Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PEMBUATAN LARUTAN

NUR ROUDLOTUL LAILA


NIM. 142011133002

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semua kehidupan yang terdapat di bumi ini semua pasti membutuhkan

campuran zat pada prosesnya. Pada umumnya, reaksi kimia berlangsung antara

dua campuran zat, bukan antara zat murni. saat ini, begitu banyak reaksi kimia

yang kita kenali, baik itu hasil dari laboratorium maupun yang terjadi secara

alami. Larutan memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, dari skala

mikro hingga skala makro titik di alam, umumnya reaksi kimia berlangsung di

dalam suatu zat. Zat adalah sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang.

Zat tersusun atas partikel-partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat

dengan mata telanjang. Susunan dan sifat partikel setiap zat berbedabeda. Susunan

dan sifat partikel sangat menentukan wujud zat. Zat cair mempunyai sifat bentuk

berubah-ubah dan volumenya tetap.

Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih

zat dalam komposisi yang bervariasi (Putri, dkk. 2017). Zat yang jumlahnya lebih

sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih

banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut. Sebagai contoh, jika

sejumlah gula dilarutkan dalam air dan diaduk dengan baik, maka campuran

tersebut pada dasarnya akan seragam (sama) di semua bagian (Styarini, L. W.

2012). Sifat-sifat suatu larutan sangat dipengaruhi oleh susunan komposisinya.

Untuk menyatakan komposisi larutan tersebut maka digunakan istilah konsentrasi

larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut

(Khikmah, N. 2015). Untuk jumlah terlarut yang berbeda pada setiap larutan,
maka dibutuhkan energi panas yang berbeda pula, yang nantinya akan

mempengaruhi titik didih larutan tersebut. Titik didih suatu larutan merupakan

suhu larutan pada saat tekanan uap jenuh larutan itu sama dengan tekanan udara

luar (tekanan yang diberikan pada permukaan cairan) (Wolke, 2003).

Suatu zat cair akan mendidih apabila molekul-molekul mendapat energi

yang cukup untuk membebaskan diri dari sesama molekul yang selanjutnya

berubah menjadi uap (Arlita, M. A. 2013). Ketika zat lain terlarut dalam air maka

bahan dari zat tersebut akan menjadi partikel-partikel, yang nantinya partikel ini

akan mengikat partikel air dan membebaskan diri menjadi uap, dengan kata lain

molekul-molekul air akan memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendidih

(Wolke, 2003). Waktu yang diperlukan untuk mendidih pada larutan berbeda-

beda tergantung besarnya jenis zat terlarut dan konsentrasinya.

Konsentrasi larutan adalah komposisi yang menunjukkan dengan jelas

perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut. Kelarutan dapat kecil atau besar

sekali, dan jika jumlah zat terlarut melewati titik jenuh, zat itu akan keluar

(mengendap di bawah larutan). Dalam kondisi tertentu suatu larutan dapat

mengandung lebih banyak zat terlarut dari pada dalam keadaan jenuh (Adha, S. D.

2015). Oleh karena itu, praktikum kali ini dilaksanakan untuk mengetahui

perbedaan pembuatan larutan dari bahan padat dan cair, konsentrasi dari suatu

larutan, serta faktor apa saja yang mempengaruhi konsentrasi nya.

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, di dapatkan tujuan


sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara melarutkan zat padat secara baik dan benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Materi

Untuk mempelajari beragam materi yang ada di alam semesta, maka

materi digolongkan dengan beberapa cara untuk memudahkan untuk

mempelajarinya. Menurut David E.G (2017) klasifikasi materi berdasarkan

wujudnya dapat dibedakan menjadi zat padat, cair, dan gas. Sedangkan klasifikasi

materi berdasarkan komponennya dapat dibedakan menjadi zat tunggal dan

campuran. Zat tunggal dapat dibedakan menjadi senyawa dan unsur. Menurut

Hendro (2012) senyawa adalah zat murni yang dapat dipecah menjadi zat yang

lebih sederhana dengan proses kimia. Contohnya adalah senyawa air (dapat

dipecah menjadi oksigen dan hidrogen), senyawa glukosa (dapat dipecah menjadi

karbon, hidrogen dan oksigen). Sedangkan menurut David E.G (2017) senyawa

adalah zat yang teridiri dari dua atau lebih unsur secara kimia yang bergabung

dengan proporsisi tertentu.

