Anda di halaman 1dari 12

Makalah Akhlak Bernegara

Di susun oleh :

Nama : Arisa Eva Ramadhani

NIM : 151200164

Kela : D

Prodi : Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Tahun Ajaran 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menutut manusia untuk
memahami akhlak secara essensial, dalam arti bahwa manusia memahami akhlak bukan
hanya sebagai sikap/perilaku saja. Melainkan, akhlak tersebut di implementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.

Dalam bahasan saya kali ini adalah akhlak bernegara, akhlah ini perlu untuk disadari oleh
kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan
negara kita. Bukan hanya Hal ini didorong dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi
kita, apabila tidak dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani
kehidupan kedepannya.

B.     Rumusan Masalah

1.    Apakah akhlak itu?

2.    Apakah musyawarah itu?

3.    Bagaimana menegakkan keadilan?

4.    Apa yang dimaksud amar ma’ruf nahi mungkar?

5.    Bagaimana hubungan pemimpin dengan yang dipimpin?

C.     Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian akhak.

2.      Untuk mengetahui pengertian musyawarah.

3.      Untuk mengetahui bagaimana cara menegakkan keadilan.

4.      Untuk mengetahui pengertian amar ma’ruf nahi mungkar.

5.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan pemimpin dan yang dipimpin.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akhlak

akhlak tersebut , Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari
bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Dari pengertian tersebut dapat
diambil kesimpulan , bahwa Akhlak merupakan sikap/tabiat dari seseorang. Dalam akhlak
bernegara , tentunya menggambarkan sikap seseorang terhadap bangsa dan negaranya , sikap
tersebut menunjukkan jati diri dari orang tersebut .

B.      Musyawarah

Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-
Qur'an, ia menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat
dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-
sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna
kecuali dengannya,ini disebutkan dalam surat khusus, yaitu surat as syuura, Allah
berfirman: (Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.) (QS. as
Syuura: 38)

Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah I menyuruh rasulnya


melakukannya, Allah berfirman: (Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu.) (QS. Ali Imran: 159).

Perintah Allah kepada rasulnya untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya setelah
tejadinya perang uhud dimana waktu itu Nabi telah bermusyawarah dengan mereka, beliau
mengalah pada pendapat mereka, dan ternyata hasilnya tidak menggembirakan, dimana umat
Islam menderita kehilangan tujuh puluh sahabat terbaik, di antaranya adalah Hamzah,
Mush'ab dan Sa'ad bin ar Rabi'. Namun demikian Allah menyuruh rasulnya untuk tetap
bermusyawarah dengan para sahabatnya, karena dalam musyawarah ada semua kebaikan,
walaupun terkadang hasilnya tidak menggembirakan.
1.      Musyawarah Rasulullah dengan para sahabatnya

Rasulullah  adalah orang yang suka bermusyawarah dengan para sahabatnya, bahkan beliau
adalah orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabat. Beliau bermusyawarah
dengan mereka di perang badar, bermusyawarah dengan mereka di perang uhud,
bermusyawarah dengan mereka di perang khandak, beliau mengalah dan mengambil
pendapat para pemuda untuk membiasakan mereka bermusyawarah dan berani
menyampaikan pendapat dengan bebas sebagaimana di perang uhud. Beliau bermusyawarah
dengan para sahabatnya di perang khandak, beliau pernah berniat hendak melakukan
perdamaian dengan suku ghatafan dengan imbalan sepertiga hasil buah madinah agar mereka
tidak berkomplot dengan Quraisy. Tatkala utusan anshar menolak, belia menerima penolakan
mereka dan mengambil pendapat mereka. Di Hudaibiyah Rasulullah  bermusyawarah dengan
ummu Salamah ketika para sahabatnya tidak mau bertahallul dari ihram, dimana beliau
masuk menemui ummu Salamah, beliau berkata, "manusia telah binasa, aku menyuruh
mereka namun mereka tidak ta'at kepadaku, mereka merasa berat untuk segera bertahallul
dari umrah yang telah mereka persiapkan sebelumnya," kemudian ummu Salamah
mengusulkan agar beliau bertahallul dan keluar kepada mereka, dan beliau pun melaksanakan
usulannya. Begitu melihat Rasulullah bertahallul, mereka langsung segera berebut mengikuti
beliau.

