Anda di halaman 1dari 36

ANALISA PENGGUNAAN TURBIN ANGIN SEBAGAI

SUMBER ENERGI ALTERNATIF PADA GEDUNG


TINGGI DI INDONESIA

KARYA TULIS ILMIAH


Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti Lomba Karya Tulis
Ilmiah (LKTI) 2023

Disusun oleh:
Michelle Celine Wiranata B12210011
Jennifer Puspadewi B12210094

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
SURABAYA
ANALISA PENGGUNAAN TURBIN ANGIN SEBAGAI
SUMBER ENERGI ALTERNATIF PADA GEDUNG
TINGGI DI INDONESIA

Jennifer Puspadewi, Michelle Celine Wiranata


1. Arsitektur, Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra
2. Universitas Kristen Petra, Siwalankerto No.121-131, Surabaya
b12210094@john.petra.ac.id

ABSTRAK

Pencemaran udara telah menjadi permasalahan lingkungan yang kian


meningkat dengan salah satu kontributornya adalah bidang arsitektur.
Seiring dengan perkembangan zaman, pembangunan negara dalam segi
arsitektur juga semakin canggih dan menghasilkan gedung-gedung
bertingkat yang semakin tinggi. Tanpa kesadaran arsitek akan
keberlanjutan lingkungan hidup, gedung bertingkat yang dirancang pada
akhirnya menyumbang emisi karbon dengan jumlah tinggi, salah satunya
dari penggunaan energi listrik. Bila diteruskan, maka tingkat pemanasan
global akan semakin tinggi dan akan sangat membahayakan lingkungan
hidup. Salah satu upaya untuk mengurangi polusi udara dalam arsitektur
antara lain dengan menggunakan sumber energi terbarukan dalam desain.
Beberapa contoh sumber energi terbarukan adalah energi solar, air, angin,
limbah daur ulang, dsb. Tujuan penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah
untuk mengkaji potensi penerapan salah satu sumber energi terbarukan
yaitu turbin angin, pada gedung-gedung di Indonesia. Analisis dilakukan
dengan mempelajari kesesuaian rancangan turbin angin yang telah
diterapkan pada bangunan yang sudah dibangun apabila diterapkan pada
bangunan tinggi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan untuk
analisa adalah komparatif, dengan membandingkan dua bangunan yang
menerapkan turbin angin dan yang tidak. Hasil karya tulis ini menunjukan
adanya potensi yang besar turbin angin dapat diterapkan pada bangunan
bertingkat di Indonesia. Kesimpulan ini berdasarkan studi terhadap
struktur, perbandingan kondisi iklim dan akselerasi angin di lingkungan
bangunan studi terhadap bangunan di Indonesia, serta perhitungan
efisiensi energi listrik yang dihasilkan turbin angin secara matematis.
Penerapan turbin angin dapat mengurangi konsumsi penggunaan energi
listrik secara signifikan dan membuat Indonesia lebih bebas polutan.

Kata kunci : turbin angin, sumber energi terbarukan, arsitektur


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan energi listrik menjadi salah satu penyumbang terbesar
polusi udara. Energi listrik berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
yang menghasilkan emisi CO2. Dengan meningkatnya polusi udara
yang membahayakan lingkungan, dibutuhkan sumber-sumber energi
terbarukan untuk membantu memproduksi energi listrik bagi
bangunan. Ada banyak sekali cara untuk menghasilkan energi
terbarukan: dari solar, limbah, laut, angin, dan masih banyak lainnya.

Meskipun pemerintah sudah berusaha untuk menghasilkan


energi-energi terbarukan tersebut, namun akan menjadi lebih baik
apabila masing-masing bangunan (terutama bangunan bertingkat
yang membutuhkan energi yang banyak) untuk dapat menghasilkan
energi terbarukan secara mandiri. Artinya, masing-masing bangunan
harus memiliki sumber energi terbarukannya sendiri untuk membantu
memenuhi kebutuhan energi pada bangunannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh GMT Research, rata-rata