Berdasarkan pendapat Hendro (2017) unsur adalah zat murni yang paling

sederhana. Sedangkan menurut pendapat David E.G (2017) unsur adalah zat yang

tidak dapat dipecah menjadi zat yang lebih sederhana dengan cara kimia. Contoh

unsur adalah emas, perak, oksigen, hidrogen. Campuran adalah suatu materi yang

terdiri dari dua zat lebih dan masih mempunyai sifat azalnya. Campuran

dibedakan menjadi dua yaitu campuran homogen dan heterogen. Campuran

homogen adalah campuran dengan komposisi dan sifat yang seragam diseluruh

sampel, sedangkan campuran degan komposisi dan sifat fisisnya beragam sari satu
bagian campuran dengan bagian lainnya disebut campuran heterogen (Petrucci,

2011).

Sedangkan menurut pendapat Hendro (2012) campuran terdiri dari 2

macam yaitu campuran homogeny dan campuran heterogen. Campuran homogen

adalah campuran yang memiliki susunan yang sama dari tiap bagian, sedagkan

campuran heterogen adalah campuran yang tiap bagiannya tidak terdiri dari

bagian yang sama. Jadi untuk lebih memudahkan untuk memelajari suatu materi

di alam ini maka perlu kita klasifikasikan. Pengklasifikasian materi berdasarkan

wujud dapat dibedakan mejadi zat padat, cair, dan gas. Sedangkan

pengklasifikasian materi berdasarkan komponennya dapat dibedakan menjadi zat

tunggal dan campuran.

2.2. Definisi Larutan

A. Pengertian Larutan

Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau

lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang

jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit

disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih zat yang lebih sedikit

sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya, tetapi di sini akan digunakan

pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan terlarut. Campuran yang dapat

saling melarutkan satu lama lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan

„miscible'. Udara merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak

bercampur membentuk dua fasa dinamakan cairan “immiscible”. Suatu larutan

sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari pelarutnya, suatu larutan

dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun gas. Zat terlarut dalam
ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair ataupun padat. Campuran

gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat saling campur dalam

berbagai perbandingan. Menurut (Floehr, 2013) bahwa di dalam larutan cair,

cairan disebut “pelarut” dan komponen lain (gas atau zat padat) disebut “terlarut”.

Jika dua komponen pembentuk larutan adalah cairan maka komponen yang

jumlahnya lebih besar atau strukturnya tidak berubah dinamakan pelarut.

B. Jenis-Jenis Larutan

1. Larutan Ideal dan Non-Ideal

Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-molekul nyata

saling mempengaruhi satu sama lain sehingga perilakunya sukar diramalkan secara

tepat. Akibat kesukaran meramalkan perilaku zat nyata menimbulkan cara atau

model yang dapat menjelaskan prilaku secara teoritis, dinamakan hukum ideal.

Oleh karena itu, muncul istilah larutan ideal, sebagai upaya untuk menjelaskan

keadaan sistem dari larutan nyata. Molekul-molekul gas ideal dipandang sebagai

molekul-molekul bebas yang tidak berantaraksi satu sama lain. Dalam larutan cair

pendekatan keidealan berbeda dengan gas ideal. Dalam larutan ideal partikel-

partikel pelarut dan terlarut yang dicampurkan berada dalam kontak satu sama lain.

Pada larutan ideal dengan zat terlarut molekuler, gaya antaraksi antara semua

partikel pelarut dan terlarut setara. Dengan kata lain, dalam larutan ideal, misalnya

zat A dan zat B, gaya antarpartikel: AA; AB atau BB adalah sama. Benzen

dan toluen memiliki gaya antaraksi mendekati sama sehingga jika dicampurkan

akan mendekati larutan ideal. Larutan ideal dengan zat terlarut ionik didefinisikan

sebagai larutan yang ion-ionnya dalam larutan bergerak bebas satu sama lain, dan

baku tarik hanya terjadi dengan molekul pelarut. Untuk larutan ionik yang sangat
encer dapat dikategorikan mendekati perilaku ideal sebab ion-ion dalam larutan itu

saling berjauhan akibatnya antaraksi elektrostatisnya lemah Komponen dalam

larutan ideal memberikan sumbangan terhadap konsentrasi larutan sangat efektif.

Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion-ionnya

maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion Na+ dan ion Cl masing-

masing terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang terhidrasi itu secara bebas dapat

bergerak ke seluruh medium larutan. Akan tetapi apabila glukosa atau etanol larut

dalam air, zat-zat tersebut tidak berada dalam bentuk ioniknya melainkan dalam

bentuk molekulernya. Zat-zat yang di dalam air membentuk ion-ion dinamakan zat

elektrolit, dan larutan yang dibentuknya dinamakan larutan elektrolit. Secara

eksperimen larutan elektrolit dapat diketahui dari sifatnya, misalnya dapat

menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang tergolong elektrolit, yaitu asam, basa, dan

garam.

2. Larutan Jenuh, Tak Jenuh, dan Lewat Jenuh

Kepekatan larutan secara kualitatif sering juga diungkapkan dengan istilah

jenuh, tak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan jenuh dari zat X adalah larutan yang di

dalamnya terdapat zat X terlarut berada dalam kesetimbangan dengan zat X yang

tidak larut. Untuk membuat larutan jenuh NaCl dalam air pada 25°C, kita harus

menambahkan NaCl berlebih ke dalam air dan mengaduknya terus sampai tidak

ada lagi NaCl yang melarut. Larutan jenuh NaCl pada 25°C mengandung 36,5

gram NaCl per 100 gram air. Penambahan NaCl berikutnya ke dalam larutan jenuh

NaCl tidak akan mengubah konsentrasi larutan. Larutan tak jenuh mengandung zat

terlarut dengan konsentrasi lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada

25°C yang mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh.
Dalam larutan tak jenuh belum dicapai kesetimbangan antara zat terlarut dan zat

yang tidak larutnya. Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam larutan maka larutan

mendekati jenuh. Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil,

sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi konsentrasi

kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh umumnya terjadi jika larutan yang sudah

melebihi jenuh pada suhu tinggi diturunkan sampai mendekati suhu kamar.

2.3. Proses Pelarutan

1. Pelarutan Cair-cair

Dalam membahas pelarutan zat cair dalam zat cair lainnya, banyak

Ilmuwan kimia mengemukakan istilah “like dissolved like” sebagai prinsip umum

untuk menyatakan pelarutan. Istilah ini mempunyai makna bahwa zat-zat cair

yang mempunyai struktur serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam

segala perbandingan, sebab molekul-molekul zat cair yang dicampurkan

mempunyai gaya tarik antarmolekul sama atau hampir sama dalam jenis maupun

kekuatan ikatannya. Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan pelarut tidak

mempengaruhi proses pelarutan selama perbedaannya tidak terlalu besar.

Kloroform, CHCl3 yang polar dan karbon tetraklorida, CCl4 yang nonpolar dapat

saling melarutkan dalam segala perbandingan. Kedua zat tersebut tampak

memiliki sifat pelarut yang sama yakni merupakan pelarut berbagai senyawa

karbon, seperti hidrokarbon, lemak, dan minyak. Hal ini menunjukkan gaya tarik

antarmolekul dalam CHCl3 dan CCl4 mendekati sama, sekalipun kepolarannya

beda. Berdasarkan kasus ini tampak bahwa sumbangan gaya dipol sangat kecil

dalam pelarutan CHCl3 dalam CCl4.


2. Pelarutan Padat-Cair Zat padat

Pada umumnya mempunyai kelarutan terbatas dalam pelarut cair. Fraksi

mol I2 dalam CCl4 mencapai jenuh pada 25°C sekitar 0,011. Jika dibandingkan

dengan Br2 yang berwujud cair pada suhu yang sama tidak mempunyai batas

kelarutan dalam CCl4 sehingga Br2 dalam CCl4 tidak dapat membentuk larutan

jenuh. Perbedaan gaya tarik antarmolekuler menyebabkan zat padat mempunyai

kelarutan terbatas di dalam suatu pelarut. Gaya tarik antarmolekuler dalam zat

padat lebih besar daripada gaya tarik antarmolekuler dalam zat cair untuk suhu

yang sama sehingga dapat diduga bahwa gaya tarik antarmolekul I2(s) lebih besar

daripada gaya tarik antarmolekul CCl4() . Oleh sebab itu, kelarutan I2 dalam

CCl4 relatif rendah. Keadaan ini didukung oleh fakta bahwa zat padat dengan titik

leleh lebih rendah akan memiliki kelarutan lebih besar dibandingkan dengan zat

padat yang memiliki titik leleh lebih tinggi untuk struktur molekuler yang serupa.

