Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
merupakan salah satu syarat kelulusan pada kepaniteraan klinik bagian ilmu
serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya Referat ini.
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga Referat ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….. 2
2.1 Definisi…………………...……………………………...…… 2
2.2 Klasifikasi…………….…………………………...……………. 3
……. 9
2.3.1 Anamnesis………………………………………………..... 10
2.3.2 Pemeriksaan 11
fisik………………………………………….. 12
2.3.3 Pemeriksaan 12
iiiii
laboratorium…………………………………. 12
2.3.4 Pemeriksaan 12
penunjang……………………………………. 13
………………
2.3.4.3 Histeroskopi………………………………………..
2.3.4.4 Biopsi
endometrium………………………………..
struktural (PALM) 14
……………………………………………………...
struktural (COEIN)…………………………………………
BAB III KESIMPULAN……………………...………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..………… 21
DAFTAR TABEL
PUA……………………………………………………….
2.8 Skor panduan untuk miomektomi………………………... 15
DAFTAR GAMBAR
viv
vi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
(2011), terdapat 9 kategori utama perdarahan uterus abnormal disusun sesuai
dengan akronim PALM COEIN, yakni polyp, adenomyosis, leiomyoma,
malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial
dysfunction, iatrogenic, dan not yet classified.4
Kelompok PALM merupakan kelompok kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelompok kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai
dengan teknik pencitraan atau histopatologi.4
Gambar 1. Klasifikasi FIGO untuk perdarahan uterus abnormal 6,7
2.3 Diagnosis
Tabel 2.3. Penilaian perdarahan uterus abnormal8-10
Pemeriksaan umum
Riwayat dan pola perdarahan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan pelvis, dan pemeriksaan spekulum
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin, profil besi, tiroid, hCG
Gangguan hemostasis
Evaluasi organ pelvis dan endometrium
Ultrasound transvaginal
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Biopsi endometrium
Histeroskopi
Dilatasi dan kuretase
2.3.1 Anamnesis
Perlu ditanyakan bagaimana dimulainya perdarahan, apakah didahului oleh
siklus memanjang, oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau
sedikit), lama perdarahan dan sebagainya. Singkirkan kehamilan/kegagalan
kehamilan pada perempuan usia reproduksi. Keluhan terlambat haid, mual, nyeri,
dan mulas juga ditanyakan. Penyebab iatrogenik juga harus dievaluasi, termasuk
didalamnya adalah pemakaian obat hormon, kontrasepsi, antikoagulan, sitostatika,
kortikosteroid dan obat herbal. Bahan obat tersebut akan mengganggu kadar
estrogen dan faktor pembekuan darah sehingga berpotensi terjadi juga perdarahan.
Riwayat dan tanda penyakit sistemik perlu secara cermat ditanyakan. Beberapa
penyakit yang mungkin bisa menjadi penyebab perdarahan, misalnya penyakit
tiroid, hati, gangguan pembekuan darah, tumor hipofisis, sindroma ovarium
polikistik dan keganasan.1
2.3.4.3 Histeroskopi
Evaluasi histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal merupakan
pilihan yang menyediakan visualisasi langsung dari patologi kavitas dan
memfasilitasi biopsi direk.9
Histeroskopi dapat dilakukan di ruangan kantor dengan atau tanpa anestesi
minor atau di ruang operasi dengan anestesi regional atau umum. Direk biopsi
yang disutradarai di bawah penglihatan langsung memberikan manfaat utama atas
dilatasi "buta" dan kuret uterus. Risiko histeroskopi termasuk perforasi uterus,
infeksi, laserasi serviks, pembuatan saluran palsu, dan kelebihan cairan.9
Histeroskopi dapat dilakukan di ruangan kantor dengan atau tanpa anestesi
minor atau di ruang operasi dengan anestesi regional atau umum. Biopsi yang
disutradarai di bawah penglihatan langsung memberikan manfaat utama atas
dilatasi "buta" dan kuret uterus. Risiko histeroskopi termasuk perforasi uterus,
infeksi, laserasi serviks, pembuatan saluran palsu, dan kelebihan cairan.9
Tabel 2.6. Pencitraan dan sampel jaringan untuk patologi endometrium pada wanita
premenopause12
Pemeriksaan Kegunaan Kelemahan dan kontraindikasi
Biopsi endometrium Selalu tersedia Kehamilan
Tingkat komplikasi rendah Penyakit radang infeksi pelvis aktif
Gangguan pembekuan darah
Infeksi atau patologi serviks
Histeroskopi Visualisasi direk kavum Lebih mahal dari ultrasonografi
uteri transvaginal
Memungkinkan untuk biopsi Tidak dapat evaluasi miometrium dan
langsung pada saat prosedur ovarium
Ultrasonografi Mendeteksi tumor uterus, Kurang sensitif dan spesifik
transvaginal polip, endometrium dan dibandingkan histeroskopi
kelainan miometrium
Menilai ovarium
2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keadaan abnormal ini bergantung pada diagnostik spesifik,
dengan menyadari bahwa lebih dari satu keadaan dapat terpengaruh. Bila
penyebab patologis tidak termasuk, bila tidak ada faktor risiko yang signifikan
untuk berkembangnya kanker, dan bila tidak ada perdarahan akut yang
mengancam jiwa, banyak perempuan dengan perdarahan menstruasi abnormal
dapat ditangani dengan terapi hormon.Penanganan pertama ditujukan untuk
memperbaiki kondisi hemodinamik.5
Leiomioma (PUA-L)
Leiomioma submukosa lebih sering dikaitkan dengan PUA. Pendekatan
bedah terbaik didefinisikan sesuai dengan proporsi komponen submukosa atau
intramural. Ketika sebagian besar lesi bersifat intrakavitas, eksisi mungkin secara
histeroskopi eksklusif, sedangkan lesi dengan komponen intramural besar harus
didekati dengan laparoskopi atau, jika tidak memungkinkan, laparotomi.13
Untuk miomektomi histeroskopi, beberapa kriteria dapat meningkatkan
keamanan dan keberhasilan operasi, mempertimbangkan ukuran leiomioma,
penetrasi nodul ke miometrium, perluasan pangkal nodul, dan topografi nodul di
uterus (Tabel 8).13
Estrogen
Terapi estrogen dapat diberikan dalam 2 bentuk, intra vena atau oral, tetapi
sediaan intra vena sulit didapatkan di Indonesia. Pemberian estrogen oral dosis
tinggi cukup efektif untuk mengatasi PUA, yaitu estrogen konjugasi dengan dosis
1,25 mg atau 17β estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan
berhenti dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa
terjadi pada pemberian terapi estrogen.1
Progestin
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14
hari, diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan bila ada kontraindikasi
terhadap estrogen. Saat ini tersedia beberapa sediaan progestin oral yang bisa
digunakan yaitu Medroksi Progesteron Asetat (MPA) dengan dosis 2 x 10 mg,
Noretisteron asetat dosis 2 x 5 mg, Didrogesteron dosis 2 x 10 mg, dan
Normegestrol asetat dosis 2 x 5 mg. Dalam pemilihan jenis progestin harus
diperhatikan dosis yang kuat untuk menghentikan PUA. Progestin meruoakan anti
estrogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 17β hidroksi-steroid
dehidrogenase dan sulfotransferase sehingga mengonversi estradiol menjadi
estron. Progestin akan mencegah terjadinya endometrium hiperplasia.1
Histerektomi
Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada
kegagalan terapi medikamentosa. Angka keberhasilan terhadap perdarahan
mencapai 100%. Angka kepuasan cukup tinggi mencapai 95% setelah 3 tahun
pascaoperasi. Walaupun demikian, komplikasi tetap dapat terjadi berupa
perdarahan, infeksi, dan masalah penyembuhan luka operasi.1
Ablasio endometrium
Ablasio endometrium merupakan prosedur bedah invasif minimal dengan
cara ablasi untuk mengurangi ketebalan endometrium. Cara ini lebih mudah
dilakukan, dan sedikit komplikasi.1
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan uterus abnormal bukan suatu diagnosis, tetapi merupakan
keluhan yang membutuhkan evaluasi secara seksama untuk mencari faktor
penyebab keluhan perdarahan tersebut. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk evaluasi
dan menyingkirkan diagnosis banding.
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
(2011), terdapat 9 kategori utama perdarahan uterus abnormal disusun sesuai
dengan akronim PALM COEIN, yakni polyp, adenomyosis, leiomyoma,
malignancyand hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,
iatrogenic, dan not yet classified.
Kelompok PALM merupakan kelompok kelainan struktur yang dapat
dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok COEIN merupakan kelompok kelainan non struktur yang tidak dapat
dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
Penatalaksanaan awal untuk memperbaiki keadaan homeostasis.
Selanjutnya, penatalaksanaan spesifik berdasarkan penyebab yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar M. Ilmu Kandungan. Edisi 3. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014.
2. Ely J. W., Kennedy C. M., Clark E.C., Bowdler N. C. EVIDENCED-BASED
CLINICAL MEDICINE Abnormal uterine bleeding: A Management
Algorithm. J Am Board Fam Med 2006;19(6):590–602
3. Whitaker L., Crichley H. O. D. Abnormal uterine bleeding. Best Practice &
Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. 2016; 34: 54-65
4. Hestiantoro A. KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS
ABNORMAL KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI. Himpunan
Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) dan
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Jakarta.
5. Price S.A., Wilson L.M. patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.
6. Munro M. G., Critchley H. O. D., Fraser I. S. Research and clinical
management for women with abnormal uterine bleeding in the reproductive
years: more than PALM-COEIN. BJOG. 2017;124:185–9.
7. Munro M. G., Crichley H. O. D., Broder M. S., Fraser I. S. SPECIAL
COMMUNICATION FIGO classification system (PALM-COEIN) for causes
of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive age.
International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2017: 113: 3–13
8. Goldstein S. R., Lumsden M. A. Review Abnormal uterine bleeding in
perimenopause. Climateric. 2017;-:1-7.
9. Singh S., Best C., Dunn S., Leyland N., Wolfman W. L. Abnormal Uterine
Bleeding in Pre-Menopausal Women. J Obstet Gynaecol Can 2013;35(5
eSuppl):S1–S28.
10. Mohan S., Page L. M., Higham J. M. Diagnosis of abnormal uterine bleeding.
Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. 2017; 21 (6):
891-903.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists. Management of Acute
Abnormal Uterine Bleeding in Nonpregnant Reproductive-Aged Women.
Commitee opinion No. 557. Obstet Gynecol. 2013: 121; 1-6
12. Sweet M. G., Schmidt-Dalton T. A., Weiss P. M., Madsen K. P.Evaluation
and Management of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women
Am Fam Physician. 2012;85(1):35-43
13. Benetti-Pinto C.L., Sá Rosa-e-Silva A. C. J., Yela D. A., Júnior J. M. S.
Review Article Abnormal Uterine Bleeding. Rev Bras Ginecol Obstet
2017;39:358–68.
14. Farrukh J. B., Towriss K., McKee N. Abnormal uterine bleeding Taking the
stress out of controlling the flow. Canadian Family Physician. 2015;61:693-7.