Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya energi yang sangat melimpah,
salah satunya adalah sumber energi angin. Indonesia yang merupakan negara
kepulauan dan salah satu negara yang terletak di garis khatulistiwa merupakan faktor,
bahwa Indonesia memiliki potensi energi angin yang melimpah. Pada dasarnya angin
terjadi karena ada perbedaan suhu antara udara panas dan udara dingin. Di daerah
katulistiwa, udaranya menjadi panas mengembang dan menjadi ringan, naik ke atas
dan bergerak ke daerah yang lebih dingin. Sebaliknya daerah kutub yang dingin, udara
menjadi dingin dan turun ke bawah. Dengan demikian terjadi perputaran udara
berupa perpindahan udara dari kutub utara ke garis katulistiwa menyusuri permukaan
bumi dan sebaliknya suatu perpindahan udara dari garis katulistiwa kembali ke kutub
utara, melalui lapisan udara yang lebih tinggi.
Salah satu pemanfaatan energi terbarukan yang saat ini memiliki potensi besar
untuk dikembangkan adalah energi angin. Energi ini merupakan energi yang bersih dan
proses produksinya tidak mencemari lingkungan. Angin sebagai sumber energi yang
jumlahnya melimpah merupakan sumber energi yang terbarukan dan tidak
menimbulkan polusi udara karena tidak menghasilkan gas buang yang dapat
menyebabkan efek rumah kaca. Energi angin adalah salah satu energi yang tersedia di
alam yang dapat diperoleh secara gratis dan ramah lingkungan. Perkembangan
pemanfaatan energi angin di Indonesia saat ini masih tergolong rendah. Salah satu
penyebab yang mendasar adalah karena kecepatan angin rata-rata di wilayah indonesia
tergolong kecepatan angin rendah, yaitu bekisar antara 3 m/s sampai dengan 6 m/s
sehingga sulit untuk menghasilkan energi listrik dalam skala besar. Kecepatan sebesar
itu tidak memungkinkan untuk dapat membangun turbin angin berdiameter besar,
dikarenakan turbin angin skala besar memiliki cut-in yang bekisar pada kecepatan
angin 5 m/s – 7 m/s (Akhir, n.d.).

1
Mengingat kebutuhan energi listrik yang terus meningkat, secara otomatis
kebutuhan energi untuk pembangkitannya pun juga meningkat. Hal ini menjadi
polemik, dikarenakan primadona pembangkit listrik (bahan bakar fosil) juga semakin
menipis dan akan habis suatu saat nanti. Apabila masih saja ketergantungan kepada
bahan bakar fosil, sama saja kita menggiring diri ke jurang krisis energi yang
akibatnya bisa kita rasakan kelak jika tidak adanya penggantian pembangkit energi
listrik. Disamping itu, penggunaan bahan bakar fosil juga merupakan penyumbang
terbesar pelubangan ozon akibat efek rumah kaca. Dan energi listrik merupakan salah
satu kebutuhan pokok yang paling penting dalam kehidupan manusia saat ini, dimana
hampir seluruh aspek aktifitas kehidupan manusia berhubungan dengan energi listrik.
Seiiring dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat populasi penduduk dunia pada
umumnya dan Indonesia pada khususnya maka permintaan akan energi listrik juga
akan meningkat. Diperlukanlah konversi, konservasi, dan pengembangan energi-
energi baru terbarukan (renewable energy) untuk mengatasi ketergantungan akan
energi bahan bakar fosil (Ribeiro et al., 2013).
Salah satu daerah di Banyuwangi yang dinilai memiliki potensi sebagai
pembangkit energi listrik adalah di kecamatan Kalipuro, lebih spesifiknya yaitu di
daerah Wisata Bukit Sewu Sambang. Bukit Sewu Sambang merupakan sebuah wisata
yang memiliki topografi bukit di pesisir pantai. Di wisata Bukit Sewu Sambang masih
belum mendapatkan suplai listrik dari pemerintah, karena keterbatasan akses jalan
untuk instalasi listrik, dengan pemanfaatan potensi energi angin dapat membantu
wisatawan di Bukit Sewu Sambang sebagai penerangan jalan dan kebutuhan lainya.
Maka oleh itu akan direncanakan proses perencanaan rangka, perencanaan sambungan
las dan sambungan mur dan baut pada turbin angin vertical tipe helix.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana merencanakan perhitungan kekuatan rangka.
2. Bagaimana merencanakan perhitungan sambungan las.

2
3. Bagaimana merencanakan perhitungan sambungan mur dan baut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan rangka pada turbin angin adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kekuatan rangka.
2. Mengetahui perencanaan kontruksi kekuatan sambungan las.
3. Mengetahui perencanaan perhitungan sambungan mur dan baut.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan rangka pada turbin angin adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan tentang turbin angin.
2. Meningkatkan daya kreatifitas, inovasi, dan keahlian mahasiswa dan adaya
ilmu pengetahuan tentang pembuatan turbin angin.
3. Sebagai alternative penggunaan bahan bakar fosil.

1.4 Batasan Masalah


Adapun beberapa hal yang dijadikan sebagai Batasan masalah yaitu:
1. Hanya membahas perencanaan dan pembuatan rangka turbin angin vertical tipe
helix.
2. Pembahasan fokus pada perhitungan sambungan las.
3. Pembahasan fokus pada perhitungan sambungan mur dan baut .