Gedung komersial menghabiskan sekitar 65 % dari total penerimaan
service charge dan utility hanya untuk membayar tagihan listrik dan
air. Tingginya beban energi dan air dipicu penggunaan pendingin
ruangan secara masif, penerangan, telekomunikasi, peralatan
penunjang aktivitas gedung seperti elevator, escalator, dan lain-lain.
Menurut survei yang dilakukan oleh IAFBI (Ikatan Ahli Fisika
Bangunan Indonesia) tahun 2000, dari total 500 gedung yang diteliti,
hanya 10% yang mengkonsumsi energi mendekati standar energi
untuk bangunan komersial sebesar 248 kWh/m2 per tahun. Hal ini
membuktikan bahwa ada peluang besar dalam efisiensi energy pada
gedung tinggi. Kurangnya tindakan penghematan kemungkinan salah
satu sebabnya adalah kurangnya pengetahuan teknis tentang cara cara
melakukan penghematan energi serta tidak adanya departemen atau
divisi khusus bidang energi di Apartemen tersebut.
Dalam pengaplikasiannya, arsitek dapat mengintegrasikan sumber
energi terbarukan ke dalam desain bangunannya. Ketika solar panel
sudah tidak asing digunakan pada bangunan, turbin angin merupakan
sumber energi terbarukan yang tidak lazim untuk dimanfaatkan pada
sebuah bangunan. Namun, kenyataannya sudah ada beberapa
bangunan yang memanfaatkan energi angin dengan memasukkan
turbin ke dalam desain bangunannya. Faktanya, Indonesia memiliki
potensi energi angin mencapai 1,8 GW. Dengan potensi tersebut,
Indonesia memiliki harapan untuk mengikuti jejak negara Denmark
yang telah meraih angka lebih dari 40% atas kontribusi energi angin
terhadap kebutuhan listrik negara (Sekretariat Kabinet Republik
Indonesia | Potensi Pengembangan PLTB di Indonesia (setkab.go.id)
).

1.2 Rumusan Masalah


Dengan latar belakang tersebut, muncul rumusan masalah sebagai
berikut:
● Bagaimana penerapan turbin angin sebagai sumber energi
terbarukan pada gedung di perkotaan.
● Bagaimana turbin angin di Indonesia khususnya pada bangunan
bertingkat dapat mengurangi penggunaan energi listrik dan
pencemaran udara.
● Bagaimana penggunaan turbin angin pada bangunan bertingkat
mampu menjadi solusi pengurangan tingkat polusi udara di
Indonesia, yang disebabkan oleh konsumsi energi listrik yang besar

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini sebagai berikut:
● Mengedukasi pembaca bagaimana efisiensi penggunaan turbin
angin dapat mengurangi angka penggunaan energi listrik yang
berkontribusi pada polusi udara.
● Menganalisa kemungkinan yang ada dalam menerapkan turbin
angin pada desain bangunan di daerah perkotaan Indonesia.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Energi Angin
Angin merupakan pergerakan udara akibatkan perbedaan
tekanan satu tempat dengan tempat lainnya. Karakteristik angin suatu
wilayah berbeda, hal ini dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah.
Nilai kekasaran permukaan (roughness length) Secara langsung
mempengaruhi nilai kecepatan saat angin. Pada daerah urban,
terdapat dua jenis profil lapisan angin, yaitu Urban Canopy Layer
(UCL) dari permukaan tanah sampai ketinggian bangunan dan Urban
Boundary Layer (UBL) dari ketinggian bangunan ke atas, seperti
yang ditunjukkan Gambar 1. Kondisi nilai roughness length yang
tinggi seperti daerah perkotaan menimbulkan zona turbulen yang
besar, selain itu pada saat bersamaan angin menumbuk bangunan dan
objek lain akan menimbulkan profil pusaran angin, seperti yang
ditunjukkan Gambar 2. Apabila direncanakan pemasangan turbin
angin di daerah urban, dengan sifat angin turbulen, diperlukan
penempatan turbin angin yang cukup tinggi, misalnya pada atap
(roof) bangunan, sedangkan setiap bentuk profil atap juga
mempengaruhi aliran angin
2.1.1 Jenis dan Kecepatan Angin yang Diperlukan

Tidak sembarang angin dapat digunakan sebagai


sumber pembangkit listrik. Ada syarat karakteristik angin
tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk menggenerasikan
tenaga listrik. Syarat yang pertama, ia haruslah angin yang
mengalir secara laminar atau mengalir secara teratur. Tanpa
arah yang teratur, sulit untuk memutar baling-baling turbin
angin, sehingga tidak dapat menggenerasikan energi listrik.

Kecepatan angin tersebut juga memiliki syarat, yaitu


sekitar 4 m/s hingga 25 m/s. Angin setidaknya harus
memiliki kecepatan 4 m/s untuk dapat memutar turbin
dengan pembangkit listrik yang kecil. Sementara itu,
kecepatan angin juga dibatasi tidak melebihi 25 m/s agar
tidak mengganggu kekuatan struktur turbin. Untuk
pembangkit listrik tenaga angin berskala kecil dengan daya
20 W-500 W, umumnya membutuhkan kecepatan angin
minimal 4,0-4,5 m/s.

