Anda di halaman 1dari 20

KIMIA ORGANIK II

MODUL 2

AMINA

Struktur, Tatanama, Pembuatan, Reaksi, Kegunaan

Tatanama

Dalam tatanama trivial kebanyakan amina primer dinamai sebagai alkilamina.


Dalam tatanama sistematik (tulisan yang berwarna biru dibawah ini) penamaan amina
adalah dengan menambahkan akhiran –amina terhadap nama rantai atau cincin
dimana gugus NH2 terikat dengan penggantian akhiran –a pada rantai atau cincin.
Amina dapat dikelompokkan menjadi primer (1o), sekunder (2o) atau tersier (3o)
berdasarkan jumlah gugus organik yang terikat pada nitrogen.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Amina sekunder dan tersier kebanyakan dinamai dengan menggunakan
tatanama trivial. Dalam tatanama trivial gugus organik dinamai masing-masing secara
terpisah jika berbeda atau menggunakan awalan di- atau tri jika gugusnya sama.
Dalam tatanama sistematik, N digunakan untuk menunjukkan substituen yang terikat
pada atom nitrogen.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Dalam sistem IUPAC, substituen –NH2 disebut sebagai amino. Sistem tersebut
sering diugnakan untuk menamai amina yang mengandung gugus OH atau CO2H,
seperti berikut.
Arilamina

Beberapa arilamina umum memiliki nama sebagai berikut:

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Amina Heterosiklik

Amina heterosiklik yang penting semuanya memiliki nama trivial. Dalam


tatanama sistematik, awalan aza-, diaza-, dan triaza- digunakan untuk menandakan
bahwa atom nitrogen telah menggantikan atom karbon. Sebuah atom nitrogen pada
cincin (atau heteroato yang memiliki berat paling besar, seperti pad thiazola)
menunjukkan posisi 1 dan penomoran berlanjut sehingga memberikan nomor terkecil
untuk posisi heteroatom.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Sifat Fisik dan Struktur Amina

Sifat Fisik

Amina adalah senyawa yang relatif polar; amina memiliki titik didih yang lebih tinggi
daripada alkana namun secara umum lebih rendah daripada alkohol dengan berat
molekul yang sama. Molekul amina primer dan sekunder tidak dapat membentuk
ikatan hidrogen kuat satu sama lain, tetapi amina dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air atau pelarut hidroksil lain. Akibatnya, amina tersier secara umum
secara umum mendidih pada temperatur yang lebih rendah dibanding amina primer
dan sekunder dengan berat molekul yang sama, tetapi semua amina dengan berat
molekul kecil sangat larut dalam air.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)

Struktur Amina

Atom nitrogen dari kebanyakan amina mirip dengan amonia, memiliki hibridisasi sp3/
Tiga gugus alkil (atau atom hidrogen) menempati ujung dari tetrahedron; orbital sp3
yang mengandung pasangan elektron bebas mengarah ke ujung lainnya. Bentuk
amina dideskripsikan melalui posisi tiap atom sebagai trigonal piramid. Namun, jika
pasangan elektron bebas dipertimbangkan sebagai gugus maka geometri amina
adalah tetrahedral peta potensial elektrostatik untuk permukaan van der Waal dari
trimetilamina mengindikasikan lokalisasi muatan negatif dimana elektron nonbonding
ditemukan pada nitrogen:
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Sudut ikatan adalah hal yand diperkirakan dari struktur tetrahedral; sudut ikatan amina
sangat dekat dengan 109,5o. Sudut ikatan trimetilamina contohya adalah 108o.

Jika gugus alkil pada amina tersier semuanya berbeda, maka amina akan
memiliki konfigurasi chiral. Akan terdapat dua bentuk enansiomer dari amina tersier
dan secara teoritis, sehingga enansionmer tersebut harus dipisahkan. Namun, pada
praktiknya pemisahan biasanya mustahil karena kedua enansiomer mengalami
interkonversi satu sama lain secara cepat.