3
~Halaman ini sengaja dikosongkan ~

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Menurut (Lazuardi, 2018), meneliti Perencanaan Sambungan Mur Dan Baut
Pada Gerobak Sampah Motor. diperlihatkan dengan adanya besaran-besaran
dimensi dan fisika yang memenuhi kebutuhan untuk dipergunakan sebagai unsur
elemen penyatu dua buah komponen atau lebih pada sistem konstruksi gerobak
sampah. Unsur pemilihan bahan yang dipergunakan, memiliki pengaruh yang jelas
terhadap hasil dari suatu perencanaan.
Menurut (Fitrianda, 2013), meneliti Perencangan Turbin Angin Aksial Yang
Terintegrasi Kondensor (ARM). Lengan pemegang turbin merupakan salah satu
penting dari turbin angin aksial yang terintegrasi kondensor. Lengan pemegang
turbin berfungsi untuk menompang komponen seperti duct cone, fan 5 serta
generator. Perlu perancangan lengan pemegang Turbin angin yang baik agar mesin
bekerja dengan baik dan aman.
Kecepatan Angin Dan Variasi Jumlah Sudu Terhadap Unjuk Kerja Turbin
Angin Poros Horizontal. Hasil peneliti bahwa nilai terbaik diperoleh pada kecepatan
angin maksimal 4 m/s dan jumlah blade 5 dengan nilai 3.07% sedangkan untuk nilai
terkecil diperoleh pada kecepatan angin 3 m/s dan jumanlah blade 3 yaitu dengan
nilai 0.05%. Untuk nilai TSR maksimal pada kecepatan maksimal 4 m/s terjadi pada
jumlah blade 5 yaitu sebesar λ = 2.11, sedangkan untuk nilai terendah pada
kecepatan angin 3 m/s dihasilkan pada jumlah blade 3 yaitu sebesar λ =
1.49(Aryanto et al., 2013).
Menurut (Pitriadi et al., 2013), meneliti Perancangan Kincir Angin Sumbu
Vertikal Empat Sudu Dengan Kelengkungan 90˚. Berdasarkan hasil penelitian,
kincir angin sumbu vertical empat sudu mampu mengekstraksi daya angin menjadi
daya generator (output) rata-rata 15% .Kinerja terbaik dari kincir angin sumbu
vertikal empat sudu dengan kelengkungan 90° memiliki nilai koefisien power
tertinggi pada kecepatan angin = 2,4 m/s yaitu sekitar 0,25.
Menurut (Santoso et al., 2015), meneliti Pengaruh Kuat Arus Listrik Pengelasan
Terhadap Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Las Smaw Dengan Elektroda E7016.
Hasil penelitian diperoleh Kekuatan tarik sambungan las raw material 36,711

5
kgf/mm2 . nilai kekuatan tarik dengan kuat arus pengelasan 100 Amper mengalami
penurunan yaitu 31,863 kgf/mm2 . Sedangkan dengan kuat arus pengelasan 125
Amper mengalami kenaikan 40,827 kgf/mm2 . Pada kuat arus pengelasan 150
Amper mengalami kenaikan 48,503 kgf/mm2 Struktur mikro logam induk terdiri
dari perlit dan ferrit, struktur mikro daerah HAZ. Struktur mikro daerah HAZ dan
logam las dengan kuat arus pengelasan 150 Ampere terdiri dari bainit dan
widmanstatten ferrite. Struktur mikro daerah HAZ dan logam las dengan kuat arus
pengelasan 100 dan 125 Ampere terdiri dari asutenit sisa dan widmanstatten ferrite.
Menurut (Kirono & Sanjaya, 2013) meneliti Pengaruh Hasil Pengelasan Gtaw
Dan Smaw Pada Pelat Baja Sa 516 Dengan Kampuh V Tunggal. Pada hasil
pengujian tarik hasil pengelasan GTAW lebih tinggi dibandingkan pengelasan
SMAW dengan selisih tegangan tarik maksimum sebesar 6,62 N/mm2 (6,62MPa),
selelisih tegangan yield adalah 17,83 N/mm2 (17,83MPa) lebih tinggi pengelasan
GTAW serta pada elongasi pengelasan GTAW lebih tinggi dengan selisih 2,09%
dibandingkan pengelasan SMAW, kekerasan pengelasan GTAW tidak terlalu jauh
dengan hasil pengelasan.
Menurut (Wahyudi et al., 2020) meneliti Analisa Pengaruh Jenis Elektroda Pada
Pengelasan SMAW Penyambungan Baja Karbon Rendah Dengan Baja Karbon
Sedang Terhadap Tensile Strength. Dari hasil penelitian maka dapat dijelaskan
bahwa jenis elektroda berpengaruh terhadap kekuatan tarik material dimana nilai
kekuatan tarik yang paling tinggi terdapat pada jenis elektroda E7016 + E7018 yaitu
sebesar 55.06 kgf/mm2 selanjutnya diikuti oleh elektroda E7016 yaitu sebesar
54.29 kgf/mm2 dan terakhir dengan nilai terendah menggunakan elektroda E7018
yaitu sebesar 51.81 kgf/mm2 .

2.2 landasan Teori


2.2.1 Angin
Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan akibat rotasi bumi dan
akibat perbedaan tekanan, udara bertekanan tinggi akan berpindah ke tekanan yang
lebih rendah. Udara di bumi mengalami perbedaan temperatur yang disebabkan
oleh sinar matahari, dimana udara bertemperatur tinggi memiliki tekanan yang
rendah, dan udara bertemperatur rendah memiliki tekanan yang tinggi.

6
Perbedaan tekanan sendiri terjadi karena pemanasan yang tidak merata pada
permukaan bumi. Daerah tropis memiliki temperatur yang lebih tinggi akiba t
mendapatkan paparan radiasi panas matahari yang lebih banyak, sehingga udara
memuai dan bergerak ke atmosfir (Nugroho, 2009). Pergerakan udara panas
keatas menyebabkan udara dingin dari garis lintang yang lebih tinggi mengalir
menuju daerah tropis. Udara menyusut menjadi lebih berat dan kembali ke tanah.
Di atas tanah udara menjadi panas lagi, begitulah seterusnya sehingga terjadi
sirkulasi. Sirkulasi ini selain menyebabkan perbedaan iklim pada zona yang
berbeda, kecepatan angin yang dihasilkan juga berbeda.
Tabel 2.1 Pengelompokan Potensi Energi Angin, Pemanfaatan, dan Lokasi
Potensial
Kecepatan Daya Kapasitas
Kelas/Kategori Angin Spesifik (kW) Lokasi
(m/s)
Skala Kecil 2,5 – 4,0 <75 0 – 10 Jawa, NTB, NTT,
Maluku, Sulawesi
Skala Menengah 4,0 – 5,0 75 – 150 10 – 100 NTB, NTT, Sulsel,
Sultra
Skala Besar >5,0 >5,0 >100 Sulsel, NTB, NTT,
Pantai Selatan Jawa
(Sumber:(Ribeiro et al., 2013)
2.2.2. Turbin angin
Turbin angin merupakan alat yang digunakan pada sistem konversi energi
angin dengan memanfaatkan energi angin untuk mengubah energi kinetik dari angin
menjadi energi mekanik didalam bentuk putaran poros dan akhirnya energi finalnya
berupa listrik dari generator. Turbin angin sumbu vertikal mampu memanfaatkan
angin dari berbagai arah serta memiliki kemampuan self-starting yang bagus,
sehingga hanya membutuhkan angin dengan kecepatan rendah untuk dapat memutar
rotor dari kincir. Selain itu, torsi yang dihasilkan kincir angin jenis sumbu vertikal
relatif tinggi. Peningkatan koefisien daya tergantung pada desain dari kincir angin
helix yang dimodifikasi (Marnoto, 2011)

