SKRIPSI
Oleh
SITTI RAESA
NIM. 161000146
SKRIPSI
Oleh
SITTI RAESA
NIM. 161000146
Mengetahui
Pembimbing :
Dekan
i
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji dan dipertahankan
ii
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Peta
adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko
atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak
Sitti Raesa
iii
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
iv
Universitas Sumatera Utara
Abstract
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a public health problem in the world. Data
from the Pan American Health Organization, shows that several countries
reported more than 2.7 million cases and 1206 deaths from January to October
2019 (CFR = 0.04%). Based on the Indonesian Health Profile (2018), the number
of DHF cases was 65,602 cases (Insidence Rate (IR) 24.73 per 100,000). Medan
City is a dengue endemic area. In 2018, the number of DHF cases in Medan City
reached 1,490 cases and 13 people died (CFR = 0.87%), and for the beginning of
2019, the number of cases was 229 cases. Based on a preliminary survey
conducted at the Simalingkar Health Center, in 2019 the number of dengue
sufferers was 43 cases. The purpose of this study was to determine the map of the
distribution of Dengue Hemorrhagic Fever based on characteristics (gender, age,
population density and fogging focus) in the working area of the Simalingkar
Community Health Center in 2019. This type of research is descriptive
epidemiological research. The sampling technique was carried out using
purposive random sampling method, with clear address criteria and indeed
residing in the working area of the Simalingkar Community Health Center. The
results showed that the highest distribution of dengue fever was in Mangga village
and had a high IR DHF (IR 0.584 per 1000 population) compared to the other
two urban villages but there were no cases of DHF deaths (CFR 0). The number
of DHF incidence based on gender is the same. The highest number of DHF
incidence based on age was 11-19 years old and 20-59 years old with the same
number of cases, 11 cases (34.4%). The fogging focus will be carried out if one
DHF case is found in the area.
v
Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas seluruh rahmat dan
Simalingkar Tahun 2019”. Tidak lupa pula kita panjatkan shalawat serta salam
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan
yang baik yang membawa kita dari jaman kegelapan hingga jaman terang
benderang ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat
Banyak sekali hambatan dan rintangan yang saya hadapi dalam proses
penyusunan skripsi ini, namun pada akhirnya dapat dilalui berkat adanya
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual.
Untuk itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah
vi
Universitas Sumatera Utara
4. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M., M.Kes. Ph.D selaku dosen wali yang telah
5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes. selaku dosen penguji I yang telah
memberikan dukungan serta kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat
6. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes. selaku dosen penguji II yang telah
memberikan dukungan serta kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat
9. Kedua orang tua penulis (Papa, Mama), Kakak, Adam atas doa, ketulusan,
dapat terselesaikan.
10. Kepada Rizmy Putra Perdana yang telah membantu dan memberikan
11. Teman-teman seperjuangan penulis yaitu Rifka, Aini, Yunita, Avi, Rima,
Tessa, dan Vani yang selalu menemani dari awal perkuliahan sampai
sekarang.
12. Teman penulis terkhusus Aini dan Yunita yang selalu memberikan
vii
Universitas Sumatera Utara
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
memberikan dukungan.
itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
Sitti Raesa
viii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
Daftar Istilah xv
Riwayat Hidup xvi
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 6
Tinjauan Pustaka 7
Definisi Demam Berdarah Dengue 7
Sejarah Demam Berdarah Dengue 7
Etiologi Demam Berdarah Dengue 9
Patogenesis Demam Berdarah Dengue 10
Dengue epidemik 11
Dengue hiperendemik 12
Patofisiologis Demam Berdarah Dengue 12
Riwayat Alamiah Penyakit Demam Berdarah Dengue 13
Fase suseptibel (Rentan) 13
Fase subklinis 13
Fase klinis 14
Fase akhir 15
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue 16
Menurut orang 16
Menurut waktu 16
Menurut tempat 17
ix
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue 17
Penatalaksanaan dengue shock syndrom 18
Penatalaksanaan DBD pada kelainan ginjal 18
Penatalaksanaan DBD pada sirosis hepatis 19
Penatalaksanaan ensefalopati dengue 19
Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue 20
Definisi penyelidikan epidemiologi 20
Langkah-langkah pe demam berdarah dengue 20
Kriteria fokus 22
Angka Bebas Jentik 22
Definisi angka bebas jentik 22
Klasifikasi Umur Menurut WHO 23
Sistem Informasi Geografis 23
Definisi sistem informasi geografis 23
Ciri utama dari sistem informasi geografis 24
Tujuan sistem informasi geografis 24
Komponen-komponen sistem informasi geografis 25
Manfaat sistem informasi geografis 25
Landasan Teori 25
Kerangka Konsep 26
Metode Penelitian 27
Jenis Penelitian 27
Lokasi dan Waktu Penelitian 27
Populasi dan Sampel Penelitian 27
Metode Pengumpulan Data 28
Metode Analisis Data 28
Definisi Operasional 28
Hasil Penelitian 32
Gambaran Lokasi Penelitian 32
Kependuduk 33
Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar 34
Pola Sebaran Kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar 36
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Jenis Kelamin 37
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Kelompok Umur 39
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk 41
Jumlah Kejadian DBD Berdasarkan Fogging Focus 42
Pembahasan 44
Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar 44
Pola Sebaran Kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar 45
x
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Jenis Kelamin 46
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Kelompok Umur 47
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk 48
Jumlah Kejadian DBD Berdasarkan Fogging Focus 49
Keterbatasan Penelitian 51
xi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel
xii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar
1. Struktur dengue 9
2. Kerangka konsep 26
xiii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Lampiran
xiv
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah
xv
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Hidup
pada tanggal 07 Oktober 1997. Penulis beragama Islam, anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Youn Natra dan Ibu Yunelty Edward.
