Anda di halaman 1dari 21

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam diagnosa suatu perawatan baik perawatan ortodonti maupun perawatan


medis lainnya tidak cukup hanya pada satu aspek dari kondisi pasien. Kebutuhan dan
prioritas pasien akan kebutuhan perawatan merupakan pertimbangan utama dalam
perencanaan dan diagnosa perawatan, akan tetapi seorang ortodontis tidak boleh
langsung mengambil suatu kesimpulan dari keadaan tersebut selama pemeriksaan
awal. Diagnosa perawatan ortodonti harus sesuai dengan kondisi pasien secara
menyeluruh baik keadaan objektif maupun subjektif. Adapun sumber-sumber yang
dapat mendukung dalam diagnosa suatu perawatan yaitu, data anamnesa,
pemeriksaan klinis mencakup ekstraoral dan intraoral, analisa rekam diagnostik
mencakup model gigi, radiografi, dan fotografi.Pemeriksaan ekstra oral mencakup
pemeriksaan profil wajah, sedangkan pada pemeriksaan intra oral dilakukan
pemeriksaan pada lidah, frenulum, ginggiva, tonsil, dan palatum.12

2.1 Tipe Wajah


Ortodontis sangat menyadari bahwa hampir seluruh pasien yang datang
mendapat perawatan ortodonti dengan motivasi untuk memperbaiki estetis wajah atau
profilnya. Angle mengatakan bahwa aspek terbesar dalam perawatan ortodonti adalah
perbaikan profil wajah. Simun juga menyebutkan bahwa kebanyakan pasien datang
untuk perawatan ortodonti memiliki keinginan untuk memperbaiki estetis wajah.13
Oleh karena itu, pengetahuan tentang tipe wajah sangat penting dalam bidang
ortodonti.
Tipe wajah setiap individu terhadap individu lainnya sangat bervariasi. Hal ini
disebabkan oleh adaptasi struktur kranial terhadap pertumbuhan dan perkembangan
dari otak, adaptasi fungsi terhadap lingkungan sekitarnya serta genetik dari seseorang.
Pada individu yang memiliki bentuk kepala dolicochephalic, bentuk otaknya lebih
panjang dan cenderung lebih sempit. Meskipun tipe wajah setiap orang berbeda,

Universitas Sumatera Utara


5

seseorang mampu mengenal ribuan wajah karena ada kombinasi unik dari kontur
nasal, bibir, rahang dan sebagainya. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi
wajah adalah tulang pipi, supraorbital, hidung, maksila, mandibula, mulut, dagu
mata, dan dahi.14
Perubahan tipe wajah berdasarkan usia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pada
usia 5-10 tahun, 10-15 tahun, dan 15-25 tahun. Perubahan tipe wajah terjadi kira-kira
40% pada usia 5-10 tahun, 40% lagi pada usia 10-15 tahun, dan terjadi proses
pencarian keseimbangan ketika mencapai usia setelah 15 tahun. Perubahan yang
signifikan terjadi lebih besar pada usia 5-10 tahun dan 10-15 tahun bila dibandingkan
dengan usia 15-25 tahun. Perubahan pada perempuan terjadi lebih awal bila
dibandingkan dengan laki-laki.15
Struktur morfologi tipe wajah ada hubungannya dengan bentuk lengkung gigi
seseorang. Pada kasus pasien dengan tipe wajah euryprosopic dengan bentuk
lengkung gigi yang lebar dan persegi memiliki gigi berjejal yang tidak terlalu parah
dapat dilakukan perawatan dengan ekspansi. Sedangkan pada kasus pasien dengan
tipe wajah leptoprosopic sering memiliki bentuk lengkung yang sempit. Oleh karena
itu perawatan yang dianjurkan adalah dengan melakukan ekstraksi.12
Penentuan tipe wajah dapat ditentukan dari fotografi maupun radiografi. Pada
umumnya, radiografi yang digunakan dalam diagnosa ortodonti adalah panoramik
dan sefalometri, dimana dengan menggunakan Vert Index yang dianalisis melalui
sefalometri dapat ditentukan tipe wajah seseorang. Sebagai pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan fotografi ortodonti.Penelitian pada 64 individu Brazil menunjukkan
bahwa analisis menggunakan fotometri dengan Facial Index dapat dipercayai bila
dibandingkan dengan cephalometric dengan Vert Index, meskipun fotometri tetap
merupakan alat diagnosis tambahan. Pada penelitian ini akan digunakan metode
fotometri dengan Facial Index.16

Universitas Sumatera Utara


6

2.1.1 Fotografi Ortodonti


Fotografi dalam ortodonti akan memberikan gambaran tentang profil lunak
dari pasien dan kemudahan bagi seorang ortodontis dalam melakukan perencanaan
perawatan ortodonti. Dalam bidang ortodonti ada minimal sembilan fotografi yang
diambil, yaitu lima foto intraoral dan empat foto ekstraoral.17
Foto intraoral terdiri dari foto pandangan anterior gigi dalam keadaan oklusi,
foto pandangan bukal gigi geligi sebelah kanan dalam keadaan oklusi, foto
pandangan bukal gigi geligi sebelah kiri, foto pandangan oklusal gigi geligi rahang
atas, dan foto pandangan oklusal gigi geligi rahang bawah. Sedangkan dalam foto
ekstra oral, terdiri dari foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan istirahat, foto
frontal wajah dalam keadaan bibir tersenyum , foto profil wajah sebelah kanan dengan
bibir dalam keadaan istirahat , dan foto profil wajah 45̊ dengan bibir dalam keadaan
tersenyum.17
Pengambilan foto ekstra oral merupakan hal yang paling mudah dilakukan,
hanya membutuhkanposisi yang tepat antara pasien dan operator, serta pengaturan
kamera yang tepat. Sedangkan dalam pengambilan foto intraoral, selain posisi dan
pengaturan kamera yang tepat, hal lain yang diperlukan lagi seperti cermin fotografi
gigi dan retraktor pipi.18 Fotografi intra oral dapat dilihat pada gambar 1 dan fotografi
ekstra oral dapat dilihat pada gambar 2.

Universitas Sumatera Utara


7

1 2 3

4 5

Gambar 1. Fotografi intra oral. (1) Foto pandangan anterior gigi dalam
keadaan oklusi, (2) Foto pandangan bukal gigi geligi
sebelah kanan dalam keadaan oklusi, (3) Foto pandangan
bukal gigi geligi sebelah kiri dalam keadaan oklusi, (4)
Foto oklusal rahang atas, (5) Foto oklusal rahang bawah.17

1 2 3 4

Gambar 2. Fotografi ekstra oral . ( 1) Foto frontal wajah dengan bibir


dalam keadaan istirahat , (2)Foto frontal wajah dengan bibir
tersenyum, (3) Foto profil wajah sebelah kanan dengan bibir
dalam keadaan istirahat , (4) Foto profil wajah 45̊ dengan
bibir tersenyum17

Universitas Sumatera Utara


8

Menurut American Board of orthodontics, ada beberapa ketentuan dalam


pengambilan foto ekstra oral, yaitu:15
a. Memperlihatkan kualitas hasil cetakan foto baik yang hitam putih maupun
berwarna
b. Posisi kepala pasien telah diposisikin secara tepat pada ketiga bidang dan
bidang Frankfurt Horizontal
c. Latar belakang bebas dari gangguan
d. Kualitas pencahayaan menunjukkan kontur wajah tanpa adanya bayangan
e. Telinga untuk manfaat orientasi
f. Mata terbuka dan pandangan lurus ke depan serta kacamata dilepas15
Adapun beberapa teknik yang digunakan dalam pengambilan foto ekstra oral
antara lain:17
a. Foto frontal wajah (bibir dalam keadaan istirahat)
Foto pertama yang harus dilakukan, ini merupakan foto yang termudah dalam
teknik pengambilan fotografi ekstra oral. Namun, ada beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan dalam pengambilan foto ini. Pertama, framing foto frontal ini harus
mencakup bagian kepala dan leher pasien. Posisi pasien harus duduk dengan tegak
dan mata harus menatap lurus pada lensa kamera sehingga dapat diperoleh keadaan
natural head position (NHP). Pasien diinstruksikan untuk mengkatupkan bibirnya
dan dalam keadaan yang rileks. Memastikan posisi kepala pasien tidak miring dan
garis interpupil harus sejajar. Teknik pengambilan foto frontal wajah dalam keadaan
bibir istirahat dapat dilihat pada gambar 3.

