Anda di halaman 1dari 156

MODUL

MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA


LANJUT
HALAMAN JUDUL

TIM PENYUSUN :
Suharnomo, Ismi Darmastuti,Eisha Larantuva,Intan Ratnawati,Hamdy,
Indi Djastuti, Rini Nugraheni, Mirwan Surya Perdhana, Akhyar Yuniawan,
Lala Irviana, Andriyani, Edy raharja

MODUL
MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA LANJUT

PENERBIT UNIVERSITAS DIPONEGORO


JANUARI 2020
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunianya, sehingga BODUL Manajemen Sumberdaya Manusia Lanjut ini akhirnya
terselesaikan.
Modul ini membahas fungsi-fungsi operasi Manajemen sumberdaya Manusia
yang telah dikaitkan dengan KKNI ( (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) adalah
kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan
kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja
sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sector dan SKKNI (Standarisasi
Kompetensi Kerja Nasional Indonesiaa) adalah rumusan kemampuan kerja yang
mencakup aspek Pengetahuan, Keterampilan dan/atau Keahlian serta Sikap kerja yang
relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Dengan Peraturan yang
mendasarinya yaitu 1.PP Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia; 2.Permenaker Nomor 5 Tahun 2012 tentang Sistem Standardisasi
Kompetensi Kerja Nasional; 3.Permenaker Nomor 8 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia; serta SKKNI BIDANG MSDM
SK Menakertrans No. 307 tahun 20.

Modul ini disusun dengan maksud untuk memberikan tambahan wawasan ,


pemahaman, penerapan, kemampuan analisis tentang materi yang menjadi Cakupan
Manajemen Sumberdaya Manusia . modul ini dilengkapi dengan kasus-kasus
Manajemen Sumberdaya Manusia, serta latihan pengisian formulir-formulir untuk
melaksanakan fungsi-fungsi operasi Sumberdaya Manusia.

Disadari bahwa modul ini masih terbuka untuk disempurnakan , karena itu kami
mengharapkan kritik yang konstruktif untuk kesempurnaan modul ini dimasa yang
akan datang.

Selamat membaca semoga bermanfaat.

Semarang, Januari 2020

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................................ iiii

MODUL I . MEMBUAT RENCANA PENCARIAN SUMBER CALON PEKERJA 1

LATIHAN Error! Bookmark not defined.

MODUL II .MELAKUKAN PENAWARAN KERJA TERHADAP CALON PEKERJA

LATIHAN...........................................................................Error! Bookmark not defined.

MODUL III MELAKUKAN PENEMPATAN PEKERJA Error! Bookmark not defined.

LATIHAN.......................................................................... Error! Bookmark not defined.


MODUL IV MELAKSANAKAN PROGRAM ORIENTASI

LATIHAN Error! Bookmark not defined.

MODUL V MELAKSANAKAN KEGIATAN PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN .

LATIHAN........................................................................... Error! Bookmark not defined.


MODUL VI MELAKUKAN EVALUASI PELAKSANAAN KESELURUHAN PROGRAM
PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN

LATIHAN

MODUL VII MENANGANI KELUH KESAH PEKERJA DI TINGKAT ORGANISASI

LATIHAN

MODUL VIII MELAKSANKAN PEMENUHAN HAK-HAK NORMATIF PEKERJA

LATIHAN

MODUL IX MELAKSANAKAN HUBUNGAN KERJA SESUAI PERATURAN PEUNDANG

UNDANGAN

LATIHAN

MODUL X MELAKSANKAN TINDAKAN DISIPLIN PEKERJA DI TINGKAT ORGANISASI

LATIHAN

MODUL XI MELAKUKAN ADMINISTRASI PENGUPAHAN

iii
LATIHAN

MODUL XII MELAKUKAN EVALUASI KEPUASAN PEKERJA TERHADAP LAYANAN

ADMINISTRASI PEKERJA

LATIHAN

MODUL XIII MEMBUAT PERJANJIAN KERJA

LATIHAN

MODUL XIV MENYERAHKAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

KE PERUSAHAAN LAIN

LATIHAN
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................

iv
MODUL I
Membuat Rencana Pencarian Sumber Calon Pekerja

Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang
dibutuhkan dalam kegiatan membuat rencana pencarian sumber calon pekerja dengan
melakukan identifikasi dan membuat rancangan program pencarian sumber calon pekerja
sesuai dengan kebutuhan ataupun kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi.

1.1. Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1 : Mengidentifikasi kebutuhan calon


pekerja
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk
melaksanakan aktivitas berikut ini :
1. Identifikasikan rencana kebutuhan calon pekerja
berdasarkan prosedur operasi standar sebagai sumber
penentuan kebutuhan pekerja.
2. Identifikasi dan jelaskan uraian jabatan sesuai dengan
rencana kebutuhan pekerja .

Aktivitas 2 : Membuat rancangan program pencarian


sumber calon pekerja
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk
melaksanakan aktivitas berikut ini :
3. Identifikasikan sumber-sumber calon pekerja internal
dan eksternal untuk mengisi kekosongan jabatan.
4. Pilih beberapa alternatif metode pencarian sumber
pekerja dan dirumuskan sesuai dengan prosedur
organisasi.
5. Tentukan program menarik minat calon pekerja
berdasarkan prosedur operasi standar
Peralatan Peralatan
dan perlengkapan
• Alat pengolah data dan angka
• Alat tulis menulis
• Alat cetak (printer)

1
Perlengkapan
• Prosedur pencarian calon pekerja
• Dokumen uraian jabatan
• Dokumen perencanaan kebutuhan pekerja
• Dokumen pemetaan Sumber Daya Manusia

Peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan


yang diperlukan

Pengetahua Pengetahuan
n dan keterampilan
yang diperlukan • Profil perusahaan seperti visi, misi, nilai-nilai
perusahaan serta budaya perusahaan

• Uraian jabatan

• Pengetahuan media pencarian sumber calon pekerja

• Rencana kebutuhan pekerja

• Metode dan program pencarian sumber calon pekerja

• Employer branding (konsep membangun daya tarik


organisasi bagi calon pekerja)

Keterampilan

• Membangun relasi dengan instansi atau lembaga


terkait

Norma dan Norma


standar
1. Etika bisnis

Standar
 Peraturan perusahaan tentang perencanaan pencarian
sumber calon pekerja
 Surat ketentuan/keputusan pimpinan organisasi
tentang perencanaan pencarian sumber calon
pekerja
 Prosedur operasi standar perencanaan pencarian sumber
calon pekerja

2
1.2. Deskripsi Singkat
Unit ini berlaku untuk menentukan metode pencarian sumber pekerja dan menentukan
program menarik minat calon pekerja, yang digunakan untuk merumuskan rencana strategis
pencarian sumber calon pekerja. Pada unit kompetensi ini tidak terbatas pada perumusan
pencarian pekerja dengan menggunakan metode perorangan, partial maupun kolektif.

1. Uraian Jabatan (deskripsi pekerjaan) adalah uraian tentang suatu jabatan yang
berisikan tujuan, tugas-tugas atau fungsi umum, tanggung jawab, kepada siapa
melapor, spesifikasi seperti kualifikasi atau keterampilan yang dibutuhkan, dimensi
hubungan internal dan eksternal organisasi, dan atau kondisi lainnya yang diperlukan
pemegang jabatan untuk menjalankan pekerjaannya (Dessler, 2016).

2. Rencana kebutuhan pekerja biasanya disusun dalam bentuk manpower planning


(MPP) oleh fungsi Human Resouces Development/HRD lain yang bertanggung
jawab untuk membuatnya.

3. Beberapa alternatif metode pencarian sumber pekerja misalnya (Dessler, 2016) :

a. Metode internal : promosi jabatan, mutasi karyawan.

b. Metode eksternal : sumber calon pekerja yang didapat dari luar organisasi.

1.3. Aspek kritis yang perlu diperhatikan dalam kompetensi ini adalah:
Ketepatan mengidentifikasi sumber-sumber calon pekerja internal dan eksternal
untuk mengisi kekosongan jabatan

3
4
5
MODUL II
Melakukan Penawaran Kerja terhadap Calon Pekerja

Unit ini berhubungan denganpengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang


dibutuhkan dalam kegiatan melakukan penawaran kerja terhadap calon pekerja yang
dinyatakan lulus seleksi, sebelum dilakukan perjanjian kerja sesuai dengan prosedur yang
berlaku di organisasi.

2.1. Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1 : Menyiapkan penawaran kerja pada


calon pekerja yang dinyatakan lulus seleksi

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk


melaksanakan aktivitas berikut ini :
1. Tentukan aspek-aspek yang akan dicantumkan dalam
surat penawaran kerja.
2. Buat surat penawaran kerja berdasarkan prosedur yang

6
berlaku

Aktivitas 2 : Memberikan penawaran kerja pada


calon pekerja yang dinyatakan lulus seleksi

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk


melaksanakan aktivitas berikut ini :

1. Sampaikan penawaran kerja kepada calon pekerja


terpilih sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2. Lakukan proses negosiasi tentang hal-hal yang tertera


dalam penawaran kerja berdasarkan prosedur yang
berlaku.

Aktivitas 3 : Memberikan penawaran kerja pada


calon pekerja yang dinyatakan lulus seleksi

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk


melaksanakan aktivitas berikut ini :

1. Buat kesepakatan dan pengesahan penawaran kerja


berdasarkan prosedur operasi standar yang berlaku.
2. Jabarkan kesepakatan kerja dalam perjanjian kerja
berdasarkan prosedur operasi standar yang berlaku.
3. Buat pengesahan dan dokumentasi perjanjian kerja
sesuai dengan prosedur operasi standar.

Peralatan Peralatan
dan perlengkapan
1. Alat pengolah data dan angka
2. Alat tulis menulis

7
Perlengkapan
1. Dokumen rekomendasi hasil tes
2. Dokumen skala gaji, tunjangan dan benefit yang berlaku

Peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan


yang diperlukan

Pengetahua Pengetahuan
n dan keterampilan
1. Hubungan Industrial
yang diperlukan
2. Hubungan kerja sesuai peraturan perundang-undangan
3. Pemenuhan hak-hak normatif pekerja
4. Skala Gaji, tunjangan dan benefit yang berlaku

Keterampilan
1. Administrasi dokumen
2. Negosiasi dalam kegiatan penawaran kerja

Norma dan Norma


standar
2. Etika bisnis

Standar
1. Surat ketentuan ketentuan/keputusanpimpinan
organisasi tentang penawaran kerja terhadap calon
pekerja
2. Prosedur operasi standar penawaran kerja terhadap calon
pekerja

2.2. Deskripsi Singkat


Setelah semua wawancara, pemeriksaan latar belakang, dan tes, pemberi kerja
memutuskan siapa yang akan diberi penawaran. Unit ini berlaku untuk menyiapkan
penawaran kerja pada calon pekerja yang dinyatakan lulus seleksi. Selain itu dalam unit ini
juga akan dibahas bagaimana memberikan penawaran kerja pada calon pekerja yang
dinyatakan lulus seleksi dan mendokumentasikan hasil kesepakatan kerja pada

8
penawaran kerja terhadap calon pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku di organisasi.
Terdapat beberapa isu yang harus dipertimbangkanpada penawaran tertulis. Mungkin
yang paling penting adalah, memahami perbedaan antara surat penawaran kerja dan kontrak
(Dessler, 2016). Surat penawaran kerja adalah berupa dokumen yang diberikan oganisasi
kepada calon pekerja berisikan penawaran untuk bergabung sebagai pekerja di organisasi
setelah melalui tahapan rekrutmen dan seleksi.
Dalam surat penawaran kerja, pemberi kerja menyebutkan informasi dasar penawaran
tersebut. Hal-hal yang tertera di penawaran adalah umumnya berisikan aspek-aspek yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan, seperti tanggal bergabung, jabatan yang ditawarkan, hak-
hak yang menyertainya diantaranya adalah tercantum gaji dan tunjangan yang diperoleh,
didasarkan pada dokumen skala gaji yang umumnya dibuat oleh bagian penggajian
(compensation and benefit) sesuai dengan ketentuan organisasi.
Penawaran pekerjaan adalah tawaran kerja formal dari perusahaan. Ketika sebuah
perusahaan melakukan penawaran kerja verbal, manajer perekrutan biasanya akan
memanggil kandidat terpilih untuk memberi tahu mereka bahwa mereka ditawari pekerjaan
tersebut. Perusahaan juga dapat melakukan penawaran pekerjaan melalui email atau
menulis, tergantung pada kebijakan perusahaan dan bagaimana perusahaan menangani
perekrutan.

2.3. Aspek kritis yang perlu diperhatikan dalam kompetensi ini, adalah:
Ketepatan dalam menentukan aspek-aspek yang akan dicantumkan dalam surat
penawaran kerja

9
10
11
12
13
14
Modul 3
MELAKUKAN PENEMPATAN PEKERJA

Bab ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang
dibutuhkan dalam kegiatan melakukan penempatan pekerja baru sesuai dengan prosedur yang
berlaku dalam organisasi..

1.1. Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)
Kegiatan Aktivitas 1 : Mempersiapkan fasilitas dan perlengkapan bagi
pekerja baru
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
1. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan
keperluan pekerja baru berdasarkan prosedur operasi standar.
2. Menyiapkan fasilitas dan perlengkapan kerja sesuai dengan
kebutuhan standar yang tercantum dalam prosedur operasi
standar.

Aktivitas 2 : Menempatkan pekerja terpilih


Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
1. Melaksanakan prosedur terkait dengan penerimaan pekerja
baru.
2. Menempatkan pekerja baru di lokasi kerja yang telah
ditentukan berdasarkan prosedur operasi standar.

Peralatan Peralatan
dan perlengkapan  Alat pengolah data dan angka
 Alat tulis menulis
 Alat cetak (printer)
Perlengkapan
 Alat Komunikasi

15
 Daftar Kebutuhan Fasilitas dan Perlengkapan Pekerja Baru

Peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan


yang diperlukan
Pengetahuan Pengetahuan
dan keterampilan 1. Ketentuan persyaratan penyerahan sebagian pekerjaan kepada
yang diperlukan perusahaan lain

2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keterampilan

1. Membuat Laporan

Norma dan Norma


standar
1. Kode etik bisnis

2. Etika manajemen Sumber Daya manusia

Standar

1. Peraturan organisasi / peraturan perusahaan tentang


penempatan pekerja baru

2. Prosedur operasi standar penempatan pekerja baru

2.2.Deskripsi Singkat

Bagian ini berlaku untuk mempersiapkan fasilitas dan perlengkapan bagi pekerja baru
serta menempatkan pekerja terpilih sesuai dengan prosedur operasi standar organisasi.
Penempatan adalah proses menempatkan seseorang ke posisi pekerjaan yang tepat.
Yang terpenting, penempatan sumber daya manusia harus dilihat sebagai proses pencocokan.
Kecocokan ini dilihat dari kesesuaian antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
orang / karyawan dengan karakteristik-karakteristik pekerjaannya (Mathis & Jackson, 2006).
Menurut Sastrohadiwiryo (2002), penempatan kerja adalah proses pemberian tugas dan
pekerjaan kepada pegawai yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai ruang lingkup yang

16
telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala risiko dan kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang, serta tanggung jawabnya.
Sedangkan menurut Hasibuan (2009) penempatan kerja adalah tindak lanjut dari seleksi,
yaitu menerapkan calon karyawan yang diterima (lulus seleksi) pada jabatan
tertentu/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasi authority kepada orang
tersebut.
Penempatan pekerja yang tepat disebutkan dapat meningkatkan kepuasan kerja,
produktivitas/kinerja karyawan. Seberapa baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaannya
akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas kerja karyawan, biaya pelatihan dan operasi secara
langsung.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penempatan pekerja (Sastrohadiwiryo (2002) ;
Mangkunegara (2007)) adalah :

1. Pendidikan

2. Pengetahuan Kerja

3. Ketrampilan Kerja

4. Pengalaman Kerja

5. Kesehatan Fisik dan Mental

6. Usia

7. Status Perkawinan
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 3047/2014
tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Jasa Profesional,
Ilmiah Dan Teknis Golongan Pokok Kegiatan Kantor Pusat Dan Konsultasi Manajemen
Bidang Manajemen Sumberdaya Manusia, pada Unit Penempatan Pekerja, terdapat 2 elemen
kompetensi yaitu Mempersiapkan fasilitas dan Perlengkapan bagi pekerja baru dan
Menempatkan pekerja terpilih.
1. Mempersiapkan fasilitas dan perlengkapan bagi pekerja baru
Pada elemen kompetensi ini, terdapat 2 kriteria unjuk kerja yaitu :
a. Berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan keperluan pekerja baru dilakukan
berdasarkan prosedur operasi standar.

17
Dalam melakukan koordinasi, perlu disiapkan dan dilampirkan setidaknya 2
formulir yaitu Daftar Pekerja Baru untuk Departemen yang membutuhkan dan Surat
Konfirmasi Keperluan Pekerja Baru. Jenis formulir yang perlu dilampirkan ini
disesuaikan dengan Prosedur Operasi Standar (SOP) di tiap-tiap perusahaan. Berikut
contoh formulir yang digunakan :

Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja


Direktorat/ Divisi/ Departemen/ Section :

Dipersiapkan oleh, Disetujui oleh,


Jabatan : Atasan

( ) ( )

Contoh Daftar Pekerja Baru untuk sebuah Departemen


Daftar Pekerja Baru untuk Departemen.....
Jenis Sat, Tempat &
Nama Jabata Stat. Pendidikan
No Dept. Gol. Kelamin Kary Tgl Lahir Alamat
Lengkap n Kawin
L P n Jenjang Jursn

18
b. Menyiapkan fasilitas dan perlengkapan kerja sesuai dengan kebutuhan standar yang
tercantum dalam prosedur operasi standar.
Contoh Surat Konfirmasi Keperluan Pekerja Baru
Surat Konfirmasi
Keperluan Pekerja Baru
No.........

Kepada Departement Head....


Dari : HRD

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan telah diterimanya karyawan di bawah ini untuk ditempatkan di
Departemen Bapak, maka mohon kiranya untuk dapat dipersiapkan perlengkapan/fasilitas
untuk menunjang pekerjaannya. Adapun karyawan tersebut adalah :
Nama :
Jabatan :
Golongan :
Demikian kami sampaikan, Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

( )
HRD Manager

Contoh Tanda Terima Perlengkapan Kerja


Tanda Terima Alat dan Perlengkapan Kerja Bag. Produksi
No Nama Bagian Seragam Masker Sandal Tanda Tgl.
. tangan Penerimaan
1 M V V
2 XL V V
3 L V V

19
Contoh Surat Serah Terima Karyawan
Serah Terima Karyawan
No. Surat :
Kepada Yth. : Departemen Head Produksi
UP : Departemen Head Produksi
CC : HRGA
Perihal : Serah Terima Karyawan Baru

Dengan Hormat,
Bersama surat ini kami serahkan karyawan Departemen Produksi atas nama sebagai berikut :
No Nama Jabatan
.

Demikian informasi ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan
terima kasih.
Samarinda, ....
Hormat kami
Penerima

Nama Nama
Dept. HRGA Sect. Head
Produksi

2. Menempatkan pekerja terpilih


Pada elemen kompetensi ini, terdapat 2 kriteria unjuk kerja yaitu Melaksanakan
prosedur terkait dengan penerimaan pekerja baru dan menempatkan pekerja baru di lokasi

20
kerja yang telah ditentukan berdasarkan prosedur operasi standar yang berlaku di
perusahaan
Berikut contoh prosedur penerimaan pekerja/karyawan baru,

7.2.Aspek kritis yang perlu diperhatikan dalam kompetensi ini adalah:

Ketepatan dalam melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk keperluan


pekerja baru. Dalam hal ini sikap kerja yang diperlukan adalah cermat, teliti dan
komunikatif.

21
BAB 4

PROGRAM ORIENTASI

Bab ini berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam
membuat program orientasi terhadap karyawan baru. Melakukan Program Orientasi diawali
dengan melakukan identifikasi program orientasi bagi karyawan baru sesuai dengan
kebutuhanorganisasi, merencankan dan melaksanakan.

1.2. Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)
Aktivitas 1 : Memahami dan mengidentifikasi kebutuhan Program
Orientasi
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan aktivitas
berikut ini :

1. Mempelajari dan memahami tentang Program Orientasi bagi


karyawan baru, sesuai dengan Perencanaan Tenaga Kerja baik
secara keseluruhan maupun pada masing-masing bagian.
2. Mengidentifikasi rencana program orientasi bagi karyawan
baru, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Perusahaan
3. Mengidentifikasi kebutuhan untuk melaksanakan program
orientasi yang akan dilaksanakan, misal materi, perlengkapan dan
peralatan.

Aktivitas 2 : Mempersiapkan Program Orientasi dengan

22
Membuat Rancangan Program Orientasi Pada Karyawan
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan aktivitas
berikut ini :

1. Merencanakan pelaksanaan program orientasi yang akan


dilakukan secara menyeluruh dan terinci , meliputi jenis program,
materi, bentuk penyajian, peralatan yang dibutuhkan, waktu
pelaksanaan, dan tempat pelaksanaan.

2. Menentukan tim pelaksana dan pihak yang terkait

Aktivitas 3 : Melaksanakan Program Orientasi bagi Karyawan


Baru

1. Melaksanakan apa yang sudah direncanakan dengan baik.


2. Melakukan pendampingan selama Program Orientasi
3. Melakukan evaluasi para peserta
4. Melakukan evaluasi pelaksanaan Program Orientasi

Peralatan dan Peralatan:


perlengkapan 1. Komputer
2. Alat tulis menulis
3. Alat cetak (printer)
4. Jaringan internet.
5. LCD
Perlengkapan :
1. Profil perusahaan
2. Struktur Organisasi
3. Deskripsi Pekerjaan.
4. Dokumen SOP
5. Kode Etik Perusahaan
Peraturan yang 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan
2. Aturan Perusahaan : PP, PKB, SOP
diperlukan

23
Pengetahuan dan Pengetahuan
keterampilan yang 1. Profil perusahaan meliputi visi, misi, tujuan, nilai-nilai perusahaan
, budaya perusahaan, sejarah perusahaa.
diperlukan
2. Memahami tentang bidang usaha dan kondisi bisnis perusahaan
3. Memahami Struktur Organisasi Perusahaan ( uraian jabatan,
garis rentang kendali)
4. Memahami Kode Etik Perusahaan
5. Pemahaman tentang Aturan Perusahaan (PP, PKB, SOP)

Keterampilan
1. Mampu berpikir secara komprehensif
2. Mampu mewujudkan dalam bentuk rencana tertulis
3. Mampu berkomunikasi dengan baik dengan semua pihak
4. Mampu presentasi dengan baik

Norma dan standar Norma


3. Etika berperilaku
4. Kode Etik Perusahaan.

Standar :
 Aturan Perusahaan yang terdiri dari PP, PKB, SOP
 Surat ketentuan/keputusan pimpinan organisasi
tentang Program Orientasi

4.2.Deskripsi Singkat

1.2.1 Pengertian Program Orientasi

Program Orientasi merupakan suatu kegiatan bagi karyawan baru yang harus
dilakukan untuk mempercepat proses adaptasi karyawan baru terhadap lingkungan kerja dan
pekerjaannya Hal ini berarti kegiatan Program Orientasi merupakan persiapan atau
pembekalan kepada seorang karyawan baru agar bisa segera memahami tentang Organisasi,
dapat diterima oleh rekan kerja dan dapat segera memulai bekerja sesuai dengan
produktifitasnya. Dengan mengikuti Program Orientasi seorang karyawan baru akan dapat
mengurangi rasa gugup dan takut yang dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya. Hal ini

24
terjadi karena melalui Program Orientasi setiap orang merasaan diterima dan diakui, serta
mempunyai perasaan dirinya dianggap penting.

Secara lebih rinci melalui Program Orientasi akan dapat dicapai kondisi sebagai
berikut ( Dessler, 282) :

1. Membuat membuat karyawan baru tersebut merasa diterima dan merasa di rumah
sendiri dan sebagai bagian dari tim

2. Memastikan bahwa karyawan baru tersebut mendapatkan informasi dasar yang


berfungsi secara efektif, seperti akses surel, kebijakan dan tunjangan personil, dan
ekspektasi dalam hal perilaku kerja.

3. Membantu karyawan baru memahami organisasi tersebut dalam pengertian luas


( masa lali, masa kini, kultur, serta strategi dan misi nya mengenai masa depan)

4. Mulai mensosialisasikan karyawan tersebut dalam kultur perusahaan dan cara


mereka bekerja.

Diharapkan jika kondisi-kondisi tersebut dapat terwujud maka karyawan baru dapat langsung
bekerja dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Secara rinci manfaat Program
Orientasi adalah :

Program Orientasi dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Program
Orientasi yang informal dilakukan apabila jumlah karyawan baru sedikit, sedang program
yang formal dilakukan apabila jumlah karyawan baru cukup banyak, sehingga lebih efisien
dari segi waktu maupun biaya.

Lamanya program Orientasi tergantung pada materi yang akan diberikan yang
disesuaikan dengan kondisi organisasi, bidang pekerjaan dan posisi karyawan baru. Program
Orientasi bisa diberikan sehari, beberapa hari atau bahkan ada yang seminggu,tergantung
kebutuhannya, agar dapat diperoleh Program Orientasi yang efektif.

Melaksanakan Program Orientasi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu

1. Persiapan Program Orientasi

a. Tahap ini dilakukan dengan mendesain Program Orientasi yang akan dilakukan,

25
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Apakah Program akan
dilakukan secara formal atau informal, materi apa saja yang akan diberikan,
bagaimana metode menyampaian, menentukan tim pelaksana dan juga pihak-
pihak terkait.

b. Mengindentifikasi kebutuhan perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan.


Perlengkapan dan peralatan diesuaikan desain program, terutama materi. Secara
lengkap dalam bentuk aturan-aturan perusahaan yang terdiri dari PP (Peraturan
Perusahaan), PKB (Perjanjian Kesepakatan Bersama), SOP (Standart Operational
Procedure), dan Keputusan-keputusan Pimpinan. Perlengkapan penunjang
menyesuaikan kebutuhan, hal ini akan mudah disiapkan apabila dokumen
organisasi lengkap serta kearsipan yang rapi.

c. Pembentukan Tim pelaksana, tim pendamping dan pihak-pihak yang terkait.

2. Pelaksanaan Program Orientasi merupakan tanggung jawab HRD, yang dalam


pelaksanaannya bisa melibatkan semua departemen/ bagian yang ada, tergantung
kebutuhan. Program Orientasi akan berjalan dengan baik apabila perencanaan dibuat
detail dan operasional. Pelaksanaan Program Orientasi dapat dilakukan dalam satu
tahap atau dua tahap,yang tergantung kebutuhan. Pelaksanaan dua tahap terdiri dari :

a. Tahap pertama akan diberikan materi secara umum, tentang organisasi secara
menyeluruh, meliputi tentang masalah ketenagakerjaan dan juga tentang Perusahaan.

b. Tahap kedua akan diberikan materi khusus untuk bagian tertentu disini akan
diberikan materi secara teknis

Program Orientasi harus didukung dengan kegiatan yang bersifat administrasi


untuk penyediaan perlengkapan disamping materi dan dokumen-dokumen juga
formulir-formulir evaluasi dan daftar hadir

3. Pelaksanaan Program Orientasi akan diakhiri dengan melaksanakan evaluasi bagi


peserta maupun pelaksanaan program. Hasil evaluasi merupakan masukkan bagi
penyempurnaan program yang akan datang.