2.1.3 Lokasi di Indonesia dengan Potensi Energi Angin


Kecepatan angin di Indonesia secara umum berkisar antara
4 m/detik hingga 5 m/detik. Namun, di daerah-daerah
tertentu seperti di pantai, kecepatan anginnya dapat
mencapai 10 m/detik. Dengan kecepatan tersebut, potensi
energi angin yang bisa dimanfaatkan di Indonesia
setidaknya mencapai 60,647 MW dengan Nusa Tenggara
Timur menduduki di posisi pertama dengan potensi nilai
energi angin sebesar 10,188 MW. Setelah NTT, disusul oleh
Jawa Timur di posisi kedua dengan potensi energi angin
7,907 MW. DKI Jakarta berada di urutan terakhir dengan
potensi energi angin yang paling rendah, yaitu 4 MW,
membuat DKI Jakarta tidak layak ditempatkan turbin angin.

2.1.4 Keuntungan Energi Angin

Pemanfaatan Energi Angin memiliki keuntungannya


sendiri dibanding energi-energi lainnya. Yang paling umum
diketahui adalah keberlanjutan energi angin. Angin akan
selalu ada, yang membuat energi angin tidak akan pernah
kehabisan sampai kapanpun. Selain itu, energi angin juga
tidak menghasilkan gas rumah kaca seperti sumber energi
tradisional lainnya yang menggunakan fosil. Keberlanjutan
dan kehijauan energi angin menjadi alasan utama yang
mendasari negara-negara untuk memanfaatkan potensi
angin di negara mereka.

Memanfaatkan energi angin juga tidak


membutuhkan air, yang merupakan sumber daya alam yang
harus dihargai. Ini membuat energi angin unggul diantara
sumber energi terbarukan lainnya yang memerlukan air
untuk berfungsi dengan baik. Contohnya saja solar panel
yang membutuhkan pembersihan secara berkala untuk
memastikan efisiensi solar panel berada pada puncaknya.
Pembangkit listrik tenaga minyak, batubara, dan gas
merupakan pengguna air yang tinggi, membuat turbin angin
sebagai alternatif sumber energi yang lebih baik.

2.2 Turbin Angin


2.2.1 Perbedaan Turbin Angin dan Kincir Angin
Terdengar sama, turbin angin dan kincir angin
rupanya berbeda dari segi bentuk dan fungsi. Kincir angin
adalah teknologi yang sangat tua yang menggunakan angin
untuk menggiling biji-bijian menjadi tepung, menggerakkan
mesin, atau memindahkan air. Sedangkan, Turbin angin
mengubah energi angin menjadi listrik dengan memutar
turbin.
Gambar di sebelah kiri adalah turbin angin, sedangkan yang
sebelah kanan merupakan kincir angin.

2.2.2 Jenis Turbin Angin


1. Turbin Angin Sumbu Horizontal
Turbin angin sumbu horizontal (TASH) memiliki
poros utama yang menghubungkan blade ke generator
berbentuk horizontal. turbin angin ini memiliki jumlah
bilah yang bervariatif mulai dari satu sampai delapan
tergantung dari nilai tip speed ratio nya.

Kelebihan turbin angin sumbu horizontal


1) Dasar menara yang tinggi lebih kuat dibandingkan
TASV.
2) Semakin tinggi tower, semakin tinggi pula daya yang
dihasilkan
(kecepatan angin meningkat 20% setiap 10 m keatas, di
beberapa wilayah geseran angin).

Kekurangan turbin angin sumbu horizontal


1. Memerlukan biaya pemasangan yang lebih mahal dari
pada TASV
2. Pemasangan blade yang relatif lebih sulit dari pada
TASV.
3. Membutuhkan konstruksi menara yang kuat untuk
menyangga blade, motor, tail dan trsnsmisi.
4. Membutuhkan ekor pengarah untuk mengarahkan turbin
angin agar sesuai dengan arah angin.

2. Turbin Angin Sumbu Vertikal


Turbin angin sumbu vertikal (TASV) memiliki poros utama
yang menghubungkan blade ke generator berbentuk
vertikal. Turbin angin jenis ini memiliki jumlah blade
minimal 2 buah dan jumlah blade tergantung dari nilai tip
speed ratio nya.Turbin angin sumbu vertikal memiliki
beberapa jenis, yaitu tipe H – rotor, Darrieus, dan Savonius.

Kelebihan turbin angin sumbu vertical


1. Tidak membutuhkan struktur menara yang besar.
2. Perawatan komponen yang lebih mudah karena turbin
lebih dekat ke tanah dibandingkan TASH.
3. TASV mampu menghasilkan listrik pada kecepatan angin
mulai dari 10 km/jam.
4. Memiliki Tip Speed Ratio yang rendah sehingga kecil
kemungkinan rusak saat angin kencang.
5. TASV dapat menyesuaikan dengan arah datangnya angin,
sehingga tidak membutuhkan ekor pengarah.

Kekurangan turbin angin sumbu vertical


1. TASV tidak mendapat keuntungan dari angin yang
berhembus kencang pada elevasi yg lebih tinggi.
2. Membutuhkan energi yang cukup besar untuk mulai
berputar, karena TASV memiliki torsi awal yang rendah.

