Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PBL SISTEM NEUROPSIKIATRI

MODUL IV

KELOMPOK 4
CEMPAKA PUTIH
Ketua : Faradillah Suryanda (2018730123)
Sekretaris : Thalia Nur Azizah (2018730143)
Anggie Kharissa Mihadie (2018730114)
Diana Salsabila Khoirunnisya Arrasuli (2018730119)
M Hanif Muhibat (2018730128)
Mutiara Annisya (2018730131)
Putri Zelba Aguines (2018730135)
Shafa Nabila Mumtaz (2018730139)
Witania Selini (2018730147)
Zeinadine Zakaria (2018730149)
TUTOR : dr. Rayhana, M.Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan PBL Sistem Neuropsikiatri
Modul IV.

Laporan PBL Sistem Neuropsikiatri Modul IV ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Jakarta, 24 Maret 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang perempuan 40 tahun datang ke puskesmas dengan jantung berdebardebar, disertai
rasa pusing, melayang, dan keluar keringat dingin di ujung tangan dan kaki, keluhan
dirasakan sepanjang hari sejak satu bulan yang lalu. Keluhan bertambah jika anak dan
suaminya belum pulang, sehingga pasien menelpon mereka berkali-kali.
1.2 Kata Sulit :
-
1.3 Kata Kunci :
1. Perempuan 40 tahun
2. K.U : jantung berdebar-debar, berkeringat dingin di ujung tangan dan kaki
3. Onset : terus menerus sejak satu bulan yang lalu
4. Pemberat : Jika suami dan anak belum pulang
1.4 Pertanyaan
1. Apa definisi, etiologi, dan tanda dan gejala dari cemas?
2. Apa patomekanisme dan faktor resiko dari cemas?
3. Apa Klasifikasi dari cemas?
4. Hubungan antara cemas dengan keluhan pasien?
5. Bagaimana alur diagnosis dari skenario?
6. Apa saja DD dari skenario?
7. Apa tatalaksana dari DD?
1.5 Mind Map
BAB II

PEMBAHASAN

1. Apa definisi, etiologi, dan tanda dan gejala dari cemas?


DEFINSI CEMAS
Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap
manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa
ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya
(Sutardjo Wiramihardja, 2005:66).
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu
tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang
sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung
dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi (Savitri Ramaiah, 2003:10).
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2007:73)
kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal
yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang
belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.
Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan,
apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam
kehidupannya.

ETIOLOGI CEMAS
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar
tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa atau situasi
khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah
(2003:11) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara
berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,
ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap
lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini,
terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat
lama.
c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya
kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa
kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan.
Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan beberapa
penyebab dari kecemasan yaitu :
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas
didalam pikiran
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai
gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan
apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan
kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan.
Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya.
Musfir Az-Zahrani (2005:511) menyebutkan faktor yang memepengaruhi adanya
kecemasan yaitu
a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan
pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua
terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada
anak saat berada didalam rumah
b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang
tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan
menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat
menyebabkan munculnya kecemasan.
Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan
sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat
menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban
Gaol, 2004: 24). Sedangkan Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :
a. Faktor fisik Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga
memudahkan timbulnya kecemasan.
b. Trauma atau konflik Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi
individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang
terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c. Lingkungan awal yang tidak baik. Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat
mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan
menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan

TANDA DAN GEJALA


Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman
terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala mengalami
kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa
gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang
mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi bagi individu yang mengidap penyakit
mental yang parah.
Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : jari tangan dingin, detak
jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur
tidak nyenyak, dada sesak.Gejala yang bersifat mental adalah : ketakutan merasa akan
ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram, ingin lari dari
kenyataan (Siti Sundari, 2004:62).
Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan
kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak menyenangkan. Gejala-gejala
kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing orang. Kaplan, Sadock, &
Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widury, 2007:74) menyebutkan bahwa takut dan cemas
merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut
muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak
menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal
dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi individu
Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam kepribadian
sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau keadaan yang benar-benar
ada. Kholil Lur Rochman, (2010:103) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari
kecemasan antara lain :
a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk
ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering
dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable, akan tetapi sering juga
dihinggapi depresi.
c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of persecution
(delusi yang dikejar-kejar).
d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak
berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.
e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan
jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.
Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene Beverly (2005:164) mengklasifikasikan
gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu :
a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak
berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah
marah atau tersinggung.
b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku menghindar, terguncang, melekat
dan dependen
c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan
ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang
menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi
masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.