7
A. Jenis-Jenis turbin angin
Berdasarkan bentuk porosnya, turbin angin dibagi menjadi dua jenis yaitu

1) Turbin angin sumbu horizontal (horizontal axis wind)


• Turbin angin horizontal adalah jenis turbin angin dengan sumbu sejajar
dengan arah angin seperti baling-baling pesawat terbang pada umumnya,
turbin ini harus diarahkan sesuai dengan arah angin yang paling tinggi
kecepantanya.
• Turbin angin sumbu horizontal berputar karena adanya gaya dorong dan
gaya angkat (lift and drag force) dari angin.

2) Turbin angin sumbu vertical (vertikal axis wind)


• Turbin angin sumbu vertical adalah jenis turbin angin dengan poros yang
tegak lurus dengan arah angin.
• Prinsip kerja turbin angin sumbu vertical dipengaruhi oleh gaya dorong oleh
angin pada sudu-sudunya sehingga menyebabkan rotor berputar dengan
sendirinya.
Perbedaan secara singkat antara turbin angin sumbu horinzontal dan turbin
angin sumbu vertical dapat dilihat dari gambar 2.3

Gambar 2.1 Perbedaan turbin angin sumbu vertical dan horizontal

8
Pada gambar 2.1 dapat dilihat perbedaan dari kedua jenis turbin. Pada turbin
horizontal generator diletakkan dibelakang turbin, sedangkan pada turbin vertical
generator deletakkan didasar pada dasar turbin sehingga hal ini akan mempermudah
dalam perawatan generator. Dengan posisi turbin yang horizontal, poros dari turbin
ini sejajar dengan arah angin sehingga akan membutuhkan mekanisme tersendiri
agar sudu turbin bisa tetap mengikuti arah angin. Berbeda dengan vertical, turbin
ini memiliki poros yang tegak lurus dengan arah angin sehingga dapat tetap berputar
meskipun arah angin terus berubah-ubah.

2.2.3 Rangka
Rangka dirancang untuk mendukung beban dalam bentuk tertentu dan yang
terpenting dalam kasus yang terjadi hanya mengalami sedikit deformasi jika
mengalami pembebanan. Semua struktur teknik atau unsur struktural mengalami
gaya eksternal atau pembebanan. Hal ini akan mengakibatkan gaya eksternal lain
atau reaksi pada titik pendukung strukturnya.

1. Dasar Perhitungan Rangka


Semua gaya yang bekerja pada benda dianggap bekerja pada titik tersebut,
dan jika gaya – gaya ini tidak seimbang maka benda mengalami gerak translasi.
Oleh karena itu agar sebuah sistem gaya dalam keseimbangan, resultan semua gaya
dan resultan semua momen terhadap suatu titik = 0. persyaratan yang harus dipenuhi
adalah: ∑ Fx = 0, ∑ Fy = 0 dan ∑ M = 0(shigley’s, 2001).
A.) Gaya reaksi adalah gaya yang diberikan oleh beban agar dapat memenuhi
kontruksi yang seimbang. Berikut macam tumpuan, yaitu:
1. Tumpuan pin/sendi, tumpuan ini dapat menahan dua buah gaya dalam arah
yang tegak lurus terhadap sumbu sendinya. Tumpuan sendi dapat dilihat pada
gambar 2.2.

9
Gambar 2. 2 Tumpuan Sendi (Merriam,1996)

2. Tumpuan rol, tumpuan ini dapat menahan satu buah gaya pada arah tegak lurus
penumpu. Tumpuan rol dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Tumpuan Rol/Geser (Merriam,1996)

3. Tumpuan jepit, tumpuan ini dapat menahan dua buah gaya dalam segala arah
yang tegak lurus dengan sumbu jepitnya dan dapat menahan momen. Tumpuan jepit
dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Tumpuan Jepit (Merriam,1996)

Gaya aksi merupakan gaya luar sedangakan gaya reaksi merupakan gaya
dalam, reaksi tumpuan adalah besar gaya yang dilakukan oleh tumpuan untuk

10
mengimbangi gaya luar agar benda dalam keadaan seimbang. Oleh karena itu
besarnya gaya reaksi sama dengan jumlah gaya luar yang bekerja pada kontruksi.
Gambar analisis gaya beban pada rangka dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Analisis Gaya Beban Pada Rangka (Muhamad,2018)

Dimana:
a&b = Jarak gaya terpusat ke titik tumpu A atau B
F = Gaya terpusat
A&B = Tumpuan
L = Jarak antar tumpuan

Perjanjian tanda arah gaya


a. Gaya aksial
Gaya aksial adalah gaya yang terjadi karena gaya yang bersentuhan dengan
permukaan bidang sentuh yang arahnya horizontal. Analisis gaya aksial dapat
dilihat pada gambar berikut (Muhamad, 2018).

Gambar 2.6 Perjanjian tanda gaya aksial (Agung 2016)


b. Gaya lintang
Gaya lintang adalah gaya tegak lurus yang memiliki arah vertikal yang bekerja
pada sumbu batang. Analisis gaya lintang dapat dilihat pada gambar berikut
(Muhamad, 2018).

