Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM DIPLOMA TIGA

KAPITA SELEKTA

PERANAN TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN DALAM QUALITY CONTROL


DI INDUSTRI FARMASI

OLEH:

SAFINA APRILA MAHARANI (2018130060)


SYAVITRI WULANDARI (2018130062)
PUTRI REZA SAGITA (2018130063)
SAFIRA AMALIA ESA (2018130066)

JAKARTA
2020
ABSTRAK

Nama : Safina Aprila Maharani


Syavitri Wulandari
Putri Reza Sagita
Safira Amalia Esa
Program studi : Diploma tiga
Judul : Peran Tenaga Teknis Kefarmasian dalam Quality
Control di Industri Farmasi

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Mutu obat harus dibentuk ke dalam produk tersebut sejak awal mulai dari
dari penanganan bahan baku, proses produksi (pengolahan dan
pengemasan), penyimpanan hingga distribusi obat dan hendaklah dibuat
dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Mutu produk
sangat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi
dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil
yang terlibat. Agar produk obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan
mutu, khasiat dan keamanan maka industri farmasi harus memenuhi
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tujuan pembuatan
makalah ini untuk mengetahui peran tenaga teknis kefarmasian di bagian
Quality Control di bidang industry farmasi

Kata Kunci: Tenaga Teknis Kefarmasian, Quality Control, Industri Farmasi

i
DAFTAR ISI

Abstrak ............................................................................................................ i

Daftar Isi......................................................................................................... ii

Kata Pengantar ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3

A. Industri Farmasi ............................................................................. 3


1. Pengertian Industri Farmasi ..................................................... 3
2. Persyaratan Industri Farmasi ................................................... 3
3. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ................................. 4
B. Tenaga Teknis Kefarmasian ........................................................... 6
1. Pengertian .................................................................................. 7
2. Tugas Tenaga Teknis Kefarmasian .......................................... 7
3. Peran Tenaga Teknis Kefarmasian .......................................... 7
C. CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) ..................................... 7
1. Produksi .................................................................................... 7
2. Quality Control ........................................................................... 7
a) Tugas Utama Quality Control .............................................. 8
b) Wewenang bagian Quality Control ...................................... 8
c) Peran Quality Control di Kefarmasian ................................. 8
d) Peran Tenaga Teknis Kefarmasian di Industri Farmasi ...... 9
e) Bagian-bagian dalam Departemen Quality Control ............. 9
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 11

A. Kesimpulan ................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................ 12
Daftar Pustaka ............................................................................................. 13

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah Kapita Selekta yang berjudul: “Peranan Tenaga Teknis Kefarmasian
dalam Quality Control di Industri Farmasi”. Makalah Kapita Selekta ini disusun
dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat
kelulusan Mata Kuliah Kapita Selekta.

Penulis menyadari tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak,


karya tulis ilmiah ini tidak dapat di selesaikan dengan baik. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. apt. Shirly Kumala, M.Biomed. selaku dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila yang telah memberikan ijin penyusunan makalah
Kapita Selekta
2. apt, Yuslia Noviani, M.Farm. selaku dosen pembimbing akademik
selama ini
3. Orang Tua tercinta yang telah memberikan do’a, kasih sayang,
kesabaran serta segala yang telah di berikan
4. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, terima kasih
atas ilmu dan didikannya selama ini
5. Mahasiswa Akademi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila yang
tidak bisa kusebut satu persatu, sukses selalu untuk kita semua
6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan Makalah Kapita Selekta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan penelitian
selanjutnya. Semoga Makalah Kapita Selekta ini dapat berguna untuk semua
pihak.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang


memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses segala
informasi mengenai kesehatan. Masyarakat menjadi semakin kritis
terhadap obat-obatan yang mereka konsumsi. Hal tersebut memicu setiap
industri farmasi untuk meningkatkan segala aspek yang terlibat dalam
proses pembuatan obat dalam rangka memenuhi persyaratan mutu
(quality), khasiat (efficacy), keamanan (safety) dari setiap produk obat
yang dibuat.
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Mutu obat harus dibentuk ke dalam produk tersebut sejak awal mulai dari
dari penanganan bahan baku, proses produksi (pengolahan dan
pengemasan), penyimpanan hingga distribusi obat dan hendaklah dibuat
dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Mutu
produk sangat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses
produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan
personil yang terlibat. Agar produk obat yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu, khasiat dan keamanan maka industri farmasi harus
memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB,
adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan 2 persyaratan dan tujuan
penggunaan. Di dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang meliputi
manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi
dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu dan
audit & persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan

1
penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi, pengendalian perubahan,
penolakan dan penggunaan ulang bahan.
Peran dan tanggung jawab tenaga teknis kefarmasian dalam industri
farmasi meliputi pengemasan, pengadaan, administrasi, Quality Control,
Quality Assurance dan sales/marketing di industri farmasi. Untuk
mencapai tujuan tersebut tenaga teknis kefarmasian dituntut memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Mengapa di industri farmasi bagian produksi memerlukan Quality
Control?
2. Apakah peran tenaga teknis kefarmasian dalam Quality Control di
Industri Farmasi

C. Tujuan
Adapun tujuannya sebagai berikut:
1. Untuk Memahami Fungsi Serta Tanggung Jawab Peran Tenaga
Teknis Kefarmasian Di Quality Control
2. Untuk Memahani Peran Tenaga Teknis Kefarmasian Di Quality Control

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi
1. Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi adalah industri yang meliputi industri farmasi jadi
dan industri farmasi bahan baku. Industri obat jadi merupakan industri
yang menghasilkan produk yang telah melalui semua tahapan proses
pembuatannya, sedangkan industri obat curah merupakan industri
yang menghasilkan bahan baku yang dibutuhkan dalam proses
produksi obat jadi. Proses pembuatan adalah keseluruhan rangkaian
kegiatan produksi obat, termasuk produksi dan pengendalian mutu
mulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan, pengemasan hingga
pendistribusian obat jadi.
Industri farmasi memiliki dua bentuk yaitu industri primer dan
industri sekunder. Industri primer berfokus pada penemuan bahan
baku baru (zat minuman baru), sedangkan industri sekunder berfokus
pada pengelolaan bahan baku menjadi produk jadi. Saat ini sebagian
besar industri farmasi di Indonesia merupakan industri sekunder. Ini
memiliki nilai investasi yang tinggi dalam hal biaya, fasilitas dan waktu,
tetapi kedua industri tersebut bertanggung jawab atas kualitas,
keamanan dan kemanjuran obat yang diproduksi. Hal ini terkait
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur industri
farmasi untuk melindungi konsumen melalui upaya pembelian obat
yang bermutu, aman dan efektif sesuai dengan standar yang berlaku.

3
2. Persyaratan Industri Farmasi
Semua industri farmasi wajib memiliki izin untuk usaha, izin tersebut
diperoleh dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Berdasarkan SK Menkes RI
No.1191/Menkes/SK/IX/2002. Persyaratan yang harus dipenuhi
industri farmasi untuk medapatkan izin usaha, yaitu:
a. Dilakukan oleh perusahaan umum, badan hukum berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi
b. Memiliki Rencana Investasi
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
d. Industri Farmasi Obat Jadi dan Bahan Baku Obat wajib memenuhi
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
e. Industri Farmasi Obat Jadi dan Bahan Baku Obat wajib
mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
Apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai
penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan
mutu sesuai dengan persyaratan CPOB
f. Obat Jadi yang diproduksi oleh Perusahaan Industri Farmasi hanya
dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Setelah memperoleh izin usaha, terdapat beberapa kewajiban lain


yangharus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh Izin
Usaha Industri Farmasi, yaitu:
a. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam 6
(enam) bulan. Sedangkan untuk laporan lengkap wajib
disampaikan sekali dalam setahun
b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta
mencegah pencemaran lingkungan

4
d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku,
proses, hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja
e. Melakukan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL).

3. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi


Hal-hal yang dapat membuat izin usaha industri farmasi dicabut
adalah:
a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri
farmasi dan perluasan bangunan (pabrik) tanpa memiliki izin
b. Tidak menyampaikan informasi industri kepada BPOM secara
berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan
informasi yang tidak benar
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha produksi tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang
tidakmemenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat
palsu)
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

B. Tenaga Teknis Kefarmasian


Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analisis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Tenaga teknis kefarmasian memiliki tugas dan kewajiban yaitu:
1. Mengerjakan segala pekerjaan sesuai dengan profesinya sebagai
asisten apoteker meliputi:
a) Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi

5
b) Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan dan penyaluran obat)
c) Membuat dan memperbaharui SOP di industri farmasi
d) Harus memenuhi cara distribusi obat yang baik.

2. Dalam hal darurat dapat menggantikan tugas APA dan APING apabila
APA berhalangan hadir, yaitu dalam hal penerimaan resep dan
pemberian obat, memberikan layanan informasi, konseling, edukasi
dan monitoring obat.
Tenaga Teknis Kefarmasian bertanggungjawab kepada APA
sesuai dengan tugas yang diselesaikannya, tidak boleh adanya
kesalahan, kekeliruan, kekurangan, kehilangan dan kerusakan. Tenaga
Teknis Kefarmasian memiliki wewenang untuk melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai dengan petunjuk/instruksi dari APA atau
PSA dan semua Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

C. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan pedoman bagi industry farmasi di Indonesia. Industri
farmasi memiliki sasaran utama, yaitu memproduksi obat jadi dengan
mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang
terjangkau oleh masyarakat. Industri farmasi harus menerapkan CPOB
(Cara Pembuatan Obat yang Baik) agar dapat menghasilkan obat jadi
yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pengendalian menyeluruh sangat penting untuk
menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Mutu harus
dibentuk ke dalam produk (built in quality) oleh karena itu sangat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi,
pengendalian mutu, bangunan, peralatan, dan personalia. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Aspek dalam CPOB 2018 meliputi:
1. Sistem mutu industry farmasi

6
2. Personalia
3. Bangunan – fasilitas
4. Peralatan
5. Produksi
6. Cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok
9. Keluhan dan penarikan produk
10. Dokumentasi
11. Kegiatan alih daya
12. Kualifikasi dan validasi

1. Produksi
Produksi harus mengikuti prosedur yang ditetapkan dan
mematuhi peraturan CPOB, yang menjamin bahwa produk yang
memenuhi persyaratan kualitas dan memenuhi persyaratan izin edar
(registrasi). Selain itu, produksi harus dilakukan di bawah bimbingan
pengawas. Mutu obat tidak hanya bergantung pada hasil analisis
produk akhir, tetapi juga mutu yang ditetapkan selama proses
produksi mulai dari pemilihan bahan baku, penimbangan, proses
produksi, personel, gedung, peralatan, kebersihan dan sanitasi hingga
pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah:
a. Satu jenis, Konsistensi atau homogenitas antar bets
b. Proses produksi dan pengemasan selalu menghasilkan produk
yang sama mungkin (dalam lingkup persyaratan mutu) untuk bets
yang telah diproduksi dan bets yang akan diproduksi.

2. Quality Control
Quality Control adalah semua upaya pengawasan terencana
dan terpadu yang dilakukan mulai dari awal sampai obat jadi dan

7
dirancang untuk menjamin keseragaman produk obat yang memenuhi
spesifikasi identitas, kekuatan, kemurnian dan karakteristik lain yang
telah ditetapkan atau disyaratkan.
a. Tugas utama Quality Control:
1) Memastikan bahan awal untuk produksi obat memenuhi
spesifikasi
2) Memastikan bahwa tahapan proses produksi obat telah
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
3) Memastikan bahwa semua pengawasan selama proses dan
pemeriksaan laboratorium terhadap suatu batch obat telah
dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan sebelum didistribusikan
4) Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama
waktu peredaran yang telah ditetapkan.

b. Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang yaitu:


1) Meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk
produksi
2) Meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk
diproses lebih lanjut
3) Meluluskan/menolak produk jadi yang akan didistribusikan.

c. Peran pengawasan mutu di kefarmasian:


1) Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu
2) Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk
3) Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan
produk
4) Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk
5) Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan
mutu produk.

8
d. Peran tenaga teknis kefarmasian di pengawasan mutu:
1) Membantu QC melakukan monitoring barang expired, barang
obsolete dan pemusnahannya
2) Memeriksa kualitas bahan pengemas
3) Melaksanakan pemantauan kondisi lingkungan laboratorium
dibawah supervise apoteker
4) Melaksanakan prosedur uji keseragaman sediaan, ukuran,
kekerasan, waktu hancur, disolusi, kerapuhan dan volume
terpindahkan
5) Melaksanakan prosedur sampling dalam proses pemeriksaan
produk jadi yang beredar di pasaran.

e. Bagian-bagian dalam Departemen Quality Control:


1) Seksi bahan baku
Seksi ini bertanggung jawab dalam menjamin bahwa material
yang digunakan untuk produksi sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan
2) Seksi wadah dan kemasan
Seksi ini bertanggung jawab dalam melakukan pemeriksaan
terhadap semua wadah dan kemasan dengan prosedur
3) Seksi obat jadi
Seksi ini bertanggung jawab dalam menjamin bahwa wadah
dan kemasan yang digunakan untuk pengemasan prodik
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan
4) Seksi stabilita
Seksi ini bertanggung jawab dalam memeriksa stabilita post
marketing dari produk yang sudah jadi. Memeriksa batas
kadaluarsa, jangka waktu penggunaan kemasan, dan kondisi
penyimpanan tertentu.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Mutu obat harus dibentuk ke dalam produk tersebut sejak awal mulai dari
penanganan bahan baku, proses produksi (pengolahan dan
pengemasan), penyimpanan hingga distribusi obat hendaklah dibuat
dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Industri
farmasi memiliki dua bentuk yaitu industri primer dan industri sekunder.
Industry primer berfokus pada penemuan bahan baku (zat minuman baru),
sedangkan industry sekunder berfokus pada pengelolaan bahan baku
menjadi produk jadi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB,
adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan 2 persyaratan dan tujuan
penggunaan. Aspek dalam CPOB 2018 meliputi:
1. System mutu industry farmasi
2. Personalia
3. Bangunan-fasilitas
4. Peralatan
5. Produksi
6. Cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok
9. Keluhan dan penarikan produk
10. Dokumentasi
11. Kegiatan alih daya
12. Kualifikasi dan validasi

10
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analisis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian bertanggung
jawab kepada APA sesuai dengan tugas yang diselesaikannya, tidak
boleh adanya kesalahan, kekeliruan, kekurangan, kehilangan dan
kerusakan. Tenaga Teknis Kefarmasian memiliki wewenang untuk
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai dengan petunjuk/instruksi
dari APA atau PSA dan semua Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.

B. Saran
Dalam produktivitas, perusahaan harus meningkatkan lagi
pengendalian mutu sesuai standard an memperketat proses produksi agar
bias menurunkan tingkat produk reject. Pengendalian mutu memiliki
pengaruh yang sedang terhadap produktivitas. Untuk meningkatkan
produktivitasnya perusahaan disarankan untuk lebih memperhatikan
pengendalian mutu perusahaan serta factor-faktor lain yang berpengaruh.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2018


Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik

2. Hasmawati,Nur. 2011. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.Kimia


Farma. Universitas Indonesia : Depok

3. Profzayn. 2016. Peranan Apoteker di Industri Farmasi Serta Tinjauan


Umum. Universitas Sumatera: Sumatera Utara

4. Desi, Ekawati. 2014. Pengaruh Pengendalian Mutu terhadap Produktivitas.


Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung

12

Anda mungkin juga menyukai