2.2.3 Ukuran Turbin Angin dan Energi yang Dihasilkan

1. Panjang Bilah Turbin Angin

Sejak tahun 2000, panjang bilah turbin angin


terus bertambah dari tahun ke tahun. Bilah yang lebih
panjang menghasilkan lebih banyak listrik. Tiga
putaran pisau 100+ meter dapat mengisi penuh Tesla
Model 3. Bilah yang lebih panjang juga menangkap
angin dari area yang lebih luas: menggandakan panjang
bilah akan melipatgandakan area yang dicakupnya saat
berputar. Ini berarti lebih banyak energi angin yang
ditangkap dengan setiap putaran sudu—faktor penting
mengingat intermitensi angin dan pergeseran pola
angin yang disebabkan oleh perubahan iklim. 3 bilah
yang lebih panjang juga mengurangi jumlah bilah yang
dibutuhkan per ladang angin, menurunkan biaya.

Kapasitas energi listrik yang dihasilkan dari satu


kincir angin dengan baling-baling berdiameter 127
meter di Belanda yang berada di tengah laut mencapai
sekitar 6 MW (ECN, Factsheet Wind Energy). Saat ini
sedang dikembangkan baling-baling dengan diameter
150 meter yang diharapkan dapat membangkitkan
listrik dengan kapasitas sekitar 10 MW.

Tentunya ukuran turbin berbeda sesuai


penggunaannya. Turbin yang lebih kecil dapat
digunakan untuk menggenerasikan energi listrik pada
suatu pabrik, gudang, maupun gedung perkantoran.
Dengan ukuran yang lebih kecil, pemasangan turbin
yang lebih banyak dapat menjadi solusi untuk
meningkatkan produksi energi listrik agar dapat
mencapai target sesuai kebutuhan.

2. Ketinggian Turbin Angin

Untuk mengakomodasi bilah yang lebih


panjang, menara turbin angin dibuat lebih tinggi. Ini
juga meningkatkan efisiensinya, karena secara umum,
semakin tinggi menara, semakin banyak energi angin
yang tersedia untuk ditangkap. Angin lebih kuat di
ketinggian yang lebih tinggi, karena gesekan tanah
yang lebih sedikit dan kepadatan udara yang lebih
rendah.

2.2.4 Bagaimana Turbin Angin Bekerja dan Menghasilkan


Energi Listrik

Turbin menghasilkan listrik melalui camshaft (poros


bubungan) yang berputar. Perputaran tersebut didapatkan
dari hembusan angin. Angin, meskipun hembusan angin
yang kecil, mampu membuat baling-baling berputar,
menghasilkan energi kinetik. Perputaran baling-baling
tersebut mengakibatkan poros (shaft) pada nasel (nacelle)
berputar dan generator pada nasel mengubah energi kinetik
ini menjadi energi listrik.

2.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

Intensitas Konsumsi Energi (IKE) merupakan istilah yang


digunakan untuk mengetahui kriteria pemakaian energi pada suatu
sistem kelistrikan (Bangunan tertentu). IKE merupakan pembagian
antara konsumsi energi total selama periode 1 bulan dengan luas
bangunan. Sedangkan satuan IKE adalah kWh/ m2/ bulan.
Dari 204 obyek yang disurvei oleh balai besar besar teknologi
konversi energi (B2TKE-BPPT), Nilai rata-rata IKE Gedung
komersial di 7 wilayah (Pekanbaru, Jabodetabek, Bali, Bandung,
Semarang, Surabaya dan Medan) sebesar 202,72 kWh/m2/thn.
Sementara untuk masing-masing kategori jenis gedung , batasan
indek konsumsi energi untuk gedung efisien berdasarkan hasil survei
diusulkan sebagai berikut:

1. Gedung Pekantoran : 180,95 kWh/m2/tahun


2. Hotel : 208,15 kWh/m2/tahun
3. Rumah Sakit : 180,81 kWh/m2/tahun
4. Pusat Perbelanjaan : 286,54 kWh/m2/tahun

2.4 Pengaplikasian Turbin Angin pada Bangunan


2.4.1 Tantangan Perencanaan
Mengintegrasikan turbin angin ke dalam bangunan
memiliki tantangan yang tidak mudah. Berbagai hal yang
perlu dipikirkan seperti: faktor biaya, penghalang pada
kota-kota besar, serta bentuk dan arah hadap bangunan.

2.4.2 Faktor Biaya


Sebuah riset menemukan bahwa integrasi turbin
angin skala besar ke dalam bangunan mayoritas gagal
karena biaya yang tinggi (mencapai 30% biaya keseluruhan
proyek). Biaya tersebut diasosiasikan dengan kebutuhan
adaptasi bentuk bangunan, dan riset serta biaya
pengembangan untuk turbin angin khusus. Dengan
tantangan biaya ini, proyek bangunan yang menggunakan
turbin angin memerlukan perencanaan uang yang baik.