Universitas Sumatera Utara


9

1 2 3

Gambar 3. (1) Framing, (2) Garis imajiner vertikal wajah, (3) garis
imajiner interpupil17

b. Foto frontal wajah (bibir tersenyum)


Teknik pengambilan foto ini hampir sama dengan foto frontal wajah dengan
bibir dalam keadaan istirahat, hanya saja pasien diinstruksikan untuk tersenyum. Foto
ini memperlihatkan keadaan proporsi jaringan lunak wajah pasien selama tersenyum.
Foto frontal wajah dapat dilihat pada gambar 4.
c. Foto profil (bibir dalam keadaan istirahat)
Setelah pengambilan foto frontal, pasien diinstruksikan untuk menghadap ke
kiri dan bibir dalam keadaan istirahat sehingga profil sebelah kanan wajah
menghadap ke operator. Posisi kepala pasien dalam keadaan natural head position
(NHP). Posisi kepala pasien yang salah dapat memberikan informasi yang salah
mengenai pola skeletalnya. Foto profil wajah dapat dilihat pada gambar 4.
d. Foto profil 45̊ (bibir terseyum)
Pada posisi foto profil , pasien diinstruksikan untuk memutarkan kepalanya ke
kanan (kurang lebih ¾ putaran dari posisi foto profil ). Kemudian pasien diintruksikan
untuk melihat ke lensa kamera dan tersenyum . Foto profil 45̊ dapat dilihat pada
gambar 4.

Universitas Sumatera Utara


10

1 2 3

Gambar 4. (1) Foto frontal bibir tersenyum, (2) Foto profil, (3) Foto profil 45° bibir
tersenyum17

2.1.2Pengukuran Tipe Wajah


Dalam menganalisis tipe wajah dengan fotografi, ada beberapa titik yang
harus ditentukan terlebih dahulu . Titik yang dibutuhkan dalam pengukuran tersebut
dapat dilihat pada gambar 5. Adapun titik-titik tersebut adalah sebagai berikut:19
a. Na (Soft tissue nasion), yaitu titik tengah dari pangkal hidung pada
suturanasofrontal, yang merupakan aspek paling cekung.
b. Zy (Zygomaticum), yaitu titik paling tepi pada setiap lengkung
zygomaticum.
c. SN (Subnasal), yaitu titik paling bawah dari bagian tengah hidung.
d. Me (Soft tissue menton), yaitu titik paling bawah dari tengah dagu.
e. Sto (Stomion), yaitu titik pertemuan bibir atas dan bibir bawah pada garis
tengah wajah.
f. B (Soft tissue B point), yaitu bagian paling cekung dari jaringan lunak dagu
pada garis tengah wajah.
g. Cd (Condylion), yaitu bagian paling tengah atas dari kondilus mandibula.
h. Go (Gonion), yaitu bagian yang paling pinggir dari sudut mandibula.

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 5. Titik-titik yang diperlukan


dalam pengukuran tipe
wajah (foto frontal wajah)19

Pengukuran tipe wajah dapat menggunakan fotografi ekstraoral yaitu, foto


frontal yang diperoleh dari arah frontal pasien dan foto lateral atau foto profil yang
diperoleh dari arah lateral pasien.19

2.1.2.1 Pengukuran Tipe Wajah dengan Foto Frontal Wajah


Pengukuran tipe wajah dengan foto frontal dapat dilakukan dengan empat
rumus, yaitu:19
a. Facial Index
Facial Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi wajah yang
diukur dari nasion (hidung) ke menton (dagu) dengan jarak zygomaticum kanan-kiri.
Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada
gambar 6.

Universitas Sumatera Utara


12

Tinggi Wajah (Na-Me)


Facial Index = x 100
Lebar Wajah ( Zy-Zy)

Hasil perhitungan facial index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah
euryprosopicdengan nilai untuk wanita 80 ± 4 dan pria 84 ± 4, tipe wajah
mesoprosopic degan nilai untuk wanita 86 ± 4 dan pria 88 ± 4, tipe wajah
leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 90 ± 4 dan pria 94 ± 4.
b. Upper Facial Index
Upper Facial Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi wajah
bagian atas (Na-Sto) dengan lebar wajah (Zy-Zy). Kemudian hasilnya dikali dengan
100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.
Tinggi Wajah Bagian Atas (Na-Sto)
Upper Facial Index = x100
Lebar Wajah (Zy-Zy)
Hasil perhitungan upper facial index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe
wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 49 ± 3dan pria 50 ± 3, tipe wajah
mesoprosopic degan nilai untuk wanita 53 ± 3 dan pria 54 ± 3, tipe wajah
leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 57 ± 3 dan pria 58 ± 3.
c. Lower Facial Index
Lower Facial Index dapat diperoleh dengan membagikan tinggi wajah bagian
bawah (Sn-Me) dengan lebar wajah (Zy-Zy). Kemudian hasilnya dikali dengan 100.
Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.
Tinggi Wajah Bagian Bawah (Sn-Me)
Lower Facial Index = x 100
Lebar Wajah (Zy-Zy)
Hasil perhitungan lower facial index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe
wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 47 ± 4 dan pria 49 ± 4, tipe wajah
mesoprosopic degan nilai untuk wanita 52 ± 4 dan pria 54 ± 4, tipe wajah
leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 57 ± 4dan pria 59 ± 4.

Universitas Sumatera Utara


13

d. Chin Index
Chin Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi dagu (B’-Me)
dengan lebar wajah (Zy-Zy). Kemudian hasilnya dikalikan dengan 100. Garis-garis
yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.
Tinggi Dagu (B’-Me)
Chin Index = X 100
Lebar Wajah (Zy-Zy)
Hasil perhitungan chin index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah
euryprosopic dengan nilai untuk wanita dan pria sama yaitu 19 ± 2, tipe wajah
mesoprosopic degan nilai untuk wanita dan pria sama yaitu 22 ± 2, tipe wajah
leptoprosopic dengan nilai untuk wanita dan pria sama yaitu 25 ± 2.

1 2

3 4

Gambar 6. Pengukuran foto frontal (1) Facial Index


(2) Upper Facial Index (3) Lower Facial
Index (4) Chin Index19

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.2.2 Pengukuran Tipe Wajah dengan Foto Lateral Wajah


Pengukuran tipe wajah dengan foto lateral wajah dapat dilakukan dengan dua
rumus, yaitu:19
a. Chin-face Height Index
Chin-face Height Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi dagu
(B’-Me) dengan tinggi wajah (Na-Me). Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-
garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 7.
Tinggi Dagu (B’-Me)
Chin-face Height Index = x 100
Tinggi Wajah (Na-Me)

Hasil perhitungan dari chin-face index dapat disesuaikan dengan ketentuan


tipe wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 23,5 ± 2 dan pria 22 ± 2, tipe
wajah mesoprosopic degan nilai untuk wanita 22,5 ± 2 dan pria 25 ± 2, tipe wajah
leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 27,5 ± 2 dan pria 27 ± 2.
b. Mandibular Anterior/ Posterior Height Index
Mandibular Anterior/ Posterior Height Index dapat diperoleh dengan
membagikan tinggi mandibula bagian depan (Sto-Me) dengan Tinggi mandibula
bagian belakang (Cd-Go). Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang
diukur dapat dilihat pada gambar 7.
Mandibular Anterior/ Tinggi Mandibula Bagian Depan (Sto-Me)
= x 100
Posterior Height Index Tinggi Mandibula Bagian Belakang (Cd-Go)

Hasil perhitungan dari mandibular anterior/ posterior height index dapat


disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 75
± 5 dan pria 72 ± 7, tipe wajah mesoprosopic degan nilai untuk wanita 81 ± 5 dan pria
80 ± 75, tipe wajah leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 86 ± 5 dan pria 87 ± 5.

Universitas Sumatera Utara


15

1 2

Gambar 7. Pengukuran foto lateral(1) Chin-face Height Index (2)


MandibulaAnterior/Posterior Height Index19

2.2 Lengkung Gigi


Menurut Barber, lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang
menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah.6,18 Lebar,
panjang dan kedalaman dari suatu lengkung gigi mempunyai implikasi yang besar
dalam bidang ortodonti yang memengaruhi diagnosis dan perencanaan perawatan.
Dimensi lengkung gigi berubah banyak seiring dengan periode masa pertumbuhan
dan perkembangan yang intensif dan sedikit berubah ketika sudah dewasa.20 Oleh
karena itu, telah diteliti bahwa perubahan dimensi lengkung rahang pada periode
tumbuh kembang selain berhubungan dengan genetik juga dipengaruhi oleh
pergerakan gigi, perbedaan ukuran gigi sulung dengan permanen, perkembangan
oklusi, serta fungsi rongga mulut.6,20
Perubahan dimensi lengkung gigi telah dipelajari sejak tahun1890, ketika
pertama kali Zygmondy menggunakan tiga set model dari sampel individu berusia 6-
17 tahun mengukur panjang lengkung gigi. Clinch dan Sillman yang pertama kali
melakukan pengamatan pada proses perkembangan gigi sejak kelahiran. Banyak
penulis telah menginvestigasi bahwa perubahan secara transversal terjadi terbesar
dalam masa perkembangan gigi dan oklusi adalah lebar jarak interkaninus dan lebar

Universitas Sumatera Utara


16

jarak intermolar. Penelitian tentang perkembangan lengkung gigi pada anak usia 5-8
atau 9 tahun dengan pengukuran lebar jarak interkaninus menunjukkan bahwa terjadi
pertambahan ukuran jarak interkaninus yang cepat yaitu, 4 mm pada maksilla dan 3
mm pada mandibula. Penelitian lain menyatakan bahwa karakteristik oklusi pada gigi
desidui daoat memprediksi oklusi gigi permanen. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kelahiran sampai usia 13 tahun terjadi pertambahan lebar jarak interkaninus pada
maksila dan mandibula, tetapi setelah umur 13 tahun dideteksi bahwa tidak ada
perubahan yang signifikan.21
Prinsip dasar dalam perawatan ortodonti adalah untuk memperbaiki,
interseptif dan mencegah adanya kelainan posisi gigi dan deformitas dentofasial.
Filosofi ortodonti dahulu menyatakan ekspansi lengkung gigi tanpa
mempertimbangkan keseimbangan antara struktur stomatognasi dapat dilakukan.
Sedangkan filosofi ortodonti selanjutnya menemukan bahwa ekspansi lengkung gigi
yang melewati batas akan mengakibatkan ketidakstabilan dari lengkung gigi tersebut.
Oleh karena itu, keharmonisan antara gigi, struktur tulang dan otot sangat penting
untuk diperhatikan agar lengkung gigi setelah perawatan ortodonti dapat lebih
stabil.22

2.2.1 Klasifikasi Lengkung Gigi


Dimensi dan morfologi lengkung gigi memiliki implikasi yang besar dalam
bidang ortodonti.21 Pada awal tahun 1900-an sejumlah peneliti telah mencoba untuk
mendeskripsikan dan mengklasifikasikan bentuk dari lengkung gigi.23,24Bentuk
lengkung gigi dipercayai merupakan konfigurasi dari tulang pendukung, erupsi gigi,
otot-otot sekitar mulut dan tekanan fungsional intraoral.23 Dahulu, bentuk lengkung
gigi dideskripsikan secara kualitatif yaitu bentuk elip, parabola, bentuk U, dll.
Deskripsi tersebut kurang adekuat, sehingga muncul tuntutan pendeskripsian bentuk
lengkung secara kualitatif baik dengan metode linear maupun non linear.
Parameter metode linear dalam mendeskripsikan lengkung gigi adalah lebar
jarak intermolar, lebar jarak interkaninus dan kedalam lengkung gigi. Parameter ini
tidak mendeskripsikan bentuk secara umum dari lengkung gigi, sehingga digunakan

Universitas Sumatera Utara


17

metode matematika non-linear yang dapat menetukan bentuk dari lengkung gigi
tersebut. Ada beberapa pendeskripsian bentuk lengkung gigi yang popular, yaitu:23
1. Lengkung Gigi Bonwill-Hawley
Lengkung gigi Bonwill-Hawley berasal dari bentuk segitiga sama sisi, dimana
jarak antar kondilus sebagai dasar dari segitiga. Keenam gigi anterior disusun dalam
lengkung lingkaran. Radius dari lingkaran tersebut ditentukan dari penjumlahan lebar
mesiodistal gigi-gigi tersebut.25 Lengkung gigi Bonwill-Hawley dapat dilihat pada
gambar 8.

Gambar 8. Lengkung gigi Bonwil


Hawley25

2. Lengkung Gigi Catenary


Kurva Catenary adalah kurva yang terbentuk dari lengkung berupa rantai yang
ditekan pada kedua ujungnya. Panjang dari lengkung rantai dan jarak antara kedua
ujung yang menentukan bentuk dari suatu lengkung.25 Lengkung gigi Catenary dapat
dilihat pada gambar 9.

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 9. Lengkung gigi


Catenary25

3. Lengkung Gigi Brader


Tahun 1972 Brader mengemukakan bahwa keseimbangan tekanan dari otot
jaringan lunak mulut bertanggung jawab atas bentuk lengkung gigi manusia , dan
bentuk yang terbaik diperkirakan dengan porsi terbatas dari kurva trifocal ellipses.25
Gambar lengkung gigi Brader dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar10. Lengkung gigi Brader25

Universitas Sumatera Utara


19

2.2.2 Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi


Pendeskripsian setiap bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, mulai dari
bentuk geometri sampai ke fungsi matematika. Bagaimanapun setiap penentuan
bentuk lengkung gigi memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional
mudah dilakukan namun kurang memiliki bukti matematika dan selalu terdiri dari
faktor-faktor yang mengarah pada pemahaman yang beragam karena tergantung pada
pemeriksaan visual pribadi. Sedangkan metode kuantitatif banyak menggunakan
evaluasi matematika yang melibatkan pengukuran titik referensi tertentu dan
menganalisis berbagai fungsi aljabar dengan menetapkan empat sampai lima jenis
bentuk lengkung gigi. Metode tersebut mengembangkan data yang banyak serta
membutuhkan kaliberasi rumit dengan peralatan tertentu.18

2.2.3Metode Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi


1. Orthoform template
Orthoform template digunakan untuk mengukur bentuk tipe lengkung gigi
seseorang secara kualitatif. Cara melakukan pengukurannya yaitu dengan meletakkan
orthoform template pada midline model cetakan lengkung gigi rahang atas dan rahang
bawah. Orthoform template dipilih yang paling cocok dengan model cetakan
lengkung gigi.26 Gambar orthoform trmplate dapat dilihat pada gambar 11.

1 2 3

Gambar 11. Orthoform tempalate bentuk (1) tapered, (2) square, (3) ovoid.26
2. Metode Raberin

Universitas Sumatera Utara


20

Menurut Raberin , bentuk lengkung gigi dapat diukur secara transversal san
sagital. Pengukuran transeversal lengkung gigi terdiri dari lebar jarak interkaninus
(L33) diukur dari jarak antara kedua tonjol gigi kaninus, lebar jarak intermolar (L66)
diukur dari jarak antara kedua tonjol mesio bukal gigi molar pertama, dan lebar jarak
intermolar posterior (L77) diukur dari jarak antara kedua tonjol disto bukal gigi molar
kedua. Pengukuran sagital terdiri dari kedalaman kaninus (L31) diukur pertengahan
insisivus sentralis ke garis jarak interkaninus, rata-rata panjang lengkung (L61) diukur
dari pertengahan insisivus sentralis ke garis jarak intermolar, dan total panjang
lengkung (L71) diukur dari pertengahan insisivus sentralis ke garis jarak intermolar
posterior.27 Pengukuran lengkung gigi Raberin dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Pengukuran lengkung


gigi Raberin27

Keenam dimensi secara transversal dan sagital dapat mengkarakteristikkan


bentuk suatu lengkung gigi. Adapun rasio yang menentukan bentuk lengkung gigi
yaitu: L31/L33, L61/L66, L71/L77, L33/L66, dan L61/L71. Perbandingan rasio tersebut dapat
disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut: bentuk narrow bila 3 rasio sagital/
transversal positif, bentuk wide bila 3 rasio sagital/transversal negatif, bentuk mid bila
tidak ada rasio yang berbeda signifikan dari rata-rata, bentuk pointed bila hanya rasio
L31/L33 lebih besar dari rata-rata, dan bentuk flat bila hanya rasio L31/L33 lebih rendah
dibawah rata-rata.27 Bentuk lengkung gigi menurut Raberin dapat dilihat pada gambar
13.

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 13. Bentuk lengkung gigi Raberin.27

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bentuk Lengkung Gigi


Menurut Van Der Linden, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dan
karakteristik lengkung gigi adalah sebagai berikut:6
a. Fungsi rongga mulut
Fungsi rongga mulut dibedakan atas masa neonatal dan postnatal. Fungsi
rongga mulut masa neonatal antara lain infantile suckling dan swallowing,
pemeliharaan jalan nafas, menangis, batuk dan gagging. Sedangkan fungsi rongga
mulut postnatal adalah untuk mengunyah, ekspresi wajah, berbicara, penelanan
matur, dan posisi rahang sesuai regulasi neural.
b. Kebiasaan oral
Kebiasaan oral seperti mengisap ibu jari atau jari-jari tangan, bernafas melalui
mulut, dan tongue thrusting dapat memengaruhi bentuk lengkung gigi. Kebiasaan
oral terjadi pada awal kehidupan, peran kebiasaan oral terhadap perubahan dan
karakteristik lengkung gigi tergantung dari frekuensi, intensitas, lama durasi.
c. Otot rongga mulut
Otot orofasial dan pengunyahan yang memiliki peran terhadap bentuk
lengkung gigi. Gangguan otot cenderung dihubungkan dengan kelainan
neuromaskuler, genetik, dan penyakit.

Universitas Sumatera Utara


22

2.3 Hubungan Tipe Wajah dengan Bentuk Lengkung Gigi


Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan apakah ada
hubungan anatara tipe wajah dan bentuk lengkung gigi dan ternyata penelitian-
penelitian tersebut membuktikan bahwa ada hubungannya serta hal tersebut sangat
mempengaruhi rencana perawatan ortodonti. Ricketts dkk., Enlow dan Hans, dan
Wagner dan Chung meyatakan bahwa individu yang memiliki wajah panjang
cenderung memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung sempit sedangkan
individu yang memiliki wajah pendek memiliki dimensi lengkung gigi yang
cenderung lebih lebar.8 Hasil penelitian Haider dan Fakhri pada 72 individu Iraqi
menyatakan bahwa tipe wajah yang paling umum pada kedua gender adalah tipe
wajah mesoprosopic, diikuti oleh euryprosopic, dimana tipe wajah yang paling jarang
dijumpai adalah tipe wajah leptoprosopic. Sedangkan, bentuk lengkung gigi yang
paling sering dijumpai pada kedua gender adalah bentuk tipe sedang (ovoid) dengan
tipe wajah mesoprosopic, diikuti oleh bentuk lengkung lebar (square), dan bentuk
lengkung sempit (tapered).10Pada penelitian Kageyama dkk. menyatakan bahwa
individu dengan wajah brachyfacial dan hypodivergent cenderung memiliki bentuk
lengkung gigi yang lebar (square) dibandingkan dengan tipe wajah yang lainnya.E.H
Angle membuktikan bahwa tipe wajah dolichochephalic lebih sering memiliki
lengkung yang sempit (tapered) dan panjang, sedangkan pada tipe wajah
brachychephalic memiliki lengkung yang pendek dan lebar (square).9

Universitas Sumatera Utara


23

2.4KERANGKA TEORI

Diagnosa Perawatan Ortodonti

Anamnesa/ Pemeriksaan Analisis Fotografi Analisis Radiografi Model Gigi


Data Interview Klinis
Analisa Kesimetri
Fotografi Intra Oral Panoramic
Lengkung Gigi
Pemeriksaan Intra
Fotografi Ekstra Oral Cephalometric Analisa Ruang
Oral

Pemeriksaan Ekstra Pengukuran Tipe Wajah


Oral
Pengukuran dengan Foto Facial Index
Frontal
Euryprosopic
Pengukuran dengan Foto Mesoprosopic
Lateral
Leptoprosopic

Universitas Sumatera Utara


24

2.5 KERANGKA KONSEP

Tipe Wajah Bentuk Lengkung Gigi

- Euryprosopic - Square
- Mesoprosopic - Ovoid
- Leptoprosopic - Tapered

Pengukuran Tipe Wajah: Facial


Index

Penentuan Bentuk Lengkung:


Orthoform Template

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai