MODUL 2
AMINA
Tatanama
Sifat Fisik
Amina adalah senyawa yang relatif polar; amina memiliki titik didih yang lebih tinggi
daripada alkana namun secara umum lebih rendah daripada alkohol dengan berat
molekul yang sama. Molekul amina primer dan sekunder tidak dapat membentuk
ikatan hidrogen kuat satu sama lain, tetapi amina dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air atau pelarut hidroksil lain. Akibatnya, amina tersier secara umum
secara umum mendidih pada temperatur yang lebih rendah dibanding amina primer
dan sekunder dengan berat molekul yang sama, tetapi semua amina dengan berat
molekul kecil sangat larut dalam air.
Struktur Amina
Atom nitrogen dari kebanyakan amina mirip dengan amonia, memiliki hibridisasi sp3/
Tiga gugus alkil (atau atom hidrogen) menempati ujung dari tetrahedron; orbital sp3
yang mengandung pasangan elektron bebas mengarah ke ujung lainnya. Bentuk
amina dideskripsikan melalui posisi tiap atom sebagai trigonal piramid. Namun, jika
pasangan elektron bebas dipertimbangkan sebagai gugus maka geometri amina
adalah tetrahedral peta potensial elektrostatik untuk permukaan van der Waal dari
trimetilamina mengindikasikan lokalisasi muatan negatif dimana elektron nonbonding
ditemukan pada nitrogen:
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Sudut ikatan adalah hal yand diperkirakan dari struktur tetrahedral; sudut ikatan amina
sangat dekat dengan 109,5o. Sudut ikatan trimetilamina contohya adalah 108o.
Jika gugus alkil pada amina tersier semuanya berbeda, maka amina akan
memiliki konfigurasi chiral. Akan terdapat dua bentuk enansiomer dari amina tersier
dan secara teoritis, sehingga enansionmer tersebut harus dipisahkan. Namun, pada
praktiknya pemisahan biasanya mustahil karena kedua enansiomer mengalami
interkonversi satu sama lain secara cepat.
Alkilasi Amonia
Garam amina primer dapat dibuat dari amonia dan alkil halida melalui reaksi
substitusi nukleofilik. Garam amonia yang dihasilkan kemudian direaksikan dengan
basa menghasilkan amina primer.
• Aplikasi metode sintesis ini sangat terbatas karena alkilasi berulang terjadi
Ketika etil bromida bereaksi dengan amonia, contohnya, etilamonium bromida yang
dihasilkan pada awal dapat bereaksi dengan amonia menghasilkan etilamina.
Etilamina kemudian dapat berkompetisi dengan aamonia dan bereaksi dengan etil
bromida menghasilkan dietilamonium bromida. Reaksi alkilasi berulang dan transfer
proton pada akhirnya menghasilkan beberapa amina tersier dan bahkan beberapa
garam amonia kuartener jika alkil halida ada dalam jumlah berlebih.
Metode pembuatan amina primer dari alkil halida yang jauh lebih baik adalah dengan
mengubah alkil halida menjadi alkil azida (R-N3) melalui reaksi substitusi nukleofilik,
kemudian mereduksi azida menjadi amina primer dan alkohol atau dengan litium
alumunium hidrida.
Sintesis Gabriel
Kalium Ftalimida juga dapat digunakan untuk pembuatan amina melalui sebuah
metode yang disebut sintesis Gabriel. Sintesis ini mencegah kerumitan dari alkilasi
berulang yang terjadi ketika alkil halida direaksikan dengan amonia
Alkilasi berulang bukanlah sebuah masalah ketika amina tersier dialkilasi dengan metil
atau halida primer. Reaksi tersebut akan menghasilkan produk dalam jumlah yang
bagus.
Metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan amina melibatkan nitrasi
dari cincin aromatis yang dilanjutkan dengan reduksi dari gugus nitro terhadap gugus
amino.
Nitrasi cincin dapat diterapkan secara luas pada senyawa aromatis. Reduksi gugus
nitro dapat dilakukan dalam beberapa cara. Metode yang sering digunakan adalah
menggunakan katalitik hidrogenasi atau nereaksikan senyawa nitro dengan asam dan
besi. Garam seng, timah, tatau logam seperti SnCl2 dapat digunakan. Secara umum,
hal ini meripakan reduksi 6e-.
Aldehid dan keton dapat diubah menjadi amina melalui katalisis atau reduksi kimia
ketika terdapat amonia atau amina. Amina primer, sekunder dan tersier dapat dibuat
melalui cara berikut.
