Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

Vesikolithiasis

Oleh :

Regina Veriska Ayedia 1740312302

Preseptor :
dr. Sufriadi, Sp.U

BAGIAN BEDAH
RSP ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR

0
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan nikmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang

berjudul “Vesikolitiasis” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan

klinik di bagian Bedah RSP Achmad Mochtar Bukittinggi Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Penyusunan Case Report Session ini merupakan salah satu syarat dalam

mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Bedah RSP Achmad Mochtar

Bukittinggi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis

ucapkan kepada dr. Sufriadi, Sp.U sebagai pembimbing dalam kepaniteraan klinik

senior ini beserta seluruh jajarannya dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan Case Report Session ini.

Penulis menyadari bahwa Case Report Session ini jauh dari sempurna,

maka dari itu sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Case Report

Session ini. Penulis berharap agar Case Report Session ini bermanfaat dalam

meningkatkan pengetahuan terutama bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman

dokter muda yang tengah menjalani kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Case

Report Session ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 9 Maret 2018

Penulis

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit batu saluran kemih dapat menyerang penduduk di seluruh dunia

dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak

sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai

pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit

batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan

aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita

penyakit batu saluran kemih, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12%

penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu

dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih

dan pembesaran prostat benigna.1

Vesikolitiasis merupakan kondisi dimana terdapat batu atau material

kalsifikasi didalam buli-buli. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat stasis urin

tanpa kelainan anatomi, striktur, infeksi ataupun adanya benda asing didalam urin.

Adanya batu pada traktus urinarius bagian atas tidak menjadi faktor predisposisi

terbentuknya batu buli-buli. Vesikolitiasis bukan merupakan penyebab umum

penyakit tetapi vesikolitiasis dapat memberikan suatu kondisi tidak nyaman dan

gejala spesifik. Pada umumnya komposisi batu terdiri dari batu infeksi (struvit),

ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Beberapa faktor risiko terjadinya

vesikolitiasis adalah obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran

kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung kemih.

Vesikolitiasis sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala

obstruktif dan iritatif saat berkemih. Oleh sebab itu tidak jarang penderita datang

2
dengan keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti

tiba-tiba.2,3

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk memahami serta

menambah pengetahuan tentang vesikolitiasis.

1.3 Batasan Masalah

Batasan penulisan Case Report Session ini membahas mengenai anatomi,

epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

tatalaksana, dan komplikasi Vesikolitiasis.

1.4 Metode Penulisan

Meode penulisan Case Report Session ini yaitu menggunakaan tinjauan

kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

3
BAB 2

LAPORAN KASUS

1. Identitas

Nama : Ny. MR

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Malintang Julu, Sumatera Utara

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Nyeri saat buang air kecil meningkat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah

sakit

b. Riwayat penyakit sekarang

 Nyeri saat buang air kecil meningkat sejak 2 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri saat BAK tersebut sudah dirasakan sejak 2,5 tahun

lalu. Pasien mengaku nyerinya menjalar sampai ke perut dan kaki. Nyeri

terasa setelah BAK. Nyeri kadang disertai rasa panas di perut bawah.

 Susah buang air kecil sudah dirasakan sejak 2,5 tahun yang lalu. Pasien

mengeluh BAK terasa tidak tuntas. Pasien sering mengejan saat BAK

dan sering mengubah posisi saat BAK. Pancaran urin menetes. Pasien

mengaku antara BAK pertama dengan selanjutnya berjarak ± 20 menit.

Pasien sering mengeluh terbangun malam hari untuk BAK. Riwayat

0
kencing berpasir (+) Riwayat kencing berdarah (-) warna urin kuning.

Riwayat pemasangan kateter (+)

 Demam (-), mual (-), muntah (-)

 Riwayat penurunan berat badan (-), riwayat penurunan nafsu makan (-)

c. Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit DM (-), hipertensi (-), penyakit asam urat (-), ISK (-)

d. Riwayat pengobatan

 Pasien sebelumnya pernah 2x dirawat di RS di Medan untuk operasi

pengangkatan batu buli 2 tahun yang lalu

e. Riwayat penyakit keluarga

 Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang berhungungan dengan

keluhan pasien saat ini.

f. Riwayat alergi

 Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun

obat-obatan tertentu

g. Riwayat pekerjaan, social

 Pasien seorang petani dengan konsumsi air minum kurang dari 2 liter

perhari.