2. Apa patomekanisme dan faktor resiko dari cemas?


Faktor risiko yang memengaruhi cemas :
a) Lingkungan
b) Emosi yang ditekan
c) Sebab-sebab fisik
d) Post Trauma
e) Penumpukan stress
f) Riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan
g) Obat-obatan atau alkohol
Stres oleh tubuh direspon dengan mengaktifkan sistem kardiorespirasi, sistem
locus ceruleus (LC/norepinephrin (NE), sistem metabolisme dan HPA axis.
Aktifnya hipotalamus–puitutary–adrenal axis (HPA), menimbulkan conditioning
stimuli pada alur limbic–hipotalamus–puitut- ary-adrenal Axis (LHPA axis), kemudian
merangsang hipotalamus dan menyebab- kan disekresinya hormon corticotrophin relesing
hormone (CRH), merangsang hipotalamus untuk sekresi ACTH(Adeno Cortico Trophin
Hormone). Peningkatan sekresi ACTH, menyebabkan meningkatnya sekresi, kortisol.
Hormon tersebut dikeluarkan untuk menjaga homeostatis dalam menghadapi stres, baik
fisik maupun psikologis.
Respon hormonal terhadap stres dianggap sebagai mekanisme pertahanan untuk
menjaga kehidupan selama terjadi stres, yang mengancam kehidupan. HPA axis memiliki
peran dalam menjaga kehidupan. Secara fisiologi stres mengaktifkan HPA axis dan system
saraf simpatis, corticotrophin-releasing hormone–corticotrophin-releasing factor (CRH-
CRF)
Ketika seseorang dalam keadaan stress dan tegang secara fisiologis akan
mengaktifkan Limbic Hipotalamus Puitutary Adrenal Axis (LHPA), kemudian
merangsang hipotalamus dan menyebabkan disekresinya hormon corticotrophin relesing
hormone (CRH). Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan produksi Sympathetic
Adrenal Medular axis (SAM), dengan adanya respon tersebut menyebabkan stimuli pada
alur Limbic Hipotalamus Puitutary Adrenal Axis (LHPA), kemudian merangsang
hipotalamus dan menyebabkan disekresinya hormon Corticotrophin Relesing Hormone
(CRH). Hal tersebut menyebabkan teraktivasinya Adeno Cortico Trophin Hormone
(ACTH) yang akan menstimuli produksi hormon kortisol dari korteks adrenal, selain itu
akan menyebabkan teraktivasinya neuron andrenergik dari Locus Ceruleus (LC), dimana
LC merupakan tempat diproduksinya NE yang kemudian akan mensekresikan epinephrine.
Sistem LC bertanggungjawab untuk merespon langsung terhadap stresor dengan “melawan
atau lari/fight or flight”
Hal tersebut menyebabkan peningkatan produksi ACTH dari kelenjar posterior dan
mengaktifkan neuron andrenergik dari locus caeruleas/norepinephrine (LC/ NE). Sistem
LC/NE bertanggungjawab untuk merespon langsung terhadap stre- sor dengan “melawan
atau lari/fight or flight), yang didorong oleh epinefrin dan norepinefrin, sedangkan ACTH
merang- sang disekresinya kortisol dari kortek adrenal (lihat Gambar 3). Peningkatan
sekresi kortisol memiliki efek metabolik dengan meningkatkan glukoneogensis,
meningkatkan memobilisasi lemak dan protein, serta menurunkan sensifitas in- sulin,
hormon pertumbuhan (GH-T3) dan menurunnya respon peradangan (Gulliams &
Edwards, 2010) (Gambar 3).

Menyebabkan beberapa perubahan fisiologis antara lain:

(a) memobilasi energi untuk mempertahankan fungsi otot dan otak


(b) meningkatkan responsibilitas/ketajaman/kepekaan tubuh terhadap ancaman atau
ketidaknyamanan

(c) meningkatkan kerja jantung, respirasi, distribusi aliran darah, meningkatkan subtract
dan suplai energi ke otot dan otak

(d) Perubahan sistem modulasi respon imun tubuh

(e) menghambat system fisiologi reproduksi dan perilaku seks

(f) menurunkan nafsu makan.


3. Apa Klasifikasi dari cemas?
A. GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA
Pemaparan pada suatu kejadian traumatik menyebabkan ketakutan ekstrem, kejadian
tersebut dialami orang yang bersangkutan menghindari stimuli yang diasosiasikan dengan
trauma dan memilki ketumpulan respontivitas. Simtom-simtom ketegangan berlebihan
seperti respons terkejut yang berlebihan dan durasinya lebih dari 1 bulan.
B. GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH
Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan kekhawatiran tersebut sulit untuk
dikendalikan. Pasien mengalami tiga atau lebih diantara hal-hal berikut: ketidaksabaran,
sangat mudah lelah, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung, ketegangan otot, gangguan
tidur.
C. GANGGUAN PANIK
Serangan panik berulang tanpa terduga sekurang-kurangnya selama satu bulan terdapat
kekhawatiran akan terjadinya serangan berikutnya atau kekhawatiran atas konsekuensi
yang diterima ketika serangan terjadi atau perubahan perilaku karena serangan yang
dialami
D. FOBIA
Ketakutan yang berlebihan, tidak beralasan, dan menetap yang dipicu oleh objek atau
situasi. Keterpaparan dengan pemicu menyebabkan kecemasan intens. Orang tersebut
menyadari bahwa ketakutannya tidak realistis. Objek atau situasi terebut dihindari atau
dihadapi dengan kecemasan intens.
E. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Obsesif, pikiran yang berulang dan menetap, impuls-impuls, atau dorongan-dorongan
yang menyebabkan kecemasan. Kompulsif perilaku dan tindakan mental repetitive yang
dilakukan seseorang untuk menghilangkan ketegangan.

4. Hubungan antara cemas dengan keluhan pasien?


5. Bagaimana alur diagnosis dari skenario?
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Melakukan pengamatan terhadapat aspek kualitas dan kuantitas aktivitas psikomotor
seperti adanya :
- Menerisme
- Kejang
- Perilaku stereotipik
- Ekopraksia
- Hiperaktivitas
- Agitasi
- Rigiditas
- Kegelisahan
- Telapak tangan basah
Perhatikan pula apakah adanya perlambatan psikomotor dan perlambatan dari pergerakan
tubuh secara umum atau aktivitas tanpa tujuan.
Pemeriksaan Status Mental
6. Apa saja DD dari skenario?
DD 1 : Gangguan Cemas Menyeluruh
Definisi.
Perasaan khawatir (cemas yg berat & menyeluruh & menetap (bertahan lama) & disertai
dengan gejala somatik (motorik & otonomik) yg menyebabkan gangguan fungsi sosial
dan fungsi pekerjaan atau perasaan nyeri hebat, perasaan tak enak.
Epidemiologi.
Prevalensi : 3% - 8% dari populasi umum, 50% penderita GAM juga mempunyai
gangguan mental lain.
Onset antara usia 20-30 tahun, ratio laki-laki :perempuan = 2 :1.
Kebanyakan pasien GAM pergi berobat pd dokter umum, internist, cardiologist,
pulmonolog, gastro-entrologist oleh karena gejala somatiknya.
Komorbiditas gangguan anxietas menyeluruh 90% memiliki setidaknya satu kali seumur
hidup mengalami gangguan ini, 66% memiliki gangguan saat Axis I lainnya
Manifestasi Klinis
- Kecemasan meningkat
- Hiperaktivitas autonom
- Adanya ketegangan motorik
- Peningkatan kewaspadaan kognitif
Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III.
Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjolpada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”.
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi,
dsb)
b. Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, janOveraktivitas otonomik
(kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan
kembung, pusing kepala, mulut kering, tung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan
kembung, pusing kepala, mulut kering, dsb).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic brulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama. Gangguan anxietas menyeluruh, selama hal
tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi (F32), gankap dari episode
depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panic (F41.0), gangguan obsesif
kompulsif (F42)
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis GAM adalah baik bila mendapat penatalaksanaan yang sesuai.
Sekitar 50% pasien mendapat perbaikan dalam 3 minggu pertama pengobatan dan sekitar
77% membaik dalam 9 bulan pengobatan.
KOMPLIKASI
25% pasien akan mengalami gangguan panik atau dapat mengalami gangguan depresi
mayor.

DD 2 : Gangguan Panik
DEFINISI:
Gangguan Panik adalah kecemasan yang ditandai serangan panik spontan dan dapat
berkaitan agorafobia (takut di ruang terbuka, di luar rumah sendirian atau dalam
keramaian) dan disertai dengan kecemasan antisipatorik.
Gangguan panik ditandai dengan adanya episode serangan cemas atau ketakutan yang
hebat secara tiba-tiba, mendadak dan terus menerus disertai perasaan akan datangnya
bahaya atau bencana, takut mati atau serangan jantung. Gangguan panik disebut juga
ansietas paroksismal episodik.
EPIDEMIOLOGI:
 2-3% dari populasi umum;
 5-10% dari pasien perawatan primer
 Onset remaja atau awal 20- an.
 Ratio Perempuan: laki-laki 2-3: 1.

KOMORBIDITAS GANGGUAN PANIK:


 50-60% mengalami depresi besar seumur hidup
 Sepertiga mengalami depresi suatu saat
 20-25% memiliki riwayat ketergantungan zat.

ETIOLOGI:
1. Faktor biologis
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak, pada otak terdapat beberapa neurotransmiter yang
mengalami gangguan fungsi, antara lain serotonin, GABA (Gama Amino Butiric Acid)
dan norepinefrin. Hal tersebut didukung dengan efektifnya penggunaan Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRIs) sebagai terapi pada penderita gangguan cemas, termasuk
gangguan panik. Beberapa teori patofisiologi terkait gangguan cemas meliputi: adanya
disregulasi pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer, peningkatan tonus simpatik
pada sistem otonomik, serta abnormalitas sistem neuroendokrin.
2. Faktor genetik
Pada keturunan pertama penderita dengan gangguan panik dengan agorafobia memiliki
risiko 4 sampai dengan 8 kali lipat untuk mengalami gangguan yang sama.
3. Faktor psikososial
Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa gangguan cemas, berhubungan
dengan pola asuh individu pada saat tumbuh kembangnya yang secara nirsadar
mengalami pengekangan agresivitas atau di represi dan suatu saat akan muncul dalam
bentuk adanya ancaman akan eksistensi keberadaannya, yang selanjutnya
termanifestasikan dalam bentuk kecemasan yang sangat kuat.

PATOFISIOLOGI:
DIAGNOSIS:
Diagnosis serangan panik menurut DSM IV adalah adanya salah satu periode ketakutan
sangat hebat atau kegelisahan dimana 4 atau lebih gejala-gejala dibawah ini dapat
ditemukan dan dalam kisaran waktu 10 hingga 30 menit yaitu:
1. Palpitasi, jantung terasa berat dan peningkatan denyut jantung
2. Keringat banyak
3. Menggigil atau gemetaran
4. Nafasnya pendek - pendek
5. Merasa tercekik atau sulit bernafas
6. Nyeri dada
7. Mual atau rasa tidak nyaman di perut
8. Merasa pusing, kepala terasa ringan atau nyeri
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Takut kehilangan kendali diri atau menjadi gila
11. Takut mati
12. Paresthesia
13. Merasa kedinginan atau merah kepanasan

Diagnosis gangguan panik menurut DSM IV adalah:


A. Harus ada 1 dari 2 kriteria dibawah ini
1. Adanya serangan panik yang tidak diharapkan secara berulang-ulang.
2. Paling sedikit satu serangan panik dalam jangka waktu 1 bulan atau lebih oleh satu atau
lebih keadaan-keadaan berikut:
a. Kekhawatiran yang terus menerus tentang kemungkinan akan mendapat serangan panik
b. Khawatir tentang implikasi daripada serangan panik atau akibatnya (misal: hilang kendali
diri, mendapat serangan jantung atau menjadi gila).
c. Adanya perubahan yang bermakna dalam perilaku sehubungan dengan adanya serangan
panic

B. Ada atau tidaknya agoraphobia


C. Serangan panik tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari satu zat (misal:
penyalahgunaan zat atau obatobatan) atau kondisi medis umum (hipertiroid)
D. Serangan panik tidak bisa dimasukkan pada gangguan mental emosional lain.
Kriteria gangguan panik menurut PPDGJ III:
 Gangguan panic ditegakkan jika tidak ada gangguan ansietas fobik
 Ditemukan beberapa serangan panic berat dalam waktu 1 bulan
 Tidak terbatas pada situasi yang diketahui atau dapat diduga sebelumnya
 Pada periode antara serangan panic dapat timbul ansietas antisipatori.

PROGONOSIS
Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun prognosis nya baik bila
pasien mendapat penatalaksanaan yang sesuai. Sebanyak 30-40% pasien dapat
mengalami kepulihan sempurna.
KOMPLIKASI
Sekitar 50% pasien berlanjut mengalami gejala panik yang derajatnya ringan yang tidak
mempengaruhi kehidupan sehari-hari pasien.

DD 3 : Ansietas Fobia
Definisi.
Ketakutan yg menetap hebat & irrasional terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi
spesifik yg menimbulkan suatu keinginan mendesak utk menghindari objek, aktivitas atau
situasi yg ditakuti. Rasa takut itu diketahui oleh individu sebagai suatu yg berlebih atau
secara proporsional tak masuk akal terhadap bahaya aktual dari objek, aktivitas atau
situasi itu.
Pedoman diagnostic Anxietas Fobik (F40,-) menurut PPDGJ III.
 Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu
itu sendiri) yang sebenarnya pada saat kejadian itu tidak membahayakan
Kondisi lain (dari individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya penyakit
(nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk badan (dismorfobia) yang tidak
realistic dimasukkan dalam klasifikasi F45.2 (gangguan hipokondrik)
 Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa
terancam.
 Secara subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbda dari
anxietas lainnya dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan panik)
 Anxiatas fobik sering kali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode
depresi sering kali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa episode depresi dapat disertai anxietas fobik yang temporer, sebaliknya afek
depresi seringkali menyertai berbagai fobia, khususnya agoraphobia. Pembuatan
diagnosis tergantung dari mana yang jelas-jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebh
dominan pada saat pemeriksaan.

