Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Folklor Lisan: Asal usul dan Mitos Petirtaan Jolotundo di Trawas


Mojokerto
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Folklor

Dosen Pembimbing

Jiphie Gilia Indriyani S.P. M.A.

Oleh :

Muhammad Nurfitrian (A04219011) Miftahul Jannah (A74219027)

Hesty Roudlotul Maulidya (A74219024) Jose Frangelino Borges F (A04219005)

Nur Alfa Alfin Nujum (A74219030) Rachmat Hidayat (A04219016)

Jamalludin Ansor (A04218004) M. Tegar Alan Alfarisi (A04219014)

Tariza bella amelia (A74219035) Muhammad Fariddisa (A04219012)

Irham Rizqi Muafiq (A74219025)

Prodi Sastra Indonesia

Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
berkat rahmat taufiq serta hidayahnya sehingga engkau telah memberikan kemudahan dalam
menyusun makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah “Sastra Bandingan” sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW,
yang telah menuntun kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang di ridhai oleh Allah
SWT berupa ajaran agama islam.

Walapun mungkin terdapat kesalahan dan kekurangan penulis sebagai manusia biasa tak
lepas dari kesalahan dan kekurangan, sangat mengharapkan bimbingan dan kritik dari
berbagai pihak, dengan harapan penulis dapat menyempurnakan segala kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini.

Oleh karena itu sudah sepatutnya jika penulis mengucapkan terima kasih, serta rasa hormat
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Jiphie Gilia Indriyani S.P M.A. selaku dosen
pembimbing mata kuliah “Folklor” dan teman-teman yang berada di semester genap (4) ini.

Hanya untaian doa yang dapat kami panjatkan semoga amal baiknya diterima oleh Allah
SWT. Dan menjadi amal shaleh yang senantiasa mengalir pada ilahi rabbi penguasa alam
semesta.

Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari kesempurnaan, olehh
karena itu kritik dan saran yang mampu membangkitkan jiwa kami, sangat diharapkan.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberi manfaat serta menunjang ilmu pengetahuan
bagi penulis khususnya bagi para generasi yang akan datang.

Mojokerto, 28 Maret 2021

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... 1

Kata Pengantar........................................................................................................... 2

Daftar Isi.................................................................................................................... 3

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang................................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah............................................................................................ 5

C. Tujuan.............................................................................................................. 5

D. Manfaat............................................................................................................ 5

Bab II Pembahasan

A. Sejarah Pertirtaan Jolotundo......................................................................... 6

B. Mitos Pertirtaan Jolotundo............................................................................ 7

Bab III Penutup

A. Kesimpulan................................................................................................... 9

B. Saran............................................................................................................. 9

Dokumentasi.......................................................................................................... 9

Daftar Pustaka.......................................................................................................10

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara etimologi kata “foklor” adalah pengindonesiaan kata bahasa inggris folklore. Kata
ini berasal dari kata majemuk yaitu folk dan lore. Folk merupakan sekolompok orang yang
memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok-
kelompok lainnya. Ciri dari pembeda ini berupa jenis warna kulit, bentuk rambut, mata
pencaharian, bahasa taraf pendidikan dan agama tau kepercayaan. Inilah yang menjadi titik
penting bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi atau kebiasaan turun temurun secara
berbeda-beda. Sedangkan lore adalah kebiasaan dari folk. Uraian tersebut dapat didefinisikan
sebagai suatu perkumpulan orang-orang yang memiliki perbedaan dari adanya kebiasan atau
tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Folkor sangat berperan penting untuk dimanfaatkan dalam membawa generasi muda
Indonesia ke masa depan yang lebih cerah. Folklor dapat digunakan sebagai media
pendidikan sebagai disiplin ilmu yang tentu saja dapat dilakukan sebagai pengkajian atau
penelitian dalam melestarikan keragaman yang ada di Indonesia. Nilai budaya yang
terkandung dalam genre folklor juga mengandung pesan-pesan sebagai sumber pengetahuan
atau pendidikan bagi generasi penerus. Pada hakikatnya genre folklor merupakan bentuk
ungkapan budaya yang mengandung nilai-nilai dapat diteladani dan di eksternalisasikan oleh
generasi penerus.