Interkonversi terjadi melalui yang disebut dengan interkonversi piramidal atau


nitrogen. Penghalang terhadap interkonversi adalah sekitar 25 kJ mol-1 untuk amina
sederhana, cukup rendah untuk terjadi pada suhu ruang. Pada kondisi transisi untuk
intervensi, hibridisasi atom nitrogen menjadi sp2 dengan pasangan elektron bebas
menempati orbital p.

Garam amonium tidak dapat mengalami inversu karena tidak memiliki


pasangan elektron bebas. Oleh karena itu. Garam amonium kuartener dengan empat
gugus berbeda adalah chiral dan dapat dipisahkan menjadi enansiomer yang relatif
stabil.
Pembuatan Amina
Melalui Reaksi Substitusi Nukleofilik

Alkilasi Amonia

Garam amina primer dapat dibuat dari amonia dan alkil halida melalui reaksi
substitusi nukleofilik. Garam amonia yang dihasilkan kemudian direaksikan dengan
basa menghasilkan amina primer.

• Aplikasi metode sintesis ini sangat terbatas karena alkilasi berulang terjadi

Ketika etil bromida bereaksi dengan amonia, contohnya, etilamonium bromida yang
dihasilkan pada awal dapat bereaksi dengan amonia menghasilkan etilamina.
Etilamina kemudian dapat berkompetisi dengan aamonia dan bereaksi dengan etil
bromida menghasilkan dietilamonium bromida. Reaksi alkilasi berulang dan transfer
proton pada akhirnya menghasilkan beberapa amina tersier dan bahkan beberapa
garam amonia kuartener jika alkil halida ada dalam jumlah berlebih.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Alkilasi berulang dapat diminimalkan dengan menggunakan amonia dalam jumlah
berlebih. Contoh dari teknik ini dapat dilihat pada sintesis alanin dari asam 2-
bromopropanoat:

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Alkilasi Ion Azida dan Reduksi

Metode pembuatan amina primer dari alkil halida yang jauh lebih baik adalah dengan
mengubah alkil halida menjadi alkil azida (R-N3) melalui reaksi substitusi nukleofilik,
kemudian mereduksi azida menjadi amina primer dan alkohol atau dengan litium
alumunium hidrida.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Alkil azida eksplosif dan alkil azida dengan berat molekul rendah tidak boleh diisolasi
namun harus tetap berada dalam kondisi larutan. Natrium azida biasa digunakan
dalam airbag mobil.

Sintesis Gabriel

Kalium Ftalimida juga dapat digunakan untuk pembuatan amina melalui sebuah
metode yang disebut sintesis Gabriel. Sintesis ini mencegah kerumitan dari alkilasi
berulang yang terjadi ketika alkil halida direaksikan dengan amonia

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Ftalimida cukup asam (pKa=9), ftalimida dapat dikonversi menjadi kalium ftalimida
melalui kalium hidroksida (tahap 1). Anion ftalimida merupakan nukleofilik kuat dan
(pada tahap 2) bereaksi dengan alkil halida melalui mekanisme SN2 menghasilkan N-
alkilftalimida. Pada tahap ini, N-alkilftalimida dapat dihidrolisis dengan larutan asam
atau basa, tetapi hidrolisis sering sulit terjadi. Hidrolisis lebih mudah dilakukan jika
mereaksikan N-alkilftalimida dengan hidrazin (NH2NH2) dengan cara merefluks dalam
etanol (tahap 3) menghasilkan amina dan ftalazin-1,4-dion.

Alkilasi Amina Tersier

Alkilasi berulang bukanlah sebuah masalah ketika amina tersier dialkilasi dengan metil
atau halida primer. Reaksi tersebut akan menghasilkan produk dalam jumlah yang
bagus.

Pembuatan Amina Aromatis Melalui Reduksi Senyawa Nitro

Metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan amina melibatkan nitrasi
dari cincin aromatis yang dilanjutkan dengan reduksi dari gugus nitro terhadap gugus
amino.

