Anda di halaman 1dari 19

Peran Lingkungan Atau Sosial pada Perilaku Konsumen

Dear pengusaha,

Bagaimana keadaan kalian? Pada tahun 2020 ini sangat berat ya? Adanya Covid-19
menimbulkan berbagai dampak bagi dunia salah satunya adalah ekonomi, Indonesia
mengalami lonjakan pengangguran diprediksikan menurut Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) memprediksi pada 2021 angka pengangguran bisa menyentuh 12,7 juta
orang (Thomas, 2020). Maka dari itu ayo pengusaha kita bantu lingkungan sekitar dengan
membuka lapangan pekerjaan, selain itu kita perlu mempelajari Peran Lingkungan atau Sosial
pada Perilaku Konsumen berdasarkan literatur-literatur yang ada.

Kemarin kita telah membahas pengaruh internal terhadap konsumen. Namun, Seakan-
akan pengaruh internal belum cukup dipahami, Anda juga harus mempertimbangkan
pengaruh eksternal yang berdampak pada konsumen Anda dan pola pembelian mereka. Pada
bagian ini, saya membantu Anda menjelajahi pengaruh tersebut.

1. Pengaruh Budaya terhadap Perilaku Konsumen


Banyak faktor yang memengaruhi perilaku konsumen, termasuk disposisi
konsumen terhadap produk tertentu. Menurut Lake (2009) Budaya merupakan salah
satu pengaruh eksternal yang paling mendasar terhadap kebutuhan, keinginan, dan
perilaku konsumen, karena semua aspek kehidupan dilakukan dengan latar belakang
masyarakat tempat seorang konsumen hidup. Budaya adalah kekuatan yang mencakup
semuanya yang membantu membentuk kepribadian individu, yang pada gilirannya
merupakan penentu utama perilaku konsumen (Lake, 2009). Budaya konsumen
memengaruhi perilaku sehari-harinya, dan terdapat dukungan pengalaman untuk
konsep bahwa budaya menentukan apa yang dibeli konsumen dan kapan dia
membelinya. Ketika Anda memahami budaya konsumen, Anda memiliki konsep yang
lebih baik tentang bagaimana melayani mereka dan membimbing mereka untuk
membeli produk atau layanan Anda.
Sebelum itu kita harus membahas dua hal mendasar yang harus dipahami
tentang budaya. Budaya adalah standar keunggulan dalam masyarakatnya sendiri
(Lake, 2009). Untuk berpartisipasi dalam budaya tertentu, Anda harus menjunjung
tinggi standar budaya tersebut (Lake, 2009). Individu dipegang pada standar yang
dianggap dapat diterima, dan mereka harus mengikuti standar ini untuk menegakkan
keyakinan dan nilai-nilai budaya itu (Lake, 2009). Artinya ketika membeli produk
Anda, konsumen harus mengevaluasi apakah produk Anda mendukung atau
bertentangan dengan keyakinan dan nilai budaya mereka. Selain itu, Budaya adalah
cara hidup (Lake, 2009). Anda harus menjalaninya sebagai cara hidup di mana Anda
berbagi pengalaman yang sama, bahasa yang sama, dan nilai-nilai dengan orang lain
dalam budaya (Lake, 2009). Individu sebagai konsumen sangat protektif terhadap
budayanya (Lake, 2009). Budaya mereka inilah yang membentuk keyakinan dan nilai
mereka serta tercermin dalam cara mereka menjalani kehidupan, termasuk pola
pembelian dan konsumsi (Lake, 2009).
Menurut Lake (2009) Tiga bagian utama dari budaya - kepercayaan, nilai, dan
norma memiliki pengaruh yang berbeda dan kuat pada konsumen dan Anda dapat
memanfaatkan elemen-elemen ini untuk memasarkan produk Anda dengan cara yang
lebih efektif dan menarik. kepada konsumen:
 Norma: Ini adalah aturan dalam budaya yang menunjukkan bentuk perilaku
yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Norma bukanlah rata-rata
statistik; mereka terkait dengan standar sosial yang dapat diterima dari
perilaku yang sesuai dalam suatu budaya.
 Keyakinan: Ini adalah pernyataan mental dan verbal yang mencerminkan
pengetahuan dan penilaian khusus konsumen terhadap sesuatu dan yang
memengaruhi perilaku individu. Sistem kepercayaan suatu budaya diciptakan
melalui cerita atau mitos yang interpretasinya dapat memberikan wawasan
kepada konsumen tentang bagaimana mereka seharusnya berpenampilan,
merasakan, berpikir, dan berperilaku. Sistem kepercayaan yang paling
menonjol cenderung dikaitkan dengan agama formal.
 Nilai: Nilai didasarkan pada kepercayaan konsumen. Apa yang dipercaya
konsumen adalah apa yang dia anggap berharga. Nilai-nilai konsumen adalah
motivasi yang tertanam dalam yang ditanamkan ke konsumen dari budaya.
Nilai-nilai budaya membedakan perasaan, pikiran, dan perilaku yang benar
dari perasaan, pikiran, dan perilaku yang salah. Rangkaian nilai individu
memainkan peran penting dalam aktivitas konsumsi, karena dalam banyak
kasus, orang membeli produk dan layanan yang mereka yakini akan membantu
mereka mencapai tujuan terkait nilai. Setiap budaya memiliki seperangkat nilai
yang ditanamkan kepada anggotanya.
 Subkultur
Etnis atau kebangsaan
Menurut Lake (2009) Etnis, atau kebangsaan, mendefinisikan
kelompok yang terikat oleh nilai, adat istiadat, pakaian, agama,
dan bahasa yang serupa. Anda dapat menggunakan informasi ini
untuk membuat pesan pemasaran yang khusus untuk budaya yang
Anda targetkan. Misalnya, saat meneliti subkultur etnis yang Anda
minati untuk dipasarkan, perlu diingat bahwa konsumen berusaha
keras untuk membeli produk yang mendukung warisan mereka
dan menarik langsung identitas yang mereka kaitkan. Saya akan
membuat pesan pemasaran saya untuk mendapatkan perhatian
konsumen dan mendapatkan minatnya pada produk saya.
Menurut Solomon (2018) mengidentifikasi segmen berdasarkan
subkultur ras, etnis dan agama pada masyarakat yang sangat
majemuk tidaklah mudah. Kadangkala saat memasarkan suatu
produk berdasarkan segmentasi ras, etnis atau agama akan
mendapat kesan negatif atau perlawanan dari ras ,etnis atau agama
yang lainnya (Solomon, 2018). Strategi produk yang dipasarkan
dengan subkultur etnis tidak selalu dimaksudkan untuk konsumsi
hanya pada subkultur etnis tersebut. Namun dapat mengacu pada
nilai atau identitas produk yang terkait dengan keunikan dan
kelebihan etnis tertentu. Atau bahkan sebagai konsep kreatif iklan
untuk menarik audiens. Misalnya “iklan sajojo “kuku bima”
segmentasinya bukan hanya pada masyarakat atau subkultur
papua. Namun keperkasaan, ketangguhan etnik papualah yang
ingin disampaikan. Begitu juga dengan iklan lainnya yang
merepersentasikan suatu subkultur etnis tertentu.

Agama
Agama penting bagi orang, karena memberikan mereka
seperangkat keyakinan. Mengidentifikasi subkultur berdasarkan
agama memungkinkan Anda membuat pesan yang
mengidentifikasi dengan keyakinan dan nilai-nilai kelompok
agama tertentu. Agama dan aturan serta pedoman yang
ditetapkannya dapat mencegah konsumsi produk tertentu, sehingga
semakin penting untuk memahami subkultur yang Anda pasarkan
(Lake, 2009). Seperti kebanyakan budaya, Anda harus berhati-hati
agar tidak menyinggung atau bertentangan dengan kepercayaan
dan nilai budaya tersebut. Anda dapat melakukan segmentasi pasar
dengan berfokus pada afiliasi agama, penyampaian, pesan yang
ditargetkan, dan promosi menggunakan media tertentu yang akan
menjangkau setiap segmen. Misalnya, kosmetik Wardah berhasil
menyasar segment islam dengan konsep pemasaran sebagai
kosmetik bagi wanita islami, begitu juga salon khusus wanita
islami, dan butik pakaian muslim yang tidak terhitung jumlahnya.
Hal ini mebuktikan bahwa pasar untuk umat islam memiliki
potensial besar untuk digarap.
Usia atau jenis kelamin
Anda dapat mengidentifikasi subkultur dalam suatu budaya
dengan membagi konsumen menurut usia dan / atau jenis kelamin
(Lake, 2009). Ketika Anda memahami subkultur usia dan gender
yang berbeda, Anda dapat menggunakan informasi tersebut untuk
memenuhi pesan pemasaran dan iklan Anda untuk menarik
perhatian mereka dan mendapatkan bisnis mereka.
 Menarik bagi audiens target Anda
latar belakang budaya Konsumen dibebani dengan pesan iklan dan
pemasaran setiap hari, sehingga membutuhkan sesuatu yang secara
pribadi menarik untuk menarik perhatian mereka pada Anda dan produk
Anda. Saat Anda dapat menarik latar belakang budaya konsumen dan
mendukung nilai-nilai serta keyakinannya, dia tertarik pada apa yang
Anda katakan. Faktanya, konsumen akan berusaha keras untuk
mendukung bisnis yang mendukung mereka, budaya mereka, dan hal-hal
yang mereka sayangi. Untuk mendapatkan perhatian ini, gunakan pesan
yang dapat dikaitkan dengan konsumen dan gambar yang mencerminkan
warisan budaya mereka. Misalnya, Anda mencoba menarik pasar
Hispanik, tetapi Anda tidak berbicara bahasa budaya itu atau memahami
apa yang mereka hargai dan yakini. Bagaimana Anda memasarkan ke
grup ini dengan cara yang dipahami oleh para anggota? Anda dapat
menarik pasar ini dengan membangun spot radio yang mengudara di
stasiun radio berbahasa Spanyol atau membuat iklan televisi untuk
disiarkan di stasiun televisi berbahasa Spanyol. Anda juga dapat
memasang iklan di majalah yang secara khusus membahas budaya
Hispanik.

Kuncinya adalah: Sebelum Anda melakukan salah satu dari hal-hal ini, adalah tugas
dan kewajiban Anda untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami
budaya konsumen. Salah jika mengira Anda dapat memasuki budaya dan
memasarkannya tanpa meneliti terlebih dahulu.

2. Pengaruh Sosial terhadap Perilaku konsumen


Dalam bukunya, Fashion Forecasting, Ellen Brannon dalam Rath, Bay, Gill &
Petrizzi, (2014) menulis tentang keseimbangan yang harus dilakukan seseorang ketika
mencoba untuk hidup di saat ini, yang sering kali melibatkan upaya untuk
menyesuaikan diri (mungkin dengan meniru orang lain) dan, pada saat yang sama,
keinginan untuk menunjukkan keunikan. Dalam konteks pemasaran, pengaruh sosial
mengacu pada informasi atau tekanan yang diberikan atau diberikan oleh kelompok
individu, atau jenis media kepada konsumen (Rath, Bay, Gill & Petrizzi, 2014).
Variabel dan tekanan terkait (teman, jejaring sosial, pemasar, politisi, TV, radio, dan
sebagainya) ikut bermain antara momen stimulasi dan tindakan yang dihasilkan.
Misalnya, seorang pemasar yang tertarik untuk mempercepat proses pembelian yang
digunakan orang-orang saat membeli mobil baru ingin mengidentifikasi pemicu
pembelian yang tepat untuk sasaran pelanggan, menentukan siapa (individu atau
kelompok) di sekitar target pelanggan memiliki pengaruh paling besar, jenis pengaruh
apa yang mereka berikan, dan bagaimana pengaruh tersebut mempengaruhi pembelian
akhir.
Jika kita mengikuti pola tidak mempertanyakan perilaku kita ini, kita tahu
secara umum kita akan dihargai dengan penerimaan dan persetujuan. Ini disebut
sebagai pengaruh sosial normatif, jenis tekanan yang menuntut seseorang untuk
kontra. Kita mungkin menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan atau untuk
mendapatkan penerimaan. Masyarakat menetapkan standar perilaku, mengevaluasi
kinerja selanjutnya, dan menggunakan penghargaan atau hukuman sebagai tanggapan
atas kinerja. Contoh pengaruh sosial normatif mudah dilihat. Orang sering kali
mengenakan pakaian yang mereka yakini akan memberi mereka penerimaan yang
lebih besar. Misalnya, seorang wirausahawan muda mungkin percaya bahwa setelan
jasnya yang disesuaikan dapat membantunya untuk dilihat sebagai orang dewasa yang
matang sekaligus pebisnis yang serius dan sukses di acara para pedagang.
Bagaimana kelompok anutan memengaruhi? Kelompok anutan bisa disebut
dengan istilah reference group, pada dasarnya keanggotaan seseorang biasanya
memihak atau bergabung dengan sebuah referensi untuk tiga alasan: untuk
mendapatkan pengetahuan yang berharga, untuk mendapatkan penghargaan atau
menghindari hukum, dan untuk mendapatkan makna yang digunakan untuk
membangun, memodifikasi atau memelihara konsep pribadi mereka.
Menurut Effendi (2016) terdapat dua sifat kelompok anutan yaitu bersifat
normatif dan bersifat komparatif. Pertama, kelompok anutan yang bersifat normatif
adalah kelompok anutan yang memengaruhi nilai atau perilaku yang ditentukan secara
umum dan luas, contoh: kelompok anutan normatif bagi anak-anak adalah keluarga
terdekat yang tampaknya memainkan peranan penting dalam membentuk nilai dan
perilaku konsumsi umum anak-anak seperti makanan apa yang dipilih untuk gizi yang
baik, cara berpakaian yang pantas untuk berbagai kesempatan khusus, bagaimana dan
di mana berbelanja atau apa yang merupakan nilai yang baik. Kedua, kelompok
anutan yang bersifat komparatif adalah kelompok anutan yang diperlakukan sebagai
tolak ukur bagi sikap atau perilaku yang ditentukan secara khusus atau sempit,
contoh: sebuah keluarga yang tinggal berdekatan dan gaya hidupnya kelihatan
mengagumkan dan pantas untuk ditiru seperti cara mereka memelihara rumah, pilihan
perabotan rumah dan mobil, selera dalam berpakaian, atau tipe liburan yang mereka
lakukan. Daya tarik kelompok anutan sangat efektif digunakan oleh beberapa
pemasang iklan dalam mempromosikan barang dan jasa mereka dengan cara tidak
ketara mereka dapat membujuk calon konsumen untuk mengidentifikasi diri dengan
pemakai produk yang digambarkan. Jenis kelompok anutan yang berbeda melayani
tujuan berpengaruh yang berbeda. American Marketing Association mencatat tiga
tujuan berikut: informasional, utilitarian, dan ekspresif nilai (Rath, Bay, Gill &
Petrizzi, 2014).
Pengaruh informasional datang dalam bentuk fakta, angka, data, dan
sebagainya kepada mereka yang mencari opini dari para profesional yang akrab
dengan subjek atau merek tertentu. Ini dapat menghemat waktu konsumen dan
mengurangi risiko yang dirasakan terkait dengan banyak pembelian (Rath, Bay, Gill
& Petrizzi, 2014). Pemasar dapat membagikan informasi dalam bentuk kampanye
pendidikan dan / atau kesadaran, memposisikan produk mereka sebagai produk ahli.
Misalnya, iklan produk pemutih gigi dapat menampilkan dukungan dari Persatuan
Dokter Gigi Indonesia (PDGI) atas sistem pemutih tersebut.
Pengaruh Utilitarian berlaku ketika seseorang menyerah pada pengaruh
orang atau kelompok lain untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan atau
menghindari hukuman. Misalnya, jika pacar anda memberi tahu anda bahwa dia lebih
menyukai aroma melati daripada bunga lili, Anda sebaiknya melepaskan satu
wewangian dan membeli yang lain. Anda mungkin melakukan ini untuk
menyenangkan pacar Anda; artinya, mempertahankan kebaikan dengannya. Jika suatu
produk membantu Anda mencapai tujuan yang diinginkan, hasil sikap Anda
terhadapnya akan menjadi positif.
Pengaruh nilai-ekspresif adalah yang membahas nilai-nilai inti (misalnya,
bekerja keras itu baik untuk Anda; pelanggan selalu benar; baik terhadap lingkungan),
atau nilai-nilai yang diyakini seseorang harus dimiliki untuk meningkatkan citranya
dalam mata orang lain. Salah satu contohnya adalah membeli pakaian yang diberi
label "love earth", yang mencerminkan nilai cinta terhadap lingkungan.
Tujuan pemasar adalah untuk mengidentifikasi pengaruh potensial ini dan
merespons dengan cara yang menguntungkan semua pihak (Rath, Bay, Gill &
Petrizzi, 2014). Kelompok anutan memengaruhi pengambilan keputusan kami dengan
cara yang jelas dan halus. Setelah pemasar memahami keyakinan bersama dari
kelompok anutan tertentu, mereka dapat menggunakan pengaruh grup untuk
membantu mempromosikan produk atau layanan mereka, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Selain dari kelompok anutan kita harus melihat kelas sosial untuk menentukan
target pelanggan. Para konsumen membeli berbagi produk tertentu berdasarkan
kesadaran keanggotaan dalam kelas sosial yang menyangkut life style (kepercayaan,
sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap
kelas dari anggota kelas sosial lainnya (Effendi, 2016). Kelas sosial merupakan
bentuk segmentasi yang hierarki dan alamiaih, karena aspek hierarki kelas sosial
begitu penting bagi pemasar dan produsen untuk menentukan konsumen mana yang
akan menjadi sasaran produk yang telah diciptakan, apa untuk kelas yang lebih tinggi,
menengah atau rendah (Effendi, 2016). Pengaruh adanya kelas sosial terhadap
perilaku konsumen begitu tampak dari pembelian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Status yang dimiliki seseorang dalam suatu kelompok sosial dari ruang lingkup yang
kecil sampai yang lebih besar, memengaruhi suatu kelompok perilaku kosumen dalam
menentukan suatu keputusan pembelian karena adanya faktor pribadi dan faktor
psikologis. Eksklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan di antara kelas sosial
tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas sosial yang berbeda atau membatasi diri
hanya bergaul dengan kelas sesama mereka (Effendi, 2016).
Adanya kelas sosial pada kehidupan masyarakat yang bertindak sebagai konsumen,
dapat memudahkan para produsen dalam menentukan target pasarnya. Menurut
Effendi (2016) semakin tinggi kedudukan kelas sosial seseorang maka kebutuhan
akan semakin meningkatkan dan mementingkan kualitas dari suatu prodak yang
hendak dikonsumsi. Sebaliknya, semakin rendah kelas sosial seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya tidak terlalu mementingkan kualitas produk yang hendak
dikonsumsi tetapi lebih kepada memikirkan kuantitas dan harga yang akan mereka
bayar.
 Ukuran kelas sosial

Menurut Solomon (2018) anggota dari setiap masyarakat terbagi menjadi


"memiliki" dan "tempat berlindung" (meskipun jumlah yang "dimiliki"
adalah relatif). Amerika Serikat adalah tempat di mana "semua orang
diciptakan sederajat", tetapi beberapa orang tampaknya lebih setara dari
yang lain. Serangkaian variabel yang kompleks, termasuk pendapatan,
latar belakang keluarga, dan pekerjaan, menentukan posisi seseorang
dalam masyarakat (Solomon, 2018). Tempat yang Anda tempati dalam
struktur sosial membantu menentukan tidak hanya berapa banyak uang
yang Anda belanjakan tetapi juga bagaimana Anda membelanjakannya.
Sosiolog W. Lloyd Warner mengusulkan klasifikasi paling berpengaruh
dari struktur kelas A.S. pada tahun 1941. Warner dalam Solomon (2018)
mengidentifikasi enam kelas sosial:

1. Upper Upper
2. Lower Upper
3. Upper Middle
4. Lower Middle
5. Upper Lower
6. Lower Lower
Tabel 1 Ukuran kelas sosial berdasarkan Tingkatan (Effendi, 2016)

Atas: biasanya konsumen


merupakan orang ningkrat,
mempunyai banyak harta
warisan, mempunyai reputasi
internasional,
Tengah: biasanya konsumen
yang memiliki motivasi yang
tinggi untuk mengembangkan
ATAS karier dan memiliki kedudukan
tinggi dalam negara,
pemerintahan, atau memiliki
kekuasaan.
Bawah: biasanya konsumen
yang memiliki perusahaan
sendiri, profesi yang mapan
seperti dokter, ahli hukum yang
kaya.
TENGAH Atas: biasanya konsumen yang
memiliki motivasi dalam
mengembangkan karier,
biasanya menjadi anggota klub
olahrga yang bergengsi seperti
golf
Tengah: biasanya konsumen
yang memiliki semnagat kerja
yang tinggi, suka mengikuti arus
mode, membeli produk yang
populer dan tidak ragu untuk
membelanjakan uang untuk
pengalaman bagi anak-anaknya
dan membimbing mereka
menuju perguruan tinggi.
Bawah: biasanya konsumen
yang memiliki usaha yang
sederhana, mereka merupakan
kelompok pekerja non
manajerial. Mereka tergolong
cukup
Atas: biasanya kosnumen yang
memiliki penghasilan yang
relatif cukup untuk kehidupan
sehari-hari, pada umumnya
istrinya aktif pula dalam
menambah penghasilan. Mereka
merupakan padagang atau
pengusaha ekonomi lemah atau
pegawai biasa.
Tengah: biasanya kosumen yang
memiliki standar kehidupan
hanya seikit di atas garis
BAWAH
kemiskinan, dalam melakukan
pekerjaan yang memiliki
keterampilan yang minim dan
diperlukan kerja keras untuk
anak-anak mereka masa yang
akan datang.
Bawah: biasanya konsumen
yang memiliki penghasilan dan
hidup jauh dari kecukupan,
sebagai pekerja mereka dengan
adalah pekerja kasar dan hanya
memiliki keterampilan fisik.
 Implikasi kelas sosial pada perilaku konsumen
Berbagai profil kelas sosial memberikan gambaran yang luas mengenai
nilai-nilai, sikap dan perilaku yang membedakan parra anggota berbagai
kelas sosial. Menurut Effendi (2016) dilihat dari peran kelas sosial
terhadap perilaku konsumen dapat diamati melalui tempat berbelanja,
penggunaan waktu senggang, cara penggunaan uang, dan lain sebagainya.
Tempat berbelanja: para anggota kelas sosia tertentu berbeda sudut
pandangannya mengani apa yang mereka anggap sesuai dengan selera dan
mode yang baik, misalnya para konsumen kelas menengah bawah
mempunyai pilihan yang kuat terhadap T-shirt, topi, dan pakaian lainnnya
yang memberikan titik identitas eksternal, seperti nama atau yang di
kagumi (Michaeel jordan), perusahaan atau merek yang dihormati
(Heineken), atau merek dagang yang dihargai (Nike). Para konsumen ini
merupakan target utama bagi barang-barang berlisensi. Sebaliknya, para
konsumen kelas atas mungkin membeli pakaian yang tidak mencangkup
ciri pendukung seperti di atas. Para konsumen kelas aatas juga mencari
pakaian dnegan corak yang lebih halus, seperti semacam pakaian olahraga
yang dijumpai di katalog. Dapat diamati orang memakai pakaian luar
dengan label perancangnya sangat terkenal masih melekat pada lengan
jasnya. Juga ini merupakan tanda kesanggupan membeli pakaian mewah
yang mahal. Kelas sosial merupakan variabel penting dalam menentukan
dimana seorang konsumen berbelanja. Orang cenderung menghindari
tempat berbelanja yang mempunyai citra daya penarik bagi suatu kelas
sosial yang sangat berbeda dengan citranya sendiri.
Pencarian waktu senggang: keanggotaan kelas sosial erat hubungannya
dengan kegiatan rekreasi dan wkatu senggang. Misalnya para konsumen
kelas atas mungkin nonton bioskop dan konser, bermain bridge, dan
nonton pertandingan sepak bola perguruan tinggi. Para konsumen kelas
bawah cenderung penggemar televisi dan pecandu kegiatan memancing.
Selanjutnya para konsumen kelas bawah melewatkan waktu lebih banyak
pada kegiatan bercorak komersial (boling, biliar atau mengunjungi kedai
minuman) dan kegiatan keterampilan (proyek model bangunan, mencat,
dan pertukangan) dari pada kegaiatan yang menuntut pekerjaan otak
(membaca, mengunjungi museum). Meski demikian tanpe memperdulikan
apakah kitasedang menggambarkan para konsumen kelas menengah atau
kelas pekerja, tampak ada kecenderungan untuk melakukan pengularan
lebih besar untuk berbagai pengalaman yang menyertakan seluruh anggota
keluarga (liburan atau berbeagai kegiatan keluarga) mengurangi
pengeluaran untuk membeli barang tertentu.
Cara penggunaan uang: simpanan, pengeluaran dan peggunaan kartu
kredit tampaknya ada hubungannya dengan kedudukan kela sosial. Para
konsumen kelas atas lebih berorientasi ke masa depan dan yakin terhadap
kepandaian mereka dalam mengatur keuangan, mereka lebih bersedia
menanamkan uang mereka ke dalam asuransi, saham dan perumahan.
Sebagai perbandingan, para konsumen kelas bawah lebih memerhatikan
kepuasan yang langsung di rasakan, jika mereka menabung lebih
memerhatikan keamanan dan jaminan. Karena itu, tidaklah heran jika
sampaipada pemakaian kartu kredit bank mereka untuk pembelian dengan
cicilan, sedangkan para anggota kelas sosial membayar tagihan kartu
kredit mereka secara penuh setiap bulan. Dengan perkataan lain, para
pembeli kelas bawah cenderung menggunakan karu kredit mereka untuk
“beli sekarang dan bayar belakangan” untuk barang yang tidak mungkin
dapat membeli selain dengan cara demikian, sedangkan para pembeli
kelas atas menggunakan kartu kredit mereka sebagai pengganti yang
menyenangkan dari uang kontan.

Jadi profil semua kelas sosial ini menunjukan bahwa perbedaan sosial ekonomi
anatara berbagai kelas yang tercermin dalam perbedaan sikap, kegiatan hiburan dan
kebiasaan konsumsi. Ini sebabnya mengapa segmentasi berdasarkan kelas sosial
sangat menarik bagi pemasar.

3. Pengaruh Keluarga Terhadap Perilaku Konsumen


Ada banyak kekuatan yang membantu menentukan perilaku pembelian, yang sebagian
besar berasal dari pengamatan tindakan berbagai kelompok anutan, setiap orang atau
kelompok yang berfungsi sebagai titik perbandingan atau kerangka acuan bagi
seorang individu ketika individu tersebut membentuk miliknya sendiri (Rath, Bay,
Gill & Petrizzi, 2014). keyakinan dan perilaku. Kelompok anutan pertama dan utama
yang digunakan seorang anak untuk mengukur perilakunya adalah keluarga (Rath,
Bay, Gill & Petrizzi, 2014). Tidak peduli berapa usia Anda, Anda mungkin dapat
mengingat saat Anda masih kecil, berbelanja dengan orang tua atau kakek nenek
Anda, dan bagaimana Anda diharapkan untuk berperilaku. Mungkin Anda harus
berdandan sedikit untuk pergi ke toko barang mewah. Mungkin Anda telah diberitahu
sebelumnya bahwa Anda tidak akan mendapatkan mainan selama kunjungan itu. Atau
Anda mungkin pernah ditanyai pendapat Anda tentang barang tertentu dan kemudian
disuguhi es krim karena dianggap "enak".
Tak perlu dikatakan, keluarga masa kini memiliki banyak bentuk. Pemasar
jelas perlu melacak evolusi yang sedang berlangsung dari rumah tangga modern
(Rath, Bay, Gill & Petrizzi, 2014). Sebagai konsep keluarga terus berubah, kebutuhan
dan keinginan setiap rumah tangga berubah — karenanya, munculnya toko furnitur
yang melayani para lajang, resor yang menargetkan keluarga, komunitas khusus untuk
pensiunan, dan kelas do-it-yourself untuk wanita yang merawat mobil mereka sendiri
dan membangun tempat berjemur mereka sendiri (Rath, Bay, Gill & Petrizzi, 2014).
Terlepas dari komposisinya, pola pengeluaran anggota rumah tangga terutama
bergantung pada usia, pendapatan, hubungan satu sama lain, dan ada atau tidaknya
anak. Faktor-faktor ini semuanya merupakan bagian dari proses pengambilan
keputusan konsumen, yang melibatkan banyak pengaruh dan langkah-langkah yang
akan kita bahas secara mendalam pada blog sebelumnya. Untuk saat ini, kami akan
memfokuskan perhatian kami pada keluarga, karena keluarga adalah pemberi
pengaruh utama. dan unit yang mengajari setiap anggota keterampilan yang pada
akhirnya dibutuhkan untuk membuat keputusan pembelian.
Peran Individu dalam Keputusan Konsumsi Keluarga Keputusan konsumsi
keluarga paling sedikit melibatkan lima peran yang dapat dijelaskan, seperti peran
suami, istri, anak-anak dan anggota lain dalam rumah tangga. Menurut Rath, Bay, Gill
& Petrizzi (2014) peran yang dilakukan sebagai aktor ganda adalah normal dalam
sebuah keluarga yaitu:
1. Penjaga pintu (gatekeeper) yaitu: sebagai inisiator pemikiran keluarga
mengenai pembelian produk dan pengumpulan informasi untuk membantu
pengambilan keputusan.
2. Pemberi pengaruh (influencer) yaitu: individu yang opininya dicari
sehubungan dengan kriteria yang harus digunakan oleh keluarga dalam
pembelian dan produk atau merek mana yang paling mungkin cocok
dengan kriteria evaluasi itu.
3. Pengambil keputusan (decider) yaitu: orang dengan wewenang atau
kekuasaan keuangan untuk memilih bagaimana uang keluarga
dibelanjakan dan produk atau merek mana yang akan dipilih.
4. pembeli (buyer) yaitu: orang yang bertindak sebagai agen pembelian yang
mengunjungi toko, menghubungi penyuplai, menulis cek, membawa
produk kerumah dan seterusnya.
5. Pemakai (user) yaitu: orang yang hanya menggunakan produk, contoh
seorang bayi yang mengonsumsi susu formula. Keluarga sangat penting di
dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan. Pertama keluarga
adalah unit pemakaian dan pembelian untuk banyak produk konsumen.
Kedua keluarga adalah pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu.

Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
dihubungkan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan yang tinggal bersama
(Effendi 2016). Sedangkan rumah tangga berbeda dengan keluarga berdasarkan
pendiskripsian semua orang, baik yang berkerabat maupun tidak yang menempati satu
unit perumahan (Effendi 2016).

Anggota keluarga atau rumah tangga memegang berbagai peranan, yang


mencakupi sebagai penjaga pintu, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli
dan pemakai. Pengaruh pasangan hidup, anak, atau anggota keluarga lain dalam
keluarga bervariasi menurut sumber daya anggota keluarga, jenis produk, tahap dalam
siklus kehidupan dan tahap dalam keputusan pembelian (Effendi 2016).

Sosialisasi keluarga terhadap perilaku konsumen. Sosialisasi mencakup proses


yang berkaitan dengan kegiatan individu untuk mempelajari tertib sosial
lingkungannya dan menyerasikan pola integrasi yang terwujud dalam konformitas,
nonkonformitas, penghindaran diri dan konflik (Effendi 2016). Sosialisasi bisa terjadi
dengan berbagai cara yang berbeda pada setiap orang dan dalam konteks sosial.
Orangtua, teman bermain, guru, rekan, kekasih, suami-istri, dan anak-anak semua ini
memegang peranan penting dan mereka melakukan semua itu dalam lingkungan yang
mungkin ada (Effendi 2016). Sosialisasi dapat dilakukan dengan sengaja atau tidak,
bersifat formal atau tidak. Melalui proses sosialisasi, seseorang berangsur- angsur
mengenal persyaratan dan tuntutan hidup di lingkungan budayanya. Seseorang akan
terpengaruh cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya, maka tingkah laku
seseorang dapat diramalkan (Effendi 2016). Seperti proses pengasuhan anak adalah
bagian dari sosialisasi yang dialaminya.

Sehubungan dengan perilaku konsumen sosialisasi para anggota keluarga,


dimulai dari anak-anak sampai dewasa adalah merupakan fungsi keluarga yang
pokok. Dalam kasus anak-anak kecil, proses ini termasuk menanamkan pada anak-
anak nilai-nilai dasar dan cara berperilaku yang sesuai dengan budaya. Hal ini
biasanya termasuk prinsip-prinsip moral dan agama, keterampilan antarpribadi,
standar berpakaian dan berdandan, tata krama dan cara berbicara yang pantas,
pemilihan pendidikan dan pekerjaan atau tujuan karier yang cocok.

Untuk menggambarkan bagaimana tanggung jawab sosialisasi ini


berkembang, orangtua semakin ingin melihat anak-anak mereka yang masih kecil
memiliki keterampilan komputer yang memadai, hampir sebelum mereka dapat
berbicara atau berjalan -- sekitar 12 bulan setelah kelahiran. Karena orangtua
kelihatan sangat tertarik agar anak mereka yang kecil belajar menggunakan komputer,
para pengembang perangkat keras dan perangkat lunak dengan cepat menciptakan
berbagai produk yang ditargetkan untuk orangtua yang ingin membeli barang-barang
untuk keperluan tersebut bagi anak-anak mereka yang masih sangat kecil.

Para pemasar sering menargetkan orangtua yang mencari bantuan dalam tugas
mensosialisasikan anak-anak mereka. Untuk tujuan ini, para pemasar peka terhadap
fakta bahwa pensosialisasian anak-anak yang masih kecil memberi peluang untuk
membentuk suatu dasar agar pengalama terakhir terus berkembang disepanjang
kehidupan. Semua pengalaman ini diperkuat dan berubah selama anak-anak itu
tumbuh menjadi remaja belasan tahun dan akhirnya menjadi dewasa.

1. Sosialisasi Konsumen Anak-anak


Aspek sosialisasi anak-anak yang terutama relevan dengan studi perilaku
konsumen adalah sosialisasi konsumen yang didefinisikan sebagai proses yang
memungkinkan anak-anak untuk memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan
sikap yang diperlukan untuk berfungsi sebagai konsumen (Effendi 2016).
Berbagai studi telah memfokuskan pada bagaimana anak-anak mengembangkan
keterampilan konsumsi mereka. Kebanyakan anak- anak pra-remaja memperoleh
norma-norma perilaku konsumen mereka melalui pengamatan terhadap orangtua
mereka dan saudara kandung yang lebih tua, yang berfungsi sebagai model peran
dan sumber petunjuk untuk pembelajaran konsumsi pokok (Effendi 2016).
Sebaliknya, anak-anak remaja dan belasan tahun mungkin melihat pada teman-
teman mereka untuk model perilaku konsumen yang dapat diterima. Pengalaman
berbelanja bersama -sebagai kawan berbelanja ketika ibu dan anak-anak belanja
bersama- juga memberikan kesempatan pada anak-anak untuk memperoleh
keterampilan berbelanja di toko. Mungkin disebabkan oleh gaya hidup mereka
yang lebih serba terburu-buru, para ibu yang bekerja lebih mungkin berbelanja
bersama anak-anak mereka dari pada para ibu yang tidak bekerja. Berbelanja
bersama merupakan suatu cara melewatkan waktu dengan anak-anak sekaligus
sambil menyelesaikan tugas yang diperlukan. Sosialisasi konsumen juga berlaku
sebagai alat bagi orangtua untuk memengaruhi aspek lain dalam proses sosialisasi.
Misalnya, orangtua sering menggunakan janji atau hadiah barang-barang sebagai
alat untuk mengubah atau mengontrol perilaku seorang anak. Seorang ibu
mungkin memberikan hadiah pada anaknya dengan suatu pemberian ketika
anaknya melakukan sesuatu untuk menyenangkan anaknya, atau mungkin
menahannya atau menghentikannya jika anak tidak patuh. Berdasarkan hasil riset
menyatakan bahwa mendukung fungsi pengontrolan perilaku ini. Tegasnya anak-
anak remaja melaporkan bahwa orangtua mereka sering menggunakan janji
permen coklat atau mainan sebagai alat untuk mengontrol perilaku seperti
menyuruh mereka menyelesaikan pekerjaan rumah atau membersihkan kamar
mereka.
2. Sosialisasi Konsumen Dewasa
Proses sosialisasi tidak hanya terbatas pada anak-anak, sebaliknya proses ini
merupakan proses yang terus-menerus (Effendi 2016). Sekarang ini menerima
bahwa sosialisasi dimulai pada masa anak-anak yang dini dan terus berlangsung di
sepanjang kehidupan manusia. Sebagai contoh, ketika suatu pasangan yang baru
menikah mendirikan rumah tangga yang terpisah dari orangtua, penyesuaian diri
mereka terhadap kehidupan dan konsumsi bersama merupakan bagian dari proses
yang berkesinambungan. Demikian pula, penyesuaian diri pasangan yang telah
pensiun dan memutuskan untuk pindah tempat tinggal merupakan bagian dari
proses sosialisasi yang tiada henti. Bahkan keluarga yang mulai memelihara
hewan kesayangan dirumah mereka, sebagai anggota keluarga baru harus
menghadapi tantangan mensosialisasikan hewan kesayangan itu sehingga cocok
dengan lingkungan keluarga.
3. Sosialisasi antar Generasi
Tampaknya kesetiaan pada merek yang dipilih atau pilihan terhadap merek lazim
sekali dipindahkan dari satu generasi kegenerasi lain - pemindahan merek
antargenerasi– yang bahkan mungkin terjadi pada tiga atau empat generasi dalam
keluarga yang sama (Effendi 2016). Misalnya, pilihan merek tertentu untuk
berbagai produk seperti selai kacang, mayones, kecap, kopi, dan sup kaleng
semuanya merupakan kategori barang yang sering diteruskan dari generasi ke
generasi lain dalam keluarga. Kiranya penyajian bagan di bawah ini dapat
memberikan model sederhana mengenai proses sosialisasi yang memfokuskan
pada sosialisasi anak-anak kecil tetapi yang dapat diperluas pada anggota keluarga
dari semua umur. Perhatikan bahwa panah-panah menuju kedua arah antara orang
muda dan para anggota keluarga lainnya dan antara orang muda dan teman-
temannya. Panah yang menuju kedua arah ini berarti bahwa sosialisasi benar-
benar merupakan jalan dua arah, di mana anak-anak muda mengalami sosialisasi
maupun memengaruhi mereka yang melakukan sosialisasi. Yang mendukung
pandangan ini adalah realistis bahwa anak-anak dari segala umur sering
memengaruhi pendapat dan perilaku orangtua.

Penelitian

Pada penelitian Abdul Ghoni dan Tri Bodroastuti (2010) Pengaruh faktor budaya, sosial,
pribadi, psikologi terhadap perilaku konsumen (studi pada pembelian di perumahan Griya
Utama Banjardowo Semarang) dari hasil penelitian tersebut di peroleh bahwa Faktor budaya
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku konsumen. Hal ini berarti bahwa apabila
faktor budaya lebih ditingkatkan maka perilaku konsumen dalam membeli juga akan
mengalami peningkatan. Faktor sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
konsumen. Hal ini berarti bahwa apabila faktor sosial lebih ditingkatkan maka perilaku
konsumen dalam membeli juga akan mengalami peningkatan. Selain itu hal itu pada
penelitian pengaruh budaya dan keluarga terhadap minat menabung nasabah di Bank Syariah,
hasil dari pengujian penelitian tersebut rterdapat hubngan yang kuat antara minat menabung
dengan budaya dan keluarga (Andespa, 2017).

Kesimpulan

Banyak faktor yang memengaruhi perilaku konsumen, termasuk disposisi konsumen


terhadap produk tertentu. Budaya konsumen memengaruhi perilaku sehari-harinya, dan
terdapat dukungan pengalaman untuk konsep bahwa budaya menentukan apa yang dibeli
konsumen dan kapan dia membelinya. Sebelum itu kita harus membahas dua hal mendasar
yang harus dipahami tentang budaya. Menurut Lake (2009) Tiga bagian utama dari budaya -
kepercayaan, nilai, dan norma memiliki pengaruh yang berbeda dan kuat pada konsumen
dan Anda dapat memanfaatkan elemen-elemen ini untuk memasarkan produk Anda dengan
cara yang lebih efektif dan menarik. Para konsumen membeli berbagi produk tertentu
berdasarkan kesadaran keanggotaan dalam kelas sosial yang menyangkut life style
(kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota
setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya (Effendi, 2016). Adanya kelas sosial pada
kehidupan masyarakat yang bertindak sebagai konsumen, dapat memudahkan para
produsen dalam menentukan target pasarnya. Peran Individu dalam Keputusan Konsumsi
Keluarga Keputusan konsumsi keluarga paling sedikit melibatkan lima peran yang dapat
dijelaskan, seperti peran suami, istri, anak-anak dan anggota lain dalam rumah tangga.
Selain itu terdapatpenelitian pengaruh budaya dan keluarga terhadap minat menabung
nasabah di Bank Syariah, hasil dari pengujian penelitian tersebut rterdapat hubngan yang
kuat antara minat menabung dengan budaya dan keluarga (Andespa, 2017).
Daftar Pustaka

Andespa, R. (2017). Pengaruh Budaya dan Keluarga Terhadap Minat Menabung Nasabah di
Bank Syariah. Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam, 2(1), 35-49.

Effendi, U. (2016). Psikologi konsumen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ghoni, A., & Bodroastuti, T. (2010). Pengaruh Faktor Budaya, Sosial, Pribadi Dan Psikologi
Terhadap Perilaku Konsumen (Studi Pada Pembelian Rumah Di Perumahan Griya
Utama Banjardowo Semarang). Jurnal Kajian Akuntansi dan Bisnis, 1(1), 103179.

Lake, L. (2009). Consumer behavior for dummies. John Wiley & Sons.

Rath, P. M., Bay, S., Gill, P., & Petrizzi, R. (2014). The why of the buy: Consumer behavior
and fashion     marketing. Bloomsbury Publishing.

Thomas, Vicent F. 2020. Saat Indonesia Tak Siap Hadapi Lonjakan Pengangguran 2020.
Retrieved From https://tirto.id/saat-indonesia-tak-siap-hadapi-lonjakan-
pengangguran-2020-fUDH?from=AMP

Anda mungkin juga menyukai