Anda di halaman 1dari 6

Pemodelan sebaran emisi PLTU Gresik menggunakan analisis Gaussian untuk mengevaluasi

dampak lingkungan di titik reseptor

Diken Yus Damara, Muhammad Dede Dermawan

Pencemaran udara merupakan salah satu dampak yang harus diwaspadai oleh Pembangkit
Listrik Gresik. Ada tidaknya pencemaran dapat dilihat dari kualitas udara ambien di sekitar lokasi
pabrik yang dipantau secara rutin setiap enam bulan sekali. Akan tetapi, data pemantauan tidak
representatif karena tidak ada data harian yang dilakukan. Oleh karena itu, pemodelan dispersi emisi
dapat dilakukan untuk mendapatkan kondisi udara ambien di sekitar lokasi pabrik. Dalam penelitian
ini pemodelan dilakukan dengan menggunakan Analisis Gaussian untuk HRSG chimney 3.1
Penyebab penyebaran emisi adalah stabilitas atmosfer, pengaruh topografi, dan temperatur
atmosfer.
Metode yang digunakan yaitu
 Kecepatan dan arah angin
 Penyebaran polutan bergantung pada angin rata-rata dan turbulans atmosfer. Analisis
kecepatan dan arah angin menggunakan software WR-Plot untuk menentukan kondisi
kelas atmosfer.
 Data kecepatan dan arah angin diambil dari Juli hingga September 2019 [BMKG].
 Analisa Gaussian

Dari metode tersebut, didapatkan hasil :


 Kategori stabilitas: C, dengan Kecepatan angin rata-rata: ± 6 m / s
 Dari analisis Gaussian, jarak dispersi adalah 2,6 km x 2 km dari titik sumber emisi dengan
tingkat ketelitian 100m.
Terlihat model ini dapat memperkirakan sebanyak mungkin. Ini akan memperkuat data
pemantauan udara ambien yang dilakukan per semester. Sedangkan data laboratorium belum
memadai untuk merepresentasikan kondisi nyata di masyarakat. Model tersebut dapat digunakan
sebagai alat untuk mengevaluasi kebijakan lingkungan. Disini menunjukkan bahwa emisi dari HRSG
3.1 menyebar di area wilayah sekitar PLTU dan Desa Pulopancikan berpengaruh nyata. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya zona merah pada hasil pemodelan dan konsentrasi pencemar NO2 yang
melebihi standar pemerintah. Jika terjadi secara terus menerus maka kawasan tersebut tidak sehat bagi
pekerja, masyarakat sekitar, dan keanekaragaman hayati.
Validasi model menunjukkan gap yang cukup signifikan karena ada beberapa parameter yang
mempengaruhi pengukuran seperti kondisi meteorologi, polusi kendaraan, dan aktivitas manusia.
Akibatnya, pemodelan seperti itu dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik sebelum digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan di PLTU Gresik.
Reduksi besi tua akibat peningkatan combustor di GTG 1.3 PLTGU Muara Karang

Fauzi Leilan, Tania Revina, Iman Dimassetya, Aulia Rahmanissa

Logam sebagai salah satu bahan yang paling banyak digunakan di industri memerlukan
pengelolaan yang baik agar tidak mencemari tanah. Limbah logam atau disebut juga besi tua dibuang
di tempat pembuangan barang bekas. Untuk mencegah penumpukan logam bekas di area halaman
skrap, penting untuk mengurangi pembentukannya. Apalagi jika prosedur lelang besi tua memakan
waktu lama. PLTGU Muara Karang telah mengupgrade GTG 1.3 menjadi Advanced Extendor
Combustion System pada Oktober 2016 untuk meningkatkan keunggulan operasionalnya.

Metode yang digunakan yaitu

1. Data Utama

2. Data Sekunder
Jenis perbaikan yang digunakan di PLTGU Muara Karang:
1. Inspeksi Pembakaran (CI) selama 9 hari
2. Inspeksi Hot Gas Path (HGPI) selama 21 hari
3. Inspeksi Mayor (MI) selama 45 hari)
Siklus inspeksi:
MI - CI - CI - HGPI - CI - CI – MI
3. Sistem Extendor adalah kombinasi dari lapisan tahan aus, bahan tahan aus, jarak
bebas yang ditingkatkan, dan beberapa perbaikan desain mekanis yang mengurangi
keausan komponen pembakaran.
Interval pemeliharaan diperpanjang hingga 32000 EOH, yang meningkatkan
ketersediaan hingga 4 tahun.
4. Bagian-bagian yang ditingkatkan dalam Advanced Extendor ini adalah lapisan
penghalang termal yang ditingkatkan, penggantian material, lapisan keausan,
pengerasan permukaan yang bersentuhan, pengurangan jarak bebas.

Dampak peningkatan turbin gas menjadi Sistem Pembakaran Ekstendor Tingkat Lanjut, tidak
hanya untuk efisiensi yang lebih baik dalam kinerja, tetapi juga memperpanjang interval perawatan
hingga 32.000 jam. Dengan memperpanjang interval perawatan, pemeriksaan pembakaran yang
biasanya dilakukan setiap 8000 jam bisa dihentikan. Total durasi perawatan yang dibutuhkan juga
berkurang dari 120 hari menjadi 66 hari dalam periode 8 tahun.
Data sebelum dan sesudah combustor ditingkatkan sebagai berikut :

Dari metode ini mengarah pada pengurangan limbah logam yang dihasilkan selama perawatan.
Dengan menghitung suku cadang yang perlu diganti dalam satu kali inspeksi pembakaran, potensi
pengurangan limbah logam adalah 2,26 ton. Selama periode 8 tahun, peningkatan combustor
membantu mengurangi timbulan limbah logam sekitar 75,02%
Paper 19

PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND MAINTENANCE (O&M) PLTU BATU


BARA DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN KEANDALAN DAN SISTEM DINAMIK

Salah satu faktor krusial dalam bisnis pembangkitan tenaga listrik adalah terkait Operation
and Maintenance (O&M). Paper ini bertujuan membangun Decission Support System (DSS)
menggunakan sistem dinamik untuk membantu pengambilan keputusan bagi manajemen, diantaranya
dalam pemilihan model O&M yang dipergunakan dalam mengelola aset pembangkit, khususnya
PLTU batu bara. Sasaran yang ingin dicapai adalah memaksimalkan Net Present Value (NPV) dan
tingkat ketersediaan (availability). Analisis reliability merupakan novelty (kebaruan) dari paper ini
yang memungkinkan decision support system (DSS) mendekati karakteristik operasional pembangkit
dalam konteks life cycle cost management.

Analisis biaya dibatasi pada fase Operation and Maintenance (O&M). Beberapa opsi O&M
yang disimulasikan adalah :

a. Seluruh aktivitas di O&M dikerjakan internal pemilik aset


b. Aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset manager dan asset operator
c. Aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset operator untuk seluruh aset pembangkit
d. Aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset operator hanya untuk balance of plant
(peralatan pendukung).

Kriteria keberterimaan dalam tesis ini menggunakan Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) dengan ketentuan :
 MAPE < 10% (sangat tepat)
 10% < MAPE < 20% (tepat)
 20% < MAPE < 50% (cukup tepat)
 MAPE > 50% (tidak tepat)
Uji validitas model ini memberikan MAPE 1.38% (NPHR), 2,45% (konsumsi batu bara),
dan 5,48% (EAF) sehingga dapat disimpulkan model valid dengan tingkat akurasi sangat tepat.

Pada kondisi availability pembangkit tidak dipengaruhi variasi metodologi O&M, opsi
mengalihdayakan O&M PLTU batu bara 600 MW dalam cakupan kewenanangan asset operator
memberikan NPV tertinggi (Rp. 5.196.048.498.688,00) untuk 10 tahun periode simulasi. Faktor
paling sensitif yang mempengaruhi pencapaian Net Present Value (NPV) dan ketersediaan (EAF)
adalah harga batu bara (62,36%). Untuk itu perlu dipikirkan mitigasi atas risiko kompetensi personil
dan keterlambatan birokrasi. Selain itu, manajemen juga harus fokus mendapatkan mitra alihdaya
yang menawarkan harga kompetitif tanpa mengabaikan kualitas karena sensitivitas parameter ini
terhadap NPV adalah 4,15%.

Anda mungkin juga menyukai