;r.
4
i '
'
f!.
ETIKA
f
i,.
KEDOKTERAN
$
{
+
& HUKUM
KESEHATAN
'ii
!
l
,.1
.I
,
+
t
t
t.
:
t'
:l
i
Kutipan PasalT2:
Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta
(Undang-Undang No. 19 Tahun 2002)
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaima-
na dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara ma-
sing-masing paling singkat 1 (satu) bulan daniatau denda paling sedikit
Rp. 1 .000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar ru-
piah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan' atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana den-
gan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahut dan/atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PnNrrnc Dlxrranur
Penerbit adalah rekanan pengarang untuk menerbitkan sebuah buku. Bersama
pengarang, penerbit menciptakan buku untuk diterbitkan. Penerbit mempunyai
hak atas penerbitan buku tersebut serta distribusinya, sedangkan pengarang me-
megang hak penuh atas karangannya dan berhak mendapatkan royalti atas penjual-
an bukunya dari penerbit.
Percetakan adalah perusahaan yang memiliki mesin cetak dan menjual jasa pen-
cetakan. Percetakan tidak memiliki hak apa pun dari buku yang dicetaknya kecuali
upah. Percetakan tidak bertanggungjawab atas isi buku yang dicetaknya.
EDISI 4
Cetakan 2012
|usuf Hanafiah, M
Etika kedokteran & hukum kesehatan / M. iusuf Hanafiah &
Amri Amir. - Ed. 4. - Jakarta : EGC, 2008'
xiv,324 him. ; 15,5 x24 crn.
rsBN 978-979-448-955-0
1. Etika kedokteran. I. Judu1. II. Amri Amir.
174.2
Puji slukur kehadirat Allah, Tirhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya karena
akhirnya Edisi 4 buku Etiha Kedofrteran dan Hurtum Kesehatan ini dapat diselesaikan
sebelum tahun akademik 2008/2009 dimulai. Sejak diterbitkannya Edisi 3 pada
tahun 1999, telah banyak terjadi perkembangan dalam kedua cabang ilmu ini.
Perkembangan penting yang terjadi, antara lain:
1. Terselenggaranya Pertemuan Nasional Jaringan Bioetika dan Humaniora
' Kesehatan di Yogyakarta pada tahun 2000, di Bandung pada tahun 2002, di
Jakarta pada tahun 2004 dan di Surabaya pada tahun 2006, yang telah mem-
bahas tentang pendidikan, penelitian dan penerapan Bioetika dan Humaniora
untuk tenaga-tenaga kesehatan.
2. Diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1334,/
Menkes,/SWX/2002 tentang Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan dan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 187lMenkes/SWLV
2003 tentang Keanggotaan Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan, yang
telah menghasilkan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan beserta su-
plemennya.
3. Diterbitkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116,
Timbahan Lembaran Negara RI No 4431) diikuti Peraturan Menteri.Ke-
sehatan No. 1419,/Menkes,/PER lX/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik
Dokter dan Dokter Gigi.
4. Diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Ke-
dokteran mulai tahun akademik 2006/2007 dan telah disusunnya Course Study
Guide untuk setiap bloVmodul di tiap-tiap Fakultas Kedokteran, yang anlara
lain berisi Program Pedidikan Bioetika dan Humaniora Kesehatan yang me-
merlukan buku ajar tersendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada Edisi 4 buku Etiha Kedokteran dan
Huhum Kesehatanini,telah dilakukan berbagai revisi dan pemutakhiran bahan pada
bab-bab terkait serta ditambah dengan beberapa bab baru sebagai berikut.
1. UU RI No;29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Imbalan jasa dokter
3. Etika Klinis
4. Etik Penelitian Kesehatan sebagai pengganti Bab Riset Biomedik pada
Manusia
5. Peraturan Internal Rumah Sakit dan StafMedis (IlorpinlBy Law dan Medical
StaffBy Lazns).
Pada lampiran buku ini ditambahkan pula beberapa Surat Keputusan yang re-
Ievan.
Penulis berpendapat pembahasan etika kedokteran dan hukum kesehatan perlu
digabung karena adanya masalah-masalah etik kedokteran yang bersinggungan
vil
vltl Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Medan, 01April2008
Prof M. Jusuf Hanafiah, SpOG(K)
Prof Amri Amir, SpF(K), DFM, SH
$lugurlr.l
Dexan Fnxulrar KepoKTERAN
UuvnntmAt tuunrenl Urnna
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas sukses penyusunan
F.ltkt Etifra Kedohteran dan Huhunt Keseltatan, yang disusun oleh penulis yang
mengasuh mata ajar Etik Kedokteran dan Hukum Kesehatan, di Fakultas Kedokteran
USU Medan ini.
Buk:l- Etiha Kedoh,teran dan Huhum Kesehatan ini merupakan suatu kebutuhan
dasar yang seharusnya digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan
di tempat seluruh petugas kesehatan baik dokter ahli, dokter umum, peserta PPDS,
bahkan mahasiswa. Sebagai rujukan standar, buku ini kiranya dapat merupakan
referensi serta pegangan bagi mahasiswa fakultas kedokteran, doker, serta pe-
laksana pelayanan kesehatan lainnya dalam melayani penderita yang merupakan
konsumen pengguna jasa pelayanan kesehatan baik di praktik maupun rumah
sakit.
Buku ini disusun oleh pakar yang telah cukup berpengalaman dalam memberikan
kuliah etika kedokteran dan hukum kesehatan baik bagi mahasiswa fakultas
kedokteran, fakultas kesehatan masyarakat maupun keperawatan, yang isinya
menga.cu kepada Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia
Harapan kami kiranya buku Etiha Kedohteran dan Huhum Keseltatan ini akan
memberi arti bukan saja dalam proses belajar tetapi juga merupakan panduan bagi
seluruh pelaksana pelayanan termasuk para peserta program pendidikan yangada
di lingkungan Fbkultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara khususnya maupun
dari institusi lainnya dapat memanfaatkannya sebagai bahan rujukan. Dengan
demikian, diharapkan pelayanan secara umum dapat terlaksana dengan baik dan
aman secara etis. Buku inijuga merupakan sumbanganbagil<hazanah perpustakaan
di lingkungan pendidikan kesehatan pada umumnya.
Penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada para penyusun buku ini
khususnya kepada kelompok pengajar mata kuliah umum, yang mengasuh mata
ajar kelompok humaniora, filsafat, metodologi, etika, dan hukum kesehatan yang
telah memprakarsai serta mendorong terbitnya buku yang kita nantikan ini.
METODE PENGATARAN:
1. Kuliah
2. Diskusi kasus
J. Membuat makalah kelompok dengan judul yang dipilih dari butir-butir lafal
sumpafi dokter, KODEKI, dan sebagainya.
4. Ujian tulisan:
a. Ujian pilihan berganda
b. Analisis kasus dugaan malpraktik
c. Esai.
x
Darrnn ln
(A[. JusufHanaltah)
Bab2,LafalSumpahDokter...''''''.'..',.,...'...''
(X[. JusufHanafah)
(Ann'Antl
Bab 6. tansaksi Terapeutik.
(z4mn''4mt)
Bab 7. Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien. ,.,.","..".,......,......47
WL JusrfHanafah)
Bab 8. ImbalanJasa Dokter..... ....'...'.'.'57
(M. Just{Hanafah)
Bab 9. Rekam Medis"......... .......;.........,..........,..'.,.,.,...,.62
(Ann'Amir)
Bab 10. Persetujuan Tindakan Medik(Info rmed Consent).""'.."....".".'..'.'..'.'.'..72
('4mn'Amt)
Bab 11. RahasiaJabatan dan Pekerjaan Dokter,....,.....r...,.........,.............'.'.'....."78
(IVI. JusufHanafah.)
Daftar Pustaka......
Contoh Soal-Soal Ujian Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan......21L
Jawaban.......,............... ........224
Doftor lsi
Daftar Lampiran:
1. The Hippocratic Oath (B.C)
2. Nuremberg Code (1947)................................. ....226
3. The World Medical Association: Declaration of Geneva (19a8) ......227
4. International Code of Medical Ethics (1949) ....................228
5. World Medical Association (WMA) Declaration of Helsinki............230
6. Peraturan Pemerintah No. 10 Thhun 1966
Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran ......................235
'7.
Declaration of Sydney, A Statement of Death.........................................239
B. Constitution of The World Health Organization (1976)......................240
9. Peraturan.Pemerintah RI No. 18 Tahun 1981
Tentang Bedah Mayat Klinis & Bedah Mayat Anatomis serta
tansplantasi Alat dan/ata-uJaringan Tubuh Manusia.........................24I
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 554/Menkes/Per/XII/
1982 Tentang Panitia Pertimbangan & Pembinaan
Etika Kedokteran.............. ..............250
11. Lafal Sumpah Dokter ...................256
12. Pernyataan IDI Tentang Rekam Medis,/Kesehatan
(Medical Record)(Lampiran SK PB IDI No. 315/PB/A.4/BB) ........258
13. Pernyataan IDI tentang Informend Consent
(LampiranSKBIDINo.3lg,zPB/A.4/88)..... ....................260
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.749a/
Menkes/Per /XIl / 1989 Tentang Rekam Medis,/
Medical Record.'..... ................'.'.'..262
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 585,2
Menkes,/Pe r / IX/ 19 89 Tentang Persetujuan Tindakan Medik........... 2 66
t6. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia Tentang Mati...........................'...270
17. Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996
fohoh Bqhqrqn
1. Etiho Kedohterqn
z. Bioetihs
3. Huhum hesehstsn
tub-Fohoh Bqhqrsn
1. Pengertisn etihs hedohtersn don bioetiho
2. Pengertiqn huhum don huhum hesehqton
3. Penomoon dsn perbedoon etihq don huhum
4. Ciri-ciri peherjssn don etihE profesi
5. Perhembsngon huhum hesehotan dilndonesio
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Etihq Kedohterqn
Etik (Ethicl berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti a-khlah adat kebiasaan,
watah perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas
akhlak. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen
Pendidikan dan t<ebudayaan (1 98 8), etika'adalah:
1. Ilmu tentang apayang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral
2. Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Menurut Kamus Kedokteran (Ramali dan Pamuncak,1987), etika adalah penge-
tahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.
Istilah etika dan etik sering dipertukarkan pemakaiannya dan tidak jelas per-
bedaan antarakeduanya. Dalam buku ini, yang dimaksud dengan etika adalah ilmu
yang mempelaja.ri azas akhlah sedangkan etik adalah seperangkat asas atau nilai
yang berkaitan dengan akhlak seperti dalam Kode Etik. Istilah etis biasanya
digunakan untuk menyatakan sesuatu sikap atau pandangan yang secara etis dapat
diterima (xhically acceptable) atau tidak dapat diterima (ahically unacceptable, tidak
etis).
Pekeq'aan profesi (proj?ssrb berarti pengakuan) merupakan pekerjaan yang me-
merlukan pendidikan dan latihan tertentu, memiliki kedudukan yang tinggi dalam
masyarakat, seperti ahli hukum (hakim, pengacara), wartawan, dosen, dokter,
dokter gigi, dan apoteker.
Pekeq'aan profesi umumnya memilikii ciri-ciri sebagai berikut.
1. Pendidikan sesuai standar nasional
2. Mengutamakan panggilan kemanusiaan
3. Berlandaskan etik profesi, mengikat seumur hidup.
4. Legal melalui perizinan
5. Belajar sepanjang hayat
6. Anggota bergabung dalam satu organisasi profesi.
Dalam pekerjaan profesi ,*g"i dihandalkan etik profesi dalam memberikan pe-
layanan kepada publik. Etik profesi merupakan seperangkat perilaku anggota pro-
fesi dalam hubungannya dengan orang lain. Pengamalan etika membuat kelompok
menjadi baik dalam arti moral.
Ciri-ciri etik profesi adalah sebagai berikut.
1. Berlaku untuk lingkungan profesi
2. Disusun oleh organisasi profesi bersangkutan
3. Mengandung kewajiban dan larangan
4. Menggugah sikap manusiawi.
Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua dan dikenal sebagai profesi yang
mulia karena ia berhadapan dengan hal yang paling berharga dalam hidup se-
seorang yaitu masalah kesehatan dan kehidupan.
?41 I Pengertian Etiho Kedohteron, Bioetiho, don Huhum Kesehoton
Bioetihq
Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran membuat
etika kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang
berkaitan dengan kehidupan. Etika kedokteran berbicara tentang bidang medis
dan proGsi kedokteran saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga,
masyarakat dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak 3 dekade terakhir ini telah
dikembangkan bioetika atau disebut juga etika biomedis.
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan et/tos yang berarti
norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau bioetika medis merupakan studi
interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang
biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa
mendatang (Bertens, 2001). Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi dan
hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bid4ng medis, seperti abortus,
eutanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi buatan, dan rekayasa genetik,
Etiho Kedohteron don Huhum Kelehoton
Huhum Kerehotqn ,
Definisi hukum tidak dapat memuaskan semua pihak karena banyak seginya,dan
demikian luasnya sehingga sulit disatukan dalam satu rumusan. Untuk praktisnya,
dalam buku ini yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan perundangan,
seperti yang terdapat dalam hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara,
dan hukum administrasi negara.
Dalam lebih dari dua dekade terakhir terasa sekali disiplin hukum memasuki
wilayah kedokeran atau bisa juga dikatakan kalangan kesehatan makin akrab
dengan bidang dan pengetahuan hukum. Dua disiplin tertua di dunia itu, pada
awalnya berkembang dalam wilayahnya masing-masing, yang satu dalam mengatasi
masalah kesehatan yang timbul pada anggota masyarakat, yang satu lagi mengatur
tentang ketertiban dan ketentraman hidup bermasyarakat. Keduanya diperlukan
untuk kesejahteraan dan kedamaian masyarakat. Dalam perkembangan kedua
disiplin ini untuk mencapai tujuan dimaksud, ternyatadisiplin yang satu diperlukan
oleh disiplin lain dalam cabang ilmunya. Dalam proses penegakan hukum, peran
ilmu dan bantuan dokter diperlukan oleh jajaran penegak hukum yang dikenal
sebagai Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu cabang ilmu kedokteran yang sejak awal
berkembangnya telah mendekatkan disiplin ilmu kedokteran dan ilmu hukum.
Sebaliknya, dalam perkembangan dan peningkatan upaya pemeliharaan dan pe-
layanankesehatan diperlukan pula pengetahuan dan aturan hukum dan ini berada
dalam cabang ilmu hukum yang kemudian hadir sebagai Hukum Kesehatan.
gdl I Pengerlion Etiho Kedohteron, Bioetiho, don Huhum Kesehoton
Padawaktu ini, tidakmungkin lagi para dokter tidak mengetahui dan memahami
hukum kesehatan, apalagl setelah terbitnya Undang-undang Kesehatan (L992) dan
Undang-undang Praktik Kedokteran (2004), yaitu aturan hukum atau ketentuan
hukum yang mengatur tentang pelayanan kedokteran,&esehatan.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKD, adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan ke-
wajiban baik bagi perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun sebagai pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan dalam segala aspek, orga.nisasi, sarana, pedoman standar pelayanan
medih ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-sumber hukum lain.
Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan, yaitu yang me-
nyangkut pelayanan kedokteran (rnedtcat careheruic)
Hukum kesehatan merupakan bidang hukum yang masih muda. Perkembang-
annya dimulaipadawakttt, World Congress on Medtlcal Lazts di Belgia pada tahun
L967 dan diteruskan secara periodik untuk beberapa lama. Di {ndonesia, per-
kembangan Hukum Kesehatan dimulai sejak terbentuknya Kelompok Studi untuk
Hukum Kedokteran ULIRS Ciptomangunkusumo di Jakarta pada tahun 1982.
Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia (PERHUKD, terbentuk di
Jakafta pada tahun 1983 dan berubah menjadi Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKD pada Kongres I PERHUKI di Jakarta pada tahun 1987.
PERHUKI Wilayah Sumatera Utara terbentuk pada tanggal 14 April 1986 di
VIedan.
Hukum kesehatan mencakup komponen hukum bidang kesehatan yang ber-
singgungan satu dengan yang lain, yaitu hukum Kedokteran,/Kedokteran Gigi,
Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum
Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya (Konas
PERHUKT, 1993)
Di atas telah diuraikan pengertian etik dan hukum. Persamaan dan perbedaan
antara keduanya adalah sebagai berikut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etik merupakan seperangkat perilaku
yang benar dan baik dalam suatu profesi. Etika kedokeran adalah pengetahuan
tentang prilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerja-
annya sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing
yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah.
Hukum merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan. Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-undangan yang
menyangkut pelayanan kesehatan baik untuk penyelenggara maupun penerima pe-
layanan kesehatan.
Pelanggaran etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu
pula sebaliknya pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etika
kedokteran. Pelanggaran etika kedokteran diproses melalui MKDKI dan MKEK
IDI, sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.
Laml tuupln Doxren
Pohoh Bqhqrqn
l. Sejoroh tersusunnyo Lofol Sumpoh Dohter lndonesio.
2. PP.No.26 Tohun 1960 dqn 5K Menhes Rl. No.434lMenhes/SK/X/1983
tub-Pohoh Bqhqrqn
l. Sejoroh Sumpoh Dohter.
2. Lqfol Sumpoh Hippohrotes.
3. Dehlorosi Jenewq l9zt8.
4. 5K Menhes Rl. No.434/Menhes/5K/Xfl983 tentong Lofol Sumpqh Dohter
tndonesio beserto penjelosonnyo.