11
Gambar 2.7 Perjanjian tanda gaya lintang (Agung 2016)

c. Momen (M)
Momen adalah gaya yang di akibatkan oleh besaran yang menyatakan
besarnya, momen gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga mengakibatkan
benda tersebut berotasi. Analisis gaya momen dapat dilihat pada gambar berikut
(Muhamad, 2018).

Gambar 2.8 Perjanjian tanda gaya momen (Agung 2016)

B.) Beban adalah berat benda pada kontruksi. Pengelompokan beban yaitu:
1. Beban Terpusat
Beban Terpusat adalah Suatu gaya yang bekerja pada luasan yang relatif
terpusat disebut gaya terpusat, Gambar Analisa beban terpusat dapat dilihat pada
Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Analisis Gaya Batang Beban Terpusat (Zainuri, 2008)

12
Dimana:
F = Beban (Kg)
A&B = Tumpuan
Ra & Rb = Reaksi di titik A & B
L = Panjang Bidang
Syarat keterangan :
∑ Fx = 0 (Gaya lintang arah sumbu x)
∑ Fy = 0 (Gaya lintang arah sumbu y)
∑M = 0 (Moment lentur)
Selanjutnya melakukan perencanaan beban terpusat dengan tahap – tahap sebagai
berikut :
a) Menentukan beban (F) yang dialami rangka.
b) Menentukan gaya aksi dan reaksi pada tumpuan A dan B.

∑MA= 0
RB . L – F . a= 0
𝑎
𝑅𝐵 = 𝐹 . 𝐿 ..................................................................... (2.1)

∑MB = 0
𝑅𝐴 . 𝐿 − 𝐹 . 𝑏 = 0
𝑏
𝑅𝐴 = 𝐹 . 𝐿 ...................................................................... (2.2)

c) Menentukan bidang gaya lintang (F)


Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ b. Berikut gambar potongan I bidang geser dilihat pada
gambar 2.10.

Gambar 2.10 Potongan I Bidang Geser

13
∑FI =0
VI + RB =0
VI = RB .................................................................................... (2.3)

Potongan II dengan b ≤ x ≤ a. Potongan II bidang geser dapat dilihat pada Gambar


2.11.

Gambar 2.11 Potongan II Bidang Geser


∑FII =0
𝑉𝐼𝐼 + 𝑅𝐵 − 𝐹 =0
𝑉𝐼𝐼 = 𝑅𝐵 + 𝐹 ............................................................. (2.4)

d) Menentukan bidang momen (M)


Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ b. Gambar potongan I bidang momen dapat dlihat pada
gambar 2.12.

Gambar 2.12 Potongan I Bidang Momen


∑𝑀𝐼 = 0
𝑅𝐵 . x – 𝑀𝐼 = 0
𝑀𝐼 = 𝑅𝐵 . 𝑥 .......................................................................... (2.5)

Potongan II dengan b ≤ x ≤ a. Gambar potongan II bidang momen dapat dilihat


pada gambar 2.13.

14
Gambar 2.13 Potongan II Bidang Momen

∑𝑀𝐼𝐼 =0
𝑅𝐵 . (𝑏 + 𝑥) − 𝐹 . 𝑥 − 𝑀𝐼𝐼 =0
𝑀𝐼𝐼 = 𝑅𝐵 . (𝑏 + 𝑥) − 𝐹. 𝑥 .......................... (2.6)
Gambar diagram bidang geser dan bidang momen ditunjukkan pada gambar 2.14.

Gambar 2. 14 Diagram bidang geser dan bidang momen untuk beban terpusat
(Zainuri, 2008)

2. Beban Merata
Beban merata bisa dikatakan sebagai beban terbagi rata, beban terbagi
adalah beban yang terbagi pada bidang yang cukup luas. Analisa beban merata
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.15.

15
Gambar 2.15 Analisa Gaya Beban Merata (Zainuri, 2008)
Dimana :
Q : Gaya beban terpusat (Kg)
L : Panjang jarak
q : Intensitas beban terdistribusi (gaya per satuan jarak)

2. Perencanaan Kekuatan Rangka


Rangka yang dirancang pada Turbin angin akan terjadi defleksi kecil pada
batang atau sedikit pergeseran beban pada tumpuan. Agar tidak mengalami
kebengkokan, maka beban yang diterima harus lebih kecil dari Pcr (beban kritis
yang diterima rangka) yang sesuai dengan perancangan rangka. Bahan rangka
menggunakan pipa hollow 3”.

Gambar 2.16 Hollow Circle (Zainuru 2008)


A. Menentukan Centroid (x’.y ’)
Suatu Sumbu yang melalui sentroid disebut sumbu sentroid. Sumbu sentroid sangat
besar pengaruhnya dalam perhitungan statistika dan kekuatan bahan (Zainuri,
2008). Sehingga untuk mnentukan titik sentroid diperoleh:
∑𝐴𝑥
Jika bidang A ke titik y’ = ......................................................................... (2.7)
𝐴

∑𝐴𝑦
Jika bidang A ke titik x’ = .............................................................................
𝐴

16
B. Momen Inersia dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Momen inersia dinyatakan sebagai jumlah semua luasan kecil-kecil, masing-
masing dikalikan dengan kuadrat jarak (lengan momen) dari sumbu yang dilihat
(Zainuri, 2008). Momen inersia dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Momen inersia terhadap sumbu X-X adalah:


Ix = ∑ Ay2 .................................................................................... (2.9)
Momen inersia terhadap sumbu Y-Y adalah:
Iy = ∑ Ax2 .................................................................................. (2.10)

Momen inersia bentuk hollow circle adalah

I𝑥0 = 𝜋(𝑑4 − 𝑑14 ) ....................................................................

I𝑦0 = 𝐼𝑥0 ..................................................................................


