Anda di halaman 1dari 6

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Profil Puskesmas S.Parman


Karya Tulis Ilmiah Akhir Profesi Ners (KIAP) ini dilakukan di Puskesmas S.Parman Kota
Banjarmasin Kalimantan Selatan pada tanggal 13 November 2020. Puskesmas ini terletak di
wilayah di Jalan Antasan Kecil Barat Rt.13 No.22 Kelurahan Pasar Lama Kecamatan
Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan dengan No telpon
(0511)3363467. Secara geografis Puskesmas terletak antara 3°18´19˝ derajat lintang selatan
dan 114°35´25.9˝ derajat lintang pada ketinggian 0,16 m di bawah permukaan laut dengan
kondisi daerah berpaya-paya dan relatif datar. Pada waktu air pasang hampir seluruh wilayah
digenangi air.

Puskesmas S. Parman merupakan salah satu puskesmas yang ada di kecamatan Banjarmasin
Tengah yang mempunyai dua wilayah kerja yaitu kelurahan Pasar Lama dan kelurahan
Antasan Besar dengan luas wilayah 2,70 km2.yang terbagi 2 Rukun warga ( RW ) dan 44
Rukun Tetangga.(RT),berdasarkan letak Puskesmas S.Parman dari yang jauh adalah kurang
lebih 30 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.Kondisi jalan
berupa jalan beraspal.Sarana transportasi sebagian besar masyarakat menggunakan jalan
darat ,hanya sebagian kecil menggunakan jalur air berupa perahu kecil atau kelotok.

Batas wilayah masing-masing kelurahan diwilayah kerja Puskesmas S.Parman, kelurahan


Pasar Lama sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Belitung Utara, sebelah selatan
berbatasan dengan kelurahan Seberang Mesjid, sebelah barat berbatasan dengan keluahan
Mawar dan kelurahan Antasan Besar, sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Antasan
Kecil Timur, sedangkan kelurahan Antasan Timur sebelah utara berbatasan dengan kelurahan
Belitung Selatan dan Pasar Lama, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Teluk Dalam
dan Kertak Baru, sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Teluk Dalam dan Belitung
Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Sungai Martapura dengan jumlah penduduk tahun
2019 berjumlah 15.231 Jiwa.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan Ansietas
Klien adalah seorang perempuan berusia 73 tahun pada tanggal 13 November 2020 pukul
09.00 WITA saat pengkajian didapatkan data berdasarkan pengakuan dari klien bahwa
dirinya sering merasa khawatir,kebingungan dalam menghadapi suatu kondisi yang terjadi
pada dirinya, sulit tidur pada siang maupun malam hari sejak ± 7 hari yang lalu. Keluhan
tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan individu yang mempunyai gangguan
kecemasan menunjukkan perilaku yang tidak biasanya seperti panik tanpa alasan, takut pada
objek tanpa alasan, tindakan tanpa bisa dikontrol sering terulang atau kekhawtiran luar biasa
yang tidak bisa dijelaskan (Videbeck,2011).

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan auto dan allo anamneses terhadap klien dan
keluarga, observasi langsung terhadap penampilan dan perilaku klien. Menurut
Ah.Yusuf.dkk (2015) pengkajian terdiri dari data yang didapatkan melalui obervasi atau
pemeriksaan secara langsung (objektif) dan data yang disampaikan secara lisan oleh pasien
atau keluarga sebagai hasil wawancara (subjektif).

Menurut Nurhalimah (2016) ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya ansietas yaitu
faktor predisposisi atau pendukung dan faktor presipitasi atau pencetus. Sedangkan menurut
Nixson (2016) menyebutkan teori tingkah laku bahwa kecemasan adalah hasil frustasi
dimana sesuatu yang menghalangi kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dapat menimbulkan kecemasan, dan teori keluarga terkait dengan tugas dan
perkembangan keluarga. Sementara faktor pencetus yaitu adanya ancaman terhadap sistem
tubuh, ancaman ini dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang.
Teori tersebut sesuai dengan kondisi klien yang saat pengkajian didapatkan data bahwa
adanya tujuan yang diinginkan belum tercapai serta tugas dan perkembangan keluarga yang
belum tercapai yaitu menginginkan cucu klien segera mendapatkan pekerjaan setelah
beberapa tahun lulus kuliah belum mendapatkan pekerjaan.

Pada pengkajian status mental diperoleh data penampilan klien tidak memiliki cacat fisik,
saat wawancara klien ada kontak mata dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik sesuai
dengan topik pembicaraan saat itu (bicara nyambung),dari segi pakaian klien berpakian
sopan dan bersih, dalam perawatan diri klien merawat dirinya dengan baik dengan mandi 2
kali dalam sehari. Sementara dari hasil pengkajian tingkah laku klien terlihat resah, sikap dan
ekspresi wajah klien tampak gelisah, khawatir dan klien juga mengatakan sulit tidur, hal ini
sesuai dengan teori tanda dan gejala ansietas menurut SKDI/PPNI (2016) pada tanda gejala
mayor yaitu merasa khawatir, tampak gelisah dan sulit tidur.

Menentukan diagnosa keperawatan adaah penilaian klinis tentang respons aktual atau
potensial dari individu,keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses
keperawatan, berdasarkan hal tersebut maka penulis merumuskan satu diagnosa sebagai core
problem yaitu ansietas.

Intervensi yang dilakukan pada masalah keperawatan ansietas pada karya ilmiah ini
menggunakan intervensi umum yaitu relaksasi nafas dalam. Selain intervensi umum penulis
menambahkan Terapi Relaksasi Otot Progresif sebagai intervensi unggulan yang akan
dilakukan. Strategi pelaksanaan (SP) pada intervensi masalah keperawatan ansietas dapat
diimplementasikan secara keseluruhan kepada Ny.H selama 3 hari (3 pertemuan), hal ini
didukung oleh klien telah kooperatif dalam menerima masukan/intervensi yang diberikan
oleh penulis.

Evaluasi pada masalah keperawatan ansietas dari tindakan yang penulis lakukan dapat
disimpulkan pada hari pertama sampai hari ke tiga dapat teratasi karena ansietas yang
diderita klien dari rentang respons ansietas sedang menjadi rentang respons ansietas ringan.

4.3 Analisis Intervensi Unggulan Relaksasi Otot Progresif pada Ansietas


Hasil analisis dari pengkajian pada Ny.H didapatkan bahwa klien mengalami ansietas pada
tahap respons ansietas sedang dimana terjadi suatu tujuan dan tugas perkembangan keluarga
yang belum tercapai serta terjadinya gangguan pola tidur. Tujuan dan tugas perkembangan
keluarga yang belum tercapai diartikan sebagai salah satu kemampuan yang belum berhasil
dilaksanakan sehingga perlu dilakukan modifikasi dari rencana tesebut atau tujuan itu
tercapai. Gangguan pola tidur dapat digambarkan sebagai perasaan kesulitan memulai untuk
tidur, sering terbangun lebih awal atau terbangun pada malam hari, kesulitan berkonsentrasi
(Utami,2015). Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan saat pengkajian yaitu wawancara
klien mengatakan dirinya sering merasa khawatir,kebingungan dalam menghadapi suatu
kondisi yang terjadi pada dirinya, sulit tidur pada siang maupun malam hari, tidur hanya 4
jam dalam sehari sejak ± 7 hari yang lalu, selain itu melalui wawancara dengan keluarga juga
mengatakan klien sudah beberapa hari ini mengalami kesulitan untuk tidur.

Dari hasil analisis tersebut, maka penulis perlu untuk memberikan suatu intervensi yang
terbukti dapat membantu dalam mengatasi masalah tersebut. Adapun intervensi unggulan
yang dipilih adalah Terapi Relaksasi Otot Progresif yang terbukti efektif dalam menurunkan
tanda dan gejala ansietas. Terapi Relaksasi Otot Progresif merupakan terapi dengan cara
melakukan peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot (Gemilang, 2013). Teknik
relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan
mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan
teknik relaksasi untuk relaks (Herodes,2010). Terapi ini selain dapat menurunkan ansietas,
juga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Nawang
Wulandari (2015) yang menyatakan terapi relaksasi otot progresif dapat digunakan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas pola tidur, terapi relaksasi otot progresif
akan merangsang pengeluaran zat kimia endhorphin dan enkefalin menyebabkan otot rileks
dan meningkatkan aliran darah ke otak sehingga dapat membuat pikiran tenang dan rileks.

Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap klien yaitu terapi relaksasi otot progresif
dapat menurunkan tanda dan gejala ansietas dan penurunan keluhan gangguan pola tidur
setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif (Syisnawati).Hal ini didukung Setyoadi dan
Kushariyadi (2011) tujuan dari terapi relaksasi otot progresif yaitu menurunkan tingkat
ansietas menurunkan ketegangan otot, kecemasan, meningkatkan rasa kebugaran,
konsentrasi. mengatasi insomnia, membangun emosi positif dan emosi negatif.

Intervensi unggulan Terapi Relaksasi Otot Progresif dilakukan selama 10-20 menit dengan
melakukan 15 gerakan, pelaksanaan terapi ini dilakukan secara rutin pagi hari setelah bangun
tidur dan malam hari sebelum tidur (Livana,2018). Selama proses pelaksaan Terapi Relaksasi
Otot Progresif berlangsung penulis tidak mengalami suatu hambatan atau kendala yang
berarti dikarenakan klien kooperatif selama proses berlangsung dan klien bersedia mengikuti
untuk mengikuti semua tahapan kegiatan yang baik.

Setelah dilakukan intervensi unggulan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Ny.H didapat
beberapa keberhasilan berdasarkan evaluasi yang mana diantaranya yaitu tingkat ansietas
klien menurun, klien dapat mengontrol rasa cemasnya, klien tidak terlihat gelisah dengan
skor kecemasan klien berkurang dari skore awal 22 (kecemasan sedang) menjadi 16
(kecemasan ringan). Keefektifan Terapi Relaksasi Otot Progresif dalam menurunkan tanda
gejala dan tingkat kecemasan terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Syisnawi (2017)
berjudul "Penerapan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Klien Ansieta di Kelurahan
Ciwaringin, Bogor" menyebutkan terapi relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap
penurunan tanda dan gejala ansietas dan penurunan keluhan gangguan pola tidur setelah
diberikan terapi relaksasi otot progresif.

Menurut Wang et all (2014) yang menyatakan Terapi Relaksasi Otot Progresif merupakan
salah satu terapi yang membantu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja
sistem saraf simpatis dan parasimpatis, relaksasi otot akan menghambat jalur yang memicu
ansietas dengan cara mengaktivasi sistem saraf parasimpatis dan manipulasi hipotalamus
melalui pemusatan pikiran atau memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stresor
terhadap hipotalamus menjadi minimal,kondisi tersebut membuat klien yang awalnya
menunjukkan perilaku lemah dan tergantung pada orang lain akan merasa lebih nyaman dan
lebih rileks dalam melakukan sesuatu,seperti diketahui relaksasi otot progressif merupakan
bagian dari terapi perilaku. Teknik terapi perilaku ini dilakukan untuk melakukan distraksi
dengan harapan dapat merubah perilaku klien dari yang maladaptif menjadi adaptif dalam
menghadapi stresor. Selain membantu menurunkan gejala fisik dan perilaku terapi ini juga
berpengaruh pada kognitif individu yang mengalami ansietas. Pendapat ini juga dikuatkan
Gitanjali dan Sreehari (2014) membuktikan klien yang melakukan relaksasi otot progressif
secara kontinu selama 3 hari dapat membantunya menurunkan rasa khawatir dan lebih rileks.

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah


Terapi Relaksasi Otot Progresif merupakan salah satu intervensi yang terbukti efektif dalam
membantu menurunkan tanda gejala, dan tingkat ansietas. Dalam pelaksanaannya kerjasama
yang terjalin antar klien, keluarga dan perawat dapat memberikan dampak positif dan optimal
terhadap perkembangan kondisi klien. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan yaitu
dengan pengutan sumber koping, peningkatan kemampuan personal klien dan dukungan
sosial dari keluarga (Stuart,2013).

Respon kognitif dihasilkan dari kemampuan klien dalam menghadapi stressor. respon
kognitif bisa bersifat positif atau negatif, pada kondisi sakit merupakan salah satu respon
kognitif yang bersifat negatif yang dihasilkan dari kegagalan kognitif klien dalam menilai
stressor, stressor selalu dianggap sebagai Sesuatu yang mengancam sehingga menimbulkan
gejala kognitif yang negative (Stuart, 2013). Hal itu selaras dengan penelitian Mad
Zaini(2017),Kemampuan yang dimilki klien terdiri dari kemampuan secara kognitif, afektif
dan psikomotor. Pada saat klien mendapatkan informasi, dukungan serta ketrampilan
psikomotor melalui kegiatan terapi suportif akan membentuk pemikiran dan tindakan yang
mengarah kepada pikiran yang rasional, mengambil keputusan dengan melibatkan pemikiran
rasional (Mad Zaini,2017).

Sementara keluarga agar selalu senantiasa memberikan dukungan penuh terhadap perawatan
klien.Menurut teori Friedman (2010), menyatakan bahwa dukungan keluarga yaitu
sikap,tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita sakit.Salah satu peran dan fungsi
keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan secara psikososial
anggota keluarganya dalam memberikan kasih sayang.

Anda mungkin juga menyukai