Sitti Raesa
xvi
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Latar Belakang
endemik di 100 negara di dunia. Wilayah Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik
Berdasarkan data dari Pan American Health Organization yang juga berfungsi
menunjukkan bahwa beberapa negara melaporkan lebih dari 2,7 juta kasus dan
1206 yang meninggal dari bulan Januari sampai Oktober 2019 (CFR = 0,04%),
dimana lebih dari 1,2 juta telah dikonfirmasi di laboratorium dan lebih dari 22.000
juta kasus DBD diikuti Mexico dengan jumlah kasus sebanyak 181.625 dan
Nicaragua sebanyak 142.740 kasus. Ekspansi global dan distribusi nyamuk Aedes
dunia. Endemi dan epidemi terjadi, menyebabkan kenaikan angka kematian dan
Indonesia, Sri Lanka, Thailand dan wilayah Pasifik Barat seperti Malaysia,
Filipina dan Viet Nam, telah melaporkan lebih dari 50.000 kasus. Kejadian Luar
1
Universitas Sumatera Utara
2
Sudan, Yemen, dan wilayah Afrika yang juga ikut terpengaruh (WHO, 2019b).
sekitar 128 negara berada pada resiko terinfeksi DBD pertahun dengan perkiraan
terakhir menunjukkan ada 390 juta jiwa yang beresiko. Pada tahun 2016,
dilaporkan peningkatan jumlah kasus DBD dari 0,5 juta (2010) menjadi 3,34 juta.
Indonesia menempati posisi kedua dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara
sebanyak 65.602 kasus (Insidence Rate (IR) 24,73 per 100.000). Angka ini
kasus sebanyak 59.047 (IR 22,5 per 100.000). Sedangkan jumlah kasus meninggal
pada tahun 2018 sebanyak 462 (Case Fatality Rate (CFR) 0,70%). Kasus tertinggi
terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 8.732 kasus dan terendah terjadi di
Provinsi Maluku Utara dengan jumlah 110 kasus (Kemenkes RI, 2019b). DBD
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah yang pada setiap tahunnya
dengan kasus DBD tertinggi di Indonesia, jumlah kasus DBD sebanyak 5.623
kasus (IR 39,01 per 100.000). Jumlah kasus meninggal sebanyak 26 orang (CFR
0,46%). Kabupaten yang terjangkit DBD pada tahun 2018 sebanyak 32 kabupaten
Profil Kesehatan Indonesia 2019, Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah kasus
sebanyak 7.731 kasus (IR 53,1 per 100.000 penduduk). Jumlah kasus yang
Kota Medan merupakan wilayah endemis DBD. Pada tahun 2016 jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 1.784 kasus dengan jumlah kematian
sedangkan pada tahun 2015 jumlah kasus 1.362 dengan jumlah kematian
sebanyak 9 orang (IR = 61,6 per 100.000 dan CFR = 0,66%). Bila dibandingkan
dengan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 1.699 orang dengan jumlah kematian
sebanyak 15 orang (IR= 77,5 per 100.000 dan CFR=0,88%) dan pada tahun 2013
jumlah kasus 1.270 orang dan jumlah kematian sebanyak 9 orang (IR=59,8 per
Pada tahun 2017, kasus DBD sebanyak 1.214 kasus dengan kasus
kematian sebanyak 11 orang dan CFR 0,91% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara,
Dinas Kesehatan Kota Medan, tahun 2018 jumlah kasus DBD di Kota Medan
mencapai 1.490 kasus dan 13 orang meninggal dunia (CFR = 0,87%), dan untuk
Simalingkar, pada tahun 2019 jumlah penderita DBD ada 43 kasus. Penyakit
DBD di Kota Medan terus menjadi masalah kesehatan karena dapat menyebabkan
kematian dalam waktu yang singkat diakibatkan dari perjalanan penyakit yang
cepat dan hal ini juga dapat menimbulkan KLB atau wabah. Jumlah penderita
penyakit DBD cenderung meningkat dan penyebaran penyakit ini semakin luas
penduduk.
Indeks (NNI) dan convex hull melalui aplikasi Quantum GIS seperti yang
memberikan rincian tentang wilayah yang terjangkit penyakit DBD dan wilayah
kedekatan wilayah.
informasi berbasis peta dan diharapkan bisa membantu pihak terkait dalam
mencegah kejadian luar biasa (KLB) dan penyebaran wabah penyakit DBD
Perumusan Masalah
penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peta dan pola sebaran kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Simalingkar.
Manfaat Penelitian
Aspek praktis. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu sumber
informasi bagi instansi yang terkait dan dapat digunakan sebagai bahan
Berdarah Dengue.
manifestasi klinis yang berat dari penyakit arthropod-borne viruses. Virus dengue
kepala, nyeri tulang, sendi dan otot, ruam, serta leukopenia. DBD memiliki 4
manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan
hepatomegaly dan pada kasus berat ditandai dengan kegagalan sirkulasi (WHO
1998).
DBD memiliki gejala berupa demam tinggi, berlangsung antara 2-7 hari,
mendadak, kontinua dan kadang bifasik. Gejala lain juga ditemukan seperti muka
kemerahan, malgia, atralgia, nyeri epigastrik, anoreksia, mual muntah pada daerah
sub-kostal kanan dan nyeri abdomen difus dan kadang disertai sakit tenggorokan.
Kejang demam akan dijumpai jika demam sudah mencapai suhu 40°C
(Hadinegoro, 2014).
tentang penyakit yang dikenal sebagai dengue dan masih berkembang pula
beberapa pendapat mengenai asal usul kata dengue. Data yang dikumpulkan oleh
Nothnagel (1905) tentang beberapa pendapat mengenai asal kata dengue yaitu
sebagai berikut : Istilah ini berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘asteni’, dan
sebagian menggangap berasal dari bahasa Afrika Barat dinga atau dari bahasa
7
Universitas Sumatera Utara
8
Indian dengue; yang keduanya berarti ‘tipuan’. Dan mungkin juga berasal dari
bahasa Spanyol dengue yang berarti ‘sopan santun’ (Sumarno, 2009). Menurut
Soedarto 2012, kata dengue berasal dari Bahasa Swahili di Afrika ‘ka-dinga-
pepo’.
DBD mulai menimbulkan masalah sejak perang dunia kedua dan sudah
umum terjadi dilebih dari 110 negara. Tahun 1779, deskripsi pertama tentang
disebabkan oleh virus dengue dan dibawa oleh nyamuk. Sepanjang abad ke-19
dan awal abad ke-20, epidemi dengue dilaporkan di Asia, Australia, Amerika,
Eropa Selatan, Afrika Utara, Karibia dan beberapa pulau di Pasifik Selatan,
terjadi di 9 negara dan sekarang DBD sudah menjadi penyakit endemi di lebih
100 negara. Pada tahun 2008, jumlah kasus telah melewati 1,2 juta kasus di
wilayah Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat, dan terus meningkat hingga
tahun 2010 mencapai 2,3 juta kasus. Jumlah kasus DBD yang dilaporkan di
wilayah Amerika pada tahun 2013 yaitu sebanyak 2,35 juta kasus, dimana 37.687
kasus dari 980 kasus pada tahun 1954-1959 di hampir 100 negara menjadi
1.016.612 kasus pada tahun 2000-2009 di hampir 60 negara. Pada tahun 1968, di
jumlah kasus 58 orang dan kematian 24 orang (CFR = 41,3%), namun konfirmasi
penyebab dari demam dengue, termasuk dalam genus flavivirus dan tergolong ss
RNA positive-strand virus dari keluarga flaviviridae. Pada tahun 1944, Albert
Adapun 4 serotipe virus DEN yaitu virus dengue-1 (DEN1), virus dengue-2
ukuran genom 10,7 kb. Virus dengue mengandung RNA untai tunggal (seRNA),
positif sense. Empat serotipe virus dengue dapat dibedakan melalui pemeriksaan
serologi, misalnya uji netralisasi dan uji fiksasi komplemen. Seseorang dapat
terinfeksi oleh tiga sampai empat serotipe jika ia tinggal di daerah endemis
dengan DEN-2 (28,6%), DEN-1 (20%) dan DEN-4 (2,9%). Virus dengue
memiliki ukuran yang kecil, bulat, berjenis RNA tunggal dan memiliki envelope
(Irianto, 2014).
Iklim tropis dan subtropis merupakan tempat hidup yang subur bagi
species) yang bersifat sangat domestik, pemangsa lebih dari satu korban (nervous
feeder) dan antropofilik kuat. Asia, Afrika, Amerika merupakan tempat hidup
yang baik bagi nyamuk ini, namun nyamuk ini tidak akan bertahan hidup di
wilayah dengan ketinggian di atas 1000 meter di atas permukaan laut (Irianto,
2014). Bionomik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus berbeda. Aedes
nyamuk yang belum terinfeksi virus menggigit orang yang sudah terinfeksi virus,
sehingga terjadi perpindahan virus dengue ke nyamuk tersebut. Virus akan mulai
menyebar ke kelenjar saliva dengan waktu sekitar 10-12 hari, dan virus akan tetap
nyamuk yang terinfeksi merupakan nyamuk betina namun hal ini sangat jarang
terjadi.
Penjamu utama adalah manusia. Pada saat seseorang yang terinfeksi mulai
mengalami demam maka virus akan bersirkulasi dalam darah (viraemia), dan jika
digigit nyamuk maka virus akan berpindah ke nyamuk tersebut. Waktu yang
diperlukan untuk virus mulai berkembang dalam tubuh nyamuk yaitu sekitar 8-10
hari namun lama waktu yang dibutuhkan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung
Lalu nyamuk akan menginfeksi orang lain dengan menggigitnya, maka hal
ini dianggap sebagai arbovius (virus yang ditularkan melalui artropoda). Masa
inkubasi akan terjadi sekitar 45 hari. Terdapat dua pola umum dalam penularan
Dengue epidemik
berjumlah besar.
Dengue Hiperendemik
infeksi dengue.
(Soedarto, 2012).
seseorang dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius yang lebih
terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus rendah masih infeksis bagi
Perubahan patofisiologi utama yang terjadi pada DHF/DSS ada dua yaitu
nadi rendah dan tanda syok lainnya. Hal yang paling fatal jika kehilangan plasma.
DBD. Salah satu faktor yang berpengaruh pada meningkatnya jumlah kasus DBD
merupakan tahap awal dari perjalanan penyakit DBD. Individu yang dalam
keadaan viremia digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti yang awalnya tidak
terinfeksi, kemudian nyamuk tersebut menjadi terinfeksi dan akan tetap terinfeksi
Fase subklinis. Fase ini juga sering disebut dengan masa inkubasi DBD.
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan antara pajanan terhadap patogen
hingga gejala-gejala pertama kali muncul yang artinya pada fase ini belum
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh bersama air liur kemudian virus
akan menginfeksi sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening dan akhirnya
masuk ke sistem sirkulasi darah, dalam masa ini virus akan terus memperbanyak
diri. Sejak ditularkan virus akan berada dalam darah selama 3 hari (Lestari, 2007),
yang berfungsi sebagai antigennya, kemudian terjadi proses autoimun atau proses
pembuluh darah. Proses ini ditandai dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah
(Widoyono, 2008).
Fase klinis. Fase ini ditandai dengan mulai timbulnya tanda dan gelaja
penyakit secara klinis. Durasi penyakit adalah periode waktu dari mulai terjadinya
penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit. Gejala prodomal disebut juga
dengan gejala awal. Masa inkubasi 3-14 hari, tapi pada umumnya 4-7 hari.
Beberapa gejala awal yang terjadi pada penderita DBD dimulai dengan
demam tinggi yang mendadak, nyeri kepala, nyeri punggung dan nyeri pada saat
menggerakkan bola mata. Untuk kasus yang lebih parah akan menyebabkan nyeri
ulu hati, pendarahan saluran cerna, syok hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).
menjadi pembeda antara derajat I dan II DHF dari DF, sedangkan derajat III dan
IV dianggap DSS.
manifestasi perdarahan.
Derajat III : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab,
Fase akhir. Tahap terakhir dari perjalanan penyakit DBD yaitu tahap
pemulihan dan bisa juga berakhir pada kematian jika penanganan yang dilakukan
tidak tepat. Hal ini tergantung pada bagaimana si penderita melewati tahap
kritisnya. Jika penderita dapat melewati tahap kritisnya dan didukung dengan
penanganan yang diterima baik maka pada hari ke-6 ataupun hari ke-7 kondisi
penderita akan mulai membaik. Namun sebaliknya, jika penderita tidak mampu
Menurut orang. Host alami penyakit DBD adalah manusia, dan agentnya
adalah virus dengue. Penyakit DBD umumnya menyerang anak-anak, namun kini
sudah banyak ditemui pada orang dewasa. Hal ini disebabkan beberapa faktor,
Lonjakan kasus DBD terjadi diawal tahun 2018 hingga awal tahun 2019,
hal ini terjadi sangat dipengaruhi oleh pola hidup yang tidak sehat serta tidak
peduli lingkungan yang pada akhirnya menjadi tempat sarang nyamuk. Menurut
Oscar Primadi, MPH bahwa yang yang penting dalam menyikapi DBD yaitu
yang meningkat tidak lain juga dipengaruhi oleh perilaku manusia (Kemenkes RI,
2019a).
penyakit ini terus ditemukan setiap tahunnya. Pada umumnya penyakit DBD akan
meningkat pada musim penghujan karena di waktu itulah nyamuk Aedes aegypti
DBD mulai meningkat. Tercatat jumlah kasus DBD di 34 provinsi pada tahun
2014 sampai pertengahan bulan Desember yaitu sebanyak 71.668 orang, dan
kasus yang meninggal dunia akibat DBD sebanyak 641 orang (CFR = 0,89%).
Tahun 2013 jumlah kasus DBD sebanyak 112.511 orang dan kasus meninggal
dunia akibat DBD 871 orang (CFR = 0,77%) (Kemenkes RI, 2015).
Menurut tempat. Tidak hanya di genangan air kotor, nyamuk DBD lebih
senang berkembang biak di genangan air yang bersih baik itu di barang bekas
Distribusi penyakit suspek DBD di awal tahun 2018 hingga awal tahun
2019, berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, bahwa yang tertinggi itu terdapat di wilayah Jawa Timur
dengan suspek DBD sebanyak 700 orang, Jawa Tengah sebanyak 512 orang, dan
Jawa Barat sebanyak 401 orang (Kemenkes RI, 2018). Secara nasional
Februari adalah sebanyak 16.692 kasus dengan 169 orang meninggal dunia
(CFR= 1,01%). Kasus terbanyak ada di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, NTT,
akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler yang berlangsung selama 24-48 jam.
meninggal akibat perdarahan gagal nafas meskipun telah dibantu dengan ventilasi
cairan, koreksi terhadap kelainan analisis gas darah, koreksi gangguan elektrolit,
pemberian oksigen dan transfusi darah bila diperlukan yang ke semuanya ini
terjadi pada saat penderita DBD mengalami syok sehingga terjadi hipoperfusi ke
ginjal, timbul azotemia prerenal, tubular nekrosis akut, gagal ginjal akut yang
pada umumnya terjadi pada fase terminal dari syok yang tidak teratasi dengan
baik. Keadaan ini masih reversible terutama bila syoknya dapat segera diatasi.
diperhatikan dengan baik, untuk itu perlu dipasang Central Venous Pressure
demikian maka penggantian cairan perlu hati-hati terutama pada penderita sirosis
hati stadium lanjut, karena pemberian cairan yang berlebihan akan menambah
beratnya asites yang sudah ada atau bila kurang mungkin dapat mencetuskan
timbulnya sindrom hepatorenal. Pemberian cairan kristaloid akan lebih baik bila
salah satu komplikasi DBD yang perawatannya lebih rumit, beberapa hal yang
berikut:
2007).
atau masalah kesehatan yang dilakukan untuk memastikan adanya KLB atau
dengue lainnya.
tinggal penderita.
tempat kerja/sekolah.
merupakan salah satu kegiatan penanggulangan fokus dengan jarak minimal 200
Definisi angka bebas jentik. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah suatu
ukuran untuk mengetahui kepadatan jentik dengan cara menghitung jumlah rumah
di wilayah kerja Puskesmas yang tidak dijumpai jentik dibagi dengan jumlah
rumah yang diperiksa. Kepadatan jentik nyamuk tinggi apabila memiliki nilai
ABJ < 95%, sedangkan kepadatan jentik nyamuk dikatakan rendah jika memiliki
faktor seperti kesenjangan sosial, tuntutan pekerjaan hingga iklim politik dan
umur yang dapat digunakan oleh semua negara. WHO membuat klasifikasi umur
Menurut Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI, dr.
Siti Nadia Tarmizi M. Epid., pada tahun 2019 proporsi kematian berdasarkan usia
kurang dari satu tahun sebanyak 0,01 persen, sedangkan pada tahun 2020
sebanyak 0,02 persen. Untuk persentase kematian pada usia 1-4 tahun pada tahun
2019 yaitu sebanyak 0,07 persen, dan pada tahun 2020 sebanyak 0,11 persen
(Halakkrispen, 2020).
Definisi lain dari SIG menurut para ahli yaitu salah satunya Gistut (1994),
lingkungan, fasilitas umum, dan pelayanaan umum lainnya. Sistem ini juga dapat
manipulasi data.
tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau objek. Data yang terikat dengan lokasi
dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi adalah ciri utama dari data
1. Data geografi
3. Pengguna
4. Personal/organisasi
5. Data attribute
a. Manajemen data base : data dapat disimpan dalam jumlah besar, dan
Landasan Teori
umur dewasa. Penularan setempat mungkin bisa terjadi pada usia balita
(Wahyuningsih, 2014).
kejadian DBD meningkat. Penelitian ini menunjukkan nilai cakupan Angka Bebas
Jentik (ABJ) mengalami penurunan tiap tahunnya, hal ini membuktikan bahwa
penyakit DBD disetiap wilayah, dan dapat memprediksi secara cepat penyebaran
berkelompok sehingga pada satu wilayah tertentu dapat terjadi penularan DBD
(Wahyuningsih, 2014).
Kerangka Konsep
ini adalah:
Jenis Kelamin
Umur
Kejadian DBD
Kepadatan Penduduk
Fogging Fokus
Jenis Penelitian
Simalingkar yang terdiri dari tiga kelurahan yaitu Kelurahan Mangga, Kelurahan
Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh kejadian DBD
Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah data seluruh kejadian DBD
27
Universitas Sumatera Utara
28
sekunder yang didapat dari lokasi penelitian serta pengumpulan data primer. Data
sekunder dalam penelitian ini berupa laporan tahunan maupun kartu status yang
Quantum GIS 3.12 Bucuresti, Easy GPS yang merupakan sebuah software yang
digunakan untuk mengeksport data dari GPS Essentials agar bisa dibaca di
Definisi Operasional
Simalingkar yang tercatat oleh petugas Pukesmas Simalingkar pada buku register
Cara ukur
Simalingkar
47n)
Umur adalah data lamanya tahun kehidupan yang dimiliki oleh pendertia
DBD (sampai ulang tahun terakhir) yang tertera dalam buku register Puskesmas
Simalingkar.
1. 0 – 1 tahun
2. 2 – 10 tahun
3. 11 – 19 tahun
4. 20 – 59 tahun
5. ≥ 60 tahun
Hasil ukur
1. Laki-laki
2. Perempuan
Cara ukur. Cara ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah menelaah
dokumen yang berhubungan dengan Fogging Focus yang didapat dari petugas
Puskesmas Simalingkar.
Hasil ukur. Hasil yang didapat berupa jumlah berapa kali Fogging Focus
dilakukan.
dengan luas wilayah 21,58 km2 dan terdiri dari 9 kelurahan yaitu Kelurahan
Selayang dengan luas wilayah 2,2 km2, dan Kelurahan Simalingkar B dengan luas
32
Universitas Sumatera Utara
33
Kependudukan
penduduk yang banyak. Berikut adalah jumlah penduduk dan luas wilayah kerja
Puskesmas Simalingkar:
Tabel 1.
Jiwa/Km2.
Jumlah kasus DBD serta jumlah kematian akibat DBD dapat menunjukkan
angka morbiditas dan mortalitas dari kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Simalingkar. Berikut adalah jumlah kejadian DBD dan jumlah kematian akibat
DBD:
Tabel 2.
kasus DBD (CFR DBD) di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar yaitu 0, yang
terdapat 2 kasus DBD, dan kelurahan Simpang Selayang memiliki kasus DBD
sebanyak 8 kasus yang menyebar namun tidak merata, sama halnya dengan
Nearest Neighbour Index (NNI) atau indeks jarak tetangga terdekat yang dapat
dicari melalui aplikasi Quantum GIS. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan,
didapatkan nilai indeks jarak tetangga terdekat atau NNI sebesar 0,67 yang
sebesar -3,15.
Tabel 3.
jenis kelamin adalah sama yaitu untuk laki-laki sebanyak 16 kasus (50,0%) dan
berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki ditandai dengan warna biru dan
jenis kelamin perempuan ditandai dengan warna merah muda. Jumlah kejadian
adalah sama.
Tabel 4.
pada kelompok umur 0-1 tahun. Kejadian DBD paling banyak terjadi pada
kelompok umur 11-19 tahun dan 20-59 tahun dengan jumlah kejadian yang sama
yaitu 11 kasus (34,4%). Jumlah kejadian DBD pada kelompok umur 2-10 tahun
sebanyak 9 kasus (28,1%). dan pada kelompok umur ≥60 tahun hanya ditemui 1
umur 11-19 tahun dan 20-59 tahun yaitu masing-masing sebanyak 9 kasus.
20-59 tahun yang ditandai dengan titik warna merah dan juga tidak ditemukan
kejadian DBD pada kelompok umur ≥60 tahun yang ditandai dengan titik warna
Selayang jika dilihat dari peta adalah kelompok umur 2-10 tahun yang ditandai
Tabel 5.
kelurahan Mangga (0,584 per 1000 penduduk) dengan kepadatan penduduk yang
penduduk 6820 memiliki IR DBD 0,533 per 1000 penduduk dan IR DBD yang
paling rendah yaitu Kelurahan Simalingkar B 0,346 per 1000 penduduk dengan
Simalingkar:
terjadi di kelurahan Mangga yang ditandai dengan warna merah pada peta dan IR
DBD sedang terjadi di kelurahan Simpang Selayang yang ditandai dengan warna
DBD paling rendah yang ditandai dengan warna hijau pada peta.
terdapat penderita DBD. Jumlah fogging focus DBD di wilayah kerja Puskesmas
yang dilaporkan baik dari warga sendiri maupun pihak berwenang setempat
Tabel 6.
kasus terbanyak yaitu 22 kasus. Menurut pengamatan yang dilakukan pada saat
bangunan yang berdekatan dan daerah yang selalu ramai. Banyak tempat yang
berpotensi menjadi tempat sarang nyamuk seperti tempat penampungan air dan
yang dilakukan oleh Susmaneli (2011) bahwa keberadaan jentik nyamuk pada
kepadatan rumah yang menjadi faktor resiko paling dominan yang berhubungan
dengan tingginya angka kejadian DBD mengingat jarak terbang nyamuk Aedes
Aegypti pendek yaitu kurang lebih 100 meter. Hal ini memungkinkan menjadi
Simalingkar masih terjadi. Angka kematian akibat DBD tidak ada (CFR = 0),
artinya tidak ada kasus kematian yang terjadi akibat penyakit DBD.
yang baru saja dibangun dan sudah mulai dihuni. Hal ini memungkinkan menjadi
44
Universitas Sumatera Utara
45
salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di wilayah tersebut,
terdapat hubungan antara mobilitas penduduk dengan kejadian DBD, namun hasil
penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri
dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk melihat gambaran serta pola
lain yang serupa mendapatkan pola sebaran pada kasus leptospirosis berpola
distance dan nilai z-score yang didapat sebesar -2,41 (Widayani & Kusuma,
2013).
nilai NNI melalui aplikasi Quantum GIS. Widya dan Dhamayanti (2013) juga
hasilnya memberikan rincian tentang wilayah yang terjangkit DBD dan wilayah
kedekatan wilayah.
Analisis buffer merupakan salah satu analisis yang terdapat dalam sistem
jangkauan jarak suatu objek sehingga dapat mengidentifikasi letak objek yang ada
seluruh kejadian DBD dengan radius buffer dari titik puskesmas sebesar 3000
meter. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi
DBD, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Pangemanan, Kundre, dan Lolong (2016) yang menyatakan bahwa resiko terkena
DBD untuk jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan adalah hampir
Saprasetya, dan Dwiyanti (2018), mayoritas kejadian DBD banyak diderita oleh
jenis kelamin laki-laki, namun jenis kelamin tidak bisa dijadikan faktor yang
jenis kelamin termasuk dalam faktor kebetulan (by chance). Penelitian lain juga
menyatakan bahwa mayoritas penderita DBD terjadi pada jenis kelamin laki-
mayoritas kasus DBD terjadi pada kelompok umur 5-14 tahun. Hal ini sejalan
dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan
kejadian DBD yaitu umur dengan kategori muda memiliki resiko terinfeksi DBD
lebih besar dari umur dengan kategori yang lebih tua (Umaya, Faisya, & Sunarsih
2013).
terjadi pada kelompok umur 11-19 tahun dan 20-59 tahun dengan masing-masing
memiliki jumlah kejadian yang sama. Pada pengamatan yang telah dilakukan di
memiliki kegiatan yang mengharuskan mereka untuk keluar rumah pada pagi hari
dan pulang pada siang hari ataupun malam hari yang berkaitan dengan dengan
pola waktu nyamuk Aedes aegypti dalam menggigit, mengingat kejadian DBD
Nadia Tarmizi menyatakan bahwa pada tahun 2020 mayoritas kejadian DBD
terjadi pada rentang umur produktif dengan jumlah kejadian pada kelompok umur
15-44 tahun 33,36% dari total kasus. Kelompok umur 5-14 tahun memiliki kasus
sebesar 25,41% dan kelompok umur 1-4 tahun sebesar 24,96% (Sucipto, 2020).
Penelitian lain juga menyatakan bahwa mayoritas penderita DBD terjadi pada
Kelompok umur yang sudah tidak produktf lagi pun masih melakukan
kegiatan di luar rumah dan bahkan masih bekerja. Tren umumnya terjadi pada
umur dibawah 12 tahun, namun usia produktif sekarang lebih beresiko terinfeksi
DBD yang artinya penularan DBD juga terjadi di sekolah ataupun tempat kerja.
banyak diderita oleh kelompok umur ≥12 tahun dan umur termasuk dalam faktor
2013).
penduduk yang tinggi memiliki jumlah kejadian DBD yang tinggi, begitu
sebaliknya kepadatan penduduk yang rendah memiliki jumlah kejadian DBD yang
terlihat bahwa wilayah kerja Puskesmas Simalingkar padat dan ramai penduduk.
Aktivitas warga yang sibuk setiap hari dan lebih senang untuk berada di luar
manusia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyanto (2007)
yang menyatakan bahwa tingginya angka penularan DBD dapat dipengaruhi oleh
kegiatan Fogging Focus dengan radius minimal 200 meter. Tindakan ini
kejadian DBD yang dilaporkan. Bila di suatu wilayah tersebut terindikasi adanya
1 kasus DBD maka warga akan meminta pihak terkait untuk segera melakukan
fogging. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria pelaksanaan fogging focus yaitu
fogging akan dilakukan jika ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi dengue
dan/atau ≥3 suspek infeksi dengue, dan bila ditemukan jentik ≥5% dari
bagaimana cara penularannya serta pencegahan yang tepat masih menjadi hal
DBD, dan bagaimana gejala awal yang harus dikenali juga termasuk faktor yang
dilaksanakannya fogging maka resiko terkena DBD akan berkurang bahkan tidak
ada. Persepsi yang dimiliki warga bahwa dengan fogging pemberantasan nyamuk
DBD lebih efektif, cepat dan nyamuk benar-benar mati. Penelitian yang dilakukan
oleh Yulianti (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi tentang
ada beberapa kendala yang harus dilalui misalnya tidak ada partisipasi warga atau
warga tidak mau untuk di periksa rumahnya (dalam hal ini pemeriksaan jentik
nyamuk). Kegiatan PSN yaitu dalam bentuk pembagian Abate yang merupakan
(2006), fogging merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya pemutusan
rantai penularan penyakit DBD dan akan mencapai hasil yang maksimal jika
dibarengi dengan kegiatan PSN dan abatisasi. Penelitian lain juga menyatakan
kejadian DBD dipengaruhi oleh perilaku PSN 3M Plus, orang yang tidak
melakukan PSN 3M Plus dengan baik beresiko terkena DBD lebih tinggi dari
pada orang yang melakukan PSN 3M Plus dengan baik (Priesley, Reza, & Rusdji
2017).
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kendala yaitu data yang tidak lengkap yang
menyebabkan tidak semua data dapat disajikan misalnya ada beberapa alamat
yang tidak jelas sehingga memungkinkan adanya kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Simalingkar yang tidak ikut tercatat. Penelitian ini juga terkendala
Kesimpulan
1. Tidak ada kasus kematian akibat DBD di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar
jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan adalah sama yaitu masing-
menurut jenis kelamin juga sama yaitu Kelurahan Mangga dengan jumlah
perempuan.
5. Jumlah kejadian DBD paling banyak terjadi pada kelompok umur 11-19 tahun
dan 20-59 tahun dengan jumlah kejadian yang sama yaitu 11 kasus (34,4%)..
52
Universitas Sumatera Utara
53
6. IR DBD paling tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi
yaitu Kelurahan Mangga dan IR DBD paling rendah terjadi pada wilayah
DBD yang dilaporkan, karena pelaksanaan fogging akan dilakukan jika ada
Saran
DBD.
Ambarwati, Darnoto, S., Astuti, D., (2006). Fogging sebagai upaya untuk
memberantas nyamuk penyebar demam berdarah di Dukuh Tuwak Desa
Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. WARTA, 9(2), 130-138. Diakses 7
Agustus 2020 dari
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/1094/3.%20A
MBARWATI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Djardito, E., Yuniarno, S., Wibowo, C., Saprasetya, A, & Dwiyanti, H. (2008).
Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian demam
berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Banyumas. Media Litbang
Kesehatan, 18(9), 126-136. Diakses 28 Agustus 2020 dari
http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/MPK/article/view/1080
54
Universitas Sumatera Utara
55
Kementerian Kesehatan RI. (2019a). Kasus DBD terus bertambah, Anung imbau
masyarakat maksimalkan PSN. Diakses 20 Desember 2019 dari
https://www.depkes.go.id/article/view/19020600004/kasus-DBD-terus-
bertambah-anung-imbau-masyarakat-maksimalkan-psn.html
Nasronudin, dkk. (2007). Penyakit infeksi di Indonesia solusi kini dan mendatang
(1sted). Surabaya: Airlangga University Press
Munsyir, M. A., & Amiruddin, A. (2009). Pemetaan dan analisis kejadian demam
berdarah dengue di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan
tahun 2009. Diakses 20 Desember 2019 dari
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1233
Priesley, F., Reza, M., Rusjdi, S. R., (2018). Hubungan perilaku pemberantasan
sarang nyamuk dengan menutup, menguras, dan mendaur ulang plus
(PSN M Plus) terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di
Kelurahan Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1), 124-130. Diakses 7
Agustus 2020 dari
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/790/646
Respati, T., Raksanegara, A., Djuhaeni, H., Sofyan, A., Agustian, D., Faridah, L.,
Sukandar, H. (2017). Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian
demam berdarah dengue di Kota Bandung. ASPIRATOR, 9(2), 91-96.
Diakses 28 Agustus 2020 dari
http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/450
9
Suryani, E.T. (2018). Gambaran kasus demam berdarah dengue di Kota Blitar
tahun 2015-2017. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(3), 260-267.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25541/1/Fajriat
in-Wahyuningsih-fkik.pdf
Widya, L., & Dhamayanti. (2013). Pola pemetaan penyebaran penyakit demam
berdarah pada wilayah Kota Palembang. Jurnal Informatika Global, 4(2),
8-13.
World Health Organization. (2005). Fever. Dalam Hospital Care for Children
Guidelines for the management of common illnesses with limited
resources. Diakses 22 Desember 2019 dari http://www.ichrc.org/622-
demam-berdarah-dengue-diagnosis-dan-tatalaksana
58
Universitas Sumatera Utara
59