2.4.3 Penghalang pada kota-kota besar

Tantangan yang dihadapi pada pembangunan turbin


angin di kota-kota besar adalah adanya bangunan-bangunan
lain yang dapat menghalangi jalannya aliran angin. Dengan
adanya penghalang ini, terutama bangunan pencakar langit,
turbulensi alias keacakan aliran angin akan terjadi, sehingga
akan sulit menghasilkan daya yang cukup untuk memutar
turbin. Bila turbin tidak bekerja, maka angin gagal
ditransmisikan menjadi listrik.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literatur dan
analisis. Studi literatur dikarenakan penelitian dilakukan dengan mencari
informasi terkait penerapan turbin angin yang telah dilakukan di luar
negeri. Analisa dilakukan dengan mencari faktor yang perlu diperhatikan
dalam penerapan turbin angin pada gedung tinggi di Indonesia berdasarkan
studi literatur pada gedung di luar negeri. Solusi didapat melalui melalui
studi kasus variabel lain yang menerapkan salah satu metode penyelesaian
berdasarkan hipotesa. Keefektifan penggunaan turbin dianalisa
berdasarkan data besar penghematan listrik bangunan dari dari sumber
literatur. Hasil analisa kemudian dikaji kembali dengan pertimbangan
apakah penerapan turbin angin tersebut dapat menjadi solusi permasalahan
pada variabel pertama.
IV. ANALISA BANGUNAN DAN PEMBAHASAN
Mengintegrasikan turbin angin ke dalam sebuah bangunan bukanlah
pekerjaan yang mudah. Untuk menelusuri lebih dalam mengenai cara
mengintegrasikannya dan bagaimana desain yang diciptakan mampu
berfungsi dengan baik, perlu untuk mempelajari contoh-contoh bangunan
yang telah terbangun. Setelah mengetahui hasil energi yang dihasilkan oleh
turbin angin pada contoh kasus bangunan, hasil tersebut akan ditransfer
kepada contoh bangunan bertingkat di Indonesia yang tidak menerapkan
turbin angin, guna mengetahui seberapa jauh energi yang dihasilkan turbin
angin dapat membantu mengurangi emisi karbon.

4.1 Bahrain World Trade Center


● Arsitek : Atkins
● Lokasi : Manama, Bahrain
● Tahun Berdiri : 2008
● Fungsi : Gedung Perkantoran
● Jumlah Tingkat : 50 lantai

Turbin Paling Atas - Lantai 37


Turbin Tengah - Lantai 27

Turbin Paling Bawah - Lantai 17

4.1.1 Konsep Bangunan


Bahrain World Trade Center merupakan bangunan pencakar
langit pertama yang mengintegrasikan turbin angin ke
dalam desain bangunannya. Berdekatan dengan Teluk
Persia membuat lokasi bangunan memiliki potensi angin
yang tinggi sehingga memungkinkan penggunaan turbin
angin pada bangunan. Bahrain dirancang dengan komitmen
bahwa bangunan ini dapat mengurangi kebutuhan akan
bahan bakar fosil serta mengarahkan bangunan-bangunan
pada iklim gurun lainnya untuk dapat lebih berkelanjutan.
Proyek ini juga bertujuan untuk menunjukkan kepada
seluruh dunia bahwa negara-negara Uni Emirat Arab yang
dikenal secara global atas produksi minyaknya juga telah
meluncurkan suatu energi terbarukan pada bangunan.

4.1.2 Penerapan Turbin Angin pada Bangunan


● Bentuk Bangunan
Tiga turbin angin horizontal yang berjejeran secara vertikal
menjadi jembatan yang menyambungkan kedua menara
bangunan. Desain tersebut tidaklah tanpa alasan. Yang
pertama, letak menara yang mengapit ketiga turbin angin
ditujukan agar angin dapat mengalir di antara kedua objek,
menghasilkan sebuah airflow yang kemudian menyentuh
turbin angin.
Yang kedua, bentuk menara didesain dengan menerapkan
ekspresi bentukan layaknya kapal layar yang memiliki sirip
dengan sumbu kemiringan tertentu untuk dapat melaju
bersama angin. Dengan cara yang sama, kedua menara
dirancang memiliki bentuk lengkung yang membentuk “V”
terhadap turbin angin, menciptakan airflow yang kuat
menuju letak turbin angin sekaligus menghasilkan bentuk
bangunan yang elegan dan menarik.