𝐼𝑥1 = 𝐼𝑥 + (𝐴1 . (𝑥1 − 𝑦`)2 ) ..................................................... (2.13)
𝐼𝑥2 = 𝐼𝑦 + (𝐴2 . (𝑥2 − 𝑦`)2 ) .................................................... (2.14)
𝐼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐼𝑥1 + 𝐼𝑥2 ........................................................................ (2.15)
Dimana:
I = Momen Inersia (𝑚𝑚4 )
A = Luas Penampang (𝑚𝑚2 )
C. Setelah menentukan titik centroid dan momen inersia, maka tahap selanjutnya
yaitu menentukan tegangan geser yang terjadi pada rangka, dan tegangan geser
yang diijinkan tegangan geser rangka dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Tegangan geser yang terjadi pada rangka :

𝑀. 𝑦
τgeser = 𝐼 ......................................................................................... (2.7)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Dimana :
M = Momen terbesar (N/mm)
y = Letak centeroid
Itotal = Momen inersia (mm4)

17
Tegangan geser yang diijinkan: (Sularso dan Suga, 2004)

𝜎𝐵
𝜏a = 𝑠𝑓1.𝑠𝑓2................................................................................ (2.8)

Dimana:

𝑟𝑎 = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

𝑠𝑓1 . 𝑠𝑓2 = Faktor koreksi

𝜎B = Tegangan tarik pada rangka

3. Menentukan Keamanan Rangka


Untuk menentukan faktor keamanan pada rangka, Langkah pertama yang
dilakukan yaitu melakukan pengujian tarik. Uji Tarik merupakan metode yang
digunakan untuk menguji kejuatan suatu bahan material dengan cara memberikan
beban gaya yang searah dengan sumbu. Hasil pengujian Tarik dilakukan untuk
melengkapi informasi kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan.
Uji Tarik ini dilakukan untuk mengatahui sifat-sifat mekanis suatu material,
khususnya logam diantara sifat-sifat mekanis yang dapat di ketahui dari hasil
pengujian tarik adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan
2. Kekuatan material
3. Keuletan dari material
4. Elastisitas dari material
5. Kegetasan dari suatu material
6. Kelunakan dan Kelenturan
7. Ketangguhan

18
Berikut merupakan grafik tegangan regangan pada gambar 2.17

Gambar 2.17 Grafik tegangan dan regangan (Gere dan Timoshenko, 2000)
a. Rumus uji Tarik
- Stress (Tegangan mekanis)
Ϭ =F/A .... ............................................................................................. (2.18)
Dimana :
F = Gaya Tarik (N/mm²)
A = Luas Penampang (mm²)

- Strain (Regangan)

Ɛ= ∆L/L ....................................................................................................... (2.19)


Dimana :
∆L = Pertambahan Panjang (mm)
L = Panjang Awal (mm)

Maka, hubungan antara stress dan strain dirumuskan :


E= Ϭ/Ɛ ......................................................................................................... (2.20)
Dimana:
E = Besaran Modulus Elastisitas
Ϭ = Tegangan (N/mm²)

19
Ɛ = Regangan (mm²)
Rangka menggunakan bahan baja, dengan profil pipa hollow. Dengan
langkah sebagai berikut :

a) Tegangan Geser Rangka

𝑀𝑥 . 𝑦
𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟= 𝐼 ......................................................................................... (2.21)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Dimana :

M = Momen terbesar (kg mm)

y̅ = Letak centroid

Itotal = Momen inersia (𝑚𝑚4 )

b) Tegangan Tarik

𝐹𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛= .................................................................................................... (2.22)
𝑆𝑜

𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = Tegangan tarik pada bahan (kg/mm²)

𝐹𝑚𝑎𝑥 = Beban maksimal pada bahan ( kg )

𝑆𝑜 = Luasan bidang tarik (mm2 )

c) Tegangan Ijin : (Gere & Timoshenko, 2000)

𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
𝜏izin= ............................................................................................. (2.23)
𝑠𝑓

Dimana :
𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = Tegangan tarik material ( kg/mm2 )
Sf = Faktor keamanan ( 2,8 )
Untuk menentukan bahan yang aman digunakan maka harus melalui syarat
sebagai berikut : 𝜏𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 ≤ 𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛.

20
2.2.4 Sambungan las
A. Definisi las
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih
dengan menggunakan energi panas dan menggunakan bahan tambah atau elektroda
yang dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan. Jenis jenis dari pengelasan
bermacam-macam sesuai dengan penggunaanya seperti, Shielded metal arc welding
(SMAW), Gas Metal Arc Welding ( GMAW ), Gas Tungsten Arc Welding
(GTAW), Submerged Arc Welding ( SAW ), Tetapi disini hanya menggunakan
Shielded metal arc welding (SMAW).

1. Shielded Metal Arc Welding ( SMAW )


Shielded Metal Arc Welding (SMAW) adalah salah satu metode pengelasan
yang sangat popular untuk penyambungan baja struktural dan sistem pengelasannya
cukup sederhana. Kelebihan SMAW terdapat pada elektroda yang terbungkus fluks
(Shielding) yang bertujuan untuk menghindari pengaruh buruk dari udara sekitar
terhadap kualitas manik las seperti debu, minyak, dan air. Pengaruh luar tersebut
membuat hasil las menjadi getas (brittle), keropos (porous) dan mudah berkarat
(corrosive)(Siahaan, 2012).

Gambar 2.18 Pengelasan SMAW


B. Tipe sambungan las yang digunakan yaitu:
Transverse fillet
Adalah jenis sambungan yang menyerupai bentuk huruf T dan L, jenis
sambungan ini banyak diaplikasikan dalam beberapa jenis pembuatan kontruksi,
21
jenis sambungan las transverse fillet dapat dilihat pada gambar 2.19

Gambar 2.19 Sambungan las Transverse fillet


(Wiryosumarto, 2000)

Untuk mengetahui tegangan maksimum yang terjadi pada rangka adalah sebagai
berikut:
1. Kekuatan Sambungan Las Transverse Fillet
Untuk mengetahui tegangan maksimum sambungan transverse fillet pada
rangka adalah sebagai berikut : (Wiryosumarto, 2000)
𝑃
𝜎𝜏 = ................................................................................. (2.9)
ℎ𝑡 . 𝐿 . 𝑛