Zat padat non-polar atau sedikit polar memiliki kelarutan tinggi dalam zat cair

yang memiliki kepolaran rendah, tetapi kelarutannya rendah dalam pelarut polar.

DDT, misalnya memiliki struktur serupa dengan CCl4 dan CHCl3 sehingga DDT

larut baik dalam pelarut non-polar atau sedikit polar sebagaimana halnya CCl4

dan CHCl3 dibandingkan dalam pelarut polar seperti air.

3. Pelarutan Gas-Cair

Terdapat dua prinsip utama berkaitan dengan kelarutan gas dalam cairan.

Pertama, makin tinggi titik cair suatu gas, gaya tarik antarmolekul makin

mendekati sifat cairan. Dengan demikian, gas dengan titik cair lebih tinggi

memiliki kelarutan lebih besar. Kedua, pelarut yang paling baik untuk suatu gas
adalah pelarut yang mempunyai gaya tarik antarmolekul mirip dengan yang

dimiliki oleh gas.

2.4. Pengenceran

Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (Konsentrasi tinggi) dengan

cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Pada

tahapan ini, ekstrak kopi yang dihasilkan pada langkah 5 kemudian didinginkan

hingga mencapai suhu 27 °C, selanjutnya dilakukan pengenceran dengan aquades

dengan perbandingan 1 : 20 (Sugianti, 2016).


BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu Pelaksanaan

Senin, 22 Maret 2021

3.2 Alat dan Bahan

Alat : Laptop

Bahan : Jurnal, Buku, Alat Tulis


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Soal :

1. Buatlah larutan NaCl 1M sebanyak 100 ml maka masa yang diperlukan

sebanyak ?

2. Lakukan pengenceran larutan NaCl dari 1 M ke 0,2 M. Jika diketahui NaCl

1 M memiliki volume 1 L dan akan dibuat menjadi NaCl 0.2 M sebanyak

100 ml maka berapa volume NaCl yang dibutuhkan ?

Jawab :

1. Diketahui :M=1 Mr NaCl = 58,5 V = 100 ml

Ditanya : M Gram ….?

Jawab :M = (Gram : Mr atau Ar) x (1000 : V)

Gram = (M x Mr x V) : 1000

= (1 x 58,5 x 100) : 1000

= 5,85 gram

2. Diketahui : M1 = 1 M dalam 1 L

M2=0,2 M

V2=100 ml

Ditanya : V1 ….?

Jawab : M1 x V1 = M2 x V2

1 x V1 = 0,2 x 100

V1 = 20 ml.
4.2. Pembahasan

Natrium klorida, juga dikenal sebagai garam dan garam dapur, merupakan

senyawa ionik dengan rumus NaCl. Natrium klorida pada umumnya merupakan

padatan bening dan tak berbau, serta dapat larut dalam gliserol, etilen glikol, dan

asam formiat, namun tidak larut dalam HCl. Menurut (Arios dkk, 2014)

menyebut bahwa natrium klorida adalah garam paling berpengaruh terhadap

salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular.

Sebagai bahan utama dalam garam dapur, dan biasanya digunakan sebagai

bumbu dan pengawet makanan. Natrium klorida terkadang digunakan sebagai

bahan pengering yang murah dan aman karena memiliki sifat higroskopis,

membuat penggaraman menjadi salah satu metoda yang efektif untuk pengawetan

makanan (Anonima , 2010).

Pembuatan natrium klorida pada umumnya dilakukan dengan evaporasi air

laut ataupun air payau dari berbagai macam sumber air tersebut, seperti sumur

dan danau air asin, dan dengan menambang dari batu-batuan garam yang biasa

disebut dengan halite. Selain digunakan dalam memasak, natrium klorida juga

digunakan dalam banyak aplikasi, seperti pada pembuatan pulp dan kertas, untuk

mengatur kadar warna pada tekstil dan kain, dan untuk menghasilkan sabun,

deterjen dan produk lainnya. Natrium klorida merupakan sumber utama dari

industri klorin dan natrium hidroksida, dan digunakan pada hampir setiap

industri. Natrium klorida juga biasa digunakan sebagai penyerap debu yang aman

dan murah dikarenakan sifatnya yang higroskopis, juga pada pembuatan garam

sebagai salah satu metode pengawetan yang efektif dikarenakan sifatnya yang
menarik air keluar dari bakteri melalui tekanan osmotik sehingga mencegah

baktei tersebut bereproduksi dan membuat makanan basi.

