Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS PADA PETANI

MAKALAH

oleh
Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS PADA PETANI

MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Keperawatan Medikal Bedah dengan
dosen pembimbing Ns. Murtaqib, M. Kep.

oleh:
Aprilia Kusumaningtyas 152310101043
Yeffri Dwi Fradika 152310101145
Wafda Niswatun Nadhir 152310101245
Dyan Ayu Pusparini 152310101258
Lidya Amal Huda 152310101259
Maya Muftiyani Syilvia 152310101282
Regita Prameswari 152310101289

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dermatitis pada Petani”. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak, tantangan tersebut bisa teratasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Wantiyah, M. Kep. selaku penanggungjawab mata kuliah Dasar
Keperawatan Medikal Bedah
2. Ns. Murtaqib, M. Kep. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
dalam penyelesaian makalah ini, serta
3. semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kami sekalian.

Jember, 7 November 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATAPENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 2
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT........................................................ 3
2.1 Pengertian Dermatitis.................................................................... 3
2.2 Penyebab/ Etiologi Dermatitis.......................................................
2.3 Patofisiologi Dermatitis.................................................................
2.4 Tanda dan Gejala Dermatitis.........................................................
2.5 Prosedur Dignostik Dermatitis.......................................................
2.6 Penatalaksanaan Medis Dermatitis................................................
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN............................................................
3.1 Pengkajian.......................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................
3.3 Perencanaan Keperawatan .............................................................
3.4 Intervensi Keperawatan..................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................
BAB 4. PENUTUP...........................................................................................
4.1 Kesimpulan.....................................................................................
4.2 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi)
dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung menjadi residif dan kronik. Sekitar 50%
dari semua penyakit kulit akibat kerja yang terbanyak adalah dermatitis kontak
(Kosasih, 2004 dalam Diah, 2012).
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu kelainan kulit yang sering
dijumpai. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergi, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda,
2010 dalam Diah 2012).
Menurut Azhar (2011) kelainan kulit ini dapat ditemukan sekitar 85% sampai
98% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja. Insiden dermatitis kontak akibat kerja
diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit
kulit diperkirakan menempati 9% sampai 34% dari penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan. Di Amerika, angka kejadian DKI adalah 80% kasus dari seluruh
dermatitis kontak, sedangkan dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja ini,
diperkirakan 20% merupakan dermatitis kontak alergi dengan angka tertinggi pada
pekerja perkebunan, industri manufaktur, dan pekerja di bidang kesehatan (Richard
& Marcela, 2010). Data yang diperoleh dari Finlandia dan Amerika Serikat
mengungkapkan bahwa petani memiliki insiden tertinggi akan dermatitis kontak
akibat kerja. Di Finlandia didapatkan angka insidens DKAK pada petani sebesar
2,8 per 1000 pekerja setiap tahun dan merupakan peringkat pertama dibandingkan
dengan pekerjaan lainnya. Hal yang serupa diungkapkan pada UK Household
Survey pada tahun 1995.
Data dermatitis di Indonesia pada ada sub bagian alergi imunologi bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden
kejadian dermatitis kontak akibat kerja sebesar 50 kasus pertahun atau 11,9% dari
seluruh dermatitis kontak (Perdoski, 2009).
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
berprofesi sebagai petani sangat beresiko tinggi terhadap terjadinya dermatitis. Oleh

1
karena itu, kami akan membahas mengenai asuhan keperawatan dermatitis pada
petani.