Dimana:
P = Beban tarikan patah (kg)
𝜎𝜏 = Tegangan (N/mm2)
n = Jumlah sambungan sudut
ℎ𝑡 = Tebal leher teoritis (mm)
L = Panjang kaki (mm)
Rekomendasi ukuran las dapat dilihat pada Tabel 2.2

22
Tabel 2. 2 Rekomendasi Ukuran Las Minimum
Ukuran Las Minimum
Tebal Plat (mm)
(mm)
3–5 3
6–8 5
10 – 16 6
18 – 24 10
26 – 58 14
˂ 58 20

Tegangan pada sambungan las, sulit dihitung karena variable dan parameter
tidak terpredisikan, misalnya:
• Homogenitas bahan las/elektroda
• Tegangan akibat panas dari las
• Perubahan sifat-sifat fisik
Dalam perhitungan kekuatan diasumsikan bahwa:
• Beban terdistribusi merata sepanjang lasan
• Tegangan terdistribusi merata

C. Jenis-jenis elektroda
1. Elektroda Berselaput
Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan
komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti dapat dengah
cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar dia-meter kawat inti dari 1,5 mm
sampai 7 mm dengan pan-jang antara 350 sampai 450 mm. Jenis-jenis selaput fluksi
pada elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (Ca C03), titanium dioksida
(rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi, besi silikon, besi
mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap jenis
elektroda.
Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai 50% dari diameter
elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan, selaput elektroda

23
ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur
listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar. Udara luar yang mengandung
O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam Ias. Cairan selaput
yang disebut terak akan terapung dan membeku melapisi permukaan las yang masih
panas.

2. Klasifikasi Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut
klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX
yang artInya sebagai berikut :
E : menyatakan elaktroda busur listrik
XX (dua angka) : sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam
ribuan Ib/in2 lihat table.
X (angka ketiga) : menyatakan posisi pangelasan.
angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk
pengelasan posisi datar di bawah tangan
X (angka keempat): menyataken jenis sela-put dan jenis arus yang cocok
dipakai un-tuk pengelasan lihat table.
Contoh : E 6013 Artinya:
Kekuatan tarik minimum den deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2
Dapat dipakai untuk pengelasan segala po-sisi
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC
+ atau DC –
3. Elektroda Baja Lunak
Dan bermacam-macam jenis elektroda baja lu-nak perbedaannya hanyalah
pada jenis selaputnya. Sedang kan kawat intinya sama.
a. E 6010 dan E 6011
Elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk
pengelesan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi
dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersih-kan. Deposit las biasanya
mempunyai sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan dengan

24
peng-ujian Radiografi. Selaput selulosa dengan kebasahan 5% pada waktu
pengelasan akan menghasilkan gas pelindung. E 6011 mengandung Kalium untuk
mambantu menstabil-kan busur listrik bila dipakai arus AC.
b. E 6012 dan E 6013
Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan
penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi
ke-banyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengeles-an tegak arah ke
bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat di-pakai pada ampere yang relatif lebih tinggi
dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium memudah-kan
pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil
kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.
c. E 6020
Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penem-busan las sedang dan teraknya
mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi
dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan pada
pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las sudut.
d. Elektroda dengan Selaput Serbuk Besi
Selaput elektroda jenis E 6027, E 7014. E 7018. E 7024 dan E 7028
mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya
selaput elek-troda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi.
Dengan adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya selaput akan memerlukan
ampere yang lebih tinggi.
e. Elektroda Hydrogen Rendah
Selaput elektroda jenis ini mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari
0,5 %), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai
untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misalnye untuk
pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan. Jenis-jenis elektroda
hydrogen rendah misalnya E 7015, E 7016 dan E 7018.

4. Kondisi Pengelasan

25
Berikut ini diberikan daftar kondisi pengelasan untuk elektroda Philips baja
lunak dan baja paduan rendah.
a. Elektroda Untuk Besi Tuang
Elektroda yang dipekai untuk mengelas besi tuang adalah elektroda Baja,
elektroda nikel, elektrode perunggu dan elektroda besi tuang
b. Elektroda nikel
Elektroda jenis ini dipakai untuk mengelas besi tuang, bila hasil las masih
dikerjakan lagi dengan mesin. Elektroda nikel dapat dipakai dalam sagala posisi
pengelasan. Rigi-rigi las yang dihasilkan elektroda ini pada besi tuang adalah rata
dan halus bila dipakai pada pesawat las DC kutub terbalik. Karakteristik elektroda
nikel dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
c. Elektroda Baja
Elektroda jenis ini bila dipakai untuk mengelas besi tuang akan menghasilkan
deposit las yang kuat se-hingga tidak dapat dikerjakan dengan mesin. Dengan
demikian elektroda ini dipakai bila hasil las tidak di-kerjakan lagi. Untuk mengelas
besi tuang dengan elektroda baja dapat dipakai pesawat las AC atau DC kutub
terbalik.
d. Elektroda perunggu
Hasil las dengan memakai elektroda ini tahan ter-hadap retak, sehingga panjang
las dapat ditambah. Kawat inti dari elektroda dibuat dari perunggu fosfor dan diberi
selaput yang menghasilkan busur stabil.
e. Elektroda dengan Hydrogen rendah
Elektroda jenis ini pada dasarnya dipakai untuk baja yang mengandung karbon
kurang dari 1,5%. Tetapi dapat juga dipakai pada pengelasan besi tuang dengan
hasil yang baik. Hasil lasnya tidak dapat dikerjakan dengan mesin.
f. Elektroda Untuk Aluminium.
Aluminium dapat dilas listrik dengan elektroda yang dibuat dari logam yang
sama. Pemilihan elektroda aluminium yang sesuai dengan pekerjaan didasarkan
pada tabel keterangan dari pabrik yang membuatnya. Elektroda aluminium AWS-
ASTM AI-43 untuk las busur listrik adalah dengan pasawat las DC kutub terbalik
dimana pemakaian arus dinyatakan dalam tabel berikut

26
g. Elektroda untuk palapis Keras
Tujuan pelapis keras dari segi kondisi pemakaian yaitu agar alat atau bahan
tahan terhadap kikisan, pukulan dan tahan aus. Untuk tujuan itu maka Elektroda
untuk pelapis keras dapat diklasifikasikan dalam tiga macam Yaitu elektroda tahan
kikisan, elektroda tahan pukulan dan elektroda tahan aus.
• Elektroda tahan kikisan.
Elektroda jenis ini dibuat dari tabung chrom karbida yang diisi dengan serbuk-
serbuk karbida. Elektroda dengan diameter 3,25 mm – 6,5 mm dipakai peda pesawat
las AC atau DC kutub terbalik. Elektroda ini dapat dipakai untuk pelapis keras
permukaan pada sisi potong yang tipis, peluas lubang dan beberapa type pisau.
• Elektroda tahan pukulan.
Elektroda ini dapat dipakai pada pesawat las AC atau DC kutub terbalik.
Dipakai untuk pelapis keras bagian pemecah dan palu.
• Elektroda tahan keausan.
Elektroda ini dibuat dari paduan-paduan non ferro yang mengandung Cobalt,
Wolfram dan Chrom. Biasanya dipakai untuk pelapis keras permukaan katup buang
dan dudukan katup dimana temperatur dan keausan sangat tinggi

2.2.5 Sambungan mur dan baut


Sambungan mur baut (Bolt) banyak digunakan pada berbagai komponen
mesin. Sambungan mur baut bukan merupakan sambungan tetap, melainkan dapat
dibongkar pasang dengan mudah. Untuk menentukan ukuran mur dan baut,
berbagai faktor harus diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat
kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian dan lain sebagainya. Seperti pada Gambar
2.20

27
Gambar 2.20 Bagian – bagian Mur dan Baut (Sularso dan Suga, 2004)
Keterangan:
1. Sudut Ulir
2. Puncak Ulir Luar
3. Jarak Bagi
4. Diameter Inti Dari Ulir Luar
5. Diameter Luar Dari Ulir Luar
6. Jarak ulir
a) Menentukan besarnya beban maksimal yang diterima oleh masing-masing
baut dan mur. Dengan faktor koreksi (fc) = 1,2 (didapat dari rumus) untuk
perhitungan terhadap deformasi (Sularso dan Suga, 2004).
Wmax = W0 . fc .......................................................................... (2.11)
Keterangan:
W0 = Beban (N)
fc = Faktor koreksi
Persyaratan kelayakan dari baut dan mur yang direncanakan :
τb ≤ qa
τa ≤ qa

b) Menentukan jenis bahan baut dan mur (Sularso dan Suga, 2004).

• Tegangan tarik yang diijinkan (σa):


σa =σ_b/S_f ................................................................................. (2.12)
• Tegangan geser yang diijinkan (τa):
τa = 0,5 . σa ................................................................................. (2.13)

28
• Diameter baut dengan beban geser (d1)
d1 = √((4 x w)/(π x σ_a )) ........................................................... (2.14)

Keterangan:
σa = Tegangan tarik yang diijinkan (kg/mm2)
Sf = Faktor keamanan (7)
σb = Kekuatan tarik (kg/mm2)
τa = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)
d1 = Diameter inti (mm)
W = Gaya geser (N)

29
~Halaman ini sengaja dikosongkan ~

30
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Gambar Turbin Angin Tipe Vertikal


Turbin Angin dapat dilihat pada Gambar 3.1

2
3
8

7
4

5 9

Gambar 3.1 gambar turbin angin tipe helix

Keterangan:
1. Blade
2. Poros rumah bering
3. Plat penampang
4. frame
5. Box panel
6. Flang
7. Poros penyangga
8. Generator
9. Baterai

31
3.1.1 Penjelasan bagian-bagian turbin angin
Turbin angin memiliki bagian-bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar
diatas. Berikut merupakan penjelasan fungsi dari bagian-bagian turbin angin :

1. Blade adalah baling-baling yang menerima energi kinetic dari angin dan
merubahnyanmenjadi energi gerak (mekanik) putar dari poros penggerak. Pada
turbin angin ini baling-baling berjumlah 4 buah sudu.
2. Poros rumah bering adalah dudukan tempat bering
3. Plat penampang adalah komponen perantara untuk memasang satu bagian ke
bagian lain, biasanya bagian yang lebih besar. Bentuk bracket sangat bervariasi,
tetapi bracket prototipe adalah potongan logam yang menempel pada rangka
dan sudu.
4. Frame adalah rangka utama dari turbin angin
5. Box panel adalah wadah komponen atau tempat untuk komponen listrik
tersebut. Box panel juga memerlukan sebuah wiring pengkabelan untuk
menyambungkan sebuah komponen listrik 1 dengan komponen lain.
6. Flang adalah sebagai penghubung antara frame dengan poros turbin angin
7. Poros penyangga adalah poros yang berfungsi sebagai dudukan blade/sudu
dengan kerangka.
8. Geneator adalah merubah energi gerak (mekanik) putar pada poros penggerak
menjadi energi listrik.
9. Baterai adalah merupakan perangkat yang dapat mengubah energi kimia
menjadi energi listrik dan mempunyai arus searah (DC). Untuk mengisi
energi listrik ke baterai, dibutuhkan altenator yang berfungsi mengubah
energi mekanis hasil putaran generator menjadi energi listrik untuk
disimpan dalam lempengan baterai.

32
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
1. Mesin las 7. Meteran
2. Gerinda tangan 8. Jangka Sorong
3. Bor tangan 9. Mata Bor 1 Set
4. Bor duduk 10. Kunci Shock
5. Mesin bubut
6. Mesin 3D printer

3.2.2 Bahan
1. Cairan resin 8. Pipa 3,5 in
2. Filamen
3. Plat setrip
4. Bearing
5. Gear box
6. generator
7. fiber clut
3.3 Waktu dan Tempat
Untuk waktu dan tempat dilaksanakan 1 semester pada semester 6 dengan target
pembuatan alat dan pembuatan laporan. Pada bulan Maret – Juli dilaksanakan
perakitan kerangka di lab permesinan Politeknik Negeri Banyuwangi. Selain itu
juga dilakukan perakitan komponen di bengkel luar kampus.

3.4 Metode Pelaksanaan


3.4.1 Pendahuluan penelitian
Dalam perencanaan pembuatan mesin ini terlebih dahulu dilakukan
pengamatan atau study kasus dari study Literatur yang mendukung kesempurnaan
proposal ini

3.4.2 Perencanaan dan perancangan


Pembuatan konsep dapat dilakukan setelah study literatur yang didapat dari
survei lapangan, setelah itu maka dapat direncanakan pembuatan alat dari

33
perencanaan dan pembuatan turbin angin. Perencanaan dan perancangan
merupakan langkah awal dari pembuatan alat, perencanaan pembuatan ini
dilakukan dengan benar agar turbin yang dibuat nanti dapat bekerja secara
maksimal.
Adapun perencanaan yang dilakukan meliputi :
1. Proses pembuatan
Proses Pembuatan dilakukan setelah semua proses perencanaan dan
perancangan selesai. Adapun proses pembuatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut :

2. Proses assembly (perakitan)


Proses assembly dilakukan setelah proses pembuatan komponen-komponen
mesin sudah selesai.
3. Proses pengujian alat
Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui proses kerja turbin angin yang telah
sesuai yang diinginkan atau belum. Proses pengujian alat dilakukan dengan cara
melihat putaran blade/sudu apakah berputar sesuai kecepatan yang diingkan,

4. Proses penyempurnaan alat


Penyempurnaan alat dilakukan apabila dalam proses pengujian alat terdapat
masalah atau kekurangan yang mengakibatkan mesin tidak dapat berfungsi dengan
baik sesuai dengan yang diingikan.

5. Pembuatan laporan
Pembuatan laporan proyek akhir dilakukan secara bertahap dari awal analisa,
desain, perencanaan, dan pembuatan mesin sampai dengan selesai.

34
3.5 Diagram alir Pengerjaan Proyek Akhir

MULAI

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Studi Lapangan

Perencanaan Alat :
1. Perencanaan Turbin Angin
2. Perencanaan Rangka
3. Perencanaan Sambungan Las
4. Perencanaan Sambungan Mur
dan Baut

Seminar Proposal

Apakah Proposal Tidak


Disetujui ?

Ya

Pembuatan Alat

Pengujian Alat

Tidak
Apakah alat berfungsi
dengan baik?

Ya

Pembuatan Laporan

Selesai

Gambar 3.2 Flowcat


35
3.5 Jadwal kegiatan
Table 3.1 jadwal kegiatan
No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Identifikasi Masalah

2 Studi Litelatur

3 Studi Lapang

4 Perencanaan Alat

5 Pembuatan Proposal

6 Seminar Proposal

7 Pembuatan Alat

8 Pembuatan laporan

9 Pengujian Alat

36
DAFTAR PUSTAKA

Akhir, T. (n.d.). Rancang bangun turbin angin vertikal untuk penerangan rumah tangga
tugas akhir.
Aryanto, F., Mara, M., & Nuarsa, M. (2013). Pengaruh Kecepatan Angin Dan Variasi Jumlah
Sudu Terhadap Unjuk Kerja Turbin Angin Poros Horizontal. Dinamika Teknik Mesin,
3(1), 50–59. https://doi.org/10.29303/d.v3i1.88
Fitrianda, M. I. (2013). Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember
Jember Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember.
Kirono, S., & Sanjaya, A. (2013). Pengaruh Hasil Pengelasan Gtaw Dan Smaw Pada Pelat
Baja Sa 516 Dengan Kampuh V Tunggal Terhadap Kekuatan Tarik, Kekeraan Dan
Struktur Mikro. Sintek, 7(1), 49–58.
Lazuardi, A. S. (2018). Perencanaan Sambungan Mur Dan Baut Pada Gerobak Sampah
Motor. TeknikM, 01(01), 21–26.
Muhamad Ari. (2018). Modul Ajar Mekanika Teknik. In Sementer 2.
Pitriadi, P., Bachmid, R., & Made, I. (2013). Perancangan Kincir Angin Sumbu Vertikal
Empat Sudu Dengan Kelengkungan 90 ˚. 1–4.
Ribeiro, M. F., Do, U., Do, V., Em, M., Desenvolvimento, A. E., Ashenburg, K., Abrahão,
M. V., Da, A., Fotodinâmica, Q., Moraes, A. G., RIBEIRO, R., Oliveira, W. R. De,
Barbosa, G. D. O., González, M. P., Sánchez, L., Em, P. D. E. P. S., Física, E., Calliari,
M., & Cruz, A. P. S. (2013). Universidade Federal Do Triângulo Mineiro, 53(9), 1689–
1699. /citations?view_op=view_citation&continue=/scholar%3Fhl%3Dpt-
BR%26as_sdt%3D0,5%26scilib%3D1&citilm=1&citation_for_view=wS0xi2wAAAAJ:
2osOgNQ5qMEC&hl=pt-BR&oi=p
Santoso, T. B., Solichin, S., & Trihutomo, P. (2015). Pengaruh Kuat Arus Listrik Pengelasan
Terhadap Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Las Smaw Dengan Elektroda E7016.
Jurnal Teknik Mesin, 23(1), 56–64.
shigley’s. (2001). mechanical engeneering design (1 st). mcgrow-hill.
Siahaan, G. P. (2012). Studi Penggunaan Jenis Elektroda Las Yang Berbeda Terhadap Sifat
Mekanik Pengelasan SMAW Baja AISI 1045. 3(September), 51–62.
Wahyudi, R., Nurdin, N., & Saifuddin, S. (2020). Analisa Pengaruh Jenis Elektroda Pada
Pengelasan SMAW Penyambungan Baja Karbon Rendah Dengan Baja Karbon Sedang

37
Terhadap TYensile Strenght. Journal of Welding Technology, 1(2), 43–47.
Wiryosumarto, H. & T. O. (2000). Teknologi Pengelasan Logam.

38

Anda mungkin juga menyukai