5. Bedo isi Sumpoh Hippohrotes don Sumpoh Dohter lndonesiq.
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Lafal Sumpah Dokter Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tiahun
1960 yang disusul dengan SK Menkes R.[ No. 434lMenkes/SK/X/L983 adalah
berdasarkan Sumpah Hippokrates dan DeklarasiJenewa dari Ikatan Dokter Sedunia
(World Medical,:Isnuation,I'I/MA lg4E.Hippokrates (460-377 S.M.) adalah seorang
dokter bangsa Yunani yang berjasa mengangkat ilmu kedokteran sebagai ilmu yang
berdiri sendiri, terlepas dari pengaruh Syamanisme, yaitu anggapan bahwa penyakit
berasal dari roh jahat, kutukan dewa, pelanggaraan tabu, dan pengaruh mistik
lainnya, menjadi pengetahuan berdasarkan ilmiah dengan body ofhnoaledge. Karena
itd, ia dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokeran. Kesadarannya yang tinggi akan
moral profesi kedokteran dituangkannya dalam bentuk Sumpah Hippolsates, yang
harus ditaati dan diamalkan oleh murid-muridny'a.
tumpqh Hippohrcter
Sumpah Hippokrates jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia beibunyi
sebagai berikut.
"Saya bersumpah demi Apollo dewa penyembuh, dan Aesculapius, dan Hygeia,
danPanacea, dan semuadewa-dewasebaga.i saksi,bahwasesuai dengankemampuan
dan pikiran saya, saya akan mematuhi janji-janji berikut ini.
1. Saya akan memperlakukan guru yang telah mengajarkan ilmu ini dengan
penuh kasih sayang sebagaimana terhadap orang tua saya sendiri, jika perlu
akan sayabagikan harta saya untuk dinikmati bersamanya.
2. Sayaakan memperlakukan anak-anaknya sebagai saudara kandung saya dan
saya akan mengajarkan ilmu yang telah saya peroleh dari ayahnya, kalau
mereka memang mau mempelajarinya, tanpa imbalan apapun.
3. Saya akan meneruskan ilmu pengetahuan ini kepada anak-anak saya sendiri,
dan kepada anak-anak guru saya, dan kepada mereka yang telah mengikatkan
diri dengan janji dan sumpah untuk mengabdi kepada ilmu pengobatarr, dan
tidak kepada hal-hal yang lainnya.
4. Saya akan mengikuti cara pengobatan yang menurut pengetahuan dan ke-
mampuan saya akan membawa kebaikan bagi pasien, dan tidak akan merugi-
kan siapa pun.
5. Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun meski-
pun diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu. Atas dasar
yang sama, saya tidak akan memberikan obat untuk menggugurkan kandung-
an.
6. Saya ingin menempuh hidup yangsayabaktikan kepada ilmu saya ini dengan
tetap suci dan bersih.
7. Saya tidak akan melakukan pembedahan terhadap seseorang, walaupun ia
menderiia penyakit batu, tetapi akan menyerahkannya kepada mereka yang
berpengalaman dalam pekerjaan ini.
8. Rumah siapa pun yang saya masuki, kedatangan saya itu saya tujukan untuk
kesembuhan yang sakit dan tanpa niat-niat buruk atau mencelakakan, dan
lebih jauh lagi tanpa niat berbuat cabul terhadap wanita ataupun pria, baik
merdeka maupun hamba sahaya.
?al 2 LololSumpoh Dohter
9. Apapun yangsaya dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang yang tidak
patut untuk disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan karena saya harus me-
rahasiakannya.
10. Selama saya tetap mematuhi sumpah saya ini, izinkanlah saya menikmati
hidup dalam mempraktikkan ilmu saya ini, dihormati oleh semua orang, di
sepanjang waktu! Akan tetapi, jika sampai saya mengkhianati sumpah ini,
balikkanlah nasib saya.
Dehlqrqsi fenewq
Lafal Sumpah Dokter sesuai dengan DeklarasiJenewa (1948) yang disetujui oleh
General Assembly World Medical Assocation (WMA) dan kemudian di amander
di Sydney (1968) dalam Bahasa Indonesia, berbunyi sebagai berikut.
Pada saat diterima sebagai anggota profesi kedokteran, saya bersumpah bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
2. Saya akan menghormati dan berterima kasih kepada guru-guru saya sebagai-
mana layaknya;
3. Saya akan menjalankan tugas saya sesuai dengan hati nurani dengan cara
yang terhormat;
4. Kesehatan pasien senantiasa akan saya utamakan;
5. Saya akan merahasiakan sega.la rahasia yang saya ketahui bahkan sesudah
pasien meninggal dunia;
6. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
iabatan kedokteran;
7. Teman sejawat saya akan saya perlakukan sebagai saudara-saudara saya;
8. Dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien, saya tidak mengizinkan untuk
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial;
9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
10. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran
saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
11. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan bebas, dengan mem-
pertaruhkan kehormatan diri sayal'
13
Etiho Redohteron don Huhum Kesehoton
Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua
insan yaitu manusia penyembuh dan pasien. Dalam zamar' modern, hubungan ini
disebut transaksi atau kontrak terapetik antara dokter dan pasien. Hubungan ini.
dilakukan secara konfidensial, dalam suasana saling percaya mempercayai, dan
hormat menghormati.
Sejak terwujudnya praktik kedokteran, masyarakat mengetahui dan mengakui
adanya beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak pada diri seorang
dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan ke{a, kerendah-
an hati serta integritas ilmiah dan moral yang tidak diragukan.
Imhotep dari Mesir, Hippokrates dari Yunani, dan Galenus dari Roma, mempa-
kan beberapa pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan dasar-dasar dan
sendi-sendi awal terbinanya suatu tradisi kedokteran yang luhur dan mulia. Tokoh-
tokoh ilmuwan kedokteran Internasional yang tampil kemudian seperti Ibnu Sina
(Avicena) dokter Islam dari Persi dan lainlain, menyusun dasar-dasar disiplin ke-
dokteran tersebut atas suatu Kode Etik Kedokteran internasional yang disesuaikan
dengan perkembangan zarrran. Di Indonesia, Kode Etik Kedokteran sewajarnya
berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia,
yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah Pancasila, sebagai landasan idiil dan
UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Dengan maksud untuk lebih nyata
mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter baik yang
tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun
secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan penelitian
telah menerima Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Ada 2 versi KODEKI, yaitu yang sesuai dengan Surat Keputusan Menkes RI
No. 434,/Menkes/SKA/1983 dan yang sesuai dengan Surat Keputusan PB IDI.
No.22VPB/A-4/04/2002. Keduanya serupa tetapi tidak sama dari segi substansial
dan urutannya. Oleh karena salah satu ciri kode etik profesi adalah disusun oleh
organisasi profesi bersangkutan, kita berpedoman pada KODEKI yang diputuskan
PB IDI yangtelah menyesuaikan KODEKI dengan situasi kondisiyangberkembang
seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
serta dinamika etika global yang ada. KODEKI tersebut berbunyi sebagai berikut.
Kewqiibon Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar proGsi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri'
9al 3 Rode Etih Kedohteron lndonesio (KODEKI) l5
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh per-
serujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-
hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat
PasalT
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
PasalTa
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikapjujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan,
dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotifl preventi{ kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta ber-
usaha rnenjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.'
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat ber-
hubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
16 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehdton
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala besuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokterwajib melakukan pertolongan damrat sebagai suafu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tekno-
logi kedokteran/kesehatan.
II. LaranganJarangan
1. Memujidiri
2. Perbuatan atau nasihat yang melemahkan daya tahan pasien.
3. Mengumumkan dan menerapkan teknik atau pengobatanyang belum
diuji kebenarannya
4. Mengambil alih pasien sejawat lain tanpa persetujuannya.
5. Melepaskan kebebasan dan kemandirian profesi karena pengaruh se-
. suafu
B. Etik murni dan etikolegal
I. Pelanggaran Etik murni
1. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari pasien atau menarik imbalan
jasa dari sejawat dan keluarganya
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya
3. Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat
4. Pelayanan kedokteran yang diskriminatif
5. Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik
6. Tidak mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan
7. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri
II. Pelanggaran Etikolegal
1. Pelayanan kedokteran di bawah standar
2. Menerbitkan surat keterangan palsu
3. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
4. Melakukan tindakan medik tanpa indikasi
5. Pelecehan seksual
6. Membocorkan rahasia pasien
Penielqrqn dqn Pedomon Pelqhtqnqqn KODEKI
Profesi dokter sejak perintisannya telah terbukti sebagai profesi yang luhur dan
mulia dan ditunjukkan oleh 6 sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan, kemurniaan niat,
keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah, dan sosial.
Dalam mengamalkan profesinya, setiap dokter akan berhubungan dengan manusia
yang sedang mengharapkan pertolongan dalam suatu hubungan kesepakatantera'
peutik. Agar dalam hubungan tersebut ke enam sifat dasar dapat tetap terjaga,
disusun KODEKI yang merupakan kesepakatan dokter Indonesia bagi pedoman
pelaksanaan profesi.
Penerimaan dan pengamalan KODEKI hanya dapat dilakukan para dokter
dengan baik jika para dokter memahami dan menghayati butir-butir KODEKI itu
dan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Godaan, termasuk
materi dapat menjuruskan para dokter melanggar etik profesinya, bahkan rela
melakukan malpraktik pidana. Berikut ini adalah penjelasan dan pedoman pe-
laksanaan KODEKI pasal demi pasal.
Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.
Yang dimaksud dengan standar profesi tertinggi dalam butir ini, ialah bahwa
seorang dokter hendaklah memberi pelayanan kedokteran,/kesehatan sesuai ke-
majuan iptek kedokteran mutalhir, dilandasi etika kedokteran, hukum dan agama.
Dalam pelayanan kedokteran /kesehatan itu, tentulah harus tersedia sarana yang
memadai dan ditentukan pula mutu pelayanan itu oleh kemampuan pasien/
keluarganya. Namun, yang penting diperhatikan adalah standar pelayanan ke-
dokteran yang diberikan dan tanggungjawab dokter, bukan saja terhadap sesalna
manusia, melainkan juga terhadap Thhan Yang Maha Esa. Pasien/keluarganya akan
menerima apapun hasil upaya penyembuhan seorang dokter, asal saja dokter
tersebut telah dengan sungguh-sungguh berusaha sesuai dengan keahliannya. Pe-
layanan di bawah standar atau kesalahan/kelaluan seorang dokter dapat me-
mengaruhi pendapat orang banyak terhadap seluruh korps dokter.
Pasal 3. Dalam melakukan peke{aan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh di-
pengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan ke-
mandirian profesi.
Pasal 4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri.
Seorang dokter harus sadar, bahwa pengetahuan dan keterampilan profesi yang
dimilikinya adalah karunia dan kemurahan Thhan Ydng Maha Esa semata. Karena
itu, tidaklah pantas dokter memuji dirinya sendiri. Termasuk perbuatan memuji diri
adalah mempergunakan gelar kesarjanaan yang tidak dimilikinya. Jika seorang
dokter memiliki lebih dari satu gelar, gelar yang dicantumkan pada papan nama
praktik adalah sesuai dengan pelayananjasa yang diberikannya. Tidak dibenarkan
seorang dokter mengadakan wawancara pers atau menulis makalah dalam media
cetak untuk mempromosikan caranya ia mengobati sesuatu penyakit, tetapi dengan
tujuan penyuluhan tidak ada salahnya. Satu-satunya tempat menyebarkan hasil
penelitian atau pengobatan baru adalah di majalah ilmiah kedokteran, atau diajukan
di forum ilmiah kedokteran.
Juga dianggap tidak etis, jika dokter mengizinkan keluarga pasien,/orang awam
menghadiri dan menyaksikan tindakan pembedahan yang dilakukannya atau me-
nyebarluaskan foto-foto/kaset video yang merekam pembedahan yang dilakukan-
nya dengan tujuan promosi.
Papan nama di tempat praktik tidak boleh melebihi 60x90 cm, cat putih dengan
hurufhitam, dituliskan nama dan gelar yang sah sertajenis pelayanan sesuai dengan
surat izin dan mepcantumkan waktu praktik (jam bicara). Tidak dibenarkan men'
cantumkan di bawah nama bermacam-macam keterangan, seperti "praktik umum,
terutama untuk anak dan wanita", atau"tersedia pemeriksaan dan pengobatan
sinar". Dalam hal tertentu, papan nama seorang dokter dapat dipasang di per-
simpanganjalan yang menuju ke tempat praktiknya dengan tanda panah menunjuk
ke arah tempat tersebut dengan alasan untuk kemudahan mencari alamatnya.
20 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehqton
Penemuan baru atau pengobatan baru yang telah diuji kebenarairnya melalui pe-
nelitian klinik perlu disebarluaskan melalui presentasi di forum ilmiah atau publikasi
di majalah-majalah kedokteran dengan tujuan memperoleh tanggapan sejawat
sebelum dipraktikkan dalam pelayanan kedokteran. Penelitian dan publikasi hasil
penelitian itu.juga harus berlandaskan etik penelitian dan penulisan ilmiah. Tentang
etik penelitian kesehatan, llhatBab 26.
Pasal 7. Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
- diperiksa sendiri kebenarannya.
Hampir setiap hari kepada dokter diminta keterangan tertulis mengenai bermacam-
macam hal. Mengenai hdl ini lihat lebih lanjut Bab 13 tentang surat-surat keterangan
dokter
PasalTa. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai
rasa kasih sayang (nmpasstbn) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan
hak tenaga kesehatan lain, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup
makluk insani
- y*g menyeluruh (promotif preventif, kurati{ dan rehabilitatif), baik fisik mau-
pun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenar-benarnya.
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa yang bera*i
memenuhi kebutuhan dasarmanusia, yaitu sandang, pangan, pendidikan, kesehatan,
lapangan k{a, dan ketenteraman hidup. Derajat kesehatan dipengaruhi faktor
keturunan, perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Tlrjuan pembangunan
kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk.
Jadi, tanggungjawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di
tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah, dan swasta bersama-sama.
Dokter adalah tenaga profesi yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan
potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan kesehatan individu, keluarga, dan
masyarakat umumnya. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
itu, pelayanan kedokteran mencakup semua aspek (pelayanan kesehatan paripurna),
yaitu promoti{ preventif kuratifi dan rehabilitatif
Pasal 9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Pasal 10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien, Dalam hal ia tidak mampu melaku-
kan suatu pemeriksaan atau pengobatan sehingga atas persetujuan pasien, ia
wajib merujuk pasien kepada dokter yang memiliki keahlian dalam penyakit
tersebut.
Sikap tulus ikhlas yang dilandasi sikap profesional seorang dokter dalam melakukan
tugasnya sangat diperlukan karena sikap ini akan menegakkan wibawa dokter,
memberikan kepercayaan dan ketenangan bagi pasien, sehingga pasien bersikap
kooperatif yang memudahkan dokter dalam membuat diagnosis dan memberikan
terapi. Dokter perlu pula bersikap ramah tamah dan sopan santun terhadap pasien.
Dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan pasien, dokter perlu didampingi
8a.4 3 Rode Etih Kedohteron Indonerio (KODEKI) 23
orang ketiga untuk mencegah tuduhan terjadinya pelecehan seksual ataupun kasus
pemerasan terhadap dokter. Namun, untuk kasus psikoterapi atau untuk memper-
oleh informasi mengenai riwayat penyakit ,rnenular seksual atau riwayal abortus
provokatus kriminalis, kehadiran orang ketiga tidak diperlukan, Berkaitan dengan
hal tersebut, tidak dibenarkan pula dokter melakukan pemeriksaan terhadap lebih
dari satu pasien pada saat yang sama. Pendekatan yang dilakukan dokter dalam
upaya penyembuhan hendaknya selalu holistik sifatnya, dengan mempertimbang-
kan -tidak hanya aspek fisik, tetapi juga aspek psikis, spiritual, dan intelektual
pasiennya.
Dengan perkembangan Iptek kedokteran yang begitu pesat akhir-akhir ini,
mustahil seorang dokter dapat menguasai semua bidang spesialisasi apalagi sub-
spesialisasi dalam kedokteran. Dokter umum adalah dokter yang mengetahui
sedikit-sedikit mengenai penyakit pada semua bagian tubuh, sedangkan dokter
spesialis adalah dokter yang mengetahui "semua" penyakit pada sebagian (satu
organ atau satu sistem) tubuh manusia. Karena itu, dokter harus merujuk pasiennya
kepada dokter spesialis yang relevan disertai keterangan yang cukup mengenai
pasiennya. Dokter spesialis atau sub spesialis (konsultan) harus menjawab konsul
dokter lain dengan nasihat pengobatannya, dalam amplop tertutup dan tidak
dibenarkan konsultan memberitahukan kepada pasien,/keluarganya kekeliruan
dokter yang merujuknya jika hal tersebut telah terjadi
Pasal 11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senaniiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat danl
atau dalam masalah lainnya.
Dokter yang bijaksana selalu mendalami latar belakang kehidupan pasiennya, ter-
masuk aspek sosial, ekonomi, mental, intelektual, dan spiritualnya. Dokter berke-
wajiban menghormati agama dan keyakinan pasiennya, termasuk adat istiadat dan
tradisi masyarakat setempat, asal saja tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
kedokteran, Walaupun ada peraturan tertentu dalam hal bertamu di rumah sakit,
namun pada hal-hal yang khusus perlu diberi kesempatan bagi pasien untuk ber-
temu dengan orang-orang yang dikehendakinya.
Pasal 12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Setiap orang wajib memberikan pertolongan pertama kepada siapa pun yang
mengalami kecelakaan atau sakit mendadak, apalagl seorang dokter. Pertolongan
yang diberikan tentulah sesuai kemampuan masing-masing dan sesuai dengan
24 Etihq Kedohteron don Huhum Kesehctqn
sarana yang tersedia. Di negara-negara maju, banyak dokter yang enggan memberi
pertolongan sementara itu, karena sering tery'adi bahwa dokter yang menolong
justru dituntut mengganti kerugrar1. Pertolongan yang diberikan dianggap tidak
tepat, menyebabkan cacat atau menimbulkan komplikasi sehingga memperlambat
penyembuhan. Di negara kita, tuntutan seperti itu diharapkan tidak terjadi, namun
perlu diperhitungkan.
Kalau memungkinkan minta persetujuan pasien atau keluarganya dulu dan
segera dirujuk kalau kasusnya memerlukan tindakan lebih lanjut
Pasal 14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Di kota-kota besar, dengan banyak dokter yang berpraktik, tidak jarang terjadi
pasien pindah berobat. Ini kadang-kadang disebabkan oleh ketidaksabaran pasien,
yang biasanya ingin lekas sembuh.Jika pasien itu mengunjungi dokter kedua pada
penyakit yang sama dan baru l-2 harl berobat pada dokter pertama, sebaiknya
pasien dinasihati untuk meneruskan obat dari dokter pertama dan kembali ke
dokternya itu. Namun, jika pasien berobat pada kunjungan lain'karena menderita
eal 3 Rode Etih Kedohteron lndonesio (KODEKD 25
sesuatu penyakit lain, tidaklah berarti bahwa dokter kedua merebut pasien dari
dokter pertama
Pasal 16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat beke4'a dengan
baik.
Sebagaimana kita ketahui, para dokter umumnya sangat sibuk bukan saja melaku-
kan tugas-tugas pelayanan, melainkanjuga tugas pendidikan dan penelitian, apalagi
jika dokter tersebut terkenal di masyarakat dan praktiknya cukup ramai. Hal ini
kading-kadang menyebabkan dokter itu kurang memperhatikan kesehatannya
sendiri. Ada pula dokter yang sakit mengobati dirinya sendiri, baik untuk menutupi
keadaan kesehatannya maupun karena enggan memeriksakan dirinya kepada se*
jawat lain. Ini dapat menimbulkan komplikasi atau terlambatnya mendapat per-
tolongan yang tepat. Juga dalam mengobati diri sendiri biasanya kurang tuntas.
Dokter harus memberi teladan kepada masyarakat sekitarnya dalam memelihara
kesehatan, melakukan pencegahan terhadap penyakit, berperilaku sehat sehingga
dapat bekerja dengan baik dan tenang.
Laksanakan tindakan perlindungan diri, misalnya kalau ada wabah untuk pen-
cegahan penularan diperlukan imunisasi, dokter harus melakukan imunisasi ter-
hadap dirinya dahulu. Kalau bertugas di klinik yang memungkinkan penularan
melalui udara, pakailah masker. Cuci tangan setiap selesai memeriksa pasien dan
prosedur pencegahan lainnya.
Pasal 17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran,/kesehatan.
26
8a/ 4 Undong-Undong Rl Nomor 23 Tohun 1992 Tentong Kesehoton 27
Undqng-Undqng Kerehqton
Seperti telah dikemukakan, semula Undang-Undang Kesehatan (IJU Kesehatan)
adalah ringkasan dari penyebutan Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Undang-undang ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam mencapai
derajat kesehatan yang lebih baik bagi seluruh anggota masyarakat. Ini berkaitan
dengan sasaran pembangunan di segala bidang, termasuk di bidang kesehatan
dalam mencapai masyarakat adil dan makmur. Bagaimanapun kesehatan manusia
sebagai pelaku pembangunan harus mendapat perhatian yang cukup. Seperti
diy'elaskan dalam pasal 3 UU Kesehatan, tujuan pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Beberapa bagian dari undang-undang ini berisi tentang rambu-rambu dalam
pelayanan kesehatan yang harus diketahui dan dipahami oleh pelaku pelayanan
profesi kesehatan, agar terhindar dari pelayanan kesehatan yang bermasalah.
Kalangan kesehatan harus tetap menyadari bahwa dalam menjalankan profesi
kesehatan mereka tidak saja bertanggung jawab terhadap kesehatan pasien
@rofissional responn'biltly), tetapi juga bertanggung jawab di bidang hukum (/ega/
respuzsibilQt) terhadap pelayanan yang diberikan.
Dengan demikian, para tenaga kesehatan dituntut tidak saja menambah,
mengasah, dan memperdalam pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan,
tetapi juga harus selalu memperdalam dan mengikuti perkembangan hukum dan
aspek medikolegal dari pelayanan kesehatan.
trerrpehtif UU Kerehstqn
Yang dimaksud'dengan perspektif di sini adalah'pandangan ke depan dari
keberadaan undang-undang ini.
Secara umum, yang diharapkan dari undang-undang ini adalah fungsinya
sebagai berikut.
a. Alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna penyelenggaraan pem-
bangunan kesehatan yang meliputi upaya kesehatan dan sumber daya.
b. Menjangkau perkembangan yang makin kompleks yang akan terjadi dalam
kurun waktu mendatang.
8a/ 4 Undong'Undong Rl Nomor 23 Tohun 1992 Tentong Kesehoton 29
Jirtemotiho UU Kerehqtqn
Secara keseluruhan, undang-undang yang terdiri dari 12 bab dan mengandung 90
pasal ini diterbitkan untuk tujuan mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi
setiap orang melalui pembangunan kesehatan, yaitu dengan meningkatkan ke-
sadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat. Di sini diatur tentang hak
dan'kewajiban serta tugas dan tanggung jawab setiap orang. Upaya kqsehatan
dijabarkan secarajelas mulai dari kesehatan keluarga, kesehatan kerja, kesehatan
lingkungan, pemberantasan penyakit, kesehatan olahraga dan selanjutnya, sampai
dengan upaya kesehatan matra. Dirinci tentang sumber daya kesehatan yang
mencakup'perangkat keras seperti sarana, prasarana, dan peralatan serta perangkat
lunak seperti manajemen, pembiayaan, dan SDM yang mendukung terselenggaru-
nya\paya kesehatan. Dalam undang undang ini d!'elaskan tentang adanya peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraanrtpayakesehatan. Dalam kaitan ini, peran
pemerintah adalah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat
di bidang kesehatan.
Oleh karena itu, perlu pembinaan dan pengawasan sehingga semua kegiatan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan dapat terlaksana
dengan baik. Akhirnya dalam undang undang ini diatur tentang bagaimana pe-
nyidikan dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah diatur. Demikian pula diatur tentang sanksi hukum menurut ketentuan pidana
dan perdata.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan asas manfaat di sini adalah memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara.
8a/ 4 Undong-Undong Rl Nomor 23 Tahun 1992 Tentong Kesehoton 31
Asas usaha bersarna dan kekeluargaan yang dimaksud adalah bahwa penyelenggara
kesehatan dilaksanakan melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang dijiwai semangat
kekeluargaan.
Dalam undang-undang ini, diharapkan penyelenggaraan kesehatan dapat dilaksana-
kan dengan kepercayaan dan kemampuam serta kekuatafi sendiri dengan memanfaatkan
potensi nasional yang ada.
Dalam hal ini, perlu ditingkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup
sehat yang optimal kepada seluruh masyarakat.
Upoyq Kesehqtqn
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diseleng-
garakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehat-
an (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, ter-
padu, dan berkesinambunga.n (pasal 10).
Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10
dilaksanakan melalui (pasal 11):
a. Kesejahteraan keluarga
b. Perbaikan gizi
c. Pengamanan makanan dan minuman
d. Kesejahteraan lingkungan
e. Kesejahteiaan kerja
f. Kesehatan jiwa
o Pemberantasan penyakit
b'
h. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
i. Penyrluhan kesehatan masyarakat
j Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
k. Pengamanan zat adiktif
1. Kesehatan sekolah
m. Kesehatan olahraga
n. Pengobatan tradisional
o. Kesehatan matra
$qnhri Pidonq
Sebagai contoh tentang sanksi hukum bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang melanggar ketentuan yang telah digariskan terlihat sebagai berikut.
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan ter-
sebut.
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewbnangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli.
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarga-
nya.
d. pada sarana kesehatan tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalun ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
8a/ 4 Undong-Undong Rl Nomor 23 Tohun 1992 Tentqng Kesehoton 33
Pasal 80
1. Pelanggaran terhadap pasal 15 ayat (l) dan (2), pidana penjara selama 15 tahun
dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.
Ini adalah sebuah contoh sanksi hukum bagi yang melakukan tindakan medik
tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan dalam UU Kesehatan.
Banyak sanksi hukum yang lain, seperti menghimpun dana dari masyarakat tanpa
ada badan hukum dan izin operasional, melakukan transplantasi organ ataujaringan
tubuh untuk tujuan komersial, melakukan implan atau bedah kosmetik tanpa
keahlian dan kewenangaan, melakukan upaya kehamilan yang tidak sesuai dengan
ketentuan, dan memprodulai dan mengedarkan sediaan farmasi berupa obat
tradisional atau kosmetika yang tidak memenuhi standar atau persyaratan.
Dari kutipan di atas terlihat bahwa perlindungan hukum yang baik bagi pe-
nerima pelayanan kesehatan, dengan sanksi yang sangat berat bagi pemberijasa.
Di sini tentu diharapkan agar pihak pemberi jasa selalu berhati-hati dalam men-
jalankan profesi kepada masyarakal,agar tidakterkena sanksi hukumyangdemikian
berat.
trohoh Bqhorqn
1. Undong-undong Republih lndonesiq No.29 Tqhun 2oo4 tentqng
Prohtih Kedohteron.
2. Peroturon Menteri Kesehqton Rl No. 1419/Menhes/Per/X/Tqhun 2oo5
Tentqng Penyelenggooroon Frohtih Dohter dqn Dohter Gigi.
tub-Pohoh Bqhqrqn
1. Pembqngunqn hesehqtqn.
2. Upoyq hesehqtqn.
3. KonsilKedohterqn, Lisensi, Registrosi, Sertifihot Kompetensi, Surot lzin
Prqhtih.
4. Penyelenggqrqon Prohtih Kedohterqn.
5. Perlindungqn mcrsyqrqhqt, Kepostion Huhum, Pemberdoyoon
orgonisosi profesi.
6. Mojelis Kehormotqn Disiplin Kedohterqn Indonesiq.
7. Sqnhsi huhum pelong'gqrqn Undqng-undong Prqhtih Kedohterqn.
34
?a/ 5 Undong-Undong Rl Nomor 29.Tohun 2OO4 Tentong Prohtih Redohteron 35
Pembqngunqn Ketehoton
Pada tahun 2004 yanglalu pemerintah telah mengundangkan sebuah undang-
undang di bidang kesehatan, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29,
Thhun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (IJUPK). Ini merupakan lanjutan ber-
bagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam rangka pembangunan kesehatan.
Sebelumnya pada tahun 1992 telah lahir Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 23 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan bagi seluruh penduduk di Indonesia. Berbeda dengan lahirnya
UU Kesehatan, ditetapkannya UUPK menjadi perhatian dan reaksi yang hebat
dari masyarakat kesehatan, terutama untuk para dokter (serta dokter spesialis) dan
dokter gigi (serta dokter spesialis gigi) karena isi undang-undang ini menyangkut
banyak hal yang berbedapama sekali dengan pengaturan praktik kedokteran yang
ada selama ini. Sebelum UUPK diundangkan, rancangannya telah melalui pem-
bahasan yang panjang selama lebih kurang 4 tahun antara pemerintah dan DPR.
Pada tanggal 7 September 2004 Rancangan Undang-undang tentang Praktik
Kedokteran yang diajukan pemerintah ini akhirnya disetujui oleh DPR RI. Se-
lanjutnya pemerintah Presiden Megawati Soekarnoputri pada akhir masajabatannya
mengundangkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29, tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran pada tangal 6 Oktober 2004. Sayang, sosialisasi
rancangan undang-undang ini ke masyarakat kesehatan terkesan kurang dibanding
sosialisasi rancanga.n UU Kesehatan tahun 1992, terlihat dari reaksi dan tanggapan
yang timbul sesudah undang-undang ini diumumkan.
Pelayanan praktik kedokteran perlu dibenahi dan diatur dalam sebuah undang-
undang untuk mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang lebih baik dan
memenuhi tuntutan Pembangunan Nasional di bidang kesehatan yang tertuang
dalam visi Indonesia Sehat tahun 2010. Hal ini dly'elaskan dalam pertimbangan
undang-undang ini, bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan inti
dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan
oleh dokter dan dokter grgl yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan
kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pen-
didikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi serta pembinaan,
penga.wasan dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai
dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, tidak heran dalam
UUPK ini terdapat banyak perubahan mendasar dalam tatanan peraturan dan
pelal.rsanaan praktik kedokteran mulai dari hulu dalam pendidikan sampai ke hilir
dalam pelayanan kesehatan dan pengawasan.
seperti IDI, PDGI, Asosiasi Rumah Sakit, Institusi Pendidikan, mengatur tentang
standar pendidikan profesi, standar kompetensi, tentang penyelenggaraan praktik
sampai ke pembinaan dan pengawasan.
Dari berbagai tujuan tersebut dapat dikatakan UUPK mempunyai filosofi;
Perlindungan kepada pasien, Pedoman kepada dokter dan doktqr gigi dalam men-
jalankan praktik, Peningkatan mutu pelayanan medis, Pemberdayaan organsisasi
profesi dan institusi pendidikan.
Konril Kedohterqn
Konsil kedokteran merupakan pola baru dalam mengatur pelayanan praktik
kedokteran dan kedokteran gigi di masa yang akan datang berbeda dengan apa
yang dilakukan selama ini. Konsil Kedokteran merupakan badan otonom, mandiri,
nonstruktural dan bersifat indipenden, terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi. Konsil ini dihajatkan dapat menjembatani kepentingan penerima
dan pemberi pelayanan kesehatan. Konsil kedokteran diharapkan dapat menjalankan
fungsi regulator yang terkait dalam peningkatan kemampuan dokter dan dokter
gigi dalam pelaksanaan praktik kedokterin. Di banyak negara lain, badan seperti
ini disebut sebagai Medrlcal Counall telah sejak lama dikenal keberadaan dan
perannya dalam mengatur pelayanan kesehatan oleh para dokter yang kedudukan,
wewenang dan tanggungjawabnya berbeda menurut tiap-tiap negara.
Di Indonesia, konsil ini terdiri atas 3 divisi, masing-masing adalah Divisi
Registrasi, Divisi Standar Pendidikan Profesi, dan Divisi Pembinaan. Konsil di-
harapkan bertindak untuk meningkatkan kemampuan dokter dan dokter CtCt di
dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Hal ini dapat dicapai rnelalui registrasi,
yaitu pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter grgl yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara
hukum dapat melakukan pelayanan medis. Tanda registrasi didapat setelah di-
penuhinya beberapa persyaratan termasuk' ijazah, pernyataan telah mengucap
sumpah atau janji, sehat, memiliki sertifikat kompetensi dan membuat surat
pernyataan akan menaati ketentuan etika profesi. Surat tanda registrasi ini akan
diperbarui setiap 5 tahun dengan tujuan menjaga mutu pelayanan medis berkualitas
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, lisensi, dan pembinaan
serta pengawasan agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tek-
nologi.
Bagi tenaga medis yang berasal dari luar negeri, baik WNI atau WNA ada
aturan-aturan yang harus dipenuhi sebelum dapat menjalankan profesi kesehatan
di tengah-tengah masyarakat. Begitu pula bagi dokter yang sedang menjalani
pendidikan spesialis dikeluarkan tanda registrasi bersyarat.
Selain itu, konsil juga berperan dalam menyrsun Standar Pendidikan Profesi
Kedokteran dan Kedokteran gigi. Hal ini disusun melalui asosiasi institusipendidikan
kedokteran dan kedokteran gigi, dan untuk pendidikan dokter spesialis dan dokter
gigi spesialis disusun oleh kolegium, dan berkoordinasi dengan organisasi profesi
dan asosiasi rumah sakit pendidikan. Dengan demikian, dari waktu ke waktu akan
ada perubahan muatan kurikulum sesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat pengguna jasa.
Gal 5 Undong-Undong Rl Nomor 29 Tohun 2OO4 Tentong Prohtih Kedohteron 37
t P..'td;-l
t
Konsil Kedokteran Indonesia
1. Konsil Kedokteran
2. Konsil Kedokteran Gigi
t
Fungsi dan Tirgas
/
Pengaturan
Pengesahan
Dr dan Drg yang praktik
Penetapan
Pembinaan ) {
Meningkatkan mutu pelayanan medis
Ketentuqn Pidqnq
Dalam UUPF diatur pula kapan seorang dokter dan dokter gigi dapat dipidana
sehubungan dengan Undang-undang yang baru ini. Bila disarikan, pidana dapat
dijatuhkan apabila:
1. Tidak memiliki surat tanda registrasi dengan hukum penjara 3 tahun, denda
100 juta.
Etihq Kedohteron don Huhum Keiehqton
2. Dokter atau dokter gigi asing tidak memiliki surat tanda registrasi, penjara 3
tahun, denda 100juta.
3. Tidak memiliki surat izin praktik, penjara 3 tahun, denda 100 juta.
4. Identitas (gelar atau bentuk lain) seolah-olah yang bersangkutan dokter atau
dokter grgr yang memiliki surat registrasi atau izin praktik. Penjara 5 tahun'
denda 150juta.
5. Tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis, tidak memenuhi
kewajiban sebagai dokter,/dokter grgl.Penjara 1(satu) tahun, denda 50 juta.
6. Memperkerjakan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP. Penjara 10 tahun,
denda 300juta.