Proses diatas disebut dengan aminasi reduktif aldehid atau keton (atau alkilasi reduktif
amina), kemudian berlangsung melalui mekanisme umum sebagai berikut.
Ketika amonia atau amina primer digunakan, terdapat dua jalur mekanisme produk
yang memungkinkan: melalui amino alkohol yang mirip dengan hemiasetal dan
disebut hemiaminal atau melalui imin. Ketika amina sekunder digunakan, imin tidak
dapat terbentuk, dan oleh karena itu, jalur mekanisme melalui hemiaminal atau ion
iminium.
Agen pereduksi yang digunakan meliputi hidrogen dan sebuah katalis (seperti nikel)
atau NaBH3CN atau LiBH3CN (natrium atau litium sianoborohidrida). Natrium atau
litium sianoborohidrida mirip dengan NaBH4 dam efektif dalam aminasi reduktif. Tiga
contoh spesifik dari aminasi reduktif.
Pembuatan Amina Primer, Sekunder, atau Tersier Melalui Reduksi Nitril, Oksim dan
Amida
Nitril, oksim, dan amida dapat direduksi menjadi amina. Reduksi nitril atau oksim
menghasilkan amina primer; reduksi amida menghasilkan amina primer, sekunder
atau tersier.
(Pada contoh terakhir, jika R’=H dan R”=H, porduk adalah 1o amin; jika hanya R’=H,
produk adalah 2o amina).
Semua reduksi ini dapat berlangsung dengan bantuan hidrogen dan katalis
atau dengan LiAlH4. Oksim juga dapat direduksi dengan natrium dalam etanol.
Penataulangan Hofmann
Amida yang tidak memiliki substituen pada nitrogen bereaksi dengan larutan bromin
atau klorin dalam natrium hidroksida menghasilkan amina melalui reaksi yang
diketahui sebagai penataulangan Hofmann atau degradasi Hofmann.
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa atom karbon karbonil pada amida
lepas (sebagai CO32-) dan gugus R dari amida menjadi terikat pada nitrogen amina.
Amina primer yang dibuat dengan cara tersebut tidak terkontaminasi oleh amina 2o
atau 3o.
Mekanisme untuk reaksi yang menarik ini dapat dilihat pada skema dibawah.
Pada dua tahap pertama amida mengalami brominasi pada kondisi basa, melalui cara
yang sama dengan halogenasi pada kondisi basa untuk keton.(Gugus asil penarik
elektron dari amida membuat hidrogen amido menjadi lebih asam dibanding dengan
amina). N-bromo amida kemudian bereaksi dengan ion hidroksida untuk
menghasilkan anion yang secara spontan mengakibatkan terjadinya penataulangan
dengan lepasnya ion bromida untuk menghasilkan isosianat. Pada penataulangan,
gugus R- berpindah dengan elektronnya dari karbon asil ke atom nitrogen pada saat
yang sama ketika ion bromida lepas. Isosianat yang terbentuk dalam campuran secara
cepat dihidrolisis dengan larutan basa menjadi ion karbamat, yang mengalami
dekarboksilasi spontan menghasilkan pembentukan amina.
Dua tahap pertama dari mekanisme ini menunjukkan bawa, pada awalnya dua atom
hidrogen harus tersedia pada nitrogen amida sehingga reaksi dapat berlangsung.
Sebagai akibatnya, penataulangan Hofmann terbatas pada amida jenis RCONH2.
Penataulangan Curtius
Penataulangan Curtius adalah penataulangan yang terjadi pada asil azida. Reaksi
menyerupai penataulangan Hofmann dalam hal gugus R- berpindah dari karbon asil
ke atom nitrogen ketika gugus pergi lepas. Pada saat hal iu terjadi gugus pergi adalah
N2(gugus pergi terbaik karena sangat stabil, tidak basa dan merupakan gas,
melepaskan diri dari medium). Asil azida mudah dibuat dengan mereaksikan asil
klorida dengan sodium azida. Pemanasan asil azida menyebabkan terjadinya
penataulangan; setelah itu penambahan air menyebabkan hidrolisis dan
dekarboksilasi dari isosianat.
Reaksi Amina
Sifat amina yang mendasari semua reaksi ini dan membentuk dasar untuk
pemahaman dari kebanyakan sifat kimia amina dalah kemampuan nitrogen untuk
membagi pasangan elektron.
Amina alifatik primer dan sekunder mengalami oksidasi, meskipun dalam banyak
contoh produk tidak didapatkan. Reaksi samping yang rumit sering terjadi,
menyebabkan pembentuk campuran komplek.
Amina tersier dapat dioksidasi menjadi amina oksida tersier. Perubahan ini
dapat berlangsung dengan menggunakan hidrogen peroksida atau asam peroksi.
Asam nitrit (HONO) adalah asam yang lemah dan tidak stabil. Asam nitrit selalu dibuat
in situ, biasanya degan mereaksikan natrium nitrit (NaNO2) dengan larutan asam kuat
Asam nitrit bereaksi dengan semua golongan amina. Produk yang didapat dari
reaksi ini tergantung pada apakah amina yang digunakan amina primer, sekunder atau
tersier dan apakah amina yang digunakan alifatik atau aromatik.
Reaksi Amina Primer Alifatis dengan Asam Nitrit
Amina alifatik primer bereaksi dengan asam nitrat melalui reaksi yang disebut
dengan diazotisasi untuk menghasilkan garam diazonium alifatik. Meskipun pada suhu
rendah, garam diazonium alifatik terurasi secara spontan dengan melepas nitrogen
untuk membentuk karbokation. Karbokation kemudian membentuk campuran alkena,
alkohol, dan alkil halida melalui pelepasan protonm reaksi dengan H2O dan reaksi
dengan X-.
Reaksi amina yang paling penting dengan asam nitrit adalah reaksi arilaminaprimer.
Arilamina primer bereaksi dengan asam nitrit menghasilkan garam arenadiazonium.
Meskipun garam arenadiazonium stidak stabil, namun dibanding garam alifatik
diazonium jauh lebih stabil; garam arenadiazonium tidak terurai pada laju yang tinggi
ketika suhu campuran reaksi dijaga dibawah 5oC.
Diazotisasi amina primer terjadi melalui serangkaian tahap. Ketika terdapat asam kuat,
asam nitrit terdisosiasi menghasilkan ion NO+. Ion-ion ini kemudian bereaksi dengan
nitrogen amina membentuk ion N-nitrosoamoanoium sebagai intermediet.
Intermediet ini kemudian melepaskan proton untuk membentuk N-nitrosoamina, yang
bertautomer menjadi diazohidroksida dalam reaksi yang mirip dengan tautomerisasi
keto-enol. Kemudian dengan adanya asam, diazohidroksida melepaskan air untuk
membentuk ion diazonium.
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Reaksi diazotisasi arilamina primer dipertimbangkan penting secara sintesis karena
gugus diazonium dapat digantikan oleh gugus fungsi lain yang beragam.
Amina sekunder baik aril maupun alkil bereaksi dengan asam nitrat menghasilkan N-
nitrosoamina. N-nitrosoamina biasanya terpisah dari campuran reaksi sebagai cairan
kuning berminyak.
Ketika amina alifatik tersier direaksikan dengan asam nitrit, kesetimbangan terjadi
diantara amina tersier, garamnya, dan senyawa N-nitrosoamonium.
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Meskipun senyawa N-nitrosoamonium stabil pada suhu rendah, pada suhu
tinggi dan larutan asam akan terurai menghasilkan aldehid atau keton. Reaksi ini
sedikit penting untuk keperluan sintesis.
Garam diazonium selalui dibuat dari amina aromatik primer yang mengalami
diazotisasi. Aril amina primer dapat disintesis melalui reduksi senyawa nitro yang
tersedia melalui reaksi nitrasi langsung.
Kebanyakan garam arenadiazonium tidak stabil pada suhu diatas 5-10oC, dan
kebanyakan meledak ketika kering. Namun, untungnya, kebanyakan reaksi substitusi
garam diazonium tidak membutuhkan isolasi. Sintesis diazonium secara sederhana
dapat dituliskan sebagai penambahan reagen terhadap campuran, kemudian larutan
dihangatkan perlahan, lalu substitusi terjadi (disertai dengan perubahan nitrogren).
(Sumber: Solomons dan Fryhle, 2011)
Hanya dalam substitusi gugus diazonium oleh –F, isolasi perlu dilakukan. Islasi
dilakukan dengan HBF4 terhadap campuran, menyebabkan arenadiazonium
fluoroborat yang larut sebagian dan stabil, ArN2+ BF4-, mengendap.
Reaksi Sandmeyer: Substitusi Gugus Diazonium dengan –Cl, Br, atau –CN
Gugus diazonium dapat disubstitusi oleh fluorin melalui reaksi garam diazonium
dengan asam fluoroborat (HBF4). Diazonium fluoroborat yang mengendap kemudian
disolasi, dikeringkan dan dipanaskan hingga terjadi dekomposisi. Aril fluorida
dihasilkan.