 Sifat fisis Natrium Klorida antara lain (Anonima ,2010):

1. Rumus molekul : NaCl

2. Berat molekul : 58,45 g/mol

3. Titik didih : 1413 0 C pada 1 atm

4. Titik beku : 800,4 0 C pada 1 atm

5. Bentuk : kristal kubik padat

6. Warna : putih

7. Densitas : 2,163 g/ml

 Sifat-sifat kimia NaCl menurut (Joseph, 2013) sebagai berikut:

1. Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut didalam gliserol, dan

amonia. Sangat sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam asam

klorida

2. Larutannya merupakan elektrolit kuat karena terionisasi sempurna pada

air

3. Biasanya bersifat higroskopis yang artinya zat yang dapat menyerap air

4. Apabila bereaksi pada perak nitrat akan membentuk endapan perak

klorida dan apabila bereaksi dengan timbal asetat akan membentuk

endapan putih timbal klorida.

Penelitian yang berdasarkan dengan karbon aktif ini telah banyak dilakukan,

dengan berbagai variasi bahan baku, zat aktivator, waktu aktivasi, temperatur

karbonisasi ataupun konsentrasi aktivator itu sendiri. Haika Rahmah Ramadhona

(2011) melakukan penelitian dengan menggunakan aktivator NaCl mengenai


pengaruh konsentrasi aktivator terhadap kualitas karbon aktif dari bambu. Hasil

yang optimal didapatkan pada penelitian ini dengan hasil analisa kadar air 0.4 %,

kadar abu 6.6 %, bilangan Iodine 1015.28 mg/gr dan daya serap terhadap Cu

0.7969 ppm. Penggunaan larutan Natrium Klorida sebagai zat aktivator kimia

karena zat aktivator NaCl mampu berfungsi sebagai zat dehidrat pada karbon aktif

yang dihasilkan. Selain itu, NaCl tidak beracun, harganya sangat terjangkau

dibandingkan dengan jenis aktivator yang lain dan aman terhadap lingkungan

sehingga limbah yang dihasilkan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan

menjadi alasan terpenting dalam penggunaannya sebagai aktivator

(Ariyadeejwanich, 2002). Untuk mendapatkan NaCl dengan konsentrasi 0,9%

maka NaCl di timbang sebanyak 0,9 g kemudian dilarutkan dalam 1 liter akuades

dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Untuk NaCl fisiologis sterilisasi

dilakukan pada suhu 120°C selama 20 menit (Pratama, 2013).

Menurut (Ananlisis Kesehatan Maram, 2013), Pembuatan larutan

NaCl 0,9 % adalah sebagai berikut:

1) Ditimbang kristal NaCl sebanyak 0,9 gram.

2) Dilarutkan dalam aquades 100 ml sehingga didapat konsentrasi 0,9%.

Pembuatan larutan stok Giemsa dengan pengencer Buffer fosfat pH 6,8

sebanyak 5 ml (diencerkan 5 kali ).

3) Dipipet giemsa pokok sebanyak 10 ml.

4) Ditambahkan 40 ml Buffer fosfat.

5) Dimasukkan ke dalam botol, kemudian diberi label.

Larutan NaCl 0,9 % merupakan larutan normal salin yang bersifat isotonis,

sehingga NaCl 0,9 % dapat digunakan sebagai larutan pengencer pada


pemeriksaan bilirubin. Pengenceran yang digunakan pada pemeriksaan bilirubin

dapat juga menggunakan aquadest steril karena aquadest merupakan pelarut yang

baik (Dewi, 2018). Berdasarkan sumber buku petunjuk praktikum,

pembuatan Larutan 100 mL NaCl 0,1 M adalah sebagi berikut:

1) Persiapan : menghitung massa NaCl menggunakan rumus massa (gr) =

mol x Mr, dimana mol = M x V.

