Anda di halaman 1dari 23

BAB II

METODE DAN TAHAPAN PENGERJAAN TUGAS

2.1. Metode Pengerjaan Tugas

Perhitungan stabilitas kapal merupakan rangkaian tugas


perancangan kapal yang wajib dikerjakan secara perseorangan oleh
semua mahasiswa Program Studi Teknik Perkapalan. Perhitungan
stabilitas merupakan tahapan lanjutan dalam proses perancangan kapal.
Berkaitan dengan itu, mahasiswa dapat mengerjakan tugas perhitungan
stabilitas bila telah menyelesaikan tugas-tugas perancangnan kapal
berikut ini:
1) prarancangan (preliminary design),
2) rencana garis (lines plan),
3) kurva hidrostatik (hydrostatic curve),
4) gambar konstruksi,
5) rencana umum (general arrangement), dan
6) perencanaan produksi; pembagian blok kapal.
Metode yang diterapkan untuk perhitungan stabilitas adalah “The
method of Benyamin Spence” (Van Lammeren, 1970, Buoyancy and
Stability of Ship, halaman 97-99). Evaluasinya dilakukan dengan mengacu
pada regulasi internasional tentang stabilitas kapal (The International
Code on Intact Stabilty, 2008 (2008 IS Code), halaman 12-13).

2.2. Tahapan Pengerjaan Tugas

Tahapan perhitungan dan evaluasi stabiltas kapal seperti yang


diperjelas pada Gambar 1 adalah:
1) Perhitungan dan penggambaran panto carena (cross cuve),
2) Perhitungan berat dan titik berat kapal,
3) Perhitungan dan penggambaran lengan stabilitas,
4) Perhitungan dan penggambaran momen stabilitas dan momen
pengganggu, dan
5) Evaluasi stabilitas.

Gambar 1. Diagram alir perhitungan stabilitas kapal

2.2.1. Panto carena

Panto carena (cross curve) adalah kurva lengan momen gaya


tekan (MK sin) untuk beberapa kondisi keolengan yang digambarkan

4
sebagai fungsi dari displacement kapal; (lihat Gambar 5). Langkah kerja
pembuatan panto carena adalah:
1) Penggambaran body plan kapal secara utuh,
2) Pengukuran ordinat penampang garis air kapal oleng,
3) Perhitungan luas dan titik pusat penampang garis air kapal
oleng,
4) Perhitungan volume, displacement, dan lengan momen gaya
tekan kapal oleng, dan penggambarn panto carena.

2.2.1.1. Gambar bodyplan. Pada gambar rencana garis


(linesplan), bodyplan hanya digambarkan setengah bodi. Untuk keperluan
pembuatan panto carena, bodyplan digambar secara utuh seperti contoh
pada Gambar 2.

a. After body b. Fore body


Gambar 2. Bodyplan kapal

2.2.1.2. Pengukuran ordinat penampang garis air kapal


oleng. Pengukuran ini diawali dengan pembuatan gambar bodyplan kapal
yang dimiringkan sebanyak 8 variasi kemiringan, yaitu: 10 0, 200, 300, 400,
500, 600, 700, dan 800. Gambar 3 adalah contoh bodyplan dengan
kemiringan 200. Cara pengukuran dan pencatatan ordinat sejumlah
penampang garis air untuk setiap posisi keolengan kapal adalah:
a) Ordinat lebar penampang garis air, yakni ym dan yk diukur
pada setiap section; (lihat Gambar 3).
ym = jarak horizontal sumbu kk terhadap titik potong garis
air dengan garis section kanan lambung (m).
5
yk =jarak horizontal sumbu kk terhadap titik potong garis
air dengan garis section kiri lambung (m). Jika garis
section kiri lambung berada di sebelah kanan sumbu
kk, maka yk bernilai minus (-).
kk = garis sumbu yang melalui titik lunas.
Catatan: Penampang garis air yang diukur harus berjumlah
ganjil. Untuk kemiringan 10O, sekurangnya 9
sedangkan untuk kemiringan yang lebih besar
jumlahnya lebih banyak.
c) Nilai ym dan yk setiap penampang garis air dicatat pada
masing-masing tabel perhitungan luas dan titik pusatnya;
(lihat Tabel 1).

a. After body b. Fore body


Gambar 3. Body plan kapal yang dimiringkan

Sebagai penjelas, Gambar 4 berikut ini adalah contoh gambar


penampang garis air kapal oleng.

Gambar 4.Penampang garis air kapal oleng

2.2.1.3. Perhitungan luas dan titik pusat penampang garis


air. Luas (AWL) dan titik pusat (f) penampang garis air kapal oleng
dihitung dengan menerapkan “Simpson’s First Rules”; (lihat Van
6
Lammeren, 1970, Buoyancy and Stability of Ship, halaman 29). Formulir
perhitungannya disusun seperti pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Perhitungan luas dan titik pusat penampang garis air kapal oleng

Keterangan:
l = jarak antar section; lazimnya adalah LBP/20
la = jarak section tambahan di bagian ujung buritan yang nilainya tidak sama
dengan l.
lf = jarak section tambahan di bagian ujung buritan yang nilainya tidak sama
dengan l.
FS = faktor Simpson

7
Nilai luas penampang garis air (AWL) dan jarak titik pusatnya
terhadap sumbu kk (k) dicatat pada tabel perhitungan volume dan lengan
momen gaya tekan; (lihat Tabel 2). Jarak titik pusat penampang garis air
kapal oleng f terhadap sumbu kk (kf) diillustrasikan pada Gambar 5.

2.2.1.4. Perhitungan volume, displacement dan lengan


momen gaya tekan. Volume (V) dan lengan momen gaya tekan (NK sin)
dihitung dengan menerapkan “Simpson’s First Rules”; (lihat Van
Lammeren, 1970, Buoyancy and Stability of Ship, halaman 29)
Displacement dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

D = Vc (1)
D = dicplacement (ton)
V = volume (m3)
 = berat jenis air laut (ton/m3)
= 1,025
c = faktor kulit kapal
= 1,00675 – 1,0075 untuk kapal baja (Van Lammeren, 1970,
Buoyancy and Stability of Ship, halaman 23)
Untuk keperluan penggambarn panto carena (cross curve),
volume, displacement, dan lengan momen gaya tekan untuk setiap kondisi
keolengan dihitung pada beberapa variasi sarat kapal dengan cara seperti
pada Tabel 2.

8
Tabel 2. Perhitungan volume, displacement, dan lengan momen gaya
tekan

2.2.1.5. Gambar panto carena. Data untuk penggambaran


panto carena (cross curve), yakni displacement (D) dan lengan momen
gaya tekan (NK sin) ditabulasi seperti contoh pada Tabel 3.

9
Tabel 3. Data panto carena

10
Sebagai fungsi dari displacement dan sudut oleng kapal, lengan
momen gaya tekan (NK sin) digambarkan dalam bentuk kurva seperti
pada Gambar 5, satu kurva untuk setiap satu posisi keolengan kapal.

Gambar 5. Panto carena

2.2.2. Berat dan titik berat

Berat kapal adalah jumlah dari seluruh komponen beratnya. Dua


komponen utama berat kapal adalah berat kapal kosong dan berat
muatan.

W = LWT + DWT (2)


W = berat kapal (ton)
LWT = Light weight Tonnage; berat kapal kosong (ton)
DWT = Dead Weight Tonnage; berat muatan atau bobot mati
kapal (ton)
Titik berat kapal adalah resultan titik tangkap gaya berat dari
seluruh komponen beratnya. Jarak vertikal titik berat kapal (G) terhadap
garis dasar atau garis lunas dinyatakan dengan simbol KG; Walupun berat

11
dan titik berat kapal kosong bersifat tetap, resultan titik beratnya bisa
berubah sesuai dengan perubahan jumlah dan posisi muatannya.
Persamaan yang digunakan untuk perhitungan titik berat adalah:

CG =  w.cg /  w (3)

CG = jarak resultan titik berat terhadap titik referensi


w = berat masing-masing komponen
cg = jarak titik berat masing-masing komponen terhadap titik
referensi

2.2.2.1. Berat kapal kosong (LWT). Berat kapal kosong terdiri dari tiga bagian
besar, yaitu: berat lambung dan bangunan atas, berat permesinan, dan
berat perlengkapan. Langkah kerja untuk perhitungan berat dan titik berat
kapal kosong adalah:

a) Perhitungan berat dan titik masing-masing komponen berat


kapal kosong:

1) Perhitungan berat lambung dan bangunan atas sebagai


himpunan dari berat dan titik berat dari sejumlah blok kapal.
Berat dan titik berat setiap blok dihitung secara komponen.

2) Perhitungan berat dan titik berat setiap elemen berat


permesinan kapal dengan menggunakan rumus empirik.

3) Perhitungan berat dan titik berat elemen perlengkapan


kapal secara empirik.

b) Perhitungan berat dan titik berat kapal kosong dengan cara


seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

12
Tabel 4. Berat dan titik berat kapal kosong

13
2.2.2.2. Berat muatan (DWT). Muatan kapal, antara lain adalah: muatan komersil
(payload), bahan bakar, minyak lumas, air tawar, awak kapal, perbekalan
dan barang bawaan awak kapal. Karena jumlahnya tidak tetap, berat dan

14
titik berat dihitung untuk sekurangnya empat variasi pemuatan, yaitu: 25%
DWT, 50% DWT, 75% DWT, dan 100% DWT.

Posisi titik berat muatan barang di dalam palka dipengaruhi oleh


karakter bentuk dan ukuran palka. Seperti halnya barang di dalam palka,
posisi titiik berat muatan cair dipengaruhi oleh karakter bentuk dan ukuran
tangkinya. Oleh karena itu, kapasitas masing-masing palka dan tangki
muatan harus dihitung dan hasilnya ditabulasi seperti contoh pada Tabel
5. Langkah perhitungannya adalah:
a) Volume palka dan tangki dan titik pusatnya diihitung ecara
bertingkat dari baseline sampai ke beberapa posisi ketinggian
muatan dengan menerapkan “Simpson’s First Rules”; (lihat
Van Lammeren, 1970, Buoyancy and Stability of Ship,
halaman 29).
b) Volume muatan dihitung dengan menggunakan persamaan:
VM = VRM . c (4)
VM = volume muatan (m3)
VRM = volume ruang muat (m3)
c = faktor pengurang akibat konstruksi ruang muat;
ditentukan sesuai dengan ukuran kapal dan ukuran
konstruksi ruang muatnya.
c) Berat muatan dihitung dengan menggunakan persamaan titik:
WM = VM . Sf (5)
WM = berat muatan (ton)
VM = volume muatan (m3)
Sf = stowage factor (m3/ton); lihat Edward V. Lewis,
1988, Principles of Naval Architecture, Second
Revision, Volume I. Buoyancy and Stability, hal. 58
d) Tinggi titik berat muatan adalah sama dengan titik pusat ruang
muat.

15
Tabel 5. Kapasitas ruang muat

H-BL = tinggi terhadap baseline


VRM = volume ruang muat
VM = volume muatan
WM = berat muatan
KGM = tinggi titik berat berat terhadap baseline
c = faktor pengurang akibat konstruksi kapal; hitung sesuai ukuran ruang
muat dan konstruksinya
Sf = stowage factor; lihat Edward V. Lewis, 1988, Principles of Naval
Architecture, Second Revision, Volume I. Buoyancy and Stability,
halaman 58

16
Untuk memudahkan penentuan posisi titik berat muatan sesuai
variasi jumlahnya, kurva tinggi muatan dan titik beratnya sebagai fungsi
dari volumenya atau volume ruang muatnya dibuat seperti contoh pada
Gambar 6.

Gambar 6. Kurva tinggi dan titik berat muatan

Setelah perhitungan berat dan titik berat masing-masing elemen


muatan, total berat dan resultan titik berat muatan untuk masing-masing
variasi DWT yang ditinjau dihitung dengan cara seperti contoh pada Tabel
6 berikut ini.

17
Tabel 6. Berat dan titik berat muatan

2.2.2.3. Variasi total berat dan ttik berat kapal. Total berat kapal jumlah berat
kosong (LWT) dengan muatannya (DWT). Sesuai dengan variasi jumlah
muatannya, total berat (W) dan resultan titik berat kapal terhadap
lunasnya (KG) dihitung dengan cara seperti contoh pada Tabel 7 berikut
ini.

18
Tabel 7. Berat dan titik berat kapal

19
2.2.3. Lengan Stabilitas

Lengan stabilitas statis adalah hasil lengan momen gaya tekan


dikurang lengan momen gaya berat. Lengan stabilitas statis untuk masing-
masing kondisi atau variasi pemuatan dihitung dengan cara seperti contoh
pada Tabel 8.

Tabel 8. Lengan stabilitas

Keterangan:
2)
nilainya diperoleh dari panto carena; lihat Gambar 5.
3)
nilainya diperoleh dari perhitungan berat dan titik berat; lihat Tabel 7.

Nilai-nilai yang terhitung pada lajur nomor 5 dan 7 di Tabel 8,

masing-masing adalah lengan stabilitas statis dan lengan stabilitas

dinamis yang digambarkan sebagai kurva lengan stabilitas seperti contoh

pada Gambar 7. Selain lengan stabilitas statis dan lengan stabilitas

dinamis, tinggi metasentra (MG) pun ditunjukkan pada gambar kurva

lengan stabilitas dengan cara sebagai berikut:

20
a) Garis miring yang menyinggung kurva lengan stabilitas statis

pada posisi sudut oleng awal ( ≤ 5 0 ) dibuat dari titik pusat

sumbu hingga berujung di atas absis 57,27 0.

b) Garis vertikal dibuat dari sumbu horizontal (sumbu sudut

oleng) pada posisi 57,270 hingga berpotongan dengan garis

yang dimaksud pada hal a) di atas.

c) Tinggi tinggi potong antara garis yang dimaksud pada hal a)

dengan hal b) terhadap sumbu horizontal, itulah tinggi MG.

Gambar 7. Kurva lengan stabilitas

2.2.4. Momen Stabilitas dan Momen Pengganggu

Momen stabilitas (righting moment) adalah momen yang bekerja


mengembalikan kapal ke posisi semula setelah mengalami keolengan.
Besarnya momen stabilitas dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini.
RM = D . NK sin (6)

21
RM = momen stabilitas (ton.m)
D = displacement (ton)
NK sin = lengan momen gaya tekan
Besarnya momen stabilitas harus dibandingkan dengan momen
pengganggu (heeling moment). Salah satu momen pengganggu adalah
momen angin. Besarnya momen angin dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini; (Van Lammeren, 1970, Buoyancy and Stability of
Ship, halaman 85).
MW = cos2  ½  vw2 A a (7)
MW = momen angin (ton.m)
 = sudut oleng (0)
 = faktor kondisi ; 1,2 …
1,3
 = massa jenis udara ; 0,132 kg dt2/m4
vw = kecepatan angin (m/dt2)
A = luas proyeksi bidang tangkap angin pada kapal (m2)
a = jarak vertikal titik pusat bidang tangkap angin terhadap
titik pusat bidang lateral kapal (m)

Bidang tangkap angin adalah bidang proyeksi sisi membujur kapal


di atas permukaan air. Bidang lateral kapal adalah bidang proyeksi
membujur kapal di bawah permukaan air. Tinggi proyeksi kedua bidang itu
akan berkurang sesuai besarnya keolengan kapal. Perihal bidang tangkap
angin dan bidang lateral kapal itu dapat dipahami melalui Gambar 8
berikut ini.

Gambar 8. Bidang tangkap angin dan bidang lateral kapal

22
Momen stabilitas dan momen angin dengan format seperti contoh
pada Tabel 9, masing-masing dihitung dengan menerapkan persamaan (6)
dan (7).

Tabel 9. Momen stabilitas dan momen angin

Catatan: keterangan untuk persamaan pada lajur 7, lihat persamaan (7)

Momen stabilitas dan momen penggangu digambar dalam bentuk


kurva seperti contoh pada gambar Gambar 9. Perhitungan dan gambar
momen stabilitas dan momen pengganggu dibuat untuk setiap kondisi
atau variasi pemuatan.

23
Gambar 9. Momen stabilitas dan momen pengganggu

Selain momen angin, gaya atau hal-hal yang juga bisa


menimbulkan momen pengganggu pun harus dihitung, yakni: tekanan
angin, pengangkatan beban yang melampaui sisi kapal, gerak putar atau
cikar, kandas, menarik atau menunda, pergeseran muatan ke sisi kapal,
air naik ke atas geladak.

2.2.5. Evaluasi Stabilitas

Evaluasi stabilitas kapal adalah penilaian terhadap lengan


stabilitas dan tinggi metasentra kapal. Kriteria yang digunakan adalah
ketentuan internasional tentang stabilitas kapal (The International Code on
Intact Stabilty, 2008 (2008 IS Code), halaman 12-13). Sesuai ketentuan
internasional itu, setiap kapal harus memenuhi kriteria stabilitas berikut ini:
1) Luas di bawah kurva lengan stabilitas tidak boleh kurang dari
0,055 meter radian sampai pada sudut 30 o dan tidak kurang
dari 0,09 meter radian sampai pada sudut oleng 40 o. Luas di

24
bawah kurva lengan stabilitas di antara sudut oleng 30 o dan
40o tidak boleh kurang dari 0,03 meter radian.
2) Lengan stabilitas harus sekurangnya 0,2 meter pada sudut
oleng sama dengan atau lebih besar dari 30 o.
3) Lengan stabilitas maksimum harus terjadi pada sudut oleng
tidak kurang dari 25o.
4) Tinggi metasentra awal tidak boleh kurang dari 0,15 meter.
Data yang digunakan untuk evaluasi stabilitas adalah kurva
lengan stabilitas; lihat Gambar 7. Luas di bawah kurva lengan stabilitas
dihitung dengan menerapkan “Simpson’s First Rules”; (lihat Van
Lammeren, 1970, Buoyancy and Stability of Ship, halaman 29).
Evaluasinya diusun dengan format seperti pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Evaluasi stabilitas

25

Anda mungkin juga menyukai