3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan Darah :110/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit

1
Nafas : 18 x/menit

VAS :7

Suhu : 36,70C

b. Status generalisata

 Kulit : hangat, tidak ada kelainan

 Kepala : normocephal

 Rambut : hitam, tidak mudah rontok

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 THT : tidak ada kelainan

 Gigi dan mulut : tidak ada kelainan

 Leher : tidak ada kelainan

 KGB : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

 Toraks :

Paru
Inspeksi : Statis : pergerakan dinding dada simetris
Dinamis : pergerakan dinding dada sama
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : SN vesikuler, Rh -/-. Wh -/-

Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial di LMCS RIC V
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung normal, irama teratur, murmur (-),
gallop (-)

2
 Abdomen
Inspeksi : distensi (-), DC (-), jaringan parut (+) di
periumbilikal
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, NT (+) area suprapubik, NL (-), hepar dan
lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

 Genitalia Eksterna : Tidak ada kelainan

 Anus : inspeksi : Prolaps recti

Palpasi : Rectal toucher tidak dilakukan

4. Status lokalis

Inspeksi : distensi (-), DC (-), jaringan parut (+) di periumbilikal


Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, NT (+) area suprapubic, teraba pembesaran (-),
NL (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
5. Diagnosis kerja

Disuria ec suspek batu buli

6. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium darah

Hb : 12,6 g/dl

Leukosit : 11.310/mm3

GDR : 89 mg/dl ( n : < 200 mg/dl)

Ureum : 32,1 mg/dl ( n : 10-50 mg/dl)

Kreatinin : 0,9 mg/dl ( n : 0,6-1,1 mg/dl)

SGOT : 26 mg/dl ( n : 6-40 mg/dl)

3
SGPT : 15 mg/dl ( n : 6-42 mg/dl)

Natrium : 142,2 Mmol/L ( n : 135-147 Mmol/L)

Kalium : 4,61 Mmol/L ( n : 3,5 – 5,5 Mmol/L)

Klorida : 112,1 Mmol/L ( n : 100-106 Mmol/L)

b. Kimia Urin

 Warna : Kuning, keruh (-)

 Kimia Urin

Protein : +2

Glukosa : (-)

Bilirubin : (-)

Urobilinogen : (-)

Benda keton : (-)

PH : 6,0

Nitrit : (+)

Darah samar/Hb: (-)

Leukosit : (-)

• Sedimen

Eritrosit : 2/LPB

Leukosit : 4/LPB

Epitel : (+)

Kristal : (-)

Bakteri : (+)

Jamur : (-)

4
c. BNO

Ekspertise

- Distribusi udara usus normal

- Pre peritoneal dan psoas line normal

- Skeletal scoliosis, contour kedua ginjal tidak jelas

- Tak tampak konkrement opak

Kesan : Skoliosis lumbal, tak tampak urolitiasis opak

d. USG Abdomen

5
Hasil expertise:

 Ginjal : Bentuk, ukuran normal, intensitas gema serta batas dengan

sentral sinus komplek normal. Pelviokalises dan ureter bilateral melebar

tak tampak batu, ureter tak terdeteksi

 Vesika Urinaria: Dinding menebal, tampak batu (4cm)

 Para Iliaka: tak tampak KGB atau struktr apendiks

 Tak tampak massa atau cairan bebas

Kesan : Ureteropelvikaliektasis bilateral ec ?

Vesikolitiasis suspek sistitis kronis

e. Diagnosa akhir

Vesikolithiasis + Sistitis kronis

f. Tatalaksana

 Medikamentosa
o IVFD RL 12 jam/kolf
o Injeksi fosmycin 2x1
o Injeksi patral 3x1
 Operatif
o Litotripsi

6
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vesikolitiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat batu atau material

kalsifikasi seperti komponen kristal dan matriks organik didalam vesika urinaria.