Folklor juga bagian dari tradisi lisan yang merupakan khazanah warisan budaya bangsa
yang tidak ternilai harganya. Walaupun hanya warisan namun peranan dan sumbangannya ke
arah membina dan membentuk budi fikir dan budi rasa kolektif. Peranannya juga bukan
sebagai hiburan saja namun juga sebagai wahana pendidikan, sumber ilmu, gambaran sejarah
budaya bangsa dan lain-lain. Banyak pesan yang disampaikan dari tradisi lisan melalui
bentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, lagu atau peribahasa.

Dalam kenyataan sekarang bahwa, implementasi kearifan lokal seperti tradisi lisan
semakin menurun sehiingga sulit ditemukan manusia, pemimpin, dan pengambilan keputusan
yang bijaksana dalam melaksanakan tugasnya disuatu komunitas. Bahkan, pemimpin dan
pengambil keputusan sama sekali tidak mengetahui manfaat kearifan lokal dalam
pembangunan. Maka dari itu, peneliti mengambil langkah untuk mengkaji keraifan-kearifan

4
lokal yang ada di daerah di Mojokerto yaitu “Petirtaan Jolotundi di Trawas Mojokerto”
sebagai langkah untuk melestarikan kebudayaan yang ada dan sebagai sumber untuk
wawasan dan pengetahuan oleh generasi penerus.

1.2 Rumusan Masalah

Bertolak dari uraian di atas, maka masalah-masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah dari Petirtaan Jolotundo di Trawas Mojokerto?


2. Apa saja mitos yang ada di Petirtaan Jolotundo di Trawas Mojokerto?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dari Petirtaan Jolotundo di Trawas Mojokerto
2. Untuk mengetahui mitos yang ada di Petirtaan Jolotundo di Trawas Mojokerto

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang para tokoh sastra pemikiran beserta
karya-karyanya
2. Sebagai tambahan pengalaman serta masukan sehingga menjadi pedoman penulis
untuk menelusuri lebih jauh lagi tentang sastra

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pertirtaan Jolotundo

Pemandian pertirtaan Jolotundo berada di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman,


Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Nama pertirtaan Jolotundo sendiri diambil dari
istilah kuno, yakni Jolo yang berarti air dan Tundo yang berarti bertingkat, jadi bila
digabungkan memiliki arti air kolom yang memilik pancuran yang bertingkat. Situs kuno
yang terbilang unik dengan air yang tak pernah kering ini berada pada ketinggian + 525
mdpl, posisinya menempel di tebing bukit menghadap ke barat. Bangunan utamanya
berbentuk kolam yang dibuat dari batu andesit dengan ukuran 16 x 13 meter dan kedalaman
5.20 meter. Di bagian tengahnya terdapat teras dengan relief yang menceritakan kisah
Mahabharata, seperti Bhima yang sedang mengamuk dalam kaitan kisah sayembara Dewi
Drupadi, kisah Dewi Mragayawati dengan Raja Udayana dan penggambaran Garuda dalam
rentetan kisah Kathasaritsagara.

Struktur pertirtaan Jolotundo dulunya ada empat tingkatan, namun kini hanya tersisa
dua. Pada bagian atas dulu terdapat bebatuan yang berbentul silinder dengan sembilan lubang
yang memancurkan air. Dulu di relung tengah, terdapat arca Raja Airlangga yang berwujud
Wisnu mengendarai Garuda, dan di kedua sisinya terdapat bilik. Untuk bilik kiri memancar
air dari mulut arca naga diperuntukkan bagi perempuan, sedangkan untuk bilik kanan berupa
arca garuda bagi kaum lelaki.

Tentang pertirtaan Jolotundo angka sejarah tertulis 988 saka yang dipahat di sebelah
kanan dan tulisan gempengdi sebelah kiri dinding belakang. Pertirtaan ini merupakan salah
satu situs penting karena dari situs ini diketahui adanya hubungan antara Jawa dan Bali.

Pada salah satu tingkat relief, mengisahkan tentang Udayana yang bimbang usai
diturunkan dari kekuasaanya di Bali. Udayana akhirnya lari ke Jawa, dan ditampung oleh
Raja Medang atau Mataram periode Jawa Timur dari Wangsa Isyana, bernama Sri Makuta
Wangsa Wardhana. Kemudian Udayana pun dinikahkan dengan putrinya yang bernama
Gunapriya Dharmapatmi.