26
a. Peserta akan dievaluasi tentang pemahaman materi. Khusus materi yang bersifat
teknis akan dievaluasi tidak hanya pemahaman, tetapi juga kemampuan
melaksanakan.

b. Pelaksaan Program akan dievaluai dari penilaian karyawan baru, yang terdiri dari
penilaian tentang materi, penyaji, penyusunan acara, perlengkapan, fasilitas juga
pendampingan yang dilakukan.

Program Orientasi akan mudah dilaksanakan apabila perusahaan sudah memiliki


SOP Program Orientasi, sehingga tinggal mengikuti alur yang ada.

Contoh Alur dalam SOP Program Orientasi :

Menyusu Menginve
Koordina
n Agenda dan ntaris Pegawai
si dengan Semua
Materi
Pihak

Membuat
Surat Panggilan

Penyamp
Pengawa aian Materi
san dan Evaluasi Memberi
kan Orientasi
Unit Kerja

27
Formulir yang dibutuhkan dalam Program Orientasi :

1. Daftar hadir Peserta dan Penyaji

2. Evaluasi Peserta

3. Evaluasi Pelaksanaan Program

28
Nama :
Unit :

DAFTAR
Kuesioner ini dipergunakan HADIR berkelanjutan, mohon diisi
untuk perbaikan
dengan sungguh-sungguh
PESERTA PROGRAM ORIENTASI

MATERI :

TANGGAL :

JAM :

NO NAMA UNIT 1
TANDA 2
TANGAN 3
No. Penyajian (Tidak (Kurang ( Jelas)
1     Jelas
  Jelas)

2  1 Metode Penyajian    

3  2 Cara Penyajian    

4       1 2 3
No. Materi Program Orientasi (Tidak (Kurang ( Jelas)
5     Jelas
  Jelas)

6  1 Profil Perusahaan          

7  2 Struktur Organisasi          

8  3 Peraturan Perusahaan
         

9  4 Perjanjian Kerja Bersama


         

10   5 Standar Prosedur Operasional


   

11   6 Kode Etik Perusahaan


         

12       1 2 3
No. Lain-Lain (Tidak (Kurang ( Jelas)
13      
Jelas Jelas)

14   1 Ruangan          

15   2 Sound system          

16   3 Penunjang      …dst….    

 
DAFTAR HADIR    

PENYAJI PROGRAM ORIENTASI


REKAP PENILAIAN EVALUASI PESERTA PROGRAM
Rencana
NO TANGGAL Komentar
NAMA MATERI WAKTU Tindak
TANDA TANGAN
Positif Saran
Penerapa
1           n
29

2          

3          
ORIENTASI

MATERI PROGRAM ORIENTASI


 

NOMO Nama Standar


R Peserta Struktur Peraturan Kode Etik
Perjanjian Prosedur
Profil Organisas Perusahaa Perusahaa TOTAL
Kerja Operasiona
Perusahaan i n n NILAI
Bersama l

1                

2                

3                

4                

5                

6                

7                

8                

9                

10                

11                

12                

13                

14                

15                

16                

17                

18                

19                

20                

  NILAI KESELURUHAN  

30
MODUL 5
MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN
Bab ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang
dibutuhkan dalam kegiatan melaksanakan pembelajaran dan pengembangan karyawan sesuai
ketentuan organisasi yang akan melaksanakan. Bab ini akan berfokus pada penyiapan sarana
dan prasarana pembelajaran dan pengembangan pekerja serta pelaksanaan proses
pembelajaran dan pengembangan.

1.3. Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1. Mempersiapkan sarana dan prasarana pembelajaran dan


pengembangan pekerja

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan


aktivitas berikut ini :

1.1 Mempelajari dan menginventarisir sarana dan prasarana yang harus


dipersiapkan dalam proses pembelajaran dan pengembangan sesuai
program pembelajaran dan pengembangan yang akan dilakukan.

31
1.2 Menyusun Prosedur Operasi Standar (POS) proses pembelajaran
dan pengembangan sesuai program pembelajaran dan
pengembangan yang akan dilakukan.
1.3 Melengkapi sarana dan prasarana yang belum tersedia berdasarkan
ketentuan yang berlaku dalam organisasi.
1.4 Mengisi checklist kelengkapan sarana dan prasarana serta
melengkapi sarana dan prasarana yang belum tersedia sesuai hasil
verifikasi dalam checklist.
1.5 Menetapkan daftar peserta pembelajaran dan pengembangan serta
melakukan seleksi peserta sesuai dengan kriteria sasaran program
pembelajaran dan pengembangan.
1.6 Mengundang peserta dan instruktur yang telah ditetapkan sesuai
dengan Prosedur Operasi Standar organisasi.
1.7 Melakukan konformasi peserta dan instruktur yang telah ditetapkan
sesuai dengan Prosedur Operasi Standar organisasi.
1.8 Menyiapkan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan pembelajaran
dan pengembangan.
1.9 Menyiapkan adminisrasi pembelajaran dan pengembangan, yang
meliputi:Daftar Hadir Peserta, Daftar Instruktur, Tanda Terima
Perlengkapan Peserta, Tata Tertib Pelatihan, Sertifikat Pelatihan,
Formulir Penilaian.
Aktivitas 2. Melaksanakan proses pembelajaran dan pengembangan

Pengajar menginstruksikan kepada mahasiswa untuk


melaksanakan aktivitas berikut ini:

2.1 Menetapkan tata ururtan materi dan instruktur sesuai dengan tujuan
dan sasaran pembelajaran dan pengembangan.
2.2 Menetapkan metode pelatihan yang sesuai dengan tujuan dan
sasaran pembelajaran dan pengembangan.
2.3. Menyiapkan modul dan bahan pembelajaran dan pengembangan
sesuai dengan program dan sasaran pembelajaran dan
pengembangan.
2.4 Mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan
pengembangan sesuai dengan Prosedur Operasi Standar
organisasi.

Peralatan Peralatan dan Perlengkapan


dan Perlengkapan 1. Peralatan
1.1 Alat pengolah kata dan data (komputer)
1.2 Alat pengeras suara
1.3 White board\
1.4 Spidol warna
1.5 Alat tulis menulis
1.6 Pointer

2. Perlengkapan
2.1 Materi penunjang pembelajaran
2.2 Modul pembelajara dan pengembangan\
2.3 Dokumen kebutuhan sarana dan prasarana

32
2.4 Dokumen Daftar Peserta
2.5 Dokumen Daftar Hadir
2.6 Dokumen susunan acara

Peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan


yang diperlukan

Pengetahuan Pengetahuan
dan keterampilan 1. Visi, misi dan nilai organisasi
yang diperlukan 2. Budaya organisasi
3. Manajemen sumbedaya manusia
4. Proses pembelaaran dan pengembangan

Keterampilan
1. Mengoperasian komputer
2. Pengolahan dan penyajian data
3. Komunikasi dan presentasi
4. Memfasilitasi proses pembelajaran

Norma dan Norma


standar 1. Keselarasan kebutuhan dan strategi
2. Keselarasan kepentingan para pihak
3. Kebijakan organisasi

Standar
1. Taat azas ketentuan peraturan perundangan
2. Standar etika dalam pengembangan pekerja
3. Peraturan Perusahaan

DESKRIPSI SINGKAT

PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN


Pembelajaran dan pengembangan yang bertujuan meningkatkan kemampuan
sumberdaya manusia tampaknya sudah menjadi kewajiban dan keharusan untuk dilakukan.
Pembelajaran dan pengembangan bukan lagi sebuah agenda sampingan tetapi bergeser
menjadi agenda utama dan rutin. Bahkan pembelajaran dan pengembangan merupakan
indikasi kepedulian organisasi terhadap peningkatan kualitas para pekerjanya sehingga
mampu meningkatkan nilai perusahaan. Hasil pembelajaran dan pengembangan menjadi
salah satu faktor yang menentukan karir atau penilaian kinerja karyawan.

33
Dari perspektif pemahaman substansi pembelajaran dan pengembangan yang
berupaya mengubah pekerja yang tidak mampu menjadi mampu terdapat beberapa aspek
yang perlu kita pahami:
1. Usaha-usaha secara berencana yang diselenggarakan supaya terwujud penguasaan
berbagai aspek antara lain ketrampilan, pengetahuan, sikap, mental serta perilaku yang
berhubungan dengan perusahaan.
2. Suatu proses pendidikan dengan prosedur yang sistematis, terorganisir, hal mana
sumberdaya manusia mempelajari kecakapan, pengetahuan dna ketrampilan yang bersifat
teknis.
3. Serangkaian aktivitas yang dibutuhkan dalam rangkan peningkatan kompetensi dan
prestasi seseorang dalam lingkungan organisasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan
standar prestasi organisasi.

Dengan demikian fokus pembelajaran dan pengembangan adalah pengembangan


sikap, mental, perilaku, pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan pekerjaannya
serta berbasis pada suatu kebutuhan. Semestinya munculnya pembelajaran dan
pengembangan berdasarkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan sikap, perilaku,
pengetahuan ataupun ketrampilan.

Bila ditelaah esensi mendasar diperlukan pembelajaran dan pengembangan adalah


adanya kesenjangan/gap antara kompetensi yang dimiliki oleh pekerja dengan tuntutan
organisasi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan muncunya gap antara kompetensi
dan pekerjaan yang ada:

a. Perubahan jenis pekerjaan


b. Pekerja yang baru masuk kerja
c. Kehadiran teknologi yang baru
d. Adanya produk baru
e. Tuntutan peraturan atau undang-undang
f. Tuntutan pelanggan
g. Bentuk perhatian terhadap SDM
h. Penyegaran bagi pekerja

TRAINING NEED ANALYSIS

34
Seringkali pelatihan tidak berdampak signifikan pada kinerja organisasi atau tidak
memberikan kontribusi nyata terhadap kinerja karyawan meskipun telah mengalokasikan
anggaran yang besar dan dipandu oleh trainer yang handal. Hal ini disebabkan pelatihan tidak
mendasarkan pada kebutuhan perusahaan atau kebutuhan karyawan atau tidak dilakukan
analisis kebutuhan pelatihan sebelum pelatihan dilaksanakan. Oleh karena itu diperlukan
aktivitas analisis kebutuhan pelatihan atau Training Need Analysis (TNA). Aktivitas ini
merupakan proses yang dilakukan untuk menentukan apakah training diperlukan atau tidak
oleh perusahaan atau karyawan.
Beberapa alasan yang mendasari diperlukan adanya TNA dapat dijabarakan sebagai
berikut:
1. Untuk memastikan apakah sebuah permasalahan yang terkait dengan kinerja
karyawan atau kinerja perusahaan dapat diatasi dengan training.
2. Training harus diberikan sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam menetapkan tujuan, materi dan metode training serta dalam
lmenentukan peserta training.
3. Setiap training yang dilaksanakan perusahaan atau diikuri oleh karyawan
seharusnya mendukung strategi perusahaan dalam mencapai tujuannya.
4. Agar tidak menghambur-hamburkan anggaran perusahaan sehingga alokasi
anggaran menjadi efektif.
TNA meliputi tiga elemen atau analisis: Analisis level organisasi, analisis level tugas
dan analisis level individu karyawan.
1. Analisis Level Organisasi (Organizational Analysis)
Pada analisis level ini untuk mengungkap 3 (tiga) hal pokok:
a. Arah strategi yang dijalankan oleh perusahaan. Bila perusahaan menempatkan
karyawan sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk mencapai tujuan maka
training menjadi salah satu cara yang terbaik.
b. Dukungan manajemen pada peserta training untuk menerapkan hasil pelatihan
yang telah diikuti.
c. Kesiapan perusahaan untuk mengadakan training, yang meliputi kesiapan
anggaran dan peserta.
Metode pengumpulan data yang dapat digunakan antara lain:
a) Wawancara dengan Top Management untuk mengungkap data tentang target
perusahaan, strategi yang digunakan, tantangan dan hambatan.

35
b) Dokumentasi, misalnya data kinerja unit-unit yang ada dalam perusahaan, data
rekapitulasi kehadiran karyawan, data turnover, data keluhan pelanggan, dan
lain-lain.
c) Observasi untuk mendapatkan gambaran riil tentang situasi organisasi
dikaitkan dengan tujuan dan strategi perusahaan.
Keluaran atau output analisis pada level organisasi adalah sebagai berikut:
1) Sebuah kesimpulan apakah organisasi membutuhkan training atau tidak untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Jika dibutuhkan, unit atau gugus tugas
manakah yang membutuhkan. Jika tidak dibutuhkan, bentuk solusi lain apa
yang dapat diberikan?.
2) Jika dibutuhkan training, apakah pimpinan telah mengalokasikan anggaran
untuk pelaksanaannya?
3) Jika akan dilaksanakan training apakah pimpinan organisasi telah menyiapkan
mekanisme tertentu bagi peserta untuk menerapkan hasil training tersebut?
Hasil analisis level organisasi ini akan menjadi dasar untuk melakukan analisis
pada level tugas maupun individu.
Contoh 1: Suatu perusahaan akan menerapkan sebuah budaya organisasi yang
baru. Dalam implementasikan ditempuh melalui berbagai media antara lain
sosialisasi melalui bulletin perusahaan dan acara-acara seremonial. Top
Management melihat bahwa budaya baru ini belum terinternalisasi secara kuat
pada seluruh karyawan. Dari hasil wawancara dan diskusi dengan pihak Top
Management, diduga peran supervisor belum optimal dalam menginternalisasi
budaya baru ini kepada para bawahannya.
2. Analisis Level Tugas (Task Analysis)
Analisis pada level tugas ini bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi gugus tugas mana saja yang dinilai belum selaras dengan
strategi organisasi dan harus dikembangkan melalui training.
b. Menentukan elemen tugas-tugas tertentu (yang diduga membutuhkan training)
dan akan menjadi sasaran training. Elemen yang dimaksud adalah:
pengetahuan (knowledge), skill dan sikap (attitude) atau perilaku, yang
dikenal dengan elemen KSA.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan pada analisis level ini adalah sebagai
berikut:

36
a) Dari hasil analisis level organisasi dapat diketahui unit, divisi atau gugus tugas
yang kinerjanya tidak maksimal dalam mendukung pencapaian target kinerja
perusahaan. Dengan demikian focus pertama dalam analisis ini adalah unit
atau gugus tugas yang diduga kinerjanya belum maksimal.
b) Melakukan pengambilan data kepada pimpinan unit atau gugus tugas. Data
yang harus diungkap antara lain kinerja unit dalam kurun waktu minimal 3
tahun terakhir, analisis pimpinan unit atau gugus tugas terkait penyebab tidak
maksimalnya kinerja unit dan mencari penyebab dari faktor internal.
c) Melakukan observasi, wawancara, kuesioner atau Focus Group Disscussion
(FGD) dengan sampel karyawan di unit atau gugus tugas dimaksud.Fungsi
observasi atau wawancara ini untuk cross-check atau validasi data yang telah
diberikan oleh pimpinan unit.
d) Melakukan analisis data yang telah dikumpulkan.
Keluaran atau aoutput analisis level tugas adalah sasaran training untuk unit atau
gugus tugas pada aspek knowledge, skill, attitude atau behavior. Output ini akan
menentukan rumusan tujuan training, penentuan dan komposisi materi training
serta metode training yang tepat.
Contoh 2: Gugus tugas yang belum maksimal dalam menginternalisasi budaya
baru adalah para supervisor. Berdasarkan hasil wawancara dan FGD ternyata
ditemukan bahwa para supervisor memiliki kekurangan pada aspek keyakinan
atau mindset bahwa perilaku/budaya dapat diubah. Oleh karena itu minset para
supervisor tidak yakin bahwa perilaku/budaya dapat diubah maka mereka tidak
dengan total menginternalisasikan budaya baru ini pada para bawahan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa para supervisor membutuhkan training tentang
bagaimana mempengaruhi dan mengubah mindset atau budaya orang lain.
3. Analisis Level Individu (Person Analysis)
Analisis pada level ini dapat dilakukan bersamaan dengan analisis level tugas.
Artinya ketika pada analisis level organisasi sudah dapat ditemukan unit atau
gugus tugas mana yang membutuhkan training maka sekaligus dapat dilakukan
analisis pada level individu. Analisis level individu apat juga dilakukan setelah
analisis level tugas.
Tujuan analisis pada level individu adalah untuk menentukan siapa saja pekerja
yang membutuhkan training. Untuk memperkuat analisis dapat dilakukan
pengambilan data pada calon para peserta training dengan metode kuesioner.

37
Dalam kuesioner dapat diungkap penyebab tidak maksimalnya kinerja dari
perspektif calon peserta training.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis level ini adalah:
1) Pastikan bahwa calon peserta training memiliki kesempatan untuk menerapkan
hasil training. Jangan sampai terjadi yang bersangkutan dimutasikan atau
menjelang purna tugas setelah mengikuti training.
2) Pastikan bahwa para peserta dapat meninggalkan pekerjaan selama mengikuti
training, tanpa menganggu jalannya pekerjaan. Jangan sampai layanan
terhadap pelanggan dihentikan gara-gara karyawan mengikuti training. Bila
karyawan yang bersangkutan mengikuti training maka pekerjaan harus
dilimpahkan kepada karyawan lain untuk sementara waktu.
Keluaran atau output analisis pada level individu adalah nama-nama karyawan
yang akan menjadi peserta training.
Contoh 3: Pada analisis level tugas dapat disimpulkan bahwa sebagian supervisor
membutuhkan training/pelatihan “management change”. Analisis level individu
akan menghasilkan nama-nama supervisor yang akan menjadi peserta training.
Siapa saja supervisor yang harus mengikuti training tersebut diperoleh dengan
melakukan analisis data wawancara dengan para manajer dan beberapa bawahan
dari para supervisor dimaksud.
PERSIAPAN PELATIHAN

Dalam persiapan pelatihan ini menyangkut kepastian peserta, instruktur,


modul/materi pelatihan, tempat pelaksanaan pelatihan, serta jadwal pelatihan
dan rundown acara.
1. Seleksi Peserta
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menyeleksi peserta pelatihan
dan menetapkan menjad peserta pelatihan:
a. Menyebarluaskan informasi tentang program pelatihan yang akan
dilaksanakan serta persyaratannya.
b. Melakukan pendaftaran calon peserta.
c. Menetapkan metode seleksi yang akan dipakai sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan.

38
d. Melakukan seleksi terhadap calon peserta (memilih calon peserta sesuai
dengan persyaratan serta mengetahui kondisi pengetahuan dan
ketrampilan calon peserta).
e. Menetapkan hasil seleksi.
f. Mengumumkan hasil seleksi.
g. Menyiapkan daftar peserta yang telah dinyatakan diterima.
h. Membuat data lengkap peserta pelatihan.

2. Pelatih/Instruktur
Dalam memilih pelatih perlu diperhatikan pemenuhan persyaratan
sebagai pelatih yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pelatihan:
a. Memiliki kompetensi metodologi dan kompetensi teknis
b. Mendapat penugasan
c. Dapat terdiri dai instruktur, tenaga ahli, praktisi.
Tugas pelatih dalam program pembelajaran dan pengembangan adalah
sebagai berikut:
a. Membantu peserta pelatihan dalam merencanakan proses pelatihan.
b. Membimbing peserta melalui tgas-ugas pelatihan yang dijelaskan dalam
pelatihan.
c. Membantu untuk memahami konsep dan menjawab pertanyaan peserta
pelatihan.
d. Membantu mencari sumber informasi tambahan yang diperlukan peserta
pelatihan.
e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f. Mendatangkan seorang ahli dari tempat kerja jika diperlukan.
g. Menguji/mengamati dan mengumpulkan bukti-bukti serta
membuatcatatan-catatan kemajua pelatihan untuk setiap peserta
pelatihan.
h. Mengevaluasi pencapaian kompetensi peserta per individu.

39
Peran seorang pelatih dalam program pembelajaran dan
pengembangan meliputi:
a. Sebagai narasumber, menguasai materi teori dan mampu
mendemonstrasikan materi praktik.
b. Sebagai fasilitator, mampu menjembatani antara peserta dan materi
pelatihan
c. Sebagai pembimbing, mampu menolong peserta pelatihan
mengembangkan rencana-rencana belajar individu atau kelompok,
mendorong cara berfikir kritis dan kemampuan memecahkan persoalan,
memotivasi peserta pelatihan secara perorangan.
d. Sebagai penilai, membuat keputusan mengenai RCC/RPL, menilai capaian
kompetensi perorangan menurut kriteria dan standar yang ditetapkan,
serta mendokumentasikan hasil-hasil penilaian setiap peserta pelatihan.
e. Sebagai mechanism, lebih memfokuskan pada proses pelatihan dan
mampu menggerakkan proses pelatihan.

3. Materi/Modul Pelatihan
Materi yang terangkum dalam modul pelatihan menjadi instrument
yang sangat penting dalam menunjang keefektifan proses pembelajaran
dalam program pelatihan. Beberapa penting yang harus dipersiapkan dalam
penyusunan materi/modul adalah:
a. Konten materi harus sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan.
Kebutuhan peserta pelatihan terlihat pada rumusan tujuan pelatihan.
b. Materi tidak terlalu banyak sehngga peserta pelatihan dapat fokus dan
mudah memahami mengingat keterbatasan peserta. Perlu identifikasi dan
seleksi materi yang menjadi prioritas disesuaikan dengan tujuan pelatihan
dan waktu yang tersedia.
c. Materi yang memungkinkan untuk dilakukan simulasi dan praktik. Dalam
pembelajaran orang dewasa (andragogi), peserta lebih menyukai materi
yang memungkinkan mereka melakukan praktik. Dengan demikian materi
yang diberikan harus bersifat praktis.
4. Tempat Pelaksanaan Pelatihan

40
Konteks tempat pelatihan sangat berkaitan dengan ruangan dengan
berbagai fasilitas pendukung maupun susunan tempat duduk.

a) Ruangan. Agar proses belajar berjalan maksimal dan efektif maka suatu
pelatihan dilakukan di ruang yang memenuhi kriteria ideal:
 Nyaman dan mudah diakses oleh peserta
 Tenang dan bebas dari berbagai gangguan
 Memungkinkan peserta untuk saling berinteraksi, berdiskusi, melakukan
praktik/ simulasi, serta memiliki pandangan yang lapang terhadap trainer
maupun media bantu yang digunakan seperti LCD Minitor dan papan tulis.
 Bebas dari gangguan kebisingan mesin, AC, atau suara lain.
 Warna cat ruangan yang tidak melelahkan mata, misalnya warna putih.
 Struktur ruangan idealnya berbentuk segi empat atau bundar. Struktur
ruangan yang berbentuk persegi panjang akan menyulitkan peserta untuk
saling mendengarkan, melihat monitorm, dan berdiskusi.
 Penerangan yang cukup.
 Kursi yang memiliki sandaran dan mudah dipindahkan dengan mudah.
 Ketinggian ruangan harus cukup sehingga tidak melelahkan peserta.
 Akustik yang jernih dan jelas sehingga tidak menganggu konsentrasi peserta
dan menurunkan motivasi peserta selama pelatihan.

Seringkali pelatihan di luar perusahaan akan lebih efektif dibandingkan


dilaksanakan dalam lingkup perusahaan. Peserta akan lebih berkonsentrasi
mengikuti pelatihan karena tidak diganggu oleh urusan pekerjaan.

b) Susunan Tempat Duduk. Susunan tempat duduk dalam ruangan pelatihan akan
mempengaruhi tipe interaksi antara sesame peserta maupun interaksi antara
trainer dan peserta. Prinsip yang dipegang dalam penataan tempat duduk
adalah bagaimana para peserta dapat saling melihat dan trainer dapat bergerak
bebas ke setiap peserta. Contoh susunan tempat duduk yang ideal adalah U-
Shape dan V-Shape.
5. Jadwal Pelatihan dan Rundown Acara

41
Efektifitas proses belajar dalam pelatihan juga ditentukan oleh waktu
pelaksanaannya. Idealnya pelatihan dilaksanakan pada jam kerja bukan pada
hari libur. Pelatihan yang dilaksanakan pada hari libur akan membuat para
peserta tidak nyaman dan tidak termotivasi meskipun materi dan tempat
pelaksanaan menarik maupun trainernya handal. Pelatihan juga harus
memperhatikan run down/sesi materi. Waktu yang dialokasikan untuk satu
materi dapat berkisar antara 120 – 150 menit. Bila dirasa belum cukup maka
perlu diberikan jeda baik itu coffee break atau ice breaking. Hal-hal yang tidak
luput perhatian adalah jam-jam rawan lelah dan mengantuk atau sesi setelah
makan siang. Pada sesi ini lebih baik disampaikan materi dalam bentuk
metode simulasi, praktik atau diskusi.
METODE PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN

Kesesuaian metode dengan materi pelatihan sangat menentukan keberhasilan


pembelajaran, bahkan dapat membuat peserta pelatihan menjadi nyaman dan mudah
menyerap materi pelatihan. Tidak ada aturan baku yang menegaskan bahwa suatu pelatihan
harus menggunakan metode tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
menentukan metode yang akan dipakai dalam memberikan pelatihan:

1. Pertimbangan Tujuan yang akan Dihasilkan


Tujuan pelatihan seperti apa yang dihasilkan dalam sebuah pelatihan tentu saja
akan berpengaruh pada metode pelatihan yang akan dipilih. Misalnya tujuan pelatihan
agar peserta memahami sebuah teori tertentu maka metode pelatihannya akan berbeda
apabila tujuan pelatihan agar para peserta mampu melakukan sesuatu.
2. Waktu yang Tersedia
Materi pelatihan yang akan disampaikan sebaiknya disesuaikan dengan waktu
yang disediakan untuk pelaksanaan sebuah pelatihan. Waktu yang singkat tentu saja
hanya memerlukan materi pelatihan yang singkat, demikian pula sebaliknya.
3. Karakteristik Peserta
Karakteristik peserta akan mempengaruhi dalam menentukan metode pelatihan
yang sesuai. Peserta pelatihan akan merasa nyaman apabila mengikuti pelatihan yang
dengan karakter yang dimilikinya. Disadari tidak mungkin atau akan sangat sulit metode
pelatihan akan sesuai atau cocok dengan karakteristik semua peserta. Setidaknya dapat

42
dilihat karakteristik secara umum yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Peserta pelatihan
yang memiliki karakter pemikir akan berbeda dengan peserta yang memiliki karakter
bukan pemikir.

Dari berbagai pertimbangan tersebut maka akan memudahkan untuk memilih metode
pelatihan yang tepat.

Teknik pelatihan berbasis kompetensi pada dasarnya dapat dilakukan dengan On The
Job Training (OJT) dan Off The Job Training. On The Job Training didilakukan di tempat
kerja sedangkan Off The Job Training dilakukan di ruang kelas atau di luar tempat kerja.

1) On The Job Training (OJT)


OJT merupakan bagian dari proses pelatihan secara keseluruhan yang
dilaksanakan di tempat kerja dengan focus utama peningkatan dan penguatan
nilai-nilai budaya dan etos kerja di perusahaan/tempat kerja. OJT harus
dilaksanakan di bawah bimbingan seorang pendamping yang berasal dari
perusahaan/tempat kerja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam OJT:
a. Indikator capaian kompetensi yang dispersyaratkan dalam OJT
b. Penetapan pendamping yang berasal dari perusahaan/tempat kerja OJT
c. Penetapan pembimbing dari lembaga pelatihan
d. Monitoring dan evaluasi peserta selama masa OJT
e. Dilaksanakan dalam kurun waktu seperti pada silabus pelatihan
f. Materi pelatihan yang diberikan di perusahaan/tempat kerja
g. Selama OJT harus sesuai dengan kompetensi yang telah diberikan saat
pelatihan
2) Off The Job Training
Off The Job Training merupakan bagian proses pelatihan yang
dilaksanakan di ruang kelasatau tempat lain di luar tempat kerja. Teknik pelatihan
ini dilakukan melalui 3 fase/tahapan:
a. Belajar Indiidu/Mandiri, peserta pelatihan belajar secara indivdu.
b. Belajar Kelompok, memungkinkan peserta pelatihan dapat berpartisipasi
dalam kelompok

43
c. Belajar Terstruktur, belajar di kelas secara formal. Metode ini umumnya
mencakup topik tertentu, ceramah, demonstrasi, tanya jawab, diskusi dan
praktik.
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN

Dalam melaksanakan tahapan proses pembelajaran dan pengembangan hendaknya


mempertimbangkan 3 aspek berikut ini:
1. Tata urutan penyampaian instruktur ditetapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
pengembangan.
2. Kesluruhan modul dan bahan pembelajaran dan pengembangan disampaikan sesuai
dengan sasaran program pembelajaran dan pengembangan.
3. Hasil pembelajaran dan pengembangan didokumentasikan sesuai Prosdur Operasi Standar
organisasi.
Secara khusus dalam penyajian materi sehingga dapat mencapai sasaran program
pembelajaran dan pengembangan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Pastikan entry point untuk memulai proses pelatihan, jelaskan hubungan antara pelatihan
dengan harapan peserta.
2) Penyajian dilakukan secara bertahap (per unit kompetensi).\
3) Sampaikan penjelasan secara sederhana, sistematis, jelas dan masuk akal.
4) Jelaskan perlahan-lahan, sesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta pelatihan. Jelaskan
secara bertahap.
5) Jangan menggunakan kata-kata, istilah atau ucapan yang mungkin sulit dimnegerti oleh
peserta pelatihan.
6) Hindari menjelaskan terlalu banyak hal, yang memungkinkan peserta tidak dapat
memahami.
7) Ciptakan komunikasi dua arah, gunakanlah teknik mendengat aktif (seperti bahasa tubuh
yang positif).
8) Berikan kesempatan kepada setiap peserta untuk berbagi pengalaman, hubungannya
dengan pelatihan yang diikuti.
9) Lakukan identifikasi, bagaimana setiap peserta dapat belajar dengan baik (seperti melalui
diskusi kelompok, praktik, peragaan).
10) Lakukan interaksi kepada peserta yang kurang berpartisipasi (misalnya dengan
pertanyaan yang sederhana).

44
11) Berikan kenyamanan dalam pelatihan terutama bagi peserta yang memiliki kesulitan atau
tantangan dalam pelatihan.
12) Berikan umpan balik positif dengan menjelaskan kesalahan atau perbaikan yang harus
dilakukan.
13) Jika menjelaskan menggunakan tampilan visual maka yakinkan bahwa peserta pelatihan
da[at menahami dan menginterpretasikannya.
14) Jika pelatih mendemostrasikan materi praktik, alur posisi peserta pelatihan dapat
memperhatijan secara jelas.
15) Lakukan demonstrasi secara perlahan-lahan agar semua peserta pelatihan dapat
mengikuti dengan jelas.
16) Pada saat demonstrasi, tenaga pelatih wajin menekankan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam melakukan pekerjaan tersebut.
17) Demonstrasikan secara bertahap, beri kesempatan peserta bertanya.
18) Bila diperlukan, lakukan demonstrasi berulang-ulang untuk satu pekerjaan, sampau
semua peserta pelatihan mengerti.
19) Untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi pelatihan, ajukan pertanyaan
tentang materi pelatihan.
20) Lakukan interaksi dengan industry atau pasar kerja (misalnya menghadirkan narasumber
dari perusahaan).
21) Lakukan pelatihan secara komprehensif dan berkesinambungan.
22) Setiap materi pelatihan atau unit kompetensi harus diselesaikan secara tuntas, sebelum
berpindah ke materi pelatihan atau unit kompetensi yang lain.
23) Berikan kesimpulan sebagai “key point” di setiap akhir sesi pelatihan.

MODUL 6

MELAKUKAN EVALUASI PELAKSANAAN KESELURUHAN PROGRAM


PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN

Bab ini berhubungan dengan proses menyusun dan membuat rekomendasi hasil
evaluasi pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan untuk kurun waktu sesuai
dengan kebutuhan organisasi.
6.1. Rencana perkuliahan:

45
Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1: Menyusun hasil evaluasi pelaksanaan


program pembelajaran dan pengembangan

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan


aktivitas berikut ini:
1.1. Mengumpulkan dokumen hasil evaluasi pelaksanaan
program pembelajaran berdasarkan prosedur operasi
standar organisasi.
1.2. Merangkum hasil pelaksanaan program pembelajaran
dan pengembangan berdasarkan perencanaan awal yang
telah ditetapkan.
1.3. Manyusun hasil pelaksanaan program pembelajaran
dan pengembangan disusun berdasarkan prosedur
operasi

Aktivitas 2: Membuat rekomendasi hasil evaluasi


laporan pelaksanaan program pembelajaran dan
pengembangan secara berkala

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan


aktivitas berikut ini:
2.1 Hasil pelaksanaan program diverifikasi mengacu pada
kalender program yang telah ditetapkan.
2.2 Hasil pelaksanaan program pembelajaran dan
pengembangan dilaporkan berdasarkan prosedur
operasi standar organisasi.
a. Rencana perbaikan program pembelajaran
direkomendasikan berdasarkan hasil pelaksanaan
program pembelajaran dan pengembangan.

Peralatan dan Peralatan


Perlengkapan Alat pengolah kata & data (komputer)
Alat pencetak (printer)
Alat tulis menulis
Perlengkapan
Dokumen hasil evaluasi pelaksanaaan program
pembelajaran dan pengembangan

Peraturan yang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang


diperlukan
Ketenagakerjaan

46
Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Pengetahuan Pengetahuan
dan Visi,misi dan nilai organisasi
Keterampilan Manajemen sumber daya manusia
yang diperlukan Proses pembelajaran dan pengembangan
Metode analisis kebutuhan pelatihan
Metode dan proses evaluasi pelatihan
Ketrampilan
Mengoperasikan komputer
Menganalisis dan meneliti.
Pengolahan dan penyajian data evaluasi
Komunikasi dan presentasi
Menulis laporan dan rekomendasi

Norma dan Norma: Etika Profesi Manajemen SDM


Standar Standar:
1. Kebijakan dan prosedur organisasi
2. Prosedur operasi standar evaluasi dan rekomendasi
pelaksanaan program pembelajaran dan pengembangan

6.2. Deskripsi Singkat

Evaluasi sering disebut sebagai kembar siam dengan perencanaan dimana


tidak akan ada evaluasi yang baik selama tidak ada perencanaan yang baik pula.
Pokok-pokok penilaian dalam evaluasi sepenuhnya mendasarkan pada apa yang
telah ditulis dalam perencanaan sehingga kriteria hasil dari evaluasi menggunakan
standard yang sudah dibuat dalam perencanaan tersebut. Evaluasi merupakan titik
akhir dari episode pelaksanaan kegiatan yang sekaligus juga menjadi pijakan bagi
peembuatan perencanaan yang baru. Evaluasi merupakan sebuah siklus yang terus-
menerus dilakukan untuk perbaikan-perbaikan dari proses pelatihan,
pengembangan dan pembelajaran sebelumnya.

47
Evaluasi dilakukan untuk proes training, pengembangan dan pembelajaran.
Meski ketiga-nya memiliki beberapa persamaan, namun ada pula berbedaan
diantara training dan development sebagai berikut:

Training lebih bbanyak mengarah pada kompetensi yang tertentu sedangkan


development refers to formal education, job experiences, relationships, and
assessments of personalities and abilities that help employees prepare for the future.
Why is employee development important? Employee development is a necessary
component of a company’s efforts to:

– Improve quality

– Retain key employees

– Meet the challenges of global competition and social change.

Learning is a relatively permanent change in human capabilities that is not a result


of growth processes. These capabilities are related to specific learning outcomes.
Beberapa teori pembelajaran bisa dilihat sebagai berikut, di mana berbagai macam
teori tersebut memiliki asumsi-asumsi dan praktik yang berbeda.

48
Siklus evaluasi terlihat dalam bagan berikut ini. Dimulai dari Training Need
Analysis, dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu design and develop,
pelaaksanaan training dan diakhiri dengan proses evaluasi.

Source of figure: Fisher, Schoenfeldt, & Shaw (2003)

Secara terperinci evaluasi training, pengembangan dan pembelajaran dijabarakan


oleh Kirkpatrick sebagai berikut:

49

Hasil dari proses evaluasi adalah pemberian rekomendasi. Proses ini tentu
saja diawali dengan kegiatan teknis, penghitungan statistik, pengeolahan terhadap
data, komparasi, pemberiaan nilai relatif dan absolut serta memperlihatkan
kemajuan, sebelum dan sesudah proses pelatihan, pengembangan dan pembelajaran
berlangsung.

Penggunaan hasil evaluasi adalah untuk beberapa keperluan, diantaranya:

1.      Untuk keperluan laporan pertanggung jawaban kegiatan

2.      Untuk diagnosis di level individu, grup maupun organisasi

3. Untuk keperluan seleksi

3.      Untuk keperluan promosi

4.      Untuk keperluan perencanaan strategis

5.      Untuk keperluan basis data bagi perencanaan berikutnya

50
LAMPIRAN

51
52
6.3. Aspek Kritis yang perlu diperhatikan dalam kompetensi ini adalah:

Ketepatan dalam menyusun hasil evaluasi pelaksanaan program dan membuat


rekomendasi hasil evaluasi laporan pelaksanaan program pembelajaran dan
pengembangan secara berkala.

53
Modul 7

MENANGANI KELUH KESAH PEKERJA DI TINGKAT ORGANISASI

Bab ini menjelaskan tentang kegiatan penyusunan kebijakan dan penanganan keluh
kesah pekerja yang mengganggu produktivitas kerja dengan mengidentifikasikan prosedur
penyusunan kebijakan dan alur penyelesaian keluh kesah pada pekerja di tingkatan organisasi
pada umumnya.

7.1 Rencana perkuliahan:

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1: Mengidentifikasi penyusunan kebijakan dan


prosedur keluh kesah
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini:

6. Identifikasi ketentuan peraturan perundangan yang


berlaku terkait penanganan keluh kesah ketenagakerjaan
untuk menjadi dasar pengembangan prosedur organisasi.

7. Identifikasi dan jelaskan rancangan kebijakan dan


prosedur keluh kesah yang disusun sesuai dengan kebijakan
organisasi.

Aktivitas 2: Mengidentifikasi penerapan prosedur keluh kesah


Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini:

3. Identifikasi penerapan prosedur keluh kesah sesuai dengan


ketentuan yang berlaku di dalam organisasi.

4. Identifikasi berbagai variasi keluh kesah yang biasa


dilaporkan dengan menggunakan prosedur keluh kesah yang
berlaku .

54
Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

5. Identifikasi alternatif penyelesaian keluh kesah yang


direkomendasikan kepada para pihak yang berkepentingan
sesuai dengan tata cara penanganan keluh kesah yang berlaku
di dalam organisasi untuk mendapatkan penyelesaian.

6. Diskusikan berbagai kasus penyelesaian keluh kesah yang


terjadi sesuai dengan penerapan prosedur keluh kesah yang
berlaku.
Peralatan Peralatan
dan Perlengkapan • Alat pengolah kata dan data (laptop)
• Alat tulis menulis
• Alat cetak (printer)
• Jaringan internet

Perlengkapan
• Alat tulis menulis
• Prosedur penanganan keluh kesah

Peraturan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja


yang diperlukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan

Pengetahuan Pengetahuan
dan Keterampilan 6. Teori motivasi dan kepuasan kerja
yang diperlukan 7. Melakukan survei secara tepat guna pada kasus-kasus tentang
penyelesaian keluh kesah
8. Manajemen Sumberdaya Manusia

Keterampilan

5. Melakukan analisis data tentang kasus-kasus penyelesaian keluh


kesah dengan peraturan yang berlaku
6. Membangun relasi dan komunikasi dengan pekerja dan pemangku
keputusan di tingkatan instansi atau lembaga terkait

55
Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Norma dan Norma


Standar
5. Kepatuhan pada peraturan perundangan
6. Keterbukaan informasi dalam organisasi
7. Terjalinnya kepercayaan dalam organisasi
8. Keaktifan berpartisipasi

Standar
 Peraturan perusahaan tentang prosedur penerapan dan
penyelesaian keluh kesah pekerja dalam organisasi yang
sesuai dengan pertauran perundang-undangan yang berlaku.
 Peraturan yang berlaku mengatur dan melindungi
pembentukan serikat pekerja dalam organisasi.
 Prosedur penyusunan, penerapan, dan penyelesaian keluh
kesah pekerja dalam organisasi.

7.2 Deskripsi Singkat

Bagian ini berguna dalam mempelajari sejauhmana penyusunan kebijakan keluh


kesah dibuat sebagai sebuah sistem yang menjaga alur keluh kesah disampaikan dan
diselesaikan secara sistematis. Selanjutnya, setelah memahami kebijakan keluh kesah yang
disusun sesuai dengan peraturan yang berlaku, mahasiswa mulai mempelajari lebih
mendalam penerapan alur penyampaian keluh kesah sampai dengan akhir, dilengkapi dengan
berbagai kasus nyata yang terjadi di dunia bisnis. Berbagai teori motivasi yang terkait dengan
kepuasan kerja beserta aturan pendirian serikat pekerja sebagai wadah yang bertujuan
melindungi hak pekerja dijadikan tambahan informasi yang menguatkan topik ini.

7.2.1 Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Keluh Kesah


Penyusunan kebijakan keluh kesah di tingkatan organisasi didasarkan pada asas
musyawarah dengan berujung pada pembuatan Standard Operating Prosedure (SOP). SOP
tersebut merupakan sistem aturan tentang jalur komunikasi di tingkat organisasi. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 13 Tahun 2013), ada 4 perselisihan

56
yang menimbulkan keluh kesah yaitu:

1. Perselisihan Hak
Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak (yaitu perbedaan penafsiran
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan (PP),
ataupun perjanjian kerja bersama (PKB)).

2. Perselisihan Kepentingan
Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau PP, atau PKB.

3. Perselisihan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)


Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak

4. Perselisihan antar Serikat Pekerja (SP)


Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh
lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan (lihat catatan
tentang UU No. 21 Tahun 2000)

PIMPINAN UNIT

SERIKAT HUMAN RESOURCE DEPARTEMENT


PEKERJA (SP) (HR) HEAD
DEPARTEMENT
HEAD

KARYAWAN

Persamaan Persepsi, Hubungan Pribadi yang Baik, Kebersamaan


57
ALUR KOMUNIKASI
Gambar 7.1

Alur komunikasi saat terjadi perselisihan dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Departement (Dept.) Head setelah menerima keluhan dari karyawan, secara tepat
dan cepat segera menginformasikan pada Human Resource (HR) Dept. Head.
2. HR Dept. Head berkoordinasi dengan Serikat Pekerja, kemudian secara selektif
menyampaikan informasi ke Pimpinan Unit.
3. Dept. Head secara periodik mengadakan pertemuan dengan para staf guna
membahas masalah produksi maupun masalah diluar produksi dan menciptakan
komunikasi yang harmonis di departemen masing-masing.
4. Selalu terjadi komunikasi timbal balik diantara Dept. Head dengan jajaran
dibawahnya serta Serikat Pekerja dengan koordinator di departemen masing-masing.
5. Jika terjadi kebuntuan dalam komunikasi di salah satu departemen dengan jajaran
dibawahnya maka HR Dept. Head beserta Serikat Pekerja membantu menyelesaikan
masalah tersebut.

Mulai

HR Dept. Head Membuat Rancangan

Pembahasan
Dokumen
Tim Dept. Head & SP
Rancangan

Tidak
Tim Dept. Head & SP
Setuju?

Ya

HR Dept. Head Dimintakan


Persetujuan

Selesai

58
ALUR PEMBUATAN KEBIJAKAN KELUH KESAH
Gambar 7.2

7.2.2 Penerapan Prosedur Keluh Kesah


Penerapan prosedur keluh kesah terjadi apabila pekerja mempunyai permasalahan
yang dikeluhkan, maka yang harus dilakukan adalah pekerja datang kepada atasan
langsungnya (immediate leader atau supervisor). Bila pekerja tidak puas maka pekerja dapat
meminta pertimbangan pada atasan dari immediate leader atau supervisor tersebut. Dan
apabila pekerja masih belum puas juga maka pekerja dapat meminta pertimbangan pada HR
Dept. Head yang kemudian akan berkoordinasi dengan Serikat Pekerja. Selanjutnya
keduanya kemudian secara selektif akan menyampaikan informasi pada Pimpinan Unit. Bila
tetap tidak puas maka perselisihan hubungan industrial tersebut wajib diupayakan
penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari
kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari salah satu
pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Jika perundingan bipartit gagal maka
salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa
upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
Oleh karena itu, setiap perundingan yang terjadi harus didokumentasikan dalam
risalah yang ditandatangani oleh para pihak.
Risalah perundingan, diantaranya memuat:
1. Nama lengkap dan alamat para pihak.
2. Tanggal dan tempat perundingan.
3. Pokok masalah atau alasan perselisihan.
4. Pendapat para pihak.
5. Kesimpulan atau hasil perundingan.
6. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
Kemudian, Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan atau
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) setempat tersebut wajib menawarkan kepada para
pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Jika salah
satunya dipilih dan tidak tercapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke

59
Pengadilan Hubungnan Industrial (PHI). Jika keduanya tidak dipilih, Depnaker melimpahkan
penyelesaian kepada mediator. Mediator ini bertugas melakukan mediasi serta mempunyai
kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada pihak yang berselisih. Mediator adalah
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat oleh Menteri Ketenagakerjaan untuk menangani
dan menyelesaikan keempat jenis perselisihan dengan wilayah kewenangan pada
Kabupaten/Kota.
Mulai Mulai

Keluhan Pekerja

Keluhan Pekerja
Proses Keluhan
Pekerja

Ya
Proses Keluhan
Pekerja Puas? Selesai

Tidak

Proses Keluhan dari Ya


Atasan ke Atasan

Puas? selesai
Ya
Puas?
Tidak
Tidak
Proses Keluhan dari
Atasan ke Atasan BIPARTITE

Ya
Ya
Sepakat
Puas?
Tidak

PENGADILAN HUBUNGAN
Tidak
INDUSTRIAL (PHI)

BIPARTITE Selesai

Ya

Sepakat

Tidak

PENGADILAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL (PHI)

60

Selesai
ALUR PENANGANAN KELUH KESAH
Gambar 7.3

Arbitrase adalah teknik hukum untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan,


dimana para pihak yang bersengketa merujuk ke satu atau lebih orang, yang dengan
keputusannya para pihak yang bersengketa akan setuju untuk terikat. Arbiter bukan PNS
tetapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh Menteri. Mempunyai
wilayah kewenangan secara nasional, namun tidak berhak menangani Perselisihan Hak dan
Perselisihan PHK tetapi berhak menangani Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan antar
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Konsiliasi adalah proses dimana para pihak yang bersengketa setuju untuk
memanfaatkan jasa seorang konsiliator, yang kemudian bertemu dengan pihak-pihak secara
terpisah dalam upaya untuk menyelesaikan perbedaan mereka. Konsiliasi berbeda dari
arbitrase dalam prosesnya, konsiliator biasanya tidak memiliki kewenangan untuk mencari
bukti atau memanggil saksi-saksi. Hanya menulis keputusan akhir proses konsiliasi.
Konsiliator bukan PNS, tapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh
Menteri, dan mempunyai kewenangan yang sama dengan Mediator. Akan tetapi jenis
perselisihan yang dapat ditanganinya hanya Perselisihan Kepentingan, Perselisihan PHK, dan
Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.

Yang dapat menjadi pihak dalam PHI adalah buruh/pekerja atau serikat pekerja
dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. Hampir mirip dengan hukum acara perdata,
hanya saja dalam PHI lebih ditegaskan lagi bahwa serikat pekerja/serikat buruh dan
organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di PHI mewakili
anggotanya.

PHI tidak terdapat di semua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Hanya terdapat
di ibukota propinsi dengan cakupan kerja pada wilayah propinsi tersebut. Di beberapa
wilayah kabupaten kota yang padat industri biasanya terdapat PHI tersendiri untuk wilayah
kabupaten/kota. Di Semarang PHI ada di Jalan Siliwangi No. 512. Jika dalam hukum pidana

61
berlaku prinsip “tempat kejadian perkara”, dalam hukum perdata yang dijadikan
pertimbangan adalah “tempat tinggal tergugat”. Maka dalam PHI, pengadilan yang
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan adalah PHI pada Pengadilan Negeri (PN)
yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (pekerja/buruh atau perusahaan).

Putusan PHI pada PN mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar


serikat pekerja dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Sedangkan
putusan PHI pada PN mengenai perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja dapat
diajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA).

KONSILIASI Kepentingan, SP

Kepentingan,
GAGAL
PHK, SP
>30 HARI DIPILIH TAPI GAGAL PHI

PERUNDINGAN DEPNAKER Hak, SP MA


BIPARTIT ATAU

MEDIASI
TIDAK DIPILIH
Kepentingan, PHK
Hak, Kepentingan, PHK,
SP

ARBITRASE

ALUR PERUNDINGAN BIPARTIT SAMPAI DENGAN MAHKAMAH


AGUNG
Gambar 7.4
7.3 Hal-hal yang Terkait dengan Penanganan KeluhKesah

7.3.1 Peraturan Perundang-undangan tentang Serikat Pekerja

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 mengatur tentang Serikat Pekerja,


diantaranya adalah bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya
10 orang pekerja/buruh.

Setiap serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Anggaran dasar tersebut sekurang-kurangnya harus memuat

62
1. Nama dan lambang

2. Asas negara, asas, dan tujuan

3. Tanggal pendirian

4. Tempat kedudukan

5. Keanggotaan dan kepengurusan

6. Sumber dan pertanggungjawaban keuangan, dan

7. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga

7.3.2 Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja

Ada banyak macam teori motivasi, diantaranya yang paling banyak mewakili dalam
dunia kerja adalah Equity Theory. Teori ini dikembangkan oleh John Stacey Adams (1963,
1965). Dasar dari Equity Theory adalah perbandingan sosial dan persepsi individu, ada tiga
asumsi di dalamnya, yaitu:

1. Individu berkeyakinan bahwa kontribusi mereka akan dibalas dengan imbalan atau
reward yang adil.
2. Individu cenderung membandingkan rasio output/input dirinya dengan rasio
output/input orang lain.
3. Bila individu merasa rasionya tidak equitable dengan orang lain, maka ia akan
melakukan upaya agar rasio tersebut equitable.

Lima komponen dalam Equity Theory, yaitu:

1. Input (masukan) atau I, antara lain: pendidikan, pengalaman, keterampilan.


2. Output (luaran) atau O, yaitu imbalan/hukuman yang diterima individu dalam
melakukan pekerjaan.
3. Pembanding (referent other), yaitu seseorang yang dijadikan pembanding dalam
rasio O/I.
4. Evaluasi terhadap keadilan (equity evaluation), yaitu proses pembandingan
seseorang merasakan underreward/overreward.
5. Reaksi terhadap keadilan (inequity reactions), yaitu usaha untuk mengembalikan
kesadaran menjadi adil.

Konsep dasar pada Equity Theory adalah:

63
1. Adil adalah jika rasio O/I sama antar semua individu
2. Tidak adil adalah jika rasio O/I menyimpang dari O/I referent.
3. Overreward adalah keadaan individu merasa bersalah dan kemudian memiliki
kecenderungan berupaya untuk meningkatkan kinerja.
4. Underreward adalah keadaan individu termotivasi untuk mengembalikan keadaan
agar menjadi adil. Individu mengatasi ketidakadilan dengan mengurangi kinerja
(output), mengurangi input, mengubah referensi yang menjadi pembanding, atau
juga menarik diri dari situasi.

= equity

< underreward anger


Motivate to
restore the equity

Motivate to
> overreward guilty release the
equity

Keterangan:
i = individu
ro = referent others (individu pembanding)

EQUITY THEORY
Gambar 7.5

64
Modul 8

MELAKSANAKAN PEMENUHAN HAK-HAK NORMATIF PEKERJA

Bab ini bertujuan menggambarkan kegiatan

melaksanakan pemenuhan hak-hak normatif pekerja guna memastikan kepatuhan


organisasi pada peraturan perundang- undangan.
Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)
Kegiatan Aktivitas 1 : Melakukan analisis kesenjangan antara hak
normatif pekerja secara hukum dan praktek yang terjadi di
organisasi
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
8. Mengumpulkan ketentuan yang berkaitan dengan perundang-
undangan ketenagakerjaan untuk digunakan sebagai referensi
dalam penyusunan kebijakan organisasi yang mengatur
tentang pemenuhan hak-hak normatif pekerja.
9. Mengidentifikasi hak normatif pekerja sesuai ketentuan
peraturan perundangan.
10. Mengumpulkan informasi tentang penyebab terjadinya
keluhan dan perselisihan hak dari berbagai kasus yang terjadi
sesuai dengan tatacara dan kebijakan yang berlaku.

Aktivitas 2 : Mengembangkan kebijakan organisasi tentang hak


normatif berdasarkan ketentuan perundang-undangan secara
taat azas

65
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
7. Memadukan dan menganalisis berbagai alternatif solusi
berdasarkan kesesuaian dengan ketentuan perundangan.
8. Menyusun kebijakan pemberian hak-hak normatif pekerja
sebagai upaya kepatuhan organisasi pada peraturan
perundangan.
9. Melaksanakan hak-hak normatif pekerja sesuai ketentuan
yang berlaku.

Peralatan Peralatan
dan perlengkapan
• Alat pengolah kata dan data (komputer)

• Alat cetak (printer)

• Korespondensi elektronik (email)

• Jaringan internet
Perlengkapan

• Alat tulis menulis

• Alat komunikasi

Peraturan
yang diperlukan  Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan

 Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional

 Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1981 Tentang


Perlindungan Upah

 Keputusan Menakertrans Nomor KEP.102/MEN/VI/2004


Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur

 Peraturan dan Keputusan Menakertrans tentang


Pengupahan

 Peraturan dan Keputusan Menakertrans tentang Waktu


Kerja dan Waktu Istirahat

Pengetahuan Pengetahuan
dan keterampilan 9. Hak-hak normatif pekerjasesuai ketentuan perundang-
yang diperlukan undangan

66
Keterampilan
7. Menganalisis potensi dan merekomendasikan tindakan
perbaikan
8. Komunikasi dengan para pemangku kepentingan

Norma dan Norma


standar
9. Keadilan bagi pekerja
10. Kepatuhan pada ketentuan perundangan
11. Hak dan kewajiban pekerja
12. Kebijakan organisasi

Standar
 Produktivitas
 Taat azas ketentuan peraturan perundangan
 Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama

1. Pendahuluan

Memenuhi hak normatif atau mendasar dari karyawan merupakan hal yang penting
dilakukan oleh perusahaan. Pertama, pemenuhan hak-hak normatif karyawan merupakan
bentuk ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan, karena beberapa bentuk
hak normatif di Indonesia memang dijamin lewat peraturan perundang-undangan. Komponen
hak normatif pekerja berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku adalah:

1. Hak atas penghasilan yang layak (UU 13/2003 dan PP 78/2015)


2. Hak atas upah lembur (UU 13/2003 dan Kepmenakertrans 102/2004)
3. Hak atas hari libur (UU 13/2003)
4. Hak atas keselamatan dan kesehatan (UU 13/2003)
5. Hak atas izin dispensasi (UU 13/2003)
6. Hak atas cuti tahunan atau istirahat tahunan (UU 13/2003)

67
7. Hak atas cuti melahirkan, untuk pekerja wanita (UU 13/2003)
8. Hak untuk berorganisasi dalam serikat pekerja (UU 13/2003)
9. Hak untuk menjalankan ibadah keagamaan (menunaikan ibadah haji) (UU 13/2003)
10. Hak atas THR keagamaan (UU 13/2003)
11. Hak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU 13/2003)
12. Hak atas pesangon (UU 13/2003)

Kedua, pemenuhan hak-hak normatif karyawan juga dipercaya dapat mencegah


ketidakpuasan kerja karyawan, sebagaimana teori dua faktor yang dikemukakan Frederick
Herzberg. Teori dua faktor Herzberg dalam Robbins dan Coulter (2015) menyatakan bahwa
ada dua kelompok faktor yang bisa berpengaruh pada sikap karyawan. Kelompok faktor
pertama yakni hygiene, yang terdiri dari faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kebijakan perusahaan
2. Supervisi
3. Hubungan dengan supervisor
4. Kondisi kerja
5. Upah
6. Hubungan dengan rekan kerja
7. Hubungan dengan bawahan
8. Status
9. Kehidupan personal
10. Keamanan

Sementara itu, kelompok faktor kedua disebut motivators, yang terdiri dari faktor-
faktor sebagai berikut:

1. Pencapaian
2. Pengakuan
3. Pekerjaan
4. Tanggung jawab
5. Kemajuan
6. Pertumbuhan

Menurut Herzberg, ketika faktor-faktor yang ada dalam kelompok hygiene tidak
dipenuhi, maka karyawan akan mengalami ketidakpuasan kerja. Namun demikian, ketika

68
faktor-faktor hygiene dipenuhi, tidak serta merta karyawan akan termotivasi. Untuk dapat
memotivasi karyawan, menurut Herzberg dalam Robbins dan Coulter (2015), manajemen
perlu meningkatkan kualitas faktor-faktor yang ada dalam kelompok motivators.

Beberapa faktor dalam kelompok hygiene seperti upah, kondisi kerja, kebijakan
perusahaan, dan keamaan sejalan dengan konsep hak normatif karyawan yang diatur di
Indonesia. Oleh karena itu, sekali lagi, penting untuk memenuhi hak-hak normatif karyawa,
karena dapat mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja sendiri menurut
Dessler (2015) pada titik yang paling ekstrim dapat berakibat pada turnover. Konsekuensi
lain yang mungkin muncul adalah absenteeism dan penarikan diri secara psikologis.

2. Hak atas Penghasilan yang Layak

Berdasarkan Pasal 88 ayat (1) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan


bahwa “ Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Menurut Pasal 4 PP 78/2015, yang dimaksud penghasilan yang
layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya
sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar.
Secara umum, penghasilan pekerja/buruh dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yakni
upah dan non upah.

Upah yang diterima pekerja dapat terdiri dari: upah tanpa tunjangan; upah pokok dan
tunjangan; atau upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. Dalam hal upah yang
diterima adalah upah pokok dan tunjangan atau upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan
tidak tetap, maka sebesar minimal 75% diantaranya harus berupa upah pokok. Adapun
penghasilan non upah yang dapat diterima pekerja bisa berupa: tunjangan keagamaan; bonus;
uang pengganti fasilitas kerja; dan uang service tertentu. Tunjangan keagamaan wajib
diberikan kepada pekerja 7 hari sebelum hari H keagamaan, sedangkan bonus harus diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB).
Gambar 1 menunjukkan bentuk penghasilan yang dapat diterima pekerja.

69
Upah tanpa tunjangan

Upah Upah pokok & tunjangan Upah pokok 75%

Upah pokok, tunjangan


tetap, & tunjangan tidak Upah pokok 75%
tetap
Penghasilan
Diatur dalam perjanjian
kerja, PP, atau PKB

Tunjangan keagamaan wajib diberikan 7 hari


sebelum hari H

Diatur dalam
Non upah Bonus perjanjian kerja, PP,
atau PKB

Uang pengganti fasilitas


kerja

Uang service tertentu

Gambar 1.

Bentuk Penghasilan yang Dapat Diterima Pekerja

Pasal 11 PP 78/2015 juga mengatur bahwa setiap pekerja juga berhak memperoleh
penghasilan yang sama. Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan hasil. Berdasarkan
satuan waktu, pekerja dapat menerima penghasilan yang ditetapkan harian, mingguan, atau
bulanan. Dalam hal penghasilan dibayarkan berdasarkan satuan hasil, maka penetapannya
disesuaikan dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati. Gambaran lebih rinci mengenai
ketentuan penghasilan yang sama dapat dilihat pada Gambar 2.

70
Harian 6 hari/minggu => upah
sebulan dibagi 25
Ditetapkan harian, Harian 5 hari/minggu => upah
mingguan, atau bulanan sebulan dibagi 21
Berdasarkan satuan
waktu
Berpedoman pada struktur
Wajib disusun pengusaha
dan skala upah

Wajib diberitahukan kepada


seluruh pekerja
Penghasilan Wajib dilampirkan saat
yang sama pengesahan dan pembaruan
PP
wajib dilampirkan saat
pendaftaran, perpanjangan,
dan pembaruan PKB

Ditetapkan sesuai dengan Dilakukan pengusaha


hasil pekerjaan yang telah berdasarkan kesepakan
disepakati antara pekerja/buruh dengan
pengusaha
Berdasarkan satuan
hasil
Upah sebulan => rata-rata 3
bulan terakhir yang diterima
pekerja/buruh

71
Gambar 2.

Konsep Penghasilan yang Sama

PP 78/2015 juga mengatur tentang tata cara pembayaran upah yang dimuat mulai pasal
17 sampai 22. Secara prinsip, pengusaha wajib membayarkan upah. Pengusaha wajib
memberikan bukti pembayaran Upah yang memuat rincian Upah yang diterima oleh
Pekerja/Buruh pada saat Upah dibayarkan. Upah dapat dibayarkan kepada pihak ketiga
dengan surat kuasa dari Pekerja/Buruh yang bersangkutan. . Gambaran lebih rinci mengenai
ketentuan penghasilan yang sama dapat dilihat pada Gambar 3.

Wajib dibayarkan pengusaha

Wajib memberi bukti pembayaran Memuat rincian upah

Dapat dibayarkan kepada pihak Surat kuasa hanya berlaku untuk 1 kali
ketiga atas kuasa pekerja pembayaran
Cara pembayaran upah
Tanggal pembayaran disepakati dituangkan
Wajib membayarkan tepat waktu
pada Perjanjian Kerja, PP, atau PKB

Jangka waktu pembayaran paling


cepat 1x seminggu, paling lambat
1x sebulan
72
Gambar 3.

Cara Pembayaran Upah

3. Hak atas Upah Lembur

Menurut Pasal 1(1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


(Kepmenakertrans) RI No 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja
Lembur, yang dimaksud dengan waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7
(tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam
1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk
5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan
atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah. Masih menurut waktu kerja lembur
Kepmenakertrans RI No 102/MEN/VI/2004 Pasal 3, waktu kerja lembur paling lama adalah 3
jam sehari dan 14 jam seminggu, tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu
istirahat mingguan atau hari libur resmi.

Bagi pekerja yang masuk dalam golongan jabatan tertentu seperti pemikir, perencana,
pelaksana, dan pengendali jalannya perusahaan, tidak berhak atas upah lembur (Pasal 4
Kepmenakertrans RI No 102/MEN/VI/2004). Untuk melakukan kerja lembur harus ada
perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan
(Pasal 6 Kepmenakertrans RI No 102/MEN/VI/2004). Lebih jauh, Pasal 7 Kepmenakertrans
RI No 102/MEN/VI/2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban: (1) membayar upah kerja lembur;
(2) memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya; dan (3) memberikan makanan dan

73
minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga)
jam atau lebih.

Dalam memberikan upah lembur, penghitungan didasarkan pada upah bulanan, dimana
upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan (Pasal 8 Kepmenakertrans RI No
102/MEN/VI/2004). Dalam hal upah pekerja dibayar secara harian, maka penghitungan
besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (bagi yang bekerja 6 hari/minggu) dan
dikalikan 21 (bagi yang bekerja 5 hari/minggu). Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar
berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan
terakhi, dan jika pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka upah sebulan
dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih
rendah dari upah minimum setempat (Pasal 9 Kepmenakertrans RI No 102/MEN/VI/2004).
Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah
lembur adalah 100% (seratus perseratus) dari upah, sedangkan jika upah terdiri dari upah
pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap
lebih kecil dari 75% (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan
upah lembur 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah (Pasal 10
Kepmenakertrans RI No 102/MEN/VI/2004).

Berikut merupakan cara penghitungan upah kerja lembur sebagaimana diatur dalam
Pasal 11 Kepmenakertrans RI No 102/MEN/VI/2004.

1. apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja:


a. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali
upah sejam;
b. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah
sejam.
2. apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi
untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka:
a. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah
sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan
dan kesepuluh 4 (empat) kali upah sejam;
b. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5
(lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah
sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.

74
3. apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi
untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka
perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah
sejam, jam kesembilan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4
(empat) kali upah sejam

4. Hak atas Hari Libur

Hak atas hari libur bagi pekerja atau buruh diatur dalam Pasal 85 UU 13/2003 yang
poin-poinnnya adalah sebagai berikut:

1. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.


2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi
apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-
menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur
resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
5. Hak atas Keselamatan dan Kesehatan

Hak atas keselamatan dan kesehatan bagi pekerja atau buruh diatur dalam Pasal 86
UU 13/2003 yang poin-poinnnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :


a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Hak atas keselamatan dan kesehatan bagi pekerja atau buruh juga dijadikan sebagai
pertimbangan dalam UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja, yang poin-poinnnya adalah
sebagai berikut:

75
1. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas
Nasional;
2. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya;
3. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
efisien;
4. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-
norma perlindungan kerja.

Adapun syarat-syarat keselamatan kerja menurut Pasal 3 UU 1/1970 adalah sebagai


berikut:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;


2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3. Mencegah dan mengurangi bahaja peledakan;
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan;
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. Menyelenggarakan suhu dan lembah udara yang baik;
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan proses
kerjanya;
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;

76
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
6. Hak atas Izin Dispensasi

Hak atas izin dispensasi didiskusikan di UU 13/2003 di beberapa pasal. Pasal 81


mengatur bahwa pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada
waktu haid. Pasal 82 mengatur bahwa: (1) pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu
setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan; dan
(2) pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan. Sementara itu, pasal 83 mengatur bahwa pekerja/buruh perempuan yang anaknya
masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu
harus dilakukan selama waktu kerja.

Di dalam pasal 84, diberikan catatan bahwa setiap pekerja/buruh yang menggunakan
hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 berhak mendapat upah penuh.
Selain itu, Pasal 93 (2) mengatur bahwa ada beberapa kondisi yang mengharuskan pengusaha
tetap membayar upah meskipun pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Kondisi-kondisi
tersebut ialah sebagai berikut:

1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;


2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga
tidak dapat melakukan pekerjaan;
3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan,
suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga
dalam satu rumah meninggal dunia;
4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban
terhadap negara;
5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang
diperintahkan agamanya;

77
6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya
dapat dihindari pengusaha;
7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Dalam hal pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a,
ketentuan upah yang dibayarkan adalah sebagai berikut:

1. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
2. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
3. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
4. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

Adapun dalam hal pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c, ketentuan upah yang dibayarkan adalah sebagai berikut:

1. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;


2. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
3. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
4. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
5. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
6. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari; dan
7. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
7. Hak atas Cuti Tahunan

Sebagaimana diatur dalam Pasal 79 (1) UU 13/2003, pengusaha wajib memberikan


waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Cuti tahunan seperti diatur dalam Pasal 79 (2)
huruf (c) adalah sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Pasal 84 UU 13/2003
memberikan catatan bahwa pekerja yang mengambil cuti tahunan tetap berhak mendapat
upah penuh.

78
8. Hak atas Cuti Melahirkan

Pekerja atau buruh yang melahirkan dan mengalami keguguran juga berhak
mendapatkan cuti. Hal ini diatur dalam Pasal 82 UU 13/2003. Disebutkan dalam pasal 82,
pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan. Lebih lanjut, pekerja/buruh perempuan yang
mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Pasal 84 UU 13/2003
memberikan catatan bahwa pekerja yang mengambil cuti melahirkan dan keguguran tetap
berhak mendapat upah penuh.

9. Hak untuk Berorganisasi

Hak pekerja atau buruh untuk berorganisasi dijamin oleh UU 13/2003. Seperti
disebutkan dalam Pasal 104 UU 13/2003, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Lebih detail di dalam Pasal 5 UU 21/2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disebutkan bahwa setiap serikat pekerja/serikat
buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Sementara itu di Pasal 4 UU 21/2000 disebutkan bahwa serikat pekerja/serikat buruh,


federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan,
pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi
pekerja/serikat dan keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut, serikat pekerja/ serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi
sebagai berikut:

1. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian


perselisihan industrial;
2. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
3. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya;

79
5. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di
perusahaan
10. Hak untuk Menjalankan Ibadah Keagamaan

Pekerja/buruh dijamin haknya untuk menjalankan ibadah keagamaan. Perlindungan


hak tersebut diatur dalam Pasal 80 UU 13/2003. Di Pasal 80 tersebut dijelaskan bahwa
pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Pasal 84 UU 13/2003 memberikan
catatan bahwa pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat untuk menjalankan ibadah
keagamaan tetap berhak mendapat upah penuh.

11. Hak atas THR Keagamaan

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI No 6/2016 tentang Tunjangan


Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan menjelaskan bahwa yang
dimaksud THR keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh
Pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan. Adapun
hari raya keagamaan adalah hari raya idul fitri bagi yang beragama Islam, hari raya natal bagi
yang beragama Kristen Katolik dan Kristen Protestan, hari raya nyepi bagi yang beragama
Hindu, hari raya waisak bagi yang beragama Budha, dan hari raya imlek bagi yang beragama
Konghucu.

Di dalam Pasal 2 Permenaker RI No 6/2016, disebutkan bahwa pengusaha wajib


memberikan THR keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1
bulan secara terus menerus atau lebih dan diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai
hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Diatur dalam Pasal 3 Permenaker RI No 6/2016, dalam hal pekerja/buruh telah bekerja
12 bulan terus menerus, maka THR Keagamaan yang diberikan adalah sebesar 1 bulan upah.
Adapun upah 1 bulan yang dimaksud terdiri atas komponen upah bersih atau upah pokok dan
tunjangan tetap. Jika pekerja mempunyai masa kerja lebih dari sebulan namun kurang dari 12
bulan, maka THR keagamaan diberikan secara proporsional dengan perhitungan sebagai
berikut:

80
masa kerja
×1 bulan upah
12

Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1
bulan dihitung sebagai berikut (Pasal 3 Permenaker RI No 6/2016):

1. pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan
dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari
raya keagamaan.
2. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung
berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Namun demikian, di dalam Pasa 4 Permenaker RI No 6/2016 diberikan catatan bahwa


apabila penetapan nilai THR keagamaan berdasarkan Perjanjian Kerja, PKB, PP, atau
kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 3, maka THR keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan
Perjanjian Kerja, PKB, PP, atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Waktu pemberian THR Keagamaan secara spesifik diatur dalam Pasal 5. Disebutkan
dalam Pasal 5 bahwa THR keagamaan diberikan 1 kali dalam setahun dan wajib dibayarkan
oleh Pengusaha paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pengusaha yang
terlambat membayar THR keagamaan dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus
dibayarkan dan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap
membayar THR (Pasal 10 Permenaker RI No 6/2016).

12. Hak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja


UU 13/2003 dalam Pasal 99 mengamanatkan bahwa setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga
kerja sebagaimana dimaksud tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Berikut merupakan beberapa peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja.
1. UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial
2. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
3. UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
4. UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
5. PP 14/1993 tentang Penyelenggaraan Program jaminan Sosial Tenaga Kerja

81
6. PP 84/2013 tentang Perubahan PP 14/1993 tentang Penyelenggaraan Program jaminan
Sosial Tenaga Kerja
7. PP 53/2012 tentang Perubahan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
8. PP 85/2013 tentang Tata Cara Hubungan antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
9. PP 86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
10. PP 99/2013 tentang Pengelolaan Asset Jamsostek
11. Perpres 108/2013 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Jaminan Sosial
12. Perpres 109/2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jamsostek
13. Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan
14. Perpres 111/2013 tentang Perubahan PP 12/2013 tentang Jamsostek
15. Perpres 108 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Jamsostek
13. Hak atas Uang Pesangon

UU 13/2003 dalam Pasal 151 sebenarnya mengamanatkan bahwa Pengusaha,


pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Namun dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (Pasal 156 (1)
UU 13/2003.

Penghitungan uang pesangon seperti diatur dalam Pasal 156 (2) UU 13/2003 adalah
sebagai berikut:

1. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;


2. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
3. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
4. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
upah;
5. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
upah;
6. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan
upah;
7. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan
upah.

82
8. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;
9. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Sementara perhitungan uang penghargaan masa kerja seperti diatur dalam Pasal 156 (3)
UU 13/2003 adalah sebagai berikut:

1. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
2. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
3. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat)
bulan upah;
4. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5
(lima) bulan upah;
5. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
(enam) bulan upah;
6. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
7. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;
8. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Adapun perhitungan uang penggantian hak seperti diatur dalam Pasal 156 (4) UU
13/2003 adalah sebagai berikut:

1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;


2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
3. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
14. Tugas Mahasiswa

83
Mahasiswa diminta untuk meninjau sebuah peraturan perusahaan dan diminta
menganalisis hak-hak normatif yang belum dipenuhi atau tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tugas dilakukan secara berkelompok dimana jumlah anggota per
kelompok ditentukan oleh dosen. Beberapa atau semua kelompok kemudian diminta
mempresentasikan hasil pekerjaannya di kelas, dan kelompok lain memberikan komentar dan
pandangannya.

File peraturan perusahaan yang direview dapat diunduh pada link berikut ini:

http://bit.ly/37ericH

84
85
MODUL 9
MELAKSANAKAN HUBUNGAN KERJA SECARA LANGSUNG DENGAN
PEKERJA

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)
Kegiatan Aktivitas 1 : Melakukan analisis pelaksanaan hubungan
kerja secara langsung dengan pekerja
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
11. Mengumpulkan ketentuan yang berkaitan dengan perundang-
undangan ketenagakerjaan untuk digunakan sebagai referensi
dalam penyusunan kebijakan organisasi yang mengatur
tentang pemenuhan hak-hak normatif pekerja.
12. Mengidentifikasi pelaksanaan hubungan kerja secara
langsung dengan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
13. Mengumpulkan informasi terkait dengan pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, Pekerja Harian Lepas, Pekerja Satuan Hasil
dan Pemberian Jasa-jasa Tertentu sesuai peraturan
perundangan dan Kebutuhan Organisasi.

Aktivitas 2 : Melakukan hubungan kerja dengan pihak ketiga

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan aktivitas


berikut ini :
1. Menyusun standar kebijakan operasional mengenai norma
dan alur kerja sesuai dengan ketentuan perundangan dan
kebijakan organisasi.
2. Menyusun syarat dan ketentuan pelaporan pemborongan
pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja sesuai
ketentuan perundangan.
3. Menyusun kontrak kerja sama pemborongan pekerjaan
berdasarkan kebutuhan organisasi dengan mengacu pada
ketentuan perundangan.
4. Menyusun kontrak kerja sama penyedia jasa tenaga kerja
berdasarkan kebutuhan organisasi dengan mengacu pada
ketentuan perundangan.
5. Melakukan audit implementasi kerjasama dengan pihak
ketiga dilakukan untuk memastikan kepatuhan
pelaksanaannya sesuai ketentuan perundangan.
Peralatan Peralatan
dan perlengkapan

86
• Alat pengolah kata dan data (komputer)

• Alat cetak (printer)

• Korespondensi elektronik (email)

• Jaringan internet
Perlengkapan

• Alat tulis menulis

• Alat komunikasi

Peraturan 3.1 Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


yang diperlukan Ketenagakerjaan
3.2 Buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) tentang Perikatan
3.3 Pasal 1603 hurup o Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
3.4 KEMENAKERTRANS RI Nomor: KEP-100/MEN/VI/2004
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu
3.5 Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 27/PUU-IX/2011
Tentang Outsourcing Pekerjaan
3.6 PERMENAKERTRANS Nomor 19 Tahun 2012 tentang
Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Organisasi Lain
3.7 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia No SE.04/Men/VIII/2013 Tahun 2013
Tanggal 26 Agustus 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada
Organisasi Lain
3.8 Surat Edaran Dirjen PHIJSK Nomor .31/PHIJSK/I/2012
Tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No
27/PUU-IX/2011
Pengetahuan Pengetahuan
dan keterampilan Penguasaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
yang diperlukan Penguasaan ketentuan hukum yang berlaku
Alur kerja
Prosedur operasional standar

Keterampilan
Analisis kebutuhan hubungan kerja
Penyusunan naskah perjanjian kerja
Pengawasan dalam melaksanakan hubungan kerja
Norma dan Norma
standar
87
 Kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan
 Keadilan dalam pelaksanaan
 Dampak sosial alih daya pekerjaan
 Kemitraan yang harmonis

Standar
 Etika dalam pelaksanaannya
 Taat azas ketentuan peraturan perundangan
 Taat periode sesuai peraturan perundangan

1. Pendahuluan
Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-undang No.13 Tahun 2003, hubungan kerja didefinisikan
sebagai “Hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.

Hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan adanya kesepakatan antara pekerja dengan buruh,
yaitu terdapat

 Kesanggupan bekerja dari pekerja;


 Sedia membayar upah dari pengusaha;
 Melaksanakan pekerjaan tertentu

Apabila dirinci lebih lanjut, maka didalam hubungan kerja terdapat unsur:

 Adanya pekerjaan (1601a KUHPdt dan 341 KUHD)


 Adanya upah (1603p KUHPdt)
 Adanya perintah orang lain (1603b KUHPdt)
 Adanya batasan waktu tertentu, dikarenakan tidak ada hubungan kerja yang
berlangsung terus menerus

2. Perjanjian Kerja
Perjanjian Kerja menurut 1601a KUHPdt:
Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh,
mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu,
majikan dengan upah selama waktu yang tertentu

88
Tentunya, perjanjian kerja berfungsi sebagai upaya peningkatan kualitas pelaksanaan
hubungan kerja guna mewujudkan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha di
perusahaan.

Tujuan Perjanjian Kerja


1. Memberikan kepastian hak dan kewajiban dalam hubungan kerja;
2. Untuk mengetahui status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Manfaat Perjanjian Kerja


Terdapatnya ketenangan kerja dan ketenangan berusaha, Meningkatkan produktivitas
perusahaan dan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya

3. Bagaimana Perjanjian Kerja Dibuat?

Perjanjian Kerja antara pengusaha dengan pekerja /buruh dalam perusahaan dapat dibuat
secara tertulis atau lisan.
Setiap Perjanjian Kerja yang dipersyaratkan dibuat secara tertulis harus dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Syarat kontrak kerja:


1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kemampuan dalam melakukan perbuatan hukum;

89
3. Adanya pekerjaan yg diperjanjikan;
4. Pekerjaan yg diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Catatan:
1. ‘kesepakatan’: pernyataan kehendak yang paling utama
2. ‘pekerjaan’: menentukan jenis hubungan kerja (Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu / PKWT atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu / PKWTT)

4. Apa saja yang harus tertera dalam Materi Perjanjian Kerja?


1. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh
3. Jabatan atau Jenis Pekerjaan
4. Tempat pekerjaan
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja dibuat.
8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
*Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, pengusaha dapat
mensyaratkan masa percobaan 3 bulan dan pengusaha dilarang
membayar upah di bawah upah minimum

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat dibuat tertulis atau lisan.
 lisan: pengusaha membuat surat pengangkatan,
 apabila pengusaha tidak membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh:
pasal 188 UU No.13 Tahun 2003: sanksi pidana paling sedikit 5.000.000 (lima juta
rupiah) dan paling banyak 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)

5. Asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja


 Para pihak dapat dengan bebas menentukan isi perjanjian kerja asalkan tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
 Acuan:
 Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dengan memperhatikan Pasal
1320, Pasal 1335, dan Pasal 1337 KUH Perdata.
 Pembatasan asas kebebasan berkontrak dalam UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan adalah pembatasan formil dan
materiil.
 Pembatasan formil Pasal 54 ayat (1) dan (3), serta Pasal 57 UU No.
13 Tahun 2003,
90
 pembatasan materiil; Pasal 54 ayat (2), Pasal 127 dan Pasal 128 UU
No. 13 Tahun 2003.

6. PERJANJIAN KERJA
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh untuk melakukan kerja waktu
tak tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Perjanjian antara pengusaha dengan pekerja/buruh yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Syarat sah perjanjian kerja waktu tertentu:

 pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;


 pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
dan paling lama 3 (tiga) tahun;
 pekerjaan yang bersifat musiman; atau
 pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
 Dasar: jangka waktu tertentu atau selesainya pekerjaan tertentu
 Dibuat tertulis: Dalam Bahasa Indonesia dan tulisan latin. Apabila tidak dipenuhi,
maka PKWT berubah menjadi PKWTT
 Apabila dibuat dalam dua Bahasa, maka harus menyertakan tafsir Bahasa Indonesia
 Tidak boleh ada masa percobaan, bila ada maka batal demi hukum

PKWT dapat diperpanjang dan di perbaharui


1. PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama
2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali dan paling lama 1 (satu)
tahun.
2. Pembaharuan PKWT hanya dapat diadakan setelah masa tenggang waktu 30 hari
berakhirnya PKWT yang lama. PKWT ini hanya dapat diperbaharuai 1 (satu) kali dan
paling lama 2 (dua) tahun.
3. Yang dimaksudkan dengan masa tenggang 30 hari adalah waktu setelah berakhirnya
masa perpanjangan PKWT karyawan wajib melalui tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari terlebih dahulu yakni masa dimana tidak ada hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan pengusaha.

91
PKWT yang sudah ditandatangani tidak dapat diputuskan secara sepihak oleh
pengusaha. Hal ini merujuk pada Pasal 62 UU No. 13/2003 yang menetapkan
bahwa :
“Apabila Salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau akhirnya hubungan kerja bukan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri
hubungan keja wajib membayar ganti-rugi kepada pihak lainnya sebesar upah buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja “

Agar tercipta unsur keadilan, maka kedua belah pihak selayaknya mendapatkan sanksi
serupa apabila melakukan pengakhiran kontrak sebelum waktunya, kecuali kepada pihak
pemberi kerja dalam hal pekerjaan tertentu dapat diselesaikan lebih cepat dari yang
diperjanjikan maka PKWT putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Hal ini
sejalan dengan pasal 3 ayat 3 Kep. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.
KEP.100/MEN/VI/2004.

Perjanjian kerja harian lepas


Diatur dalam Pasal 10 Kepmenakertrans No. Kep. 100/Men/VI/2004, yaitu:

 Untuk pekerjaan tertentu yg berubah-ubah dalam waktu dan volume pekerjaan;


 Upah didasarkan pada kehadiran pekerja/buruh;
 Dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 (satu)
bulan;
 Apabila pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau
lebih maka perjanjian kerja harian lepas tersebut berubah menjadi perjanjian kerja
tidak tertentu

Timbulnya hubungan hukum oleh karena ‘demi hukum’ suatu perjanjian yang lain
menjadi PKWTT, adalah sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan dalam UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:
1. Pasal 57 ayat (2): PKWTT timbul karena PKWT dibuat tidak tertulis dan tidak
dibuat menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin;
2. Pasal 59 ayat (7): PKWTT timbul karena PKWT dibuat tidak memenuhi syarat:
3. Jenis pekerjaan yang diperkenankan untuk dapat diperjanjikan dengan PKWT
(Pasal 59 ayat (1));
a. diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap (Pasal 59 ayat (2));
b. perpanjangan oleh pengusaha dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sebelum PKWT dan telah memberitahukan maksudnya secara tertulis
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan;

92
c. pembaruan PKWT yang diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu
30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama, dan hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun;
4. Pasal 60: PKWTT mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga)
bulan;

7. Berakhirnya perjanjian kerja


 Pekerja meninggal dunia
 Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
 Putusan pengadilan/putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial
 Adanya keadaan/kejadian tertentu yang tercantum dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama

8. Melakukan Hubungan Kerja dengan Pihak Ketiga

Dalam Pasal 64 UU No. 13/2003 disebut dengan istilah “penyerahan sebagian


pelaksanaan pekerjaan (suatu perusahaan/user) kepada perusahaan lain (service
provider/vendor)” yang dapat dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan,
atau perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh (vide Pasal 64 dan Pasal 65 ayat [1]
serta Pasal 66 ayat [1] UU No. 13/2003 jo Pasal 3 dan Pasal 17 Permenakertrans No.
19 Tahun 2012).

Sudah menjadi kelaziman dalam masyarakat (khususnya para stakeholder dari kalangan


“buruh”) menggunakan istilah “outsourcing” untuk menyebut penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain seperti dimaksud dalam Pasal 64 UU
No. 13/2003. Dan sekarang lebih dipopulerkan dengan istilah “alih daya tenaga kerja”
atau “perusahaan alih daya” (Kompas, 17 Nopember 2012 hal. 1).

Dalam peraturan perundang-undangan, ada 2 macam jenis perusahaan alih


daya (“perusahaan outsourcing”), yakni:

 perusahaan penerima pemborongan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 2


Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 dan diatur dalam Pasal 65 UU No. 13/2003
serta Bab II (Pasal 3 s/d Pasal 16) Permenakertrans No. 19 Tahun 2012; dan
 perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tersebut dalam Pasal 1 angka 3
Permenakertrans. No. 19 Tahun 2012 dan diatur dalam Pasal 66 UU No. 13/2003
serta Bab III (Pasal 17 s/d Pasal 32) Permenakertrans. No. 19 Tahun 2012.

9. Pelaksanaan Hubungan Kerja dengan Pihak Ketiga:

93
Berdasarkan Pasal 65 ayat (7) jo Pasal 59 ayat (1) UU No. 13/2003, hubungan
kerja antara pekerja (buruh) dengan perusahaan lain (dalam hal ini perusahaan
penerima pemborongan), dapat didasarkan PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak
tertentu), atau -dapat juga didasarkan- PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) apabila
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 59 UU No. 13/2003.

Hubungan kerja antara seseorang pekerja dengan perusahaan “outsourcing” penerima


pemborongan pada prinsipnya didasarkan/diperjanjikan melalui PKWTT (istilah Saudara:
“pekerja tetap” atau permanen). Namun, jika memenuhi syarat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, dapat didasarkan (diperjanjikan) melalui PKWT.

Sebaliknya, berdasarkan Pasal 66 ayat (2) huruf b jo Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) UU
No. 13/2003, hubungan kerja antara pekerja (buruh) dengan perusahaan alih
daya (dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh), adalah PKWT yang
(sepanjang) memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 UU No.
13/2003, dan/atau PKWTT yang dibuat (diperjanjikan) secara tertulis dan ditanda-tangani
para pihak.

Dalam konteks perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh, hubungan kerja antara


seseorang pekerja dengan perusahaan “outsourcing” penyedia jasa pekerja/buruh, dapat
diperjanjikan melalui PKWT (sebagai pekerja kontrak) sepanjang memenuhi syarat
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertentu. Sebaliknya, kalau tidak memenuhi syarat tersebut, seharusnya
diperjanjikan melalui PKWTT.

Apabila seseorang bekerja pada perusahaan alih daya (baik perusahaan penerima


pemborongan maupun perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh) dan dipekerjakan pada
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertentu, maka calon pekerja dapat direkrut (di-hire) sebagai pekerja
kontrak (melalui PKWT). Akan tetapi, apabila calon pekerja dipekerjakan
pada perusahaan alih daya (perusahaan penerima pemborongan maupun perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh) dan dipekerjakan pada pekerjaan yang bersifat tetap
(sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat [2] UU No. 13/2003), maka seharusnya sejak awal
calon pekerja tersebut direkrut (di-hire) sebagai pekerja tetap (melalui PKWTT).

 
10. Berbagai Rujukan Kasus
a. Nelangsa Buruh di Kebun Sawit, https://tirto.id/cJAR
b. Kontrak Kopilot Wings Air Berlebihan & Melanggar UU Ketenagakerjaan
https://tirto.id/emjt

94
95
MODUL 10
MELAKSANAKAN TINDAKAN DISIPLIN PEKERJA DI TINGKAT
ORGANISASI
Bab ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang
dibutuhkan dalam kegiatan melaksanakan tindakan disiplin pekerja di tingkat organisasi

2.1. Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1. Menyusun kebijakan dan prosedur penegakan


tindakan disiplin

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan


aktivitas berikut ini :

1.1. Mempelajari ketentuan peraturan perundangan terkait


pelanggaran disiplin kerja diidentifikasi selaras dengan arah dan
kebijakan organisasi sebagai acuan penyusunan kebijakan
organisasi tentang tindakan disiplin

1.2. Menyusun daftar tindakan disiplin dan sanksinya disusun


sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
yang berlaku

1.3. Menyusun rancangan kebijakan dan prosedur tindakan disiplin


sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
yang berlaku

1.4 Menyususn kebijakan dan prosedur tindakan disiplin dengan


mepaparkan kepada pemangku jabatan organisasi sesuai dengan
tata cara yang berlaku dalam organisasi untuk disetujui.

1.5 Kebijakan dan prosedur tindakan disiplin disosialisasikan kepada


seluruh pekerja sesuai dengan tata cara komunikasi internal yang
berlaku dalam organisasi

Aktivitas 2. Menerapkan kebijakan dan prosedur penegakan tindakan


disiplin.

Pengajar menginstruksikan kepada mahasiswa untuk


melaksanakan aktivitas berikut ini:

2.1 Menetapkan prosedur pelanggaran disiplin yang terindikasi


diverifikasi sesuai kebijakan dan prosedur tindakan disiplin yang
berlaku untuk menetukan apakah termasuk pelanggaran disiplin
96
serta kategorinya

2.2. Hasil verifikasi disampaikan kepada pihak yang berwenang sesuai


dengan kebijakan internal organisasi untuk menentukan tindakan
sanksi yang akan diterapkan

2.3. Penindakan terhadap pelanggaran disiplin dilaksanakan sesuai


dengan kebijakan dan prosedur tindakan disiplin yang berlaku

2.4 Seluruh proses penindakan pelanggaran disiplin dicatat dan dikaji


keefektifannya sesuai dengan tatacara yang berlaku dalam
organisasi dan dijadikan rujukan untuk tindakan perbaikan
terhadap kebijakan dan prosedur tindakan disiplin

Peralatan Peralatan dan perlengkapan


dan perlengkapan 2.1 Peralatan
2.1.1 Alat pengolah kata dan data (komputer)
2.1.2 Alat pencetak (printer)
2.1.3 Korespondensi elektronik (email)
2.1.4 Jaringan internet

2.2 Perlengkapan
2.2.1 Alat tulis menulis
2.2.2 Alat komunikasi
Peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan
yang diperlukan

Pengetahuan Pengetahuan
dan keterampilan 5. Hubungan interpersonal
yang diperlukan 6. Adat istiadat dan budaya lokal
7. Kebijakan/peraturan organisasi atau perjanjian kerja bersama
8. Potensi perselisihan hubungan industrial

Keterampilan
5. Komunikasi dengan pekerja
6. Pendengar yang baik
7. Konsultasi keluh kesah
8. Fasilitasi tindak lanjut keluh kesah pekerja
9. Menggali informasi keluh kesah
10. Analisis dan pemecahan persoalan

Norma dan Norma


standar 4. Kerahasiaan
5. Keselarasan kepentingan para pihak
6. Kebijakan organisasi

Standar
4. Taat waktu sesuai peraturan perundangan

97
5. Taat azas ketentuan peraturan perundangan
6. Standar etika dalam mencari alternatif penyelesaian keluh
kesah
7. Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama

DESKRIPSI SINGKAT

DISIPLIN PEKERJA DI TINGKAT ORGANISASI


Sumber daya manusia merupakan salah satu aset produktif yang sangat penting yang
memerlukan manajemen khusus. Struktur sosial yang terorganisir secara rasional melibatkan
pola kegiatan dan disiplin yang didefinisikan dengan jelas, yang harus secara fungsional
terkait dengan tujuan organisasi. Individu tidak dapat diprediksi, unik dengan karakter yang
berbeda, sikap, aspirasi, tujuan, persepsi, kepercayaan, dll. Prediksi yang akurat dan tepat dari
pikiran atau perilaku individu bahkan hingga detik terdekat sulit. Pemimpin organisasi akrab
dengan kompleksitas yang ada dalam penanganan struktur sosial. Isu-isu yang kemungkinan
muncul dari ketidakmampuan untuk mengatur elemen-elemen sosial mencakup konflik,
kekacauan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan. Memastikan hubungan yang sehat antara
manajemen dan karyawan tergantung pada bagaimana pengaturannya oleh manajemen. Salah
satu syarat untuk mempertahankan hubungan tersebut adalah bahwa karyawan harus
menjunjung tinggi kinerja dan standar perilaku tertentu. (Jegadeesan, 2008).

Jika karyawan tidak mematuhi standar-standar yang sudah ditentukan perusahaan,


maka diasumsikan bahwa langkah-langkah disipliner diberlakukan untuk meningkatkan
kinerja mereka dan menjaga hubungan yang sehat. Namun, jika karyawan tidak setuju
dengan cara menerapkan tindakan disipliner, hal itu dapat berdampak buruk pada
hubungan antara manajemen dan karyawan. Para psikolog umumnya setuju bahwa orang
memiliki alasan berbeda untuk melakukan hal-hal yang mereka lakukan, atau untuk
berperilaku seperti yang mereka lakukan. Ini berarti dengan kata lain, bahwa semua
perilaku manusia dirancang untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Oleh karena itu,
ada kekurangan sesuatu dalam diri individu, yang memicu rantai peristiwa yang
menyebabkan individu terlibat dalam satu jenis perilaku - baik atau buruk, sah menurut
hukum atau melanggar hukum.
Diyakini bahwa peran yang paling tidak menyenangkan dari seorang pemimpin
organisasi adalah untuk melembagakan tindakan disipliner kepada karyawan yang
melakukan kesalahan (Franklin dan Pagan, 2006). Meskipun tujuannya adalah untuk

98
memodifikasi perilaku yang tidak diinginkan karyawan, keputusan mereka sering menjadi
sasaran interpretasi pribadi yang berlawanan. Disiplin memerlukan proses belajar. Salah
satu kontribusi positif yang dapat diberikan disiplin dalam kehidupan kita adalah bahwa
hal itu menghasilkan pengetahuan yang bersifat kumulatif; pengetahuan yang
mempertahankan dan pengetahuan yang merestrukturisasi masyarakat saat diterapkan.
Dan tidak mungkin ada akhir pembelajaran karena masyarakat tidak beroperasi dalam
keadaan keseimbangan statis tetapi dalam keadaan generativitas dalam hal konsepsi dan
pengembangan ide.
Disiplin juga merupakan proses pelatihan, tetapi tidak seperti pelatihan yang
berorientasi pada pekerjaan. Tujuan utama dari disiplin adalah untuk mengajarkan
tanggung jawab dan membangkitkan kepatuhan. Ini berarti secara konsisten membantu
karyawan untuk memahami bahwa hidup melibatkan pilihan dan konsekuensi. Disiplin
dalam organisasi terdiri dari menetapkan batas yang jelas bagi karyawan.
Sebagian besar pekerja dalam krisis sering mengklaim tidak memahami dengan
jelas batas organisasi, karena kebanyakan dari mereka berasal dari tempat-tempat di mana
disiplin tidak konsisten. Disiplin karyawan untuk perilaku yang tidak diinginkan hanya
memberi tahu mereka apa yang tidak boleh dilakukan. Itu tidak memberi tahu mereka
perilaku apa yang disukai. Ini adalah tujuan dari studi proses disipliner ini untuk menjaga
hubungan yang sehat antara karyawan dan manajer agar sebuah organisasi dapat bekerja
dengan baik. Kedua belah pihak diharapkan untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
Kebijakan disiplin diterapkan sebagai pedoman untuk melakukan perilaku tertib di tempat
kerja untuk mencapai tujuan organisasi. (Gatchalian dan Lumiqued, 2005). Situasi di mana
karyawan melakukan kesalahan perilaku dapat bervariasi dengan cara yang sama bahwa
manajer juga dapat menangani situasi individu dengan cara yang berbeda yang sepadan
dengan situasi tersebut. Namun, metode di mana manajer melaksanakan tindakan
disipliner dapat menghasilkan berbagai pendapat dari karyawan.
Dengan adanya berbagai program pelatihan yang memotivasi dan menginspirasi
serta pengembangan pengaturan kerja yang positif, jelas bahwa tidak semua karyawan
bekerja sesuai dengan perilaku yang dapat diterima yang ditetapkan oleh organisasi.
Terjadinya kesalahan perilaku organisasi tergantung pada pendapat karyawan terhadap
organisasi. Ketika karyawan percaya bahwa organisasi mereka adil, kecil kemungkinan
bahwa mereka akan terlibat dalam pelanggaran (De Schrijver, et al 2010). Disiplin adalah
tindakan yang harus terus-menerus dilakukan untuk merehabilitasi perilaku buruk
karyawan karena melanggar kebijakan dan standar kerja. Pedoman disipliner digunakan

99
untuk mempertahankan standar kerja yang harus diberikan kepada karyawan melalui
komunikasi yang tepat.
Menurut Simamora (2006) disiplin adalah produser yang mengoreksi atau
menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Sedangkan menurut
Hasibuan (2012), berpendapat bahwa disiplin adalah kesadaran dan kemauan seseorang
untuk mematuhi semua aturan institusi dan norma sosial yang berlaku. Disiplin harus
ditegakkan dalam suatu organisasi. Standar perilaku harus dipertahankan tetapi harus
realistis sehingga berkontribusi pada berfungsinya tempat kerja. Aturan yang mengatur
pembangkangan, pencurian, vandalisme, perjudian di tempat perusahaan, minum di tempat
kerja dan menggunakan narkoba di tempat kerja, semuanya terkait dengan produktivitas
dan kesejahteraan umum suatu organisasi,
Keberadaan pembinaan dan pengembangan dalam organisasi diharapkan dapat
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang akan mengarah pada
peningkatan kinerja karyawan. Salah satu upaya pengembangan karyawan yang dapat
diambil dalam upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah penegakan disiplin.
Disiplin kerja adalah sikap menghargai, menghormati, kepatuhan atau kepatuhan
seseorang yang telah bergabung dalam suatu organisasi dengan peraturan yang berlaku
dalam organisasi baik tertulis maupun lisan dengan kesadaran penuh dan bahagia, yang
akan menciptakan tatanan negara yang menunjukkan tujuan organisasi akan lebih cepat
tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Siswanto Satrohadiwiryo (2003) bahwa "disiplin
kerja" merupakan sikap menghargai, menghormati, mematuhi dan menaati peraturan yang
berlaku, baik yang tertulis mapun tidak tertulis dan dapat berjalan dan tidak berbelok
untuk menerima sanksi sanksi sanksi jika dia melanggar tugas dan wewenangnya
diberikan kepadanya.
Organisasi dibentuk oleh individu dan kelompok individu yang bekerja secara
kolaboratif dan saling tergantung untuk memastikan target organisasi terpenuhi. Ada
semacam interaksi harian antara individu dan kelompok individu untuk melaksanakan
tanggung jawab pekerjaan mereka dan menyumbangkan kuota mereka ke organisasi.
Individu, yang memiliki minat berbeda, ambisi, orientasi, dan fokus dipekerjakan dalam
organisasi, dan kemungkinan besar akan mengakibatkan konflik karena perbedaan
kepentingan. Karena adanya konflik kepentingan karyawan dan sikap posesif karyawan
atau karyawan, ada kecenderungan sikap perilaku menyimpang dari aturan dan peraturan
organisasi yang telah ditetapkan (Idris & Alegbeleye, 2015). Tingkat perilaku yang dapat
diprediksi diharapkan dari karyawan untuk pencapaian organisasi

100
Hakikat disiplin kerja merupakan seperangkat aturan yang harus ditaati dalam
setiap bentuk organisasi. Kata disiplin berasal dari bahasa latin dan berarti mengajar atau
belajar. Secara tradisional, disiplin dianggap sebagai kegiatan negatif yang bertujuan
untuk menghukum para karyawan yang tidak berhasil mematuhi standar organisasi.
Sedangkan pandangan manajemen modern melihat disiplin sebagai suatu kesempatan
konstruktif untuk memperbaiki ketimbangan menghukum perilaku seseorang.
Tingkat keparahan tindakan disipliner dapat bergantung pada pertimbangan seperti
apakah karyawan tersebut merupakan pelanggar pertama, catatan traktat sebelumnya, lama
masa kerja, dll. Untuk pelanggaran ringan, hal-hal berikut ini termasuk: Kegagalan untuk
mematuhi aturan keselamatan, tidur dalam tugas, merokok di area terlarang dan
menyembunyikan pekerjaan rusak seseorang, hasil kerja di bawah standar, bermalas-
malasan, meninggalkan pekerjaan atau area kerja tanpa izin, manifestasi pertengkaran,
ketidakhadiran yang tidak ada akibatnya dari pekerjaan, sementara untuk pelanggaran
serius mencakup antara lain; kerusakan yang disengaja dan berbahaya dari properti
perusahaan, perilaku tidak senonoh, mencuri, menyerang orang lain dengan maksud
melukai atau menyebabkan cedera serius, judi, keterlambatan berulang dan pemalsuan
dalam bentuk apa pun dan kemabukan atau ditemukan dengan obat-obatan keras atau di
bawah pengaruhnya. Tidak mudah menentukan frekuensi terjadinya masing-masing
bentuk pelanggaran ini dalam organisasi. Namun, tampaknya beberapa bentuk
ketidakdisiplinan atau pelanggaran ini terjadi lebih sering daripada yang lain dan efeknya
juga lebih terlihat daripada yang lain. Salah satunya adalah ketidakhadiran.
Disiplin karyawan akan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pekerjaannya.
Disiplin karyawan berharap pekerjaan mereka akan dilakukan seefisien dan seefektif
mungkin. Dimana disiplin tidak dapat ditegakkan maka ada kemungkinan tujuan
organisasi yang telah ditentukan tidak dapat dicapai secara efisien dan efektif.
Asmiarsih (2006) menyampaikan prinsip-prinsip disiplin:
a. Disiplin dilakukan secara pribadi. Disiplin dilakukan dengan memberikan peringatan
kepada karyawan.
b. Disiplin harus konstruktif. Selain memberikan peringatan dan menunjukkan kesalahan
yang dilakukan karyawan, harus disertai dengan saran tentang bagaimana hal itu harus
dilakukan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
c. Disiplin yang kurang harus segera dilakukan dengan langsung. Suatu tindakan
dilakukan segera setelah terbukti bahwa karyawan tersebut telah melakukan kesalahan.

101
d. Keadilan dalam disiplin sangat diperlukan. Dalam tindakan disipliner dilakukan secara
adil dan tanpa pilih kasih
Jadi disiplin pada hakikatnya adalah kepatuhan terhadap seperangkat aturan yang
telah ditetapkan dalam suatu organisasi. Sehubungan dengan pernyataan di atas, harus
terdapat sejumlah peraturan-peraturan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan
tindakan, seperti:
a. Peraturan-peraturan perusahaan yang mencakup sejumlah hukuman bagi pihak yang
melanggarnya,
b. Ketentuan-ketentuan yang diberikan kepada para pekerja tentang apa yang diharapkan
dari mereka,
c. Prosedur-prosedur feed back yang memberitahukan kepada mereka bagaimana hasil
pekerjaan dibandingkan dengan standar-standar yang diharapkan.
d. Penelitian obyektif tentang kasus-kasus individual sebelum diadakan tindakan-tindakan
penertiban,
e. Konsultasi yang disertai penerapan-penerapan sanksi-sanksi dengan cepat apabila hal itu
dianggap perlu.
Dengan demikian berarti bahwa peraturan disiplin diharapkan untuk dapat ditaati
oleh para karyawan dan ditujukan untuk dapat merubah sikap bagi mereka yang
melanggar, bukan pada hukuman fisik.
Kedisiplinan merupakan suatu hal yang memiliki fungsi yang penting dalam
manajemen sumber daya manusia, karena semakin baik disiplin karyawan maka semakin
tinggi pula hasil kinerja yang dicapainya.
Bentuk-bentuk disiplin kerja menurut Rivai (2011) bahwa terdapat empat
perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja yaitu :
a. Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu pimpinan berusaha menghukum orang
yang berbuat salah.
b. Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu pimpinan berusaha membantu karyawan
mengoreksi perilakunya yang tidak tepat.
c. Perspektif hak-hak individu (Individual Right Perspective), yaitu upaya penegak disiplin
yang memperhatikan hak-hak dasar individu.
d. Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective), yaitu upaya penegak yang seimbang
dengan dampak yang dilakukan oleh individu
Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan untuk
mewujudkan tujuannya. Jadi, disiplin adalah kunci keberhasilan perusahaan dalam

102
mencapai tujuannya. Disiplin adalah kepatuhan terhadap aturan dalam organisasi terkait
dengan ketidakhadiran, kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, pengetahuan pekerjaan,
dan sebagainya. Disiplin adalah modal yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Sehingga keberadaan disiplin kerja diperlukan dalam suatu lembaga atau
organisasi, karena dalam suasana disiplin suatu lembaga atau organisasi akan dapat
mengimplementasikan program kerjanya untuk mencapai target yang ditetapkan. Tujuan
utama dari disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi sebanyak mungkin dengan
mencegah dan memperbaiki tindakan individu diperlukan untuk mendukung kelancaran
semua kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan maksimal.
Mengacu pada pengertian bahwa kedisiplinan merupakan suatu sikap, tingkah laku
dan perbuatan, maka sudah tentu mempunyai banyak faktor yang menunjangnya. Banyak
indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya
adalah:
a. Tujuan dan kemampuan
b. Teladan pimpinan
c. Balas jasa
d. Keadilan
e. Waskat
f. Sanksi hukuman
g. Ketegasan
h. Hubungan kemanusiaan

Tindakan pendisiplinan merupakan upaya untuk menghindari terjadinya


pelanggaran-pelanggaran. Meskipun kita menginginkan agar keinginan karyawan bisa
terintegarasikan dengan tujuan perusahaan, dengan mencoba memahami berbagai tingkah
laku manusia, bukan berarti bahwa manajemen harus menuruti kehendak karyawan.
Namun selama perusahaan telah mempunyai peraturan dan telah disepakati bersama, maka
setiap bentuk pelanggaran terhadap peraturan organisasi ini haruslah dikenakan tindakan
pendisiplinan.
Beberapa faktor yang mengarah kepada praktik disiplin yang efektif di perusahaan
adalah (Mathis, 2002):
1. Pelatihan untuk Supervisor
Pelatihan untuk supervisor dan para manajer tentang kapan dan bagaimana
disiplin digunakan merupakan hal yang kritikal. Apapun pendekatan disiplin yang
103
digunakan, adalah penting untuk memberikan pelatihan mengenai keterampilan
konseling dan komunikasi, karena para supervisor dan manjer akan
menggunakannya saat berurusan dengan masalh kinerja karyawannya.
2. Konsistensi dari Tindakan Pendisiplinan
Disiplin yang konsisten membantu menetapkan batasan dan
menginformasikan orang-orang mnegenai apa yang boleh dan tidk boleh
dikerjakan. Disiplin yang inkosisten dapat menimbulkan kebingungan dan
ketidakpastian.
3. Dokumentasi
Disiplin yang efektif mengharuskan adanya penyimpanan data tertulis
yang akurat dan pemberitahuan tertulis kepada karyawan yang melakukan
pelanggaran.
4. Tindakan Disiplin yang Segera
Jarak waktu antara pelanggaran dan tindakan pendisiplinan tidak boleh
lama, harus sesegera mungkin tindakan pendisplinan diambil
5. Disiplin yang Impersonal
Fokus kepada perilakunya, bukan orangnya

PERATURAN PERUSAHAAN

Dalam menjalankan manajemen dan operasionalnya sehari-hari yang berkaitan


dengan ketenagakerjaan, setiap perusahaan tentu membutuhkan suatu peraturan. Peraturan
perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh karyawan diciptakan agar manajemen serta
operasional sehari-hari perusahaan dapat berjalan dengan baik. Peraturan perusahaan yang
diciptakan tentunya juga harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan), peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
perusahan yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha menyusun
peraturan perusahaan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau
buruh di perusahaan yang bersangkutan. Peraturan perusahaan tersebut dibuat untuk
menciptakan rasa nyaman saat bekerja antara perusahaan dan pegawai. Masing-masing
perusahaan mempunyai aturannya sendiri yang melingkupi peraturan untuk karyawan beserta
seluruh pihak yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan. Dengan adanya

104
peraturan perusahaan, kontrol terhadap dinamika perusahaan pun diharapkan dapat lebih
mudah untuk dilakukan.

CARA MEMBUAT PERATURAN PERUSAHAAN

Setiap perusahaan memang berhak membuat peraturannya sendiri. Akan tetapi,


peraturan tersebut harus tetap berpedoman terhadap UU Ketenagakerjaan Nomor 13
Tahun 2003 serta mempertimbangkan kebutuhan perusahaan. Peraturan perusahaan
layaknya mencakup tentang hak serta kewajiban perusahaan terhadap karyawan, hak
dan kewajiban karyawan terhadap perusahaan, hingga persyaratan bekerja yang
berlaku di perusahaan.

Untuk membuat peraturan perusahaan tersebut, ada beberapa cara yang bisa
diperhatikan. Pertama, pahamilah konsekuensi bisnis yang dimiliki. Setiap perusahaan
pasti memiliki konsekuensi. Melalui pemahaman yang benar, maka penyusunan
peraturan perusahaan yang disusun dapat dibuat berdasarkan pengetahuan tentang
konsekuensi bisnis yang mungkin muncul. Contohnya, saat karyawan melanggar
kesepakatan kerja, bisa diberlakukan sanksi pemotongan bonus.

Konsekuensi tersebut dapat memicu beberapa kemungkinan. Mulai dari karyawan yang
melakukan pelanggaran menerima sanksi hingga karyawan tersebut tidak menerima sanksi
dan memperkarakan kepada manajemen terkait atau bahkan mengundurkan diri dari
pekerjaan. Oleh karena itu, setiap aturan yang dibuat haruslah memahami konsekuensi bisnis
dengan saksama agar meminimalkan berbagai hal tidak perlu yang mungkin terjadi dalam
perusahaan. Dalam proses penyusunan peraturan perusahaan juga perlu dibentuk tim khusus
yang paham dan berpengalaman terhadap UU Ketenagakerjaan. Hal tersebut penting agar
tidak terjadi salah tafsir terkait penetapan hak dan kewajiban perusahaan dan karyawan.
Melalui pemahaman yang benar, gambaran mengenai konsep detail peraturan yang akan
dibuat dan dibagikan kepada karyawan dapat didapatkan dan membantu proses pembentukan
peraturan perusahaan secara maksimal.

105
Ada hal yang harus diperhatikan perusahaan, pasal 111 ayat (2) Undang-undang
Ketenagakerjaan (UUK) mengatakan, “Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Yang
dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku adalah peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah kualitas atau kuantitasnya
dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila ternyata bertentangan, maka
yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan (lihat Penjelasan Pasal 111
ayat (2) Undang-Undang Ketenakerjaan) .

CONTOH PERATURAN PERUSAHAAN

Peraturan perusahaan dapat mencakup beberapa hal. Mulai dari peraturan hari kerja dan
waktu kerja, kerja lembur, peraturan dan tata tertib, kewajiban bagi pegawai, hak-hak
pegawai, larangan bagi pegawai, tindakan disiplin, peringatan tertulis, skorsing, hingga
pemutusan hubungan kerja. Berbagai hal tersebut perlu susun dalam peraturan dengan
pemilihan kata dan kalimat yang jelas agar tidak terjadi salah tafsir antara pihak perusahaan
dan karyawan.

Berikut contoh peraturan perusahaan mengenai kewajiban bagi pegawai:

1. Menaati ketentuan jam kerja.


2. Melakukan check-in pada waktu masuk kerja dan check-out pada waktu pulang kerja.
3. Melakukan tugas atau pekerjaan dengan sebaik-baiknya, penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab.
4. Bekerja dengan tertib, jujur, cermat, dan penuh semangat untuk mencapai tujuan
perusahaan.
5. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, dan persatuan untuk
menciptakan suasana kerja yang baik sesuai harapan perusahaan.

Dalam pembuatan peraturan perusahan, buatlah beberapa poin hal-hal yang harus ditaati oleh
setiap karyawan.

106
CONTOH KASUS PELANGGARAN DISIPLIN
1. Seorang karyawan mendapat PHK, dan perusahaan menyatakan tidak akan memberi
uang hak PHK. Karyawan tersebut melakukan pelanggaran SP3, tentang masalah
kehadiran. Status karyawan tersebut adalah karyawan tetap, dengan masa kerja 2 thn
sepuluh bulan.
Alasan perusahaan tidak memberikan pesangon karena mengacu pada
peraturan perusahaan. Karyawan tersebut sudah mengadu pada Disnaker tentang
permasalahan yang terjadi. Disnaker menyatakan seharusnya karyawan tersebut
mendapat hak pesangon, tetapi pihak perusahaan tetap tidak memberikan pesangon.
Apakah boleh seperti itu dan bagaimana langkah selanjutnya?

2. Karyawan yang bekerja buruk bergerak seperti kanker yang menyebar ke seluruh bagian tempat
kerja. “Para karyawan yang tidak melakukan apa – apa cenderung menyebarkan ketidakpuasan.
Dampaknya pada profitabilitasa bisa sangat besar. Apakah terhadap para karyawan ini
sebagian besar tindakan disipliner harus dilakukan?

107
MODUL 11
MELAKUKAN ADMINISTRASI PENGUPAHAN

Bab ini berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam
kegiatan membuat administrasi pengupahan dengan dasar teori dan peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia.

1.1 Rencana perkuliahan :

Rencana Aktivitas
Perkuliahan
(150 menit)
Kegiatan Aktivitas 1 :
 Membaca Peraturan Perundangan yang berlaku di
Indonesia (terlampir).
 Memahami Hak dan Kewajiban pemberi / penerima
kerja dalam administrasi keuangan.
Aktivitas 2 :
 Membuat pengupahan minimum berdasarkan daftar
KHL masing masing Provinsi.
Peralatan dan Peralatan :
perlengkapan  Alat pengolah data dan angka.
 Alat tulis menulis.
 Alat cetak (printer).
Perlengkapan :
 Laptop dengan akses internet.
Peraturan yang  Peraturan Presiden No.78 tahun 2015 tentang
diperlukan Pengupahan.

108
 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 tahun
2016 Tentang Kebutuhan Hidup Layak.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005
tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012
tentang Perubahan Penghitungan Kehidupan Hidup
Layak.

Pengetahuan dan Pengetahuan :


keterampilan yang 1. Karyawan berhak atas pendapatan selain upah
diperlukan (pendapatan non upah).
2. Penetapan upah dapat berdasarkan satuan waktu atau
hasil.
3. Struktur dan skala upah disusun dengan metode
ranking sederhana.
4. Upah Karyawan tidak boleh lebih rendah dari UMR.
Keterampilan :
1. Mampu membuat administrasi pengupahan.
Norma dan Norma :
standar 1. Keadilan bagi pemberi kerja & pekerja.
2. Kepatuhan pada ketentuan perundangan.
Standar :
1. Produktivitas.
2. Taat azas ketentuan Peraturan Perundangan yang
berlaku.

1.2 Deskripsi Singkat


Pengertian upah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun
2015 adalah : hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang –
undangan , termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan
/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

109
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan pengertian Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 78, Tahun 2015 Tentang Pengupahan adalah standar kebutuhan
seseorang pekerja / buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan.
Adapun tahapan sebelum menentukan KHL provinsi, Dewan Pengupahan
yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari
akademisi akan melakukan survei terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berikut akan
dibahas komponen apa saja yang di survei dan bagaimana mekanisme strandarisasi KHL
hingga menjadi penetapan upah minimum.

Dasar Pengupahan Karyawan

Menurut PP Menurut PP 78 tahun 2015, upah dapat ditetapkan berdasarkan satuan


waktu dan/atau satuan hasil. Upah berdasarkan satuan waktu yang dimaksud dalam peraturan
ini ditetapkan secara harian, mingguan, atau bulanan.

Upah Berdasarkan Satuan Waktu

Dalam upah yang ditetapkan secara harian, perhitungan upah sehari adalah sebagai
berikut:
1.  Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 hari dalam seminggu, upah sebulan
dibagi 25 atau;
2.  Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 hari dalam seminggu, upah sebulan
dibagi 21.

Penetapan besarnya upah berdasarkan waktu ini juga sudah disusun melalui Pasal 14
ayat (1, 2) PP nomor 78 Tahun 2015. Struktur dan skala upah yang dimaksud menurut PP ini
wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh, dan harus dilampirkan oleh perusahaan
pada saat permohonan pengesahan dan pembaruan peraturan perusahaan, atau pada saat
pendaftaran, perpanjangan, dan pembaharuan perjanjian kerja sama.

Upah Berdasarkan Satuan Hasil

Dalam PP nomor 78 tahun 2015, penetapan upah berdasarkan satuan hasil disesuaikan
dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati antara pengusaha dan pekerja/buruh. Penetapan
upah sebulan berdasarkan satuan hasil sudah ditentukan ke dalam ketentuan dengan upah
rata-rata tiga bulan terakhir yang diterima oleh pekerja/buruh berdasarkan Pasal 16 dari PP

110
ini. Menurut PP ini pula, pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah dijanjikan
antara pengusaha dan pekerja/buruh sesuai kesepakatan.

Berikut adalah mekanisme proses penetapan Upah Minimum berdasarkan


standar KHL : 

1. Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk tim survei


yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit: perwakilan serikat pekerja, pengusaha,
pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.
2. Standar KHL ditetapkan dalam Kepmen No. 13 tahun 2012, berdasarkan standar
tersebut, tim  survey Dewan Pengupahan melakukan survei harga untuk menentukan
nilai harga KHL yang nantinya akan diserahkan kepada Gubernur Provinsi masing-
masing.
3. Survey dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari sampai September,
sedang untuk bulan Oktober sampai Desember dilakukan prediksi dengan membuat
metode least square. Hasil survey tiap bulan tersebut kemudian diambil rata-ratanya
untuk mendapat nilai KHL.
4. Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja
kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau
lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan
pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.
5. Berdasarkan nilai harga survey KHL tersebut, Dewan Pengupahan juga
mempertimbangkan faktor lain : produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha yang
paling tidak mampu, kondisi pasar kerja dan saran/pertimbangan dari Dewan
Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kotamadya.
6. Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan memperhatikan
rekomendasi bupati/walikota serta saran dan pertimbangan dari dewan pengupahan
Provinsi. Rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil peninjauan kebutuhan hidup
layak yang komponen dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

111
7. Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum. Penetapan Upah
Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal berlakunya yaitu setiap tanggal 1
Januari.

Berikut adalah komponen-komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL)


berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 :

No  Komponen  Kualitas/Kriteri Jumlah


a Kebutuhan
       
I MAKANAN DAN MINUMAN    
1 Beras  Sedang Sedang 10 kg
2 Sumber Protein :     
       a. Daging Sedang 0.75 kg
       b. Ikan Segar Baik 1.2 kg
       c. Telur Ayam  Telur ayam ras 1 kg
3 Kacang-kacangan : tempe/tahu Baik 4.5 kg
4 Susu bubuk Sedang 0.9 kg
5 Gula pasir Sedang 3 kg
6 Minyak goreng Curah 2 kg
7 Sayuran Baik 7.2 kg
8 Buah-buahan (setara Baik 7.5 kg
pisang/pepaya)
9 Karbohidrat lain (setara tepung Sedang 3 kg
terigu)
10 Teh atau Kopi Celup/Sachet 2 Dus isi 25 =
75 gr
11 Bumbu-bumbuan Nilai 1 s/d 10 15%
  JUMLAH    
       
II SANDANG    
12 Celana panjang/ Rok/Pakaian Katun/sedang 6/12 potong
muslim
13 Celana pendek Katun/sedang 2/12 potong
14 Ikat Pinggang Kulit sintetis, 1/12 buah
polos, tidak branded
15 Kemeja lengan pendek/blouse Setara katun 6/12 potong
16 Kaos oblong/ BH Sedang 6/12 potong
17 Celana dalam Sedang 6/12 potong
18 Sarung/kain panjang Sedang 1/12 helai
19 Sepatu Kulit sintetis 2/12 pasang
20 Kaos Kaki Katun, Polyester, 4/12 pasang
Polos, Sedang
21 Perlengkapan pembersih sepatu    
      a. Semir sepatu Sedang 6/12 buah
      b. Sikat sepatu Sedang 1/12 buah
22 Sandal jepit Karet 2/12 pasang
23 Handuk mandi 100cm x 60 cm 2/12 potong
24 Perlengkapan ibadah    
      a. Sajadah Sedang 1/12 potong

112
      b. Mukena Sedang 1/12 potong
      c. Peci,dll Sedang 1/12 potong
  JUMLAH    
       
III PERUMAHAN    
25 Sewa kamar dapat menampung  1 bulan
jenis KHL lainnya
26 Dipan/ tempat tidur No.3, polos 1/48 buah
27 Perlengkapan tidur    
      a. Kasur busa Busa 1/48 buah
      b. Bantal busa Busa 2/36 buah
28 Sprei dan sarung bantal Katun 2/12 set
29 Meja dan kursi  1 meja/4 kursi 1/48 set
30 Lemari pakaian  Kayu sedang 1/48 buah
31 Sapu  Ijuk sedang 2/12 buah
32 Perlengkapan makan    
          a. Piring makan Polos 3/12 buah
          b. Gelas minum Polos 3/12 buah
          c. Sendok garpu Sedang 3/12 pasang
33 Ceret aluminium  Ukuran 25 cm 1/24 buah
34 Wajan aluminium  Ukuran 32 cm 1/24 buah
35 Panci aluminium  Ukuran 32 cm 2/12 buah
36 Sendok masak  Alumunium 1/12 buah
37 Rice Cooker ukuran 1/2 liter 350 watt 1/48 buah
38 Kompor dan perlengkapannya    
      a. Kompor 1 tungku SNI 1/24 buah
      b. Selang dan regulator SNI  10 liter
      c. Tabung Gas 3 kg Pertamina 1/60 buah
39 Gas Elpiji masing-masing 3 2 tabung
kg
40 Ember plastik  Isi 20 liter 2/12 buah
41 Gayung plastik Sedang 1/12 buah
42 Listrik 900 watt 1 bulan
43 Bola lampu hemat energi 14 watt 3/12 buah
44 Air Bersih  Standar PAM 2 meter kubik
45 Sabun cuci pakaian  Cream/deterjen 1.5 kg
46 Sabun cuci piring (colek) 500 gr 1 buah
47 Setrika 250 watt 1/48 buah
48 Rak portable plastik Sedang 1/24 buah
49 Pisau dapur Sedang 1/36 buah
50 Cermin 30 x 50 cm 1/36 buah
  JUMLAH    
       
IV PENDIDIKAN    
51 Bacaan/radio  Tabloid/4 band 4 buah/ (1/48)
52 Ballpoint/pensil Sedang 6/12 buah
  JUMLAH    
       
V KESEHATAN    
53 Sarana Kesehatan    
         a. Pasta gigi  80 gram  1 tube
         b. Sabun mandi  80 gram 2 buah
         c. Sikat gigi  Produk lokal 3/12 buah
         d. Shampo  Produk lokal 1 botol 100
ml
         e. Pembalut atau alat cukur Isi 10 1 dus/set

113
54 Deodorant 100ml/g 6/12 botol
55 Obat anti nyamuk Bakar 3 dus
56 Potong rambut Di tukang 6/12 kali
cukur/salon
57 Sisir Biasa 2/12 buah
  JUMLAH    
       
VI TRANSPORTASI    
58 Transportasi kerja dan lainnya Angkutan umum 30 hari (PP)
  JUMLAH    
       
VII REKREASI DAN TABUNGAN    
59 Rekreasi Daerah sekitar 2/12 kali
60 Tabungan (2% dari nilai 1 2%
s/d 59)
  JUMLAH    
  JUMLAH (I + II + III + IV + V +    
VI + VII)

114
MODUL 12
Melakukan Evaluasi Kepuasan Pekerja
Terhadap Layanan Administrasi Pekerja

Unit ini menggambarkan kegiatan melakukan pengumpulan data dan informasi tentang
kepuasan pekerja dan pemangku kepentingan terhadap layanan administrasi.
1.1 Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1 : Mengumpulkan informasi tentang kepuasan


pekerja terhadap layanan
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
1. Alat ukur kepuasan pelayanan dirancang sesuai metodologi
survei yang benar.
2. Pengumpulan data dan umpan balik dari pemangku kepentingan
dievaluasi sesuai dengan standar yang berlaku sebagai bahan
perbaikan dan peningkatan
Aktivitas 2 : Melakukan evaluasi data dan umpan balik dari
pekerja dan pemangku kepentingan
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
1 Data dan umpan balik dianalisis sesuai mekanisme kerja yang
berlaku untuk menilai kepuasan pekerja dan mengindentifikasi
hal-hal yang perlu diperbaiki.
2 Perbaikan dan pengembangan sistem layanan
direkomendasikan sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk
peningkatan pelayanan dan pengembangan

115
Peralatan dan Peralatan
perlengkapan Alat pengolah kata & data (komputer)
Alat pencetak (printer
Korespondensi elektronik (email)
Jaringan internet
Perlengkapan
1. Alat tulis menulis
2. Prosedur operasi standar administrasi kepersonaliaan
3. Alat komunikasi
4. Formulir survei

Peraturan yang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan


diperlukan

Pengetahuan dan Pengetahuan


keterampilan Manajemn sistem informasi
yang diperlukan Manajemen SDM
Peraturan perundangan
Kebijakan dan/atau prosedur organisasi
Metoda penyusunan survei
Keterampilan
Menganalisis data
Teknik pengolahan dan penyajian data
Menyusun laporan dari pengolahan data
Teknik komunikasi dan presentasi

Norma dan
standar 1. Norma dan standar
Norma
Kepatuhan pada peraturan perundangan
Kepuasan pekerja

116
Standar
Akurat dalam mengevaluasi dan pengolahan
data
Tepat waktu proses layanan
Keterkinian data
Tepat guna

1.2 Deskripsi Singkat :


Wexley dan Yulk (2003)menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan generalisasi
sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Bermacam-macam sikap seseorang terhadap
pekerjaannya mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
dalam pekerjaanya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan. Noe at
el (1997:23) mengatakan bahwa Job satisfaction as apleasurable feeling that result from
the perception that one”s job fulfillment of one”s important job values. Berdasarkan
definisi tersebut bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi nilai, persepsi, dan pembedaan
menurut TK mengenai yang seharusnya mereka terima . Kepuasan kerja merupkan salah
satu aspek penting untuk dipahami oleh pengelola organisasi. Louis A Allen (1987)
mengungkapkan bahwa betapapun sempurnanya rencana-rencana organisasi dan
pengawasan serta penelitiannya bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan
minat dan kegembiraan, maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil sebanyak
yang sebenarnya dapat dicapainya. Hal tsbt berarti kepuasan kerja brperan penting dalam
mencapai hasil, yang sesuai dengan tujuan organisasi. Mewujudkan kepuasan kerja bagi
karyawan merupakan bagi setiap pimpinan organisasi.
Banyak hasil penelitian menyimpulkan bahwa kepuasan kerja akan berpengaruh
secara signifikan terhadap produktivitas kerja. Karyawan yang menilai pekerjaannya
dapat memberikan kepuasan akan menurunkan tingkat absensi dan perputaran kerja.
Sebagai dasar yang digunakan untuk menilai kepuasan kerja antara dari teori F
Herzberg (1996) . Herzberg mengatakan bahwa factor higiene yang memenuhi
kebutuhan tingkat rendah adalah berbeda dari factor-faktor motivator yang memuaskan
atau memuaskan sebagian dari kebutuhan tingkat yang lebih tinggi.Jika factor hygiene
(factor diluar pekerjaan itu sendiri seperti kondisi kerja, gaji dan bayaran insentif) tidak
memadai, karyawan menjadi tidak puas. Namun dengan menambahkan lebih banyak
hygiene ini (seperti insentif) kedalam pekerjaan (menyuplay yang disebut sebagai

117
motivasi ekstrinsik) merupakan cara yang kurang bagus untuk memotivasi seseorang,
karena kebutuhan tingkat rendah dengan cepat akan terpuaskan. Dan selanjutnya orang
tersebut akan mengatakan “Saya menginginkan kenaikan bayaran kembali” (Dessler
2015).
Teori lain tentang Kepuasan Kerja adalah Teori ketidaksesuaian yang dikemukaan
oleh Porter (1961) yang mendefinisikan bahwa Job satisfaction is the different between
how much of something there should be and how much there is now. Seseorang yang
terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang diinginkan dengan yang sebenarnya
diterima. Dengan kata lain, jumlah yang disumbangkan ke pekerjaannya bila dikurangi
dengan apa yang diterima secara kenyataan hasilnya adalah nol, hal tersebut akan
memberikan kepuasan kerja. Semakin besar kekurangan atau selisih pengurangan
tersebut, semakin besar ketidak puasan. Keadaan sebaliknya bahwa jika terdapat lebih
banyak jumlah factor pekerjaan yang dapat diterima yang menimbulkan kelebihan atau
menguntungkan ,maka orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih
dari jumlah yang diinginkan.
Teori lain tentang kepuasan kerja adalah teori keadilan dari Zeleznik (1958),
kemudian dikembangkan oleh Adams (1963). Teori ini menunjukkan kepada seseorang
merasa puas atau tidak puas atas suatu situasi tergantung pada perasaan adil (Equity) atau
tidak adil (inequity). Perasan adil dan tidak adil atas suatu situasi didapat oleh setiap
orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain pada tingkat dan jenis
pekerjaan yang sama,ditempat yang sama ataupun berbeda. Keadilan menyangkut
penilaian seseorang tentang perlakukan yang diterimanya atas tindakannya terhadap
suatu pekerjaan. Seseorang merasa diperlakukan adil apabila perlakua yang diterimanya
menguntungkan dirinya. Sebaliknya ketidakadilan apabila perlakuan yang diterima
dirasakan merugikan dirinya. Perasaan tidak adil yang dialami seseorang tersebut akan
berpengaruh terhadap prestasi kerjanya.

1.3 Aspek kritis yang perlu diperhatikan dalam kompetensi ini, adalah:
Analisis data dan umpan balik untuk menilai kepuasan pekerja dan
mengindentifikasi hal-hal yang perlu diperbaiki untuk peningkatan pelayanan dan
pengembangan berkelanjutan.

118
Tugas :

1. Buat Kuesioner ESS (Employee Satisfaction Survey)


2. Buat Laporan hasil ESS
Yang disiapkan :

1. Tentukan Jumlah Responden : Laki2:……..


Perempuan

2. Responden Menurut : Umur, Jenis kelamin, Golongan Usia,


Pendidikan

3. Tentukan posisi karyawan misalnya


Direktorat
Direktorat Operasi 58%
Direktorat SDM dan Keuangan 22%
Sekretaris Perusahaan 6%
Direktorat Komersial 13%

4. Tentukan Aspek ESS :


1. Aspek Organisasi : Karir (5 item) : berfokus pada kepuasan atas
kesempatan pengembangan diri dan karir
2. Aspek Lingkungan kerja : (4 item) : berfokus pada kepuasan atas
lingkungan kerja dan hubungan dengan sesama rekan kerja
3. Aspek Benefit : (4 item) : berfokus pada kepuasan atas
lingkungan kerja dan hubungan dengan sesama rekan kerja
4. Aspek Pekerjaan : (4 item) : berfokus pada kepuasan atas
lingkungan kerja dan hubungan dengan sesama rekan kerja
5. Aspek Pengembangan Diri dan karir (4 item) : berfokus pada
kepuasan atas lingkungan kerja dan hubungan dengan sesama
rekan kerja
6. Aspek Komitmen dan Nilai : (3 item) : berfokus pada kepuasan
atas level komitmen karyawan dan juga penerapan tata nilai
budaya perusahaan.

119
Modul 13
MEMBUAT PERJANJIAN KERJA

Bab ini berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam
kegiatan membuat Perjanjian Kerja dengan melakukan persiapan pembuatan perjanjian kerja,
menyusun draft perjanjian kerja, mencatat perjanjian kerja waktu tertentu
Rencana perkuliahan :

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)
Kegiatan Aktivitas 1 : Melakukan Persiapan Pembuatan Perjanjian
Kerja
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
1.Rencana pembuatan Perjanjian kerja disusun
2.Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Pembuatan Prjanjian Kerja diidentifikasi
3 .Materi perjanjian kerja yang berkaitan
Dengan hak dan kuwajiban pekerja dan
Pekerja diinvevtarisir
Aktivitas 2 : Menyusun draft perjanjian kerja
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan
aktivitas berikut ini :
1. Jenis perjanjian kerja yang akan dibuat ditentukan
atas dasar jenis dan sifat pekerjaannya
2. Draft perjanjian kerja disusun secara sistimatis
sesuai ketentuan yang berlaku

Aktivitas 3 : Mencatatkan perjanjian kerja waktu


tertentu
Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan

120
aktivitas berikut ini :
1. Perjanjian kerja disepakati
2. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
dicatatkan pada Dinas yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan

Peralatan Peralatan
dan perlengkapan • Komputer
• Alat tulis menulis
• Literatur
Perlengkapan
• Materi Perjanjian Kerja
• Nama Dan Alamat Perusahaan
• Nama Dan Alamat Pekerja/Buruh
• Besarnya Upah dan Cara Pembayarannya

Peraturan
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Buku III
yang diperlukan
2. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Nomer : Kep.- 100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu

Pengetahuan Pengetahuan
dan keterampilan 1. Pengetahuan Peraturan perundang-undangan
berkaitanmembuat Perjanjian Kerja
yang diperlukan
2. Legal drafting
3. Pemahaman tentang hukum perdata
4. Pemahaman mengenai Hubungan Industrial

Ketrampilan

121
1. Mengidentifikasi peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan perjanjian kerja

2. Mengidentifikasi syarat-syarat kerja yang akan


diatur dalam perjanjian kerja

3. Menyusun draft perjanjian kerja

Norma dan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
standar
RI Nomer : Kep.-100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu

12.2. Deskripsi Singkat

Selintas Tentang Persyaratan Kerja

Hak bagi satu pihak pada dasarnya merupakan kewajiban bagi pihak yang lain.
Pengaturan hak dan kewajiban yang kemudian menjadi norma dapat ditemui pada
peraturan perundang-undangan dan Pengaturan intern perusahaan yang disebut
sebagai syarat kerja

Persyaratan kerja ialah bentuk pengaturan atau ketentuan yang pada dasarnya
memuat hak dan kewajiban serta tata tertib kerja yang belum diatur oleh peraturan
perundang-undangan bagi mereka yang terlibat di dalam hubungan kerja. Dengan
demikian, atas dasar adanya hubungan kerja, maka persyaratan kerja perlu diatur.
Pengaturan ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan mengenai hak dan kewajiban
bagi pemberi kerja atau pengusaha dan pekerja/buruh. Berbagai bentuk persyaratan
kerja adalah perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama.

Kejelasan tentang hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam proses
produksi, khususnya pekerja/buruh dan pengusaha mutlak diperlukan agar dapat
tercipta ketenangan kerja dan berusaha. Ketenangan kerja dan berusaha adalah suatu
kondisi dinamis di dalam hubungan kerja yang mengandung 3 unsur yaitu

- terjaminnya hak bagi semua;

122
- apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan dengan baik di tingkat perusahaan;
- mogok dan penutupan perusahaan tidak digunakan untuk memaksakan kehendak.

Hak bagi satu pihak pada dasarnya merupakan kewajiban bagi pihak yang lain.
Pengaturan hak dan kewajiban yang kemudian menjadi norma dapat ditemui pada :

1. Peraturan perundang-undangan, yang mengatur hal-hal yang bersifat makro-


minimal;
2. Pengaturan intern perusahaan disebut sebagai syarat kerja, bersifat mikro
kondisional yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu :
a. yang bersifat individual, ialah dalam bentuk perjanjian kerja;
b. yang lingkupnya pekerja/buruh secara kolektif, ialah dalam bentuk :
- peraturan perusahaan (PP); dan
- perjanjian kerja bersama (PKB).
Secara substansial, PP dan PKB adalah sama. Perbedaan kedua hal tersebut
adalah dalam proses pembuatannya. Apabila PP pada dasarnya dibuat sepihak oleh
manajemen dan sekedar melakukan konsultasi dengan wakil pekerja/buruh.
Berlakunya PP setelah disetujui dan disyahkan oleh instansi pemerintah yang
membidangi ketenagakerjaan.

Sedangkan PKB dibuat melalui proses perundingan antara pekerja/buruh yang


diwakili oleh serikat pekerja/serikat buruh dengan pimpinan perusahaan. Secara
skematis gambaran hak & kewajiban telah digambarkan dimuka.

Perjanjian kerja adalah suatu bentuk persyaratan kerja yang berlaku


perorangan, ialah suatu perjanjian antara pengusaha dengan pekerja/buruh secara
perorangan. Peraturan perusahaan adalah persyaratan kerja yang pada dasarnya dibuat
oleh pengusaha yang berlaku bagi pekerja/buruh secara keseluruhan atau kelompok
tertentu, sedangkan perjanjian kerja bersama merupakan persyaratan kerja yang dibuat
dengan melalui perundingan antara pimpinan perusahaan dengan serikat
pekerja/serikat buruh yang mewakili para pekerja/buruh.

Ketiga bentuk tersebut masing-masing memiliki kekhususan, secara singkat


dapat diuraikan sebagai berikut :

123
Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pekerja secara
perorangan dengan pengusaha, yang pada intinya memuat hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan atau tertulis, baik
untuk waktu tidak tertentu maupun untuk waktu tertentu.

Dengan sendirinya perjanjian kerja secara tertulis lebih baik, karena


terdokumentasi, sehingga apabila terjadi salah pengertian akan sangat mudah
mencari dasar sebagai acuan penyelesaian.

Perjanjian kerja dibuat pada saat mulai terjadi hubungan kerja, atau pada
saat pengangkatan pekerja/buruh untuk bekerja di suatu perusahaan. Sehingga
dengan demikian sejak awal kedua belah pihak yang terlibat di dalam hubungan
kerja telah mengetahui secara pasti tentang kewajiban dan hak masing-masing.

Perjanjian kerja berawal dari adanya pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang
atau suatu badan yang perlu diselesaikan atau dikerjakan atau perlu dilakukan oleh
orang lain yang kemudian menjadi pekerja/buruh. Dengan demikian maka diantara
keduanya terjadi suatu ikatan kerja, dimana ikatan tersebut atas dasar kemauan
bebas kedua belah pihak.

Di dalam pembuatan perjanjian kerja, sedikit banyak memerlukan biaya,


antara lain untuk pembuatan rancangan, kertas, materi, wawancara, dan lain
sebagainya. Kesemua biaya yang berkaitan dengan penyelesaian perjanjian kerja
menjadi beban pengusaha/pemberi kerja. Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa
pemberi kerja memiliki kemampuan yang lebih besar daripada pekerja/buruh.

Perjanjian kerja paling tidak memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Nama dan alamat perusahaan/pemberi kerja dan pekerjaan/buruh.


Pencantuman nama dan alamat perusahaan/pemberi kerja semata-mata
untuk menjamin kepastian nama serta lokasi terutama pemberi kerja, sehingga
apabila terjadi perselisihan di kemudian hari akan mempermudah penyelesaian
secara hukum. Sementara pencantuman nama dan alamat pekerja/ buruh
terutama diperlukan bagi pengusaha/pemberi kerja untuk berbagai macam

124
keperluan, misalnya untuk fasilitas transportasi, pemeliharaan kesehatan,
pemberitahuan kepada keluarga apabila terjadi sesuatu, dan lain sebagainya.

b. Jabatan atau jenis pekerjaan


Pencantuman jabatan atau jenis pekerjaan ini sangat penting, terutama
bagi pekerja/buruh. Dengan pencantuman tersebut sejak awal pekerja/buruh
mengetahui tentang jabatan apa dan/atau jenis pekerjaannya apa, sehingga yang
bersangkutan dapat mempersiapkan diri dengan baik. Sebaliknya apabila
jabatan atau jenis pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja tidak sesuai
dengan apa yang disepakati, maka perjanjian kerja tidak lagi sesuai dan perlu
diadakan perubahan, atau perjanjian kerja yang ada perlu disesuaikan.

Di samping itu, dengan dicantumkannya jabatan atau jenis pekerjaan


tersebut, maka pekerja/buruh juga memperoleh perlindungan untuk tidak diberi
tugas yang tidak jelas atau tugas yang semata-mata menjadi kepentingan
pemberi kerja.

Pemberian jabatan atau jenis pekerjaan yang jelas juga digunakan oleh
pemberi kerja untuk melakukan pembinaan profesi, sehingga pekerja/buruh
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk meningkatkan
kinerja.Jabatan dan jenis pekerjaan yang tercantum ini menjadi lebih lengkap
apabila disertai uraian jabatan dan tanggung jawabnya.Dengan demikian lingkup
tanggung jawab pekerja/buruh jelas, sehingga dapat dihindari timbulnya
masalah di kemudian hari.

c. Hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja/buruh.


Materi ini merupakan intisari dari isi perjanjian yang terkait erat dengan
jabatan atau jenis pekerjaan bagi pekerja/buruh. Beberapa materi penting yang
perlu dimuat antara lain :

1) Besarnya upah dan berbagai tunjangan serta cara pembayarannya.


Pengupahan adalah merupakan faktor terpenting di dalam hubungan
kerja. Bahkan perselisihan yang timbul sebagian besar disebabkan oleh
masalah pengupahan dan berbagai hal yang terkait dengan upah. Oleh karena
itu pencantuman soal pengupahan perlu sejelas mungkin, misalnya :

125
- Berapa besar upah awal termasuk besarnya upah pada masa percobaan.
Bagaimana pengaturan upah selanjutnya yang dikaitkan dengan masa
kerja atau faktor-faktor yang lain.
- Apakah karena memegang jabatan tertentu yang bersangkutan berhak
atas upah lembur kalau melakukan pekerjaan di luar jam kerja normal.
Apakah yang bersangkutan diberi tunjangan jabatan khusus karena
tanggung jawabnya, sehingga tidak lagi berhak atas pembayaran upah
lembur.
- Apakah besarnya upah sebagaimana tersebut di atas adalah upah pokok
dan masih ada berbagai tunjangan. Kalau ada tunjangan, jenisnya apa
saja, berapa besarnya, kapan dibayarnya, syarat-syarat memperoleh
tunjangan, dan sebagainya.
- Apakah ada upah untuk bulan ke-13, ke-14, ke-15, dan lain sebagainya.
Kalau ada kapan dibayarnya dan berapa besarnya. Apakah upah ini juga
termasuk berbagai tunjangan sebagaimana tersebut di atas.
- Apakah pada saat akhir tahun buku ada pembayaran, bonus dan
sejenisnya. Kalau ada bagaimana persyaratannya dan cara
pembayarannya.
- Bagaimana cara pembayaran upah dan bentuknya. Apakah seluruhnya
dalam bentuk uang tunai, atau cek, atau sebagian dalam bentuk barang/in
natura. Dimana upah dibayar, apakah di transfer ke rekening bank
pekerja/ buruh.
2) Fasilitas kerja yang disediakan oleh pemberi kerja

Untuk melaksanakan pekerjaan pemberi kerja biasanya memberikan


berbagai fasilitas. Fasilitas yang bersifat umum dan mutlak seperti ruang
kerja, mesin tulis, telepon, facsimile, photo copy, dan lain-lain yang memang
mutlak diperlukan biasanya tidak perlu dicantumkan. Fasilitas yang bersifat
khusus dan personal perlu dicantumkan misalnya :

- Alat transportasi, seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain.


- Di sini perlu dicantumkan untuk tugas apa saja alat transportasi
digunakan, kapan, dan bagaimana penggunaan di luar tugas-tugas
tersebut.

126
- Pakaian kerja, kapan diberikan, berapa jumlahnya, bagaimana
pemeliharaannya, dan lain sebagainya.
- Alat pelindung diri seperti untuk keselamatan dan kesehatan kerja, apa
saja yang disediakan, kapan harus dipakai, dan lain sebagainya.
- Fasilitas untuk entertainment (menjamu) tamu dan relasi.
Hal ini biasanya diperuntukkan bagi karyawan/manajer tingkat
tertentu, atau karena fungsinya banyak berhubungan dengan relasi. Di sini
perlu disebutkan apa saja, kapan/ berapa kali setiap bulan/setiap minggu,
jumlah dana yang tersedia, dan lain sebagainya.

3) Fasilitas kesejahteraan
- Pemeliharaan kesehatan.
Cara yang digunakan, apakah melalui asuransi atau dibayar
langsung oleh pemberi kerja. Apakah hanya untuk pekerja, buruh atau
juga untuk keluarga. Berapa besar dana yang tersedia, dan digunakan
untuk apa saja. Apakah termasuk pengobatan gigi, pembelian kaca mata,
dan lain sebagainya Kalau dirawat di rumah sakit, rumah sakit jenis apa,
kelas berapa.

- Makan selama bekerja


Apakah disediakan kantin, atau uang makan. Kalau uang makan,
berapa besarnya setiap hari dan persyaratan dikaitkan dengan kehadiran.

- Transportasi
Apakah disediakan alat transportasi bagi perorangan atau secara
bersama. Bagi yang tidak dapat menggunakan fasilitas tersebut, apakah
ada kompensasi/ tunjangan transportasi.

- Rekreasi & olah raga


Apakah tersedia fasilitas rekreasi dan olah raga baik di lingkungan
perusahaan atau di luar. Bagaimana persyaratan untuk menggunakan
fasilitas tersebut. Apakah fasilitas tersebut hanya untuk pekerja atau juga
keluarganya. Bagaimana untuk relasi.

4) Hari kerja

127
Apakah hari kerja 5 hari atau 6 hari seminggu. Apakah hari kerja tetap
atau dapat berubah sesuai jadwal operasi usaha. Apabila hari kerja berubah-
ubah, kapan jadwal hari kerja diberi tahu kepada pekerja /buruh. Apakah
karena sesuatu alasan pekerja / buruh dapat memilih/menentukan lain dari
hari kerja yang telah dijadwalkan.

5) Jam kerja
Bagaimana pengaturan jam kerja. Apakah jam kerja selalu tetap atau
dapat berubah. Kalau dapat berubah bagaimana pengaturannya. Apakah ada
fasilitas atau tunjangan khusus yang dikaitkan dengan shift jam kerja.

6) Tempat pekerjaan
Di mana pekerja/buruh akan ditempatkan. Apakah ada fasilitas atau
tunjangan khusus terkait dengan penempatan ini. Bagaimana fasilitas bagi
keluarga apabila ditempatkan di luar daerah.

7) Waktu
Kapan perjanjian kerja mulai berlaku dan untuk berapa lama.

Di samping hal-hal tersebut masih dapat dikembangkan hak dan


kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan sifat usaha. Misalnya jenis
usaha di tempat terpencil, di mana pekerja harus meninggalkan rumah dan
keluarga untuk beberapa saat. Juga dapat dikembangkan mengenai pendidikan
anak dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, perjanjian kerja perlu ditetapkan dan disetujui oleh kedua
belah pihak kapan mulai berlakunya. Setelah itu perjanjian kerja ditandatangani
oleh pihak-pihak yang terkait di atas materai sesuai ketentuan.

Dengar. ditandatanganinya perjanjian kerja tersebut oleh kedua belah


pihak, maka perjanjian kerja tersebut tidak dapat ditarik

128
kembali/dibatalkan/diubah oleh salah satu pihak. Penarikan
kembali/pembatalan/perubahan hanya dapat dilakukan atas persetujuan kedua
belah pihak yang bersangkutan.

Sesuai juga dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


dikenal 2 jenis perjanjian kerja, ialah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Secara garis besar, kedua
hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)


Pada dasarnya PKWT diatur untuk memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja, dengan dasar pertimbangan agar tidak terjadi di mana
pengangkatan tenaga kerja dilakukan melalui perjanjian dalam bentuk PKWT
untuk melaksanakan pekerjaan yang sifatnya terus-menerus atau merupakan
pekerjaan pokok suatu badar usaha. Perlindungan pekerja/buruh dengan
melalui pengaturan PKWT ini adalah untuk memberikan kepastian bagi
mereka yang melakukan pekerjaan yang sifatnya terus-menerus tidak akan
dibatasi waktu perjanjian kerjanya.
Sebaliknya, bagi pengusaha juga diberikan perlindungan dalam arti
bahwa apabila pengusaha memiliki pekerjaan yang sifatnya terbatas waktu
pengerjaannya karena kekhususan sifat pekerjaan ybs, maka pengusaha juga
diberi kesempatan menerapkan perjanjian kerja dalam bentuk PKWT.
Dengan cara :ni pengusaha juga dapat terhindar dari kewajiban mengangkat
pekerja/buruh tetap untuk pekerjaan yang terbatas waktunya. Dengan
demikian, maka pengusaha tidak mempunyai kewajiban tertentu berupa
pemberian uang pesangon dsb. sesuai dengan peraturan perundang-
undangan apabila memberhentikan pekerja/buruh pada saat selesainya
pekerjaan yang diperjanjikan.
Waktu berlakunya perjanjian kerja dibatasi karena sifat pekerjaan
yang diperjanjikan akan selesai dalam suatu jangka waktu tertentu. Oleh
karena itu jangka waktu PKWT juga disesuaikan dengan selesainya pekerjaan
tersebut. PKWT tidak mengenal adanya masa percobaan bagi pekerja/buruh.
Untuk memperoleh kepastian waktu dan menghindari timbulnya masalah,
PKWT dibuat secara tertulis.

129
PKWT hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu, yang menurut
sifat, jenis, atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu. Pekerjaan
jenis itu adalah :
1) yang sekali selesai atau sifatnya sementara;
2) yang diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama dan akan selesai
dalam waktu paling lama 3 tahun;
3) yang bersifat musiman atau yang berulang kembali;
4) yang berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru, atau
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan paling lama


selama 2 tahun. Perpanjangan hanya dapat dilakukan satu kali dan jangka
waktu perpanjangan paling lama selama 1 tahun. Di dalam penjelasan W No.
13 tahun 2003 disebutkan bahwa PKWT dicatatkan pada instansi yang
membidangi ketenagakerjaan. Pencatatan ini akan dapat menimbulkan
komplikasi karena PKWT bersifat individual dan jumlahnya banyak. Di
samping itu juga perlu dipertimbangkan kemanfaatan pencatatan ini.
Di dalam PKWT masa percobaan tidak boleh digunakan, dengan
pertimbangan bahwa kedua belah pihak telah mengetahui sifat pekerjaan
yang diperjanjikan. Hubungan kerja akan otomatis berakhir pada saat
selesainya perjanjian kerja. Dengan berakhirnya perjanjian kerja, maka
hubungan kerja berakhir tanpa ada kewajiban apapun bagi pihak-pihak yang
terlibat di dalam hubungan kerja.
PKWT dapat diperbaharui apabila telah melewati masa tenggang
waktu selama 30 hari, dan waktu perpanjangan paling lama selama 2 tahun.
Latar belakang perlu adanya tenggang waktu ini adalah agar pekerjaan yang
sifatnya tetap dilakukan melalui PKWTT.
Di dalam undang-undang ini juga diatur apabila salah sah pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya ma& perjanjian kerja.
Dalam hal terjadi kasus semacam ini maka pihak yang memutuskan
hubungan kerja berkewajiban membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja.

130
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKW'IT)
Hubungan kerja atas dasar perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT) tidak dibatasi oleh waktu, sehingga praktis berlaku untuk
seterusnya. Dengan kata lain PKWTT merupakan hubungan kerja
sebagaimana layaknya pekerja/buruh tetap. Dalam pelaksanaan PKWTT ini
pada dasarnya semua peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan/perburuhan berlaku.

Di dalam PKWTT dimungkinkan adanya masa percobaan yang


batasnya tidak lebih dari 3 bulan, dan apabila ada masa percobaan, maka hal
ini harus diberitahukan kepada pekerja/buruh ybs. Masa percobaan ini
digunakan oleh pekerja/ buruh dan pemberi kerja untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya yang terkait dengan hubungan kerja. Apabila
dinilai tidak sesuai dalam batas tenggang waktu masa percobaan tersebut
salah satu pihak dapat mengakhiri hubungan kerja tanpa ada konsekuensi
apapun.

Apabila masa percobaan telah dilewati, maka pekerja/buruh menjadi


berstatus pekerja tetap. Dengan status semacam ini, maka pekerja/buruh
memiliki hak sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundang-
undangan, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Misalnya
apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas
pesangon dan lain-lain.

c. Perjanjian Pernborongan Pekerjaan atau Penyediaan Jasa Pekerja/ Buruh


UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai
sebagian pekerjaan yang diborongkan kepada perusahaan lain serta
perusahaan yang menyediakan jasa pekerja/ buruh. Sebagian pekerjaan yang
merupakan pekerjaan penunjang dan bukan merupakan pekerjaan pokok
dari suatu perusahaan dapat diserahkan kepada “perusahaan lain” dengan
cara pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Pekerjaan
yang diserahkan kepada “perusahaan lain” harus dilakukan terpisah dari
perusahaan pemberi pekerjaan. “Perusahaan lain” yang melakukan
pemborongan pekerjaan dan menyediakan jasa pekerja/buruh harus

131
berbadan hukum, dan bahkan bagi penyedia jasa pekerja/buruh harus
memiliki ijin dari instansi yang bertar_ggung jawab dalam bidang
ketenagakerjaan.

Hubungan kerja yang terjadi dalam melakukan pekerjaan tersebut


adalah antara “perusahaan lain” dengan pekerja/buruh ybs. Syarat kerja yang
berlaku adalah sama dengan perusahaan pemberi kerja atau tidak lebih
rendah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus mengenai
sistem penyediaan pekerja/buruh, perusahaan pemberi kerja dapat memberi
perintah langsung atau tidak langsung kepada pekerja/ buruh.

Dengan demikian dalam prakteknya dapat timbul masalah sebagai


akibat “perintah langsung” oleh perusahaan pemberi kerja, sementara
hubungan kerja adalah antara “perusahaan lain” dengan pekerja/buruh.
Demikian pula mengenai pengertian “pekerjaan pokok atau core business”.

SURAT PERJANJIAN KERJA HARIAN LEPAS


No : / HRM/PKHL/

Pada hari [ .......,...............] Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Jabatan : HR&GA Manager
Alamat :

Dalam hal ini bertindak atas nama Perusahaan dan setelah itu disebut Pihak
Pertama (I).

132
Nama :
Tempat dan tanggal lahir :
Alamat :

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri pribadi, dan setelah itu disebut
Pihak Kedua (II).

PASAL 1
PERNYATAAN-PERNYATAAN
Ayat 1
Pihak Pertama sudah menjelaskan persetujuannya untuk menerima Pihak Kedua
sebagai pekerja harian lepas.

Ayat 2
Pihak Kedua menyatakan kesediaannya sebagai pekerja harian lepas yang mana
patuh terhadap peraturan, ketentuan dan sistem kerja yang berlaku pada perusahaan
Pihak Pertama.

PASAL 2
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Ayat 1
Pekerjaan yang mesti dikerjakan Pihak Kedua sebagai pekerja harian lepas pada
Pihak Pertama, yaitu di divisi[............] sebagai [.............]

Ayat 2
Pihak Kedua tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan lain di samping yang
dijelaskan pada ayat satu, terkecuali atas kesepakatan tercatat dari Pihak Pertama.

PASAL 3
MASA BERLAKU PERJANJIAN KERJA
Ayat 1
Kesepakatan kerja tersebut berlaku untuk periode waktu [....hari dalam 1 (satu)
bulan] selama [....bulan], terhitung dari tanggal penandatanganan surat kesepakatan
kerja ini dan berakhir pada [...(tanggal, bulan dan tahun)...]

133
Ayat 2
Jika periode waktu tersebut telah berakhir dan pekerjaan masih belum usai,
kedua belah pihak dapat membuat pembaruan kesepakatan dengan cara tertulis.

PASAL 4
WAKTU DAN JAM KERJA
Ayat 1
Menurut ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku, jam kerja efisien perusahaan
diputuskan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dengan jumlah 5 (lima) hari kerja dalam
1 (satu) minggu serta 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari dengan jumlah 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu.

Ayat 2
Jam masuk yang diberlakukan perusahaan menurut ketentuan yang berlaku
yaitu pukul[......] hingga pukul [.......]

Ayat 3
1. Menurut ketentuan yang berlaku, jam istirahat tidak termasuk jumlah jam kerja.
2. Jam istirahat pada hari Senin hingga hari Kamis ditetapkan selama 1 (satu) jam, yakni
pada jam 12.00 hingga pukul13.00.
3. Jam istirahat pada hari Jumat ditetapkan sepanjang 2 (dua) jam, yakni pada jam
11.30 hingga pukul 13.30.

PASAL 6
GAJI  DAN PEMBAYARAN
Ayat 1
Pihak Pertama akan memberikan upah sebesar Rp.......... (terbilang) setiap hari
kehadiran Pihak Kedua.

Ayat 2
Pembayaran upah akan dilaksanakan setiap 1 bulan sekali pada akhir bulan.

PASAL 7

134
LEMBUR
Ayat 1
Pihak Kedua diharuskan masuk kerja lembur bila ada pekerjaan yang harus
selesai dikerjakan sesuai perintah dari atasan Pihak Kedua.

Ayat 2
Sebagai imbalan kerja lembur yang disebut pada ayat 1, Pihak Pertama akan
membayar hak Pihak Kedua sesuai dengan kebijakan pada Peraturan Perusahaan.

Ayat 3
Pembayaran uang lembur akan diakumulasikan dalam pembayaran gaji bulanan
yang diterima Pihak Kedua sesuai dengan ayat 2 pada pasal ini.

PASAL 8
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Ayat 1
Berakhirnya Perjanjian Kerja ini berlaku jika masa kontrak ini telah habis dan
kedua belah pihak tidak sepakat untuk mengubah perjanjian ini ke jenjang yang lebih
tinggi.

Ayat 2
Pihak Pertama berhak mengakhiri perjanjian kerja ini secara sepihak dengan
alasan tertentu.

Ayat 3
Alasan-alasan yang dimaksud pada ayat 2 di atas, yaitu:
1. Tidak masuk kerja atau mangkir dari pekerjaan selama 2 hari kerja berturut-turut
tanpa keterangan tertulis ataupun alasan sah yang bisa dibenarkan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Melakukan tindak penipuan, pencurian, penggelapan, ataupun tindak-tindak
melawan hukum yang lain.
3. Menyalahgunakan wewenang & jabatan untuk kebutuhan pribadi.

135
4. Melakukan perusakan dengan berencana yang menyebabkan kerugian Pihak
Pertama.
5. Melakukan beberapa hal lain lantaran kecerobohannya yang menyebabkan Pihak
Pertama alami kerugian.
6. Melakukan perjudian di tempat kerja.
7. Mabuk-mabukan ataupun mengonsumsi narkotika & obat-obatan terlarang di
lingkungan kerja perusahaan.
8. Melakukan keributan ataupun keonaran yang mengganggu situasi kerja di
lingkungan kerja perusahaan.
9. Melakukan perkelahian ataupun penganiayaan pada pekerja lain.
10. Menghasut beberapa pekerja lain untuk lakukan mogok kerja.
11.Dan seterusnya.....

PASAL 9
KEADAAN DARURAT (FORCE MAJEUR)
Kesepakatan kerja tersebut batal dengan sendirinya jika dikarenakan situasi
ataupun kondisi yang memaksa, seperti bencana alam, pemberontakan, perang, huru-
hara, kerusuhan, Ketentuan Pemerintah atau apa pun yang menyebabkan kesepakatan
kerja tersebut tidak mungkin lagi untuk diwujudkan.

PASAL 10
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Ayat 1
Jika terdapat perselisihan pada kedua belah pihak, perselisihan tersebut dapat
diselesaikan dengan cara musyawarah untuk meraih mufakat.

Ayat 2
Jika dengan langkah ayat 1 pasal tersebut tidak menemui sepakat, kedua belah
pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui lembaga hukum yang berwewenang.

PASAL 11
PENUTUP
Demikian kesepakatan ini dibuat, disetujui dan ditandatangani dalam rangkap
dua asli serta tembusan materai cukup yang berkekuatan hukum yang sama, dan surat
kesepakatan ini dipegang kedua belah pihak.

136
Pihak Pertama Pihak Kedua

[HR&GA Manager] [Karyawan]

Soal : Kasus

Pekerjaan di Tempat Terpencil

Ada berbagai jenis pekerjaan yang lokasinya di tempat terpencil. Mereka yang
terlibat di dalam pekerjaan tersebut, termasuk para pekerja/buruh tidak dapat
melakukan aktivitas sosial sebagaimana mereka yang bekerja berdekatan dengan
pemukiman masyarakat pada umumnya. Mereka juga tidak memungkinkan untuk
berkumpul dengan keluarga sebagaimana layaknya. Jenis pekerjaan ini misalnya
pengeboran minyak di lepas pantai.Jelaskan bagaimana membuat Perjanjian Kerja
Untuk pekerja tsbt.

137
MODUL 14

MENYERAHKAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KE PERUSAHAAN


LAIN

Modul ini berhubungan dengan kemampuan yang berdasarkan pengetahuan,


ketrampilan dan sikap kerja yang berkaitan dengan menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan ke prusahaan lain.

2.2. Rencana perkuliahan:

Rencana
Perkuliahan Aktivitas
(150 menit)

Kegiatan Aktivitas 1. Mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan yang dapat


diserahkan pada perusahaan lain

Pengajar menginstruksikan mahasiswa untuk melaksanakan


aktivitas berikut ini :

a) Pekerjaan utama dan penunjang ditetapkan sesuai alur proses


pelaksanaan pekerjaan yang dibuat oleh asosiasi sektor usaha
b) Jenis pekerjaan yang akan diborongkan dilaporkan kepada
instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan
c) Kegiatan usaha penunjang yang akan diserahkan kepada
perusahaan penyedia jasa ditetapkan

138
Aktivitas 2. Membuat perjanjian penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain

Pengajar menginstruksikan kepada mahasiswa untuk


melaksanakan aktivitas berikut ini:

a. Persyaratan perusahaan penerima pemborongan pekerjaan


diverfikasi.
b. Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat sesuai ketentuan
yang berlaku
c. Persyaratan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
diverifikasi
d. Perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh dibuat sesuai ketentuan
yang berlaku
e. Perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh didaftarkan kepada
instansi yang membidangi ketenagakerjaan

Aspek-aspek penting yang dipelajari dan dipahami dalam


meyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain,
a.l.:
1. Unit kompetensi ini berlaku untuk melakukan pekerjaan
penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.
2. Penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui
pemborongan pekerjaan & penyediaan jasa pekerjaan/buruh.
3. Pekerjaan yang diserahkan melalui pemborongan pekerjaan
harus memenuhi syarat
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik
manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi
penjelasan tentang cara melaksana kan pekerjaan agar
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan
pemberi pekerjaan
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan
yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan
utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan
pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang
dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan.
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung,
artinya kegiatan tersebut merupakan kegatan tambahan
apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi
pekerjaan
4. Perjanjian pemborongan pekerjaan sekurangkurangnya harus
memuat hal yg dipersyaratkan
a. Hak dan kewajiban masingmasing pihak
b. Menjamin terpenuhinya perlindung an kerja dan syarat-
syarat kerja bagi pekerja/buruh sesuai peraturan
perundangundangan

139
c. Memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi di
bidangnya
5. Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi
persyaratan
a. berbentuk badan hukum (PT)
b. memiliki tanda daftar perusahaan
c. memiliki izin usaha
d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan perusahaan
6. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang
atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi
a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service)
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering)
c. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan)
d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh
7. Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sekurang-kurangnya
memuat hal hal yg dipersyaratkan
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja /buruh
dari perusahaan penyedia jasa pekerja /buruh.
b. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh bersedia menerima eker'a/buruh dari
perusahaan penyedia jasa ekerja/buruh sebelumnya
untuk jenis pekerjaan yang terus-menerus ada di
perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi
penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
c. Hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa

Sesi 1 Mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan yang dapat


diserahkan pada perusahaan lain
Tujuan pembelajaran:
1. Peserta mampu menetapkan Pekerjaan utama dan penunjang
sesuai alur proses pelaksanaan pekerjaan yang dibuat oleh
asosiasi sektor usaha
Pasal 66 UU No.13 tahun 2003, disebutkan bahwa 'Yang
dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yangtidak
berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan
yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu
perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan
kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi
pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman
(security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di
pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan
Langkah-langkah:
a. Menetapkan Pekerjaan utama dan penunjang sesuai alur
proses pelaksanaan pekerjaan.
b. Melakukan ldentifikasi jenis outsorcing apakah termasuk
jenis:

140
 Pemborongan pekerjaan: Pekerjaan yangdialihkan
adalah pekerjaan yang bisa diukur volumenya, dan fee
yang dikenakan oleh vendor adalah rupiah per satuan
kerja (Rp/m2, Rp/kg, dsb.). Contoh: pemborongan
pekerjaan cleaning service, jasa pembasmian hama, jasa
katering, dsb
 Penyediaan jasa Pekerja /buruh: vendor menempatkan
karyawannya untuk mengisi posisi tersebut. Vendor
hanya bertanggung jawab terhadap manajemen
karyawan tersebut serta hal-hal yang bersifat non-teknis
lainnya, sedangkan hal-hal teknis menjadi tanggung
jawab perusahaan selaku pengguna dari karyawan
vendor
c. Membuat Alur Kegiatan Core Bisnis atau penunjang
sepenuhnya ditentukan oleh Perusahaan, selanjutnya
dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat.
d. Dalam membuat Alur kegiatan tersebut mempertimbangkan
seperti pada pasal 6 Kepmen 220/2004 ttg syarat2
penyerahan Sebaian Pelaksanaan Pekerjaan kepada
perusahaan lain: 1) dilakukan secara terpisah dari kegiatan
utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan
pekerjaan, dengan perintah langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan, 2) Merupakan kegiatan penunjang
perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut
merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar
pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan
proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi
sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-
undangan, dan 3) Tidak menghambat proses produksi
secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan
kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan
pekerjaan tetap berjalan sebagaimana ditetapkan
sebelumnya

Bisnis inti:
washing,
Raw Material Finished go
weighing,
(penunjang) (penunjan
slicing, frying
& packing

2. Peserta mampu melaporkan jenis pekerjaan yang akan


diborongkan kepada instansi yang bertanggung jawab
dibidangnya
a. Membuat surat pemberitahuan kepada instansi/lembaga
yg terkait

141
b. Menyertakan lampiran proses bisnis
3. Peserta mampu menetapkan kegiatan usaha penunjang yang
akan diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa. Langkah-
langkah:
a. Setelah ditetapkan Pekerjaan penunjang sesuai alur
proses pelaksanaan pekerjaan, langkah selanjutnya
adalah memilih Vendor yg kredibel.
b. Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi
persyaratan: Berbentuk badan hukum (PT), Memiliki
tanda daftar perusahaan, Memiliki izin usaha dan
Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di
perusahaan
c. Kemudian memberikan Pekerjaan penunjang kepada
perusahaan outsourcing terpilih
4.
Sesi 2 Membuat perjanjian penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain
Tujuan pembelajaran:
1. Peserta mampu melakukan verifikasi Persyaratan perusahaan
penerima pekerjaan
a. Membuat checklist verifikasi vendor pemborongan
pekerjaan

N Deskripsi ad tidak
a
1 BerbentukBadan Hukum
(PT)
2 Memiliki Tanda Daftar
Perusahaan
3 Memiliki ljin Usaha
4 Memiliki Wajib Laper
Ketenagakerjaan
5 Memiliki NPWP
6 Memiliki Kepesertaan
Jamsostek
7 Memiliki Ketentuan yang
menjamin Perlindungan bagi
pekerja pekerja/buruh
(Transfer of undertaking
Protection of Employment atau
TUPE) Perusahaan Outsourching
dengan karyawan
oursourchingnya.
8 Memiliki surat
keterangan bahwa Perusahaan
Pemborongan Pekerjaan tidak
sedang dalam keadaan Pail it
9 Pemeriksaan
administrasi database karyawan

142
yang ditempatkan oleh
perusahaan outsourcing
(administrasi, payroll,
kepesertaanjamsostek, pajak)
10 Bia ya Tenaga kerja yang
diberikan oleh Vendor sbb:
b. Gaji / Upah Pokok
(Minimal sama dengan
UMR/P/S yang berlaku
dimasing masing wilayah
c. Kepesertaan Jamsostek
sesuai ketentuan yg
berlaku (Kepesertaan
Jamsostek Pekerja
outsourching didaftarkan
atas nama perorangan
dan bukan Kolektif)
d. Tunjangan jabatan
(Komponennya diberikan
untuk jabatan tertentu,
gajinya tidak dapat
disetarakan dg UMR/P/S
e. Uang makan (Maksimal
senilai uang makan
kantin bagi pekerja di
lokasi penugasan
f. Uang Transportasi:
Maksimal senilai uang
subsidi transport bagi
pekerja di lokasi
penugasan
g. THR dihitung prorata 1
bu Ian gaji pokok (1/12 X
Gaji sebulan)
h. Pakaian Kerja:
Maksimum senilai biaya
pakaian kerja bagi
pekerja di lokasi
penugasan.
11 Company Profile
perusahaan Outsourching

Verifikator
Vendor

( ) (
)

143
2. Peserta mampu membuat Perjanjian pemborongan pekerjaan
sesuai ketentuan yang berlaku

No: ……………..
Sifat: ……………
Lampiran : ... Exp
Perihal : Pendaaftan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
KepadaYth.
Kepala Dinas Tenaga kerja
KotaSemarang
Memenuhi ketentuan Pasal 64 dan 65 Undang-undang
No.13 Tahun 2003 jo, Permentrans RI No.19/Men/lV/2012
Pasal 10, maka bersama ini Sebagai bahan kelengkapan
pencatatan kami lampirkan antara lain :
a. Perjanjian Kerja Pemboroogan Pekerjaan dan Perjanjian
Penyediaan Jasa Pekerja atau buruh (Pilih salah satu)
b. Akta Pendirian Perseroan Terbatas Vendor
c. Tanda Daftar Perusahaan Vendor
d. lzin Usaha Vendor
e. Bukti Lapor Ketenagakerjaan oleh Vendor
f. Rekapitulasi Data Pekerja/Buruh PKWT yang digunakan
Vendor
g. Bukti Kepesertaan program BPJS Ketenagakerjaan, BPJS
Kesehatan dan JSHK
h. PKWT (setiap karyawan)
Demikian permohonan ini disampaikan atas
perhatiannya diucapkan terima kasih. Pimpinan Perusahaan

(Tanda Tangan & Stempel)

3. Peserta mampu melakukan verifikasi Persyaratan perusahaan


penyedia jasa pekerja/buruh
4. Peserta mampu membuat Perjanjian penyedia jasa
ekerja/buruh sesuai ketentuan yang berlaku
5. Peserta mampu mendaftarkan Perjanjian penyedia jasa
pekerja/buruh kepada instansi yang membidangi
ketenagakerjaan

Peralat Peralatan dan perlengkapan


an dan 2.1 Peralatan
perlengkapan 2.1.1 Alat pengolah kata dan data (komputer)
2.1.2 Alat pencetak (printer)
2.1.3 Korespondensi elektronik (email)
2.1.4 Jaringan internet

144
2.2 Perlengkapan
2.2.1 Alat tulis menulis
2.2.2 Alat komunikasi
Peratur Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tanggal 25 Maret 2003
an yang tentang Ketenagakerjaan
diperlukan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: Kep-100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: Kep-101/Men/VI/2004 tanggal 21 juni 2004
tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor : Kep-220/Men/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004
tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan Lain
Pengeta Pengetahuan
huan dan 9. Hubungan interpersonal dan organisasional
keterampilan 10. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dll
yang 11. Kebijakan dan peraturan organisasi atau perjanjian alih daya
diperlukan (outsourcing)
12. Kasus-kasus yang pernah terjadi terkait outsourcing dari DN
atau LN

Keterampilan
11. Mendengarkan secara aktif
12. Efektivitas komunikasi
13. Negosiasi
14. Focus group discussion
15. Penyusunan formulir terkait dan naskah perjanjian

Norma Norma
dan standar 7. Transparansi/keterbukaan, kepercayaan dan keadilan
8. Keselarasan kepentingan masing2 pihak
9. UU, PP, Permen, Kebijakan dan peraturan organisasi

Standar
8. Isi perjanjian outsourcing
9. Pemenuhan ketentuan / peraturan perundangan
10. Standar dan etika dalam perjanjian outsourcing

DESKRIPSI SINGKAT

145
MENYERAHKAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN (OUTSOURCING)

Outsourcing/alihdaya merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan


keadaaan ketika sebuah perusahaan membeli material, assemblies dan jasa lainnya
(yang semula dikerjakan sendiri) dari sumber2 di luar perusahaan. Outsourcing
membentu perusahaan dalam memfokuskan berbagai aktivitas2 yang mencerminkan
kompetensi intinya (core competencies). Dengan demikian, perusahaan dapat
menciptakan keunggulan bersaingnya sambal menurunkan biaya2 yang terjadi.
Koordinasi aktivitas outsourcing biasanya ditangani oleh bagian manajemen material
atau logistik (istilah yang dapat dipertukarkan). Istilah ini mengacu kepada
pengelompokan fungsi-fungsi manajemen yang mendukung siklus lengkap aliran
material dari pembelian dan pengendalian internal material produksi hingga
perencanaan dan pengendalian barang setengah jadi (work-in-process), pembelian,
pengapalan dan distribusi produk jadi. Kontrak actual dengan pemasok ditangani dalam
departemen pembelian. Selian itu, perlu juga dipahami bagaimana perusahaan
melakukan proses make-or-buy decision, outsourcing, pembelian, pemilihan
vendor/pemasok, dengan menggunakan prosedur tertentu, missal analytical hierarchy
process dan aliran informasi elektronik.
Strategic sourcing adalah pengembangan dan pengelolaan hubungan pemasok untuk
memperoleh barang dan jasa dengan cara yang membantu dalam mencapai prioritas
kebutuhan bisnis. Istilah lain adalah pembelian, fungsi perusahaan yang secara finansial
memang penting tetapi secara strategis bukan pusat perhatian. Saat ini, sebagai akibat
dari globalisasi dan teknologi komunikasi yang murah, dasar persaingan telah berubah.
Sebuah perusahaan tidak lagi dibatasi oleh kemampuan yang dimilikinya dan yang
penting adalah kemampuannya untuk menghasilkan yang terbaik dg ketersediaan
kapabilitas, apakah dimiliki oleh perusahaan atau tidak. Alih daya sudah begitu
berkembang sehingga bahkan fungsi inti seperti teknik, penelitian dan pengembangan,
manufaktur, teknologi informasi, dan pemasaran dapat dipindahkan ke luar
perusahaan.
Dell Computer
Fisher telah mengembangkan suatu kerangka kerja untuk membantu para manajer
memahami sifat permintaan untuk produk mereka dan kemudian menyusun rantai
pasokan yang dapat paling memuaskan permintaan itu. Banyak aspek permintaan
produk penting — misalnya, siklus hidup produk, prediktabilitas permintaan, variasi
produk, dan standar pasar untuk waktu dan layanan lead. Fisher telah menemukan
bahwa produk dapat dikategorikan sebagai fungsional utama atau inovatif. Karena
setiap kategori memerlukan jenis rantai pasokan yang berbeda, akar penyebab masalah
rantai pasokan adalah ketidakcocokan antara jenis produk dan jenis rantai pasokan.
Produk fungsional termasuk bahan pokok yang dibeli orang di berbagai outlet ritel,
seperti toko bahan makanan dan pompa bensin. Karena produk tersebut memenuhi
kebutuhan dasar, yang tidak banyak berubah dari waktu ke waktu, mereka memiliki
permintaan yang stabil dan dapat diprediksi serta siklus hidup yang panjang. Tetapi

146
stabilitas mereka mengundang persaingan, yang seringkali mengarah pada margin laba
yang rendah. Kriteria spesifik yang disarankan oleh Fisher untuk mengidentifikasi
produk fungsional meliputi: siklus hidup produk lebih dari dua tahun, margin
kontribusi 5 hingga 20 persen, variasi produk hanya 10 hingga 20, kesalahan perkiraan
rata-rata pada saat produksi hanya 10 persen, dan lead time untuk produk pesanan
mulai dari enam bulan hingga satu tahun.
Untuk menghindari margin rendah, banyak perusahaan memperkenalkan inovasi
dalam mode atau teknologi untuk memberi pelanggan alasan tambahan untuk membeli
produk mereka. Pakaian modis dan komputer pribadi adalah contoh yang bagus.
Meskipun inovasi dapat memungkinkan perusahaan untuk mencapai margin laba yang
lebih tinggi, sangat baru dari produk-produk inovatif membuat permintaan untuk
mereka tidak dapat diprediksi. Produk-produk inovatif ini biasanya memiliki siklus
hidup hanya beberapa bulan. Peniru dengan cepat mengikis keunggulan kompetitif yang
dinikmati oleh produk-produk inovatif, dan perusahaan terpaksa memperkenalkan
aliran inovasi baru yang mantap. Siklus hidup yang pendek dan variasi yang khas dari
produk-produk ini semakin meningkatkan ketidakpastian.
Hau Lee2 memperluas gagasan Fisher dengan berfokus pada sisi "pasokan" dari
rantai pasokan. Sementara Fisher telah menangkap karakteristik permintaan yang
penting, Lee menunjukkan bahwa ada ketidakpastian di sekitar sisi pasokan yang
merupakan pendorong yang sama pentingnya untuk strategi rantai pasokan yang tepat.
Lee mendefinisikan proses pasokan yang stabil sebagai proses di mana proses
manufaktur dan teknologi yang mendasari sudah matang dan basis pasokan sudah
mapan. Sebaliknya, proses pasokan yang berkembang adalah tempat proses pembuatan
dan teknologi yang mendasarinya masih dalam pengembangan awal dan sedang
berubah dengan cepat. Akibatnya basis pasokan mungkin terbatas baik dalam ukuran
maupun pengalaman. Dalam proses pasokan yang stabil, kompleksitas manufaktur
cenderung rendah atau dapat dikelola. Proses manufaktur yang stabil cenderung sangat
otomatis, dan kontrak pasokan jangka panjang lazim. Dalam proses pasokan yang terus
berkembang, proses produksi manusia membutuhkan banyak penyesuaian dan sering
mengalami kerusakan dan hasil yang tidak pasti. Basis pasokan mungkin tidak dapat
diandalkan, karena pemasok sendiri sedang mengalami inovasi proses.

Tabel 1. Ringkasan perbedaan produk2 fungsional dan inovatif serta proses


pasokan yang stabil dan berkembang
Karakteristik Permintaan Karakteristik Pasokan
Functional Innovative Stable Evolving
Low demand High demand Less breakdowns Vulnerable to
uncertainty uncertainty breakdowns
More predictable Difficult to forecast Stable and higher Variable and lower
demand yields yields

147
Stable demand Variable demand Less quality Potential quality
problems problems
Long product life Variable demand More supply sources Limited supply
sources
Low inventory cost High inventory cost Reliable suppliers Unreliable suppliers
Low profit margin High profit margin Less process More process
changes changes
Low product variety High product variety Less capacity Potential capacity
constraints constrained
Higher volume Low volume Easier to change Difficult to change
over over
Low stockout cost High stockout cost Flexible Inflexible
Low obsolescence High obsolescence Dependable lead Variable lead time
times

Outsourcing adalah tindakan memindahkan beberapa kegiatan internal


perusahaan dan tanggung jawab keputusan kepada penyedia luar. Ketentuan perjanjian
ditetapkan dalam kontrak. Outsourcing telah melampaui pembelian dan kontrak
konsultasi karena tidak hanya kegiatan yang ditransfer, tetapi juga sumber daya yang
membuat kegiatan terjadi, termasuk orang, fasilitas, peralatan, teknologi, dan aset
lainnya, ditransfer. Tanggung jawab untuk membuat keputusan atas elemen-elemen
tertentu dari kegiatan juga ditransfer.
Alasan mengapa perusahaan memutuskan untuk melakukan outsourcing dapat
sangat bervariasi. Tabel 2 mencantumkan contoh alasan untuk melakukan outsourcing
dan manfaat yang menyertainya. Outsourcing memungkinkan perusahaan untuk fokus
pada kegiatan yang mewakili kompetensi intinya. Dengan demikian, perusahaan dapat
menciptakan keunggulan kompetitif sekaligus mengurangi biaya. Seluruh fungsi dapat
di-outsourcing-kan, atau beberapa elemen kegiatan mungkin di-outsourcing-kan,
dengan sisanya disimpan di rumah. Sebagai contoh, beberapa elemen dari teknologi
informasi mungkin strategis, beberapa mungkin kritis, dan beberapa mungkin
dilakukan lebih murah oleh pihak ketiga. Mengidentifikasi fungsi sebagai target
outsourcing potensial, dan kemudian memecah fungsi itu menjadi komponen-
komponennya, memungkinkan para pembuat keputusan untuk menentukan kegiatan
mana yang strategis atau kritis dan harus tetap

Reasons to Outsource and the Resulting Benefits


FINANCIALLY IMPROVEMENT- ORGANIZATIONALLY
DRIVEN REASONS DRIVEN REASONS DRIVEN REASONS
Improve return on assets Improve quality and Improve effectiveness by
by reducing inventory productivity. focusing on what the firm
and sellingunnecessary does best.
assets.
Generate cash by selling Shorten cycle time. Increase flexibility to meet

148
low-return entities. changing demand for
products and services.
Gain access to new Obtain expertise, skills, Increase product and
markets, particularly in and technologies that are service value by improving
developing countries. not otherwise available. response to customer needs.
Reduce costs through a Improve risk
lower cost structure. management.
Turn fixed costs into Improve credibility and
variable costs. image by associating with
superior providers.

Gambar 1. Sourcing/Purchasing design matrix

Outsourcing di Indonesia
Outsourcing lebih banyak terkait dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia dan
diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, dan
pengaturan hukum outsourcing di Indonesia diatur dalam:

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang


Ketenagakerjaan

149
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-
100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu
c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-
101/Men/VI/2004 tanggal 21 juni 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-
220/Men/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi disebutkan
bahwa outsourcing sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan serius
dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk keseriusan pemerintah tersebut
dengan menugaskan menteri tenaga kerja untuk membuat draft revisi terhadap
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Legalitas Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Dalam memutus permohonan uji materi UU, MK tidak hanya menyatakan isi UU
bertentangan dengan UUD 1945. Selain memberi status baru atas isi UU, berwenang
memberi penafsiran atas ketentuan atau frasa tertentu, sekaligus membuat norma baru.
Dalam putusan No. 27/PUU-X/2011 MK tidak sekadar menyatakan pasal 65 ayat (7)
dan pasal 66 ayat (2) huruf (b) UU No. 13 tahun 2003 bertentangan dengan UUd 1945.
Pada amar ke tiga MK membuat norma baru.
   Untuk memberi pemahaman yang sama kepada aparatur pemerintah yang
membidangi ketenagakerjaan di seluruh indonesia, terkait putusan MK no. 27/PUU-
IX/2011, Dirjen PHI dan jamsos kementerian tenaga kerja dan transmigrasi
(kemenkertans) menerbitkan surat edaran (SE) No. B.31/PHIJSK/I/2012. Substansi SE
selengkapnya sebagai berikut :

a. Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan


atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak
memuat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekrja/buru yang objek
kerjanya tetap  (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pkerjaan lain
atau perusahaan penyedia jasa/buruh lain, maka hubungan kerja antara perusahaan
penerima pekerjaan borongan atau perusahan penyedia jasa pekrja/buruh dengan
pekrja/buruh harus didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
b. Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahan penerima pemborongan pekrjaan
pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan
pekerja/buruhnya memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi 
pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penrima pekrjaan
borongan atau perusahaan penyedia jas pekerja/buruh dengan pekerja
pekerja/buruhnya dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu.

150
Norma baru dalam putusan MK no. 27/PUU-IX/2011 bukan yang pertama dalam
sejarah pengujian UU No. 13 tahun 2003. Dalam putusan No. 115/PUU-VII/2009 MK
membuat norma baru terkait keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh dalam
perundingan perjanjian kerj a bersama (PKB). Norma dalam putusan MK itu sama
penting dengan norma dalam putusan No. 27/PUU-IX/2011. Norma putusan MK tidak
boleh berhenti di situ saja. UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan
memerintahkan pewmbentuk UU mewujudakn putusan MK ke dalam perubahan UU
ketenagakerjaan. Perubahan UU diperlukan untuk menciptkan kepastian hukum. Ketika
norma baru putusan MK diwujudkan menjadi hukum positif maka hal itu akan
menjamin keseragaman dalam mengimplementasikan hukum. Saat melakukan
perubahan UU, kewajiban pembentuk UU sebaiknya mengadopsi norma ke dalam UU.
    Kebutuhan mendesak saat ini adalah mengubah UU ketenagakerjaan terutama
yang berkaitan dengan putusan MK. Itu selain memperkuat perlindungan hak
buruh outsorcing, perubahan UU sekaligus memperketat syarat
perusahaan outsorcing sehingga perusahaan outsorcing nakal dan abal-abal tidak
tumbuh. kebutuhan ini pararel dengan semangat putusan MK. Perusahaan outsorcing –
penyedia jasa pekerja/buruh – harus memiliki modal uang yang besar,tidak cukup
modal invoice dan perkawanan. perusahaan outsorcing yang memiliki modal kuat bisa
dipastikan bekerja profesional sehingga bisa mencegah pelanggaran hak buruh.
Perusahaan abal-abal cenderung berbuat curang dan bertindak seperti garong,
menggelapkan dan mengurangi hak buruh dengan modus:
a.       Membayar upah buruh lebih rendah dari yang disetujui pemberi kerja (user);
b.      Tidak menyetor iuran jamsostek milik buruh.
Putusan MK. No. 27./PUU-VIII/2011. Merupakan sumber hukum penting dalan
menata sistem outsorcing. Putusan MK itu memberi wawasan sistem kesadaran hukum
baru bagi pengusaha dan pemerintah. Amar putusan MK bukan alasan tunggal
memperbaiki sistem outsorcing. Pendapat MK sebagaimana diuraikan dalam
pertimbangan hkum merupakan bagian tidak terpisahkan dari amar putusan sehingga
substansi pertimbangan MK dapat dijadikan alasan mendorong perbaikan
sistem outsorcing.

DAFTAR REFERENSI :

1. Gary Dessler, Human Resource Management, Edisi Indonesia, 2015, Jakarta :


Salemba Empat

151
2. Noe, Hollenbeck, Gehart & Wright, Human Resource Management, 2015. New
York: McGraw-Hill.
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
307 Tahun 2014 Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Katagori Jasa Profesional, Ilmiah Dan Teknis Golongan Pokok
Kegiatan Kantor Pusat Dan Konsultasi Manajemen, Bidang Manajemen
Sumberdaya Manusia
4. Bennet N.B. Silalahi dan Rumondang B. Silalahi. 2000, Manajemen Keselamatan &
Kesehatan Kerja, Jakarta: PPM.
5. Suwarto, 2009, Hubungan Industrial Dalam Praktek,Jakarta :AHII
6. Jurnal-jurnal yang relevan dengan pokok bahasan.
7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
9. Franklin, A. L. and Pagan, J. F. (2006) Organization Culture as an Explanation
for Employee Discipline Practices. Review of Public Personnel Administration 26
(1) 52-73.
10. Idris, S.D, & Alegbeleye, G.I. (2015). Discipline and Organizational
Effectiveness: Study of Nigerian Customs Service. Review of Public
Administration and Management,4(8):88-107

11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Kep-100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Kep-101/Men/VI/2004 tanggal 21 juni 2004 tentang Tata Cara Perijinan
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :
Kep-220/Men/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Syarat-syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
14. https://www.berandahukum.com/2017/03/legalitas-outsourcing-di-
indonesia.html
15. https://www.berandahukum.com/2017/03/legalitas-outsourcing-pasca-
putusan.html
16. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f4b372fe9227/legalitas-
ioutsourcing-i-pasca-putusan-mkbr-oleh--juanda-pangaribuan

152

Anda mungkin juga menyukai