisata dan penggunaan
pariwisata sebagai alat pembangunan daerah. Deklarasi Manila 1980 yang diadopsi oleh
Konferensi Pariwisata Dunia Organisasi Pariwisata Dunia menyatakan bahwa “hak untuk
menggunakan waktu luang dan, khususnya, hak untuk mengakses liburan dan kebebasan
perjalanan dan pariwisata diakui sebagai aspek pemenuhan manusia oleh Deklarasi Hak Asasi
Manusia (Jeffries 2001: 14). ”

Tahap keempat : 1985 hingga sekarang

Fase saat ini dimulai, yang mencakup penggunaan pariwisata secara terus menerus sebagai alat
untuk pembangunan daerah, peningkatan fokus pada masalah lingkungan, pengurangan
keterlibatan langsung pemerintah dalam penyediaan infrastruktur pariwisata dan penekanan yang
lebih besar pada pengembangan kemitraan publik-swasta dan industri. regulasi diri. KTT Bumi
1992 di Rio de Janeiro jelas merupakan salah satu langkah terpenting menuju kode etik industri
pariwisata yang lebih berkelanjutan.

2.3 Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah dalam Kebijakan Pariwisata

Pariwisata saat ini tidak terlepas dari dari berbagai aktivitas yang tersedia pada fasilitas-
fasilitas pariwisata baik yang disediakan oleh pihak swasta, masyarakat setempat, maupun
pemerintah setempat. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peluang untuk terlibat dalam kegiatan
pengelolaan pariwisata ang diperuntukkan pada kepentingan masyarakat setempat. Lalu, pihak
swasta pada umumnya menyediakan fasilitas pariwisata seperti akomodasi, taman hiburan, dan
gedung kesenian, ang menjadi kesempatan bagi masyarakat setempat untuk menjadi bagian di
dalamnya. Karena itu, keseluruhan unsur tersebut memerlukan pengelolaan yang tidak hanya
melibatkan satu pihak saja, melainkan memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak. Apalagi
pemerintah berperan sebagai fasilitator antar stakeholder pariwisata, sehingga semakin strategis
pula peran pemerintah sebagai pendukung terhadap keharmonisan hubungan antar stakeholder.

Kemudian, menurut UNWTO, peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pariwisata


sangat strategis dan bertanggung jawab dalam beberapa hal berikut :

 Membangun kerangka (framework) operasional dimana sektor public dan swasta


terlibat dalam menggerakan denyut pariwisata
 Menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan legislasi, regulasi, dan kontrol yang
ditetapkan dalam pariwisata, perlindungan lingkungan, dan pelestarian warisan
budaya.
 Menyediakan dan membangun infrastruktur dan transportasi darat, laut, dan
udara dengan kelengkapan saran komunikasi.
 Membangun dan memfasilitasi peningkatan kualitas sumber daya manusia
dengan menjamin pendidikan dan pelatihan yang profesional untuk menyuplai
kebutuhan tenaga kerja di sektor pariwisata.
2.3.1 Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dalam Kebijakan Pariwisata

Peran dan tanggung jawab dari pemerintah terhadap kebijakan pariwisata ditentukan
dari lingkup wilayah dari pemerintah tersebut. Menurut UU No 10 tahun 2009, Pemerintah
Pusat memiliki peran dan tanggung jawab dalam kepariwisataan, yang terdiri dari sebagai
berikut :

a. Peran atau wewenang Pemerintah Pusat

 Menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan


Nasional (RIPPARNAS)
 Menyelenggarakan kerjasama internasional di bidang kepariwisataan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
 Menetapkan daya tarik atau destinasi pariwisata nasional
 Mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan
 Melaksanakan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional

b. Peran atau wewenang Pemerintah Daerah Provinsi

 Menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan


Daerah (RIPPARDA) Provinsi
 Mengkoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya
 Menetapkan destinasi atau daya tarik wisata di wilayah provinsi
 Memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi

c. Peran atau wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota

 Menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pembangunan Keariwisataan


Daerah (RIPPARDA) Kabupaten / Kota
 Menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata
 Memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya
 Menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup
kabupaten / kota

2.3.2 Tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Pusat dalam Kebijakan Pariwisata

a. Menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan


dan keselamatan kepada wisatawan;

b. Menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang


meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan
memberikan kepastian hukum;

c. Memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya


tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; dan

d. Mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah


dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.

2.4 Mekanisme Kontrol dalam Kebijakan Pariwisata

Mekanisme kontrol yang dilakukan pemerintah dalam kebijakan pariwisata yang secara
konkret dapat kita lihat adalah dalam UU No 10 tahun 2009 yang mengatur tentang
Kepariwisataan yang didalamnya mengontrol berbagai aktivitas kepariwisataan, antara lain
sebagai berikut :

Pasal 5 :

a. Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,
hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan
lingkungan;
b. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;

c. Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;

d. Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;

e. Memberdayakan masyarakat setempat;

f. Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang


merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;

g. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang
pariwisata;

h. Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 12, yang berbunyi :

(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:

a. Sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata;

b. Potensi pasar;

c. Lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;

d. Perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;

e. Lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset
budaya;

f. Kesiapan dan dukungan masyarakat; dan

g. Kekhususan dari wilayah.

(2) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam terciptanya


persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama
masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Junaid, I. (2016). Optimalisasi Peran Pemerintah dalam Kebijakan dan Perencanaan Pariwisata.
Jurnal Kepariwisataan, 10(2), 52-54

Lestari, A. W., & Firdausi, F. (2017). Peran Pemerintah Kota Batu dalam Implementasi
Kebijakan Pembangunan Pariwisata Berdasarkan Paradigma Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development). Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, 30 (3), 263-264.

Mulyana, Huraerah, Martiawan, 2019, hlmn. 497

Anda mungkin juga menyukai