Oleh:
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan yang berjudul
“Laporan Akhir Praktikum Rangkaian Listrik” dengan baik. Laporan ini diajukan sebagai
salah syarat kelulusan Mata Kuliah Teknik Kelistrikan pada Program Studi Teknik Mesin
Kilang PEM Akamigas Cepu.
Kertas Kerja Wajib ini dapat terselesaikan berkat dorongan, saran, serta bantuan dari
berbagai pihak. Teriring doa semoga amal kebaikan dari semua pihak mendapat pahala terbaik
dan berlipat ganda dari Allah SWT karena sesungguhnya Allah Maha Berkuasa untuk
melipatgandakan semua itu. Semoga Kertas Kerja Wajib ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya dan menjadi referensi. Amiin.
ii
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
iii
A. KODE WARNA RESISTOR
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini, siswa dapat :
a) Menghitung besarnya resistor warna dengan menggunakan kode warna resistor
b) Merangkai resistor seri, paralel, dan seri-paralel
c) Mengukur besarnya resistor total dari rangkaian seri dan paralel
Rt = R1 + R2 + R3 + ... + Rn
𝑉
I = 𝑅𝑡
Vn = I . Rn
a. Tentukan letak gelang pertama. Biasanya dibuat lebih dekat dengan gelang
berikutnya daripada gelang terakhir yang biasanya diletakkan lebih jauh
1
b. Hitung nilai masing-masing gelang dari gelang pertama sampai terakhir
c. Susun nilai yang didapat tadi mulai dari gelnag pertama secara berurutan
V. LANGKAH KERJA
a. Catat warna-warna dari resistor warna
b. Hitung besarnya resistor warna dengan menggunakan kode warna resistor
c. Rangkai 3 resistor membentuk rangkaian seri, paralel, dan seri-paralel
2
1. Rangkaian Seri
R1 R2 R3
2. Rangkaian Paralel
R1 R2 R3
3. Rangkaian Seri-Paralel
R1
R2 R3
3
B. Perhitungan Secara Teori
1. Perhitungan Rangkaian Resistor Seri Secara Teori (R1 + R2 + R3)
R1 = 68 K
R2 = 1 K
R3 = 10 K
RTOTAL = R1 + R2 + R3
RTOTAL = 79 K
2. Perhitungan Rangkaian Resistor Paralel Secara Teori (R1//R2//R3)
R1 = 68 K
R2 = 1 K
R3 = 10 K
1/RTOTAL = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3
RTOTAL = 0,897 K
3. Perhitungan Rangkaian Resistor Seri-Paralel Secara Teori (R1+R2//R3)
R1 = 68 K
R2 = 1 K
R3 = 10 K
RTOTAL = R1 + (R2R3/R2+R3)
RTOTAL = 68,9 K
C. Hasil Pengukuran
1. Hasil Pengukuran Resistor Seri R1+R2+R3 = 79 K
2. Hasil Pengukuran Resistor Parallel R1//R2//R3 = 0,897 K
3. Hasil Pengukuran Resistor Seri Parallel R1+R2//R3= 68,9 K
VII. ANALISA
Kode warna pada resistor gelang digunakan untuk mengidentifikasi nilai resistansi pada
resistor. Besarnya resistansi pada suatu resistor dapat diketahui dengan melihat kode warna
4
pada resistor. Gelang pertama hingga ketiga menunjukan indeks, gelang keempat menunjukan
multipler, gelang kelima menunjukan toleransi, dan gelang ke enam menunjukan koefisien
suhu. setiap pembacaan hasil nilai resistor besarnya nilai resistansi yang di baca terkadang
tidaklah sama dengan nilai resistansi yang sebenarnya, hal ini dikarenakan kurang presisinya
nilai resistor sehingga pada setiap pembacaan nilai resistansi resistor selalu disertai nilai
toleransi, semakin kecil nilai toleransi maka tingkat presisi resistor semakin tinggi begitu pula
sebaliknya. Oleh Karena itu maka pada setiap pengukuran resistor dengan ohm meter
menunjukan nilai pengukuran yang berbeda dengan nilai pembacaan resistansi. Hal ini juga
disebabkan oleh beberapa factor yaitu berbedanya nilai resistansi yang tertera pada resistor
dengan nilai resistansi sebenarnya, selain itu tingkat presisi alat ukur juga akan mempengaruhi
hasil pengukuran tidak hanya itu saja, kesalahan manusia dalam pembacaan skala pada ohm
meter juga akan mempengaruhi hasil pengukuran yang dilakukan.
Dalam rangkaian resistor seri maka nilai resistansi rangkaian adalah jumlah dari nilai
masing masing resistor. dimana
R TOTAL= R1 + R2…..+ RN
Dalam pengukuran rangkaian resistor seri maka untuk mengukur nilai resistansi total,
ujung ujung rangkaian dihubungkan dengan ujung ujung pada ohm meter dengan rangkaian
tidak dialiri sumber listrik.
Untuk mengukur resistansi pada rangkaian parallel maka ujung ujung rangkaian di
hubungkan dengan ujung ujung ohm meter dan rangkaian tidak dialiri sumber arus listrik.
Dalam rangkaian resistor seri-parallel maka nilai resistansi rangkaian adalah nilai resistor
yang dihubung seri ditambah dengan nilai resistor yang dihubung pararel.
Untuk mengukur resistansi pada rangkaian seri-parallel maka ujung ujung rangkaian di
hubungkan dengan ujung ujung ohm meter dan rangkaian tidak dialiri sumber arus listrik.
Untuk melakukan pengukuran resistansi dengan menggunakan ohm meter maka skala yang
ditunjukan jarum dikali dengan pengalinya, selain itu sebelum melakukan pengukuran alat
ukur harus dikalibrasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar pengukuran yang dilakukan
benar benar menunjukan hasil yang tepat.
5
Dalam pengukuran yang telah dilakukan ada perbedaan nilai pengukuran resistansi
dengan perhitungan resistansi secara teori. Hal ini disebabkan Karena nilai resistansi resistor
yang sebenarnya berbeda dengan nilai resistansi yang tertera pada resistor. selain itu kurang
presisinya alat ukur resistansi dan kesalahan manusia dalam pembacaan skala pada alat ukur
juga akan mengakibatkan perbedaan hasil pengukuran dan perhitungan.
VIII. KESIMPULAN
1. Besarnya resistansi pada suatu resistor dapat diketahui dengan melihat kode warna
pada resistor. Gelang pertama hingga ketiga menunjukan indeks, gelang keempat
menunjukan multipler, gelang kelima menunjukan toleransi, dan gelang ke enam
menunjukan koefisien suhu.
2. Dalam memasang rangkaian seri, resistor dirangkai secara berderet. Dalam
memasang rangkaian parallel resistor dirangkai secara berjajar. Sedangkan rangkaian
seri parallel adalah kombinasi dari rangkaian seri dan parallel.
3. Resistansi total dalam rangkaian resistor seri adalah penjumlah total setiap resistor
(RTOTAL= R1 + R2 + …. + RN), sedangkan resistansi total pada rangkaian resistor
parallel adalah (1/R TOTAL = 1/R1 + 1/R2 + …. + 1/RN)
IX. SARAN
1. Untuk mendapatkan hasil yang presisi dalam setiap pengukuran maka perlu dilakukan
pengecekan alat ukur terlebih dahulu, apakah alat ukur yang digunakan masih dalam
keadaan baik atau tidak
2. Dalam setiap praktikum diharapkan setiap praktikan dapat memahami langkah kerja
serta mentaati segala peraturan laboratorium serta menjaga ketertiban
6
B. HUKUM OHM DAN PEMBAGI TEGANGAN
1. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini, siswa dapat :
a. Merangkai resistor seri
b. Mengukur besarnya arus yang mengalir pada masing-masing resistor
c. Mengukur besarnya tegangan pada masing-masing resistor
RT = R1 + R2 + R3 + ... + Rn
𝑉
I = 𝑅𝑡
Vn = I . Rn
𝑅𝑛 .𝑉
Vn = 𝑅𝑡
Hukum Ohm
Bila ada 2 titik mempunyai beda potensial dan kemudian bila kedua titik tersebut
dihubungkan dengan suatu penghantar maka pada penghantar tersebut akan mengalir arus
listrik. Besarnya arus listrik yang mengalir akan sebanding dengan beda potensial kedua titik
tersebut dan berbanding terbalik dengan nilai resistansi penghantarnya.
I R
V
7
𝑉
I=𝑅
Dengan :
8
V. LANGKAH KERJA
a. Rangkai resistor seperti pada gambar
R1 R2
V1 V2
V V3 R3
Hasil Perhitungan
Hukum Ohm
RT = R1 + R2 + R3
= 68 K + 1 K + 10 K
= 79,75 K
𝑉 12
I = 𝑅 = 79 = 0,152 mA
V1 = I x R1
= 0,152 mA x 68 K
= 10,33 V
V2 = I x R2
= 0,152 mA x 1 K
= 0,152 V
V3 = I x R3
= 0,152 mA x 10 K
= 1,52 V
9
Tabel pemdingkan hasil perhitungan dengan hasil pengukuran
R1 R2 R3 I VS V1 V2 V3
( K ) ( K ) ( K ) ( mA ) (V) (V) (V) (V)
Hasil Teori 68 1 10 0,152 12,002 10,33 0,152 1,52
Hasil
68,89 0,98 9,98 0,1 11,97 10,3 0,14 1,53
Pengukuran
VII. ANALISA
Bunyi hukum Ohm adalah “Kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar sebanding
dengan beda potensial dan berbanding terbalik dengan resistansi penghantar. Dalam rangkaian
tiga resistor yang dihubungkan secara seri melalui Vin, yang merupakan tegangan listrik yang
terhubung ke resistor. Jika resistor dihubungkan secara seri pada rangkaian maka tegangan
yang berbeda akan muncul di setiap resistor berkaitan dengan masing-masing hambatan (R).
Pada rangkaian pembagi tegangan dikatakan bahwa Tegangan Input (Vin) akan mengalirkan
Arus (I) melalui tiga buah Resistor (R1, R2, & R3) yang di hubungkan secara seri. Arus yang
melewati ketiga Resistor tersebut akan memiliki nilai yang sama dengan. Arus yang masuk
karena ketiga resistor tersebut di hubungkan secara seri. Besarnya nilai hambatan atau
resistansi total ketiga resistor pada rangkaian seri adalah Rtotal = R1 + R2 + R3. Sedangkan
Besarnya arus yang terdapat di dalam rangkaian dapat kita ketahui nilainya dengan persamaan
: I = V / Rtotal
Sehingga besarnya nilai tegangan yang melalui setiap resistor dapat diketahui melalui
persamaan : Vn = ( Rn / Rtotal ) x Vin
Sehingga pada Rangkaian Pembagi Tegangan besarnya nilai tegangan setiap resistor
(Vn) ditentukan oleh besarnya nilai resistor ( Rn ), Rtotal, dan sumber tegangan yang masuk
(Vin). Dalam perhitungan tegangan pada masing masing resistor, baik menggunakan teori
hukum ohm maupun teori pembagi tegangan, menunjukan hasil perhitungan yang sama. hal
ini dikarenakan teori pembagi tegangan merupakan penerapan dari teori hukum ohm.
Ada perbedaan antara hasil perhitungan maupun hasil pengukuran hal ini disebabkan
Karena beberapa factor antara lain adalah tidak sesuainya nilai resistor dan tegangan yang
diukur dengan nilai yang dihitung, hal ini dikarenakan masih adanya nilai toleransi pada nilai
resitor dan tegangan yang sebenarnya. Selain itu kurang presisinya alat ukur juga
10
mempengaruhi hasil pengukuran. Tidak hanya itu saja kesalahan pembacaan skala pada alat
ukur juga mempengaruhi hasil pengukuran.
VIII. KESIMPULAN
1. Resistansi total pada rangkaian resistor seri adalah penjumlahan seluruh nilai resistor
yang terpasang. Cara pemasangan rangkaian resistor seri adalah resistor dipasang
secara berderet satu sama lain.
2. Mengukur arus pada rangkaian seri cukup dilakukan pada salah satu ujung rangkaian
saja, Karena arus yang mengalir pada rangkaian seri sama dengan arus yang mengalir
pada setiap komponen rangkaian seri.
3. Pengukuran tegangan pada setiap resistor rangkaian seri dilakukan dengan
memasang voltmeter pada setiap resistor. Karena tegangan yang masuk pada
rangkaian seri akan terbagi pada setiap komponen rangkaian seri.
IX. SARAN
Untuk mendapatkan hasil yang presisi dalam setiap pengukuran maka perlu dilakukan
pengecekan alat ukur terlebih dahulu, apakah alat ukur yang digunakan masih dalam keadaan
baik atau tidak
1. Dalam setiap praktikum diharapkan setiap praktikan dapat memahami langkah kerja
serta mentaati segala peraturan laboratorium serta menjaga ketertiban.
11
C. HUKUM KIRCHOFF DAN PEMBAGI ARUS
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini, siswa dapat :
a. Merangkai resistor secara paralel
b. Mengukur besarnya arus yang mengalir pada masing-masing resistor
c. Mengukur besarnya tegangan pada masing-masing resistor
𝑉
I = 𝑅𝑡
Vn = I x Rn
𝑉 𝐼𝑛 𝑥 𝑅𝑛
I = =
𝑅𝑡 𝑅𝑡
𝑅𝑡
In = 𝑅𝑛 𝐼
12
IV. BAHAN DAN PERALATAN
a. Alat Kerja dan Bahan
Multimeter digital
Bread board
Tang kombinasi
Kabel
Resistor 3 buah
Baterai
V. LANGKAH KERJA
1. Rangkai resistor seperti pada gambar
I1 I2 I3
I2 I3
VS R2 R3
Perhitungan
Hokum kirchoff
R1 = 68 KΩ
ITOTAL I1 I2 I3 R2 = 1 KΩ
R1 R2 R3 R3 = 1 KΩ
V V = 220 V
13
1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3
Rtotal = 0,897 Ω
Seri Parallel
Rtotal = 68,9 KΩ
I2 = Vp/R2 I2 = Vp/R3
14
VII. ANALISA
Pada hokum 1 kirchoff mengatakan bahwa jumlah arus yang mengalir pada suatu
rangkaian sama dengan jumlah arus yang keluar pada rangkaian tersebut. Arus pada suatu
rangkaian akan terbagi bila rangkaian tersebut adalah rangkaian pararel, Karena nilai arus
pada rangkaian pararel tidaklah selalu sama tergantung pada masing masing bebanya. Oleh
Karena itu untuk membuktikan hokum 1 kirchoff dilakukan pembuktian dengan rangkaian
pararel. Dengan menerapkan hokum ohm, dapat dihitung resistansi total pada rangkaian
pararel. Sehingga dapat dihitung arus total yang masuk pada rangkaian tersebut.
ITOTAL I1 I2 I3
R1 R2 R3
Itotal = V/Rtotal
Pada perhitungan tegangan dan arus pada rangkaian menunjukan hasil yang berbeda
dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan. Hal ini disebabkan karena berbagai factor
antara lain. Nilai resistansi komponen dan sumber tegangan baterai yang tidak sessuai
dengan nilai yang sebenarnya, selain itu kurang presisinya alat ukur serta kesalahan dalam
pembacaan skala pada alat ukur juga mempengaruhi hasil pengukuran.
VIII. KESIMPULAN
1. Rangkaian resistor parallel memasang resistor dengan ujung ujungnya mendapat
sumber tegangan yang sama, sehingga nilai tegangan resistor pada rangkaian
parallel adalah sama dengan tegangan sumber
2. Rangkaian pararel adalah rangkaian pembagi arus, sehingga arus yang masuk pada
rangkaian parallel sama dengan arus yang keluar pada rangkaian tersebut.
3. Rumus current devider merupakan penerapan dari hokum ohm. Besarnya arus yang
mengalir tergantung dari bebanya itu sendiri.
15
IX. SARAN
Untuk mendapatkan hasil yang presisi dalam setiap pengukuran maka perlu dilakukan
pengecekan alat ukur terlebih dahulu, apakah alat ukur yang digunakan masih dalam
keadaan baik atau tidak
1. Dalam setiap praktikum diharapkan setiap praktikan dapat memahami langkah kerja
serta mentaati segala peraturan laboratorium serta menjaga ketertiban.
16
D. PENGUKURAN ARUS & TEGANGAN SERTA ANALISIS ARUS AC
I. TUJUAN
a. Mempelajari karakteristik tegangan dan arus pada sistem arus bolak – balik
b. Merangkai instalasi listrik dengan komponen R L C dengan sumber arus AC
c. Mengukur tegangan dan arus serta menghitung daya pada sumber arus AC
Arus listrik AC (alternating current), merupakan listrik yang besarnya dan arah arusnya
selalu berubah-ubah dan bolak-balik. Arus listrik AC akan membentuk suatu gelombang
yang dinamakan dengan gelombang sinus atau lebih lengkapnya sinusoida
Tegangan yang melalui sebuah hambatan R adalah sefasa dengan arus. Amplitudo
tegangan dan amplitudo arus dihubungkan oleh V = IR
R
17
Karakteristik arus dan tegangan ac pada beban induktif
o
Tegangan yang melalui sebuah kapasitor C tertinggal dari arus sebanyak 90 .
Amplitudo tegangan dan amplitudo arus dihubungkan oleh V = IX dimana X =
C C C
1/C adalah reaktansi kapasitif dari kapasitor itu.
18
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Mcb
2. Saklar
3. Terminal
4. Kabel Nya
5. Lampu Tl
6. Lampu Bohlam
7. Multimeter
8. Ampermeter Ac
9. Tang Kombinasi
10. Tang Crimping
11. Obeng
V. LANGKAH KERJA
19
VI. PENGAMATAN / TUGAS
20
𝑉𝑥𝐼 𝑃 (𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓)
Hasil perhitungan mencari cos θ (cos θ = = )
𝑆 𝑆 (𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑚𝑢)
60,2
Lampu pijar cos θ = 111,36 = 0,54 θ = 57,30
39,6
Lampu TL cos θ = = 0,7112 θ = 44,670
55,68
0,8
Kapasitor cos θ = 92,8 = 0,008 θ = 89,540
95,6
R-L cos θ = 106,72 = 0,896 θ = 26,360
60,9
R-C cos θ = 111,36 = 0,547 θ = 56,840
39,4
L-C cos θ = 55,68 = 0,708 θ = 44,930
100
R–L-C cos θ = = 0,941 θ = 19,780
106,72
5,1
Hemat Energi cos θ = 94,71 = 0,054 θ = 86,90
21
Tabel Perhitungan
Daya
No Beban V I Aktif Semu Reaktif Cos θ
(V) (VA) (VAR)
1 R 232 0,48 60,4 111,36 93,71 0,54
2 L 232 0,24 39,6 55,68 39,14 0,7112
3 C 232 0,4 0,8 92,8 92,79 0,008
4 R –L 232 0,46 95,6 106,72 47,38 0,896
5 R–C 232 0,48 60,9 111,36 89,34 0,547
6 L–C 232 0,24 39,4 55,68 39,32 0,708
7 R–L–C 231 0,46 100 106,72 35,96 0,941
8 Hemat energi 231 0,41 5,1 94,71 94,57 0,054
Dalam sistem listrik arus bolak-balik, jenis beban dapat diklasifikasikan menjadi 3
macam, yaitu
Beban resistif (R) yaitu beban yang terdiri dari komponen tahanan ohm saja
(resistance), seperti elemen pemanas (heating element) dan lampu pijar. Beban jenis ini
hanya mengkonsumsi beban aktif saja dan mempunyai faktor daya sama dengan satu.
Tegangan dan arus sefasa.
Beban induktif (L) yaitu beban yang terdiri dari kumparat kawat yang dililitkan pada
suatu inti, seperti coil, transformator, dan solenoida. Beban ini dapat mengakibatkan
pergeseran fasa (phase shift) pada arus sehingga bersifat lagging. Hal ini disebabkan
oleh energi yang tersimpan berupa medan magnetis akan mengakibatkan fasa arus
bergeser menjadi tertinggal terhadap tegangan. Beban jenis ini menyerap daya aktif dan
daya reaktif.
Beban kapasitif (C) yaitu beban yang memiliki kemampuan kapasitansi atau
kemampuan untuk menyimpan energi yang berasal dari pengisian elektrik (electrical
22
discharge) pada suatu sirkuit. Komponen ini dapat menyebabkan arus leading terhadap
tegangan. Beban jenis ini menyerap daya aktif dan mengeluarkan daya reaktif.
Saat beban beban resistif diparallel dengan beban kapasitif maka arus yang mengalir
akan semakin besar berbanding terbalik dengan impedansi nya yang semakin kecil,
sehingga arus nya tetap leading terhadap tegangan. Bugitu pula saat beban beban
resistif diparallel dengan beban induktif maka arus yang mengalir akan semakin besar
berbanding terbalik dengan impedansi nya yang semakin kecil, sehingga arus nya tetap
lagging terhadap tegangan. Besar kecilnya arus sangat tergantung pada besarnya
impedansi masing masing rangkaian.
Namun pada saat beban kapasitif dan beban induktif di parellel maka nilai arus yang
mengalir akan semakin kecil, hal ini berbanding terbalik dengan sudut fase arus dan
tegangan pada masing masing beban kapasif dan induktif. Semakin besar sudut fase
impedansi XC atau XL terhadap tegangan maka nilai arusnya akan semakin kecil.
Dengan artian nilai arusnya akan saling memperbaiki sehingga faktor dayanya
mendekati 1. Arus lagging maupun leading tergantung pada sifat impedansi totalnya,
apakah masih bersifat kapasitif atau induktif.
VIII. KESIMPULAN
1. Pada beban murni atau beban yang bersifat resistif maka nilai arus sefasa dengan
nilai tegangan
2. Pada beban induktif nilai arus tertinggal terhadap nilai tegangan (lagging)
3. Pada beban kapasitif nilai arus mendahului terhadap nilai tegangan (leading)
4. Arus lagging maupun leading tergantung pada sifat impedansi totalnya, apakah
masih bersifat kapasitif atau induktif.
5. Besarnya daya listrik yang terserap sebanding dengan arus yang mengalir
IX. SARAN
Untuk mendapatkan hasil yang presisi dalam setiap pengukuran maka perlu dilakukan
pengecekan alat ukur terlebih dahulu, apakah alat ukur yang digunakan masih dalam keadaan
baik atau tidak. Dalam setiap praktikum diharapkan setiap praktikan dapat memahami langkah
kerja serta mentaati segala peraturan laboratorium serta menjaga ketertiban.
23
E. TRANSFORMATOR SATU FASA
I. TUJUAN
Adapun tujuan dari pratikum ini adalah :
1. Dapat mengidentifikasikan peralatan yang digunakan dalam percobaan dan
menyebutkan fungsi dari masing-masing peralatan.
2. Dapat menentukan perbandingan transformasi dari transformator satu phasa
a = E1/E2 = N1/N2
Inti trafo dibuat berlapis-lapis dengan tujuan untuk mengurangi kerugian yang disebabkan
arus eddy. Sedangkan untuk mengurangi kerugian histerisi dipilih bahan sedemikian rupa
(bahan dari besi lunak)
24
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Power Supply 0 – 220 Volt AC.
2. Transformator Satu Phasa 3. Multimeter 2 buah .
3. Kabel – kabel.
V. LANGKAH KERJA
1. Perhatikan gambar bagan transformator berikut ini:
2. Menggunakan ohmmeter periksa hubungan antara koneksi 1U1 sampai 3U3. Catat
hubungan koneksi antar lilitannya.
3. Menghubungkan 1U1 dengan L1/R dan hubungkan 1U2 dengan N pada power supply
4. Atur power supply menjadi 150 volt AC
5. Mengukur tegangan primer antara 1U1 dan 1U2
6. Mengukur tegangan sekunder 2U1 & 2U2 ; 2U2 & 2U4 ; 2U1 dan 2U4 ; 2U3 & 2U2
dari tegangan yang melintasi 2U1 dan 2U2. Hitung rasio transformasinya.
7. Mengatur tegangan sekunder antara 3U1 dan 3U3 dari tegangan yang melintasi 3U1
dan 3U2.
8. Catat pada tabel.
9. Setelah selesai kecilkan tegangan sampai 0 volt dan matikan.
25
Gambar 2.5 Rangkaian Saat Pengukuran
IX. KESIMPULAN
Dari hasil analisa yang didapat, dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil
pengukuran antara voltmeter dan power supply menunjukkan trafo step up dan step down
berdasarkan perbedaan tegangan. Pengukuran angka yang berbeda dapat diasumsikan
karena adanya kesalahan atau faktor ketelitian alat ukur.
27
F. KONTRUKSI DAN PRINSIP KERJA MOTOR INDUKSI 3 PHASA
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum kontruksi dan prinsip kerja motor induksi 3
phasa,diharapkan peserta dapat :
1. Mengetahui kontruksi dan fungsi masing- masing bagian motor induksi 3 phasa.
2. Mengetahui prinsip kerja motor induksi 3 phasa.
3. Mengidentifikasi ujung kumparan motor induksi 3 phasa 6 terminal.
4. Membuat rangkaian delta dan bintang pada terminal motor induksi 3 phasa.
Apabila sumber tegangan tiga fasa disambungkan pada ujung kumparan stator maka akan
timbul medan putar dengan kecepatan ( Ns = 120. f / p ). Medan putar stator tersebut akan
memotong batang konduktor pada rotor, akibatnya pada kumparan rotor akan timbul tegangan
induksi (GGL) sebesar :
Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl (E) akan
menghasilkan arus (I). Adanya arus (I) di dalam medan magnet menimbulkan gaya (F) pada
rotor. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F) pada rotor yang cukup besar untuk
memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator. Tegangan
induksi timbul oleh karena terpotongnya batang konduktor (rotor) oleh medan putar stator.
Artinya agar tegangan teriduksi diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan
medan putar stator (Ns) dengan kecepatan putaran rotor (NR).
28
Gambar 3.1 Konstruksi Motor Induksi 3 Phasa
Stator mempunyai tiga buah gulungan fasa, masing- masing ujung ketiga buah
gulungan tersebut ditarik keluar ke terminal (U-X, V-Y, W-Z), bila dikehendaki untuk bisa
dioperasikan dengan 2 (dua) macam tegangan ). Misal setiap gulungan phasa pada motor
tersebut mampu diberikan tegangan 220 volt, maka motor tersebut bisa dioperasikan
dengan 2 macam tegangan jala- jala, yaitu 220 volt dengan hubungan delta pada terminal
motor dan dengan hubungan bintang pada terminal motor bila tegangan jala- jala adalah
220 x √3 = 380 volt, karena dengan dihubung bintang maka ditiap kumparan phasa hanya
mendapatkan tegangan 380 / √3 = 220 volt.
Motor Induksi 3 Fasa bekerja sebagai berikut. Misalkan kita memiliki sumber AC 3
fasa yang terhubung dengan stator pada motor. Karena stator terhubung dengan sumber AC
maka arus dapat masuk ke stator melalui kumparan stator. Sekarang kita hanya melihat 1
kumparan stator saja. Sesuai hukum faraday bahwa apabila terdapat arus yang mengalir
pada suatu kabel maka arus itu dapat menghasilkan fluks magnet pada kabel tersebut,
dimana arahnya mengikuti kaidah tangan kanan.
Setiap fasa dalam kumparan stator akan mengalami hal yang sama karena setiap fasa
dialiri arus, namun besarnya fluks yang dihasilkan tidak sama di setiap waktu. Hal ini
disebabkan besarnya arus yang berbeda-beda pada tiap fasa di tiap waktunya. Misalkan
fasa-fasa ini diberi nama a, b, dan c. Ada kalanya arus pada fasa a maksimum sehingga
menghasilkan fluks maksimum dan arus fasa b tidak mencapai makismum, dan ada kalanya
arus pada fasa b maksimal sehingga menghasilkan fluks maksimum dan arus pada fasa a
tidak mencapai maksimum. Hal ini mengakibatkan fluks yang dibangkitkan lebih
29
cenderung pada fasa mana yang mengalami kondisi arus paling tinggi. Secara tidak
langsung dapat dikatakan bahwa medan magnet yang dibangkitkan juga ikut “berputar”
seiring waktu. Kecepatan putaran medan magnet ini disebut kecepatan sinkron.
Sekarang ditinjau kasus rotor sudah dipasang dan kumparan stator sudah dialiri
arus. Akibat adanya fluks pada kumparan stator maka arus akan terinduksi pada rotor.
Anggap rotor dibuat sedemikian sehingga arus dapat mengalir pada rotor (seperti rotor tipe
squirrel cage). Akibat munculnya arus pada rotor dan adanya medan magnet pada stator
maka rotor akan berputar mengikuti hukum lorentz. Hal yang menarik disini ialah
kecepatan putaran rotor tidak akan pernah mencapai kecepatan sinkron atau lebih. Hal ini
disebabkan karena apabila kecepatan sinkron dan rotor sama, maka tidak ada arus yang
terinduksi pada rotor sehingga tidak ada gaya yang terjadi pada rotor sesuai dengan hukum
lorentz. Akibat tidak adanya gaya pada rotor maka rotor jadi melambat akibat gaya-gaya
kecil (seperti gaya gesek dengan sumbu rotor atau pengaruh udara). Namun saat rotor
melambat kecepatan sinkron dan kecepatan rotor jadi berbeda. Akibatnya pada rotor akan
terinduksi arus sehingga rotor mendapatkan gaya berdasarkan hukum lorentz. Dari gaya
itulah motor dapat menambah kecepatannya kembali. Fenomena perbedaan kecepatan ini
dikenal sebagai slip.
V. LANGKAH KERJA
1. Mengidentifikasi ujung- ujung kumparan motor
a. Sebagai pedoman, tentukan terminal ujung kiri atas sebagai ujung U, kekanan
V dan W.
b. Sambungkan salah satu probe multimeter ke ujung U, selanjutnya probe
multimeter yang satu di tempatkan pada terminal motor yang lain, pastikan
selektor switch pada multimeter ke posisi OHM (Ω) apabila disalah satu
30
terminal motor, multimeter menunjukkan angka, artinya pada terminal tersebut
adalah ujung yang lain dari kumparan U yaitu X.
c. Pindahkan salah satu probe multimeter ke terminal V, pindahkan pula probe
yang satunya sampai pada multimeter menunjukkan angka, sehingga diketahui
kedua terminal tersebut adalah ujung kumparan V – Y.
d. Lakukan sekali lagi untuk mencari ujung kumparan W – Z pada terminal motor.
e. Identifikasi ujung- ujung kumparan yang telah teridentifikasi seperti gambar
dibawah.
31
Gambar 3.3 Motor Induksi 3 Fasa Hubungan Delta padaTerminal Motor 6 Terminal
Dirangkai
Gambar 3.4 Motor Induksi Induksi 3 Fasa Hubungan Bintang pada Terminal
Motor
32
VI. RANGKAIAN PERCOBAAN
Gambar 3.5 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa dihubung Delta pada Percobaan
Gambar 3.6 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa dihubung Bintang dan Rpm
33
1 Start 5,9 3,6
Sebelum melakukan sambungan star atau delt, perhatikan terlebih dahulu name plate
motor tersebut. Misalnya jika suatu motor pada name plate tertulis ∆/220V, artinya bahwa
pada tegangan supley 220VAC, 3 phasa motor tersebut harus disusun sambungan delta (∆).
Jika disusun dengan sambungan star (Y) maka tegangan yang sesuai adalah 380V.
Untuk menentukan tegangan kerja pada motor induksi 3 phasa, pertama pelajari name
plate, biasanya tertulis tegangan kerjanya. Dan hubungan antara sambungan star (Y) dan
sambungan delta (∆) mengikuti persamaan berikut :
V (Y) = V (∆) x √3
Pada praktikum ini bahwa tegangan pada sambungan delta 218 Volt maka dengan
persamaan diatas tegangan sambungan star adalah :
V (Y) = V (∆) x √3
= 218 Volt x √3
= 377,58 Volt
Jika tegangan yang tersedia besar dihubung degan rangkaian delta (∆), sedangkan
jika tegangan yang tersedia kecil bisa dinaikkan dengan rangkaian bintang (Y). Pada
hubungan delta arus yang terjadi lebih besar dari hubungan bintang (Y), karena rangkaian
delta (∆) menggunakan model koneksi dengan persambungan yang terdiri dari 3 kabel
tanpa sambungan netral, dimana ketiganya dihubungkan satu sama lain membentuk
segitiga seperti gambar di bawah ini :
34
Gambar 3.7 Rangkaian delta (∆)
Pada rangkaian delta (∆) perbedaan arus saat pertama start dengan saat sudah running
akan berbeda, karena I (arus) rangkaian delta yang sedang running atau arus yang bekerja
adalah I(star) dikali dengan √3.
Sedangkan pada rangkaian bintang tidak jauh perbedaannya. Hal ini disebabkan
karena model koneksi dengan persambungan yang terdiri dari 4 kabel, dimana 3
diantaranya digunakan untuk sambungan fasa dan 1 digunakan untuk sambungan netral
yang diambil dari titik pusat dari 3 fasa tersebut seperti gambar di bawah ini :
Arah putaran motor bisa diubah dengan mengatur input R-S-T. Seperti, dengan
mengunakan rangkaian R-S-T akan didapatkan putaran yang searah dengan jarum jam,
sedangkan bila menggunakan rangkaian S-R-T akan didapatkan putaran berlawanan jarum
jam.
35
IX. KESIMPULAN
Pada percobaan konstruksi dan prinsip kerja motor induksi 3 fasa dapat disimpulkan
bahwa :
1. Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan teori yang ada,
sesuai spesifikasi pada motor untuk tegangan 220 V motor bisa dirangkai delta.
2. Sedangkan untuk tegangan yang lebih tinggi bisa menggunakan rangkaian bintang,
sehingga tegangan dapat dihitung V = 218 V x √3 = 377,58 V.
3. Dengan naik nya tegangan, maka arus yang mengalir akan semakin kecil dengan
beban yang sama, sesuai dengan rumus P = V.I
4. Listrik yang dialirkan melalui kabel R-S-T ke terminal U-Z, V-X, W-Y, yang
terhubung ke gulungan 3 fasa pada rotor akan membuat induksi yang akan
menghasilkan gaya gerak listrik yang menggerakkan stator.
5. Rotor akan bergerak searah dengan medan putar stator sehingga jika urutan R-S-T
diganti maka arah putaran akan berubah.
6. Jika tegangan yang tersedia besar dihubung degan rangkaian delta, sedangkan jika
tegangan yang tersedia kecil bisa dinaikkan dengan rangkaian bintang.
7. Pada hubungan delta arus yang terjadi lebih besar dari hubungan bintang, karena
tegangan yang lebih rendah.
8. Pada rangkaian delta perbedaan arus saat pertama start dengan saat sudah running
agak jauh, sedangkan pada rangkaian bintang tidak jauh perbedaannya. Arah
putaran motor bisa diubah dengan mengatur input R-S-T.
36
G. START DAN STOP GENERATOR
I. TUJUAN
Setelah melaksanankan praktikum ini di harapkan mahasiswa dapat :
1. Mengetahui cara menjalankan dan mematikan generator secara benar
2. Mengetahui tahapan-tahapan menjalankan generator
37
2. Tahap menjalankan generator
Tahap ini merupakan langkah menjalankan mesin generator dengan putaran rendah
kemudian putaran dinaikkan sampai ke putaran nominal. Setelah kecepatan putaran mesin
mencapai putaran nominal, pelu dilakukan pengecekan terhadap parameter yang ada pada
unit tersebut agar berada dalam keadaan normal. Setelah pengecekan unit dalam kondisi
normal kemudian mesin siap untuk dilakukan pembebanan
3. Tahap pembebanan
Setelah generator berputar pada kecepatan normal dan dalam kondisi baik, maka siap
dilakukan pembebanan pada sistem operasi. Pembebanan pada generator dapat bersifat
resisitif, induktif maupun kapasitif tergantung dari jenis beban yang diterimah oleh
generator
4. Tahap menghentikan generator
Jangan langsung mematikan mesin secara tiba-tiba. Lepaskan atau turunkan
bebannya terlebih dahulu secara perlahan-lahan, kemudian biarkan mesin bekerja tanpa
beban untuk memberikan kesempatan pada mesin menyesuaikan temperatur kerja seiring
dengan penurunan bahan bakar. Bila sedang diparalel generator harus dilepaskan dahulu
dari hubungan parallel. Setelah generator berhenti, lakukan pemeriksaan untuk menjamin
keandalan mesin bila generator beroperasi kembali
V. LANGKAH KERJA
1. Hubungan kabel panel dengan generator dan motor sesuai gambar berikut
38
Gambar 4.1 Sambungan prime over dan generator
2. Periksa apakah sambungan telah benar. Tentukan jenis sambungan dan motor dan
generator
3. Start Generator
• Nyalakan MCB dan pada panel generator pararel
• Nyalakan MCB pada panel 3PH generator
• Putar switch line ke posisi “1”. Perhatikan gambar berikut ini (Point A)
39
Gambar 4.2 Generator control board GCB-3/EV
5. Atur kecepatan motor samopai frekuensi 50Hz. (Point B) putar secara perlahan
7. Stop Genrator
Putar 3PH Exct sampai 0Volt. (Point C)
Atur kecepatan motor sampai Frekuensi 0Hz (Point B) putar secara perlahan
AC Motor Drive STAND BY
Putar Switch line ke posisi “0”
Matikan MCB pada panel 3PH Generator
Matikan MCB pada panel generator pararel
1. 0% - - -
2. 25% 12,5 1,3 490
3. 50% 25 1,4 480
4. 75% 37,5 1,45 1490
5. 100% 50 0,5 2000
40
VI. ANALISA
Pada percobaan tersebut variable yang diubah dalam putaran, semakin cepat putaran
maka frekuensi akan semakin besar. Hal tersebut dapat ditentukan pada rumus
N = (f x 120) : P
Dimana :
n = jumlah putaran , dalam satuan rpm
f = frekuensi , dalam satuan Hz
P = jumlah katub
Pada rumus tersebut dapat di ketahui bahwa frekuensi berbanding lurus jumlah
putaran, sedangkan putaran berhubungan dengan tegangan, jika supply tegangan naik
turun, maka putaran nya juga begitu
VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Semakin besar frekuensi semakin besar rpm
2. Semakin besar frekuensi semakin besar tegangan, Tetapi pada percobaan ke-5
tegangan nya menurun di karenakan kurangnya penilitian dalam pengukuran.
41
H. TEGANGAN DAN FREKUENSI GENERATOR
I. TUJUAN
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Memahami fungsi dari sistim eksitasi pada geenerator
2. Memahami cara kerja dari sistim eksitasi pada generator
3. Mengoperasikan generator dengan mengatur sistim eksitasi
42
Prinsip kerja pada sistem Eksitasi dengan sikat (Brush Excitation)
Genertor penguat yang pertama, adalah generator arus searah hubungan shunt yang
menghasilkan arus penguat bagi generator penguat kedua. Generator penguat (Exciter)
Untuk generator sinkron merupakan generator utama yang diambil dayanya.
Pengaturan tegangan pada generator utama dilakukan dengan mengatur besarnya arus
Eksitasi (arus penguatan) dengan cara mengatur potensiometer atau tahanan asut.
Potensiometer atau tahanan asut mengatur arus penguat generator utama. Dengan
cara ini arus penguat yang diatur tidak terlalu besar nilainya (dibandingkan dengan arus
generator penguat ke dua) sehingga kerugian daya pada potensionmeter tidak terlalu besar.
PMT arus penguat generator utama dilengkapi tahanan yang yang menampung energi
medan magnet generator utama karena jika dilakukan pemutudan arus penguat generator
utama harus dibuang kedalam tahanan.
Sekarang banyak generator arus bolak balik yang dilengkapi penyearah untuk
menghasilkan asrus searah yang dapat digunakan bagi peguatan genearatorn utama
sehingga penyaluran gas searah bagi penguatan generator utama, oleh generator penguat
kedua tidak memerlukan cincin geser karena. Penyearah iku t berputar bersama poros
generator. Cincin geser digunakan untuk menyalurkan arus dari generator penguat kedua.
Nilai arus penguatan kecil sehingga penggunaan cincin geser tidak menimbulkan masalah.
Pengaturan besarnya arus penguatan generator utama dilakukan dengan pengatur
tegangan otomatis supaya nilai tegangan klem generator konstan. Pengaturan tegangan
otomatis awalnya berdasarkan prinsip mekanis, tetapi sekarang sudah menjadi elektronik.
Perkembangan sistem eksitasi pada generator sinkron dengan sistem eksitasi tampa
sikat, karena sikat dapat menimbulkan loncatan api pada putaran tinggi. Untuk
menghilangkan sikat sikat digunakan dioda berpurtar yang dipasang pada jangkar. Gambar
2 menunjukan sistem excitacy tampa sikat.
43
2. Sistim eksitasi tampa sikat (brushless excitation)
Penggunaan sikat atau slip ring untuk menyalurkan arus excitasi ke rotor generator
mempunyai kelemahan karena besarnya arus yang mampu dialirkan pada sikat arang relatif
kecil. Untuk mengatasi keterbatasan sikat arang, digunakn sistem eksitsi tampa
menggunakan sikat (brushless excitation).Kegunaan sistem eksitasi tampa menggunakan
sikat (brushless excitation), antara lain adalah:
a. Energi yang diperluakan untuk eksitasi diperboleh dari poros utama (main
shaft),sehingga kendalannya tinggi
b. Biaya perawatan berkurang karena pada sistem Eksitasi tampa sikat (brushless
excitation) tidak terdapat sikat, komutator dan slip ring.
c. Pada sistem Eksitasi tampa sikat (Brushless excitation) tidak terjadi kerusakan
isolasi karena melekatnya debukarbon padafarnish akibat sikat arang
d. Mengurangi kerusakan ( trouble ) akibat udara buruk (bad atmosphere) sebab
semua peralatan ditempatkan pada ruang tertutup
e. Selama operasi tidak diperluakan pengganti sikat, sehingga meningkatkan
keandalan operasi dapat berlangsung terus pada waktu yang lama.
f. Pemutusan medan generator (Generator field breaker), field generator dan bus
exciter atau kabel tidak diperlukan lagi
g. Biaya pondasi berkurang, sebab aluran udara dan bus exciter atau kabel tidak
memerlukan pondasi.
44
AVR : Automatic Voltage Regulator
V : Tegangan
AC : Alternating Current ( arus bolak balik)
DC : Direct Current (arus searah)
V. LANGKAH KERJA
1. Hubungkan kabel panel denagn generator dan motor sesuai gambar berikut.
45
Gambar 5.3 Sambungan Prime Mover dan Generator
46
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran pada Percobaan
No V (out) F DC V (exct) DC A (exct) RPM
1. 50 50 Hz 1.38 1.6 A 1971
2. 100 50 Hz 6.92 1.6 A 1987
3. 250 50 Hz 30.79 1.6 A 1983
4. 300 50 Hz 40 1.6 A 1977
5. 350 50 Hz 52.3 1.6 A 1991
6. 400 50 Hz 67.5 1.6 A 1984
VIII. ANALISA
Pada percobaan pengukuran tegangan dan frekuensi pada generator, RPM yang
dihasilkan fluktuatif (naik turun) jika tegangan yang diberikan semakin besar. Tegangan
output yang dihasilkan oleh generator bergantung pada tegangan eksitasi yang dipasok
dari motor yang digunakan sebagai penggerak. Hal yang menyebabkan RPM yang
dihasilkan fluktuatif karena tegangan eksitasi motor. Arus listrik yang diukur pada
rangkaian nilainya sama jika tegangan dinaikkan. Hal ini dikarenakan ketelitian pada
ammeter yang digunakan hanya 0,1 A.
IX. KESIMPULAN
1. Semakin besar tegangan generator, maka tegangan DC akan menghasilkan nilai
yang semakin besar.
2. Arus yang terukur hasilnya sama, karena ketelitian dari Ammeter yang digunakan
0,1 sehingga berbedaan nilai arus tidak terukur secara akurat yang menyebabkan
hasilnya sama. Dalam frekuensi ynag sama tegangan dapat diubah (tegangan tidak
dipengaruhi frekuensi).
47
LAMPIRAN I
48
LAMPIRAN 2
49