● Pondasi Bangunan

Bahrain World Trade Center menggunakan pondasi raft


pile, yaitu gabungan antara 2 jenis pondasi: pondasi tiang
pancang dan pondasi rakit (raft). Pondasi raft pile cocok
digunakan untuk struktur masif dan dapat digunakan dalam
berbagai kondisi tanah.
Setiap menara memiliki kedalaman pondasi rakit yang
berbeda, namun tetap tergabung menjadi satu. Pada inti
bangunan (main core) –bagian dari bangunan bertingkat
yang merupakan area berkumpulnya fungsi-fungsi instalasi,
sirkukasi, dan lain sebagainya– ketebalan pondasi rakit
mencapai 3 meter, tiang pancang berdiameter 1200 mm dan
saling berdekatan, serta diberi beban kerja aman 18 MN. Di
luar inti bangunan, ketebalan rakit berkurang secara
progresif menjadi 2 meter, tiang pancang berdiameter 1050
mm dengan jarak antar tiang yang lebih lebar, dan diberi
beban kerja aman 8 MN.

● Sudut Arah Angin


Menggunakan turbin angin horizontal menjadikan sudut
datang arah angin sebagai hal krusial yang perlu
diperhatikan karena turbin hanya menghadap ke satu arah.
Dengan memanfaatkan simulasi CFD (Computational Fluid
Dynamics), arsitek dapat memprediksi bahwa turbin angin
dalam desain ini mampu beroperasi saat arah angin berada
di antara 270° hingga 360°. Namun untuk alasan
berjaga-jaga serta dengan rezim yang berlaku,
mengharuskan kisaran yang lebih terbatas yaitu, 285°
hingga 345°, dimana bila arah angin berada di luar kisaran
ini maka turbin angin akan secara otomatis berada pada
mode berhenti. Dengan kisaran arah angin tersebut,
bangunan dirancang untuk berorientasi menghadap arah
barat daya, dimana angin berada pada titik dominannya.
● Kekuatan Angin
Berlokasi di dekat Teluk Persia membuat Bahrain World
Tower mendapatkan angin dengan laju kecepatan yang kuat.
Dari arah barat laut, kecepatan angin berada pada kisaran
6,42 m/s sampai 11,2 m/s. Kecepatan ini mampu
menggenerasikan turbin angin untuk menghasilkan energi
listrik dengan jumlah yang signifikan.

● Energi Listrik yang Dihasilkan Turbin Angin


Dengan orientasi bangunan serta potensi angin di daerah
pesisir, Bahrain World Trade Center mampu menyediakan
energi angin sebesar 1100 hingga 1300 MWh pertahunnya.
Angka tersebut menyuplai sekitar 11% sampai 15%
kebutuhan energi listrik gedung ini yang setara dengan 2900
kgC emisi karbon PLTD dan 2000 kgC emisi karbon
PLTGU.
Bila menganalisa jumlah energi yang dihasilkan
masing-masing turbin, ternyata tingkat energi yang
dihasilkan berbeda berdasarkan letak ketinggiannya. Pada
ketinggian yang paling rendah, turbin mampu menghasilkan
340-400 MWh/tahun. Turbin yang berada di tingkat
menengah menghasilkan 360-430 MWh/tahun, dan turbin
yang paling atas menghasilkan 400-470 MWh/tahun. Hasil
data energi yang diperoleh tiap turbin ini membuktikkan
bahwa semakin tinggi turbin, semakin tinggi pula energi
angin yang dihasilkan.

● Analisa terhadap energi pada rata-rata gedung di


Indonesia
Apabila rancangan turbin angin pada Bahrain World Trade
Center diterapkan di Indonesia, dengan kapasitas energi
yang dihasilkan turbin angin pada gedung sebesar 88.617
m2 tersebut maka didapat nilai kWh/m2/tahun sebesar:

Turbin Tingkat Rendah (nilai maksimal)


400.000 kWh/88.617 m2 = 4,51 kWh/m2

Turbin Tingkat Menengah (nilai maksimal)


430.000 kWh/88.617 m2 = 4,85 kWh/m2

Turbin Tingkat Atas (nilai maksimal)


470.000 kWh/88.617 m2 = 5,3 kWh/m2

Total = 14,67 kWh/m2/tahun

Sementara efisiensinya terhadap rata-rata pemakaian listrik


gedung komersial di Indonesia adalah:
14,67 / 202,7 x 100 % = 7.2%

Maka dari rata-rata energi yang digunakan pada gedung


komersial di Indonesia bisa dihemat hingga 7.2% dari 202,7
kWh/m2/tahun menjadi 188.03 kWh/m2/tahun. Pemakaian
energi untuk jenis gedung perkantoran masih agak boros
(174,96 - 230,04 kWh/m2/tahun).

4.2 Pearl River Tower


● Arsitek : Skidmore, Owings & Merrill
● Lokasi : Guangzhou, Cina
● Tahun Berdiri : 2013
● Fungsi : Gedung Perkantoran
● Jumlah Tingkat : 71

4.2.1 Konsep Bangunan


Pearl River Tower merupakan bangunan dengan 71 lantai di
distrik Tianhe, Guangzhou. Perancangan menggunakan
teknologi penghijauan terbarukan untuk memanen energi
angin dan matahari. Bangunan menerapkan konsep net zero
energy dengan beberapa prinsipnya antara lain: reduction
(meminimalisir penggunaan energi dan memaksimalkan
efisiensi konsumsi energi), absorption (mengabsorpsi
energi yang ada di sekitar dan dimanfaatkan), reclamation
(memaksimalkan reuse atau penggunaan energi kembali),
dan generation (menghasilkan energi sendiri dari
komponen-komponen mikro yang cukup dimuat dalam
suatu ruangan kecil).

4.2.2 Penerapan Turbin Angin pada Bangunan


● Bentuk Bangunan
Pearl River Tower memiliki bentuk melengkung dengan
tinggi bangunan sebesar 309 meter dan luas lahan 214,1
meter persegi. Plat lantai umumnya berbentuk persegi
panjang untuk memaksimalkan angin sepoi-sepoi dan
menangkap energi matahari melalui posisi teknologi
fotovoltaik yang strategis. Elevasi timur dan barat lurus,
sedangkan fasad selatan cekung dan fasad utara cembung.
Sisi selatan bangunan dipahat untuk mengarahkan angin
melalui empat bukaan, dua di setiap tingkat, untuk
mempercepat udara dan menggerakkan turbin angin sumbu
vertikal penghasil energi setinggi dua meter kali lima meter
yang terletak di dalam setiap bukaan bangunan. Geometri
bangunan secara signifikan meningkatkan kinerja turbin.
Pada malam hari, lampu LED di mulut terowongan angin
berubah warna dan intensitasnya untuk menunjukkan
jumlah energi yang diciptakan. Fasad yang lebar tegak lurus
(180°) menghadap selatan sebagai sumber angin yang
paling konsisten sepanjang tahun (sebesar 80%).

● Turbin Angin Sumbu Vertikal


Turbin angin yang digunakan adalah tipe sumbu vertikal.
Posisi turbin angin terletak pada lantai ke-24 dan 40 pada
bangunan (pada elevasi sekitar 100 m dan 180 m). Fasad
dibentuk untuk mengurangi gaya hambat dan
mengoptimalkan kecepatan angin yang melewati empat
bukaan. Bukaan (sekitar luas 3x4m) ini berfungsi sebagai
katup "pelepas tekanan" untuk bangunan. Strategi ini
memaksimalkan potensi tenaga angin di empat lokasi dari
dua arah sehingga meminimalisir kurangnya efisiensi
karena perubahan iklim.
● Kekuatan Angin
Kecepatan angin di Guangzhou rata-rata 4,3 m/s pada
ketinggian 50 meter dan 5,3 m/s pada ketinggian 300 meter.
Bentuk lengkung menara meningkatkan kinerja dengan
mengalirkan udara melalui saluran masuk turbin di fasad,
mengoptimalkan perbedaan tekanan antara sisi angin dan
sisi bawah angin bangunan. Studi angin memprediksi inlet
façade akan mempercepat kecepatan angin dengan faktor
2,5 hingga mencapai 18mph.

Meski tidak sepenuhnya menjelaskan keduanya pengujian


angin dan analisis CFD mencatat fenomena ini yang
mungkin sebagian disebabkan oleh penerimaan turbin yang
lebih rendah beberapa downdraft dari façade di atas untuk
melengkapi angin yang mendekat.

● Energi yang Dihasilkan Turbin Angin


Dengan bentuk bukaan yang meningkatkan kecepatan angin
sebesar faktor 2,5, energi yang dihasilkan oleh turbin angin
pada Pearl River Tower 8 kali lebih besar daripada turbin
angin yang diletakan di lapangan terbuka. Kapasitas energi
yang dihasilkan turbin angin tersebut adalah 1.000.000
kWh/tahun (jika dibagi rata terhadap luas bangunan
165,840 m2 sekitar 6.03 kWh/m2/tahun).

● Analisa terhadap energi pada rata-rata gedung di


Indonesia
Apabila rancangan turbin pada Pearl River Tower
diterapkan di Indonesia, dengan kapasitas energi yang
dihasilkan turbin angin maka didapat efisiensi sebesar:

6,03/202,7 x 100% = 2,9%

Maka dari rata-rata energi yang digunakan pada gedung


komersial di Indonesia bisa dihemat hingga 2,9% dari 202,7
kWh/m2/tahun menjadi 197,67 kWh/m2/tahun. Pemakaian
energi untuk jenis gedung perkantoran menjadi kurang
efisien (>180,95 kWh/m2/tahun).
V. KESIMPULAN
Dari analisa kasus bangunan Bahrain World Center dan Pearl River Tower,
pengaplikasian turbin angin pada bangunan bertingkat di Indonesia
merupakan hal yang mungkin. Namun, ada beberapa aspek yang perlu
diperhitungkan demi kelancaran dan keefektivitasan pembangunan serta
kelangsungan bangunan.