Nitrasi cincin dapat diterapkan secara luas pada senyawa aromatis. Reduksi gugus
nitro dapat dilakukan dalam beberapa cara. Metode yang sering digunakan adalah
menggunakan katalitik hidrogenasi atau nereaksikan senyawa nitro dengan asam dan
besi. Garam seng, timah, tatau logam seperti SnCl2 dapat digunakan. Secara umum,
hal ini meripakan reduksi 6e-.

Pembuatan Amina Primer, Sekunder dan Tersier melalui Aminasi Reduktif

Aldehid dan keton dapat diubah menjadi amina melalui katalisis atau reduksi kimia
ketika terdapat amonia atau amina. Amina primer, sekunder dan tersier dapat dibuat
melalui cara berikut.
Proses diatas disebut dengan aminasi reduktif aldehid atau keton (atau alkilasi reduktif
amina), kemudian berlangsung melalui mekanisme umum sebagai berikut.

Ketika amonia atau amina primer digunakan, terdapat dua jalur mekanisme produk
yang memungkinkan: melalui amino alkohol yang mirip dengan hemiasetal dan
disebut hemiaminal atau melalui imin. Ketika amina sekunder digunakan, imin tidak
dapat terbentuk, dan oleh karena itu, jalur mekanisme melalui hemiaminal atau ion
iminium.

Agen pereduksi yang digunakan meliputi hidrogen dan sebuah katalis (seperti nikel)
atau NaBH3CN atau LiBH3CN (natrium atau litium sianoborohidrida). Natrium atau
litium sianoborohidrida mirip dengan NaBH4 dam efektif dalam aminasi reduktif. Tiga
contoh spesifik dari aminasi reduktif.
Pembuatan Amina Primer, Sekunder, atau Tersier Melalui Reduksi Nitril, Oksim dan
Amida

Nitril, oksim, dan amida dapat direduksi menjadi amina. Reduksi nitril atau oksim
menghasilkan amina primer; reduksi amida menghasilkan amina primer, sekunder
atau tersier.

(Pada contoh terakhir, jika R’=H dan R”=H, porduk adalah 1o amin; jika hanya R’=H,
produk adalah 2o amina).

Semua reduksi ini dapat berlangsung dengan bantuan hidrogen dan katalis
atau dengan LiAlH4. Oksim juga dapat direduksi dengan natrium dalam etanol.

Berikut contoh spesifiknya


Reduksi amida merupakan tahap terakhir dalam prosedur monoalkilasi amina.
Prosesnya dimulai dengan asilasi amina menggunakan asil klorida atau asam anhidrat;
kemudian amida direduksi dengan litium alumunium hidrida. Contohnya sebagai
berikut.

Pembuatan Amina Primer melalui Penataulangan Hofmann dan Curtius

Penataulangan Hofmann

Amida yang tidak memiliki substituen pada nitrogen bereaksi dengan larutan bromin
atau klorin dalam natrium hidroksida menghasilkan amina melalui reaksi yang
diketahui sebagai penataulangan Hofmann atau degradasi Hofmann.

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa atom karbon karbonil pada amida
lepas (sebagai CO32-) dan gugus R dari amida menjadi terikat pada nitrogen amina.
Amina primer yang dibuat dengan cara tersebut tidak terkontaminasi oleh amina 2o
atau 3o.

Mekanisme untuk reaksi yang menarik ini dapat dilihat pada skema dibawah.
Pada dua tahap pertama amida mengalami brominasi pada kondisi basa, melalui cara
yang sama dengan halogenasi pada kondisi basa untuk keton.(Gugus asil penarik
elektron dari amida membuat hidrogen amido menjadi lebih asam dibanding dengan
amina). N-bromo amida kemudian bereaksi dengan ion hidroksida untuk
menghasilkan anion yang secara spontan mengakibatkan terjadinya penataulangan
dengan lepasnya ion bromida untuk menghasilkan isosianat. Pada penataulangan,
gugus R- berpindah dengan elektronnya dari karbon asil ke atom nitrogen pada saat
yang sama ketika ion bromida lepas. Isosianat yang terbentuk dalam campuran secara
cepat dihidrolisis dengan larutan basa menjadi ion karbamat, yang mengalami
dekarboksilasi spontan menghasilkan pembentukan amina.

Dua tahap pertama dari mekanisme ini menunjukkan bawa, pada awalnya dua atom
hidrogen harus tersedia pada nitrogen amida sehingga reaksi dapat berlangsung.
Sebagai akibatnya, penataulangan Hofmann terbatas pada amida jenis RCONH2.

Penataulangan Curtius

Penataulangan Curtius adalah penataulangan yang terjadi pada asil azida. Reaksi
menyerupai penataulangan Hofmann dalam hal gugus R- berpindah dari karbon asil
ke atom nitrogen ketika gugus pergi lepas. Pada saat hal iu terjadi gugus pergi adalah
N2(gugus pergi terbaik karena sangat stabil, tidak basa dan merupakan gas,
melepaskan diri dari medium). Asil azida mudah dibuat dengan mereaksikan asil
klorida dengan sodium azida. Pemanasan asil azida menyebabkan terjadinya
penataulangan; setelah itu penambahan air menyebabkan hidrolisis dan
dekarboksilasi dari isosianat.

Reaksi Amina
Sifat amina yang mendasari semua reaksi ini dan membentuk dasar untuk
pemahaman dari kebanyakan sifat kimia amina dalah kemampuan nitrogen untuk
membagi pasangan elektron.

Dalam contoh sebelumnya amina bertindak sebagai nukleofil dengan


memberikan pasangan elektron kepada reagen elektrofilik. Dalam contoh dibawah
ini, kontribusi resonansi melibatkan pasangan elektron nitrogen yang membuat atom
karbon nukleofilik.
Oksidasi Amina

Amina alifatik primer dan sekunder mengalami oksidasi, meskipun dalam banyak
contoh produk tidak didapatkan. Reaksi samping yang rumit sering terjadi,
menyebabkan pembentuk campuran komplek.

Amina tersier dapat dioksidasi menjadi amina oksida tersier. Perubahan ini
dapat berlangsung dengan menggunakan hidrogen peroksida atau asam peroksi.

Arilamina mudah teroksidasi melalui reagen yang beragam, termasuk oksigen


di udara. Oksidasi tidak terbatas pada gugus amino tetapi terjadi juga pada cincin
(gugus amino melalui kemampuan mendonorkan elektron membuat cincin elektron
kaya dan khususnya entan terhadap oksidasi). Oksidasi gugus fungsi lainnya pada
cincin aromatis biasanya tidak dapat tercapai ketika gugus amino terdapat pada
cincin, karena oksidasi lebih dulu terjadi pada cinicin.

Reaksi Amina dengan Asam Nitrit

Asam nitrit (HONO) adalah asam yang lemah dan tidak stabil. Asam nitrit selalu dibuat
in situ, biasanya degan mereaksikan natrium nitrit (NaNO2) dengan larutan asam kuat

Asam nitrit bereaksi dengan semua golongan amina. Produk yang didapat dari
reaksi ini tergantung pada apakah amina yang digunakan amina primer, sekunder atau
tersier dan apakah amina yang digunakan alifatik atau aromatik.
Reaksi Amina Primer Alifatis dengan Asam Nitrit

Amina alifatik primer bereaksi dengan asam nitrat melalui reaksi yang disebut
dengan diazotisasi untuk menghasilkan garam diazonium alifatik. Meskipun pada suhu
rendah, garam diazonium alifatik terurasi secara spontan dengan melepas nitrogen
untuk membentuk karbokation. Karbokation kemudian membentuk campuran alkena,
alkohol, dan alkil halida melalui pelepasan protonm reaksi dengan H2O dan reaksi
dengan X-.

Diazotisasi amina aliatik primer secara sintesis sedikit penting karena


menghasilkan campuran produk yang komplek. Diazotisasi amina alifatik primer
digunakan dalam beberapa prosedur analitik, karena evolusi dari nitrogen kuantitatif.
Diazotisasi amina alifatik primer juga dapat digunakan untuk membuat dan
mempelajari sifat karbokation dalam air, asam asetat, dan pelarut lainnya.

Reaksi Arilamina Primer dengan Asam Nitrit

Reaksi amina yang paling penting dengan asam nitrit adalah reaksi arilaminaprimer.
Arilamina primer bereaksi dengan asam nitrit menghasilkan garam arenadiazonium.
Meskipun garam arenadiazonium stidak stabil, namun dibanding garam alifatik
diazonium jauh lebih stabil; garam arenadiazonium tidak terurai pada laju yang tinggi
ketika suhu campuran reaksi dijaga dibawah 5oC.

Diazotisasi amina primer terjadi melalui serangkaian tahap. Ketika terdapat asam kuat,
asam nitrit terdisosiasi menghasilkan ion NO+. Ion-ion ini kemudian bereaksi dengan
nitrogen amina membentuk ion N-nitrosoamoanoium sebagai intermediet.
Intermediet ini kemudian melepaskan proton untuk membentuk N-nitrosoamina, yang
bertautomer menjadi diazohidroksida dalam reaksi yang mirip dengan tautomerisasi
keto-enol. Kemudian dengan adanya asam, diazohidroksida melepaskan air untuk
membentuk ion diazonium.
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Reaksi diazotisasi arilamina primer dipertimbangkan penting secara sintesis karena
gugus diazonium dapat digantikan oleh gugus fungsi lain yang beragam.

Reaksi Amina Sekunder dengan Asam Nitrit

Amina sekunder baik aril maupun alkil bereaksi dengan asam nitrat menghasilkan N-
nitrosoamina. N-nitrosoamina biasanya terpisah dari campuran reaksi sebagai cairan
kuning berminyak.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Reaksi Amina Tersier dengan Asam Nitrit

Ketika amina alifatik tersier direaksikan dengan asam nitrit, kesetimbangan terjadi
diantara amina tersier, garamnya, dan senyawa N-nitrosoamonium.
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Meskipun senyawa N-nitrosoamonium stabil pada suhu rendah, pada suhu
tinggi dan larutan asam akan terurai menghasilkan aldehid atau keton. Reaksi ini
sedikit penting untuk keperluan sintesis.

Arilamna tersier bereaksi dengan asam nitrit membentuk senyawa C-nitroso


aromatik. Nitrosasi terjadi hampir eksklusif pada posisi para ketika terbuka dan jika
tidak, pada posisi orto. Reaksinya merupakan contoh lain dari substitusi elektrofilik
aromatik.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Rekasi Substitusi Garam Arenadiazonium

• Garam arenadiazonium merupakan intermedier yang sangat berguna dalam


sintesis senyawa aromatik, karena gugus diazonium dapat digantikan oleh
salah satu dari sejumlah atom atau gugus lainnya, termasuk –F, -Cl, -Br, -I, -CN,
-OH, dan –H.

Garam diazonium selalui dibuat dari amina aromatik primer yang mengalami
diazotisasi. Aril amina primer dapat disintesis melalui reduksi senyawa nitro yang
tersedia melalui reaksi nitrasi langsung.

Sintesis Menggunakan Garam Diazonium

Kebanyakan garam arenadiazonium tidak stabil pada suhu diatas 5-10oC, dan
kebanyakan meledak ketika kering. Namun, untungnya, kebanyakan reaksi substitusi
garam diazonium tidak membutuhkan isolasi. Sintesis diazonium secara sederhana
dapat dituliskan sebagai penambahan reagen terhadap campuran, kemudian larutan
dihangatkan perlahan, lalu substitusi terjadi (disertai dengan perubahan nitrogren).
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Hanya dalam substitusi gugus diazonium oleh –F, isolasi perlu dilakukan. Islasi
dilakukan dengan HBF4 terhadap campuran, menyebabkan arenadiazonium
fluoroborat yang larut sebagian dan stabil, ArN2+ BF4-, mengendap.

Reaksi Sandmeyer: Substitusi Gugus Diazonium dengan –Cl, Br, atau –CN

Garam arenadiazonium bereaksi dengan tembaga kloridam tembaga bromida, dan


tembaga sianida menghasilkan produk dimana gugus diazonium tekah disubstitusi
berturut-turut oleh –Cl, -Br, dan –CN. Reaksi ini secara umum dikenal sebagai reaksi
Sandmeyer. Mekanisme reaksi substitusi ini belum sepenuhnya dipahami; reaksi yang
terjadi merupakan radikal, bukan ionik.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Substitusi dengan –I
Garam arenadiazonium bereaksi dengan kalium iodida mengahsilkan produk dimana
gugus diazonium telah disubstitusi oleh –I. Contoh reaksinya yaitu sinstesi p-
iodonitrobenzena.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Substitusi dengan –F

Gugus diazonium dapat disubstitusi oleh fluorin melalui reaksi garam diazonium
dengan asam fluoroborat (HBF4). Diazonium fluoroborat yang mengendap kemudian
disolasi, dikeringkan dan dipanaskan hingga terjadi dekomposisi. Aril fluorida
dihasilkan.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)

Substitusi dengan –OH

Garam diazonium dapat disubstitusi oleh gugus hidroksil dengan menambahkan


tembaga oksida teradap larutan encer dari garam diazonium yang mengandung
tebaga nitrat berlebih.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)


Variasi reaksi Sandmeyer (dikembangkan oleh T. Cohen, University of Pittsburgh) lebih
sederhana dan prosedur lebih aman dibanding metode sebelumnya untuk
pembuatan fenol, yang membutuhkan pemanasan garam diazonium dengan larutan
asam pekat.

Substitusi dengan Hidrogen: Deaminasi oleh Diazotisasi

Garam arenadiazonium bereaksi dengan asam hipofosfor (H3PO2)


menghasilkan produk dimana gugus diazonium telah disubstitusi oleh –H.

Karena biasanya sintesis diawali dengan pemggunaan garam diazonium


dengan melakukan nitrasi senyawa aromatik, mensubstitusi –H dengan –NO2 lalu –
NH2, mungkin akan terlihat aneh bahwa kita ingin mensubstitusi garam diazonium
dengan –H. Namun, substitusi gugus diazonium oleh –H dapat menjadi reaksi yang
berguna. Gugus amino dapat dimasukan ke cincin aromatik untuk mempengaruhi
orientasi reaksi lanjutan. Lalu kita dapat melepaskan gugus amino (contohnya melalui
deaminasi) dengan melakukan diazotisasi dan mereaksikan garam diazonium dengan
H3PO2. Contoh kebergunaan reaksi deaminasi dalam sintesis m-bromotoluena
berikut.

(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)

m-bromotoluena tidak dapat dibuat melalui brominasi toluena secara langsung


atau alkilasi Friedel-Crafts bromobenzena karena kedua reaksi menghasilkan o- dan
p-bromotoluena. (Baik CH3- dan Br- mengarahkan pada terbentuknya orto-para).
Namun, jika dimulai dengan p-toluidin (dibuat dengan menitrasi toluena, memisahkan
isomer para, dan mereduksi gugus nitro), tahapan reaksi dapat dilakukan seperti yang
terlihat dan mendapatkan m-bromotoluena dengan hasil yang basgus. Tahap
pertama, sintesis N-asetil derivat dari p-toluidin, dilakukan untuk mereduksi efek
aktivasi dari gugus amino. (Sebaliknya kedua posisi orto akan mengalami brominasi).
Lalu gugus asetil dilepas melalui hidrolisis.

Anda mungkin juga menyukai