Batu tersebut menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung

kemih, sehingga aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan

menetes disertai dengan rasa nyeri.

Di negara berkembang batu buli-buli terbanyak ditemukan pada anak laki-

laki pre pubertas. Komponen yang terbanyak penyusun batu buli-buli adalah

garam calsium. Pada awalnya merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi

kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih besar. Kadangkala juga

merupakan batu yang mulitipel.

Gambar 3.1: Batu Buli

0
2.2 Anatomi dan Fisiologi

Vesika urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,

merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui

ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh

melalui mekanisme miksi. Vesika urinaria terletak di lantai pelvis, bersama-sama

dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi,bagian usus halus, serta

pembuluh pembuluh darah, limfatik dan saraf.4,5

Dalam keadaan kosong vesika urinaria berbentuk tetrahedral. Serta

mempunyai basis (fundus), puncak (apeks) dan tiga permukaan (superior dan

inferolateral dextra dan sinistra). Dasar (fundus) dari kandung kemih terdapat

muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut

trigonum vesikae dan terletak posteroinferior. Pada wanita berkaitan erat dengan

dinding vagina anterior, pada laki-laki berhubungan dengan rektum dan batas

bawah dibatasi oleh vesikel seminalis dan vas deferens di setiap sisi. Apex buli-

buli pada kedua jenis kelamin berhadapan langsung dengan simfisis pubis.

Permukaan superior pada laki-laki benar-benar tertutup oleh peritoneum dan pada

wanita permukaan superior sebagian besar tertutup oleh peritoneum, dan bagian

posteriornya berbatasan dengan uterus.

1
Gambar 3.2: Organ pelvis yang berkaitan dengan buli-buli (pada wanita dan pria).

Dinding vesika urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,

longitudinal, sirkular). Vesikae urinaria disuplai oleh a.vesikalis superior dan

inferior. Namun pada perempuan juga disuplai oleh a.vaginalis. 4,5 Sedangkan

persarafan pada vesika urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.

Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, dan n.splanchnicus lumbalis

L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4,

yang berperan sebagai sensorik dan motoric.2,5

Gambar 3.3: Anatomi Buli-buli

2
Vesika urinaria berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Proses berkemih

normal memerlukan koordinasi proses fisiologik berurutan yang dibagi menjadi 2

fase, yaitu fase penyimpanan dan fase pengosongan. Pada fase pengisian

(penyimpanan), akan timbul sensasi berkemih pertama kali yang biasanya timbul

pada saat volume vesika urinaria terisi antara 150-350 ml dari kapasitas normal

sekitar 300-600 ml. Pada keadaan ini, serabut aferen dari dinding vesika urinaria

menerima impuls regangan (stretch receptor) yang dibawa oleh N. pelvicus ke

corda spinalis S2-4 (Nucleus intermediolateralis cornu lateralis medulla

spinalis/NILCLMS S2-4) dan diteruskan sampai ke pusat saraf cortikal dan

subcortikal (ganglia basalis dan cerebellum) melalui tractus spinothalamicus.

Sinyal ini akan memberikan informasi kepada otak tentang volume urin dalam

vesika urinaria. Pusat subcortikal menyebabkan m. detrusor vesika urinaria

berelaksasi dan m. spinchter uretra interna berkontraksi akibat peningkatan

aktivitas saraf simpatis yang berasal dari NILCLMS Th 10-L2 yang dibawa oleh N.

hipogastricus sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami

desakan berkemih. Ketika pengisian vesika urinaria berlanjut, rasa pengembangan

vesika urinaria disadari, dan pusat cortical (pada lobus frontalis) bekerja

menghambat pengeluaran urin. 2,4,5

3
Gambar 3.4: Persarafan pada reflex miksi.5

Pada saat vesika urinaria terisi penuh dan timbul keinginan untuk

berkemih, dimulailah fase pengosongan, timbul stimulasi sistem parasimpatik

yang berasal dari NILCLMS S2-4 dan di bawa oleh N. eregentes, menyebabkan

kontraksi otot m. detrusor vesikae. Selain itu terjadi inhibisi sistem simpatis yang

menyebabkan relaksasi spinchter urethra interna. Miksi kemudian terjadi jika

terdapat relaksasi spinchter urethra externa akibat penurunan aktivitas serabut

saraf somatik yg dibawa oleh N. pudendus dan tekanan intra vesikal melebihi

tekanan intraurethral.4,5

2.3 Epidemiologi

Pada studi oleh Curhan et al., menunjukkan insiden 300 per 100.000

populasi pria, dan 100 per 100.000 populasi wanita. Di negara yang sedang

berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran

kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang

telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di

kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih

sangat jarang, misalnya suku bangsa di Afrika Selatan.2,6

4
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita 3:1. Puncak kejadian

di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12%untuk pria

dan 7% untuk wanita.8 Jenis batu yang paling sering ditemukan adalah kalsium

oksalat, kalsium fosfat, asam urat, struvit (magnesium ammonium fosfat), dan

sistin. Batu struvite berkaitan dengan infeksi saluran kemih oleh Proteus dan

Klebsiella. Batu asam urat berkaitan dengan hiperurikosuria pada pasien gout,

dehidrasi dan tingginya intak purin. Batu sistin berkaitan dengan gangguan

metabolism asam amino pada usus dan tubulus renalis proksimal. Pada pasien

yang menjalani terapi Indavir pada pasien HIV dapat ditemukan adanya batu

indavir.6,8

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi

atau terdapat benda asing di vesika urinari yang aktivitasnya sebagai inti batu.

Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra,

divertikel, dan gangguan neurogenik. Benda asing tersebut dibedakan menjadi

iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri dari bekas jahitan, balon

folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan karena iritasi balon kateter,

peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents. Non-iatrogenik disebabkan adanya

benda yang terkandung pada buli-buli. Selain itu batu vesika dapat berasal dari

batu ginjal atau batu ureter yang turun ke vesika yang banyak dijumpai pada anak-

anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare.

Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya batu. Inflamasi pada

vesika disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi.

5
Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan

batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan kalsium dan struvite.1,6,8

2.5 Faktor Resiko

 Faktor intrinsik

1. Herediter (keturunan)

Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diturunkan. Untuk jenis batu

umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki risiko

dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin

karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama

(misalnya, diet).7

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria,

insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk

wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada usia 50, sisa

yang relatif konstan selama beberapa decade berikutnya.7

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien

perempuan.6

 Faktor Ekstrinsik

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt

6
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai

penyakit batu saluran kemih.8

2. Iklim dan temperature

Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar

ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi

vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) sehingga insiden

batu saluran kemih akan meningkat.6,8

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.6

4. Diet

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih. Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan

terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan

asam urat dalam tubuh.8

5. Pekerjaan

Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang

aktifitas atau sedentary life.8

Beberapa faktor resiko terjadinya batu kandung kemih :

1) obstruksi infravesika

2) neurogenic bladder

3) infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria)

4) adanya benda asing

5) divertikel kandung kemih.

7
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa

daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemic

yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.

2.6. Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat

atau kalsium fosfat (75%), asam urat (7%), magnesium ammonium fosfat (15%,),

sistein (2%), xanthin, silikat dan senyawa lainnya (1%). Data mengenai

kandungan atau komposisi batu sangat penting untuk pencegahan timbulnya batu

yang residif.8

a. Batu Kalsium, merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu

sekitar 70- 80% dari seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya

adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor

terjadinya batu oksalat adalah sebagai berikut:

 Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang

melebihi 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbs

kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan

peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau tumor

paratiroid.

 Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi

45 gram/hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang

mengalami kelainan usus karena post operasi dan diet kaya oksalat,

misalnya teh, kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk,

sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau terutama bayam.

8
 Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin

melebihi 850mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin

bertindak sebagai inti batu terhadap pembentukan batu kalsium

oksalat. Sumber asam urat dalam urin berasal dari makanan yang

mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme

endogen.

 Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di

dalam urin sehingga kalsium tidak lagi terikat dengan oksalat

maupun fosfat, karenanya merupakan penghambat terjadinya batu

tersebut. Kalsium sitrat mudah larut sehingga hancur dan

dikeluarkan melalui urin.

 Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti

halnya sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah

inflamasi usus yang diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering

hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel

disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

b. Batu struvit, disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini

karena proses infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi yang

sebagian besar karena kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan

suasana basa yang mempermudah mengendapnya magnesium fosfat, ammonium,

karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,

Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphyilococcus.7,8

9
c. Batu asam urat, merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80%

adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam

oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien dengan gout, penyakit

mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker, dan banyak

menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan, peminum

alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu asam urat

adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air minum yang kurang

dan tingginya asam urat dalam darah.8

d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, batu silikat dan batu

indavir sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan

metabolisme yaitu kelainan absorbsi sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida

yang mengandung silikat berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat

memungkinkan terbentuknya batu silikat. Pada pasien yang menjalani terapi

Indavir pada pasien HIV dapat ditemukan adanya batu indavir.7,8

2.5 Patofisiologi

Batu pada vesika dapat berasal dari vesika urinaria sendiri (batu primer)

atau berasal dari ginjal, traktus urinarius bagian atas (batu sekunder). Pada

umumnya batu vesika terbentuk dalam vesika urinari, tetapi pada beberapa kasus

batu terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan

deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu vesika yang turun dari ginjal

pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat

dikeluarkan spontan melalui uretra.6

10
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada

tampat- tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu

pada sistem kalises ginjal atau vesika. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises

(stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada

hyperplasia prostate benigna, dan striktur merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang

tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam

urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap

terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi

membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan

menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun

ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu

membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran

kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan

pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat

saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh pH larutan,adanya koloid di

dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran

kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak

sebagai inti batu.2,3,8

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat

dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu

magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu

11
jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama,

tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis

batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk

dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine

bersifat basa. Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi

batu merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak

berlokasi di vesika. Batu yang terdiri dari kalsium oksalat biasanya berasal dari

ginjal. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika

umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu

yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika.6,8

2.7 Diagnosis

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan batu vesika kadang asimptomatik, tetapi gejala khas batu buli

adalah kencing lancar tiba-tiba terhenti dan menetes dengan disertai rasa sakit

yang menjalar ke ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki,

kemudian urine dapat keluar lagi pada perubahan posisi; perasaan tidak enak

sewaktu berkemih; gross hematuri terminal. Rasa sakit diperberat saat sedang

beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki

leher vesika. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menarik-

narik penis atau menggosok-gosok vulva, miksi mengedan sering diikuti defekasi

atau prolapsus ani. Jika terjadi infeksi ditemukan tanda cyistitis, kadang-kadang

terjadi hematuria. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak

penuh pada inspeksi, adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi atau teraba

12
adanya urin yang banyak (bulging), hanya pada batu yang besar dapat diraba

secara bimanual.2,3

b. Pemeriksaan Penunjang

 BNO

Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radio-opasitas

beberapa jenis batu saluran kemih:7,8

Gambar 3.5. : (A) Foto polos abdomen menunjukan adanya batu vesika.
(B) Batu vesika setelah diangkat.

 IVP

Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak

terlihat di BNO, menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi divertikel,

indentasi prostat.6,8

13
Gambar 3.6: Intravenous
Pyelograph post voiding menunjukkan adanya batu vesika

 USG

Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow),

hidronefrosis, pembesaran prostat.9

Gambar 3.7:. Ultrasonografi transvaginal (A) dan transabdominal (B)


menunjukkan batu vesika dengan gambaran echoic shadow (panah)9

 Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan kultur urin. Pemeriksaan ini sering

dilakukan karena cenderung tidak mahal dan hasilnya dapat memberikan

14
gambaran jenis batu dalam waktu singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli

berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat,

leukosit esterase, dan darah. Batu vesika sering menyebabkan disuria dan nyeri

hebat oleh karena itu banyak pasien yang sering mengurangi konsumsi air

sehingga urin akan pekat. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel

darah merah dan leukosit, dan adanya kristal yang menyusun batu vesika.

Pemeriksaan kultur juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasioal jika

dicurigai adanya infeksi.

2.8 Tatalaksana

a. Konservatif

Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena

diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan

disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat

mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik

mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan

pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur. Adanya batu struvite

menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotik.

Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila

diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti

Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan

kadar ammonium urin. Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai

batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam

yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin

15
menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas

natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut.

Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis

perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan

menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada

permukaan batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha

menurunkan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan

alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg

perhari, baik diberikan setelah makan.6,8

b. Litotripsi

Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi

dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.

Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis

melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau

elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL =

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa

perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh

dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping

dan keluar bersama kemih.6,8

c. Terapi pembedahan

Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang

kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus

memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu

16
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan

pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas kuran 3

cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau

sistolitotomi.

 Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya

batu ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk

membuatnya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli

dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi

mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan

laser.

 Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan

untuk dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneous

menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur

lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama

dengan tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh

debris pada batu.

 Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu

dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan

diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika

beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih

mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu

yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu

yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini

17
adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit,

lebih lama menggunakan kateter.6,8

2.10 Pencegahan

- Terapi medis/pembedahan terhadap kondisi yang dapat menyebabkan

gangguan pengosongan urin.

- Modifikasi diet dan terapi antibiotik terhadap komponen pembentuk batu.

- Hidrasi yang adekuat dapat memcegah pembentukan batu.8

18
BAB 4

DISKUSI

Seorang perempuan usia 62 tahun dengan keluhan nyeri saat buang air kecil yang

meningkat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut sudah dirasakan

sejak 2 tahun lalu. Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, terutama saat

pasien kencing. Rasa nyeri muncul di akhir kencing Pada anamnesis didapatkan

bahwa pasien juga mengeluh sulit kencing sejak 2 tahun terakhir. Pasien harus

mengubah posisi berkemih agar air kencingnya bisa keluar.. Pasien mengatakan

dirinya sering kencing bahkan sering terbangun pada malam hari sewaktu tidur .

Kencing mengejan, dan ada riwayat pemasangan kateter. Riwayat penurunan berat

badan, demam lama, nafsu makan menurun, dan nyeri pinggang disangkal . Pada

pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada saat dipalpasi di area suprapubik.

Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan pada batu buli

antara lain aliran kencing yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti

dan menetes disertai dengan nyeri karena adanya batu dapat menghalangi aliran

kemih akibat penutupan leher kandung kemih. Bila pada saat sakit tersebut

penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu

yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri,

sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik, atau nyeri alih pada

ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai, kaki. Pada pemeriksaan fisik

dapat ditemukan nyeri tekan suprapubik, buli yang terasa penuh dan distesi pada

saat dipalpasi. Pada pasien dengan riwayat neurogenic bladder dapat ditemukan

defisit neurologis.2,13
Nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli-

buli atau uretra disebut dengan disuria. Seringkali nyeri ini dirasakan paling sakit

di meatus uretra eksternus. Disuria yang terjadi pada awal miksi biasanya berasal

dari kelainan pada uretra, dan jika terjadi pada akhir miksi adalah kelainan pada

buli-buli.

Setiap hari, orang normal rata-rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali

dengan volume kurang lebih 300 m setiap miksi. Frekuensi atau polakisuria

adalah frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari, keadaan ini merupakan

keluhan yang paling sering dialami oleh pasien urologi. Frekuensi berkemih yang

dikeluhkan pasien bahkan bisa sangat sering, yakni kurang dari 2 jam sekali; dan

hal ini sangat mengganggu pasien. Polakisuria dapat disebabkan oleh produksi

urin yang berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli-buli yang menurun.

Pada penyakit diabetes melitus, diabetes insipidus, atau asupan cairan yang

berlebihan merupakan penyebab terjadinya poliuria; sedangkan menurunnya

kapasitas buli-buli dapat disebabkan karena adanya obstruksi intravesika,

menurunnya komplians buli-buli, buli-buli contracted, dan buli-buli yang

mengalami inflamasi/iritasi oleh benda asing di dalam lumen buli-buli.2

Berkemih lebih dari 1 kali pada malam hari di antara episode tidur disebut

dengan Nokturia. Pasien akan merasa tidak nyaman jika dalam semalam harus

bangun untuk miksi lebih dari sekali. Seperti pada polakisuria, pada nokturia

mungkin disebabkan karena produksi urin meningkat ataupun karena kapasitas

buli-buli yang menurun. Produksi urin meningkat pada orang yang mengonsumsi

banyak air sebelum tidur apalagi mengandung alkohol dan kopi, pada pasien gagal

jantung kongestif dan edem perifer karena berada pada posisi supinasi.2

20
Dari pemeriksaan foto abdomen, tidak ditemukan adanya urolitiasis

radioopaq, sehingga pasin dilanjutkan dengan pemeriksaan USG. Dari hasil

pemeriksaan USG ditemukan adanya masa dengan diameter ± 4 cm diserai

dengan penebalan dinding vesika urinaria. Pilihan pemeriksaan pencitraan

terhadap pasien batu buli adalah foto polos ginjal, ureter, dan vesica urinaria, yang

dapat menggambarkan batu radiopak. Batu asam urat murni dan ammonium urat

bersifat radiolusen tetapi dapat dilapisi oleh lapisan sedimen kalsium yang bersifat

radiopak.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah, didapatkan leukositosis. Dari

pemeriksaan urinalisa kimia urin didapatkan proteinuria. Dari pemeriksaan

sedimen urin didapatkan adanya eritrosit, leukosit, sel epitel dan bakteri.

Pemeriksaan ini menunjukan adanya proses inflamasi pada buli.

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dapat ditegakan diagnosis kerja

dysuria ec suspek batu buli. Dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien yaitu

BNO, USG, Laboratorium darah dan urinalisa sehingga dapat ditegakan diagnosis

utama yaitu vesikolitiasis dan diagnosis tambahan yaitu sistitis kronis.

Pasien direncanakan menjalani litotripsi. Indikasi operasi dari klinis pasien

dikarenakan dengan terapi konservatif tidak berhasil, ditemukan gejala-gejala

obstruksi dan dari pemeriksaan pencitraan ditemukan batu pada vesica urinaria

yang berukuran 4 cm, dan juga ditemukan tanda-tanda infeksi dari pemeriksaan

urinalisa.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Blasler, Joseph. Baldder Stones. [online]. 2012. [citied Maret 2018]. Diakses
dari : http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
2. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 3. Malang : Sagung Seto,
2011. 85-99.
3. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :3. Jakarta :
EGC. 2008. 872-879.
4. Saladin. Anatomy Physiology the Unity of Form and Function. Philladelpia:
McGrawhill. 2003. 879-908.
5. Waugh A, Grant A. Anatomy and Physiology in Health and Illnes. Churcill
Livingstone. London 2002. 339-358.
6. Schwartz BF. Stone of the Urethra, Prostate, Seminal Vesicle, Bladder, and
Encrusted Foreign Bodies dalam Stoller, ML : Urinary Stone Disease The
Practical Guide to Medical and Surgical Management. New Jersey: Humana
Press 2007.
7. Pearle, S, Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA :
Informa healthcare, 2009. 1-6
8. Stoller ML. Urinary Stone Disease dalam Tanagho EA: Smith’s General
Urology edisi 17. New York: McGraw-Hill Companies 2008.
9. Yang JM, Yang SH, Huang WC. Imaging Study in Female Voiding
Dysfunction (III): Giant Bladder Stone Caused Voiding Difficultiesincont
Pelvic Floor Dysfunct 2010; 4(1):26-27.

22

Anda mungkin juga menyukai