Anda di halaman 1dari 21

Memahami Beberapa Bab Pokok

HUKUM ADMINISTRASI
Dr. SADJIJONO, SH., M.Hum.
Bab I
PENDAHULUAN
Hukum administrasi merupakan salah satu instrumen dari negara hukum, dikemukakan
oleh J. Sthal, bahwa salah satu unsur negara hukum, yakni adanya peradilan administrasi. (4).
Hkm Adm merupakan salah satu unsur dari negara hukum.
Definisi hukum administrasi dari Davis yang mengemukakan, bahwa “administrative law
is the law concerning the powers and procedure of administrative agencies, including the law
governing judicial review of adminitrative action”. (hukum administrasi adalah hukum yang
mengatur tentang prosedur dan kewenangan para pejabat administratif, mencakup hukum yang
mengatur banding administrasi atas putusan pengadilan). (5-6).
A. Peristilahan
Undang-undang No. 5 Tahun 1986 ditetapkan sebagai Undang-undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. (11). UU/5/1986 sebagai UU PTUN
Keluarnya Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang dirubah dengan Undang-undang No.
9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang juga disebut sebagai peradilan
administrasi tersebut, memunculkan konsep, bahwa istilah hukum tata usaha negara dimaknai
sama dan sebagai padanan kata dengan “hukum administrasi”. Dengan demikian berbicara
tentang hukum administrasi disamakan dengan berbicara tentang hukum tata usaha negara. (12-
13). UU No. 9/2004 tentang PTUN pengganti UU/5/1986 sebagai UU PTUN memunculkan
konsep bahwa hukum tata usaha negara sepadan dengan kata hukum administrasi.
B. Definisi dan Ruang Lingkup Hukum Administrasi
Van Wijk/Konijnenbelt mendefinisikan “administratief recht, bestuursrecht” semuanya
bersangkut paut dengan “administrare” dengan “besturen”.
P. de Haan cs. mendefinisikan hukum administrasi memenuhi tiga fungsi: norma,
instrumen, jaminan. (16). Tiga fungsi hukum administrasi
Bahwa hukum administrasi adalah seperangkat norma (aturan) yang bersifat khusus yang
mengatur tentang kekuasaan pemerintah (eksekutif) dalam menjalankan kewenangannya. (17).
Definisi hukum administrasi.
Beranjak dari definisi tersebut dapat ditelaah, bahwa hukum administrasi, meliputi:
a. mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat;
b. mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan
pengendalian tersebut;

1
c. perlindungan hukum (rechtsbescherming);
d. Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik.
(18)
Ruang lingkup hukum administrasi.
Singkat kata hukum administrasi merupakan pembatasan kebebasan pemerintah. Dengan
demikian dapat dipetakan unsur-unsur utama hukum administrasi, antara lain: (1) hukum
mengenai kekuasaan memerintah; (2) hukum mengenai peranserta masyarakat dalam
pelaksanaan pemerintah; (3) hukum mengenai organisasi pemerintahan; dan (4) hukum
mengenai perlindungan hukum bagi rakyat. (21). Unsur-unsur hukum administrasi.
C. Kedudukan dan Fungsi Hukum Administrasi.
1. Kedudukan Hukum Aministrasi
2. Fungsi Hukum Administrasi.
Fungsi hukum administrasi menurut konsep P. de Haan cs., memiliki tiga fungsi, antara
lain:
a. Fungsi normatif (normative functie) yang meliputi fungsi organisasi (pemerintah) dan
instrumen pemerintahan.
b. Fungsi instrumental (instrumentele functie), yang meliputi fungsi instrumental aktif
dan fungsi instrumental pasif. Fungsi instrumental aktif dalam bentuk kewenangan
dan fungsi instrumental pasif dalam bentuk kebijaksanaan (beleid). Fungsi
instrumental ini diarahkan pada pencapaian tujuan pemerintahan, sehingga
mengandung asas efesiensi (daya guna) dan asas efektifitas (hasil guna);
c. Fungsi jaminan (waarborgfunctie) yang meliputi tiga jenis jaminan, yaitu:
1) Jaminan pemerintahan, yang menyangkut tentang aspek doelmatige dan
democratie, antara lain: keterbukaan (openbaarheid), inspraak dan berbagai
mekanisme pengawasan (controll);
2) Perlindungan hukum (rechtsbescherming);
3) Ganti rugi (de schadevergoeding). (26-27)
Tiga fungsi hukum administrasi

Hakekat dan inti dari hukum administrasi tersebut adalah: 1) memungkinkan administrasi
(negara) untuk menjalankan fungsinya; 2) melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi
(negara) dan juga melindungi administrasi (negara) itu sendiri. (27). Hakekat dan inti hukum
administrasi.
D. Konsep Dasar dan Perbedaan Ilmu Pemerintahan, Ilmu Administrasi Negara dan Hukum
Administrasi.
1. Konsep Dasar
Meriam Budiardjo dan Maswadi Rauf mengatakan, bahwa ilmu Pemerintahan
menggabungkan aspek-aspek administrasi negara dengan pendekatan formal terhadap studi
tentang pemerintahan dan lebih mementingkan masalah-masalah praktis dalam pemerintahan.
Konsep dasar : masalah-masalah praktis dalam pemerintahan.

2
U. Rosenthal mengemukakan Ilmu Pemerintahan dalam kepustakaan Belanda “Ilmu
Pemerintahan adalah ilmu yang secara otonom yang mempelajari bekerjanya struktur-struktur
dan proses-proses pemerintahan umum baik internal maupun eksternal”. Struktur dan proses
pemerintahan umum adalah struktur dan proses yang di dalamnya terlihat kebijaksanaan dan
keputusan yang mengikat untuk dan atas nama kehidupan bersama. (290). Konsep dasar : Ilmu
pemerintahan = mempelajari struktur, proses kebijaksanaan dan keputusan yang mengikat
pemerintahan.
Afan Gafar, Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu yang mempelajari proses politik (alokasi
otoritatif nilai-nilai di dalam sebuah masyarakat) dalam penyelenggaraan pemerintahan sebuah
negara. (29-30). Konsep dasar Administrasi = Wewenang pengalokasian nilai.
2. Perbedaan Mendasar Ilmu Pemerintahan, Ilmu Administrasi Negara dan Hukum
Administrasi
Di dalam ilmu administrasi negara, “administrasi’ adalah aparatur penyelenggara dan
aktivitas-aktivitas penyelenggara kebijaksanaan-kebijaksanaan, tugas-tugas, kehendak-kehendak
dan tujuan-tujuan pemerintah. Ilmu administrasi negara memandang terhadap undang-undang,
peraturan-peraturan pemerintah, sebagai bentuk-bentuk perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan
atau kehendak-kehendak negara yang harus dijunjung tinggi atau diselenggarakan. Kajian
pemerintahan identik dengan kajian kebijakan publik dan ilmu pemerintahan identik dengan ilmu
kebijakan. (32-33). Perbedaan ilmu administrasi dengan ilmu penerintahan.
Dari sudut pandang Hukum Administrasi, bahwa peraturan perundang-undangan, sebagai
sumber hukum, sebagai manifestasi-manifestasi daripada hukum, sebagai produk-produk hukum
atau dengan singkat sebagai hukum. Hukum administrasi sebagai hukum
Ditinjau dari obyek dan isinya, hukum administrasi merupakan bagian dari hukum
publik, dan sebagai peraturan-peraturan dari hukum publik yang berkenaan dengan pemerintahan
umum. Hukum administrasi memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara
bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya, sehingga dapat dikatakan hukum
administrasi berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan. (33).
Definisi dan Hukum administrasi bagian dari hukum publik.
Jabatan pemerintahan inilah yang menjadi obyek kajian dari hukum administrasi. Hukum
administrasi mengatur wewenang, tugas, fungsi dan tingkah laku para pejabat administrasi. (34).
Objek kajian hukum administrasi.
E. Hubungan Hukum Administrasi dan Hukum Tata Negara
Hukum tata negara dan hukum administrasi memuat aturan-aturan yang menguasai
jalannya lingkaran politik dan pemerintahan, jadi aturan-aturan mengenai organisasi
pemerintahan, mengenai alat-alatnya, pengendalian, tentang dipengaruhinya pihak penguasa oleh
masyarakat umum dan perlindungan hakim. Dengan demikian hukum tata negara terdiri dari
aturan-aturan mendasar dari tata tertib negara, yakni lebih banyak berkaitan dengan proses
politik dalam masyarakat hukum tertentu dan organisasinya, hukum administrasi lebih banyak
berurusan dengan pelaksanaan pembentukan aspirasi politik, jadi lebih banyak dengan proses

3
pemerintahan dan organisasinya. (35-36). Hubungan hukum tata negara dengan hukum
administrasi.
Hukum tata negara memberi tugas dan wewenang, jabatan pada badan pemerintahan
(administrasi), sedangkan hukum administrasi mengatur tugas dan wewenang, fungsi, jabatan
badan pemerintahan ketika dijalankan. Tugas dan wewenang secara organisatoris yang diperoleh
dari hukum tata negara akan dijalankan, maka hukum administrasi mengaturnya. Oleh karena itu,
hukum administrasi merupakan tindak lanjut dari hukum tata negara. (36). Hubungan hukum tata
negara dengan hukum administrasi.
Kranenburg, kita tidak mungkin mempelajari hukum administrasi tanpa didahului
(dengan pelajaran) hukum tata negara).
“Hukum tata negara” sebagai suatu gabungan peraturan-peraturan yang mengadakan
badan-badan (kenegaraan), yang memberi kekuasaan kepada badan-badan tersebut, yang
membagi pekerjaan pemerintah serta membagi pekerjaan itu pada badan yang tinggi dan rendah.
(37). Tugas hukum tata negara.
Hukum Tata Negara fokus kajiannya, meliputi:
a. Jabatan-jabatan apa yang ada dalam susunan suatu negara;
b. Siapakah yang mengadakan jabatan-jabatan itu;
c. Cara bagaimanakah jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat;
d. Fungsi jabatan-jabatan;
e. Kekuasaan hukum jabatan-jabatan itu;
f. Hubungan antar masing-masing jabatan; dan
g. Dalam batas-batas manakah organisasi kenegarraan dapat melakukan tugasnya.
Fokus kajian hukum tata negara.
Hukum Administrasi, obbyek kajiannya meliputi:
a. Jabatan pemerintahan;
b. Sifat jabatan pemerintahan;
c. Akibat tindakan jabatan;
d. Kedudukan hukum jabatan;
e. Kekuasaan hukum (tugas dan wewenang) jabatan;
f. Pengisian jabatan;
g. Pembatasan jabatan;
h. Instrumen pengatur jabatan;
i. Landasan yuridis kewenangan jabatan. (38)
Fokus kajian hukum administrasi.
Bagir Manan lebih sederhana dalam memetakannya, yakni secara keilmuan hukum yang
mengatur tingkah laku negara atau alat perlengkapan negara dimasukan ke dalam kelompok
hukum tata negara, sedangkan hukum yang mengatur tingkah laku pemerintah masuk ke dalam
kelompok hukum administrasi. (39). Perbedaan antara hukum tata negara dengan hukum
administrasi.

4
Bab II
HAKEKAT, FUNGSI DAN WEWENANG PEMERINTAH
A. Hakekat Pemerintahan.
B. Fungsi Pemerintahan.
Fungsi pemerintahan yang lain:
a. Fungsi pengaturan, yang lazimnya dikenal sebagai fungsi regulasi dengan segala
bentuknya, dimaksudkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi yang tepat
sehingga menjadi kondusif bagi berlangsungnya berbagai aktifitas, selain terciptanya
tatanan sosial yang baik diberbagai kehidupan masyarakat;
b. Fungsi pelayanan, akan membuahkan keadilan dalam masyarakat;
c. Fungsi pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat dan pembangunan
terciptanya kemakmuran dalam masyarakat.(46-47). Fungsi pemerintahan.
Teori Residu, bahwa fungsi pemerintahan menjalankan fungsi di luar (sisa) dari fungsi
membuat perundang-undangan dan fungsi mengadili. (47). Teori Residu tentang fungsi
pemerintahan.
Di sisi lain S. Prajudi Atmosudirdjo, mengatakan jika dilihat dari sudut hukum saja, maka
fungsi administrasi sebagai fungsi hukum terdiri atas :
a. Peraturan administrasi: penetapan peraturan-peraturan administrasi, berupa peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, dan sebagainya yang bersifat
administratif, artinya berupa interpretasi penjabaran, petunjuk atau instruksi
pelaksanaan undang-undang;
b. Tata pemerintahan, penggunaan kekuasaan yuridis formal negara terhadap orang-
orang penduduk negara dan segala apa yang terdapat dalam wilayah negara di dalam
menegakkan pemerintahan negara secara nyata; penggunaan kekuasaan ini adalah
untuk menjalankan dan mencapai secara yuridis, segala apa yang menjadi fungsi,
tugas, kewajiban atau tujuan daripada negara dalam mengurusi kehidupan
masyarakat;
c. Kepolisian administrasi, penegakan hukum secara langsung, yakni pengawasan dan
pemeliharaan ketertiban serta keamanan terhadap pelaksanaan hukum yang bersifat
pembinaan dan pendidikan masyarakat;
d. Penyelesaian perselisihan secara administratif, yakni penyelesaian perkara-perkara
atau persengketaan-persengketaan yang tidak dapat diselesaikan oleh Pengadilan
Yustisi, yaitu perkara-perkara “administrasi”. (47-48). Fungsi administrasi sebagai
fungsi hukum.
Di dalam negara kesejahteraan (welfare state) konsep dasar penyelenggaraan
pemerintahan tertuju pada terwujudnya kesejahteraan umum, karena itu fungsi pemerintahan
dapat dipetakan, meliputi:
a. Fungsi perencanaan (planning);
5
b. Fungsi pengaturan (regelin);
c. Fungsi tata pemerintahan (bestuur);
d. Fungsi kepolisian (police);
e. Fungsi penyelesaian perselisihan secara administratif (administratieve rechtspleging);
f. Fungsi tata-usaha yang dilakukan oleh kantor pemerintahan dan sebagainya;
g. Fungsi pelayanan (public service);
h. Fungsi pemberdayaan dan pembangunan;
i. Fungsi penyelenggaraan usaha-usaha negara yang dilakukan oleh dinas-dinas,
lembaga-lembaga dan perusahaan-perusahaan negara;
j. Fungsi keuangan;
k. Fungsi hubungan luar negeri;
l. Fungsi pertahanan dan keamanan;
m. Fungsimenyelenggarakan kesejahteraan umum;
n. Fungsi kewarganegaraan (burgers). (48-49)
Cakupan fungsi pemerintahan.
C. Wewenang Pemerintah.
1. Konsep Dasar Wewenang.
Pemerintahan (administrasi) baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang
yang diperolehnya, artinya keabsahan tindak pemerintahan atas dasar wewenang yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan (legalitiet beginselen). Istilah wewenang sebenarnya tidak
dapat disejajarkan dan disamakan dengan istilah bevoedheid dalah kepustakaan hukum belanda.
Berdasarkan karakternya bevoegdheid digunakan dalam konsep hukum publik dan konsep
hukum privat, sedangkan wewenang hanya berlaku dalam konsep publik saja. (49). Wewenang
menjalankan pemerintahan.
Wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik,
atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang
berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Definisi wewenang.
Wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi,
sebab mengandung hak dan kewajiban, artinya hanya tindakan yang sah (berdasarkan
wewenang) yang mendapat kekuasaan hukum. “Sah”, adalah pendapat atau pernyataan tentang
sesuatu tindak pemerintah, sedangkan “kekuasaan hukum”, adalah sesuatu yang mengenai
kerjanya (lingkungan dan pengaruhnya). Suatu tindak pemerintahan sah, bilamana dapat diterima
sebagai suatu bagian dari ketertiban hukum, dan suatu tindak pemerintah mempunyai kekuasaan
hukum bilamana dapat mempengaruhi pergaulan hukum. Definisi wewenang dan hubungannya
dengan kekuasaan hukum.
a. Kekuasaan hukum formil (formele rechtskracht), adalah pengaruh yang timbul akibat
adanya keputusan; dan
b. Kekuasaan hukum materiil (materiele rechtskracht), adalah keputusan yang tidak lagi
dapat dibantah oleh suatu alat hukum. (50-51). Jenis-jenis kekuasaan hukum.
Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan
wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau
tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu,

6
sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu. (51)
Dalam hukum publik wewenang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga komponen:
a. Komponen pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk
mengendalikan perilaku subyek hukum;
b. Komponen dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar
hukumnya; dan
c. Komponen komformitas hukum, mengandung makna adanya standard wewenang,
baik standard umum (semua jenis wewenang) maupun standard khusus (untuk jenis
wewenang tertentu).
Tiga komponen wewenang.
Pembagian wewenang pemerintah berdasarkan sifatnya:
1. Wewenang yang bersifat terikat: yakni wewenang yang harus sesuai dengan aturan
dasar yang menentukan waktu dan keadaan wewenang tersebut dapat dilaksanakan.
Penyidik dapat melakukan penghentian penyidikan dengan syarat :
a. Perkara bukan merupakan perbuatan pidana;
b. Tidak cukup bukti unsur pidananya; dan
c. Tersangka meninggal dunia.
2. Wewenang bersifat fakultatif: yakni wewenang yang dimiliki oleh badan atau pejabat
administrasi, namun demikian tidak ada kewajiban atau keharusan untuk
menggunakan wewenang tersebut dan sedikit banyak masih ada pilihan lain. (53).
3. Wewenang bersifat bebas: yakni wewenang badan atau pejabat pemerintahan
(administrasi) dapat menggunakan wewenangnya secara bebas untuk menentukan
sendiri mengenai isi dari keputusan, kewenangan bebas ini dibagi dalam dua kategori,
yakni: kebebasan kebijaksanaan (beleisvrijheid) dan kebebasan penilaian
(beoordelingsvrijheid)
a. Kebebasan kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam arti sempit), yakni bila
peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ
pemerintahan,
b. Kebebasan penilaian, yakni wewenang menurut hukum diserahkan kepada organ
pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif, dua jenis kekuasaan
bebas atau kekuasaan diskresi, yakni:
1) Kewenangan untuk memutus secara mandiri;
2) Kewenangan interpretasi terhadap norma yang kabur (vage norm). (53-54)
Sifat dari wewenang.

Wewenang selalu dijalankan dengan batasan-batasan hukum, mengingat wewenang


hanya diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
2. Dasar-Dasar Wewenang Pemerintah

7
Wewenang yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan merupakan legalitas
formal, artinya yang memberi legitimasi terhadap tindak pemerintahan, maka dikatakan bahwa
substansi dari asas legalitas tersebut adalah wewenang, yakni wewenang yang diperoleh dari
peraturan perundang-undangan. Wewenang bersumber dari peraturan pemerintah.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar penyelenggaraan
pemerintahan dan negara, khususnya dalam negara hukum. (55)
Asas legalitas tersebut menempati kedudukan yang tinggi dalam hukum administrasi
yang diwujudkan dalam asas wetmatigheid van bestuur yang kemudian berkembang menjadi
asas rechtmatigheid van bestuur. Asas legalitas tersebut mengandung makna, bahwa setiap
tindakan badan atau pejabat tata usaha negara harus berdasarkan atas undang-undang formal atau
hukum (hukum tidak tertulis). Kedudukan azas legalitas dalam hukum administrasi.
Asas legalitas ini di dalam hukum administrasi Indonesia diketemukan dalam pasal 1
angka 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang PTUN
yang menyebutkan, ”badan atau pejabat tata usaha negara melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, dan sebagai alat ukur keabsahan
tindak pemerintahan. (56). Peraturan yang menegaskan azas legalitas.
Penerapan asas legalitas ini menurut Indroharto akan menunjang berlakunya kepastian
hukum dan berlakunya persamaan perlakuan. Kepastian hukum akan terjadi karena suatu
peraturan dapat membuat semua tindakan yang akan dilakukan pemerintah itu dapat diperkirakan
lebih dahulu dengan melihat peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pada asasnya
dapat dilihat atau diharapkan apa yang akan dilakukan oleh aparat pemerintahan yang
bersangkutan. H. D. Stout mengatakan, bahwa asas legalitas dimaksudkan untuk memberikan
jaminan kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah. (56-57). Hubungan azas legalitas
dengan kepastuian hukum.
Wewenang yang dijalankan berdasar pada ketentuan undang-undang yang memberi
wewenang pemerintahan. (57)
3. Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan
Secara teori terdapat tiga cara untuk memperoleh wewenang pemerintah, yakni atribusi,
delegasi, dan mandat. Cara utama, yakni atribusi dan delegasi. Atribusi adalah pemberian
wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan; delegasi
adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ
pemerintahan lainnya; mandat adalah terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. (58). Tiga cara memperoleh wewenang
pemerintah
Wewenang atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (beschikking) yang
langsung bersumber kepada undang-undang. (58-59).Definisi wawenang atribusi.
Atribusi dan delegasi, yakni atribusi berkenaan dengan penyerahan suatu wewenang baru,
sedangkan delegasi adalah menyangkut pelimpahan wewenang dari wewenang yang telah ada.
Wawenang delegasi.

8
Wewenang atribusi, adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan, artinya wewenang pwmerintah dimaksud telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, wewenang ini kemudian yang disebut sebagai asas legalitas.
(59). Hubungan azas legalitas dengan wewenang atribusi.
Wewenang delegasi (delegatie bevoegdheid), adalah wewenang yang diperoleh atas dasar
pelimpahan wewenang dari badan/organ pemerintahan yang lain. Delegasi adalah pelimpahan
yang bersumber dari wewenang atribusi. Akibat hukum ketika wewenang dijalankan menjadi
tanggungjawab penerima delegasi. (59-60). Definisi wewenang delegsi.
Proses perolehan tiga cara wewenang

Atribusi Delegasi Mandat


Cara Perolehan : Perundang-undangan. Pelimpahan. Pelimpahan.
Kekuatan Tetap melekat Dapat dicabut atau Dapat ditarik atau
mengikatnya: sebelum ada ditarik kembali digunakan sewaktu-
perubahan peraturan apabila ada waktu oleh pemberi
perundang-undangan. pertentangan atau wewenang
penyimpangan (mandans).
(contrarius actus)
Tanggungjawab dan Penerima wewenang Pemberi wewenang Berada pada pemberi
Tanggunggugat bertanggungjawab (delegans) mandat (mandans)
mutlak akibat yang melimpahkan
timbul dari tanggungjawab dan
wewenang. tanggunggugat kepada
penerima wewenang
(delegataris).
Hubungan Hubungan hukum Berdasarkan atas Hubungan yang
wewenang: pembentuk undang- wewenang atribusi bersifat internal
undang dengan organ yang dilimpahkan antara bawahan
pemerintahan. kepada delegataris. dengan atasan.
Skema 1: Perbedaan cara perolehan dan tanggungjawab wewenang pemerintahan. (61)

Mandat Delegasi
Prosedur pemberian Atasan kepada bawahan: hal Dari organ pemerintah kepada organ
wewenang biasa kecuali dilarang oleh lain: dengan peraturan perundang-
perundang-undangan undangan. Delegasi tidak diberikan
kepada bawahan.
Tanggung jawab. Tetap pada pemberi mandat Tanggungjawab dialihkan.
Wewenang pemberi. Setiap saat dapat menggunakan Pemberi delegasi tidak menggunakan
sendiri wewenang tersebut sendiri wewenang tersebut
Skema 2: Perbedaan wewenang delegasi dan mandat dalam AWB. (62)
Wewenang tersebut masing-masing memiliki batasan, sehingga batas-batas wewenang
tersebut sebagai tolok ukur untuk menilai dan menentukan suatu organ pemerintahan berwenang
dan tidaknya untuk melakukan tindak pemerintahan. Oleh karena itu tindak pemerintahan yang
melampaui batas-batas kewenangan masuk pada kategori tidak berwenang (incompetent).
9
Berkaitan dengan “tidak berwenang”nya suatu badan atau pejabat pemerintahan tersebut dapat
dibedakan menjadi tiga, yakni:
a. Tidak berwenang dari segi materi (ratione materiae), artinya seorang pejabat yang
mengeluarkan keputusan tata usaha negara tentang materi atau masalah tertentu yang
sebenarnya materi atau masalah tertentu itu menjadi wewenang dari badan atau
pejabat lain.
b. Tidak berwenang dari segi wilayah atau tempat (ratione locus), berada di luar
jangkauannya.
c. Tidak berwenang dari segi waktu (ratione temporis), artinya keputusan dikeluarkan
karena melampaui tenggang waktu yang dikeluarkan. (62-63)

4. Kekebalan bertindak (Freies Ermessen).


Istilah freies ermessen berasal dari bahasa Jerman, dan dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah “discretion” atau “discretionary power”, “kebebasan bertindak” atau keputusan
yang diambil atas dasar penilaian sendiri. Istilah freies ermessen adalah suatu kebebasan yang
diberikan kepada badan atau pejabat administrasi dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan,
diemban dalam kaitan menjalankan bestuurzorg. (64)
Suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atau pertimbangan
dan keyakinannya dan lebih menekankan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum.
Diskresi adalah suatu kebebasan bertindak atau mengambil keputusan menurut pendapat
sendiri, dan freies ermessen, adalah suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi,
yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan
keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada ketentuan
hukum. Yang lebih mengutamakan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum. (65)
Pemberian wewenang kepada pemerintah untuk bertindak bebas tersebut didasari
pertimbangan, bahwa wewenang pemerintahan yang berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan tidak cukup untuk dapat berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan
masyarakat yang berkembang begitu pesat, dan dalam konsep negara kesejahteraan
(welfarestate), pemerintah lebih banyak menggunakan freies ermessen dalam mewujudkan
kesejahteraan umum.
Freies Ermessen atau diskresi (discretion), adalah suatu wewenang untuk bertindak atau
tidak bertindak atas dasar penilaiannya sendiri dalam menjalankan kewajiban hukum. (66)
Bahwa kebebasan pemerintah dibedakan menjadi kebebasan kebijaksanaan
(beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian (beoordelingsvrijheid). Kebebasan kebijaksanaan yang
juga dimaknai sebagai wewenang diskresi dalam arti sempit, apabila peraturan perundang-
undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintah, sedangkan organ tersebut
bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi pengguanannya secara sah
dipenuhi. Kebebasan penilaian yang juga disebut wewenang diskresi dalam arti yang
sesungguhnya tidak ada, sejauh menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintah untuk
menilai secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang
10
secara sah telah dipenuhi. Kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi meliputi dua kewenangan,
yakni:
1. Kewenangan untuk memutuskan secara mandiri;
2. Kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersanar (vage norm). (67)
Dua aspek penting freies Ermessen:
1. Kebebasan untuk menafsirkannyang berkaitan dengan ruang lingkup dan batas-batas
wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar pemberian wewenang, dimana
kebebasan tersebut disebut dengan kebebasan untuk menilai berdasarkan sifat yang
obyektif, jujur, benar dan adil;
2. Kebebasan untuk menentukan sikap tindak, artinya bertindak atau tidak berdasarkan
penilaian sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki tersebut
dilaksanakan, penilaian ini memiliki sifat subyektif, yakni berdasarkan nuraninya
sendiri dalam mengambil keputusan.
Wewenang untuk bertindak berdasarkan penilaiannya sendiri tersebut dalam rangka
menjalankan kewajiban hukum dan kewajiban tugas, maka di dalam melakukan tindakan hukum
wajib berpegang pada norma hukum maupun moral. Norma moral berkaitan dengan tindakan
tersebut berdasarkan hati nuraninya, sedangkan norma hukum karena wewenang tersebut
dijalankan atas dasar undang-undang. (68)
Meskipun pemberian wewenang freies Ermessen kepada pemerintah merupakan
konsekuensi logis dari konsepsi negara kesejahteraan (welfare state), namun demikian dalam
negara hukum wewenang bebas bertindak ini tidak dapat digunakan tanpa batas dan tidak bisa
hanya pendekatan kekuatan saja, akan tetapi harus ada pembatasan-pembatasan tertentu, yaitu :
a. Tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaidah hukum positif);
b. Hanya ditujukan demi kepentingan umum. (69)
Rumusan unsur-unsur freies Ermessen dalam negara hukum:
1. Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas service public;
2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;
3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang
timbul secara tiba-tiba;
6. Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa maupun secara hukum. (69-70)
Oleh karena itu penggunaan wewenang tindakan bebas dilakukan dengan syarat:
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa; dan
e. Menghormati hak asasi manusia. (70)
11
Oleh karena itu wewenang freies ermessen ini dilakukan dalam hal-hal, sebagai berikut:
1. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian
secara konkrit terhadap suatu masalah tertentu, sedangkan masalah tersebut menuntut
penyelesaian dengan segera;
2. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bertindak aparat pemerintahan
memberikan kebebasan sepenuhnya untuk bertindak.
3. Adanya delegasi wewenang dari perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah
diberi kekuasaan untuk mengatur, menilai dan menentukan tindakan sendiri atas
tanggungjawabnya sendiri.
4. Tindakan dilakukan dalam hal-hal tertentu yang mengharuskan untuk bertindak. (70-
71)

D. Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel).


1. Konsep Dasar Peraturan Kebijaksanaan.
Secara teoritis, “kebijakan”, adalah perilaku atau tindakan yang mencerminkan kebajikan
atau rasa bijak bagi setiap pribadi atau individu pejabat, karena itu kebijakan ini lebih banyak
dipengaruhi oleh budi pekerti dan hati nurani setiap pejabat bukan kekuasaan semata-mata,
sedangkan “kebijaksanaan” adalah sebagai tindakan yang cenderung dan mengarah pada tujuan
sebagai pelaksana dari kekuasaan pejabat atau organ pemerintahan. Kebijaksanaan ini lahir
semata-mata dari wewenang yang diperoleh dan dalam rangka menjalankan wewenang itu. (72)
Terdapat perbedaan dan persamaan antara pperaturan kebijaksanaan dan peraturan
perundang-undangan, antara lain:
a. Segi bentuk dan formatnya peraturan kebijaksanaan, sering diketemukan sama
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Segi letaknya dalam hukum, untuk peraturan kebijaksanaan masuk pada obyek kajian
Hukum Administrasi.
c. Segi mengikatnya, untuk peraturan perundang-undangan mengikat secara umum,
sedangkan peraturan kebijaksanaan yang dikeluarkan dalam bentuk keputusan tidak
mengikat secara umum, karena pejabat atau badan yang mengeluartkan keputusan
tidak memiliki kewenangan mengatur, namun demikian dalam praktek dan
kenyataannya dewasa ini benyak keputusan yang bersifat mengatur dan mengikat
secara umum.
d. Segi sumber pembentukannya, untuk peraturan perundang-undangan bersumber dari
fungsi, sedangkan peraturan kebijaksanaan bersumber dari fungsi eksekutif.
e. Segi uji materiil, untuk peraturan perundang-undangan melalui mahkamah Konstitusi
untuk undang-undang terhadap UUD dan melalui Mahkamah Agung untuk peraturan
di bawah undang-undang terhadap undang-undang, sedangkan peraturan
kebijaksanaan melalui Peradilan Administrasi (Tata Usaha Negara). (74-75)
Beberapa persamaan antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan:
a. Aturan yang berkau umum.

12
Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan mempunyai adresat atau
subyek norma dan pengaturan perilaku atau subyek norma yang sama, yaitu bersifat
umum dan abstrak.
b. Peraturan yang berlaku “ke-luar”.
Peraturan perundang-undangan berlaku ke-luar dan ditujukan kepada masyarakat
umum, demikian juga peraturan kebijaksanaan berlaku ke-luar dan ditujukan kepada
masyarakat umum yang bersangkutan.
c. Kewenangan pengaturan yang bersifat umum/publik.
Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan ditetapkan oleh
lembaga/pejabat yang mempunyai kewenangan umum/publik untuk itu. (75)
2. Ciri-Ciri Peraturan Kebijaksanaan
Ditinjau dari proses pembentukannya, peraturan kebijaksanaan lahir dari adanya
wewenang pemerintah untuk bertindak bebas, sehingga peraturan kebijaksanaan memiliki
karakteristik atau ciri-ciri mendasar yang membedakan dengan peraturan perundang-undangan.
(75-76)
Di lihat dari ciri-ciri peraturan kebijaksanaan yang dikemukakan oleh beberapa
penulis di atas dapat ditarik pemahaman, bahwa lahirnya peraturan kebijaksanaan didasarkan
pada kebebasan bertindak, sehingga peraturan kebijaksanaan masuk pada kategori keputusan
yang bersifat umum, oleh karena itu secara teoritis besluit tidak bersifat mengikat secara umum
dan pada dasarnya ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi, lain halnya dengan
peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat secara umum dan berlaku ke luar yang
merupakan sumber kewenangan legislatif. (77)
3. Peraturan Kebijaksanaan dalam Praktek.
Bagir Manan, bahwa peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan
perundang-undangan yang dibuat berdasarkan freies Ermessen, karena tidak adanya wewnang
administrasi untuk membuat peraturan perundang-undangan, oleh karena itu peraturan
kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid yang lebih diarahkan pada doelmatigheid,
dan batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik. (79)
E. Tindakan Pemerintahan.
Tindakan pemerintah yang dimaksud, adalah setiap tindakan atau perbuatan yang
dilakukan oleh alat perlengkapan pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Ada dua bentuk tindakan pemerintah, yakni tindakan berdasarkan hukum dan tindakan
berdasarkan fakta/nyata atau bukan berdasarkan hukum. Tindakan pemerintah berdasarkan
hukum dapat dimaknai sebagai tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan
akibat hukum tertentu untuk menciptakan hak dan kewajiban. (79-80)
Tindakan-tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul
dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum
13
dalam bidang hukum administrasi. Jadi dapat dikatakan tindakan hukum pemerintahan apabila
tindakan dimaksud dilakukan oleh organ pemerintah dan menimbulkan akibat hukum khususnya
bidang hukum administrasi, bukan bidang hukum yang lain. Akibat hukum yang timbul tersebut
dapat berupa penciptaan hubungan hukum baru maupun perubahan atau pengakhiran hubungan
hukum yang akibat hukum tindakan pemerintah tersebut, berimplikasi:
a. Menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada;
b. Menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau obyek yang ada;
c. Terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan ataupun status tertentu yang ditetapkan.
(80-81)
Dengan demikian tindakan hukum pemerintah dimaksud memiliki unsur-unsur, sebagai
berikut:
a. Tindakan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam kedudukannya sebagai
penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan;
b. Tindakan dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
c. Tindakan dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang
hukum administrasi;
d. Tindakan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan umum;
e. Tindakan dilakukan berdasarkan norma wewenang pemerintah;
f. Tindakan tersebut berorientasi pada tujuan tertentu berdasarkan hukum. (81)
Bila ada tindakan hukum publik yang bersegi dua dan tidak ada perjanjian yang diatur
oleh huukum publik. Hubungan hukum antara pemerintah dengan swasta (partikelir) ketika
mengadakan suatu perjanjian, maka perjanjian yang dimaksud diatur dalam hukum privat. (83)
Tindakan hukum publik, baik yang bersifat sepihak (bersegi satu) maupun berbagai pihak
(bersegi dua) dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni:
a. Tindakan membuat keputusan (beschikking);
b. Tindakan membuat peraturan (regeling), dan
c. Tindakan materiil (materiele daad).
Ad. a. Tindakan membuat keputusan merupakan tindakan hukum publik yang bersifat
sepihak (bersegi satu) yang dapat dibedakan menjadi tiga.
Ad. b. Tindakan membuat peraturan: Di dalam membuat peraturan ini merupakan
tindakan hukum pemerintah bidang hukum publik yang juga bersifat sepihak.
Ad. c. Tidakan materiil: Tindakan ini dilakukan untuk kepentingan umum yang
bersifat berbagai pihak (bersegi dua), artinya melibatkan dua pihak atau lebih,
yakni pemerintah dan sipil maupun pihak-pihak lain. Tindakan hukum publik
ini seperti: membuat perjanjian kerja, membuat memory of understanding
(MOU), vortband contract, dan lain-lain. (84-85)
Tindakan hukum privat yang dimaksud, adalah tindakan pemerintah dalam
kedudukannya bukan sebagai pemerintah, namun sebagai wakil dari badan huku (lichaam) dan

14
bukan tugas untuk kepentingan umum, sehingga tindakannya didasarkan pada ketentuan hukum
privat (keperdataan).
1. Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking).
Keputusan, adalah merupakan salah bentuk tindakan hukum pemerintah yang bersifat
sepihak (bersegi satu). Hal ini secara tegas dikatakan bahwa tindakan hukum publik yang
dilakukan secara sepihak, tersebut dinamai “keputusan”. (86)
Kata “beschikking” secara harfiah diartikan “putusan yang mengatur sesuatu”,
“besluit”, diartikan keputusan. “Beschikking” (KTUN) dirumuskan sebagai “besluit” yang
sifatnya individual. “Besluit” dirumuskan sebagai tindakan hukum publik tertulis.
Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang PTUN, dapat disimpulkan, bahwa
keputusan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat
umum (besluit van algemene strekking) tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan. (88)
Keputusan tidak lagi masuk pada hirarkhi peraturan perundang-undangan, istilah
“keputusan” dirubah dengan sebutan “peraturan”, oleh karena itu keputusan yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum tidak lagi disebut “keputusan”, akan tetapi disebut “peraturan”,
misal: Peraturan Presiden, Peraturan Menteri. (89)
Istilah “besluit” adalah keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang
bersifat umum dan diartikan sebagai “keputusan atau peraturan” yang tidak dapat digugat di
depan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, “beschikking” adalah surat keputusan (keputusan)
tata usaha negara yang bersifat konkrit-individual, dan dapat digugat di depan hakim Pengadilan
Tata Usah Negara. (90)
Unsur-unsur utama beschikking sebagai penetapan (keputusan) tertulis tersebut,
meliputi:
a. Penetapan tertulis;
b. Oleh badan atau pejabat tata usaha negara;
c. Tindakan hukum tata usaha negara;
d. Konkrit, individual;
e. Final;
f. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. (91)
Unsur-unsur beschikking, yakni, meliputi:
a. Pernyataan kehendak yang bersifat sepihak;
b. Dikeluarkan oleh organ pemerintah;
c. Berdasarkan pada norma wewenang yang diatur dalam hukum publik;
d. Ditujukan untuk hal-hal yang bersifat khusus atau peristiwa konkret dan
individual;
e. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi.
Unsur-unsur “keputusan” meliputi:

15
a. Penetapan tertulis;
b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Bersifat konkret, individual dan final;
e. Menimbulkan akibat hukum;
f. Tertuju pada seorang atau badan hukum perdata.(92)
Keputusan positif dan negatif; keputusan yang bersifat positif adalah keputusan yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai keputusan. Keputusan-keputusan
yang digolongkan sebagai keputusan positif, antara lain:
a. Keputusan yang pada umumnya melahirkan keadaan hukum baru;
b. Keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru bbagii obyek tertentu;
c. Kkeputusan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya badan hukum;
d. Keputusan yang membebankan kkewajiban baru kepada seseorang atau beberapa
orang;
e. Keputusan yang memberikan hak baru kepada seseorang atau beberapa orang
(keputusan yang menguntungkan). (95)
2. Keabsahan Keputusan dan Tindakan Pemerintah.
Di dalam lapangan hukum administrasi istilah “keabsahan” merupakan terjemahan
dari istilah hukum Belanda “rechtmatig”, sedangkan perbuatan melanggar hukum merupakan
terjemahan dari istilah “onrechtmatig” yang merupakan istilah dalam lapangan hukum perdata.
Dalam lapangan hukum perdata sudah lazim digunakan istilah “perbuatan melanggar hukum”.
(96)
Syarat materiil sahnya keputusan meliputi:
a. Alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang (berhak);
b. Dalam kehendak alat pemerintahan yang membuat keputusan tidak boleh ada
kekurangan yuridis;
c. Keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang
menjadi dasarnya dan pembuatannya harus juga memperhatikan prosedure
membuat keputusan bilamana proosedure itu ditetapkan dengan tegas dalam
peraturan itu;
d. Isi dantujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan yang hendak
dicapai.
Sedangkan syarat formil sahnya keputusan, meliputi:
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya
keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
b. Harus diberi bentuk yang telah ditentukan;
c. Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
d. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hak-hak yang menyebabkan
dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
e. Ditandatangani oleh pejabat pemerintahan yang berwenang membuat keputusan.
(98)
16
Cacat yuridis keputusan tata usaha negara dan tindak pemerintahan menurut Philipus
M. Hadjon, pada umumnya menyangkut tiga unsur utama, yakni unsur kewenangan, unsur
prosedur dan unsur substansi.
a. Cacat Wewenang.
Keabsahan wewenang merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam tindak
pemerintahan, artinya tindak pemerintahan harus didasarkan pada norma
wewenang yang diterimanya, baik yang diperoleh secara atribusi, delegasi,
maupun mandat. (100)
b. Cacat Prosedur.
Asas umum prosedur ini bertumpu atas tiga landasan utama hukum administrasi,
yakni asas negara hukum, asas demokrasi dan asas instrumental. Asas negara
hukum dalam prosedur utamanya berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar
manusia, seperti hak untuk tidak menyerahkan dokumen yang sifatnya “privacy:”.
Asas demokrasi dalam prosedur berkenaan dengan asas keterbukaan
(transparancy) dalam menyelenggarakan pemerintahan. Di dalam pelibatan peran
serta masyarakat tersebut dibutuhkan adanya suatu sarana, yakni: 1) sarana
keberatann; 2) sarana dengan pendapat; 3) komisi pertimbangan (penasehatan).
Asas instrumental yang meliputi asas efesiensi (doelmatigheid=daya guna) dan
asas efektifitas (doeltreffenheid=hasil guna). (101)
c. Cacat Substansi
Aspek substansi ini bersangkut paut dengan pernyataan “apa” dan “untuk apa”.
(102)
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa ketiga unsur dimaksud menjadi syarat
material dan formal yang harus dipenuhi dalam melakukan tindak pemerintahan.
Unsur wewenang dan substansi tersebut adalah merupakan landsan bagi legalita
formal, artinya sebagai keabsahan formal yang harus dipenuhi. Dari legalitas
formal tersebut melahirkan asas presumtio iustae causa, yakni asas yang
menyatakan demi kepastian hukum setiap keputusan tata usaha negara yang
dikeluarkan dianggap benar menurut hukum. (102-103)
3. Alat Ukur Keabsahan Tindak Pemerintahan.
Wewenang pemerintah yang diperoleh secara atribusi, adalah merupakan wewenang
pemerintah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu segala tindakan
hukum pemerintah harus selalu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maksudnya wewenang pemerintah yang dijalankan berpedoman pada norma wewenang yang ada
dalam peraturan perundang-undangan dimaksud. (104)
Peraturan perundang-undangan adalah merupakan norma daasar dalam menjalankan
wewenang pemerintahan. Norma dassar wewenang ini disebut legalitas, artinya sahnya suatu
tindakan pemerintah apabila didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan yang

17
memberikan wewenang untuk bertindak. Bahwa di dalam negara hukum mengandung prinsip-
prinsip, sebagai berikut:
a. Asas legalitas. Pembatasan kebebasan warga negara harus ditemukan dasarnya dalam
undang-undang yang merupakan peraturan umum. Keumuman undang-undang iotu
harus memberikan jaminan dari tindakan yang sewenang-wenang, kolusi, dan
berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan wewenang oleh organ
pemerintahan harus dikembalikan dasarnya pada undang-undang tertulis, yakni
undang-undang formal;
b. Perlindungan hak-hak asasi manusia;
c. Keterikatan pemerintah pada hukum;
d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum;
e. Pengawasan oleh hakim yang merdeka. (103-104)
Bahwa tindakan hukum pemerintah yang tidak mendasarkan pada asas legalitas (legalitiet
beginsel) atau peraturan perundang-undangan, merupakan tindakan sewsenang-wenang atau
penyalahgunaan wewenang yang berakibat cacat yuridis tindakan hukum yang dilakukan. (105)
Bahwa asas-asas umum pemerintah yang baik pada dasarnya merupakan hukum tidak
tertulis. (109)
Asas-asas penyelenggaraan negara bukanlah asas penyelenggaraan pemerintahan, karena
penyelenggaraan negara masuk pada lingkup Hukum Tata Negara yang meliputi kekuasaan
yudisiil, Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara. Di dalam pasal
dimaksud menegaskan, bahwa yang dimaksud Penyelenggara Negara, meliputi:
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (109-
110)
Dilihat dari sudut pandang hukum administrasi, konsep good governance berkaitan erat
dengan aktivitas pelaksanaan fungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Karena itu
good governance bersangkut-paut dengan penyelenggaraan tugas dasar pemerinta yang meliputi:
a. Menjamin keamanan setiap orang dan masyarakat;
b. Mengelola struktur yang efektif untuk sektor publik, sektor swasta dan masyarakat;
c. Memajukan sasaran ekonomi, social dan bidang lainnya sesuai dengan kehendak
rakyat. (110-111)

18
Bahwa berdasarkan hukum positif Indonesia, alat ukur keabsahan keputusan tata usaha
negara dan tindak pemerintahan, meliputi: peraturan perundang-undangan yang memberi
wewenang pemerintah untuk bertindak, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (111)
F. Tindakan Maladministrasi
Istilah maladministrasi dalam Black’s Law Dictionary diartikan “poor management or
regulation”. “The concept of maladministration is related to administrative behaviour.
Maladministration as derived from latin mal-malum meaning bad or evil and administration-
administrare meaning service. In thus sense, maladministration stands for bad service”,
“maladministrasi” diartikan secara umum sebagai perilaku yang tidak wajar (termasuk
penundaan pemberian pelayanan), kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang
menimpa seseorang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk
penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan
yang tidak wajar. (112)
Berpijak dari arti maladministrasi yang dikemukakan oleh beberapa penulis tersebut
dapat ditarik pemahaman, bahwa “maladministrasi” adalah suatu tindakan atau perilaku
administrasi oleh penyelenggara administrasi negara dalam proses pemberian pelayanan umum
yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau
melakukan penyalahgunaan wewenang yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan
ketidakadilan bagi masyarakat. (113)
Tindakan-tindakan maladministrasi antara lain mencakup:
a. Berprasangka;
b. Kelalaian;
c. Kurang peduli;
d. Keterlambatan;
e. Bukan wewenangnya;
f. Tindakan tidak layak;
g. Jahat;
h. Kejam; dan
i. Semena-mena. (114)
Melakukan tindakan yang janggal (inappropriate), menyimpang (deviate), sewenang-
wenang (arbitrary), melanggar ketentuan (abuse of power) atau keterlambatan yang tidak perlu
(undue delay) dan pelanggaran kepatuhan (equity). (115)
Jenis maladministrasi dalam bukunya ombudsman Indonesia, antara lain:
1. Pemalsuan/persengkokolan/forgery (conspiracy);
2. Intervensi (intervention);
3. Penanganan berlarut/tidak menangani (undue delay);
4. Inkompetensi (incompetence);
5. Penyalahgunaan wewenang/berlebihan (abuse of power);
6. Nyata-nyata berpihak (impartiality);

19
7. Menerima imbalan (uang, hadiah, fasilitas/praktek KKN/bribblety/corruption,
collution, nepotisme practices);
8. Penggelapan barang bukti/penguasaan tanpa hak (illegal possession and ownersing);
9. Bertindak tidak layak (misleading practices);
10. Melalaikan kewajiban (unfulfil obligation);
11. Lain-lain (others). (116)
Lebih lanjut Sjachran Basah, mengemukakan, bahwa “ dalam menjalankan tugas-tugas
servis publik itu secara aktif, maka bagi administrasi negara timbul konsekuensi khusus, yaitu
diperkulakn Freies Ermessen yang memungkinkan oleh hukum agar dapat bertindak atas inisiatif
sendiri. Namun keputusan-keputusan yang diambil untuk menyelesaikan masalah-masalah itu
harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada
huku yang merupakan tolak ukur penting, dalam menentukan batas toleransi tindakan-tindakan
administrasi negara, sehingga bagi mereka yang terkena tindakan itu tidak dirugikan”. (118)
BAB IV
KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
A. Lahirnya Prinsip Goog Governance.
Governance mengandung konotasi kinerja efektif. Governance, “the exercise of political,
economic, and administrative authority to manage a nation’s affairs at all levels”. “governance”
berarti “penggunaan atau pelaksanaan”, yakni kata governance diartikan sebagai “the way state
power is used in managing economic and social resources for development society, “cara”, yakni
cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumber daya-sumber daya
ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat. (142)
Ford Foundation, governance, pemerintah yang efektif tergantung pada legitimasi yang
diperoleh dari partisipasi yang berbasis luas, keadilan dan akuntabilitas. Good governance
mengandung makna suatu cara dan pelaksanaan government yang baik, baik dalam arti tindakan
atau perilaku para stakeholder dalam menjalankan pemerintahan (government) berlandaskan
pada etika atau moral. (143-144)
Empat esensi good governance, yaitu accountability, participation, predictability, dan
tranparancy.
Istilah good governance secara etimologi diterjemahkan menjadi pengelolaan yang baik
atau penyelenggaraan yang baik, tata pemerintahan yang baik dan berwibawa. (144)
Good governance dapat dimaknai sebagai cita-cita (idee) dan sebagai suatu keadaan atau
kondisi. Karena merupakan suatu keinginan agar penyelenggaraan pemerintah diselenggarakan
dengan bersih, dalam arti terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan
negara atau masyarakat. (145)
Menurut teori tentang moral, perkataan “moral” sebagai keseluruhan kaidah dan nilai.
Istilah “etika” dimaknai sebagai teori tentang moral, sehingga perkataan moral disamakan
dengan etika. “Moral” sebagai keseluruhan kaidah dan nilai berkenaan dengan ihwal “baik” atau
perbuatan baik manusiia, perbuatan dimaksud mencakup merasa, berfikir atau berbicara yang
20
apabila perbuatannya itu memenuhi kaidah atauu nilai tersebut berarti baik, dan apabila tidak
memenuhi kaidah atau nilai (sebaliknya) berarti perbuatan seseorang atau pribadi dari orang itu
dinilai sebagai jahat atau jelek. (146)
“Etika” adalah merupakan bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang
yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. (147)
“Good governance adalah suatu hubungan sinergi antara negara, sektor swasta (pasar),
dan masyarakat yang berlandaskan pada sembilan karakteristik, yakni: partisipasi, rule of law,
trannsparansi, sikap responsif, berorientasi konsensus, kesejahteraan/kebersamaan, efektif dan
efisien, akuntabilita, dan visi strategis.”
Carolina G. Hernandez, berkata pula, bahwa:
“In general, governance can be good or bad: good when collective goals are served well,
the processes of decision making are observed, governors perform their functions and exercise
their power properly, and the organization is sustained. It is bad when only the goal of a few,
especially the governors are served, prescribed processes are breached, power and entitlements
are abused, and when the organization’s survival is threatened or the organization fragment or
dies. (149)

21

Anda mungkin juga menyukai