1. Lokasi
Tidak semua daerah di Indonesia memiliki kecepatan angin
yang cukup untuk kinerja yang maksimal pada turbin angin.
Daerah seperti DKI Jakarta, Riau, dan Jambi dengan kecepatan
angin di bawah 4 m/s tidak layak untuk dibangun turbin angin.
Daerah Jawa dan Sulawesi Selatan memiliki rata-rata kecepatan
angin yang moderat dan cukup baik bagi penggunaan turbin angin.
Nusa Tenggara Timur memiliki tingkat rata-rata kecepatan angin
yang paling tinggi, yaitu 6,1 m/s. Kecepatan angin tersebut
bervariasi pula, tergantung pada lokasi. Daerah pesisir dekat
perairan cenderung memiliki kecepatan angin yang lebih tinggi
daripada daerah perkotaan. Bila ingin membangun di daerah
perkotaan, harus menganalisa lebih dalam lagi apakah angin dapat
mengalir dengan baik ke arah bangunan, dan tidak terhalang
bangunan lain.
2. Jenis Turbin
Pemilihan jenis turbin memiliki peran penting bagi
keefektifan kinerja turbin angin. Banyak pertimbangan yang harus
dilakukan untuk memilih diantara kedua turbin angin ini. Turbin
angin horizontal lebih efektif dalam mengubah energi angin ke
energi listrik, namun memiliki kekurangannya yaitu hanya dapat
menerima angin dari satu sisi saja dan lebih sulit untuk diputar. Hal
tersebut membuat turbin angin horizontal tidak seberapa efektif
bila ditempatkan di daerah yang arah anginnya berubah-ubah dan
tidak kencang. Sebaliknya, turbin angin vertikal dapat menerima
angin dari segala arah, namun energi listrik yang bisa dihasilkan
lebih rendah daripada turbin angin horizontal. Segala kelebihan
serta kekurangan ini harus dapat disurvei dengan baik menurut
lokasi yang ingin dibangun.

3. Faktor Biaya
Biaya instalasi turbin angin akan sangat besar, mengingat
pengintegrasian turbin angin ke dalam bangunan merupakan hal
yang belum umum dan memerlukan survei dan tahap perancangan
yang tidak mudah. Oleh karena itu, diperlukan modal yang besar
serta perencanaan anggaran yang baik dan teliti.
Biaya instalasi turbin angin di awal cukup besar. Sebagian
besar biaya adalah pemasangan awal dan tahap pembangunan,
tetapi setelah itu, energi angin menghasilkan pasokan energi yang
tidak ada habisnya selama ada angin.

4. Efisiensi Energi Listrik


Besarnya penggunaan energi listrik di daerah perkotaan
Indonesia jumlahnya besar sementara jumlah energi yang
dihasilkan (dalam kWh/m2/tahun) kecil sehingga tidak cocok
dipasang pada bangunan perkotaan.

Meskipun pengintegrasian turbin angin ke dalam bangunan


bertingkat memiliki sejumlah banyak pertimbangan dan rintangan di
Indonesia, namun bukan berarti tidak mungkin direalisasikan kedepannya.
Setiap hal yang berdampak besar juga memiliki tantangan besar yang
harus dilewati. Apabila pengintegrasian turbin angin ke dalam bangunan
bertingkat semakin populer dan banyak direalisasikan, maka Indonesia
bisa menyusul Negara Denmark yang 40% kebutuhan listriknya
ditanggung oleh energi angin. Dengan demikian, emisi gas berbahaya yang
disumbang oleh penggunaan energi listrik dapat berkurang secara drastis.
Pengurangan emisi gas karbon pada udara juga berarti peningkatan
kualitas udara di Indonesia, menyebabkan lingkungan hidup yang lebih
nyaman untuk ditinggali bagi keberagaman makhluk hidup yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

(Ini Syarat Angin Untuk Tenaga Pembangkit Listrik (validnews.id) )

( Sekretariat Kabinet Republik Indonesia | Potensi Pengembangan


PLTB di Indonesia (setkab.go.id) )

(Kementerian ESDM RI - Media Center - Arsip Berita - Saatnya


Kembangkan PLTB di Indonesia )

(20 Interesting Wind Energy Facts - Clean Energy Ideas


(clean-energy-ideas.com) )

( Windmill vs. Wind Turbine: What's the Difference?


(treehugger.com) )

Kementerian ESDM RI - Media Center - Arsip Berita - Saatnya


Kembangkan PLTB di Indonesia

World trade centre,bahrain (slideshare.net)

Anda mungkin juga menyukai