Epidemiologi
 Prevalensi 2% dari populasi
 Ratio Wanita dengan laki-laki: 2: 1
 Onset rata-rata adalah 17 tahun
 30% dari orang dengan agoraphobia mengalami serangan panik atau gangguan panik
 Menganugerahkan risiko tinggi gangguan kecemasan lain, depresi dan gangguan
penggunaan zat
Klasifikasi Gangguan Fobik.
1. Gangguan agorafobi (F40.0)
2. Gangguan fobia social (F40.1)
3. Gangguan fobia khas (F40.2).
Agorafobia
Pedoman Diagnostik
Semua kriteria dbawah ini harus dipenuhi untuk diagnosa pasti :
(a) Gejala psikologik perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya
waham atau pikiran obsesif.
(b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutamaterjadi dalam hubungan dengan)
setidaknya dua dari situasi berikut : banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergian
keluar rumah, bepergian sendiri dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita
menjadi “house bound”
Ketakutan atau kecemasan selama lebih dari 6 bulan sekitar dua atau lebih dari 5 situasi
berikut
 Menggunakan transportasi umum
 Berada di ruang terbuka
 Berada di ruang tertutup
 Berada di tengah orang banyak
 Berada di luar rumah saja
 Ketakutan individu atau menghindari situasi ini karena melarikan diri mungkin akan
sulit atau bantuan mungkin tidak tersedia
 Situasi agoraphobic hampir selalu memprovokasi kecemasan
 Kecemasan adalah tidak sesuai dengan ancaman aktual yang ditimbulkan oleh situasi
 Situasi agoraphobic dihindari atau mengalami kecemasan intens
 Penghindaran, ketakutan atau kecemasan secara signifikan mengganggu rutinitas atau
fungsi mereka
Fobia Sosial
Rasa takut diperhatikan oleh orang lain dlm kelompok yg relatif kecil :
 makan di tempat umum
 berbicara di depan umum
 menghadapi jenis kelamin lain atau dapat bersifat difus.
 biasanya disertai harga diri rendah & takut di kritik.
Pedoman Diagnotik
 Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti :
(a) Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya
waham dan pikiran obsesif.
(b) Anxietas harus mendominasi atas terbatas pada situasi social tertentu (outside the
family circle) dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol.
 Bila terlalu sulit membedakan anxietas sosial dengan agoraphobia, hendaknya
diutamakan
diagnosis agoraphobia (F40.0).
Fobia Khas
Fobia terbatas pd objek / situasi yang sangat spesifik :
 binatang tertentu
 tempat tinggi
 petir
 ruang tertutup
 darah
 naik pesawat, dlli
Pedoman Diagnostik Fobia Khas (F40.2) Menurut PPDGJ III.
 Semua kriteria dibwah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
(a) Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya
waham dan pikiran obsesif.
(b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly specific
situations), dan
(c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
 Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain. Tidak seperti halnya
agoraphobia dan fobia social.
PROGNOSIS
Menurut National Institute of Mental Health, 75% orang dengan fobia spesifik dapat
mengatasi ketakutannya dengan terapi kognitif perilaku, dan 80% dengan fobia sosial
membaik dengan farmakoterapi,terapi kognitif perilaku, atau kombinasi.
Agrofobia dengan gangguan panik yang mendapat terapi 30% hingga 40% akan bebas
dari gejala untuk waktu yang lama, dan 50% masih ada gejala ringan yang secara
bermakna tidak menggangu aktivitas.
Hanya 10% hingga 20% yang tidak membaik.

KOMPLIKASI
- Dapat menjadi kronik
- Dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti depresi, penyalahgunaan
alkohol dan obat bila tidak mendapat terapi
- Dapat menyebabkan timbulnya berbagai gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan,
dan akademik.
- Dapat menyebabkan ketergantungan finansial pada orang lain.
7. Apa tatalaksana dari DD?
 Terapi Kognitif-Perilaku
• Mengenali gejala somatik secara langsung
• Pendekatan behavioral berupa relaksasi dan biofeedback
Terapi Suportif
• Reassurance, penggalian potensi, pendukungan ego untuk beradaptasi optimal
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
• Penyingkapan konflik bawah sadar
• Menilik egostrength
• Relasi objek dan keutuhan self pasien
Penatalaksanaan
70% respon terhadap pengobatan lebih baik
Pendidikan, jaminan, pengurangan kafein, alkohol, obat-obatan, stimulan Terapi kognitif-
perilaku
Farmakologik :
- Diazepam, Alprazolam (Xanax)
- Imipramin (Tofranil)
- Buspiran (Buspar)
- Obat- SSRI, Paroxetine,
- valproate, gabapentin
Psikoterapi :
- Terapi kognitif-behaviour
- efektif untuk gangguan panik
- koreksi keyakinan yang salah (kecenderungan mis-interpretasi sensasi-sensasi badan
sebagai
serangan panik atau kematian)
- menjelaskan bahwa serangan panik itu terbatas waktunya dan tidak mengancam
kehidupan
- relaksasi
- desensitisasi
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 1994. DSM-IV. Washington DC: American Psychiatric


Association.
DEPKES. RI. 2000. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III).
Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI.
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-3. Badan Penerbit FK
UI. Jakarta, 2017
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.02_.02-MENKES-73-
2015_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Jiwa_.pdf

Anda mungkin juga menyukai