Tnnnsaxlr TennpEUTrK
Pohoh Bqhqrqn
1. Pengertiqn trqnsqhsi teropeutih don upoyo mqhsimol dohter.
2. Syorot sohnyo suotu persetujuon.
tub-Pohoh Bqhqsqn
1. Penge.rtion trqnsohsi/hontrqh teropeutih.
2. Posoll3l3 tentong Persetujuon dolqm KUH Perdqtq.
3. Pengertion perihoton menurut huhum.
4. Pengertion prestosi menurut huhum.
5. KUH Perdqtq Posoll32O tentong sohnyo suotu perihoton.
6. Pembotolon persetujuqn menurut 1338 KUH Perdqtq.
41
42 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Fengertisn
Tiansaksi berarti perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbal balik antara
dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan dari
tlrerapeuhb yang berarti dalam bidang pengobatan. Istilah ini tidak sama dengan
tltera.py atau terapi yangberurti pengobatan. Persetujuan yang terjadi antara dokter
dan pasien bukan di bidang pengobatan saja, tetapi lebih luas, mencakup bidang
diagnostik, preventif, rehabilitatif, maupun promotif sehingga persetujuan ini di-
sebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik
Dalam bidang pengobatan,pandokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak
mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai yang
diinginkan pasien/keluarga.Yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal.
Hubungan dokter dengan pasien ini dalam perjanjian hukum perdata termasuk
kategori perikatan berdasarkan daya up aya,/usahamaksimal (inEannmgnerbintenu).
Ini berbeda dengan ikatan yang termasuk kategori perikatan yang berdasarkan
hasil kerja (raultaatsverbtntenis).
Hal terakhir terlihat dalam urusan kontrak bangunan, yang bila pemborong
tidak membuat rumah sesuai jadwal dan bestek yang disepakati, pemesan dapat
menuntut pemborong.
Perretuiuon
Untuk melihat atau mendudukkan hubungan dokter dengan pasien yang mem-
punyai landasan hukum, dapat dimulai dengan pasal 1313 KUH Perdata:
"Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebihl'
Dalam bidang pengobatan,jelas ada hubungan atau persetujuan antara pasien atau
keluarga pasien dan satu orang dokter atau beberapa dokter. Di satu pihak, pasien
atau keluarga pasien memerlukan kepandaian dan keterampilan dokter untuk
mengatasi masalah kesehatannya atau keluarganya, sedangkan di pihak lain para
doker mempunyai kepandaian dan keterampilan yang dapat diberikannya untuk
kesembuhan pasien.
Dengan demikian, akibat persetujuan ini akan terjadi "pery'anjian" antara dua
pihak. Kedua pihak bersetuju dan be{anji untuk melakukan sesuatu dalam bidang
pengobatan atau kesehatan. Akibat persetqjuan dan pe{anjian ini akan terjadi
"perikatan" antara kedua pihak di atas (pasien dan dokter).
Dalam uhdang-undang di'elaskan bahwa yang dimaksud dengan perikatan ada-
lah hubungan hukum antara dua orang atau lebih, dengan pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain itu berkewajiban
memenuhi tuntutan itu.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa dalam peiayanan kesehatan memang
terjadi hubungan antara pasien atau keluarga pasien yang meminta bantuan dan
dokter yang dengan keahlian dan keterampilan yang dimilikinya sanggup memenuhi
bantuan yang diminta pasien/keluarga pasien. Dalam hal ini dikatakan bahwa
pihak pasien/keluarga menuntut suatu prestasi dari dokter.
44 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Frertqri
Sesuatu yang dapat dituntut itu dinamakan "prestasi" yang menumt undang-
undang dapat berupa:
1. menyerahkan sesuatu barang,
2. melakukan sesuatu perbuatan, atau
3. tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Dalarn ikatan dokter dengan pasien, prestasi yang utama di sini adalah "melakukan
sesuatu perbuatan," baik dalam rangka preventif, kurati{ rehabilitati{ maupun
promotif Dalam hal tertentu, prestasi ini dapat pula "tidak melakukan sepuatu
perbuatan." Misalnya, bila dokter menghadapi pasien dengan apendisitis dalam
stadium abses, sikap dokter tidak melakukan pembedahan apendektomi pada
stadium ini adalah suatu prestasi.
sama dokter mendapati apendiks pasien dalam keadaan meradang dan segera
perlu diangkat, tentu tidak tepat kalau luka pembedahan seksio sesaria ditutup
dulu, baru kemudian dilakukan operasi apendiks. Dokter dapat mengangkat
apendiks yang patologik tersebut, tetapi sesudah pasien siuman harus di-
sampaikan bahwa tindakan tersebut terpaksa dilaksanakan. Ini diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik (pasal 7 ayat2 dan3).
4. Sesuatu yang halal
Ini tidak berkaitan dengan kepercayaan ata.u agarrra. Yang dimaksud
dengan halal di sini adalah sesuatu perikatan yang tidak melanggar hukum,
Contoh klasik adalah melakukan pengguguran kandungan yang ilegal, atau
mengu[ah wajah secara operasi kosmetik untuk menghindari penangkapan
oleh polisi, atau menghilangkan sidikjari, dan lainlain.
Pembotqlqn Perretuiuqn
Persetujuan terapeutik tidak selamanya berjalan mulus. Kadang-kadang dapat
terjadi salah satu pihak tidak mau melanjutkan transaksi di bidang pengobatan ini.
Umumnya yang tidak mau melanjutkan'transaksi ini adalah dari pihak pasien
ataupun keluarga. Pada pasien berobatjalan, hal ini mudah dilakukan pasien. Tidak
lagi berkunjung untuk pemeriksaan ulang merupakan tindakan pemutusan ikatan.
Namun, bila ini terjadi pada pasien sedang dalam perawatan, dokter harus hati-
hati. Membiarkan pasien pulang walau semua biaya perawatan telah dilunasi
adalah tindakan gegabah Dulu sering dokter hanya meminta pasien atau keluarga
menandatangani di dalam rekam medik "pulang atas permintaan sendiri" atau
kadang-kadang hanya ditulis kependekannya "Papsi'
Biarpun ini sudah memadai, narnun akan lebih baik bila pembatalan persetujuan
semula dilakukan secara benar, yaitu melalui pembatalan secara resmi pula. Dalam
lembaran khusus dinyatakan bahwa dokter telah menjelaskan keadaan pasien dan
tindakan yang diperlukan, namun pasien dan keluarga meminta pulang dengan
segala risiko di luar tanggungjawab dokter. Lembaran pembatalan seperti ini akan
mempunyai kekuatan hukum lebih kuat (lihat lampiran formulir tentang surat
pernyataan penolakan untuk tindakan operasi, tindakan medis lainlrawat inap,
hlm.285-288).
Suatu pertanyaan, apakah mungkin pihak dokter yang memutuskan persetujuan
tersebut? Jawabnya, bisa saja. Bila dokter menghadapi pasien yang sudah tidak
kooperatif dan tidak yakin lagi akan upaya pengobatannya, dokter dapat angkat
tangan dan meminta pasien berobat kepada dokter lain. Dalam hal ini sebaiknya
dokter menyertakan resume akhir untuk dokter yang akan melanjutkan pengobatan
dan perawatan.
Masalah yang diutarakan di atas adalah sesuai dengan ketentuan pasal 1338
KUH Perdata.
Pasal 1338 KUH Perdata
"Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak bisa ditarik kembali selain dengan
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
sepakat kedua belah pihak atau alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan
cukup untuk itu. Persetujuan harus dilakukan dengan itikad baikl'
Dalam pasal ini jelas dinyatakan bahwa persetujuan yang telah terjadi tidak
dapat dibatalkan begitu saja karena persetujuan yang kita sebut sebagai transaksi
atau kontrak terapeutik, berlaku sebagai undang-undang.
Namun, kadang-kadang pembatalan ini tidak selalu berjalan mulus. Oleh karena
itu, dalam pemutusan transaksi terapeutik, dokter perlu berhati-hati terhadap risiko
yang mungkin timbul di kemudian hari.
Pembatalan ini tidak selamanya harus tertulis sebab keadaan atau alasan-alasan
yang oleh undang-undang dinyatakan cukup, juga akan merupakan bukti bahwa
persetujuan tersebut telah batal.
Hm DAN KrwNrsnn DoxrER DAN Pllen
47
48 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Akhir-akhir ini keluhan masyarakat terhadap para dokter makin sering terdengar,
antara lain mengenai kurangnya waktu dokter yang disediakan untuk pasiennya,
kurang lancarnya komunikasi, kurangnya informasi yang diberikan dokter kepada
pasien./keluarganya, dan tingginyabiayapengobatan. Hal ini disebabkan oleh me-
ningkatnya taraf pendidikan dan kesadaran hukum masyarakat, yaitu masyarakat
lebih menyadari akan haknya seiring dengan munculnya masalah-masalah hak
asasi manusia di seluruh dunia, lebih-lebih dalam dasawarsa terakhir ini. Memang
suatu rnasyarakat akan tertib dan tenteram jika setiap anggotanya memahami,
menghayati dan mengamalkan hak dan kewajibannya masing-masing. Demikian
pula dalam suatu kontrak terapeutik antara dokter dan pasien, tiap-tiap pihak
mempunyai hak dan kewajibannya. KODEKI sekarang ini, hanya berisikan
kewajiban-kewajiban dokter dan belum memuat hak dokter, begitu pula belum
termasuk semua hak dan kewajiban pasien. Karena itu, perlu dikaji hal-hal tersebut,
yang menyangkut hubungan dokter dengan pasien, sehingga tidak selalu me-
nimbulkan konflik yang merisaukan kedua belah pihak.
Hqh Pqrien
Rumusan hak pasien tidaklah sekali jadi, melainkan melalui tahap-tahap per-
kembangannya.Dalam Perang Dunia II banyak orang Yahudi dibunuh oleh orang-
orangJerman dan orang orang Asia dibunuh oleh orangJepang secara kejam dan
tidak berperikemanusiaan. Setelah perang hak asasi manusia menjadi.pusat per-
hatian, seiring dengan banyaknya negara-negarateqajahyang menjadi merdbka.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar R.I. 1945 dengan tegas dicantumkan
Sila ke-2 Pancasila, yaitu"kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam "Declarahbn
ofHuman Rtghtf'Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB, 1948) dengan jelas dirumus-
kan hak-hak asasi manusia,yangantaralain berbunyi sebagai berikut.
. Setiap orang dilahirkan merdeka dan memiliki hak yang sama. Mereka dikaruniai
akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
. Manusia dihormati sebagai manusia tanpa memperhatikan wilayah asal dan
keturunannya.
. Setiap orang tidak boleh diperlakukan secara kejam.
. Setiap orang diperlakukan sama di depan hukum dan tidak boleh dianggap
bersalah, kecuali pengadilan telah menyalahkannya.
. Setiap orang berhak mendapat pendidikan, pekerjaan, dan jaminan sosial.
. Setiap orang berhak memberikan pendapat.
r Setiap orang berhak mendapat pelayanan dan perawatan kesehatan bagi diri-
nya dan keluarganya, juga jaminan ketika menganggur, sakit, cacat, menjadi
janda, usia lanjut atau kekurangan nafkah yang disebabkan oleh hal-hat di luar
kekuasaannya.
Beberapa keputusan pengadilan telah pula memberi bentuk pada hak-hak pasien
yang dipedomani dewasa ini. yairu
1. Kasus Schloendorf v.s. Society of New York Hospitals (191a).
Dalam kasus ini, dokter telah lancang mengangkat suatu tumor fibroid,
sedangkan pasien hanya memberi izin untuk pemeriksaan abdomen, yang
Aal 7 Hoh don Kewojibon Dohter don Posien
' 2. Seorang pasien menderita diare pada suatu malam, tanggal23 Juli 1992, dan
karena disertai kepala rasa berputar iajatuh di kamar mandi, dibawa ke UGD-
RSCM. Seorang dokter muda (Ko-asisten) yang tugas jaga memeriksanya,
disusul seorang perawat dan seorang dokter muda lain yang mengukur ulang
tekanan daruhnya. Hasil pengukuran tekanan darah tersebut berbeda-beda.
Perawat mengatakan normal, sedangkan 2 orang dokter muda tidak mem-
berikan informasi. Thnpa melihat dan apalagi memeriksa pasien, dokter jaga
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Kewqiibon Pqsien
Jika ada hak, tentu ada kewajiban. Dalam kontrak terapeutik antara pasien dan
dokter, memang dokter mendahulukan hak pasien karena tugasnya merupakan
panggilan perikemanusiaan. Namun, pasien yang telah mengikatkan dirinya de-
ngan dokter, perlu pula memperhatikan kewajiban-kewajibannya sehingga hubung-
an dokter dan pasien yang sifatnya saling hormat-menghormati dan salingpercaya-
mempercayai terpelihara baik.
Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai berikut'
1. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter.
Masyarakat perlu diberi peny'uluhan, bahwa pengobatan penyakit pada stadium
dini akan lebih berhasil dan mengurangi komplikasi yang merugikan. Penyakit
kanker stadium dini jelas pada umumnya dapat sembuh jika diberikan terapi
yang tepat, sedangkan pada stadium lanjut prognosisnya lebih buruk. Kadang
8a/ 7 Hah don Kewojibon Dohter don Fosien 53
Kewoiibqn Dohter
Doktd yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentulah akan selalu
lebih mengutamakan kewajiban di atas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya.
Dalam menjalankan tugasnya, bagi dokter b erlaku %egroti Salus Lex Suprema",yang'
berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (yang utama). Kewajiban
dokter yang terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri telah dibahas secara
terinci dalam Bab 3 tentang Kode Etik Kedokteran.Indonesia.
Dalam Undang-undutrg No. 29 tahun2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal
51 dinyatakan bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakiri pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
Hqh Dohter
Sebagai manusia biasa dokter memiliki tanggung jawab terhadap pribadi dan
keluarga, di samping tanggung jawab profesinya terhadap masyarakat. Kareria itu,
dokter juga memiliki hak yang harus dihormati dan dipahami oleh masyarakat
sekitarnya.
Hak-hak dokter adalah sebagai berikut.
1. Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter
(SID) dan Surat Izin Praktik (SIP).
Dalam PP No. 58 tahun 1958 telah ditetapkan tentang wajib daftar ijazah
dokter dan dokter gigi baru, yang disusul dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 560,/Menkes /Per,4/1981 tentang pemberian izin menjalankan
pekerjaan dan,izin praktik. bagi dokter umum dan No. 56UMenkes/Pet/
X/Lg8ltentang pemberian izin menjalankan pekeq'aan dan izin praktik bagi
dokter spesialis. Menurut Pasal 7 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran sehingga kini tugas registrasi dokter dan dokter gigi dilakukan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Dengan demikian, dokter yang telah
memperoleh surat tanda registrasi tersebut memiliki wewenang melakukan
?a/ 7 Hah don Kewojibon Dohter don Posien
bahkan disertai tekanan psikis atau fisih tidak akan membantu dokter dalam
memelihara keluhuran profesinya. Sebaliknya, dokter akan bekerja dengan
tenteram jika dokter sendiri memegang teguh prinsip-prinsip ilmiah dan
mord./etika profesi.
Pohoh Bqhqrqn
l. lmbolqn jqsq dohter dqn heuntungon pribodi.
2. Goris besor pedomqn imbolon joso dohter
3. Hql-holyqng dilqrqng mengenqi imbolon jqso.
4. lmbqlon josq yqng loyoh.
Jub-Pohoh Bqhasqn
l. lmbqlqn jqso dohter don torif podo peloyonon joso loinnyo.
2. lmbolon joso yong loyoh.
3. Gqris besor pedomon imbolon joso dohter.
4. Hql'hol yqng dilorqng mengenoi imbolon joso dolqm trqnsqhsi
teropeutih.
57
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Imbalan jaoa yang jauh melebihi nilai wajar ataulazim tidak cesuai dengan mar-
tabat dan jabatan dokter, meokipun imbalan jasa tersebut seeuai dengan kesepakat-
an pasien/keluarga dengan dokternya. Seberiarnya yang lebih baik dalam me.
melihara hubungan dokter dengan pasiennya ialah adanya pihak ketiga dalam
menentukan imbalan jasa untuk berbagai jenis tindakan dokter, misalnya asuransi
kesehatan, dan pimpinan rumah eakit.
Imbalan jaoa untuk dokter tidak diminta dari teman sejawat (termaeuk dokter
grgr) dan keluarga kandungrrya, mahaoiswa kedokteran/kedokteran gigi, bidan,
perawat dan siapa pgp yang dikehendakinya (mipalnya, apoteker, pemuka agama,
aaEana kesehatan masyarakal, dan cemua yang alaab dengan dokternya),
Pcnlctqrsn
1. Pedoman dasar imbalan jasa doker ada-lah sebagai berik-ut.
a, Imbalan jasa dokter disesuaikan dengan kemampuan pasien, Kemampuan
pasien dapat diketahui dengan bertanya langsung dengan mempertimbang-
kan kedudukan/mata peneariann dan kelas di rumah eakit tempat pasien-
dlravrat,
b, Dari segi medik, imbalan jasa dokter ditetapkan dengan mengrngat karya
dan tanggung jawab dokter,
e, Besarnya imbalan jasa dokter dikomunikasikan dengan jelas kepada paoien.
Khususnya untuk tindakan yang diduga memerlukan bi ayabanyah"beoarnya
imbalanjasa dapat dikemukakan kepada paoien sebelum tindakan dilakukan,
60 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
62
€ad 7 Rehom Medit 63
Di Indonesia juga dijumpai hal yang sama dengan adanya resep-resep jamu
warisan nenek moyang yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui catatan
pada daun lontar dan sarana lain yang dapat digunakan sesuai dengan zarrrannya.
Di London, atas anjuran William Harvey, rumah sakit St. Batholomous pada
abad pertengahan telah melaksanakan RM pada pasien yang dirawat. Usaha ini
mendapat perhatian dan dukungan kerajaan.
Pada tahun 1913, doker Franllin H. Martin (ahli bedah), selain menggunakan
RM dalam pelayanan kedokteran,/kesehatan kepada pasien, juga menggunakan
RM sebagai alat untuk pendidikan calon ahli bedah.
Kini, kemajuan perekaman kegiatan di bidang kedokteran/kesehatan ini, tidak
saja tertulis di atas kertas, tetapi telah masuk ke era elektronik seperti komputer,
mikrofilm, dan pita suara lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kegiatan
pelayanan RM yang telah dilakukan sejak zarrran dulu, sangat berperan dalam
perkembangan dunia pengobatan.