2) Timbang massa NaCl sesuai perhitungan.

3) Pindahkan NaCl ke dalam gelas kimia.

4) Tambahkan 50 mL akuades dan aduk hingga larut sempurna.

5) Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 100 mL.

6) Tambahkan akuades hingga tanda batas.

7) Tutup labu ukur dan homogenkan.


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut penulis dapat mengambil

kesimpulan dengan menggunakan data praktikum yang diperoleh dari

pengumpulan buku, jurnal ilmiah, dan dokumen lainnya. Penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa cara pengenceran NaCl dapat dilakukan dengan cara

melarutkan dalam 1 liter akuades dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

Untuk NaCl fisiologis sterilisasi dilakukan pada suhu 120°C selama 20 menit.

5.2. Saran

1. Bagi pengguna laboratorium kimia untuk menggunakan bahan-bahan kimia

seminimal mungkin

2. Bagi pengguna laboratorium memilih jenis kegiatan yang sebisa mungkin

tidak menghasilkan limbah berbahaya

3. Pengguna laboratorium wajib mengenakan alat pelindung diri untuk

keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.


Daftar Pustaka

Adha. S. D. 2015. Pengaruh Konsentrasi Larutan HNO3 dan Waktu Kontak

Terhadap Desorpsi Kadmium (II) yang Terikat Pada Biomassa Azolla

Micropylla-Sitrat. Kimia Student Journal. Vol.1 (1) : 636-642.

Adianto, W. 2013. Perbedaan Morfologi Sel Darah pada Pengecatan Giemsa yang

di encerkan Menggunakan Aquades dan Buffer pH 6,8. Karya Tulis

Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang

Analis Kesehatan Maram. 2013. Diktat Praktikum Cytohistoteknologi. Analis

Kesehatan Poltekkes Kemenkes Mataram.

Arios, R., Tomuka, D., dan Kristanto, E. 2014. Efektifitas Deteksi Spermatozoa

menggunakan Pewarna Malachite Green. Jurnal E-CliniC(eCl),

Manado.

Arlita, M. A. 2013. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Terhadap Penyerapan Larutan

Gula Pada Bengkuang (Pachyrrhizus erosus). Jurnal Teknik Pertanian

Lampung. Vol.2 (1) : 85-94.

Dewi, Caprita Nata Kusuma. 2018. Perbedaan Kadar Bilirubin Total Plasma Edta

Pengenceran Nacl 0,9 % Dan Aquadest Steril. Program Studi D Iv

Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Floehr, Tilman., Hongxia X., Bjorn., Lingling., Junli H., Daqiang Y., Xiaowei Z.,

Rong J., Xingzhong Y., and Henner H. 2013. Solution by Dilution? A

review on the Pollution Status of the Yangtze River. Environ Sci Pollut

Res.
Joseph, and Hadjiza, B. W. 2013. Basic Physical Pharmacy. Burlington

Khikmah, N. 2015. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Laju Alir pada Penentuan

Kreatinin Dalam Urin Secara Sequential Injection Analysis. Kimia

Student Journal. Vol.1 (1) : 613-615.

Pratama, Tony. 2013. Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan sebagai

Antijamur pada Tepung Kentang. Universitas Pendidikan Indonesia.

Jakarta

Putri, Laili Mei Ari., Trapsilo P., dan Bambang S. 2017. Pengaruh Konsentrasi

Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu Larutan. Jurnal Pembelajaran

Fisika, Vol 6 (2) : (147-153).

Ramadhona, Haika Rahma. 2011. Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kimia Asam

Sulfat dan Natrium Klorida Terhadap Kualitas Karbon Aktif dari

Bambu. Palembang: Teknik Kimia POLSRI.

Styarini, L. W. 2012. Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula

Menggunakan Metode Difraksi. Jurnal Teknik Pomits. Vol.1 (1) : 1-5.

Sugianti, Cicih., Novi A., Diding S., Mareli T., Sri W., dan Meinilwita Y. 2016.

Studi Penggunaan UV-Vis Spectroscopy untuk Identifikasi Campuran

Kopi Luwak dengan Kopi Arabika. Jurnal Teknik Pertanian Lampung,

Vol.5 (31) : 167- 176.

Wolke, R. L. 2003. Einstein Aja Gak Tau!. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai