Crossbreeding
Crossbreeding
Arti Pemuliaan
Pemuliaan ternak adalah usaha jangka panjang dengan suatu
tantangan utama yaitu memperkirakan ternak macam apa yang menjadi
permintaan di masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan
ternak-ternak yang diharapkan tersebut (Warwick et al. 1990). Peran
pemuliaan dalam kegiatan produksi ternak sangat penting diantaranya
untuk menghasilkan ternak-ternak yang efisien dan adaptif terhadap
lingkungan. Produksi ternak yang efisien bergantung pada keberhasilan
memadu sistem managemen, makanan, kontrol penyakit dan perbaikan
genetik.
Sistim Perkawinan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dasar dalam
pemuliaan ternak adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas
ternak melalui perbaikan atau peningkatan mutu genetiknya. Cara atau
metode yang digunakan terdiri dari sistim perkawinan dan sistim
seleksi.Sistim perkawinan yang selalu dan sering digunakan untuk
meningkatkan mutu genetic ternak antara lain :
a. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan homosigotas (Inbreeding).
b. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan heterogositas (Outbreeding).
Keragaman populasi dalam proses budidaya merupaka hasil
kombinasi dari faktor genetis, lingkungan, dan interaksi antara genetik dan
lingkungan (Tave, 1986; Tave, 1999 dalam Imron dkk, 2010). Imron dkk
(2010) menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam budidaya, perbedaan
tingkat homozigositas atau heterozigositas antar populasi terutama
disebabkan oleh perbedaan dalam sistem perkawinan induk; inbreeding,
outbreeding, dan crossbreeding. Faktor utama yang membedakan ketiga
sistem perkawinan tersebut adalah tingkat kedekatan hubungan
kekerabatan antara induk-induk yang dikawinkan.
Persilangan antar ternak yang memiliki hubungan kekerabatan
dekat (inbreeding) dapat meningkatkan gen-gen yang homozigot (individu
yang memiliki genotip 2 gen yang sama) dan menurunkan proporsi
heterozigositas yang ada (Khan and Sing, 1990 dalam Wulandari, 2008).
Makin jauh hubungan kekerabatannya antara kedua ternak, maka makin
sedikit kesamaan gen-gennya dan makin besar pula tingkat
heterosigozitasnya (Noor, 2000 dalam Wulandari, 2008). Dalam suatu
populasi ternak apabila terjadi perkawinan secara acak dan terjadi
migrasi, kecil kemungkinan terjadinya perkawinan inbreeding, karena
faktor yang dapat menyebabkan tingginya heterozigositas adalah
perkawinan outbreeding.
Inbreeding
Inbreeding adalah breeding yang akan menghasilkan turunan dari
persilangan sekerabat. Sistem perkawinan secara inbreeding dapat
menghasilkan populasi yang memiliki tingkat homozigositas tinggi.
Maksud tujuan praktis dari sistem perkawinan ini biasanya ternak-ternak
dianggap berkerabat bila mempunyai nenek moyang yang sama pada 4
sampai 6 generasi pertama dari silsilahnya. Atau pendapat lain
mengatakan bila ternak-ternak tersebut mempunyai hubungan
kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan rata-rata ternak dalam
populasi itu. Inbreeding akan menghasilkan gen-gen yang bersifat
homozygot. Kehomozygotan ini akan melemahkan individu-individunya
terhadap perubahan lingkungan atau depresi persedarahan yang
berhubungan dengan kesuburan dan daya tahan, namun variasinya akan
semakin sedikit. Sehingga inbreeding akan menuju ke stabilitas varietas
suatu spesies, karena genotip-genotip akan makin sama dalam populasi,
dan dalam individu akan makin banyak gen yang homozygot. Akibat lain
dari makin lama terjadinya kehomozygotan adalah meningkatnya
frekuensi gen cacat, jika pada suatu populasi terdapat karakter gen yang
cacat. Hal ini terjadi karena karakter cacat sering bersifat resesif, dan dari
generasi ke generasi selalu terlindungi oleh kehadiran alelnya yang
dominan.
Seleksi
Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang
dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakan lebih
lanjut serta memilih ternak yang dianggap memiliki mutu genetik yang
kurang baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakan lebih lanjut.
Dasar pemilihan dan penyingkiran yang dipakai dalam seleksi adalah
mutu genetik dari ternak. Mutu genetik tidak tampak dari luar, yang
tampak dan dapat diukur dari luar adalah performansnya yang ditentukan
oleh faktor genetik, faktor lingkungan, dan interasi dua faktor tersebut. Hal
itu menjadikan seleksi dilakukan dengan penaksiran mutu genetik ternak
berdasarkan performans yang terlihat. Kecermatan penaksiran dalam
suatu seleksi bergantung pada cara atau metode penaksiran (Sumadi et
al., 2008).
Seleksi yang paling sederhana adalah seleksi individu, yaitu
individu diseleksi atas dasar performans yang dimilikinya. Pada seleksi
individu dilakukan pemilihan terhadap individu yang memiliki performans
terbaik dengan cara menyusun performans individu dari ternak baik dari
yang terbaik hingga terburuk, maupun sebaliknya. Hal tersebut akan dapat
mempermudah dalam memilih ternak untuk dikembangbiakan maupun
untuk diculling. Pemilihan ternak ini dilakukan dengan engambil suatu
keputusan bawa ternak dengan nilai performans tertentu atau diatas
standar nilai tersebut adalah ternak terpilih, sedangakn ternak yang
memliki nilai performans dibawah nilai yang ditentukan aka harus
disingkirkan (Sumadi et al., 2008).
Seleksi ternak dilakukan pada generasi keturunannya untuk
mengganti tetuanya yang sudah harus diculling karena tua atau alasan
lain. Apabila jumlah ternak dalam suatu peternakan diatur agar konstan,
maka jumlah ternak pengganti harus sama dengan ternak yang diculling.
Tetua yang diganti biasanya adalah pejantan maupun indukan. Akibat
adanya seleksi yang dilakukan secara terus menerus, maka populasi
ternak akam semakin kehilangan ragam genotip dan ragam fenotipnya,
yang mengakibatkan tanggapan seleksi akan mengecil bahkan
menghilang. Hal ini disebut keadaan plateau yang disebabkan adanya
fiksasi dari gen yang diinginkan dalam bentuk homosigot. Keadaan
plateau dapat diperbaiki dengan jalan memasukkn ternak baru atau ternak
persilangan kedalam suatu populasi ternak karena hal tersebut adalah
upaya untuk memasukkan ragam genetik baru (Sumadi et al., 2008).
Cara seleksi ada berbagai macam, diantaranya adalah seleksi
dengan melihat recording atau data dari ternak dan dengan melihat
keturunan dari individu-individu ternak. Contoh seleksi dengan melihat
data ternak adalah pada peternakan sapi perah yang mana sapi perah
dicatat berat lahir, berat sapih, kondisi reproduksi, kondisi fisiologis, dan
produksi susu yang dihasilkan. Apabila ternak tersebut memiliki keadaan
yang baik atau lebih tinggi dari standar yang ditentukan, maka ternak
tersebut dapat dijadikan sebagai pengganti indukan dan ternak penghasil
susu.
Sementara itu, contoh seleksi ternak dengan melihat
keturunannya adalah Uji Zuriat yang dilakukan pada ternak jantan. Uji
Zuriat dilakukan dalam pemilihan pejantan sapi perah atas dasar produksi
susu anak-anak betinanya dan sapi potong atas dasar performans anak
jantan dan betinanya. Sekelompok calon pejantan yang sedang diuji
dikawinkan dengan sekelompok indukan. Hubungan keturunan yang
dihasilkan dari Uji Zuriat adalah saudara tiri sebapak.
Crossbreeding
Persilangan merupakan perkawinan dari dua individu dengan
keturunan yang berbeda. Hal ini secara luas digunakan dalam komersial
produksi daging sapi karena manfaat yang ditawarkan produsen sapi.
Perbaikan efisiensi dapat didramatisir jika kombinasi persilangan dapat
digunakan secara tepat. Persilangan tidak dapat menghilangkan
kebutuhan sapi ras yang tinggi dikarenakan sistem yang efisien yang baik
ditandai dengan dihasilkannya sapi ras unggul. Persilangan di sapi potong
tidak menerima persetujuan luas sampai beberapa dekade terakhir,
namun sebagian besar perusahaan komersial saat ini menghasilkan sapi
persilangan .
Persilangan merupakan salah satu jenis dari kelas yang lebih
besar dari sistem perkawinan yang disebut outbreeding. Outbreeding
memiliki efek yang berlawanan dari perkawinan sedarah dan didefinisikan
sebagai kawin dari individu-individu yang relatif tidak berhubungan.
Bentuk lain dari outbreeding meliputi, linecrossing, yang yang kawin
dengan anggota keluarga yang berbeda, grading-up, yang merupakan
pejantan kawin dari generasi yang diberikan kepada betina dari jenis
tertentu dan keturunan perempuan mereka untuk setiap generasi, dalam
rangka untuk memberikan keturunan yang beragam dan hibridisasi yang
merupakan perkawinan individu dari spesies yang berbeda .
Persilangan merupakan bermanfaat untuk dua alasan utama.
Pertama, sistem persilangan yang baik dirancang agar memungkinkan
produsen untuk menggabungkan karakteristik yang diinginkan dari
beberapa keturunan, agar dapat menutupi beberapa sifat yang lemah dari
suatu keturunan. Manfaat kedua dari heterosis, yang disebut sebagai
hibrida. Manfaat persilangan ini juga memungkinkan produsen untuk
menghasilkan kawanan dengan keturunan baru.
Grading up
Grading Up adalah suatu sistem breeding dimana pejantan darah
murni (biasanya didatangkan dari tempat lain) dikawinkan dengan betina
lokal yang memiliki mutu genetik kurang baik. Sesudah itu keturunannya
yang betina dikawinkan pula dengan pejantan murni itu. Hasil-hasil
anakan yang jantan terus disingkirkan sampai pada titik tingkat genetik
tertentu, sehingga hasil akhir akan diperoleh betina dan pejantan unggul
(Hardjosubroto, 1994).
Contoh grading up di Indonesia adalah proses
pengembangbiakan Kuda Pacu Indonesia (KPI). Kuda-kuda betina lokal di
Indonesia dikawinkan dengan pejantan Thoroughbred secara
berkelanjutan, sehingga terbentuk Kuda Pacu Indonesia. Tujuan Grading
Up adalah untuk memperbaiki ternak-ternak lokal. Kelemahan Grading up
adalah dapat menyebabkan ternak-ternak lokal punah. Grading up adalah
perkawinan yang digunakan untuk meningkatkan mutu genetik ternak
yang diskrib (tidak jelas asal usulnya). Ternak dan kemudian
keturunannya tersebut dikawinkan secara terus menerus dengan ternak
yang memeiliki galur murni dan sifat yang jelas diharapkan. Semakin
sering dilakukan perkawinan maka keturunannya akan semakin mendekati
sifat yang diinginkan (Warwick et al., 1990).
Skema Grading up KPI
Kuda Lokal ♀ x Kuda Thotoughbred ♂
KPI KPI/G5
Menutut program grading up ini, perkawinan antara kuda-kuda
G3-G4 atau G4-G4 lah yang sebenarnya harus dilakukan saat ini,
sedangkan persilangan kuda G1-G2-G3 sebaiknya jangan dilakukan
karena tidak akan menghasilkan kuda-kuda yang lebih baik. G1 dan G2
harus terus ke program grading up dengan mengawinkannya hanya
dengan kuda thoroughbred. Menurut program ini pula kuda grading up
lanjutan sampai G5 ternyata tidak memiliki nilai lebih dibanding dari G4
ditinjau dari teori genetik, biaya dan waktu yang dikeluarkan (Soehardjono,
1990).
Perkawinan Silang Luar (Out Crossing)
Out crossing adalah persilangan antara ternak dalam satu bangsa
atau strain tetapi tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Tujuan utama
out crossing adalah untuk menjaga kemurnian bangsa ternak. Dianggap
sebagai suatu sistem yang diharapkan untuk menghasilkan kemajuan
terus menerus (walaupun sering lambat) dengan resiko minimum
mendapatkan hasil yang tidak diinginkan.
Contoh: sapi Brahman dikawinkan dengan sapi Brahman tetapi keduanya
tidak memiliki hubungan kekerabatan.
Daftar Pustaka
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan di Lapangan. Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Soehardjono, O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang. Jakarta.
Warwick, E.J., J.M. Astuti., W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lestari, dkk. 1997. Bobot Badan dan Ukuran- Ukuran Tubuh Sapi Bali dan
persilangannya Pada Umur sapih dan Umur Setahun. (Bovine Vol 6
No 16 Maret 1997 FAPET,UNRAM)