Anda di halaman 1dari 18

2.

4 Alat perbaikan Kualitas


2.4.1 Seven Tools
Seven tools merupakan alat penguji kualitas dasar yang dapat membantu
organisasi atau perusahaan dalam memecahkan masalah dan perbaikan proses,
karena seven tools sangat diperlukan bagi setiap organisasi untuk berkembang
menuju puncak keunggulan. Konsep seven tools berasal dari Kaoru Ishikawa
bahwa 95% masalah terkait kualitas dapat diselesaikan dengan alat dasar ini .

Menurut Momon (2011), adapun langkah-langkah teknik seven tools,


antara lain yaitu:
1. Check sheet
Digunakan untuk mempermudah dalam pengumpulan dan meringkas data.
Check Sheet merupakan salah satu metoda untuk memperoleh data yang
berbentuk daftar. Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan
sederhana, sehingga menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi
dalam pengumpulan data tersebut. Umumnya check sheet berisi pernyataan-
pernyataan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pencatat cukup memberikan
tanda kolom yang tersedia dan memberikan keterangan seperlunya.

Check Sheet Produk Rusak

2. Histogram
Histogram digunakan untuk membantu dalam menentukan variasi
distribusi atau frekuensi dari suatu pengukuran, dan memperlihatkan
karakteristik dari data yang dibagi menjadi kelas-kelas. Histogram dibagi
menjadi dua sumbu yakni sumbu y memperlihatkan frekuensi data dari setiap
kelas, sedangkan sumbu x menunjukan jenis produk rusak.

Histogram
3. Stratifikasi
Digunakan untuk memperlihatkan permasalahan berdasarkan kelompok.
Stratifikasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menguraikan dan
mengklasifikasikan data menjadi beberapa kelompok sejenis yang lebih kecil
sehingga menjadi jelas dan dapat dianalisa lebih lanjut.

Stratifikasi produk rusak

4. Diagram Pareto
Digunakan untuk menunjukkan permasalahan berdasarkan urutan
banyaknya kejadian. Diagram pareto juga bertujuan untuk memperjelas faktor
yang paling penting atau yang paling besar dari beberapa faktor yang ada.
Diagram pareto juga dapat digunakan untuk menentukan critical to quality
dan selanjutnya dilakukan pengukuran menggunakan peta kendali yang
menghitung batas bawah dan batas atas yang bertujuan untuk mengetahui
apakah perlu atau tidaknya dilakukan proses perbaikan.

Diagram pareto

5. Fishbone diagram
Bertujuan untuk mencari akar penyebab permasalahan yang terjadi baik
penyebab utama maupun akar masalah dari penyebab utama tersebut Diagram
tebar, digunakan untuk menguji kekuatan hubungan antara dua variabel.

Fishbone diagram
6. Scatter diagram
Scatter diagram atau dalam istilah lain dinamakan dengan diagram pencar
menunjukkan hubungan dari suatu penyebab terhadap akibat atau kedekatan
dari dua data. Pada permasalahan ini, dua data yang dicari kedekatan
hubungannya yaitu antara jumlah produk pengiriman dan jumlah produk
rusak.

Scatter diagram
7. Peta control
Digunakan untuk mengendalikan proses. Peta kontrol atau yang biasa
disebut Control chart merupakan alat untuk mengevaluasi suatu proses,
apakah dalam keadaan terkendali atau tidak. Untuk mengetahui terkendali
atau tidak, penelitian ini menggunakan peta kendali P yang bertujuan untuk
mengetahui apakah produk yang mengalami kecacatan masih dalam batas
yang disyaratkan atau tidak.
Grafik peta kendali P produk rusak
(Somadi, 2020).

