NIM : 205120400111023
Aristoteles
BIOGRAFI :
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, Kalkidiki, sekitar 55 km ke arah
timur dari Tesalonika. Ayahnya, Nikomakus merupakan dokter pribadi dari Amintas, Raja
macedonia. Kedua orang tua Aristoteles meninggal ketika ia masih berumur sekitar tiga belas
tahun. Ia menghabiskan masa kecil di Istana Macedonia, yang kemudian menjadikan ini
interaksi awalnya dengan monarki Macedonia.
Sekitar umur Delapan Belas Tahun, Aristoteles pindah ke Athena untuk melanjutkan
studinya di Akademi Plato. Aristoteles menetap di Athena selama hampir 25 tahun sebelum
akhirnya pergi pada tahun 348 SM. Konon katanya ia meninggalkan Athena karena kecewa
dengan haluan Akademi setelah kepengurusan Akademi diwariskan kepada keponakan Plato,
Speusippis. Walaupun kemungkinan juga ia pergi karena khawatir akan sentimen anti-
Macedonia di saat itu dan pergi sebelum Plato wafat. Aristoteles kemudian Menemani
Xenokrates menuju persidangan dari temannya Hermias di Asia Kecil. Setelah wafatnya
Hermias Aristoteles pegi bersama muridnya Theophratus menuju Pulau Lesbos. Di pulau
tersebut Aristoteles menikahi Pythias, yang kemudian mereka berdua dianugerahi seorang
anak perempuan yang juga diberi nama Pythias. Pada tahun 343 SM, Aristoteles diundang
oleh Raja Philip II dari Macedonia untuk menjadi pembimbing anaknya Alexander.
Aristoteles ditunjuk untuk menjadi ketua Akademi Kerajaan Macedonia. Selama
menjabat di pengadilan Macedonia, ia tidak hanya mengajar Alexander, namun juga kepada
kedua calon raja : Ptolemy dan Cassander. Aristoteles kemudian mendorong Alexander untuk
menaklukan wilayah timur. Pada Tahun 335 SM Aristoteles kembali ke Athena mendirikan
sekolahnya sendiri yang kemudian dikenal sebagai Lyceum. Aristoteles kemudian memimpin
pembelajaran pada sekolahnya nya selama 12 tahun ke depan. Ketika di Athena istrinya
Pythias meninggal kemudian Aristoteles menikahi Herpyllis yang kemudian memberinya
seorang anak yang bernama Nicomachus.
Pada periode Athena inilah, yaitu diantara 335 SM dan 323 SM, Aristoteles
dipercaya menyusun sebagian besar karyanya. Iya menulis banyak dialog yang mana
sekarang hanya beberapa bagian yang masih tersisa. Risalah-risalah pentingnya antara lain
adalah Physics, Metaphysics, Nicomachean Ethics, Politics, On the Soul and Poetics.
Mendekati akhir hidupnya, Alexander dan Aristoteles menjadi asing karena hubungan
Alexander dengan Persia dan dan rakyat Persia. Timbul tuduhan bahwa Aristoteles terlibat
dalam kematian Alexander namun hal ini tidak terbukti. Setelah kematian Alexander
sentimen anti-macedonia di Athena kembali menyebar yang kemudian memaksa Aristoteles
pindah ke kediaman ibunya di Chalcis, Euboea. Aristoteles meninggal di Eubeoa, dan
sebelumnya ia meminta kepada muridnya untuk menguburkannya di sebelah makam istrinya.
PEMIKIRANNYA
1. The Politics, Book 1
a. Tujuan sebuah kota (Polis = Kota/Negara)
Aristoteles memulai buku the Politics dengan mendefinisikan bahasannya, kota atau
kemitraan politik. Mendefinisikan kota sangat dibutuhkan untuk menjelaskan fungsi kota.
(Kata kota dalam bahasa yunani adalah polis, yang mana asal dari kata bahasa Inggris seperti
politics (politik) dan policy (kebijakan). Aristoteles berkata : “It is clear that all partnerships
aim at some good, and that the partnership that is most authoritative of all and embraces all
the others does so particularly, and aims at the most authoritative good of all. This is what is
called the city or the political partnership”. Di Yunani pada masa Aristoteles, kota
merupakan entitas penting politik yang mana hasil dari pertanian di sekitar akan di dikelola
oleh kota. Penting diingat bahwa kota Pada masa itu tidak tunduk pada negara atau bangsa,
seperti kota saat ini; kota berdaulat atas wilayah yang dikuasainya. Untuk menyampaikan hal
ini, beberapa terjemahan menggunakan kata “kota-negara bagian” sebagai pengganti kata
“polis”. Meskipun tidak ada dari kita saat ini yang hidup di polis, kita hendaknya tidak
terlalu cepat menolak pengamatan Aristoteles tentang cara hidup polis sebagai tidak relevan
dengan kemitraan politik kita saat ini.
Seperti lebah dan makhluk ternak, manusia hidup bersama dalam kelompok. Tidak
seperti lebah atau hewan ternak, manusia memiliki kemampuan untuk berbicara – atau, dalam
bahasa Yunani, logos. Seperti yang telah kita lihat, logos tidak hanya bermakna ucapan
tetapi juga alasan. Di sini keterkaitan antara ucapan dan nalar jelas: tujuan ucapan, tujuan
yang ditetapkan pada manusia secara alami, adalah untuk mengungkapkan apa yang
menguntungkan dan merugikan, dan dengan melakukannya untuk mengungkapkan apa yang
baik dan buruk, adil dan tidak adil. Pengetahuan ini memungkinkan manusia untuk hidup
bersama, dan pada saat yang sama memungkinkan kita untuk mengejar keadilan sebagai
bagian dari kehidupan bajik yang seharusnya kita jalani. Hewan lain yang hidup
berkelompok, seperti lebah, kambing, dan sapi, tidak memiliki kemampuan berbicara atau
bernalar sebagaimana Aristoteles menggunakan istilah tersebut. Tentu saja, mereka tidak
membutuhkan kemampuan ini. Mereka mampu hidup bersama tanpa menentukan apa yang
adil dan tidak adil atau menciptakan hukum untuk menegakkan keadilan di antara mereka
sendiri. Manusia, baik atau buruk, tidak dapat melakukan ini.
Meskipun alam mempersatukan kita – kita pada dasarnya adalah makhluk politik –
alam saja tidak memberi kita semua yang kita butuhkan untuk hidup bersama:
“[T]here is in everyone by nature an impulse toward this sort of partnership. And yet
the one who first constituted [a city] is responsible for the greatest of goods” [1253a29].
Kita harus memikirkan bagaimana hidup bersama untuk kebaikan bersama dengan
menggunakan akal dan ucapan, menemukan keadilan dan menciptakan hukum yang
memungkinkan kelompok manusia untuk bertahan hidup dan individu-individu di dalamnya
untuk menjalani kehidupan yang baik.
“[The virtue of] justice is a thing belonging to the city. For adjudication is an
arrangement of the political partnership, and adjudication is judgment as to what is just”
(1253a38).
Dan dalam menemukan dan hidup sesuai dengan hukum yang benar, bertindak
dengan keadilan dan menjalankan kebaikan yang membuat masyarakat berfungsi, kita tidak
hanya mewujudkan keberhasilan komunitas politik tetapi juga berkembangnya kebaikan dan
kebahagiaan individu kita sendiri. Tanpa kota dan keadilannya, manusia adalah hewan yang
paling buruk, sama seperti kita menjadi yang terbaik ketika kita dilengkapi dengan jenis
kehidupan yang benar di kota. Dan itu adalah mengejar kebaikan bukannya mengejar
kekayaan atau keamanan atau keselamatan atau kekuatan militer yang merupakan elemen
terpenting dari sebuah kota:
“The political partnership must be regarded, therefore, as being for the sake of noble
actions, not for the sake of living together” (1281a1).
Links :
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://socialsciences.mcmaster.ca/econ/ugcm/3ll3/
aristotle/Politics.pdf&ved=2ahUKEwjHhf_CkZbsAhVLfH0KHYCBBYcQFjARe
gQIERAB&usg=AOvVaw3PIqLRgWEorzMw3qzP2l2N&cshid=1601649622035
https://iep.utm.edu/aris-pol/
https://fs.blog/2017/02/aristotles-politics/