1.2 Tujuan
Adapaun tujuan dari makalah ini adalah untuk membuat asuhan keperawatan
dermatitis pada petani.

2
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Pengertian Dermatitis
Dermatitis adalah istilah umum yang menggambarkan suatu peradangan pada
kulit. Meskipun dermatitis dapat memiliki banyak penyebab dan terjadi dalam
berbagai bentuk, gangguan ini biasanya melibatkan ruam gatal pada bengkak, kulit
memerah. Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensipolimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Kulit yang terkena dermatitis bisa lecet, cairan,
mengembangkan kerak atau mengelupas. Contoh dermatitis termasuk dermatitis
atopik (eksim), ketombe, dan gatal-gatal yang disebabkan oleh kontak dengan
poisonivy atau logam tertentu.
Dermatitis adalah kondisi umum yang biasanya tidak mengancam jiwa atau
menular. Dermatitis cenderung menjadi residif dan kronik. Dermatitis merupakan
epidermo-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus. Objektif tampak inflamasi
eritema, vesikula, eksudasi dan pembentukan skuama. T a n d a - t a n d a  polimorfik
tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan
menjadi kronik. Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungi. Respon tersebut
dapat berhubungan dengan alergi dan iritasi, dimana alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi dengan allergen tertentu.
Dermatitis merupakan kelainan kulit sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Dari segi penanganannya, kelainan ini dapat dimasukkan dalam
kelompok kelainan yang responsive terhadap steroid. Steroid adalah senyawa
anti inflamasi kuat yang digunakan sejak kurang lebih lima puluhan.
Dermatitis kontak akibat kerja adalah dermatitis yang timbul akibat kontak
dengan bahan pada lingkungan pekerjaan dan tidak akan terjadi jika penderita tidak
melakukan pekerjaan tersebut. Ada 2 macam dermatitis kontak, yaitu:
2.1.1 Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan seperti


detergen, asam, basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya yang dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit apabila teriritasi berulang selama

3
periode tertentu. Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak
yang disebabkan oleh bahan- bahan yang bersifat iritan yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan. Dermatitis kontak iritan dibedakan
menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak
iritankronik (kumulatif).
a. Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi
segerasetelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang bersifat toksik
kuat, misalnyaasam sulfat pekat.
b. Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis
iritan yangterjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang
tidak begitu kuat, misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik. Dalam hal
ini, dengan beberapa kali kontak bahan tadi ditimbun dalam kulit cukup
tinggi dapat menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang
secara klinis umumnya berupa radang kronik.
2.1.2 Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi


(alergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan
reaksi kulit tipe lambat. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis
atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui
proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak
karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beranekaragam yang
menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami
hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan
sebelumnya.

2.2 Penyebab / Etiologi Dermatitis


Etiologi/ penyebab DKA (Dermatitis Kontak Alergi) adalah bahan kimia
sederhana dengan berat molekul umumnya rendah, merupakan alergen yang belum
diproses disebut Hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Faktor
predisposisi DKA adalah : potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas
daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan,

4
vehikulum serta pH. Faktor individu juga berperan dalam penyakit ini misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan atratum korneum, ketebalan epidermis),
status imunologik misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari.
Pekerja di bidang pertanian melakukan bervariasi pekerjaan yang terpapar
bahan kimia, biologi, dan bahan berbahaya lainnya. Mereka memupuk, memanen
ladang pertanian, membersihkan, serta memperbaiki segala peralatan pertanian.
Para pekerja pertanian khususnya petani terpapar bahan-bahan kimia yang sering
digunakan di bidang pertanian dan juga faktor-faktor lingkungan seperti
kelembaban, suhu, dan frekuensi mencuci tangan dapat mempengaruhi mudahnya
terjadi dermatitis kontak akibat kerja.
Di California terdapat lebih dari 13.000 jenis pestisida dimana mengandung
lebih dari 800 bahan aktif. Insiden tertinggi DKAK terkait dengan pestisida terdapat
pada pertanian anggur. Bahan-bahan aktif seperti emulsifier, surfaktan, ataupun
biosida dapat menyebabkan DKI ataupun DKA. Kulit tangan menjadi lokasi
terpaparnya pestisida pada petani. Contoh bahan iritan yang dapat menyebabkan
dermatitis kontak akibat kerja pada petani adalah sabun dan deterjen, pestisida,
debu, kotoran, keringat, desinfektan, petroleum, pupuk buatan, dan tanaman dan
sejenisnya. Sedangkan bahan allergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak
akibat kerja pada petani adalah bahan-bahan yang terbuat dari karet (sarung tangan,
sepatu bot), Potassium dichromate (alat-alat pertanian), preservatives (pada pupuk
buatan), pestisida, antimikrobial, cow dander, serbuk gandum, tepung terigu, dan
storage myte, molds.
Dermatitis kontak iritan dikarenakan kerusakan langsung pada kulit tanpa
adanya sensitisasi. Bahan-bahan iritan akan menimbulkan kerusakan pada
keratinosit, tetapi beberapa dapat dapat menyebar melewati membran dan merusak
lisosom, mitokondria, ataupun komponen nukleus. Kerusakan membran
mengakibatkan teraktivasinya fosfolipase dan mengeluarkan arachidonic acid dan
tersintesisnya eicosanoids. Hal ini menyebabkan teraktivasinya second-messenger
diikuti dengan tersintesisnya cell surface molecules dan sitokin. Eicosanoids dapat
mengaktivasi sel T dan berpotensi chemoatractants untuk limfosit dan neutrofil.
Kedua sel ini menginfiltrasi kulit dan menyebakan respon klinis berupa respon
inflamasi.

5
Berdasarkan etiologi, pembagian ini sukar karena harus sampai pada spesies
jamur, sebagai penyebabnya misalnya :
a. Trikopitosis : Penyebabnya trikofiton
b. Aspergilosis : Penyebabnya Spesies Arpesgilus
c. Epidermositosis : Penyebabnya Spesies Epidermifiton

2.3 Patofisiologi Dermatitis


Patofisiologis dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada petani sama
layaknya seperti patofisiologis dermatitis kontak lainnya. Dermatitis kontak akibat
kerja dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dermatitis kontak alergik (DKA) dan
dermatitis kontak iritan (DKI). Berikut patofisiologis dari dermatitis kontak alergik
(DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI).
2.3.1 Dermatitis Kontak alergi (DKA)
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengkuti
respon imun yang diperantarai oleh sel T atau reaksi imunologik tipe IV, suatu
hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase
sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi
yang dapat menderita DKA.
1. Fase Sensitisasi
Bahan kontak, atau sensitizer disebut juga hapten. Hapten melakukan
penetrasi ke dalam kulit (stratum corneum) setelah berikatan dengan
protein (menjadi antigen) dan ditangkap oleh sel Langerhans (APC)
dengan melakukan pinocytosis. Sel Langerhans kemudian bermigrasi ke
kelenjar limfonodi dan antigen didalamnya akan mengalami proses
degradasi dari protein menjadi peptide yang berikatan dengan molekul
MHC II dan kemudian diekspresikan ke permukaan sel penyaji tersebut.
Di dalam limfonodi antigen yang ada di permukaan APC tersebut akan
berikatan dengan sel T Helper melalui T Cell Receptor (TCR). Dari sinilah
awal proses imunologis terjadi, Interleukin- 12 (IL-12) yang dilepaskan
oleh APC akan meningkatkan diferensiasi sel Th0 menjadi sel Th1, sel
Th1 ini akan melepaskan IL-2 yang memacu proses sensitisasi jalur eferen
reaksi alergik tipe IV. Dalam proses ini telah terbentuk sel Th yang

6
tersensitisasi dan telah mengenal antigen tertentu. Sel Th yang aktif ini
akan beredar ke dalam sirkulasi, dalam limfonodi juga terjadi diferensiasi
sel Th menjadi sel Th memori. Sel Th yang telah sensitif tersebut akan
masuk dalam sirkulasi darah dan tersebar ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menerangkan mengapa terjadi keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
tubuh.
2. Fase Elisitasi
Disebut juga fase eferen merupakan fase invasi sel-sel radang ke
dalam kulit, proses ini terjadi sebagai akibat dari pajanan ulang dari
antigen yang sama dan adanya berbagai mediator yang dilepaskan oleh sel
T akan menghasilkan sejumlah sitokin yang penting untuk terjadinya
reaksi radang seperti IL-2 dan IFN-γ. Keratinosit juga memproduksi
Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) yang dapat mempermudah
penetrasi sel radang ke dalam kulit. Fase ini lebih cepat dari fase
sensitisasi, umumnya terjadi dalam waktu 48 jam setelah terjadi pajanan
ulang. Makrofag dan sel Langerhans juga akan melepaskan berbagai
mediator lain seperti protease, prostaglandin, interferon, lisosom, pirogen
endogen, dan endotoksin. Sebagai hasil akhir dari proses ini bermanifestasi
berupa peradangan kulit yang eczematous.
2.3.2 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan dikarenakan kerusakan langsung pada kulit tanpa
adanya sensitisasi. Bahan-bahan iritan akan menimbulkan kerusakan pada
keratinosit, tetapi beberapa dapat dapat menyebar melewati membran dan
merusak lisosom, mitokondria, ataupun komponen nukleus. Kerusakan
membran mengakibatkan teraktivasinya fosfolipase dan mengeluarkan
arachidonic acid dan tersintesisnya eicosanoids. Hal ini menyebabkan
teraktivasinya second-messenger diikuti dengan tersintesisnya cell surface
molecules dan sitokin. Eicosanoids dapat mengaktivasi sel T dan berpotensi
chemoatractants untuk limfosit dan neutrofil. Kedua sel ini menginfiltrasi
kulit dan menyebakan respon klinis berupa respon inflamasi.
2.4 Tanda dan Gejala Dermatitis

7
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan
dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis,
yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis
kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan
berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik. Gejala dari dermatitis
alergi ini adalah ruam kulit, gatal-gatal, bersisik dan kadang-kadang terbakar. Pada
wajah dapat menyebabkan bengkak, merah, dan kulit melepuh. dermatitis ini dapat
berupa tanda-tanda kemerahan ringan sampai pecah-pecah ekstrim dan lecet.
dermatitis alergi dapat langsung terjadi jika terjadi kontak langsung dengan alergen
atau berlangsung hingga 48 sampai 72 jam sebelum reaksi dapat terlihat pada kulit.
Reaksi yang tertunda seperti inilah yang membuat lebih sulit untuk mendiagnosa
alergen tertentu yang menyebabkan eksim. Setiap jenis dermatitis mungkin terlihat
sedikit berbeda dan mungkin cenderung terjadi pada berbagai bagian tubuh Anda.
Jenis yang paling umum dari dermatitis meliputi: Dermatitis atopik (eksim).
Biasanya dimulai pada masa bayi, ini merah, gatal ruam yang paling sering terjadi
pada kulit yang terkena, dalam siku, belakang lutut dan bagian depan leher. Ketika
tergores, ruam bisa bocor cairan dan kerak di atas, Dermatitis kontak. Ruam ini
terjadi pada area tubuh yang telah datang ke dalam kontak dengan zat-zat yang baik
mengiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi, seperti poison ivy. Ruam dapat
membakar, menyengat atau gatal. Melepuh bisa terjadi, Dermatitis seboroik.
Kondisi ini menyebabkan ruam merah dengan kekuningan dan agak “berminyak”
bersisik, biasanya pada kulit kepala dan kadang-kadang pada wajah, terutama di
sekitar telinga dan hidung. Ini adalah penyebab umum ketombe. Pada bayi,
gangguan ini dikenal sebagai cradle cap.
2.5 Prosedur Diagnostik Dermatitis
2.5.1 Skin End-Point Titration (Titrasi Nilai Akhir Kulit)
Metode ini diperkenalkan oleh Rinke untuk menguji pada alergen
makanan. Prosedur ini tidak hanya digunakan untuk diagnosis saja
melainkan juga untuk membuktikan keamanan dosis permulaan imunoterapi
dan untuk netralisasi gejala-gejala. Tes ini berdasarkan pengamatan empiric
yang didukung oleh laporan khusu. Laporan ini tidak memberikan ukuran
objektif tanpa control unutk menyatakan kemajuan dalam tes ini. Kegagalan

8
dalam metode ini yaitu kurangnya perhatian atas timbulnya kemerahan di
tempat tes. Mediator-mediator atopik dari derivat sel mast dan anafilaksis
alergi menimbulkan gatal, kemerahan, dan bentol setempat. Dengan
demikian bukti objektif kemerahan dilokasi tes kulit adalah merupakan
suatu syarat mutlak tes diagnostik spesifik pada penyakit ini.
2.5.2 Provokasi – Netralisasi
Provokasi-Netralisasi adalah sautu prosedur untuk tes alergi terhadap
makanan, udara, dan bahan kimia dengan memaparkan pasien melalui tes
dosis pada bahan-bahan tersebut secara intradermal, subkutan, atau
sublingual, yang bertujuan menghalangi gejala-gejala subyektif. Tes ini
memakai dilusi allergen lima kali secara serial atau ekstrak kimia. Protokol
berbeda dengan volume suntikan 0,01, 0,02, atau 0,05 dan suntikan
diberikan di lengan atas pasien. Kemudian mencatat sensasi yang terjadi
pada periode waktu 10 menit setelah disuntik. Jika selama 10 menit
dilaporkan tidak ada gejala, maka dosis yang lebih tinggi diberikan dengan
cara serial hingga gejala muncul. Untuk konssentrasi rendah pasien akan
diberikan suntikan sampai mencapai dosis dimana pasien melaporkan tidak
ada sensasi. Beberapa orang pendukung percaya bahwa ketiadaan gejala
adalah suatu tes positif. Dosis lebih rendah lainnya yang mencetus gejala
dan kemudian ditingkatkan sampai mencapai netralisasi.
2.5.3 Electrodermal Testing (‘Tes Elektrodermal)
Tes elektrodermal elektro-akupuntur) dinyatakan untuk identifikasi
zat/bahan yang menyebabkan alergi dan memberikan informasi tentang
dilusi tertinggi pengobatan ekstrak dalam imunoterapi. Tes ini menggnakan
alat seperti Volt meter yang mengukur electrical impedance pada kulit
dengan rancangan titik-titik akupuntur yang dialiri arus listrik sebesar 1,5 V
dan paisen memegang elektroda negative pada satu lengan. Zat/bahan akan
ditempatkan di botol ekstrak inhalant yang ditempatkan berhubungan
dengan pelat alumunium dalam sirkuit alian listrik. Suatu perubahan dalam
impedance berarti menunjukkan alergi terhadap makanan zat/bahan tertentu.

9
2.5.4 Applied Kinesiology (Kinesiologi Terapan)
Kinesiologi terapan adalah tes untuk alergi spesifik dengan mengukur
kekuatan otot pasien. Alergen ditempatkan dalam wadah yang dipegang
oleh tangan pasien, kemudian teknisi menilai kekuatan otot tangan yang
tidak berlawanan (yang tidak memegang wadah). Penurunan kekuatan otot
menunjukkan hasil positif.
2.6 Penatalaksanaan Medis Dermatitis
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan 
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak
iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Penatalaksanaan medis dan keperawatan dermatitis melalui terapi yaitu :
a. Terapi sitemik : Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi
antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit – SRS – A dan pada kasus
berat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid. Pengobatan sistemik
ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik.
b. Terapi topical :  Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi
bedak kocok bila kronik diberi saleb. Obat-obat topikal yang diberikan
sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila
basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi
kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila
akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah

10
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja
dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
c. Diet : Tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP ) Contoh : daging, susu,
ikan, kacang- kacangan, jeruk, pisang, dan lain-lain

11
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. Hopiah
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : menikah
Agama : Islam
Alamat : Ds. Kupu no 35, Tegal
3.1.1. Riwayat Kesehatan
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Agustus 2011,
bertempat di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Kardinah.

Keluhan Utama
Gatal dan panas pada punggung lengan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah
dengan keluhan gatal dan panas pada punggung lengan kirinya lalu meluas ke
leher, siku lengan kiri, punggung lengan kiri, punggung tangan kanan, sekitar
pusar, lutut kanan dan kiri, serta punggung kaki kanan sejak setengah bulan
SMRS. Karena gatal, pasien sering menggaruknya sampai luka. Semula hanya
terdapat bintik-bintik merah berukuran kecil pada punggung lengan kirinya.
Pasien merasa gatal sepanjang hari terutama pada saat berkeringat dan
kulitnya terasa panas setelah ia menggaruknya. Untuk menghilangkan
keluhannya ia sering memakai bedak Herocyn tetapi keluhannya tidak
membaik. Pasien biasa mandi sehari 2 kali dengan sabun Lifebuoy dan
mengganti pakaiannya sehari 2 kali, mengganti sprey setiap 2 minggu sekali
dan kasurnya terbuat dari kapuk. Pekerjaan pasien adalah seorang petani padi.

12
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini.
Pasien tidak pernah bersin-bersin pagi hari dan tidak mempunyai riwayat alergi
terhadap debu, asap, makanan, maupun obat.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dikeluarganya tidak ada yang memiliki keluhan gatal pada kulitnya
namun anaknya yang berusia 5 tahun sering mengeluh gatal pada matanya.
3.1.2. Pengkajian (Gordon, NANDA)

3.1.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : Afebris
Pernapasan : 20x/menit
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 160 cm
Status gizi : Lebih (BMI 24,2 kg/m2)
Kepala
Bentuk : Normocephali
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-)
Telinga : Normotia, tanda radang (-)
Leher : Deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Inspeksi : bentuk simetris, gerak napas simetris
Palpasi : tidak dilakukan

13
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Jantung : S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, timpani, bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, terdapat
kelainan kulit pada kedua tangan dan kaki
Status Dermatologikus
Distribusi : Generalisata
Ad Regio : Punggung lengan kiri, leher, siku lengan kiri, punggung lengan
kiri, punggung tangan kanan, sekitar pusar, lutut kanan dan
kiri, serta punggung kaki kanan.
Lesi : Multipel, konfluens, tidak teratur, batas tegas, tepi tidak
tampak lebih aktif, lesi kering, ukuran milier sampai plakat,
bervariasi dari 0,2 cm – 2 cm.
Efloresensi : Eritema, erosi, ekskuamasi, skuama, dan sikatriks.

3.1.4. Analisa data dan Masalah

Data Etiologi Masalah keperawatan


Ds: Pasien merasa gatal Infeksi jamur/alergi Gangguan rasa

sepanjang hari terutama nyaman (nyeri dan

pada saat berkeringat dan Dermatitis gatal)

kulitnya terasa panas setelah

ia menggaruknya Pelepasan histamine

Do: Ekstremitas :

Akral hangat pada Gatal dan rasa tidak

keempat ekstremitas, nyaman

terdapat kelainan kulit pada

kedua tangan dan kaki


Ds: Pasien sering menggaruknya Infeksi jamur/alergi Kerusakan integrasi

14
sampai luka, terdapat bintik- kulit
bintik merah berukuran kecil Dermatitis
pada punggung lengan
kirinya. Pelepasan histamine
Do: terdapat lesi pada punggung
lengan kiri, leher, siku Gatal dan rasa tidak
lengan kiri, punggung nyaman
lengan kiri, punggung
tangan kanan, sekitar pusar, Timbul keinginan untuk
lutut kanan dan kiri, serta menggaruk
punggung kaki kanan
Terjadi hiperpegmentasi
dan erosi kulit

Kerusakan integritas
kulit

3.1.5. Pathway

3.2 Diagnosa Keperawatan (NANDA)

15
NO Tanggal Dx Keperawatan Paraf
Ners
1 8 November 2016 Gangguan rasa nyaman (nyeri dan gatal)
b.d Pelepasan histamine yang ditandai
dengan Pasien merasa gatal sepanjang hari
terutama pada saat berkeringat dan kulitnya
terasa panas setelah ia menggaruknya, akral
hangat pada keempat ekstremitas, terdapat
kelainan kulit pada kedua tangan dan kaki

2. 8 November 2016 Kerusakan integritas kulit b.d.


hiperpigmentasi kulit yang ditandai dengan
pasien sering menggaruknya sampai luka,
terdapat bintik-bintik merah berukuran kecil
pada punggung lengan kirinya, terdapat lesi
pada punggung lengan kiri, leher, siku
lengan kiri, punggung lengan kiri, punggung
tangan kanan, sekitar pusar, lutut kanan dan
kiri, serta punggung kaki kanan

3.3 Perencanaan Keperawatan (NOC)

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

16
Gangguan rasa nyaman  Status  Gunakan
(nyeri dan Lingkungan pendekatan
gatal) Nyaman yang
berhubungan  Mengontrol menenangkan
dengan Nyeri  Nyatakan
Pelepasan dengan jelas
histamine yang harapan
ditandai terhadap pelaku
dengan pasien
keluhan gatal  Jelaskan semua
pada punggung prosedur dan
tangan dan apa yang
pergelangan dirasakan
tangan bagian selama prosedur
volar bilateral,  Kaji tanda-tanda
kemerahan vital
pada telapak  Kaji penyebab
tangan dan gangguan rasa
kemudian nyaman
menjalar ke  Kendalikan
bagian faktor
punggung lingkungan
tangan dan yang dapat
pergelangan mempengaruhi
tangan. respon pasien
terhadap
ketidaknyamana

 Gunakan sabun
ringan atau
sabun khusus
 Integritas kulit untuk kulit

17
yang baik bisa sensitif.
dipertahankan  Kolaborasi
(sensasi, dalam
elastisilitas, pemberian
hidrasi, terapi topical
pigmentasi) seperti yang
 Tidak ada luka diresepkan
atau lesi pada dokter.
kulit
 Mampu  Kaji atau catat
Kerusakan integrasi melindungi kulit ukuran, warna,
kulit dan keadaan luka /
berhubungan mempertahanka kondisi sekitar
dengan Terjadi n kelembaban luka.
hiperpegmenta kuit.  Anjurkan pasien
si yang untuk
ditandai menggunakan
dengan Pasien pakaian yang
mengeluh gatal longgar
dan  Jaga kebersihan
menggaruk kulit agar tetap
sehingga ruam bersih dan
semakin kering
melebar  Monitor kulit
hiperpigmentas akan adanya
i dan erosi kemerahan
kulit.  Monitor
aktivitas dan
mobilisasi
pasien
 Monitor status
nutrisi pasien

18
 Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian obat-
obatan

3.4 Intervensi Keperawatan (NIC)

Hari / Tanggal Implementasi Paraf Ners


Kamis,10 November  Mengajak pasien untuk
2016 berbincang untuk
melakukan pendekatan
 Menjelaskan tujuan
perawat mendatangi
pasien
 Menjelaskan prosedur
tindakan keperawatan
 Mengkaji TTV pasien
 Menanyakan apa
penyebab dari penyakit
yang di derita oleh pasien
 Mengkaji dan
memberitahukan pasien
tentang bagaimana kondisi
yang membuat pasien
merasa tidak nyaman.
 Gunakan sabun saat
melakukan pengkajian

19
kepada pasien
 Melakukan kolaborasi
bersama dokter saat
pemberian obat kepada
pasien.
Kamis, 10 November
2016  Mengkaji dengan
melakukan inspeksi pada
pasien pada daerah luka,
lihat warna luka pada
pasien

 Memberitahu pasien agar


menggunakan baju yang
longgar
 Memebritahukan
bagaimana cara merawat
dan menjaga agar luka
tetap lembab dan kering
 Memonitor perkembangan
luka pada pasien

 Mengajarkan pasien untuk


melakukan gerakan
mobilisasi
 Memonitor status gizi
pasien.
 Melakukan kolaborasi
bersama dokter saat
pemberian obat kepada
pasien.

20
3.5 Evaluasi (SOAP)

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai