KCKT
KCKT
PERCOBAAN 3.1
Disusun oleh :
KELOMPOK 3B
2015
PERCOBAAN 3.1
I. Tujuan
a. Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi
b. Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode kromatografi
cair kinerja tinggi
c. Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data kromatogram dan hasil
penetapan kadar
a. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui
kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan
(constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement).
Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua,
yaitu : pompa reciprocating dan pompa syringe.
Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut
teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau
peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor
yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya
ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran
yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).
b. Injektor (Injector )
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
1. Stop-Flow : Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja
atmosfir,sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa
digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak
dipengaruhi.
2. Septum : Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan
yangdigunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat
digunakan padakinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini
tidak tahan dengan semua pelarut – pelarut kromatografi cair.
Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum
injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
3. Loop Valve : Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk
menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan
cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume
yang lebih kecildapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi
load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve
difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra,
2004).
c. Kolom (Column)
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Kolom analitik : Diameter dalam 2 - 6 mm.
Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom.
Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100
cm. Untuk kemasan porosmikro partikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini
ada yang 5 cm.
2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih
besar dan panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).
d. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
1. Detektor spektrofotometri UV – Vis.
Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak
digunakan dan sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi
karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat
menyerap sinar UV – Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya
penyerapan radiasi UV dan sinar tampak pada kisaran panjang
gelombang 190 – 800 nm oleh spesies solut yang mempunyai
struktur atau gugus kromoforik. Seldetektor umumnya berupa
tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10
mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan
pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang
terukur.
2. Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu
detektor universal yang memberi tanggap pada setiap zat terlarut,
asalkan indeks biasnya jauh berbeda dengan indeks bias fase gerak.
Kelemahanutamanya adalah bahwa indeks bias ini peka terhadap
suhu. Karena itu suhu fase gerak, kolom, dan detektor harus
dikendalikan dengan seksama, bila pengukuran yang cermat
dilakukan pada kepekaan tinggi.
3. Detektor Elektrokimia
Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau
direduksi secara elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus
yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat untuk
menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia
cukup peka, namun ada pula kelemahannya. Adanya timbrungan
listrik dan goncangan arus juga harus diperhatikan.
4. Detektor Photodiode – Array (PDA)
Detektor PDA merupakan detektor UV – Vis dengan berbagai
keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan
kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang
berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan,
suatu kromatogram
pada panjang gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190 –
400) dapat ditampilkan. Dengan demikian, PDA memberikan
banyak lebih banyak informasi komposisi sampel dibanding
dengan detector UV – Vis.Dengan detektor ini, juga diperoleh
spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan
sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang
maksimal untuk sistem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya
dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak
dengan membandingkan antara spectra analit dengan spectra
senyawa yang sudah diketahui.
Keuntungan KCKT
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG).
Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh
efek pemisahan yang sama membaiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada
KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis.
Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT
adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT
menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi
para analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada KCKT
karena teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor
UV Visibel yang umumnya digunakan.
KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan
kromatografi cair klasik, antara lain :
a. Cepat : Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis
yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak
rumit (uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai
b. Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua
rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang
mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama
dicapai hanya dengan rasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi
secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak pada KCKT
memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang
diinginkan.
c. Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan
dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10 – 9
gram) dari bermacam - macam zat. Detektor – detektor Fluoresensi
dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10 – 12
gram). Detektor – detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks
Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT
d. Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom
kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali
(reusable). Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang
sma sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven
dan jenis solven yang digunakan
e. Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak
bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah , biasanya
diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe
eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat
tersebut.
f. Mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam
KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen
sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut
dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detector.
Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan kecuali untuk
kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus.
IV. Prosedur
System Kromatografi
Fase diam : ODS, packing L1
Fase gerak : air : methanol = 3:1
Laju alir : 1.5 ml/menit
Lempeng teoritis : 1000
Tailing factor : maksimal 2
Detector : UV 243 nm
1. Uji Kesesuaian Sistem
Untuk melihat apakah system kroatografi yang diset sudah memenuhi
syarat atau tidak, maka dilakukan uji kesesuaian system. Uji dilakukan dengan
menginjeksikan berturut-turut sebanyak 7 kali larutan standar ke dalam instrument
KCKT. Selanjutnya luas area standar, waktu retensi, factor ilutan dihitung nilai
simpangan baku relative (SBR) . uji kesesuaian system dinyatakan memenuhi
syrat apabila nilai SBR <2.0%.
2. Uji Kualitatif
a. Larutan Standar
Ditimbang 25 mg baku pembanding paracetamol dimasukan ke dalam labu
takar 50 mL. diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Dikocok larutan
hingga homogen. Dipipet 1,0 mL dilarutan ke dalam labu takar 10 mL. diencerkan
dengan fase gerak hingga batas. Disaring larutan dengan membrane filter PTFE
ukuran 0,45 µm. larutan siap untuk diinjeksikan ke dalam alat KCKT.
b. Larutan Uji
Ditimbang 25 mg bahan baku paracetamol dimasukan ke dalam labu takar
50 mL, diencerkan dengan fase gerak hingga sampai batas. Dipipet 1.0 mL larutan
ke dalam labu takar 10 mL. diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas.
Disaring larutan dengan membrane filter PTFE ukuran 0.45 µm. larutan siap
untuk diinjeksikan ke dalam alat KCKT. Diinjeksikan masing-masing larutan
standard an larutan uji ke dalam alat KCKT. Rekam kromatogram yang terbentuk.
Dibandingkan kromatogram larutan uji dan larutan standar. Waktu retensi puncak
larutan uji harus sama dengan waktu retensi puncak larutan standar.
3. Analisis Kuantitatif
a. Larutan Standar
Ditimbang 25 mg baku paracetamol ke dimasukan kedalam labu takar 50
mL. diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Dikocok larutan hingga
homogeny (larutan stok baku pembanding parasetmol). Buat serngkaian
pengenceran larutan standar untuk pembuatan kurva kalibrasi. Di Pipet masing-
masing 0,2; 0,4; 0.6;0.8;1.0; dan 1,5 mL larutan stok pembanding ke dalam labu
takar 10 mL. diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Disaring larutan
dengan membrane filter PTFE ukuran 0.45 µm. larutan siap diinjeksikan ke dalam
alat KCKT. Dihitung konsentrasi masing-masing larutan kurva kalibrasi.
b. Larutan Uji
Ditimbang 25 ng bahan baku parasetamol kedalam labu takar 50 mL.
diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Dikocok larutan hingga
homogeny . dipipet 1,0 mL larutan kedalam labu takar 10 mL. diencerkan dengan
menggunakan fase gerak hingga tanda batas. Disaring larutan dengan membrane
filter nilon ukuran 0,45 µm . larutan siap untuk diinjeksikan kedalam alat KCKT.
4. Cara Kurva Kalibrasi
Diinjeksikan masing masing konsentrasi larutan standard an larutan uji. Di
catat luas area kromatogram masing-masing larutan standard an larutan uji.
Dengan menggunakan kurva kalibrasi atau persaman garis. Dihitung kadar larutan
sampel.
5. Cara one point
Diambil luas area kromatogram salah satu larutan pembandingan
kemudian digunakan untuk menghitung kadar larutan sampel dengan
menggunakan metode “one point”
50 ml = 0,05 L
V1. N1 = V2. N2
1 ml . 510 ppm = 10 ml . N2
N2 = 51 ppm
50 ml = 0,05 L
V1. N1 = V2. N2
1 ml . 507,6 ppm = 10 ml . N2
N2 = 50,76 ppm
V1. N1 = V2. N2
0,2 mL . 507,6 ppm = 10 mL . N2
N2 = 10,125 ppm
V1. N1 = V2. N2
0,4 mL . 507,6 ppm = 10 mL . N2
N2 = 20,304 ppm
V1. N1 = V2. N2
0,6 mL . 507,6 ppm = 10 mL . N2
N2 = 30,456 ppm
V1. N1 = V2. N2
0,8 mL . 507,6 ppm = 10 mL . N2
N2 = 40,608 ppm
V1. N1 = V2. N2
1,0 mL . 507,6 ppm = 10 mL . N2
N2 = 50,76 ppm
V1. N1 = V2. N2
1,2 mL . 507,6 ppm = 10 mL . N2
N2 = 60,912 ppm
y = bx + a
Larutan Uji
RT = 3,613
Cu = x Cs
= x 51
=75,474 ppm
VI. Pembahasan
Prinsip kerja dari KCKT adalah pemisahan komponen analit berdasarkan
kepolarannya, artinya komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah
berdasarkan sifat kepolaran masing-masing komponen dalam sampel, apakah
kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka dia akan tertinggal di fasa
diam atau bergerak lebih lambat, ataukah kepolarannya lebih mirip dengan
fasa gerak sehingga dia akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat.
Sedangkan untuk prinsip kerja dari alat KCT tersebut adalah ketika suatu
sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut
kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit )
sesuai dengan perbedaan afinitasnya. Cairan yang akan dipisahkan merupakan
fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner).
Fasa gerak dalam KCKT adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen
atau pelarut. Fasa gerak yang digunakan adalah air dan metanol dengan
perbandingan 3:1 yang bersifat lebih polar, sedangkan fase diamnya berupa
kolom C18 besifat lebih nonpolar. Hal ini disebabkan karena senyawa yang
dianalisis yaitu paracetamol bersifat lebih polar. Molekul polar dalam
campuran itu akan menghabiskan sebagian besar waktu mereka bergerak
dengan pelarut. Senyawa non-polar dalam campuran akan cenderung
membentuk atraksi dengan gugus hidrokarbon karena gaya dispersi van der
Waals. Mereka juga akan kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan
pemutusan ikatan hydrogen sebagaimana halnya di antara molekul-molekul air
atau metanol. Maka jenis teknik kromatografi yang digunakan adalah
kromatografi fase balik.
Analisis yang dilakukan dalam percobaan ini adalah analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan
waktu retensi larutan uji dengan waktu retensi larutan standar. Waktu retensi
adalah waktu yang diperlukan sampel untuk keluar kolom. Sedangkan,
analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung konsentrasi sampel
berdasarkan luas area puncak kromatogram dengan menggunakan metode
kurva yang menghitungan konsentrasi dengan menggunakan persamaan garis
y = bx + a serta metode one point.
Pengujian kualitatif parasetamol menggunakan teknik HPLC, dalam
proses analisisnya HPLC memiliki beberapa tahapan. Diawali dengan
menginjeksikan sampel uji dan standar yaitu larutan yang sebelumnya telah
disaring dengan membran PTFE ke dalam kolom HPLC dengan injektor
khusus yang bervolume 20 µL, penyaringan sebelum penginjeksian ini
dilakukan agar tidak terjadi penyumbatan didalam kolom dan menghilangkan
gas dari pelarutnya. Larutan didorong cepat saat melalui kolom dengan
bantuan pompa bertekanan tinggi. Komponen akan keluar dari kolom dengan
kecepatan yang berbeda dan terdeteksi oleh detektor. Detektor yang digunakan
adalah detektor UV karena parasetamol merupakan senyawa organik yang
dapat menyerap sinar UV karena memiliki gugus kromofor pada strukturnya.
Pengujian ini menggunakan panjang gelombang 243 nm dengan
mempertimbangkan panjang gelombang methanol yaitu 205 nm dan air yaitu
190 nm. Selanjutnya hasil analisis dengan HPLC ini menghasilkan suatu citra
berupa kromatogram. Kromatogram merupakan grafik antara intensitas
komponen yang dibawa oleh fasa gerak terhadap waktu retensi . Tampilan
kromatogram yang baik berupa grafik lurus, lancip, dan simetris.
Sampel melewati kolom HPLC tentunya memiliki jangka waktu yang
terukur dan juga menjadi parameter, waktu yang dibutuhkan sampel untuk
melewati kolom ini disebut waktu retensi. Kromatogram yang dihasilkan dari
setiap konsentrasi larutan standar diperoleh waktu retensi dan luas area
kromatogram. Analisis kualitatif dilakukan dengan menentukan waktu retensi
dan luas area kromatogram larutan sampel/uji. Waktu retensi larutan uji adalah
3.613 dengan luas area 66021219. Kemudian dibaningkan dengan waktu
retensi pada larutan standar. Adanya kesamaan waktu retensi yaitu pada 3,613
menunjukan larutan uji benar mengandung paracetamol.
Setelah analisis kualitatif, selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif yang
bertujuan untuk menentukan kadar dari paracetamol dengan cara kurva
kalibrasi dan cara one point. Untuk cara kurva kalibrasi perhitungan kadar
dilakukan dengan persamaan garis y = bx + a.
y : luas area yang didapat setelah sampel diinjeksikan ke alat KCKT, y
yang dipilih adalah y pada konsentrasi 60.912 ppm yaitu 44612256
b : didapat dari persamaan regresi yaitu 716956.4139
x : konsentrasi dari larutan standar yaitu 60.912
a : didapat dari persamaan regresi yaitu 468798.5333
dari data diatas didapat x adalah 61.57 ppm. Setelah data x didapat maka
dapat dihitung kadar dari paracetamol adalah 120.72%. Untuk penentuan
kadar paracetamol dengan cara one point kadar yang didapat adalah 147.98%.
Berdasarkan literature dari farmakope, Parcetamol mengandung tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 %. Dari kedua cara diatas, metode kurva
kalibrasi lebih baik daripada metode one point. Dapat dilihat dari hasil
perhitungan kadar, dimana cara kurva kalibrasi hasilnya lebih mendekati
konsentrasi sesuai literatur dibandingkan dengan cara one point.
VII. Kesimpulan
- Analisis kualitatif bahan baku dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
dilakukan berdasarkan nilai TR (waktu retensi) dan luas area kromatogram
yang dibandingkan dengan larutan standar.
- Analisis kuantitatif bahan baku dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
dilakukan dengan Metode Kurva Kalibrasi dan Metode One Point
- Kadar paracetamol yang terkandung dalam sampel dengan metode kurva
kalibrasi yaitu 120,72% sedangkan dengan menggunakan metode One
Point yaitu 147,98%