2.4.2 New Seven Tools


Menurut nurul dan fajar (2020) new seven tools of quality merupakan
alat bantu yang digunakan untuk mengolah data verbal atau kualitatif yang
penerapannya dititikberatkan pada perencanaan yang meliputi :
a. Affinity diagram
Affinity diagram digunakan untuk mengumpulkan dan mengorganisir
sejumlah fakta, opini, dan ide. Selain itu juga memacu kreativitas yang
mendorong pengungkapan batas fakta dan opini serta kondisi yang ada melalui
pengelompokkan elemen-elemen informasi tersebut sesuai dengan kesamaan dan
pertaliannya
b. Interrelationship Diagram
Interrelationship Diagram atau disebut juga diagram hubungan
merupakan alat yang digunakan untuk menemukan pemecahan masalah yang
memiliki hubungan kausal yang kompleks. Hal ini membantu untuk
menguraikan dan menemukan hubungan logis yang saling terkait antara sebab
dan akibat.

c. Tree Diagram
Tree Diagram atau disebut juga diagram Pohon adalah teknik yang
digunakan untuk memetakan lengkap jalur dan tugas-tugas yang perlu dilakukan
dalam rangka mencapai tujuan utama dan tujuan sub terkait. Diagram ini
mengungkapkan secara sederhana besarnya masalah dan membantu untuk
sampai pada metode-metode yang harus dikejar untuk mencapai hasil

d. Matrix Diagram
Diagram Matriks menunjukkan hubungan antara dua, tiga, atau empat
kelompok informasi. Terdiri dari sejumlah kolom dan baris untuk mengetahui
sifat dan kekuatan dari masalah. Ini akan membantu kita untuk sampai pada ide
utama dan menganalisis hubungan atau tidak adanya di persimpangan dan
menemukan cara yang efektif untuk mengejar metode pemecahan masalah

e. Activity Network Diagram


Diagram ini digunakan untuk merencanakan atau menjadwalkan proyek.
Dengan activity network diagram dapat dilakukan analisis terhadap jadwal waktu
penyelesaian proyek, masalah yang timbul jika terjadi keterlambatan, probability
penyelesaian proyek, dan biaya yang diperlukan untuk mempercepat
penyelesaian proyek.

f. Process Decision Program Chart (PDPC)


Process Decision Program Chart Method merupakan metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang berpotensi muncul dan
mengidentifikasi tindakan pencegahan dalam suatu rencana

g. Analisis Diagram Matriks


Analisis diagram matriks adalah diagram analisis data numerik berbentuk
matriks yang menghasilkan komponen utama pengganti variabel yang
berpengaruh pada suatu masalah. Analisis data matriks juga dapat mengatasi
kesulitan atau kelemahan regresi multi variabel melalui penggunaan komputer
Analisa diagram matriks digunakan untuk menyusun data yang disajikan dalam
diagram matriks.
2.6 Kategori Cost Of Quality

2.6.1 Cost Of Good Quality (Pembagian Kategorinya, beserta contoh biaya)

Biaya produk gagal (cost of poor quality) adalah biaya yang dikeluarkan oleh suatu organisasi
karena terjadi kegiatan produk gagal. Definisi mengenai kegiatan yang berhubungan dengan
mutu juga menjelaskan empat kategori biaya mutu (Hansen dan Mowen, 1997:8):

1. Biaya pencegahan (prevention cost). Biaya pencegahan terjadi untuk mencegah mutu yang
jelek pada produk atau jasa yang akan dihasilkan. Apabila biaya pencegahan meningkat, maka
biaya produk gagal diharapkan turun. Contoh dari biaya pencegahan adalah biaya untuk tenaga
ahli mutu, program pelatihan mutu, perencanaan mutu, pelaporan mutu, pemilihan dan evaluasi
pemasok, audit mutu, siklus mutu, uji lapangan, dan peninjauan desain

2. Biaya penilaian (appraisal costs). Biaya penilaian terjadi untuk menentukan apakah produk
dan jasa telah sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan pelanggan. Contoh biaya ini termasuk
biaya pemeriksaan dan pengujian bahan baku, pemeriksaan kemasan, kegiatan penilaian
pengawasan, penilaian produk, penilaian proses, pengukuran (pemeriksaan dan pengujian)
peralatan, dan pengesahan. Penilaian produk menyertakan sampel dari barang jadi untuk
menentukan apakah produk memenuhi standar mutu yang bisa diterima; bila memenuhi, produk
diterima. Penilaian proses melibatkan sampel barang dalam proses untuk mengetahui apakah
proses berada dalam kendali dan memproduksi barang tanpa cacat; bila tidak, proses dihentikan
dan menunggu sampai tindakan perbaikan dilakukan. Tujuan utama dari fungsi penilaian adalah
untuk mencegah terkirimnya barang cacat ke pelanggan.

2.6.2 Cost Of poor Quality (Pembagian Kategorinya, beserta contoh biaya)

Menurut Gryna (2001:20), cost of poor quality mencakup:

A. Internal failure costs

Internal failure costs adalah biaya yang dikeluarkan akibat ketidakmampuan memenuhi
persyaratan atau kebutuhan customer dan biaya yang dikeluarkan akibat proses yang tidak
efisien. Terjadi sebelum produk atau layanan dikirimkan ke customer. Berikut ini adalah contoh
internal failure cost (www.hazairindarmis.com, 2008):

a. Ketidakmampuan memenuhi persyaratan atau kebutuhan customer


• Scrap (biaya akibat defect material produk).
• Rework (biaya akibat perbaikan dari defect produk atau kekurangan dalam pelayanan).
• Lost information (biaya untuk mendapatkan kembali informasi yang seharusnya sudah
disediakan).
• Failure analysis (biaya untuk analisa ketidaksesuaian produk atau layanan untuk
mencari akar masalahnya). • Scrap and rework - supplier (biaya akibat ketidaksesuaian
produk dan biaya untuk perbaikan supplier).
• Inspeksi penyortiran 100% (biaya untuk menemukan produk defect dalam lot yang
dicurigai).
• Reinspection atau retest (biaya untuk pengujian atau pengecekan ulang dari produk
yang di-rework atau diperbaiki).
• Changing processes (biaya akibat perubahan proses untuk perbaikan ketidaksesuaian).
• Redesign of hardware (biaya untuk perubahan design hardware akibat perbaikan
ketidaksesuaian). Jurnal Riset Akuntansi Vol.III No.2 Oktober 2011
• Redesign of software (biaya untuk perubahan design software akibat perbaikan
ketidaksesuaian).
• Scrapping of obsolete product (biaya untuk penggantian produk).
• Scrap in support operation (biaya akibat defect pada operasi pendukung).
• Rework in internal support operation (biaya akibat rework pada operasi pendukung).
• Downgrading (biaya untuk penurunan harga akibat kualitas produk yang jelek).

b. Proses yang tidak efisien


• Variability of product characteristics (biaya akibat variasi produk).
• Unplanned downtime of equipment (biaya akibat berkurangnya kapasitas dikarenakan
ketidaksesuaian).
• Inventory shrinkage (biaya akibat perbedaan antara jumlah aktual dan catatan
inventory).
• Variation of process characteristics from “best practice” (biaya akibat variasi proses
cycle time).
• Non-value-added activities (biaya akibat proses yang berlebihan, pengecekan untuk
sortir).

B. External failure costs


External failure costs adalah biaya ketidaksesuaian produk atau layanan setelah customer
menerima produk. Termasuk biaya yang diakibatkan hilangnya kesempatan penjualan
(www.hazairindarmis.com, 2008). Berikut ini adalah contoh external failure cost
(www.hazairindarmis.com, 2008):

a. Ketidakmampuan memenuhi persyaratan atau kebutuhan customer


• Warranty charges (biaya untuk penggantian atau perbaikan produk dalam masa
garansi).
• Complaint adjustments (biaya untuk investigasi masalah untuk defect produk yang
dikomplain).
• Returned material (biaya untuk penerimaan dan penggantian produk defect dari
market).
• Allowances (biaya akibat konsesi harga dikarenakan produk tidak dapat memenuhi
persyaratan customer).
• Penalties due to poor quality (biaya akibat terkena pinalti-pembayaran invoice ditunda).
• Rework on support operation (biaya akibat gagal melakukan penagihanpiutang dari
beberapa customers).

c. Hilangnya kesempatan untuk menjual


• Customer defection (biaya akibat hilangnya keuntungan pada potential customer
dikarenakan masalah defect atau kualitas yang rendah).
• New Customers Lost because of lack of capability, yaitu biaya akibat hilangnya
keuntungan pada potential new customer dikarenakan ketidakmampuan memenuhi
persyaratan customer (Gryna 2001:20-22).

(Kusmariyati, dkk. 2011)


Adapun klasifikasi Cost of Poor Quality mencakup:
a. Internal Failure Costs
Internal Failure Costs adalah biaya yang dikeluarkan akibat ketidakmampuan
memenuhi persyaratan atau kebutuhan customer dan biaya yang dikeluarkan akibat
proses yang tidak efisien. Terjadi sebelum produk atau layanan dikirimkan ke
customer. Berikut ini adalah contoh Internal Failure Cost:
1) Ketidakmampuan memenuhi persyaratan atau kebutuhan customer a)
a)Scrap (biaya akibat defect material produk).
b) Rework (biaya akibat perbaikan dari defect produk atau
kekurangan dalam pelayanan).
c) Lost information (biaya untuk mendapatkan kembali informasi yang
seharusnya sudah disediakan).
d) Failure analysis (biaya untuk analisa ketidaksesuaian produk atau layanan
untuk mencari akar masalahnya).
e) Scrap and rework - supplier (biaya akibat ketidaksesuaian produk dan biaya
untuk perbaikan supplier).
f) Inspeksi penyortiran 100% (biaya untuk menemukan produk defect dalam lot
yang dicurigai).
g) Reinspection atau retest (biaya untuk pengujian atau pengecekan ulang dari
produk yang di-rework atau diperbaiki).
h) Changing processes (biaya akibat perubahan proses untuk perbaikan
ketidaksesuaian).
i) Redesign of hardware (biaya untuk perubahan design hardware akibat
perbaikan ketidaksesuaian).
2) Proses yang tidak efisien
a) Variability of product characteristics (biaya akibat variasi produk).
b) Unplanned downtime of equipment (biaya akibat berkurangnya kapasitas
dikarenakan ketidaksesuaian).
c) Inventory shrinkage (biaya akibat perbedaan antara jumlah aktual dan catatan
inventory).
d) Variation of process characteristics from “best practice” (biaya akibat variasi
proses cycle time).
e) Non-value-added activities (biaya akibat proses yang berlebihan, pengecekan
untuk sortir).
b. External Failure Costs
External Failure Costs adalah biaya ketidaksesuaian produk atau layanan setelah
customer menerima produk. Termasuk biaya yang diakibatkan hilangnya kesempatan
penjualan). Berikut ini adalah contoh External Failure Cost:
1) Ketidakmampuan memenuhi persyaratan atau kebutuhan customer
a) Warranty charges (biaya untuk penggantian atau perbaikan produk dalam
masa garansi).
b) Complaint adjustments (biaya untuk investigasi masalah untuk defect produk
yang dikomplain).
c) Returned material (biaya untuk penerimaan dan penggantian produk defect
dari market).
d) Allowances (biaya akibat konsesi harga dikarenakan produk tidak dapat
memenuhi persyaratan customer).
e) Penalties due to poor quality (biaya akibat terkena pinalti-pembayaran invoice
ditunda).
f) Rework on support operation (biaya akibat gagal melakukan penagihan
piutang dari beberapa customers).
2) Hilangnya kesempatan untuk menjual
a) Customer defection (biaya akibat hilangnya keuntungan pada potential
customer dikarenakan masalah defect atau kualitas yang rendah).
b) New Customers Lost because of lack of capability, yaitu biaya akibat hilangnya
keuntungan pada potential new customer dikarenakan ketidakmampuan
memenuhi persyaratan customer.
(Gryna, 2001).
Daftar Pustaka

Nurul Dan Fajar .2020. ” Pengendalian Kualitas Produk Mebel Dengan Pendekatan Metode
New Seven Tools” Jurnal. Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Maarif
Hasyim Latif, Sidoarjo, Indonesia. Volume 4, Nomor 1
Kusmariyati, N, Dkk, 2011. Analisis Cost Of Poor Quality Sebagai Alat Penilaian Kegiatan
Perbaikan Kualitas (Studi Kasus Pada PT. Garuda Budiono Putra Tegal). Jurnal Riset
Akuntansi Vol.III No.2. Universitas Kristen Maranatha

Somadi., Priambodo., Okarini. 2020. Evaluasi Kerusakan Barang dalam Proses Pengiriman
dengan Menggunakan Metode Seven Tools. Jurnal INTECH Teknik Industri
Universitas Serang Raya Vol 6 No 1

Anda mungkin juga menyukai