Anda di halaman 1dari 41

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

ARTIKEL

Disusun untuk memenuhi tugas PJOK

Disusun oleh:

Rayzel Hiu

12 MIPA 3

30

YAYASAN PENDIDIKAN GEMBALA BAIK

SMA GEMBALA BAIK

PONTIANAK

2020/2021
A. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang dapat menular melalui
hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi. Biasanya aktivitas itu dilakukan
tanpa pengaman. Aktivitas seks yang dimaksud bisa berupa vaginal, anal (anus), dan
oral (mulut) serta melibatkan penis. Tidak terbatas pada hubungan seks, penularan
juga bisa dengan transfusi darah, jarum suntik, dan dari ibu ke janin. Ada banyak
sekali jenis PMS, begitu juga dengan gejala-gejala, pengobatan, dan penyebabnya.
Secara umum, gejala PMS berupa:
1. Vagina, anus mulut, dan penis mengalami luka,benjolan, atau lepuhan.
2. Vagina dan penis terasa gatal. Di mana penis dapat mengalami kencing nanah,
sedangkan vagina mengalami keputihan serta pendarahan dan bau tak sedap.
3. Nyeri ketika berhubungan intim dan buang air kecil. Di mana urine, bisa berubah
warnanya (mengalami abnormal).
4. Ruam di badan,kaki, dan tangan. Bisa juga mengalami demam dan menggigil.
5. Nyeri di daerah bawah perut dan panggul.
Untuk diagnosis PMS, biasanya dilakukan tes laboratorium, misalnya tes darah,
urine, cairan dari luak genital, dsb. Jenis tes tergantung dari penyakitnya.
PMS dapat mengakibatkan komplikasi sebagai berikut:
1. Komplikasi kehamilan
2. Peradangan mata
3. Kanker serviks
4. Kanker dubur
5. Radang panggul
6. Infertilitas
7. Penyakit jantung, dan masih banyak lagi.

Komplikasi terjadi karena pengobatan yang tidak tepat. Oleh karena itu, segera
konsultasi ke dokter apabila mengalami keluhan seperti yang disebutkan. Terutama
jika Anda melakukan hubungan seksual yang tidak aman dan berisiko. Apabila sudah
terlanjur tertular, pengobatan yang diberikan dapat berupa antibiotik atau antivirus,
dsb. Pengobatan tergantung jenis,penyebab, dan keparahan penyakit. Untuk
pencegahan, Anda harus menjaga kebersihan kelamin, vaksin, melakukan seks aman,
dan tidak bergonta ganti pasangan.
B. Penyebab-penyebab penyakit menular seksual (PMS)

Penyakit menular seksual (PMS) dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, dan parasit. Setiap faktor penyebab menimbulkan penyakit yang berbeda-
beda dengan gejala, penularan, dan penanganan yang berbeda-beda pula.

C. Macam-macam penyakit menular seksual (PMS)

3.1 PMS disebabkan oleh bakteri

Bakteri adalah bakteri adalah mikroskopis yang tidak bisa dilihat dengan mata
telanjang, prokariota (intil sel tak bermembran) serta uniseluler. Di mana bakteri dapat
hidup di lingkungan ekstrim seperti air panas, kawah,dsb. serta dapat hidup di tubuh
manusia. Bakteri dapat bertahan hidup tanpa inang. Bakteri ada yang menguntungkan,
seperti bakteri di usus besar manusia yang membantu pencernaan. Sayangnya, tidak
semua bakteri menguntungkan. Bakteri yang merugikan dapat menyebabkan penyakit
melalui infeksinya. Infeksi bakteri terjad karena bakteri tertentu berkembang baik di
dalam tubuh dan menimbulkan gangguan.

Berikut adalah contoh PMS yang disebabkan oleh bakteri:

3.1.1. Sifilis atau Raja Singa

Sifilis atau yang biasa disebut raja singa adalah PMS yang disebabkan infeksi
bakteri Treponema pallidum. Bakteri ini berbentuk spiral dan umumnya menginfeksi
melalui kontak seksual langsung. Di mana, masuk ke tubuh inan melalui celah antara
epitel. Organisme ini juga dapat ditualrkan kepada janin melalui jalur transplasental
pada masa akhir-akhir kehamilan. Hubungan seksual yang tidak aman dengan
penderita sifilis adalah penularan paling umum.. Di mana. sifilis rentan tertular pada
orang yang gemar berganti-ganti pasangan. Penularan juga dapat terjadi melalui
kontak fisik dengan luka yang ada pada penderita. Penyakit juga bis ditularkan
melalui cairan tubuh penderita seperti darah, misalnya melalui jarum suntik.

Gejala sifilis diawali dengan munculnya luka yang tidak terasa sakit di area kelamin,
mulut, atau dubur. Luka pada area kelamin yang menjadi gejala sifilis (sipilis) sering
kali tidak terlihat dan tidak terasa sakit, sehingga tidak disadari oleh penderitanya.
Meski demikian, pada tahap ini, infeksi sudah bisa ditularkan ke orang lain. Gejala
sipilis atau sifilis berkembang sesuai dengan tahapan yang dialami. Pada tahapan
tertentu, gejala sifilis sudah tidak muncul, namun penderita masih tetap
bisa menularkannya kepada orang lain.

3.1.1.1. Treponema pallidum, bakteri penyebab sifilis.

Berikut adalah penjelasan gejala sifilis, yang juga dikenal dengan penyakit raja singa,
berdasarkan tahap perkembangan penyakitnya:

1. Sifilis primer
Gejala muncul antara 10 hingga 90 hari setelah terpapar bakteri penyebab sifilis.
Awalnya, gejala yang muncul berupa luka kecil pada kulit (chancre) yang tidak
terasa sakit. Luka ini timbul pada lokasi bakteri masuk ke dalam tubuh, biasanya
di area sekitar kelamin.

Selain di area kelamin, luka juga dapat muncul di area mulut atau dubur. Tidak
hanya muncul di bagian luar, luka akibat sifilis atau sipilis ini, juga bisa muncul di
bagian dalam vagina, dubur, atau mulut sehingga tidak terlihat. Karena luka
tersebut bisa tidak menimbulkan rasa sakit, penderita bisa tidak menyadari terkena
sifilis.
Luka ini dapat menghilang dalam waktu 3 hingga 6 minggu, namun hal tersebut
bukan berarti penderita telah pulih. Bila tidak diobati, kondisi ini justru
menandakan infeksi telah berkembang dari primer menjadi sekunder.Pada tahap
ini, di area selangkangan juga dapat muncul benjolan yang menandakan
pembengkakan kelenjar getah bening, sebagai reaksi dari pertahanan tubuh.

2. Sifilis sekunder
Beberapa minggu setelah luka menghilang, gejala sifilis sekunder berbentuk ruam
bisa muncul di bagian tubuh mana pun, terutama di telapak tangan dan kaki. Ruam
tersebut dapat disertai kutil pada area kelamin atau mulut, namun tidak
menimbulkan rasa gatal.Biasanya ruam yang muncul berwarna merah atau merah
kecoklatan dan terasa kasar, tapi ruam tersebut sering terlihat samar sehingga
penderita tidak menyadarinya.

Selain timbul ruam, gejala sipilis (sifilis) tahap sekunder juga dapat disertai gejala
lain,seperti demam, lemas, nyeri otot, sakit tenggorokan, pusing, pembengkakan
kelenjar getah bening, rambut rontok, serta penurunan berat badan.Ruam pada
tahap ini juga akan menghilang meski penderita tidak menjalani pengobatan.
Namun gejala dapat muncul berulang kali setelahnya. Tanpa pengobatan yang
tepat, infeksi dapat berlanjut ke tahap laten atau tahap tersier.

3. Sifilis laten

Pada sifilis tahap ini, bakteri tetap ada, tapi sifilis tidak menimbulkan gejala apa
pun selama bertahun-tahun. Selama 12 bulan pertama tahap sifilis laten, infeksi
masih bisa ditularkan. Setelah dua tahun, infeksi masih ada di dalam tubuh, tapi
tidak bisa ditularkan kepada orang lain lagi.Jika tidak diobati, infeksi ini dapat
berkembang menjadi tahap tersier yang merupakan tahap sifilis paling berbahaya.

4. Sifilis tersier

Infeksi pada tahap ini dapat muncul antara 10 hingga 30 tahun setelah terjadinya
infeksi pertama. Sifilis pada tahap tersier ditunjukkan dengan kerusakan organ
permanen, sehingga bisa berakibat fatal bagi penderitanya.. Pada tahap ini, sifilis
bisa sangat berbahaya dan bahkan menyebabkan kematian. Sifilis tersier bisa
berdampak pada mata, otak, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan sendi-
sendi. Akibatnya, penderita bisa mengalami kebutaan, stroke, atau penyakit
jantung.

5. Sifilis kongenital

Bila ibu hamil terkena sifilis atau raja singa, infeksi ini juga dapat menyebar
kepada anaknya, baik sejak dalam kandungan atau saat persalinan. Sifilis jenis ini
disebut sifilis bawaan atau sifilis kongenital. Kondisi ini sering menimbulkan
komplikasi serius saat kehamilan, seperti keguguran, kematian janin dalam
kandungan, atau kematian bayi beberapa saat setelah dilahirkan.

Bila berhasil hidup, bayi yang lahir dengan sifilis atau sipilis kongenital biasanya
tidak menunjukkan gejala tertentu pada awalnya. Namun, beberapa bayi dapat
mengalami ruam di bagian telapak tangan atau telapak kaki, serta pembengkakan
kelanjar getah bening dan organ limpa.

Kondisi sifilis kongenital dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti:

 Batang hidung yang rata.


 Kelainan bentuk gigi.
 Anemia berat.
 Pertumbuhan tulang yang abnormal.
 Meningitis.
 Ganguan saraf, seperti buta atau tuli.

Gambar 3.1.1.2. Gejala Sifilis

Diagnosis dilakukan dokter dengan tes pemeriksaan darah dan pengambilan cairan
luka. Tes darah untuk mengetahui adanya antibodi untuk melawan infeksi, sementara
pemeriksaan cairan luka guna mengetahui keberadaan bakteri penyebabnya. Untuk
pengobatan, akan lebih efektif jika dilakukan pada tahap awal. Saat ini, belum ada
penelitian yang bisa memastikan pengobatan alami untuk sipilis. Obat sipilis pun
tidak dapat didapatkan secara bebas di apotek. Sehingga, untuk melakukan perawatan
penyakit ini, Anda perlu memeriksakan diri ke dokter.Meski begitu, penyakit ini
sebenarnya tergolong cukup mudah untuk diobati, apabila perawatannya dilakukan
sejak awal kemunculannya.

Karena penyakit ini disebabkan oleh bakteri terponema pallidum, maka obat sipilis
yang dianggap paling efektif adalah antibiotik penisilin.  Namun, tidak semua
penderita penyakit ini akan mendapatkan obat dalam dosis yang sama. Pemberian obat
sipilis, dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan penyakitnya.Agar tidak terjadi
komplikasi dan lebih parah. Sifilis dapat diatasi dengan antibiotik penisilin. Selama
masa pengobatan, penderita dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seks, sampai
dokter memastikan infeksi sudah sembuh. Biasanya, obat disuntikkan atau dalam
bentuk tablet.

Pencegahan sifilis dapat dilakukan dengan perilaku seks yang aman, seperti tidak
berganti-ganti pasangan, menggunakan pengaman seperti kondom. Pemeriksaan atau
skrining sifiilis dan konsultasi doter harus sering dilakukan pada orang yang
mengalami faktor tinggi penyakit ini.

Gambar 3.1.1.3. Alat tes sifilis Gambar 3.1.1.4. Antibiotik untuk


sifilis

3.1.2. Gonore

Kencing nanah atau gonore adalah salah satu penyakit menular seksual. Pada pria,
gonore akan menimbulkan gejala berupa keluarnya nanah dari penis. Selain itu,
penderita gonore akan merasakan perih saat buang air kecil. Berbeda dengan gonore
pada pria, jika terjadi pada wanita gonore bisa tidak menimbulkan gejala. Penyakit
gonore dapat sembuh dalam beberapa hari, jika diberikan pengobatan yang tepat dan
segera.Penyakit ini sangat umum di Indonesia, di mana ada lebih dari 2 juta kasus
yang tercatat. Gonore disebabkan oleh bakteri bernama Neisseria Gonorrhoeae atau
Gonococcus. yang biasanya ditemukan di cairan penis dan alat vital wanita dari orang
yang terkena infeksi tersebut.

Gambar 3.1.2.1. Neisseria Gonorrhoeae, bakteri penyebab gonore

Itulah mengapa bakteri tersebut bisa menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
hubungan seksual. Bakteri tersebut berbahaya karena dapat menyerang bagian dubur,
serviks (leher rahim), uretra (saluran kencing dan sperma), mata, dan tenggorokan.
Manusia merupakan satu-satunya inang alami bakteri ini. Untuk menginfeksi, bakteri
membutuhkan kontak langsung dengan mukosa tubuh, bisa lewat hubungan seks, atau
penggunaan kloset duduk. Bakteri ini menempel dengan pilinya

Gonore paling sering menular melalui hubungan seks, seperti melakukan seks oral
atau anal, menggunakan mainan seks yang terkontaminasi, dan berhubungan seks
tanpa menggunakan kondom atau tidak dilapisi dengan kondom baru tiap digunakan.
Selain itu, ibu yang terinfeksi penyakit menular seksual ini juga bisa menularkannya
pada bayi saat melahirkannya. Pada bayi, gonore paling sering menyerang mata.

Orang yang berisiko mengalami penyakit ini adalah orang yang gemar melakukan
seks bebas, berganti pasangan, serta berprofesi pekerja seks.

Dalam banyak kasus, infeksi gonore sering tidak menimbulkan gejala,khususnya


wanita. Itulah sebabnya pengidap gonore sering tidak menyadari bahwa dirinya sudah
terinfeksi. Namun, bila menimbulkan gejala, umumnya, gonore ditandai dengan rasa
sakit atau nyeri saat buang air kecil dan keluarnya cairan kental berwarna kuning atau
hijau dari vagina atau penis. Itulah mengapa penyakit ini dikenal juga dengan sebutan
kencing nanah.
Gambar 3.1.2.2. Gejala Gonore

Untuk diagnosis, dokter akan menganalisis sampel sel. Sampel tersebut bisa didapati
dari tes uine, dimana pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengidentifikasi bakteri
di uretra pengidap. Ada juga tes Darah. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah
infeksi sudah menyebar ke dalam darah. Untuk wanita, sekarang ini sudah terdapat
alat tes untuk gonore yang bisa dilakukan di rumah. Alat tes rumah tersebut untuk
mengambil sampel di vagina untuk dikirim ke laboratorium khusus untuk pengujian.

Gambar 3.1.2.3. Alat tes gonore

Gonore dapat mengakibatkan kompikasi serius seperti

 Penyakit radang panggul.


 Nyeri panggul kronis.
 Infertilitas
 Kehamilan ektopik, yaitu embrio menempel di luar rahim saat sedang hamil.
 Epididimitis, yaitu radang epididymis yang mengontrol produksi sperma.

Setelah hasil tes menunjukkan positif terdapat infeksi gonore, dokter biasanya akan
memberikan suntikan antibiotik dan obat oral pada pengidap dan pasangannya. Perlu
diingat bahwa tidak hanya penderita saja yang perlu diobati, tetapi pasangan seksual
dari penderita juga perlu diobati, karena kemungkinan besar juga menderita gonore.
Setelah sembuh dari gonore, tidak tertutup kemungkinan seseorang bisa terkena
gonore lagi. Antibiotik diberikan karena penyebab dari penyakit ini adalah bakteri.
Pengidap juga dianjurkan untuk ridak melakukan hubungan seksual dulu untuk
sementara sampai perawatan selesai. Hal ini karena masih ada risiko terjadinya
komplikasi atau penyebaran infeksi. Selain itu, dokter juga akan menyarankan
pengidap untuk kembali melakukan pemeriksaan setelah satu sampai dua minggu
untuk memastikan bakteri gonore telah hilang sepenuhnya.Untuk mencegah gonore
datang kembali, sebaiknya terapkan seks yang aman dan setia pada satu pasangan
(tidak bergonti-ganti pasangan), tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, dan
gunakan kondom jika melakukan hubungan seks.

Gambar 3.1.2.4. Kondom Gambar 3.1.2.5. PSK, risiko penularan


gonore

3.2 PMS disebabkan oleh virus

Banyak orang yang mengira jika bakteri dan virus itu sama. Perbedaan infeksi virus
dan bakteri sering kali sulit dikenali karena keduanya dapat menimbulkan gejala yang
serupa. Meski demikian, infeksi virus dan bakteri pada dasarnya sangat berbeda
karena disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda, Virus berukuran lebih kecil
dan bukan merupakan sel. Tidak seperti bakteri, virus membutuhkan inang atau
rumah, seperti manusia atau hewan, agar dapat berkembang biak.Virus bisa
menyebabkan penyakit infeksi dengan cara masuk dan berkembang biak di dalam sel-
sel sehat inangnya

Berikut adalah PMS yang disebabkan oleh virus:

3.2.1. HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari (Human Immunodeficiency Virus). Virus HIV


menyerang sistem kekebalan tubuh yang selanjutnya melemahkan kemampuan tubuh
melawan infeksi. Sedangkan . AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah
mengalami AIDS, maka tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi
yang ditimbulkan.

Gambar 3.2.1.1. Virus HIV

HIV bekerja dengan cara menghancurkan sel darah putih yang berperan penting
dalam sistem kekebalan tubuh. Semakin banyak sel darah putih yang rusak, semakin
lemah kekebalan tubuh.

Banyak orang yang menganggap HIV adalah AIDS dan begitu pula sebaliknya.
Padahal terinfeksi HIV tidak selalu akan berujung pada AIDS jika status infeksi HIV
cepat terdeteksi dan diobati.

Pada tingkat infeksi HIV yang sangat parah, kekebalan tubuh sangat menurun
sehingga membuat tubuh lebih rentan terkena infeksi dan penyakit kanker. Kondisi
mematikan inilah yang disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome).

Meski demikian, infeksi HIV membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkembang
menjadi AIDS.

Sederhananya, HIV adalah virus, sementara AIDS adalah penyakit. Ketika


seseorang mengidap AIDS, sistem kekebalan tubuh mereka berubah, dan mereka
menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Seiring berkembangnya
penyakit, kerentanan ini memburuk. Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing tipe terbagi lagi menjadi beberapa subtipe. Pada
banyak kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90% di antaranya adalah HIV-1
subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang sebagian kecil individu,
terutama di Afrika Barat.

Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama bila
seseorang tertular lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan superinfeksi. Meski
kondisi ini hanya terjadi kurang dari 4% penderita HIV, risiko superinfeksi cukup
tinggi pada 3 tahun pertama setelah terinfeksi.

Menurut data WHO yang tercatat, pada akhir 2015 terdapat 36.7 juta penderita HIV di
seluruh dunia. Dari angka tersebut, sebanyak 18.2 juta penderita telah mendapatkan
pengobatan antiretroviral. Di akhir 2015, pertumbuhan pengidap baru mencapai 2.1
juta orang. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat
lebih dari 40 ribu kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling
sering terjadi pada pria dan wanita, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna
NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari 7000 orang menderita
AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang.

Gambar 3.2.1.2. WHO

HIV dapat ditemukan di dalam cairan tubuh orang yang terinfeksi. Cairan tubuh yang
dimaksud adalah cairan sperma, cairan vagina, cairan anus, darah, dan ASI. Namun,
HIV tidak dapat tersebar melalui keringat atau urine. HIV termasuk virus yang rapuh,
tidak bisa bertahan lama di luar tubuh manusia. Seseorang yang terinfeksi HIV dapat
menularkannya kepada orang lain, bahkan sejak beberapa minggu sejak tertular.
Semua orang berisiko terinfeksi HIV, tetapi yang lebih berisiko adalah orang yang
melakukan hubungan intim tanpa kondom, baik hubungan sesama jenis maupun
heteroseksual. orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik. orang yang
terkena infeksi penyakit seksual lain,pengguna narkotika suntik, dan orang yang
berhubungan intim dengan pengguna narkotika suntik
Gambar 3.2.1.3. Jarum Suntik

Umumnya, penyebaran virus HIV terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman
dan bergantian menggunakan jarum suntik saat memakai narkoba. Cara penyebaran
lainnya termasuk:

 Penularan dari ibu kepada bayi pada masa kehamilan, pada saat proses melahirkan
atau menyusui.
 Melalui seks oral.
 Melalui penggunaan alat bantu seks yang dipakai bergantian.
 Melalui transfusi darah dari orang yang terinfeksi
 Memakai jarum, suntikan, dan perlengkapan menyuntik lain yang sudah
terkontaminasi

Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala
dan tanda-tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala
berat. Infeksi HIV hingga menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:

3.2.1.1. Infeksi HIV akut

Fase pertama umumnya muncul setelah 1-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada fase awal
ini, penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:

 Sariawan
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Radang tenggorokan
 Hilang nafsu makan
 Nyeri otot
 Ruam
 Pembengkakan kelenjar getah bening
 Berkeringat
Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan
tubuh sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu atau
bahkan lebih.

3.2.1.2. Fase kedua : Fase Laten HIV

Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas,
bahkan dapat merasa sehat. Padahal secara diam-diam, virus HIV sedang berkembang
biak dan menyerang sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.

Pada fase ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa
menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih berkurang
secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.

3.2.1.3. Fase ketiga : AIDS

AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir kehilangan
kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah putih berada
jauh di bawah normal.

Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering
demam, mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita
HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang
biasanya terjadi pada penderita AIDS antara lain:

 Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan


 Pneumonia
 Toksoplasmosis
 Meningitis
 Tuberkulosis (TB)
 Kanker, seperti limfoma dan sarkoma kaposi
Gambar 3.2.1.4. Gejala HIV/AIDS

Tes HIV harus dilakukan untuk memastikan seseorang mengidap HIV atau tidak.
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai langkah diagnosis adalah dengan mengambil
sampel darah atau urine pengidap untuk diteliti di laboratorium. Jenis pemeriksaan
untuk mendeteksi HIV, antara lain:

A. Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk
melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi
dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.

B. Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi protein yang menjadi bagian dari
virus HIV, yaitu p24. Tes antigen tersebut dapat dilakukan 2-6 minggu setelah
pengidap yang dicurigai terinfeksi HIV.

Jika skrining menunjukkan pengidap terinfeksi HIV (HIV positif), pengidap perlu
menjalani tes selanjutnya, untuk memastikan hasil skrining, membantu dokter
mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan metode pengobatan yang
tepat. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pengidap, untuk selanjutnya
diteliti di laboratorium. Tes tersebut, antara lain:

A. Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh
HIV. Jumlah CD4 normal berada dalam rentang 500–1400 sel per milimeter kubik
darah. AIDS terjadi jika hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per milimeter kubik
darah.

B. Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Bertujuan untuk menghitung RNA, bagian
dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri. Jumlah RNA yang lebih dari
100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak
tertangani. Sedangkan jumlah RNA yang berada di bawah 10.000 kopi per mililiter
darah, menunjukan perkembangan virus yang tidak terlalu cepat, tetapi kerusakan
pada sistem kekebalan tubuh tetap terjadi.

C. Tes resitensi (kekebalan) dilakukan untuk menentukan obat anti HIV jenis apa
yang tepat bagi pengidap. Hal ini dikarenakan beberapa pengidap memiliki resistensi
terhadap obat tertentu.

Gambar 3.2.1.5. Tes HIV/AIDS

Pengidap HIV juga harus melakukan tes darah secara rutin untuk memantau
perkembangan virus sebelum pengobatan dilakukan. Pengobatan dimulai setelah virus
mulai melemahkan sistem kekebalan tubuh pengidap. Kondisi ini dapat dilihat dengan
memeriksa kadar sel CD4 dalam darah.

Pengobatan biasanya disarankan jika CD4 sudah mendekati 350. Tujuannya adalah
untuk menurunkan kadar virus HIV serta untuk mencegah penyakit yang terkait
dengan HIV. Kemungkinan untuk menyebarkannya juga menjadi lebih kecil.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada jenis obat yang
dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV).
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk
menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Jenis obat
ARV memiliki berbagai varian, antara lain Etravirine, Efavirenz, Lamivudin,
Zidovudin, dan juga Nevirapine.

Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel
CD4 untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan
dilakukan tiap 3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan sejak awal
pengobatan, lalu dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan.
Gambar 3.2.1.6. Obat ARV

Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera mengonsumsi


ARV begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV untuk terserang AIDS
akan semakin besar jika pengobatan ditunda, karena virus akan semakin merusak
sistem kekebalan tubuh. Selain itu, penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV
sesuai petunjuk dokter. Konsumsi obat yang terlewat hanya akan membuat virus HIV
berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pengidap.

Tersedia obat ARV khusus wanita hamil yang digunakan untuk mencegah penularan
HIV dari ibu kepada bayinya. Ada perbandingan 25 dari 100 bayi akan terinfeksi HIV
jika tidak dilakukan pengobatan. Risiko ini bisa diturunkan jika diberikan pengobatan
sejak awal.

Pemberian ARV bisa menekan risiko menularkan virus melalui persalinan normal,
tetapi pada beberapa kasus proses melahirkan yang disarankan adalah melalui operasi
cesar. Ibu yang terinfeksi HIV sebaiknya tidak memberikan ASI kepada bayinya.
Virus bisa menular melalui proses menyusui. Efek samping pengobatan juga banyak,
seperti kelelahan, ruam, perubahan suasana hati,dsb. Pengobatan dan pendeteksian
dini menjadi kunci agar tidak berkembang menjadi AIDS.

Terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan
AIDS, antara lain:

 Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim, baik hubungan intim
vaginal maupun anal.
 Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan
 Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan juga
menjalani tes HIV.
 Diskusikan dengan dokter jika didiagnosis positif HIV saat hamil, mengenai
penanganan selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan
dari ibu ke janin.
 Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV
 Jika menduga baru saja terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah
melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke dokter.
Agar bisa mendapatkan obat post-exposure prophylaxis (PEP) yang dikonsumsi
selama 28 hari dan terdiri dari 3 obat antiretroviral.

Gambar 3.2.1.7. Hari AIDS sedunia Gambar 3.2.1.8. Yayasan AIDS


Indonesia

Banyak stigma masyarakat tentang HIV/AIDS sehinnga membuat pengidapnya


merasa malu dam terkucilkan. Hal ini karena ada anggapan HIV/AIDS adalah
penyakit yang mematikan dan berbahaya. Mereka juga enggan berdekatan dengan
penderita HIV/AIDS karena takut tertular, padahal penularan HIV/AIDS tidak seperti
anggapan mereka. Dewasa ini, sudah banyak organisasi-organisasi HIV/AIDS seperti
Yayasan AIDS Indonesia, dsb. Ada juga 1 Desember yang diperingati sebagai Hari
AIDS sedunia. Hal-hal seperti ini penting bagi kesehatan mental penderita AIDS agar
mereka semangat berjuang untuk hidup.

3.2.2. Herpes Genital

Herpes kelamin atau herpes genital adalah penyakit menular seksual pada pria dan
wanita, yang menyebabkan luka melepuh di area kelamin. Namun, penderita herpes
genital juga bisa tanpa gejala.
Karena herpes genital bisa tidak menimbulkan gejala, banyak penderita yang tidak
sadar bahwa dirinya terkena penyakit ini. Oleh karena itu, perilaku seksual yang
aman perlu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (HSV) ini . Sebagian besar individu yang terinfeksi oleh HSV tidak
mengetahui status infeksi mereka, karena umumnya tidak menunjukkan tanda dan
gejala atau hanya menunjukkan tanda dan gejala yang ringan saja. Bila terdapat tanda
dan gejala, hal tersebut umumnya timbul pada 2–12 hari setelah ekspos terhadap
virus.

Tanda dan gejala dari herpes genital dapat mencakup:

 Rasa gatal atau nyeri, yang dapat dialami pada area di sekitar genital.
 Bintik merah kecil atau lecet berwarna putih, yang dapat timbul beberapa hari
hingga beberapa minggu setelah terinfeksi.
 Luka pada genital, yang dapat menyebabkan kesulitan untuk berkemih.
 Keropeng, yang disebabkan oleh krusta dari kulit ketika luka memasuki fase
penyembuhan.

Gambar 3.2.2.1. Gejala Herpes Genital Gambar 3.2.2.2. Gejala Herpes


Genital

Saat keluhan pertama kali timbul, hal ini dapat disertai dengan tanda dan gejala yang
menyerupai flu, seperti nyeri kepala, badan pegal, dan demam.

Luka dapat timbul saat seseorang terinfeksi, dan virus dapat ditularkan bila seseorang
menyentuh luka tersebut lalu menggaruk atau menggosokkan tangan ke bagian tubuh
lain, termasuk mata.
Pria dan wanita dapat mengalami luka pada bokong, paha, anus, mulut, dan uretra
(saluran yang dilalui oleh urine dari kandung kemih saat proses berkemih). Selain itu,
wanita dapat mengalami luka pada daerah sekitar vagina, genitalia eksternal, dan
serviks, sementara pria dapat mengalami luka pada penis dan skrotum.

Virus herpes simpleks (HSV) adalah penyebab dari penyakit herpes genital atau
herpes kelamin. Penyebaran HSV paling sering terjadi melalui hubungan seksual
dengan orang yang terinfeksi virus ini. Selain itu, herpes genital dari ibu hamil juga
dapat ditularkan kepada bayi yang dikandungnya. Herpes pada bayi juga bisa terjadi
ketika bayi dicium oleh orang yang memiliki luka lepuhan akibat herpes di mulutnya.

Gambar 3.2.1.3. Virus Herpes Simplex

Virus tersebut memiliki dua tipe, yakni:

 HSV tipe 1, tipe yang umumnya menyebabkan luka atau lecet pada daerah sekitar
mulut. HSV tipe 1 umumnya menular melalui kontak kulit, walaupun juga dapat
menyebar ke daerah genital saat melakukan oral seks.
 HSV tipe 2, tipe yang umumnya menyebabkan herpes genital. Virus dapat
menular melalui kontak seksual maupun kontak kulit. HSV tipe 2 cukum umum
ditemui dan sangat menular, walaupun seseorang tidak memiliki luka terbuka.

Kedua tipe tersebut sangat menular dan dapat berpindah dari satu orang ke orang
lainnya melalui kontak langsung. Herpes genital umumnya ditularkan melalui
hubungan seksual (vaginal, anal, atau oral) dengan orang yang terinfeksi. Walaupun
seseorang dengan herpes genital tidak menunjukkan gejala, mereka tetap dapat
menularkan kondisi tersebut ke orang lain.
Diagnosis herpes genital ditetapkan melalui pemeriksaan fisik, terutama pada luka
lepuh di area kelamin. Selain pemeriksaan luka, pemeriksaan sampel cairan luka
juga bisa dilakukan oleh dokter kulit untuk mengetahui keberadaan virus herpes.
Dokter juga dapat melaksanakan pemeriksaan darah guna mendeteksi keberaadaan
virus herpes dan antibodi terhadap virus ini.

Gambar 3.2.1.4. Tes Herpes Genital

Penderita herpes genital perlu diberikan obat antivirus.Bukan antiobiotik, karena


penyakit ini disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Obat antivirus ini bermanfaat untuk
memperpendek durasi kemunculan gejala dan mencegah penularan penyakit kepada
orang lain. Namun, obat antivirus tidak bertujuan untuk menghilangkan virus herpes
dari dalam tubuh, karena sampai saat ini, belum ada obat yang dapat membunuh virus
herpes.Penderita yang terinfeksi HSV disarankan untuk memberitahu pasangannya,
agar pasangannya juga memeriksakan diri ke dokter. Hal ini untuk mengecek penyakit
ini pada pasangannya serta pencegah penularan.

Gambar 3.2.1.4. Obat Herpes Genital

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit herpes genital atau
menangani secara dini adalah:
 Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang
tidak diketahui status infeksi menular seksualnya.
 Memeriksa status infeksi menular seksual secara berkala bagi individu yang
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan.
 Segera berkonsultasi dengan dokter bila merasa mengalami tanda dan gejala dari
infeksi menular seksual
 Menghindari berciuman bila Anda atau pasangan Anda memiliki luka pada
daerah sekitar mulut.

3.3. PMS disebabkan jamur

Selaim bakteri dan virus, salah satu infeksi yang dkenal masyarakat adalah jamur.
Jamur adalah organisme yang dapat hidup secara alami di tanah atau tumbuhan.
Bahkan jamur bisa hidup di kulit manusia. Meskipun normalnya tidak berbahaya,
namun beberapa jamur dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serius. Infeksi
jamur dapat menyerang setiap orang tanpa peduli usia. Jamur yang berbahaya bisa
menyerang orang yang sakit ataupun sehat, tapi orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah biasanya lebih mudah terkena infeksi. Selain karena
lemahnya sistem kekebalan tubuh, kemungkinan lain yang membuat risiko terkena
infeksi jamur meningkat adalah faktor lingkungan hidup seseorang. Jamur dapat
tumbuh dengan baik di lingkungan yang hangat dan lembab. Contoh yang paling baik
adalah pusat kebugaran, tempat bilas (shower) dan ruang ganti.

Alasan lain kenapa beberapa orang tertentu lebih mudah terkena infeksi jamur adalah
karena buruknya sirkulasi darah. Jika darah tidak mengalir dengan baik dalam tubuh,
maka beberapa organ tubuh akan kesulitan dalam melawan infeksi jamur. Salah
satunya adalah kulit. Sirkulasi darah yang buruk membuat jamur dapat menembus
pertahanan kulit dan menyerang lapisan jaringan kulit yang lebih dalam.

Berikut adalah contoh PMS yang disebabkan oleh jamur:

3.3.1. Candidiasis Vaginalis

Candidiasis atau kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
Candida, umumnya Candida albicans. Infeksi jamur ini biasanya terjadi di kulit,
mulut, dan organ intim. Jika tidak mendapatkan penanganan, infeksi akibat jamur ini
bisa menyebar ke bagian tubuh lain, seperti usus, ginjal, jantung, dan otak.

Gambar 3.3.1.1. Candida albicans

Candidiasis dapat dialami oleh siapa saja. Namun, orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah lebih berisiko terkena infeksi ini. Beberapa penyakit yang bisa
menyebabkan turunnya kekebalan tubuh adalah diabetes, kanker, dan HIV/AIDS.
Candidiasis yang terjadi di daerah vagina, disebut candidiasis vaginalis atau
kandidiasis vagina. Kandidiasis vagina adalah infeksi akibat ragi (sejenis jamur) yang
disebut Candida. Jamur Candida biasanya hidup di dalam tubuh, pada area seperti
mulut, tenggorokan, usus, vagina dan kulit tanpa menimbulkan masalah. Ada
beberapa gejala yang ditimbulkan oleh kandidiasis vagina, berupa:

 Rasa nyeri atau tidak nyaman pada saat buang air kecil
 Rasa nyeri pada saat berhubungan seksual
 Keputihan yang tidak normal dengan warna menyerupai susu
 Rasa gatal atau nyeri pada vagina.
 Kemerahan, rasa panas, pembengkakan, dan luka di dinding vagina pada infeksi
yang berat
 Lendir atau cairan vagina yang kental dan berwarna keputihan seperti keju
 Vagina dan vulva bengkak
Gambar 3.3.1.2. Gejala kandidiasis vagina

Pada kondisi normal, hormon estrogen membantu bakteri baik di dalam vagina untuk
tumbuh dan melawan organisme yang berpotensi menyebabkan penyakit.Namun, jika
seseorang mengalami penurunan daya tahan tubuh atau mengidap suatu penyakit yang
memengaruhi kondisi hormon dan lingkungan vagina, Candida bisa saja berkembang
biak dan menyebabkan infeksi.Kandidiasis vagina dapat menyebabkan iritasi, rasa
gatal yang sangat parah, serta keluarnya cairan abnormal dari vagina dan vulva.
Risiko penularan kandidiasis vagina meningkat melalui hubungan seksual.

Penyebarannya dapat terjadi melalui kontak mulut dan alat kelamin. Jika mengalami
kondisi ini selama 4 kali atau lebih dalam setahun, segera lakukan perawatan. Infeksi
biasanya bersifat lokal. Penyebab kandidiasis vagina adalah infeksi jamur Candida.
Secara alami, jamur tersebut beserta bakteri Lactobacillus memang ada di vagina
dalam kondisi yang berimbang. Namun, keseimbangannya bisa terganggu dan malah
menimbulkan infeksi. Jamur Candida yang lebih banyak dari Lactobacillus, akan
menyebabkan infeksi. Kontak oral (lewat mulut) maupun aktivitas seksual, berisiko
menyebabkan infeksi tersebut.

Beberapa faktor berikut dapat meningkatkan risiko tumbuhnya jamur berlebih yang
dapat menyebabkan seorang wanita mengalami kandidiasis vagina, yakni:

 Kehamilan
 Penggunaan kontrasepsi oral (misalnya, pil KB) atau terapi hormon yang
meningkatkan kadar estrogen
 Diabetes yang tidak dikontrol
 Sistem kekebalan yang lemah, misalnya akibat infeksi HIV atau obat-obatan yang
menurunkan sistem kekebalan, seperti steroid dan kemoterapi.
 Penggunaan antibiotik yang dapat menurunkan jumlah bakteri Lactobacillus di
vagina dan mengubah pH vagina.
 Penggunaan pembersih vagina, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pH
dan bakteri pada vagina.
Gambar 3.3.1.2. Pembersih vagina Gambar 3.3.1.3. Pil KB

Faktor risiko terjadinya penyakit ini ditambah dengan cuaca yang hangat dan lembap,
kebiasaan jarang mengganti pakaian dalam, kebiasaan menggunakan pakaian yang
idak menyerap keringat, dan kebersihan pribadi yang buruk.

Diagnosis penyakit ini dilakukan oeh dokter, biasanya dokter kulit. Langkah-
langkahya adalah sebagai beikut:

 Wawancara dan pemeriksaan fisik

Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala riwayat medis


Anda, seperti riwayat keputihan, infeksi vagina atau infeksi menular seksual yang
pernah dialami.

 Analisis sampel cairan vagina

Pemeriksaan sampel cairan vagina dilakukan untuk menentukan jenis jamur


penyebab kandidiasis vagina, agar dokter dapat menentukan pengobatan yang
sesuai.

 Pemeriksaan panggul

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat dan menganalisis tanda-tanda infeksi


pada vagina maupun leher rahim. Dalam pemeriksaan ini, dokter memasukkan alat
spekulum ke dalam vagina untuk menjaga dinding vagina terbuka.
Gambar 3.3.1.4. Spekulum Gambar 3.3.1.5. Mekanisme diagnosis
penyakit

Kandidiasis vagina biasanya dapat diobati dengan obat antijamur yang dioleskan atau
dimasukkan pada bagian dalam vagina seperti butoconazole, clotrimazole,
miconazole, nistatin atau tioconazole.Selain itu, obat jamur yang diminum seperti
flukonazol dapat digunakan untuk infeksi lebih parah, tidak kunjung membaik, atau
kambuh setelah perawatan. Antijamur diberikan karena penyebabnya adalah jamur,
buan bakteri atau virus.

Bagi pasien dengan gangguan kekebalan tubuh, terapi yang diberikan biasanya
membutuhkan durasi lebih lama, hingga mencapai 6 bulan. Pengobatan dilakukan
dengan kombinasi flukonazol yang diberikan ke dalam vagina dan sebagai obat
minum.Jika diperlukan, dokter juga dapat merekomendasikan kombinasi dari
beberapa jenis obat oral (minum) antijamur.  Pengobatan yang tidak tepat dapat
mengakibatkan komplikasi seperti kelelahan, luka terbuka akibat garukan, dsb.
Beberapa contoh obat antijamur yang dapat diresepkan oleh dokter, antara lain
miconazole, clotrimazole, atau fluconazole. Untuk meredakan rasa gatal yang
mengganggu, dokter juga mungkin akan meresepkan obat antihistamin.

Gambar 3.3.1.6. Miconazole Gambar 3.3.1.7 Antihistamin

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan:


 Kenakan pakaian yang nyaman dan menyerap keringat
 Hindari penggunaan cairan pembersih kewanitaan
 Bersihkan vagina dengan benar
 Jalani perilaku seks aman
 Menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu seperti pilek, dsb.
 Mengonsumsi yogurt
 Mengganti pembalut rutin

Konsultasikan ke dokter, jika gejala masih tidak berkurang setelah pengobatan.

3.3.2. Balanitis

Balanitis adalah peradangan pada kulup atau kepala penis. Kondisi ini ditandai dengan
kepala penis yang tampak memerah dan membengkak akibat infeksi bakteri, infeksi
jamur, atau alergi.

Penyakit balanitis dapat dialami oleh siapa saja, terutama anak berusia di bawah 4
tahun dan laki-laki dewasa yang belum disunat. Meskipun demikian, kondisi ini juga
dapat dialami oleh laki-laki dewasa atau pun bayi yang telah disunat. Balanitis
bukanlah kondisi yang serius dan dapat sembuh dalam waktu beberapa hari dengan
penanganan yang tepat.

Penyebab balanitis yang paling umum adalah infeksi bakteri atau jamur. Infeksi dapat
terjadi ketika kepala penis atau kulup tidak dibersihkan secara rutin, sehingga
menimbulkan iritasi dan menyebabkan pertumbuhan jamur atau bakteri. Jika dibiarkan,
kondisi ini dapat memicu peradangan. Di mana, kontak seksual dengan penderita bisa
menularkan penyakit ini.
Gambar 3.3.1.6 Balanitis

Selain infeksi, balanitis juga bisa disebabkan oleh berbagai faktor lain, seperti:

 Alergi terhadap pelumas atau kondom berbahan lateks


 Penggunaan sabun batang yang membuat kulit penis mudah kering dan iritasi.
 Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat pencahar, obat pereda nyeri, dan
antibiotik.
 Infeksi menular seksual, seperti sifilis, trikomoniasis, dan gonore.
 Kelainan pada kulit, seperti eksim dan psoriasis.
 Cedera di bagian ujung penis atau kulup.
 Penyakit atau kelainan tertentu, seperti diabetes dan fimosis.
 Obesitas.
 Diabetes tidak terkontrol

Gejala utama balanitis adalah kemerahan dan pembengkakan di kepala penis atau
kulup. Ujung penis yang membengkak dapat menyebabkan saluran kemih tertekan dan
penderitanya merasakan nyeri ketika buang air kecil.

Gambar 3.3.1.6 Gejala Balanitis

Balanitis juga memiliki beberapa gejala tambahan, seperti:

 Penis terasa gatal dan seperti terbakar.


 Keluar cairan berwarna kekuningan dan berbau dari penis.
 Kulup terasa kencang.
 Muncul benjolan di pangkal paha akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
Dokter dapat mendiagnosis balanitis melalui tanda-tanda kemerahan di kepala penis
yang menunjukkan peradangan. Jika penis mengeluarkan cairan, maka dokter akan
melakukan tes usap guna mengambil sampel cairan tersebut. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mendeteksi bakteri atau jamur penyebab infeksi.

Jika balanitis disebabkan oleh infeksi kulit yang bersifat kronis, maka dokter akan
melakukan tindakan biopsi dengan mengambil sampel jaringan penis dan menelitinya
di laboratorium.

Penyakit balanitis dapat ditangani melalui terapi obat. Jenis obat yang digunakan
tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Obat-obatan yang umum diberikan
adalah:
1. Antibiotik (jika infeksi bakteri)

2. Antijamur (jika infeksi jamur)

3. Kortikostreoid

Gambar 3.3.1.7 Antijamur Gambar 3.3.1.8 Kortikosteroid

Selama masa pengobatan, penderita dianjurkan menghindari penggunaan sabun di


penis ketika masih peradangan. Gunakan air hangat dan krim pelembab sebagai
pengganti sabun. Hindari berhubungan seksual, terutama balanitis yang disebabkan
infeksi menular. Hal ini untuk mencegah nyeri pada penis dan penularan pada
pasangan

Pengobatan yang tidak tepat dapat mengakibatkan komplikasi seperti priapsimus,


fimosis, dan kanker penis (walau jarang terjadi).
Langkah utama untuk mencegah balanitis adalah menjaga kebersihan penis. Bersihkan
penis secara rutin menggunakan air dan sabun, terutama ketika mandi dan setelah
melakukan hubungan seksual. Setelah itu, keringkan penis sebelum mengenakan
celana dalam.

Pastikan sabun yang Anda gunakan untuk membersihkan penis bukanlah sabun
batangan atau sabun yang mengandung scrub atau parfum.

Langkah pencegahan balanitis lainnya adalah sebagai berikut:

 Gunakan kondom khusus untuk kulit sensitif, jika Anda memiliki alergi terhadap
kondom dengan bahan tertentu.
 Cucilah tangan sebelum menyentuh penis Anda saat buang air kecil, terutama
setelah menggunakan detergen atau sabun cuci piring
 Jika Anda menderita diabetes, lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk
mengontrol kadar gula darah.
 Jika Anda mengalami obesitas, lakukan langkah-langkah untuk menurunkan berat
badan, seperti olahraga secara teratur dan menjaga pola makan
 Melakukan sunat untuk menjaga kebersihan kelamin
 Melakukan seks aman yaitu menggunakan pengaman, dan tidak berganti-ganti
pasangan.

Gambar 3.3.1.7 Sirkumsisi

3.4. PMS disebabkan parasit

Parasit merupakan mikroorganisme yang hidup dengan cara bergantung pada


organisme lain, yang disebut dengan host  atau inang. Sebagian parasit tidak
berbahaya, sedangkan sebagian lain dapat hidup dan berkembang di dalam tubuh
manusia kemudian menyebabkan infeksi.

Beberapa jenis parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan serangga,
makanan, minuman, atau menginjak tanah dan air yang terkontaminasi. Malaria dan
cacingan adalah beberapa contoh infeksi parasit. Infeksi parasit terjadi ketika parasit
masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, gigitan
serangga, atau kontak langsung dan tidak langsung dengan penderita infeksi parasit.

Infeksi parasit terjadi ketika parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
atau kulit. Di dalam tubuh, parasit akan berkembang dan menginfeksi organ tubuh
tertentu.

Contoh PMS yang disebabkan parasit:

3.4.1. Kudis

Kudis adalah kondisi yang ditandai dengan munculnya rasa sangat gatal di kulit,
terutama pada malam hari, disertai dengan timbulnya ruam bintik-bintik menyerupai
jerawat atau lepuhan kecil bersisik. Kondisi ini merupakan dampak dari adanya
tungau yang hidup dan bersarang di kulit.

Jumlah tungau yang terdapat di kulit penderita kudis berkisar 10-15 ekor, dan dapat
berkembang biak hingga berjumlah jutaan, dan menyebar ke bagian tubuh lain, jika
tidak mendapatkan penanganan tepat, tungau.

Kudis merupakan penyakit yang mudah menular, baik secara kontak langsung atau
tidak. Maka dari itu, jika telah merasakan gejala-gejala kudis, dianjurkan untuk segera
menemui dokter.

Kudis disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau tersebut membuat lubang
menyerupai terowongan pada kulit untuk dijadikan sarang. Mereka bertahan hidup
dengan menjadi benalu di kulit manusia, dan akan mati dalam beberapa hari tanpa
manusia.
Gambar 3.3.2.1 Sarcoptes scabiei

Penularan tungau Sarcoptes scabiei terjadi melalui 2 cara, yaitu:

 Kontak langsung, seperti melalui pelukan atau berhubungan seksual. Berjabat


tangan hanya memiliki potensi kecil menularkan tungau.
 Tidak langsung, misalnya berbagi peggunaan pakaian atau tempat tidur dengan
orang yang menderita kudis.

Risiko kudis menular tergolong tinggi pada:

 Anak-anak, terutama yang tinggal di asrama.


 Orang dewasa yang aktif secara seksual
 Seseorang yang tinggal di panti jumbo
 Seseorang yagn tengah dirawat di rumah sakit
 Seseorang yang memiliki system kekebalan tubuh lemah, penderita HIV atau
kanker.

Kudis ditandai dengan munculnya rasa gatal hebat, terutama saat malam hari, disertai
timbulnya ruam bintik-bintik menyerupai jerawat. Ruam yang muncul juga dapat
berupa lepuhan kecil dan bersisik. Pada anak-anak dan orag dewasa, gejala tersebut
dapat muncul pada area seperti ketiak, sekitar payudara, putting, siku, pergelangan
tangan, sela-sela jari dan telapak tangan, pinggang, sekitar kelamin, lutut, dan telapak
kaki.

Sedangkan pada bayi, balita, dan lansia, gejala dapat muncul di area kepala, wajah,
leher, tangan, dan telapak kaki.
Gambar 3.3.2.1 Gejala Kudis/Scabies

Untuk diagnosis, dokter akan menanyakan riwayat munculnya gejala, riwayat


kesehatan, dan faktor yang diduga menyebabkan pasien tertular tungau, serta
melakukan pemeriksaan fisik.

Setelah itu, dokter dapat melanjutkan pemeriksaan dengan melakukan serangkaian tes
untuk mengesampingkan kondisi lain yang juga dapat menimbulkan gejala serupa
dengan kudis, seperti alergi obat, eksim, dan dermatitis. Beberapa tes yang digunakan
dokter untuk memastikan kondisi yang diderita pasien yaitu uji tinta dan pemeriksaan
mikroskopis. Penanganan kudis bertujuan untuk membasmi tungau penyebabnya.
Dokter akan meresepkan obat oles permethrin untuk membunuh tungau beserta
telurnya.

Gambar 3.3.2.2 Permethrin


Penggunaan obat dilakukan saat malam hari, dengan dioleskan ke bagian tubuh yang
mengalami kudis.

Penting untuk diketahui bahwa gejala dapat terasa memburuk di awal pengobatan. Hal
itu tergolong wajar. Gejala akan mulai berkurang setelah satu minggu pengobatan,
dan sembuh sepenuhnya setelah 4 minggu pengobatan.

Pasien dapat melakukan perawatan sederhana di rumah guna mengurangi rasa gatal
yang timbul akibat kudis. Di antaranya: berendam di air dingin, atau menempelkan
kain basah pada area kulit yang bermasalah, menggunakan losion kalamin. Namun,
konsultasikan terlebih dahulu mengenai penggunaannya dengan dokter.

Kudis yang tidak ditangani tepat dapat mengakibatkan komplikasi seperti, infeksi
bakteri dan kudis berkrusta.

Cara paling ampuh untuk mencegah kudis adalah dengan menjaga diri agar tidak
terpapar tungau Sarcoptes scabiei, baik melalui kontak langsung dengan penderita
atau secara tidak langsung.

Sedangkan bagi penderita, lakukanlah hal-hal berikut ini untuk mencegah kudis
menulari orang lain:

 Bersihkan semua pakaian atau barang pribadi menggunakan sabun dan air hangat.
Lalu, keringkan di udara yang panas.
 Bungkus dengan plastik barang yang berpotensi terkontaminasi tungau, namun
tidak bisa dicuci. Lalu, letakkan di tempat yang jauh dari jangkauan. Tungau yang
terdapat di barang tersebut akan mati dalam beberapa hari.
Gambar 3.3.2.2 Pakaian bersih

3.4.2. Kutu Kemaluan

Kutu kemaluan (Pthirus pubis) adalah serangga parasit kecil yang dapat menempati
area berambut di tubuh manusia, umumnya di rambut kemaluan. Parasit ini
hidup dengan cara menghisap darah melalui kulit, dan dapat menimbulkan rasa gatal
pada area yang dijangkitinya. Selain pada rambut kemaluan, kutu kemaluan juga bisa
mendiami bulu ketiak dan bulu kaki, janggut dan kumis, bulu mata dan alis, serta bulu
dada dan punggung. Dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dari kutu kulit kepala,
kutu kemaluan lebih dapat bertahan pada rambut yang bertekstur kasar dan tebal
dibanding pada rambut kulit kepala yang cenderung lebih halus dan lembut. Gejala
akibat kutu kemaluan biasanya mulai muncul setelah 1-3 minggu kutu menempati
area tubuh

Gambar 3.4.2.1 Pthirus pubi

Gejala akibat keberadaan kutu kemaluan adalah:

 Gejala awal ditandai dengan rasa gatal pada kulit akibat reaksi , dan memburuk
saat malam hari. Hal ini karena saat malam hari kutu kemaluan aktif menghisap
darah manusia
 Bintik kecil berwarna merah kebiruan pada kulit bekas gigitan
 Terdapat bintik cokelat pada pakaian dalam, yang merupakan kotoran kutu
kemaluan
 Terlihat telor kutu atau kutu pada rambut-rambut tersebut
 Demam
 Peradangan dan iritasi akibat digaruk
 Peradangan pada mata, jika infeksi kutu kemaluan terdapat pada bulu mata atau
alis

Terkadang gejala-gejala tersebut tidak muncul pada sebagian penderita, sehingga


dapat menyebarkan kutu kemaluan pada orang lain tanpa disadarinya.

Gambar 3.4.2.2 Gejala kutu kemaluan

Kutu kemaluan memiliki 3 bentuk perkembangan, yaitu telur, nimfa, serta kutu
dewasa. Telur kutu biasanya melekat erat pada batang rambut. Telur akan menetas
dalam waktu 6-10 hari, dan menjadi nimfa. Bentuk nimfa serupa dengan kutu dewasa,
namun berukuran lebih kecil. Perkembangan nimfa hingga menjadi kutu dewasa
berkisar 2-3 minggu.

Kutu dewasa berwarna sedikit abu-abu, memiliki 6 kaki, dan berukuran sekitar 2 mm.
Ukuran kutu betina biasanya lebih besar dibanding kutu jantan dapat mengeluarkan
hingga 300 telur sepanjang hidupnya yang berkisar antara 1-3 bulan.  Jika
kutu kemaluan terlepas atau jatuh dari rambut, maka kutu akan mati dalam waktu satu
hingga dua hari.

Kutu kemaluan dapat menular dari orang yang terinfeksi ke orang yang sehat melalui
kontak tubuh. Kutu dapat merayap dari rambut ke rambut, meski tidak dapat
melompat atau terbang. Untuk bertahan hidup, kutu kemaluan akan mengisap darah
dari kulit manusia.

Penyebaran yang paling banyak terjadi adalah melalui kontak seksual (termasuk seks
oral), baik dengan menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Pada kasus yang
jarang terjadi, kutu kemaluan dapat menyebar akibat menggunakan pakaian, seprai,
atau handuk secara bersama.

Pada anak-anak, penularan kutu kemaluan dapat terjadi ketika anak tidur di atas kasur
yang sudah terpapar parasit ini dari orang dewasa yang terinfeksi. Di sisi lain, infeksi
kutu kemaluan pada anak-anak juga dapat menandakan adanya
kemungkinan pelecehan seksual, sehingga perlu diselidiki lebih lanjut. Umumnya,
kutu kemaluan pada anak-anak terdapat pada bulu mata dan alis.

Kutu kemaluan dapat didiagnosis melalui gejala yang dirasakan pasien dan
pemeriksaan fisik, terutama pada area yang terjangkit. Guna memastikan keberadaan
kutu kemaluan, dokter biasanya akan menggunakan kaca pembesar atau mikroskop.

Pemeriksaan juga perlu dilakukan pada orang-orang yang kerap melakukan kontak
fisik dengan penderita selama 3 bulan terakhir.

Pengobatan kutu kemaluan dapat dilakukan dengan menggunakan obat topikal, seperti
losion, krim, atau sampo antiparasit. Obat ini dapat digunakan hanya pada area
yang terinfeksi atau seluruh tubuh bagian luar. Jika obat ini sampai masuk ke dalam
mata, segera cuci mata Anda dengan air.

Gambar 3.4.2.3 Obat topikal Gambar 3.4.2.3 Sampo antiparasit


Obat antiparasit yang biasa digunakan adalah permethrin. Efek samping yang
umumnya timbul akibat penggunaan obat antiparasit adalah gatal, merah, atau panas
pada kulit.

Pengobatan kutu kemaluan memerlukan pengulangan setelah 9-10 hari. Periksalah


area yang terinfeksi selama dan setelah periode pengobatan kedua selesai, untuk
memastikan keberadaan kutu atau telur yang masih tertinggal pada area tersebut.

Iritasi kulit akibat seringnya menggaruk area yang didiami kutu kemaluan berisiko
menimbulkan impetigo atau bisul akibat paparan bakteri. Komplikasinya meliputi
Peradangan kelopak mata (blefaritis) atau konjungtiva (konjungtivitis) juga dapat
terjadi jika kutu kemaluan mendiami bulu mata. Segera temui dokter untuk
memeriksakan kondisi ini.

Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi penularan
infeksi kutu kemaluan:

 Hindari berbagi pakai handuk, pakaian, atau seprai dengan orang yang terinfeksi
kutu kemaluan.
 Jika terdiagnosis menderita infeksi parasit ini, ajak anggota keluarga dan
pasangan untuk memeriksakan diri juga ke dokter
 Bersihkan semua pakaian atau barang pribadi menggunakan sabun dan air hangat.
Lalu, keringkan di udara yang panas
 Sebaiknya hindari melakukan hubungan seksual hingga dinyatakan telah
sembbuh oleh dokter

Jika terdiagnosis menderita infeksi parasit ini, ajak anggota keluarga dan pasangan
untuk memeriksakan diri juga ke dokter.
Gambar 3.4.2.4 Handuk pribadi Gambar 3.4.2.4 Komplikasi,
konjungtivitis

KESIMPULAN

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
dengan penderita. Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, dan
parasit. Untuk PMS ynag disebabkan oleh bakteri, biasanya diatasi dengan
antibiotik. Contoh dari PMS yang disebabkan oleh bakteri adalah sifilis dan gonore.

Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penularannya dapat melalui


hubungan seksual tidak aman, jarum tidak steril, atau dari ibu ke bayi saat
mengandung. Gejalanya berupa luka tidak sakit pada kemaluan, ruam,dsb. Gonore
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Penularannya dapat melalui rasa nyeri saat
buang air kencing dan mengeluarkan cairan dari kelamin.

Sedangkan PMS yang disebabkan oleh virus adalah HIV/AIDS dan Herpes Genital.
HIV/AIDS ditularkan melalui seks tidak aman, penggunan jarum suntik tidak steril,
transfuse darah, dan ibu ke janin. Gajalanya berkembang betahun-tahun tanpa
disadari, dan jika sudah disadari biasanya sudah tahap parah. Di mana, imunitas
tubuh sudah rusak dan dapat menuju kematian. HIV ( Human Immunodeficiency
Virus) adalah penyebab dari AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome).

Herpes genital disebabkan oleh virus Herpes simplex. Gejalanya adalah nyeri, gatal,
dan luka kecil. Juga ada bisul dan koreng. Penularannya adalah hubungan seks tidak
aman dan dari ibu ke bayi saat mengandung, persalinanm, atau menyusui. PMS yang
disebabkan virus tidak diobati dengan antibiotik, tetapi dengan antivirus. Khusus
HIV/AIDS ada obat ARV untuk memperlambat kerja virus.

PMS yang disebabkan oleh jamur misalnya ada kandidiasis vaginalis. Penularannya
melalui seks tidak aman seperti oral,dsb. Gejalanya adalah gatal,panas, dan nyeri
pada vagina,dsb. Penyebabnya adalah jamur Candida, umumnya Candida albicans.
Ada juga balanitis. Penularannya adalah hubungan seks tidak aman, pemakaian
handuk bersama,dsb. Gejala utamanya adalah pembengkakan kulup penis serta rasa
nyeri. Banyak jenis jamur yang dapat mengakibatkan balanitis. Penanganan pada
PMS yang diakibatkan jamur mengguunakan antijamur atau salep khusus.

PMS yang disebabkan parasit adalah kudis (scabies) dan kutu kemaluan. Kudis
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Gejalanya adalah rasa gatal hebat dan
benjolan seperti jerawat. Penularanya bisa dengan kontak seksual langsung serta alat
mandi bersama. Kutu kemaluan disebabkan oleh serangga Pthirus pubis. Gejalanya
adalah gatal ada kulit daerah kemaluan, demam, bintik kecil berwarna merah
kebiruan pada kulit bekas gigitan, dsb. Penularannya bisa hubungan seksual tidak
aman, Pengobatannya beragam, untuk kudis, obat oles permethrin digunakan untuk
membunuh tungau beserta telurnya. Sedangkan kutu kemaluan menggunakan obat
topikal, seperti losion, krim, atau sampo antiparasi dan juga permethrin.
Untuk pencegahan PMS, hal yang penting adalah melakukan hubungan seksual yang
aman, tidak ganti-ganti pasangan, menjaga kebersihan area genital, menjaga
kebersihan diri, tidak berganti-ganti alat pribadi, dsb.

Anda mungkin juga menyukai