Rasulullah  telah merumuskan musyawarah dalam masyarakat muslim dengan perkataan dan


perbuatan, dan para sahabat dan tabi'in para pendahulu umat ini mengikuti petunjuk beliau,
sehingga musyawarah sudah menjadi salah satu ciri khas dalam masyarakat muslim dalam
setiap masa dan tempat.

2.      Musyawarah fleksibel

Dalam masyarakat muslim seorang penguasa dalam melaksanakan tugas kenegaraan harus
berkonsultasi dengan para ulama, orang-orang yang berpengalaman, dan bisa juga ia
membentuk majlis syura, yang tugasnya mempelajari, meneliti, dan menyampaikan pendapat
dalam hal-hal yang dibolehkan berijtihad oleh syari'at. Ini semua dalam rangka mengikuti apa
yang telah dilakukan oleh Rasulullah r, dimana ketika orang-orang bijak yang mewakili
rakyat di madinah, ketika mereka berkumpul di sekitar beliau dan mereka semua adalah
sahabat, Rasulullah bermusyawarah dengan mereka tentang hal-hal yang tidak ada wahyu dan
nash, memberikan kebebasan kepada mereka untuk berbicara dan berbuat dalam urusan
keduniaan; karena mereka lebih pengalaman dahal hal ini, dan arti (keduniaan) di sini adalah
tidak berkaitan dengan hukum syari'at atau masyarakat, akan tetapi bekaitan dengan
pengalaman ilmiah, seperti seni berperang, menggarap tanah, memelihara buah-buahan dan
seterusnya, di zaman kita sekarang ini bisa kita namakan, murni urusan keilmuan, dan urusan
praktek amaliah, Rasulullah memberikan kebebasan kepada mereka untuk berbuat dalam hal-
hal ini dengan mengatakan: "kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian."

Islam mengakui prinsip musyawarah dan mengharuskan penguasa melaksanakannya, ia


melarang sikap otoriter dan diktator, menyerahkan kepada manusia untuk menentukan
bagaimana cara melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dan
memperhatikan perubahan situasi dan kondisi, oleh karena itu musyawarah bisa dilakukan
dengan berbagai macam bentuk dan berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi,
yang penting pelaksanaan pemerintahan dimulai dari pemilihan presiden kemudian membuat
garis-garis besar haluan negara, dengan menyertakan rakyat dan seluruh umat atau yang
mewakili mereka, yaitu yang dinamakan ahlul halli wal aqdi, dimana kekuasaan pemerintah
dibatasi oleh dua hal, yaitu syari'at dan musyawarah, yakni dengan hukum Allah dan
pendapat umat.

Ini merupakan fleksibelitas dalam mengaplikasikan musyawarah dalam masyarakat muslim,


dan inilah bidang bagi para mujtahid, orang-orang yang punya ilmu dan pengalaman dalam
membuat undang-undang Islam, yang menghalangi penyimpangan para penguasa dan
keberanian para tiran dalam melanggar hak Allah dalam kedaulatannya, dan hak manusia
dalam menghambakan diri pada-Nya.

Penjamin utama dalam merealisasikan ini semua adalah kesadaran rakyat terhadap wajibnya
melaksanakan hukum Allah, dan hanya menghambakan diri padaNya, dengan menjauhkan
diri dari pengagungan atau pengkultusan terhadap golongan atau individu dalam bentuk
pemimpin atau raja atau pahlawan, karena ini semua bertentangan dengan akidah tauhid, dan
merupakan bahaya yang sangat besar apabila masyarakat sampai kepada pengkultusan ini
dimana seseorang merasa hina di hadapan pemimpin yang cerdas, atau penguasa satu-
satunya, atau raja yang mulia, atau partai yang berkuasa, dan lain sebagainya dari bentuk-
bentuk berhala yang menyerupai syi'ar ibadah, dan menjatuhkan manusia kepada kesyirikan
baik mereka meyadari atau tidak, dan ini semua tidak boleh terjadi dalam masyarakat muslim
yang disinari oleh petunjuk al-Qur'an dan hadits.
C.     Menegakkan Keadilan

Al-Quran memerintahkan kita supaya berlaku adil dalam mengucapkan kata-kata terhadap
siapa pun. dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil(Q.S.6: 152). Apa
yang dimaksud dengan keadilan kata-kata?

Keadilan kata-kata, kata Khalid Muhammad Khalid, bererti jangan hendaknya kata-katamu


sampai menyakiti hati tanpa memperdulikan siapakah orangnya; walupun kata-kata itu benar
dan nyata sebagaimana halnya cacat dan keganjilan yang terdapat pada diri seseorang, maka
kata-kata yang demikian itu bererti memperkosa keadilan dan berusaha menyingkirkan
keadilan. (Khalid, 1984: 155)

Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi, Bagaimana kiranya kalau yang saya
katakan itu memang benar-benar ada padanya?. Beliau menjawab: Kalau memang benar
bererti engkau mengumpat; bila tidak, maka engkau berdusta. (Muslim) Dalam kesempatan
lain Rasul memperingatkan bahawa, Orang muslim itu ialah orang yang selamat kaum
muslimin daripada kejahatan lidahnya dan tangannya. (Muttafaqun alaih). Menyakiti orang
lain dengan tangan adalah perbuatan aniaya, begitu juga menyakiti orang lain dengan lidah,
-itu pun perbuatan zalim. Ini melanggar prinsif keadilan. Itulah sebabnya Rasul melarang
membicarakan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan seseorang, walaupun apa yang kita
perkatakan itu benar-benar ada dan terdapat padanya, yang dalam istilah agama
disebut ghibah (mengumpat). Tentu saja dalam hal ini ada pengecualian; Misalnya
menjelaskan ciri-ciri seseorang kepada orang yang belum kenal dan belum pernah berjumpa
dengannya, atau menyebut keburukan seseorang kerana untuk mengambil pelajaran (Itibar)
daripadanya, atau untuk memberikan kesaksian dimuka mahkamah, dan sebagainya. (An-
Nawawi,II: 413). Ini dibolehkan dalam agama; kerana yang demikian itu memang sudah pada
tempatnya pula kita melakukannya dan itu pun termasuk juga kedalam adil. Bukankah adil
itu meletakkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana didefinisikan orang?

Ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Daud as. untuk memutuskan perkara diantara
manusia, Ia berkata: Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah (Q.S.38: 26).
Didalam ayat itu ada dua hal yang mesti diperhatikan: pertama, mengambil keputusan hukum
dengan adil; dan kedua, jangan mengikuti hawa nafsu. Ini diperingatkan oleh Allah swt ,
kerana seringkali penguasa memerintah dan menetapkan hukum atas dasar seleranya peribadi
(hawa nafsu), sehingga menimbulkan ketidakadilan.

Sebenarnya ayat diatas tidak menyebut istilah adil, melainkan al-haq yang lebih sering
diterjemahkan dengan kebenaran (fahkum baynan-Nasi bil-haq). Tetapi yang dimaksud
dengan al-haq  -dalam konteks hukum- memang adil itu. Itulah sebabnya Team
Penterjemah Al-Quran dan Terjemahannya serta mufassir lain, menafsirkan al-haq tadi
dengan adil. Jadi, keadilah hukum itu adalahmengikuti dan menetapkan perkara dengan
kebenaran. Adil dalam ayat tersebut (atau al-haq) dipertentangkan dengan hawa nafsu;
maka tindakan tidak adil itu adalah tindakan yang mengikuti hawa nafsu. Dalam bahasa
ilmiah sekarang, hawa nafsu itu adalah egoisme, kepentingan peribadi atau golongan, atau
subyektivisme.(Rahardjo, 1994:23).

Bila untuk standar keadilan hukum Allah swt.  menggunakan kata al-haq (kebenaran), maka
untuk standar keadilan kata-kata Allah menggunakan istilah Qawlan Sadidan, sebagaimana
yang terdapat pada ayat: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah qawlan sadidan, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.(Q.S.33:70-71).

Apa arti Qawlan Sadidan? Al-Quran dan Terjemahannya menafsirkan dengan perkataan yang


benar. Ini sejalan dengan Dr. Taqi-ud-Din Al-Hilali dan Dr. Muhammad Muhsin Khan, dari
Islamic University Al-Madinah Al-Munawwarah, yang menterje-mahkannya kedalam Bahasa
Inggeris sebagai the truth. Sedangkan  Ibnu Katsir menjelaskan makna qawlan sadidan itu
dengan: ay mustaqman l Iwijja fhi wal inhirf (iaitu perkataan yang lurus, tidak berbelit-belit,
dan tidak ada padanya penyelewengan makna).

Jika pada ayat diatas kita diperintahkan supaya mengucapkan qawlan sadidan, maka pada
ayat lain kita dilarang mengatakan Qawlaz-Zur. maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang
najis itu dan jauhilah qawlaz-Zur.(Q.S.22:30). Qawlaz-Zur olehAl-Quran dan
Terjemahannya ditafsirkan dengan perkataan-perkataan dusta, atau lying speech seperti yang
diterjemahkan oleh Al-Hilali dan Khan. Dr. Muhammmad Hasan Al-Himshi menjelaskan
maksud Qawlaz-zur itu sebagai qawlal-bathili wal-kazibi al-qobih(perkataan yang bathil dan
bohong lagi keji). Maka Qawlan Sadidan bertentangan dengan Qawlaz-Zur.
Al-Qur'an mengatakan bahwa berbicara yang benar, menyampaikan pesan-pesan yang benar
adalah prasyarat untuk kebaikan (kemashlahatan) amal perbuatan dan perilaku kita di dunia
ini. Kalau kita ingin menjadi orang yang baik, maka perbaikilah lebih dahulu kata-kata yang
kita ucapkan, berbicaralah dengan benar dan jujur. Bila kita ingin memperbaiki masyarakat,
kita harus menyampaikan pesan yang benar. Dengan perkataan lain, masyarakat akan
menjadi rosak bila pesan komunikasi tidak benar, bila orang menyembunyikan kebenaran,
bila orang menebar fitnah, dan bila orang tidak lagi memperhatikan moral dalam berbicara,
dan sebagainya.

D.    Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

1.      Al-Ma’ruf merupakan ismun jami’ (kata benda yang mencakup) tentang segala sesuatu
yang dicintai ALLAH SWT baik perkataan, perbuatan yang lahir maupun batin yang
mencakup niat, ibadah, struktur, hukum dan akhlaq. Dan disebut ma’ruf karena fitrah yang
masih lurus dan akal yang sehat mengenalnya dan menjadi saksi kebaikannya. Dan makna
amar ma’ruf adalah berdakwah untuk melaksanakannya dan mendatanginya dengan
disemangati.

2.      Al-Munkar adalah ismun jami’ yang mencakup segala sesuatu yang dibenci Allah dan
tidak diridhai-NYA, baik berupa perkataan, perbuatan yang lahir maupun yang batin,
termasuk di dalamnya syirik, penyakit-penyakit hati, menyia-nyiakan ibadah, perbuatan yang
keji, dll. Dan disebut munkar karena fitrah yang lurus dan akal sehat mengingkarinya,
bersaksi atas keburukannya, bahayanya dan kerusakannya. Dan makna nahi munkar adalah
mencegah manusia dari mendatangi dan melakukannya dengan menjauhkan darinya
menghal-halangi darinya dan memotong sebab ke arahnya.

3.      Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Hukumnya adalah wajib, berdasarkan dalil-dalil berikut :

      Ada Perintah yang Tegas baik Secara Tersurat maupun Tersirat

Adapun perintah yang tegas dan tersurat adalah firman ALLAH SWT: “Maka hendaklah ada
diantara kalian satu kelompok yang mengajak pada kebaikan dan memerintahkan yang
ma’ruf serta mencegah dari kemungkaran, maka mereka itulah orang-orang yang
berbahagia.” Para mufassir menyatakan bahwa kata min dalam ayat itu bukan bermakna li
tab’id (menunjukkan sebagian) melainkan bermakna lit tabyin/lil bayan
(memperkuat/menjelaskan), hal-hal ini diperkuat dengan akhir ayat yang menegaskan bahwa
yang berbahagia adalah yang melakukannya. Juga hadits nabi SAW: “Barangsiapa yang
melihat kemungkaran di antara kalian maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya,
dan apabila tidak mampu maka hendaklah diubahnya dengan lisannya dan jika ia tidak
mampu maka hendaklah diubahnya dengan hatinya, tetapi itu adalah selemah-lemah iman.”
Komentar nabi SAW pada orang yang hanya mampu melakukannya dengan hati sebagai itu
adalah selemah-lemah iman merupakan penguat kedua akan wajibnya amar ma’ruf nahi
munkar.

Adapun perintah yang jelas namun tersirat ada pada firman Allah SWT: “Kalian adalah
ummat terbaik yang dilahirkan manusia karena memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar dan beriman kepada Allah.” Penyebutan amar ma’ruf nahi munkar sebelum
beriman pada Allah menunjukkan urgensinya. Dalam hadits nabi SAW disebutkan:
“Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran lalu ia tidak mengubahnya maka
hampir-hampir saja Allah mengazab mereka semua.”

      Karena Risalah Nabi SAW Merupakan Nabi dan Rasul Terakhir

Artinya bahwa risalah nabi SAW merupakan risalah yang terakhir dan mencakup seluruh
alam ini sampai hari Kiamat, sehingga semua manusia terkena hukum tersebut dan wajib
mengamalkannya. Oleh karenanya diperlukan penjelasan tentang apa-apa yang telah
ditunjukkan oleh risalah tersebut tentang hal-hal-hal-hal yang baik dan ancaman dari hal-hal
yang buruk sampai hari Kiamat kelak.

      Secara Umum Berdasarkan Kaidah Saling Tolong-menolong

Secara umum berdasarkan kaidah saling mendukung, saling membantu di antara anggota
masyarakat, maka wajib bagi setiap anggotanya berusaha untuk kemaslahatan dirinya dan
kemaslahatan orang-orang lainnya, serta berusaha sungguh-sungguh untuk mencegah
keburukan baik yang akan menimpa dirinya ataupun orang lain. Maka amar ma’ruf nahi
munkar merupakan 2 cara untuk menjaga kewajiban tersebut, oleh karenanya maka keduanya
menjadi wajib juga berdasarkan kaidah ushul fiqh apa-apa yang tidak akan sempurna suatu
kewajiban kecuali dengannya maka ia menjadi wajib pula.
E.     Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin

Allah Pemimpin orang-orang yang beriman;Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada
cahaya.Dan oarang-orang yang kafir,pemimpin-pemimpin mereka adalah thaghut,yang
mengeluarkan meraka dari cahaya kepada kegelapan.Mereka itu adalah penghuni
neraka.Mereka kekal didalamnya." (Q.S..AL-Baqarah 2:257).

Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat di atas adalah simbol dari segala bentuk


kekufuran,kemusyrikan,kefasikan dan kemaksiatan.Atau dalam bahasa sekarang azh-
zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan ajaran
islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme, hedonisme dan
lain sebagainya. Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan,keimana,ketaatan dan
segala kebaikan lainnya. At-thaghut adalah segala sesuatu yang di sembah (dipertuhan) selain
dari AllahSWT dan dia suka di perlakukan sebagai Tuhan tersebut.Menurut sayyid
Qutub, Thaghut adalah sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah di
gariskan oleh Allah SWT untu hamba-Nya.Dia bisa berbentuk pandangan hidup,peradaban
dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.

Secara operasioanla kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh rasulullah saw,dan
sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman.Hal itu
dinyatakan di dalam Al-Qur'an:"Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah,Rasul-
Nya,dan orang-orang yang beriman,yaitu yang mendirikan shalat dan menunaikan
zakat,seraya mereka tunduk (kepada Allah)." (QS.Al-Maidah 5:55).

1.      Kriteria Pemimpin

Pemimpin umat atau dalam ayat diatas disitilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain
(QS.AN-Nisa'4:59) disebut dengan ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah saw
setelah beliau meninggal dunia.Sebagai Nabi dan rasul,Nabi Muhammad saw tidak bisa
digantikan,tapisebagai kepala negara,pemimpin,ulil amri tugas beliau dapat digantikan.
Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55 di
atas.

 
    # Beriman kepada Allah SWT

Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan rasulullah saw,sedangkan Rasulullah sendiri
pelaksana kepemimpinan Allah SWT,maka tentu saja yang pertama sekali harus dimiliki oleh
penerus kepemimpinan beliau adalah keimanan (kepada Allah,Rasul,dan rukun iman yang
lainnya).Tanpa keimanan kepada Allah dan rasul-Nya bagaimana mungkin dia dapat
diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah di atas permukaan bumi ini.

    #  Mendirikan Shalat

Shalat adalah ibadah vertikal lansung kepada Allah SWT.Seorang pemimpin yang
mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertikal yang baik denga Allah
SWT.Diharapkan nilai-nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat di dalam shalat dapat
tercermin dalam kepemimpinannya.Misalnya nilai kejujuran .

     # Membayar Zakat

Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian
sosial.Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati dan
hartanya.Dia tidak akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal.Dan lebih
dari pada itu dia memiliki kepedulian sosial yang tinngi terhadap kaum dhu'afa dan
mustadh'afin.

      #Selalu Tunduk patuh Terhadap Allah SWT

Pemimpin itu haruslah orang-orang yang selalu ruku' (wa hum raki'un) .Ruku' adalah simbol
kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan rasul-Nya yangsecara konkret dimanefestasikan
dengan menjadi seorang muslim yangkafah(total),baik dalam aspek aqidah,ibadah,akhlaq
maupun mu'amalat.Aqidahnya benar (bertauhid secara murni dengan segala
konsekuensinya,bebas dai segala bentukkemusyrikan), ibadahnya tertib dan sesuai tuntunan
Nabi,akhlaqnya terpuji (shidiq,amanah,adil,istiqamah dan sifat-sifat mulia lainnya) dan
mu'amalatnya (dalam seluruh aspek kehidupan) tidak bertentangan dengan syariat Islam.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Islam mengakui
prinsip musyawarah dan mengharuskan penguasa melaksanakannya, ia melarang sikap
otoriter dan diktator, menyerahkan kepada manusia untuk menentukan bagaimana cara
melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dan memperhatikan perubahan
situasi dan kondisi, oleh karena itu musyawarah bisa dilakukan dengan berbagai macam
bentuk dan berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi, yang penting pelaksanaan
pemerintahan dimulai dari pemilihan presiden kemudian membuat garis-garis besar haluan
negara, dengan menyertakan rakyat dan seluruh umat atau yang mewakili mereka, yaitu yang
dinamakan ahlul halli wal aqdi, dimana kekuasaan pemerintah dibatasi oleh dua hal, yaitu
syari'at dan musyawarah, yakni dengan hukum Allah dan pendapat umat.

Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55 di
atas.

1.      Beriman kepada Allah SWT

2.      Mendirikan Shalat

3.       membayar Zakat

4.      Selalu Tunduk patuh Terhadap Allah SWT

B.     Saran

Melihat pemerintahan sekarang yang sepertinya tidak memiliki akhlak yang disebutkan
dalam makalah ini seharusnya kita sebagai masyarakat sebelum memilih calon pemimpin
melihat dulu sikap dan akhlaknya jangan memilih karena sogokan atau karena ada hal lain
yang merugikan Negara nantinya.

Anda mungkin juga menyukai