Selain itu, orang banyak melupakan peran RM dalam informasi di bidang ke-
sehatan. Informasi apapun yang perlu diketahui di bidang kesehatan dapat digali
dari catatan yang ada di dalam RM. Karena itu, organisasi profesi yang bergerak
dalam bidang RM, Ferhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Ke-
sehatan Indonesia (PORMIKD yang telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1989,
sangat menonjolkan aspek informasi ini dalam kegiatannya seperti yang terlihat
dari nama organisasi ini.
Pada masa sekarang, terlihat kemajuan yang pesat dalam pengelolaan dan
manajemen RM di rumah sakit-rumah sakit ataupun praktik pribadi. Bila pada
masa lalu terkesan siapa saja dapat ditunjuk untuk mengelola RM di RS, sekarang
diperlukan tenaga profesional di bidang ini. Makin disadari RM mempunyai ke-
dudukan yang strategis dalam manajemen RS masa kini.
Dalam UUPK diatur tentang kewajiban dokter dalam membuat RM dalam
pelayanan kesehatan dan sanksi hukum bagi dokter yang lalai dalam melaksana-
kannya.
Perhembqngsn RM di lndoneriq
Walaupun pelayanan RM di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan, namun
perhatian untuk pembenahan yang lebih baik dapat dikatakan mulai sejak di-
terbitkannya Surat Keputusan Menkes RI No. 0S7Birhtp/1972 yang menyatakan
bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerl'akan medical record'ing dan rrpofttng
dan hospital statrstic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya Ke-
putusan Menkes RI No. 034/Birhup/1972 tentangPerencanaan dan Pemeliharaan
Rumah Sakit.
Pengertiqn
Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan menggunakan istilah
"status pasien". Karena bernada bahasa asing (Belanda), orang berusaha mengganti
istilah ini dengan bahasa Indonesia yang lebih sesuai sehingga muncul istilah
catatan medik, dokumen medik, dan lain-lain. Namun, tampaknya belakangan ini
orang lebih cenderung menggunakan istilah RM sebagai te4'emahan dari "medtlcal
rrcord," biarpun terjemahan yang dibuat oleh Pusat Pembinaan Pengembangan
Bahasa Indonesia sebagai hasil kerja sama dengan Panitia Kerja Pembinaan dan
pengembangan Sistem Pencataan Medis adalati "RM,/kesehatan" (RMK).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa RM adalah kumpulan keterangan
tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan, dan catatan segala kegiatan para
66 Etllao Kedohteron don Huhum Kelehqton
pclayan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu, e;atatan ini berupa tulisan
ataupun gambar, dan belakangan ini dapat pula berupa rekaman elektronik, sepelti
komputer, mikrofilm, dan rekaman suara.
Dalam Permenkes No. 749alMenkes/PerlxII/Lglg tentang RM, disebut pe-
ngertian RM adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan,
hI RM
Di nrmah sakit didapat duajenis RM, yaizu:
. RM untuk pasien rawat jalan
. RM untuk pasien rawat inap
Untuk paoien rawat jalan, termasuk pasien gawat damrat, RM memiliki informasi
pasien, antara lain:
a. Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)
b. Riwayat penyakit (anamnesio) tentang
. keluhan utama
, riwayalsekarang
',nvtayatpenyakit yang pernah diderita
rivtayatkeluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan
e. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,
seanning MRI, dan lain lain.
d. Diagnocis dan/ataa diagposis banding
e. Instzuksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan
yang berwenang.
Untuk rawat inap, memuat informasi yang s{lma dengan yang terdapat dalam
rawat jalan, dengan tambahan:
.Persetujuan tindakan medik
. eatatan konsultaei
. eatatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
. eatatan obseffasi ldinik dan hasil pengobatan
. Rcsume akhir dan evaluasi pengobatan.
Rerume Ahhlr
Dari beberapa kewajiban dokter atas RM pada pasien rawat inap, ada satu hal yang
perlu diperhatikan khusus, yaitu pembuatari resume akhir atau evaluasi peng-
obatan,
Resume ini dibuat segera setelah pasien dipulangkan'
Isi resume harus singkat, menjelaskan informasi penting tentang penyakit, pe-
meriksaan yang dilakukan dan pengobatannya.
Isinya antara lain menjelaskan:
1, Mengapa pacien masuk rumah sakit (anamnesis).
2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rontgen, dan lain-
lain,
gdr' t Rehqm M€dle
Kcgunoqn RM
Bila ditelusuri lebih jauh, RM mempunyai aspek hukum kedisiplinan dan etik
petugas kesehatan, kerahasiaan, keuangan, mutu serta manajemen rumah sakit'dan
audit medik.
Seeara umum kegunaan RM adalah:
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut
ambil bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien'
Dengan membaea RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnyp yang terlibat
dalam merawat pasien (misalnya, pada pasien rawat bersama atau dalam
konsultasi) dapat mengetahui penyakit, perkembangan penyakit, terapi yang
diberikan, dan lain-lain tanpa harus berjumpa satu sama lain. Ini tentu merupa-
kan sarana komunikasi yang efisien,
2. Sebagai dasar untuk pereReaRaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan
kepada pasien,
Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter ditulis agar
reneana pengobatan dan perawatan dapat dilaksanakan
3. Sebagai bukti tertulis atas segalapelayanan, perkembangan penyakit dan peng-
obatan selama pasien berkuqjung/dirawat di rumah sakit.
Bila suatu waktu diperlukan bukti bahwa pasien pernah dirawat atau jenis
pelayanan yang diberikan serta perkembangan penyakit selama dirawat, tentu
data dari RM dapat mengungkapkan denganjelas.
4. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan
kepada pasien,
Baik buruknya pelayanan yang diberikan tereermin dari eatatan yang ditulis
atau data yang didapati dalam RM. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai bahan
studi ataupun evaluasi dari pelayanan yang diberikan,
68 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, mmah sakit niaupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya.
Bila timbul permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter maupun
rumah sakit, data dan keterangan yang diambil dari RM tentu dapat diterima
semua pihak. Di sinilah akan terungkap aspek hukum dari RM tersebut. Bila
catatan dan data terisi lengkap, RM akan menolong semua yang terlibat.
Sebaliknya, bila catatan yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong
pasti akan merugikan dokter dan rumah sakit. Penjelasan yang bagaimanapun
baiknya tanpa bukti tertulis, pasti sulit dipercaya.
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
dan pendidikan.
Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapdt diper-
gunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, RM di rumah
sakit pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan untuk
bahan penelitian.
7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayatan pelayanan medik
pasien.
Bila pasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat
RM, dan segala biaya yang harus dibayar pasien,/keluarga dapat ditentukan.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan.
Data dan infomasi yang didapat dari RM sebagai bahan dokumentasi, bila
diperlukan dapat digunakan sebagai dasar untuk pertanggungjawaban atau
laporan kepada pihak yang memerlukan masa mendatang.
Untuk memudahkan mengingat begitu banyak kegunaan (oalue) dari RM, kalangan
RM memendekkannya dalam mneumonik CI. ALFREDS yangberarti mempunyai
nllai: Communicahbn,Infotmahon,Adrnz:n*tration, Legal, Ftnanu'a/, Raearch, Educattbn,
Documenlation dan Sta / nl h.
lnformqri Kerehqtqn
Dari semula sudah dikemukakan bahwa dari data yang terdapat dalam RM, bila
diolah menurut keperluannya dapat menjadi sumber informasi kesehatan. Informasi
ini bisa mengenai jumlah kunjungan rawat jalan (out paven), rawat inap Qn pasien),
jenis penyakit, lama rawat penyakit-penyakit tertentu, obat-obat yang dipakai, dan
lainlain.
Melalui RM dapat pula dihasilkan berbagai indikator yang dapat dipakai untuk
menilai mutu dan efisiensi pelayanan, misalnya:
. Bed Occupahon Rate (BOR).
. Bed Tiurn Ozter (BTO)
. Lengt/t or Stay (LOS).
. Tiunt Over Interual (TOD.
' Net DeatltRala (NDR).
. Gross Death Rate (GDR).
?a/ Q RehomMedis
Pemilih RM
Masalah kepemilikan RM ini timbul karena tidak jarang dokter dan rumah sakit
menghadapi pasien atau keluarga pasien ataS sesuatu alasan memerlukan RM.
Alasan ini umumnya dapat dipahami, seperti apabila pasien atau keluarga pasien
mau pindah ke daerah lain.
Untuk memudahkan ia berobat ke dokter lain di tempat yang baru, secara akal
sehat tentu riwayat dan perjalanan penyakit yang dialaminya (atau salah satu
anggota keluarganya) beserta segala pemeriksaan dan pengobatan yang telah
dilalui dan diterimanya akan sangat membantu dokter yang akan melanjutkan
pengobatan dan perawatan. Apalagi bila pengobatan yang diterimanya telah sesuai
dengan yang diharapkannya. Bukanlah hal itu akan meringankan biaya pula. Di
samping itu, dalam pikiran pasien (keluarga), rumah sakit tidak akan menggrnakan
RM'miliknya" ini lagi.
Di sinilah masalih itu muncul, sebab bagi rumah sakit, setiap RM mempunyai
banyak nilai seperti yang dikemukakan sebelumnya. Biarpun RM tersebut akan
menjadi tidak aktif namun suatu waktu mungkin diperlukan. Standar internasional
menyatakan RM adalah milik rumah sakit, sedang isinya memang milik pasien.
Begitu pula yang diatur dalam Permenkes tahun 1989 tentang RM (Pasal 9 )'
Dalam situasi demikian, banyak kebijaksanaan yang ditempuh. Ada yang
mengizinkan pasien mengkopi RM secara lengkap. Namun, ada pula yang membuat
ringkasannya saja sesuai dengan kebutuhan pasien.
Etlhs Kedohterqn dEn Huhum Kelehqton
Bila dokter tclah membuat resume akhir, catatan inilah yang perlu disampaikan
oleh dokter untuk dokter yang akan melaqjutkan pengobatan, atau untuk ke-
pentingan lain oleh pasien,
Semua kebijaksanaan tadi haruslah terlebih dahulu atas persetujuan dokter
yang merawat pasien dan direktur nrmah sakit,
Salah sekali bila dokter menyerahkan RM yang asli kepada pasien,
Kerqhsriqon RM
Secara umumr dapat disadari bahwa informasi yang terdapat dalam RM sifatnya
rahasia. Pasien tentu mengharapkan apa yang ditulis dokter yang eifatnya rahasia
bagi dirinya tidak dibaea oleh kalangan lain. Hal ini yang menyebabkan bila dokter
merasa perlu konsultasi dengan dokter lain, harus atas persetujuan pasien karena
dalam hal demikian dokter konsultan akan membaea segala rekaman dan eatatan
dokter pertama.
Kewajiban dokter dan kalangan kesehatan untuk melindungi rahaoia ini tertuang
dalam Lafal sumpah dokter, KODEKI, dan peraturan penrndang-undangan yang
ada, dibahas dalam Bab 11 tentang Rahaoiajabatan dan pekerjaan dokter,
Lqmq Penyimpqnsn RM
Persoalan ini timbul bila ruang tempat penyimpanan RM terbatas, RM yang baru
terus bertambah, sementara ruangan tempat RM tidak mungkin menampung";alan
keluar yang dapat ditempuh adalah dengan menyingtirkan sebagian dari RM yang
pasti diperkirakan tidak akan dipakai lagi. Suatu rencaRa yang paoti tentang pe-
ngelolaan RM yang tidak aktif harus ditetapkan sehingga selalu tersedia tempat
penyimpanan RM yang baru. Dengan perkataan lain pengertian penyingkiran ini
akan berhubungan dengan berapa lama RM harus dieimpan.
Berpedoman pada Permenkes tentang RM tahun 1989, pada pasal 7, dinyata=
kan:
(1) Lama penyimpanan RM sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terhitung tanggal
terakhir pasien berobat,
(2) Lama penyimpanan RM yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat khusus
dapat ditetapkan tersendiri.
RM yang tidak aktif dapat disimpan di ruangan lain atau dibuat milcofilm, Pem-
buatan mikrofilm atau komputer daa lain-lain tentu merupakan beban bagi rumah
sakit.
72
eal 10 Persetujuon Tindohon Medih (lnformed Consent) 73
Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam
ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Tiap-tiap pihak, yaitu yang memberi
pelayanan (medbal proaiders) darr yang menerima pelayanan (medical receizters)
mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati. Dalam ikatan demikianlah
masalah Persetujuan Tindakan Medik atau yang sekarang disebut Persetujuan
Tindakan Kedokteran (PTM) ini timbul. Artinya, di satu pihak dokter (tim dokter)
mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan, dan tindakan
medik yang terbaik menurut jalan pikiran dan pertimbangannya (mereka)' dan di
lain pihak pasien atau keluarga pasien memiliki hak untuk menentukan pengobatan
atau tindakan medik apayang akan dilaluinya.
Masalahnya adalah, tidak semua jalan pikiran dan pertimbangan terbaik dari
dokter akan sejalan dengan apayang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien
atau keluarga pasien. Hal ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien
hanya dari segi medik saja, sedangkan pasien mungkin melihat dan memper-
timbangkan dari segi lain yang tidak kalah pentingnya, seperti keuangan, psikis,
aguna, dan pertimbangan keluarga.
Perkembangan seputar PTM ini di Indonesia tidak lepas dari perkembangan
masalah serupa di negara lain. Arus informasi telah membawa Indonesia perlu
membenahi masalah PTM ini. Declarahbn ofLubon (1981) dan Pattents'Bill ofRigltt
(Amen'can Hosprtal Associahbn, 197) pada intinya menyatakan bahwa "pasien
mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima
informasi dari dokternya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik'.
Hal ini berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the igltt to self
deterrnination) sebagai dasar hak asasi manusia, dan hak atas informasi yang dimiliki
pasien tentang penyakitnya dan tindakan medik ap3 yang hendak dilakukan
terhadap dirinya.
Dari kacamata demikian, PTM sebetulnya dapat dilihat sebagai penghormatan
kalangan kesehatan terhadap hak otonomi perseorangan. Lebih jauh hal ini dapat
menghindarkan atau mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, atau dari pan-
dangan lain dapat pula dikatakan bahwa PTM merupakan pembatasan otorisasi
dokter terhadap kepentingan pasien.
Perkembangan terakhir di Indonesia mengenai PTM adalah ditetapkannya
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585,/Menkes/Pet/IX./1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik Q?fonned consen).
'Kalangan kesehatan tentu diharapkan sejak awd telah memahami masalah
PTM dengan baik karena merupakan salah satu batu yang dapat membuat kalang-
an kesehatan tersandung dalam menjalankan profesi yang menjurus ke malpraktik
medik.
Pengertion PTM
PTM adalah teq'emahan yang dipakai untuk istilah inlformed consenl. Sesungguhnya
te4'emahan ini tidaklah begitu tepat. Inlfumed artinya telah diberitahukan, telah
disampaikan, atau telah diinformasikan. Consent attinya persetujuan yang diberikan
kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, mformed consent
adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.
Etlhq Kedohteron don Huhum Kei€hqtqn
Bentuh PTM
Ada dua bentuk PTM, yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implfud consenfl
. keadaan normal
. keadaan darurat
8d/ t0 Persetuiuon Tindohon Medih (lnformed Consent)
Inphed cvnsent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa
pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap doker dari sikap dan tindakan
pasien. Umumnya tindakan dokter di sini adalah tindakan yang biasa dilakukan
atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, dan melakukan penjahitan. Se-
betulnya persetujuan jenis ini tidak termasuk informed crnsent dalam arti murni
karena tidak ada penjelasan sebelumnya.
Implred cuxrent bentuk lain adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat
(energmq) sedang dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam
keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak di tempat,
dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter (Permenkes No.
585 tahun 1989, pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai Presumed consent.
Artinya, bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang
akan dilakukan dokter.
Expressed cnnseltt adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan,
bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa.
Dalam keadaan demikian, sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu
tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian.
Misalnya, pemeritsaan dalam rektal atau pemeriksaan dalam vaginal, mencabut
kuku dan tindakan lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum.
Pada saat ini, belum diperlukan pernyataan tertulis. Persetujuan secara lisan sudah
mencukupi.
Namun, bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan
pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasif, sebaiknya
didapatkan PTM secara tertulis. Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan
kesehatan atau rumah sakit, surat pernyataan pasien atau keluarga inilah yang
disebut PTM.
lnformqri
Bagan yang terpenting dalam pembicaraan mengenai infonned cnnstnt tentulah
mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau
keluarga. Masalahnya adalah informasi mengenai apa (rnltatl yang perlu disampai-
kan, kapan disampaikan (dten), siapa yang harus menyampaikan (usho), daninfor
masi mana (za/tt:c/t) yang perlu disampaikan.
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang PTM, dinyatakan bahwa dokter
harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta
atau tidak diminta.Jadi, informasi harus disampaikan,
Mengenai apa (zaha) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang
berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya
prosedur tindakan yang akan di1'alani pasien baik diagnostik maupun terapi dan
iain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Hal ini mencakup
76 Etiho Kedohterqn don Huhum Kesehoton
bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif
terapi (tlte nature, purpose, nsh, and benefit Ef any treatment they prtpose to perfom, as
we// as any ahernattbefim oftreatment tltat may exutfor the pahlent condittbn).
Penyampaian informasi haruslah secara lisan. Penyampaian formulir untuk
ditandatangani pasien atau keluarga. tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan
dengan pasien /keluarga tidaklah memenuhi persyaratan.
Mengenai hapan (zahen) disampaikan, bergantung pada waktu yang tersedia
setelah-dokter memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksud. Pasien
atau keluarga pasien harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan keputus-
annya.
Yang menyanpathan (raho) informasi, bergantung pada jenis tindakan yang akan
dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif
lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keada-
an tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter
yang bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat
disampaikan oleh dokter lain ataupun perawat.
Penyampaian informasi ini memerlukan kebil'aksanaan dari dokter yang akan
melakukan tindakan tersebut atau petugas yang ditunjuk untuk itu dan disesuaikan
dengan tingkat pendidikan dan kondisi pasien.
Nlengenai informasi mana (zuhtbh) yang harus disampaikan dalam Permenkes
d!'elaskan haruslah selengkapJengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut
dapat merugikan kepentinga.n kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
informasi. Bila perlu, informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien.
Dalam UUPK tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi,
informasi atau penjelasan ini dinyatakan bahwa dalam memberikan penjelasan
sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan kornplikasi yang mungkin teq'adi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Perretuiuqn
Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat
informasi yang adekuat.
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetuju-
an adalah pasien yang sudah dewasa (di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan
dalam keadaan sehat mental.
Dalam banyak PTM yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini
lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan
kesangsian terhadap kesiapan mental pasien sehingga beban demikian diarnbil alih
oleh keluarga pasien atau atas alasan lain.
Unttrk pasien di bawah umur 21 tahun, dan pasien pasien gangguan jiwa yang
menandatangani adalal' orang fiia./wah/keluarga terdekat atau induk semanE.
Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didainpingi oleh
841 lo Pe$elutuon Tindohon Medih (lnformed Consent) 77
keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang
memerlukan tindakan medik segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun
(pasal 11 bab IV Permenkes No. 585).
Sama dengan yang diatur dalam Permenkes tentang PTM ini, The Medical
Defence Union dalam bukunya Medicolegal Issues in Cliruca/ Practice menyatakan
bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya PTM, yaitu:
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah di'elaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat
memahami tindakan itu perlu dilakukan
4. Mengenai sesuatu hal yang khas
5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama.
Penolqhqn
Seperti dikemukakan pada bagian awal, tidak selamanya pasien atau keluarga se-
tuju dengan tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian,
kalangan doker maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa
pasiei atau keluarga mempuny"i ttut untuk menolak usul tindakan yang akan
dilakukan. Ini disebut sebagai infomed refiral'
Tidak ada hak dokteryang dapat memaksa pasien mengikuti anjurannya, walau-
pun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada
pasien. 'r
Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang
diperlukan, untuk keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit
-"t ti.tt" pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran
tindakan medik yang diperlukan'
Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, pernyataan penolakan
pasien atau keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan
demik,an, apayafigterjadi di belakang hari tidak menjadi tanggung jawab dokter
atau rumah sakit lagi.
IT
Rlnrun fmlrlr.r DAN Prxrrumx Doxrrn
7e
8a/ ft RohosiqJoboton dqn Peherioon Dohter
Untuk memahami soal rahasia jabatan ditilik dari sudut hqkum, tingkah laku
seorang dokter kita bagi dalam 2 jenis:
Undang-undang ini sudah selayaknya berlaku untuk tiap orang, yang atas pe-
kerjaannya berkewajiban menyimpan rahasia.Jadi, bukan untuk dokter saja, baik ia
seorang dokter pemerintah, maupun seorang dokter swasta, melainkan juga bagi
rohaniawan dan pengacara.
Undang-undang ini diperkuat dengan luas norma-norma kesusilaan yang telah
ada karena tidak hanya mengancam pelanggaran yang dilakukan pada waktu si
pelanggar masih bekerja akti{ umpamanya seorang dokter yang masih berprakik,
tetapijuga pelanggar yang sudah berhenti atau pindah dari pekerjaannya semula,
umpamanya,seorang dokter pemerintah yang telah pensiun, atau seorang dokter
swasta yang tidak berpraktik lagi. Selama masih berpraktik, boleh dianggap ada
faktor kuat yang akan menjamin seorang dokter tidak akan membuka rahasia
tentang pasien-pasiennya karena hal ini akan merugikan dirinya sendiri. Seorang
dokter yang dikenal sebagai pembuka rahasia mungkin sekali praktiknya makin
lama makin merosot; suatu kejadian yang benar-benar merupakan hukuman dari
masyarakat.
Ayat Q) undang-undang ini terutama berkenaan dengan rahasiajabatan dokter,
saat dokter membuka rahasia tentang keadaan pasiennya, namun tidak dengan
sendirinya akan dituntut di muka pengadilan, melainkan hanya sesudah terhadap-
nya diadakan pengaduan oleh pasien itu. Dalam undang-undang di kenal sebagai
delik aduan.
b. Pasal 1365 KUH Perdata
"Barang siapa yang berbuat sa.lah sehingga seorang lain menderita kerugian, berwajib
mengganti kerugian itu".
Seorang dokter berbuat salah kalau ia mungkin sekali tanpa disadari membuka
rahasia tentang seorang pasiennya yang kebetulan terdengar oleh majikan orang
yang sakit itu. Lalu majikan memberhentikan pegawainya karena takut penyakit-
nya akan menulari pegawai-pegawai lain. Dokter diadukan oleh pasien itu. Selain
hukum pidana menurut pasal 322 KUHP, dokter itu dapat dihukum perdata
dengan kewajiban mengganti kerugian.
Pada hakekatnya adanya ancaman hukuman perdata ini menimbulkan ber-
bagai soal yang sulit dalam pekerjaan kedokteran sehari-hari.
8a/ ll Rohosiojqboton don Peherioon Dohter 81
Kini ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi, yaitu setelah diundangkannya Kitab
undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berlaku sejak tanggal
31 Deslmbbr 1981. Tentang hak undur diri terdapat pasal-pasal 120 dan 168,
dan secara khusus tercantum pada pasal 170 KUIIAP, sebagai berikut.
1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat ataujabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keteiangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada
mereka.
2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut, pengadilan negeri memutuskan apakah alasan yang dikemukakan
oleh saksi atau saksi ahfuntuk tidak berbicara itu, layak dan dapat diterima
atau tidak.
Penegakan hak undur diri dapat dianggap sebagai pengakuan para ahli hukum,
bah; kedudukan rahasia jabatan itu harus di1'amin sebaik-baiknya, malahan de-
ngan membebaskan seorang dokter yang menjadi saksi ataupun saksi ahli.
Pembebasan itu tidak selalu datang dengan sendirinya. Menurut ayat Q),Peng-
adilan Negen/Kelaa Pengadilan Negeri atau Hakim yang memutuskan apakah
alasan yattg dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara itu layak
dan dapat diterima atau tidak. Dalam hal ini, mungkin sekali timbul pertentangan
yang amat keras antara pendapat dokter dan pendapat hakim, yaitu bila hakim
iidak dapat menerima alasan yang dikemukakan oleh dokter untuk menggrnakan
hak undur dirinya karena ia berkeyakinan bahwa keterangan yang harus diberikan
itu melanggar rahasia jabatannya.
82 Etihci Kedohteran don Huhum Kesehoton
Bagi dokter yang menjadi pedoman dalam menentukan sikapnya ialah: Yang
pertama-tama didahulukan adalah rahasia jabatan dokter, terutama karena ke-
wajiban moral. Alasan melepaskan rahasia jabatan yang mungkin terpaksa di-
tempuh adalah pertumbuhan akal sehat, yaitu ada tidaknya kepentingan yanglebih
utama atau kepentingan umum. Umpamakan seorang dokter sebagai saksi harus
memberi keterangan mengenai seorang yang telah diperiksa dan diobatinya karena
menderita luka-luka. Pada sidang pengadilan ternyata si sakit itu ialah seorang pen-
jahat besar yang mendapat luka paJa waktu ia melakukan tindakan pidananya.
Keterangan dokter itu sangat diperlukan oleh pengadilan agar rangkaian bukti
meniadi lengkap,
Kita mudah mengerti bahwa dalam hal demikian dokter itu wajib memberikan
keterangan agar masyarakat dapat dihindarkan dari kejahatan lain, yang mungkin
dilakukan jika ia dibebaskan.
Pada peristiwa tersebut di atas kita harus sadar bahwa rahasia jabatan dokter
bukanlah dimaksudkan untuk melindungi kejahatan. Golongan yang berpendirian
mutlak, yangjuga dalam hal serupa ini tidak sudi melepaskan rahasiajabatannya,
berarti tidak mengutamakan kepentingan umum, malahan membahayakannya.
Contoh lain dalam praktik sehari-hari dengan pengorbanan kepentingan suatu
pihak harus dilakukan untuk kepentingan pihak lainnya ialah:
1. Seorang supir yang menderita sakit ayan (epilepsi), yang jika penyakitnya
bangkit pada waktu sedang menjalankan tugasnya, pasti sangat membahayakan
tidak saja terhadap dirinya sendiri, tetapi lebihJebih lagi terhadap keselamatan
umum.
2. Seorang guru yang menderita penyakit tuberkulosis aktif yang dapat menular
kepada murid-murid pada waktu ia mengajar.
3. Seorang pembantu rumah tangga yang menderita penyakit gonorea atau hepa-
titis B yang tugasnya mengasuh beberapa anak kecil, sehingga kemungkinan
besar sekali ia akan menulari mereka.
Dalam ketiga hal tersebut di atas, berbagai alasan yang dipergunakan untuk me-
lepaskan rahasiajabatan harus kokoh dan kuat, sehingga dapat meyakinkan orang
lain (termasuk hakim yang mungkin sekali ikut campur tangan jika seandainya
dokter itu kelak diadukan).
Kalau seandainya pasien menderita penyakit yang tidak sukar disembuhkan,
kepadanya dapat diberi cuti dahulu sampai ia sembuh. Sebelum sembuh, ia dilarang
melakukan pekerjaan. Bila penyakit tidak dapat disembuhkan dan tetap merupakan
bahaya bagi orang lain (misalnya epilepsi), sebelum.melanggar rahasia pekerjaan,
dokter dapat memberikan penerangan sepenuhnya kepada pasien supaya persoal*'
annya dapat dipahami benar-benar. Pasien diyakinkan bahwa penyakitnya mem-
bahayakan orang lain supaya ia dengan rela menerima pemberhentian dari pe-
kerjaannya dengan ketentuan yang berlaku dalam soal ini. Bila rahasia jabatan
terpaksa dilanggar setelah segala ikhtiar dilakukan tanpa hasil, hal ini hendaknya
disalurkan ke sebuah majelis penguji kesehatan resmi yang tugasnya antara lain,
menentukan apakah seseorang itu sehat atau menderita penyakit.
9ad ll Rohosio loboton don Peherioon Dohter 83
Pohoh Bqhqron
1. Goris Besqr Kurihulum Pendidihon Dohter di lndonesio.
2. Etiho Klinis
Jub-Pohoh Bqhqrqn
1. Tujuon pendidihon dohter di lndonesio
2. Tohop-tqhop progrqm pendidihon
3. Pedomon penqngqnon posien di hlinih
4. Dosor'dosqr pengqmbilon heputuson tindqhon medih.
84
8a/. 12 EtihoKlinis 85
Tbhap II : Ilmu Kedokteran Dasar dan Klinik (Bnic medtbal.saence and clmtbal saence, 6
Semester)
saling percaya mempercayai dan saling berbagi peran dalam, mencapai tujuan
bersama, yaitu kesembuhan pasien atau mengurangi penderitaannya.
Selanjutnya dalam mengambil keputusan untuk tindakan medik di klinik, dari
segi etik dianjurkan untuk mengamalkan etika klinis yang merupakan etika terapan
untuk mengenal, menganalisis dan menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan
klinik (fonsen et al, 2002).
Setiap kasus di klinik, terutama yang menonjol aspek etiknya dianjurkan pen-
dekatan-praktis dalam mengambil keputusan dengan menggunakan 4 topik ber-
ikut.
A. Indikasi medik (medtbal indrlcah'ons)
B. Pilihan pasien (pahbnt prejlrence)
C. Kualitas hidurp (qualx'ry zf/xj?)
D. Gambaran kontekstual (contextuallfratura)
A. Indikasi medik
Prinsip-prinsip yang terbaik dan tidak merugikan
1. Apa masalah medik pasienl Anamnesis, diagnosis, prognosis?
2. Apakah masalahnya akut, kronik, gaurat, darurat, reuerstble?
3. Apa tujuan pengobatan?
4. Bagaimana tentang kemungkinan berhasil?
5. Apa rencana berikutnyajika pengobatan gagal?
6. Sebagai simpulan, bagaimana pasien ini dapat memanfaatkan asuhan
kedokteran dan perawatan dan bagaimana menghindari kerugian bagi
pasien?
B. Pilihan pasien
Prinsip menghormati otonomi pasien
1. Apakah pasien secara mental mampu dan kornpeten? Adakah bukti-bukti
tidak mampu?
2. Kalau mampu apakatapasien tentang pengobatan yang dipilihnya?
3. Apakah kepada pasien telah dijelaskan manfaat dan risiko, dan memahami
penjelasan tersebut dan apakah telah mengerti tentang penjelasan ini dan
telah memberikan persetujuan tindakan mediknya (PTM)? '
4. Kalau tidak mampu siapa yang layak mewakilinya? Apakah wakilnya meng-
gunakan standar yang tepat untuk mengambil keputusan?
5. Apakah pasien sebelumnya telah mengemukakan pilihannya dan ke arah
mana penanganannya?
6. Apakah pasien tidak mau atau tidak mampu menerima pengobatan? Kalau
ya, kenapa?
7. Sebagai simpulan, apakah dari segi etik dan hukum hak pasien memilih
telah dihormati?
C. Kualitas Hidup
Prinsip-prinsip yatg terbaik, tidak merugikan, dan menghormati otonomi
pasien
1. Bagaimana prospeknya dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke
kehidupan normall
€al 12 ElihoRlinis 87
2. Apakekurangan fisik, mental dan sosial yang mungkin dialami pasien kalau
pengobatan berhasil?
3. Adakah bias terhadap penilaian yang diberikan penyelenggara pelayanan
kesehatan terhadap kualitas hidup pasien?
4. Apakah kondisi pasien sekarang dan yang akan datang sebegitu rupa
sehingga kehidupan selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi?
5. Apakah rasional untuk merencanakan pengobatan selanjutnyal
6. Adlakah rencana untuk membuat hidupnya pasien nyaman dan apakah
perlu diberikan asuhan paliatif?
Pohoh Bqhorqn
1. Butir-butir KODEKT tentong prinsip hejujuron.
2. Jenis-jenis surqt heterongon dohter.
tub-Pohoh Bqhqrqn
1. Dohter memberihqn heterongon yqng dopot dibuhtihqn
hebenoronnyo.
2. Jenis-jenis surqt heterongon dohter.
3. Mosotqh-mosoloh yong munghin dihodopidolqm pemberion surot
heterongon dohter.
4. Aspeh etih surot heterongon dohter.
5. Pqsol267 KUHP.
88
tsa.l 13 Surot-Surqt Keterongon Dohter 89
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter pada waktu memberikan
surat-surat keterangan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Surat Keterangan Lahir
SK kelahiran berisi tentang waktu (t""ggut dan jam) lahirnya bayi, kelamin,
berat badan dan nama orang tua. Kewajiban mengeluarkan surat keterangan
mengenai kelahiran hendaklah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Kadang l<ala ada pasien yang meminta surat keterangan kelahiran dari anak
yang dipungutnya (adopsi) sebagai anak kandungnya sendiri. Hal ini ber-
pengaruh terhadap harta warisan, wali nikah dan kemungkinan kawin con-
sangu.rn. Ada pula anak yang lahir di luar negeri diminta surat keterangan
lahirnya di Indonesia untuk tujuan kewarganegaraan.
90 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
c. Untuk nikah
Dahulu, surat keterangan kesehatan untuk nikah hanya diminta oleh
kalangan ABRL Selain pemeriksaan fisik biasanya disusul dengan peme-
riksaan laboratorium. Namun, kini surat keteranga.n ini juga diperlukan
untuk penduduk sipil.
Di negara maju lazim dilakukan pemeriksaan dan konsultasi sebelum
nikah untuk calon suami isteri (premaital councelling). Pada kesempatan itu
selain pemeriksaan medik juga dibicarakan masalah yang akan dihadapi
kedua calon suami isteri, baik mengenai peke{aan masing-masing kegiatan
sosial, dan keluarga berencana. Para dokter juga memberikan edukasi re-
produksi dan pendidikan seks pada waktu itu.
Bagaimana sikap seorang dokterjika pada waktu pemeriksaan menjumpai
kelainan atau penyakit yang diderita oleh salah satu calon suami isteri atau
keduanya; apakah dokter boleh memberitahukannya kepada pasangannyal
Misalnya, suami pasien TBC paru atau hasil analisis semen menunjukkan
azoospermi atau isteri dengan aplasia uteri (kelainan bawaan tidak adanya
rahim). Sesuai dengan kewajiban dokter merahasiakan segala sesuatu yang
92 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
9. Visum et Reperturn
Visum et Repertum ffeR) adalah surat keterangan yang dikeluarkan dokter
untuk polisi dan pengadilan.VeR mempunyai daya bukti dar' alat bukti yang
sah dalam perkara pidana.
VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada
benda-benda,/korban yang diperiksa VeR dapat diminta untuk orang hidup,
misalnya korban yang lukaluka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, dan
kasus psikiatri. VeR untuk jenazah dapat dibedakan atas visum dengan pe-
merilsaan luar dan visum dengan pemeriksaan luar dan dalam.
a. Kasus perkosaan
Terdapat kesulitan jika korban dikirim terlambat karena hasil pemeriksa-
an tidak menunjukkan keadaan sebenarnya, misalnya luka pada tubuh dan
genitalia eksterna telah sembuh, sel mani dalam liang senggama negatif dan
sebagainya.
b. Bedah mayat kedokteran kehakiman
Harus objektif tanpa pengaruh dari mereka yang berkepentingan dalam
perkara. Keterangan hendaknya dengan istilah yang mudah dipat-rami,
berdasarkan apayang dilihat dan ditemukan, sehingga tidak berulang kali
dipanggil ke pengadilan untuk dimintakan keterangan tambahan.
10. Laporan Penyakit Menular
Kewajiban melaporkan penyakit menular di Indonesia diatur dalam undang-
undang No. 6 tahun 1962 tentang Wabah. Dalam hal ini mudah dipahami
bahwa kepentingan umumlah yang harus diutamakan. Pasal 50 KUHP ber-
bunyi: Tiada boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan untuk men-
jalankan aturan undang-undang.
Bifa penganut aliran mutlak untuk tidak membuka rahasiajabalantaatpada
pendiriannya, ia tidak hanya melanggar pasal ini, tetapi juga membahayakan
masyarakat karena membiarkan penyakit menular berlangsung tanpa tindakan
yang diperlukan. Mengenai aspek hukum dan etik penyakit menular dibahas
lebih lanjut dalam Bab 20.
11. Kuitansi
Dalam praktik sehari-hari tidak jarang seorang dokter diminta tanda bukti
pembayaran (kuitansi) atas imbalan jasa yang diterimanya. Hal ini tidak
menimbulkan masalah asal saja sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tetapi
kadang-kadang timbul masalah sehubungan dengan penggantian biaya berobat
dari perusahaan dimana pasien atau suaminya bekerja.
Sebagai contoh dapat dikemukakan:
a. Perusahaan hanya mengganti biaya pengobatan sebesar 50%0. Pasien me-
minta aga.r pada kuitansi dituliskan sebesar 2 kali imbalan jasa yang diterima
94 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
fqnhri Huhum
Para dokter dalam memberikan berbagai jenis surat-surat keterangan seperti
tersebut di atas, hendaknya berdasarkan keadaan yang sebenarnya dan dapat
dibuktikan kebenarannya. Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan,
selain tidak etis merupakan pelanggaran terhadap Pasal 267 KUHP sebagai
berikut.
1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atal tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan
hukuman penjara paling lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang
dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman
penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
3. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikan
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
95
96 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehotqn
Fengertisn Mqlprqhtih
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik
atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik (Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus Dewan
Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti menjalankan
perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi,
malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis,
tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran, tetapi juga
dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik, dan wartawan.
eal rc Molptohtih Medih 97
Contoh Kqrur
1. Seorang dokter memberi cuti sakit berulang kali kepada seorang tahanan,
padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya.
loo Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Dalam hal ini, dokter terkena pelanggaran KODEKI Bab-I pasal 7 dan KUHP
pasal267.
KODEKI Bab-I pasal T:
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah di-
periksa sendiri kebenarannya.
KUHP pasal267:
Do*ter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang adanya
atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman
penjara selama 4 tahun.
2. Seorang pasien gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata me-
merlukan pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda karena
faktor administrasi keuangan sehingga pasien meninggal dunia. Pelanggaran
etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan:
a. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan oleh kelalaian dokter,
sikap dokter tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI
Bab II Pasal 10 dan KUHP pasal 304 dan 306.
Lafal sumpah dokter
Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.
KODEKI Bab II Pasal 10
Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
kemanusiaan.
KUHP pasal304
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seorang
dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan
dan pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena
suatu perjanjian, dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya 2 tahun
8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
KUHP pasal306
(2) Jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka bersalah
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.
b. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan oleh keluarga pasien
belum membayar uang panjar untuk rumah sakit, rumah sakitlah ylng
terkena pasal-pasal KUHP 304 dan 306, sedangkan dokter terkena pe-
langgaran KODEKI.
3. Seorang dokter umum melakukan pembedahan benjolan pada leher seorang
wanita yang kemudian timbul komplikasi pendarahan. Dokter menghentikan
tindakannya sedangkan benjolan tersebut belum diangkat seluruhnya. Pada-
hal di kota tempat dokter ini bekerja ada dokter spesialis bedah. Dalam kasus
. ini dokter umum tersebut melanggar KODEKI Bab-I pasal 2 dan ll, KUHP
pasal 360.
KODEKI Bab I pasal2
Seorang dokter hams senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi.
€4/ 14 MolpraH,ih Medih 101
(E
L
(E
p E
)
(L lZ^
- -:Z
:! Ip
o)
vX
;+o)
lz 6'o-
L
lz o
(E
L
(L
o-
6
.g
a
o)
c
o
'1O
c
c(6 l="-=frfig.l
L
o
lz
o
E
o
_:z
Yc
o=
\1 .!+
t/)
-c.'d
c
G
(5
E
ffEffi
t\H
o
Y
o r.-Er
.a
6
lH-
'o-'
to4 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Dalam Bab ini dibahas aspek etik dan hukum masalah-masalah abortus, kontrasepsi,
teknologi reproduksi buatan, seleksi kelamin anak, rekayasa genetik, klonasi pada
manusia, dan HIV dalam kehamilan.
Abortur
Abortus adalahberakhirnya kehamilan sebelum berusia 22 minggu. Abortus dapat
terjadi secarA spontan atau secara buatan. Abortus spontan (keguguran, mtscamag)
dapat merupakan suatu mekanisme alamiah urttuk mengeluarkan hasil konsepsi
yang abnormal.
Abortus buatan (pengguguran, aborsi, abortus provocatus) adalah abortus yang
terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan mengakhiri proses kehamilan.
Abortus buatan dapat bersifat legal, (abortus proaocatus medianalu/tlterapeuh'cas)
yang dilakukan berdasarkan indikasi medik. Abortus buatan ilegal (abortw prwocatus
mninatrs) adalah abortus yang dilakukan berdasarkan indikasi nonmedik. Abortus
ini dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten atau tenaga yang tidak kom-
peten. Aborsi yang dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten biasanya dengan
cara:caraseperti memifit-miy'it perut bagian bawah, memasukkan benda asing atau
jenis tumbuh-tumbuhan/rumput-rumputan ke dalam leher rahim, dan pemakaian
bahan-bahan kimia yang dimasukkan ke dalam jalan lhhir sehingga sering terjadi
perdarahan dan infeksi yang berat, bahkan dapat berakibat fatal. Berlandaskan
La{hl Sumpah Hippokrates, Lafal Sumpah Dokter Indonesia dan Internattbnal'Code
of Medical Ethics rnaupun KODEKI, setiap dokter wajib menghormati dan me-
lindungi makhluk hidup insani. Karena itu, aborsi berdasarkan indikasi nonmedik
adalah tidak etis.
Abortus buatan legal dilakukan dengan cara tindakan operatif (paling sering
dengan cara kuretase, aspirasi vakum) atau denga.n cara medikal. Dalam Deklarasi
Oslo (1970) dan UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, mengenai abortus
buatan legal terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
. Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang
keputusannya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat
kompetensi profesional mereka dan prOsedur operasionalnya dilakukan oleh
seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang
sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan,
suami, atau keluarga.
. Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati
nurani-
nya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak meng-
undurkan diri dan menyerahkan p&"kru.ruu" ii"a** medik itu kepada
teman sejawat lain yang komPeten.
. Yang dimaksud dengan indikasi medis dalam abortus buatan legal ini adalah
suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut
sebab tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya
ancaman gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan,
atau risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita
cacat mental , atan cacat fisik yang berat.
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
. Hak utama untuk memberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu
hamil yang bersangkutan, narnun pada keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya dapat dimint a pada suaminya,/wali yang sah.
Pernyataan Oslo didukung oleh General ,4ssembly dari WMA, namun tidak
mengikat para anggotanya. Ada negara yang melegalkan abortus sebagai salah satu
cara keluarga berencana.
Suatu,masalah yang sulit dihadapi adalah kehamilan tidak diinginkan (KTD)
seperti pada kasus kegagalan kontrasepsi, kehamilan di luar nikah, kehamilan
karena perkosaan, tidak adanya akses untuk pelayanan KB, tekanan pasangan, dan
faktor ekonomi. Setiap wanita memiliki hak reproduksi, yaitu hak menentukan
jumlah, penjarakan, dan waktu kelahiran anak. oleh karena aborsi atas alasan non-
medik dianggap tindakan melanggar hukum (tindakan kriminal) dan aborsi bukan
salah satu cara KB di Indonesia, banyak wanita dengan KTD mencari pelayanan
aborsi pada tenaga tidak terlatih dan memakan sendiri bermacam-macam obat
untuk menggugurkan kandungannya. Akibatnya, angka kesakitan dan kematian
ibu di Indonesia akibat aborsi tidak aman menjadi tinggi.
Aborsi tidak aman merupakan ancarnan bagi kesehatan dan hidup wanita.
Tindakan konkrit pemecahan masalah aborsi tidak aman merupakan bagian upaya
peningkatan kualitas kesehatan reproduksi di Indcinesia dan pemenuhan hak
reproduksi wanita. Penelitian pada banyak negara menunjukkan bahwa di negara-
negara yang mengizinkan aborsi dengan indikasi yang lebih luas, insiden aborsi
tidak aman lebih rendah dan angka kematian akibat aborsi tidak aman jauh lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara yang melarang aborsi secara ketat
(Betrer,2004).
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 1,5-2 juta aborsi tidak aman setiap tahunnya
dan kontribusi Angka Kematian Ibu (AKI) sebab aborsi tidak aman adalah !1,70/0.
Oleh karena itu, dalam beberapa tahun terakhir ini diperkenalkan program
aborsi berbasis konseling dengan tujuan menyelengga.rakan aborsi yang aman
sesuai standar setelah pasien mendapat konseling dengan baik. Bukan mustahil
bahwa ibu dengan KTb mengu*rrgtun niatnyairntuliaborsi setelah mendapat
konseling tersebut. selanjutnya, konseling pasca-aborsi, pendidikan, dan pelayanan
KB harus diberikan secara bermutu sehingga dapat mencegah aborsi berulang.
secara rinci KUHP mengancam pelaku-pelaku aborms buatan ilegal sebagai
berikut.
1. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain
melakukanny4 hukuman maksimal 4 tahun (KUHP pasal336).
2. Seseorang yang menggugurkan klndrrng"r, tanpa seizinnya, hukuman mak-
simal 12 tahun dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum
15 tahun (KUHP pasal347).
3. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita
tersebut, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan dan bila wanita tersebut
meninggal, maksimum 7 tahun (KUHP pasal348).
4. Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas, hukuman
ditambah dengan sepertiganya dan pencabut- tt"t peke4'aannya (KUHP
pasal 3a9).
8a/ 15 Reproduhsi Monusio 109
Kontrorepsi
Sejak program Keluarga Berencana (KB) menjadi program nasional pada tahun
1970 berbagai cara kontrasepsi telah ditawarkan dalam pelayanan KB di Indonesia'
Mulai dari cara tradisional, sistem kalender, barier, hormonal (pil, suntikan, susuk
KB), alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dan kontrasepsi mantap (KONTAP).
Dari sudut pandang hak-hak pasien,/klien, segala cara kontrasepsi yang ditawarkan
haruslah mendapat persetujuan pasangan suami isteri (PASUTRI), setelah mem-
peroleh penjelasan, (Persetujuan Setelah Penjelasan, PSP) dengan cara lisan untuk
cara-cara non-bedah dan secara tertulis untuk cara kontap. Seorang dokter harus
memberikan konseling kepada PASUTRI atau calon akseptor, dengan penjelasan
lebih dahulu tentang indikasi kontra, efektivitas, dan keamanan setiap jenis kon-
trasepsi dan akhirnya PASUTRI lah yang menentukan pilihannya.
Di Indonesia, kotrasepsi mantap (kontap, sterilisasi), yaitu tubektomi pada
wanita dan vasektomi pada pria telah dikembangkan sejak tahun 1974 oleh PUSSI
(Perkumpulan Untuk Sterilisasi Sukarela), yang kemudian berubah nama menjadi
PKMI (Perkumpulan Kotrasepsi Mantap Indonesia).Tirjuan kontap adalah kontra-
sepsi permanen, kontrasepsi yang aman dan mantap manfaatnya, namun tidak
mustahil karena sesuatu alasan (biasanya musibah), akseptor kontap meminta
rekanalisasi. Oleh karena itu, pertimbangan dan keputusan mengikuti kontap
haruslah hati-hati.
Peraturan perundangan tentang kontap belum ada di Indonesia. Penerimaan
masyarakat teihadap metode kontrasepsi ini belum bulat. Tokoh agama banyak
yang menentang cara kontrasepsi ini karena mengurangi harkat martabat dan
kodiat seseorang. Oleh karena itulah, kontap tidak termasuk dalam program
nasional KB. Cara kontap sebenarnya berperan penting dalam mengendalikan
pertumbuhan penduduk dan menjanjikan perlindungan fertilitas yang amat tinggi.
Seleksi gender atas indikasi medik dengan tujuan menghindari terjadinya sex linfr
genettb dzsorders, misalnya penyakit hemofilia dapat dibenarkan. Namun, untuk
indikasi nonmedik masih terdapat perbedaan pendapat.
Indikasi nonmedik seleksi gender bertujuan:
a. Ingin anak pertama anak lakilaki.
b. Jumlah anak lakilaki dan perempuan berimbang.
c. D4ri segi ekonomi, anak lakilaki mengrntungkan (sekarang anak perempuan
pun banyak yang bekerja dan produktif).
d. Alasan budaya dan alasan-alasan pribadi.
Seleksi gender ini tentunya menimbulkan perdebatan dari segi hukirm, etika dan
sosial (et/ttba/, legal and soaal inpltbahbn, ELS\. untuk indikasi nonmedik ini, ada
yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan seleksi gender. Bagi yang tidak setuju
menganggap tindakan tersebut sebagai diskriminasi kelamin dan bertentangan
dengan keadilan, sebagai salah satu prins.ip etika profesi kedokteran. Di Indonesia
belum ada peraturan perundangan yang berkaitan dengan seleksi gender.
Rehoyora Genetih
Salah satu terobosan penting yang terjadi dalam bidang biologi rnolekuler adalah
penemuan struktur DNA (daoxyn'bose nucleid aa'a) oleh watson dan crick 1953.
DNA tersusun dalam untuaian gen-gen yang terdapat daIam23 pasang kromosom
yang merupakan pembawa materi informasi genetik. Penemuan ini membuka pintu
untuk perkembangan penting di bidang genetik yang puncaknya dikenal dengan
rekayasa genetik seperti teknologi DNA-rekombinan dan teknologi hibrinoma
untuk pembuatan antibodi monoklonan. Dengan integrasi gen insulin dan Escheria
coh'telah dapat diproduksi insulin. Begitu pula untuk pernbuatan Human Growtlz
Factor (HGfl dan Tlisue Plasmrnogen Acttbator (TPA) untuk pelarut gumpalan darah
pada penyrrmbatan pembuluh darah. Kecanggihan yang sama terjadi pada pe-
ngembangan pada perangkat yang diperlukan untuk diagnostik penyakit. Misalnya,
pembuatan kultur mikroba dan penetapan morpologi parasit dapat diganti dengan
pemeriksaan pelacak DNA. Kemajuan menakjubkan dalam laboratorium adalah
teknik PCR (Polymer chain Reaction) dengan pelacak genetik yang ada pada sample
jaringan, cacat kecil sekalipun dalam gen dapat diungkap dengan PCR, misalnya
pada sel telur manusia dapat dilakukan pengenalan dini dua penyakit herediter
penting, yaitu muscular dystrophy dan rystici1brosts.
Kini manusia menjadi fokus penelitian di bidang genetik (Human Genom Project,
HGP). Penelitian mengenai fungsi seluruh gen akan memberikan pengertian
tentang sifat sifat manusia dengan pemahaman tentang bagaimana komponen
berinteraksi sehingga akan te{'adi perubahan paradigma dalam dunia kedokteran
dari model reaktif-Anda datang ketika sakit dan dokter akan mengupayakan pe-
nyembuhan menjadi pengobatan prediktif, preventi{ dan akhirnya pengobatan
personal.
Sejak ditemukannya enzimyangdapat memotong dan menyambung pita DNA
di akhir tahun 70-an, rekayasa genetik semakin berkembang. Dengan memper-
gunakan restriksi endonuh/ease dan enzlm /tgase memungkinkan untuk menyrsun
?a( 15 Reproduhsi Monusio
gen pilihan tertentu guna mendapatkan sifat yang diinginkan dan menghindari
kelainan genetik yang tidak dikehendaki.
Jika manusia kelak akan mampu pula merakit manusia dengan mengubah
susunan gen berdasarkan kehendak hatinya, bagaimana bila ditinjau dari segi hati
nurani (etik), hukum, agar.rra, dan sosial? Dari segi etik dan dampak sosial saat ini
terdapat beberapa pedoman tentang rekayasa genetik, yaitu:
a. Pengubahan gen pada individu yang sudah sehat, dengan tujuan eugenetik
seperti peningkatan kualitas fisik dan sangat intelegen pada saat ini dianggap
tidak etis.
b. Terapi genetik dengan mengubah gen yang bertujuan meringankan penderitaan
atau penyakit seseorang adalah etis sepanjang berdasarkan altruistik dan tanpa
eksploitasi komersial.
c. Penelitian pengubahan gen pada sperma, oosit, atau zigolyang kemudian di-
implantasikan pada uterus saat ini dianggap tidak etis karena perubahan genetik
,itu akan diteruskan pada keturunan dan saat ini belum ditemukan teknik yang
tepat, aman, dan dapat dipertanggungiawabkan.
Dalam Deklarasi Persatuan Bangsa Bangsa tentang Klonasi pada Manus ia (tJnited
Nah'ons Declarahbn on Human C/oning,2005) dinyatakan bahwa negara anggota
harus mencegah segala bentuk klonasi pada manusia yang tidak sesuai dengan
harkat martabat manusia dan harus melindungi makhluk insani.