6
Situs Candi Jolotundo atau yang kerap disebut Pertirtaan Jolotundo ini merupakan
kolam cinta yang dibagun oleh Raja Udayana yang menikahi Putri Gunapriya Dharma (putri
Mpu Sindok, raja Mataram Hindu) dari Jawa, dan untuk menyambut kelahiran putranya,
Airlangga, Sang Raja Kahuripan di Jawa. Airlangga lahir pada tahun 991 M. Kemudian pada
tahun 977 M (899 saka), Raja Udayana membangun kolam pertirtaan ini. Selain itu, menurut
cerita yang berkembang, bangunan candi ini juga sekaligus menjadi tempat pemandian para
petinggi kerajaan pada masa itu.

Pertirtaan Jolotundo sendiri berbentuk segi empat persegi panjang dengan teras di
tengah dengan puncak pancuran. Dalam hal ini memiliki arti simbolis sebagai gambaran
Mahameru. Pertirtaan ini juga dianggap melambangkan pengadukan lautan dalam cerita
Amertamanthana yang menceritakan tentang proses mendapatkan air suci dengan
menggunakan Gunung Mahameru yang dililit ular Batara Wasuki.

B. Mitos Pertirtaan Jolotundo

Dari penjelasan narasumber yang sudah diwawancarai yaitu Romo Andre. Mitos yang
terdapat pada pemandian jolotundo yang berada di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman,
Kecamatan Trawas, Mojokerto ini sangat banyak salah satunya yaitu masyarakat
mempercayai bahwa air yang terdapat dalam pemandian Jolotundo ini berkhasiat untuk
kesehatan dan membawa berkah bagi siapapun yang mandi di pertirtaan jolotundo.
Masyarakat mempercayai kesucian air pemandian Jolotundo ini karena pada zaman dulu
pertirtaan Jolotundo ini digunakan untuk pemandian para raja dan permaisuri majapahit untuk
mensucikan diri mereka. Sebelum memperoleh keberkahan dalam air Jolotundo ini seseorang
wajib melakukan ritual sesuai dengan kepercayaan dan hajat masing masing yang bertujuan
agar apa yang diinginkan akan terkabul. Ritual yang dilakukan dalam pemandian Jolotundo
ini biasanya dilaksankan pada malam hari dan pada malam malam tertentu seperti pada setiap
malam jum’at legi, malam purnama, malam satu suro dan malam satu Muharram pemandian
Jolotundo ini akan ramai dikunjungi peziarah dengan maksud mengelar ritual dengan hajat
masing masing

Kegiatan yang dilakukan di pemandian Jolotundo ini bermacam macam salah satunya
adalah mandi dan berendam. Mandi dan berendam di pemandian Jolotundo ini diyakini
masyarakat bermanfaat sebagai melebur aura negatif, membuang sial, membuka aura
kelancaran rezeki,membuat awet muda dan lain sebagainya.Didalam air pemandian Jolotundo

7
ini juga terdapat ikan-ikan yang dipercayai sebagai penunggu dan barang siapa yang
mengambil ikan dalam pemandian Jolotundo tanpa izin maka dipercayai akan terjadi
malapetaka pada dirinya .

Adapun dalam cerita mitos Pemandian Jolotundo yang diwariskan dari lisan ke lisan
dalam hal ini pewaris aktifnya adalah juru kunci pemandian Jolotundo sedangkan pewaris
pasifnya adalah masyarakat mojokerto dan pengunjung pertirtaan Jolotundo.

8
BAB III
Penutup

Kesimpulan

Pertirtaan Jolotundo merupakan kolam cinta yang dibangun oleh Raja Udayana
bentuk cintanya dalam rangka menyambut kelahiran putranya yang bernama Airlangga.
Dalam pertirtaan Jolotundo tersebut ditemukan mitos yang diwariskan secara lisan ke lisan,
seperti barang siapa yang mandi atau minum air dari kolam pertirtaan tersebut dipercaya
dapat awet muda serta barang siapa yang mengambil ikan di kolam tanpa izin akan
mendapatkan malapetaka baginya dikarenakan ikan tersebut dikatakan sebagai penjaga di
kolam itu.

Dokumentasi

9
Daftar Pustaka

Endraswara, Suwardi. 2013. Floklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta:
Ombak (Anggota IKAPI).

Sulaiman, SABS. Tradisi Lisan: Satu Penilaian Semula. Teniat: International Journal of
Creative Futures and Heritage. 1(1), 195-205.

Hadi Sidomulyo, Mengenal Situs Purbakala di Gunung Penanggungan, 27.

Asa Jatmiko, Candi Sebagai Warisan Seni dan Budaya Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan
Cempaka Kencana, 001), 189.

10

Anda mungkin juga menyukai