Dengan demikian, hingga saat ini sikap para ilmuwan, organisasi profesi dokter
dan masyarakatpadaumumnya adalah bahwa klonasi individu untuk tujuan repro-
duksi yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak dibenarkan,
tetapi untuk tujuan terapi dianggap etis.
116
8a/.16 Eutonqsio
Mengenai masalah eutanasia yang kita ikuti dari media cetak dan elektronik
adalah 2 kasus pasien di Australia yang mengakhiri hidup atas permintaan sendiri
dengan menekan "mter" pada Laptop yang sudah diprogramkan untuk usaha
eutanasia.
Pengertiqn
Eutanasia berasal dari kata Yunani Eutltanathos. Eu : baik, tanpa penderitaan;
sedang tanathos: mati. Dengan demikian, eutanasia dapat diartikan mati dengan
baik tanpa penderitaan. Ada yang menerjemahkannya sebagai mati cepat tanpa
derita.
Belanda, salah satu negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum
kesehatan mendefinisikan eutanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh
Eutanasra Study Grzup dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda):
"Eutanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memper-
panjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memper-
pendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiril'
Konsep mati dari berhentinya darah mengalir seperti dianut selama ini dan yang
juga diatur dalam PP. 18 Tfiun 1981 menyatakan bahwa mati adalah berhentinya
fungsi jantung dan paru, tidak bisa dipergunakan lagi karena teknologi resusitasi
telah memungkinkan jantung dan paru yang semua terhenti, kini dapat dipacu
untuk berdenyut kembali dan paru dapat dipompa untuk berkembang kempis
kembali.
Konsep mati terlepasnya roh dari tubuh sering menimbulkan keraguan karena
misalnya pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan
kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.
Mengenai konsep mati, dari hilangnya kembali kemampuan tubuh secara per-
manen untuk menjalankan fungsinya secara terpadu, juga dipertan;'akan karena
organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk
kepentingan transplantasi konsep ini menguntungkan, tetapi secara moral tidak
8q116 Eutonotia 119
fenir Eutqnqriq
Eutanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut.
Dilihat dari cara dilaksanakan, eutanasia dapat dibedakan atas:
1. Eutanasia pasif
Eutanasia- pasrf adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup
manusia.
2. Eutanasia aktif
Eutanasia ahttf adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia.
120 Etiho Kedohteron dqn Huhum Kesehoton
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa
alasan kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau mem-
perpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.
e4/b Eulonasia 121
Untuk jenis eutanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal di
bawah ini perlu diketahui oleh dokter.
Pasal338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihuklm karena makar
mati, dengan penjara selamalamanya lima belas tahun.
Pasal340 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang
lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (**r4, dengan hukuman mati atau
penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua
puluh tahun.
Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun atau kurungan selamalamanya safu tahun.
1?2
8a/ 17 Tronsplontqsi Orgon don loringqn Tubuh 123
tansplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik
yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang
berat. tansplantasi adalah terapi pengganti (alternatif) yang rnerupakan upaya
terbaik untuk menolong pasien dengan kegagalan organnya karena hasilnya lebih
memuaskan dibandingkan dengan terapi konservatif Walaupun transplantasi organ
dan atau jaringan itu telah lama dikenal dan hingga dewasa ini terus berkembang
dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapBt dilakukan begitu
saja karena masih harusdipertimbangkan dari segi nonmedik, yaitu dari segi agama,
hukum, budaya, etika, dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini
dalam menetapkan terapi transplantasi, adalah terbatasnya jumlah donor kelu.arga
(Lfuing Related Donon LRD) dan donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan kerja
sama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran,
sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat), dengan pemerintah dan swasta.
f enir-ienir Trqnsplqntqri
Hingga waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan,
baik berupa sel, jaringan, maupun organ tubuh, yaitu sebagai berikut.
l. Autografi, yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu
sendiri.
2. Allografi, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama
spesiesnya.
3. Isografr,yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya
pada kembar identik.
4. Xenogrqft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama
spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang
hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi
meninggal adalah mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari
donor hidup adalah kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
Organ,/jaringan yang diambil dafi jenazah adalah jantung hati, ginjal, kornea,
pankreas, paru, dan sel otak. Dalam 2 dasa warsa terakhir ini telah pula dikembang-
kan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam operasi
lintas koroner oleh George E. Green, dan transplantasi sel-sel substansia nigra dari
bayi yang meninggal kepada pasien penyakit Parkinson. Semua upaya dalam
bidang transplantasi tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan pe-
ninjauan dari sudut hukum dan etika kedokteran.
Dalam PP No. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedali mayat anatomis
dan transplantasi alat sertajaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang
transplantasi sebagai berikut.
Pasal 1
a. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh
beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh
tersebut.
b. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang
sama dan tertentu.
c. tansplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau
jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan
untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d. Donor adalah orang yang men)'umbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada
orang lain untuk keperluan kesehatan.
e. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denl'ut janfung seseorang telah
berhenti.
Ayat e di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas. Karena itu, IDI
dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang
dituangkan dalam SK PB IDI No.336,zPB IDI/A. tertanggal 15 Maret 1988 yang
disusul dengan SK PB IDI No. 23VPB/A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyata-
kan bahwa seorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernapasan dan jantung
telah berhenti secara pasti atau ureuersible, atau terbukti telah te{adi kematian
batang otak.
Selanjutnya dalam PP tersebrit di atas terdapat pasal-pasal berikut.
Pasal 10
tansplantasi a.lat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu
harus dengan persetujuan tertulis pasien dan/atat keluarganya yang terdekat setelah
pasien meninggal dunia.
Pasal 11
1. tansplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
2. tansplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh
dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 (dua) orang dbkter
yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dirnalsud dalam Pasal 2 huruf a, Pasal 14 dan Pasal 15
dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau
Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan
tertulis keluarga yang terdekat
8a/ 17 Tronsplantosi Orgon don Joringon Tubuh 1?S
Pasal 15
1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia
diberikan oleh donor'hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberi
tahu oleh dokter yang merawatnya temasuk dokter konsultan mengenai operasi,
akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat teq'adi.
2. Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor
yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggai dunia tidak berhak atas kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal,17
Dilarang mempe4'ualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim d:n menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua
benruk ke dan dari luar negeri,
Sebagai penjelasan Pasd,17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh
manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah
sepantasnya dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau
jaringan tubuh manusia ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka
penelitian ilmiah, ke5'a sama dan saling menolong dalam keadaan tertentu.
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantuinkan
beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut.
Pasal 33
1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan trans:
plantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan atau alat
kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfuii darah sebagaimana
dimaksud dalarn ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kernanusiaan dan dilarang
untuk tujuan komersial.
Pasal 34
1. Tiansplantasi organ dan atau jaringan tubuh fianya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
sarana kesehatan tertenfu .
2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memper-
hatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau
keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dantata carapenyelenggaraan transplantasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Thhun 1981 tentang bedah
mayat klinis, bedah mayat anatomis, dan transplantasi alat serta jaringan tubuh
manusia. Dalam Undang-undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplan-
tasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk
126 Etiho Kedohteron dqn Huhum Kesehotqn
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan Suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Bertitik tolak dari pasal-pasal tersebut di atas, para dokter harus menguasai, me-
ngembangkan, dan memanfaatkan iptek transplantasi untuk kemashlahatan pasien
dan keluarganya.
Pasal,pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakikatnya
telah mencakup aspek etik, terutama mengenai dilarangnya memperjualbelikan
alat atau jaingan tubuh untuk tujuan transplantasi ataupun meminta kompensasi
material lainnya. Namun, timbul pertanyaan jika tidak boleh diperjualbelikan atau
diganti rugi, b agumana caranya meningkatkanjumlah donor. Apakah imbalan non-
materiil dibolehkan? Misalnya, meminta narapidana menjadi donbr dan kepadanya
diberikan pengurangan masa pidana atau remisi sebagai imbalan. Agaknya transaksi
ini bukan mustahil dilaksanakan karena tidak ada yang dirugikan, bahkan saling
menguntungkan
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan
saat mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh 2 (dua) orang
dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan
transplantasi. Ini berkaitan denga.n keberhasilan transplantasi karena bertambah
segar organ atau jaringan bertambah baik hasilnya. Namun, jangan sampai terjadi
penyimpangan, yaitu pasien yang hampir meninggal, tetapi belum meninggal telah
diambil organ tubuhnya. Penentuan saat meninggal seseorang di rumah sfit
modern dewasa ini dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan di-
nyatakan meninggal jika telah terdapat mati batang otak dan secara pasti tidak
terjadi lagi pernapasan dan deny'ut jantung secara spontan. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh para dokter lain yang bukan pelaksana tfansplantasi aga.r benar-
benar objektif,
Dalam dekade terakhir ini telah mulai diteliti kemungkinan dilakukannya
transplantasi wajah face tranEknts), sesuatu hal yang baru dalam teknologi
9aI 17 Trcnsplantosi Orgqn don loringon Tubuh 127
128
8a/ 18 Aspeh Etih don Huhum Kesehoton Linghungqn 129
Dalam Undang-Undang Higiene tahun 7962 ini juga telah dicantumkan sanksi
hukum pidana bagi yang melanggarnya berupa pidana kurungan dan atau
denda.
132 Etiho Kedokteron dqn Huhum Kesehoton
134
8a/ 19 Aspeh Etih don Huhum Kesehoton Kerio t35
Undang-undang kesehatan kerja ini semakin penting diatur sejalan dengan semakin
meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya di bidang industri yang
memerlukan tenaga kerja yang tidak saja terampil di bidangnya, tetapi juga mem-
punyai derajat kesehatan yang baik.
Bab ini tidak akan membicarakan tentang kesehatan kerja secara keseluruhan,
tetapi hanya akan dibicarakan tentang aspek etik dan hukum kesehatan kerl'a.
3. Jikalau buruh meninggal dunia akibat kecelakaan yang demikian itu, ke-
wajiban membayar kerugian itu berlaku terhadap keluarga yang ditinggal-
kannya.
4. Dan seterusnya.
C. Undang-undang Keselamatan Kerja tahun 1970, Undang-undang ini berisi
ketentuan umum tentang keselamatan kerja yangsesuai dengan perkembangan
masy4rakat, industrialisasi, teknik, dan teknologi dalam rangka pembinaan
norma keselamatan kerja.
Dalam Undang-undang Keselamatan ke5'a ini diatur tentang keselamatan ke4'a
di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, maupun di udara dalam wilayah hukum Indonesia.
Dalam Undang-undang KeselamatanKe1a ini juga dicantumkan hak dan
kewajiban tenaga kerja, yaitu:
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
dan atau ahli keselamatan keq'a.
2. Memakai alat perlindungan dirinya yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan ke{a yang
diwajibkan.
4. Meminta kepada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kef a pada pekerjaan dengan syarat keselamatan dan
kesehatan ke4'a serta alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan oleh-
nya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
D. Ketentuan'hukum mengenai kesehatan kerja juga terdapat dalam UU Ke-
sehatan.
Pasal 23 Undang-undang Kesehatan ini menyatakan:
1. Kesehatan keq'a diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal.
2. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja, dan syarat kesehatan kery'a.
3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja
4. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat Q)
dan (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada pasal ini diatur agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa mem-
bahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya untuk memperoleh produk-
tivitas kerja yang optimal.
Diingatkan dalam pasal ini bahwa kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehat-
an kerja, pencegahan penyakit akibat kery'a dan syarat-syarat kesehatan. Dengan
demikian, upaya kesehatan kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kapa-
sitas kel'a, beban kerja dan lingkungan kerja.
Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pekerja sesuai denganjaminan sosial tenaga kerja dan mencakup upaya peningkat-
?a/ 19 Aspeh Etih don Huhum Kesehoton Kerjo 139
Pohoh Bqhqrqn
1. Pengertion penyohit menulor don wqbqh penyohit menulqr.
2. Beberopo undong-undqng tentong wqboh penyohit menulqr.
3. Aspeh etih don huhum penyohit menutor umumnyq don penyohit
menulor sehsuol hhususnyo.
$ub-fohoh Bqharon
1. Peroturon perundong-undongon tentong wobqh penyohit menulor
umumnyo, penyohit menulqr sehsuql, AlDt SARS, don flu burung
hhususnyo.
2. Orons denson HIV/AIDS (ODHA).
3. Pemberontoson penyohit menulqr dqlom Undong'undqng Kesehoton.
140
84/ 20 Aspeh Etih don Huhum Penyohit Menulor
Ada dua hal yang perlu disampaikan tentang aspek etik dan h,pkum penyakit
menular, yaitu yang berkaitan dengan:
1. Wabah Penyakit Menular.
2. Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Sexual Tlansmitted Dueares (SlD).
Wabah Penyakit Menular lebih banyak berkaitan dengan masalah epidemiologi
dengan beberapa peraturan dan perundang-undangan, sementaxa PMS perlu di-
bicarakan karena penyakit ini banyak menimbulkan permasalahan etik dan hukum
dengan pasien dan keluarga bila para dokter dan kalangan kesehatan tidak berhati-
hatilenghadapinya. Kebijakan ini perlu diperhatikan dokter dan tenaga kesehatan
lainnya agar pasien secara moral turut bertanggung jawab sehingga penyakit
menular atau wabah demikian tidak tertular kepada orang lain.
Aspek etik dan hukum dalam penanggulangan wabah penyakit menular perlu
diketahui kalangan kedokteran dan kesehatan karena mereka termasuk orang-
orang yang memiliki tanggung jawab dalam lingkungannya dalam mengatasi
dampak dan upaya penanggulangannya.
Upaya penanggulangan dimaksud meliputi penyelidikan epidemiologis, pe-
meriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi pasien termasuk tindakan karantina,
pencega[an dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penangananj enazah
akibat wabah peny'uluhan kepada masyarakat dan penanggulangan lainnya.
Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 560/Menkes/Per/
VIII/1989 tentangJenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah, Thta
Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangan Seperlunya, diper-
oleh kejelasan tentang jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah serta cara
pelaporan dan penanggulangannya. Dalam Peraturan Menteri ini, disebut jenis
penyakit yang dapat menimbulkan penyakit wab ah, antaralain Kolera, Pes, Demam
kuning, Deman rekuren, Tifus Bercak Wabah, Deman Berdarah Dengue, Campak,
Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis, Tifus perut, Meningitis,
Ensefalitis, dan Antrax. Penyakit lain yang dapat menimbulkan wabah dapat
ditentukan kemudian oleh Menteri Kesehatan.
Laporan tentang adanya pasien atau tersangka pasien disebut Laporan Ke-
waspadaan, dan harus disampaikan segera, dapat dipercaya, dan bertanggung
jawab kepada Kepala Desa dan atau Kepala unit kesehatan. Laporan ini memuat:
a. Nama,/nama-nama pasien atau yang meninggal
b. Golongan umur
c. Tempat/ alamal kejadian
d. Waktu kejadian
e. Jumlah yang sakit atau meninggal
1. dalam 10 hari terakhir kontak erat dengan pasien SARS atau tinggal atau
berkunjung ke negara./wilayah yang terjangkit SARS
2. demam
3. batuk atau susah bernapas dan pada waktu pemeriksaan ditemukan suhu
38"C atau lebih
144 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
sama dengan sARS dan AIDS, wabah flu burung yang dikenal dengan nama kode
H5N1 termasuk neu emerging daease, yang tergolong sangat berbahaya dan kini
menjadi ancaman bagi penduduk di mana saja di dunia. Awalnyapadatahun l99z
hanya dikenal menginfeksi unggas melaluivirus influenzatipe Ayangmenyebabkan
kematian unggas dalan skala besar. Namun, ketika di Hongkong ditemukan orang
mati akibat virus yang mengalami mutasi ini dengan cepat menyebar ke r"g"."
tetangga sepetriJepang, vietnam, Thailand, dan Korea. Di Indonesia, sejak tahun
2005 diy'umpai kejadian matinya ayam dan berbagai unggas lainnya secara massal
di beberapa provinsi. Kejadian ini kemudian diikuti dengan kematian manusia yang
positif dinyatakan menderita flu burung. Bahkan beberapa hewan lainnya seperti
babi, kuda dan kucing juga dideteksi tertular virus yang berbahaya ini. Walaupun
belum ada bukti virus ini dapat menul ar antaramanusia ke manusia, berbagai usaha
untuk mencegahnya telah dilakukan. Bila teg'adi mutasi virus yang dapat menular
dari manusia ke manusia, akan dapat menimbulkan pandemi seperti yang pernah
terjadi pada tahun 1918 oleh virus influenza A dari jenis H1N1 yang menewaskan
hampir 20-40 juta manusia dan epidemi tahun 7952 oleh virus jenis H2N2 dan
tahun 1968 oleh virus H3N2 yang juga menewaskan jutaan manusia. Berbagai
usaha telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah agar kejadian serupa tidak
terjadi.
Selain sanksi hukum atau sanksi administratif yang bisa menyebabkan dicabutnya
izin menjalankan praktik, masyarakatpun dapat menjatuhi hukuman dengan
menjauhi dokter yang tidak hati-hati dalam menjaga rahasia pasien.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wa6ah da.t penyakit
karantina dilalaanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Dengan demikian, pemahaman yang baik para dokter dan tenaga kesehatan lainnya
tentang aspek etik hukum penyakit menular dapat membantu tidak saja dalam
penanggulangan peningkatan dan penyebaran penyakit, tetapijuga menghindarkan
para dokter.dan tenaga. kesehaian lainnya dari masalah hukum.
2l
PervemBuHAN TmouloNAL DAN
KrooxrERAN Mooennr
Pohoh Bqhqrqn
l. Penyembuhontrodisionql.
2. Kedohteron modern.
3. Sihop dohter terhodop penyembuhqn trodisionql.
tub-Pokoh Bohsrsn
L Lotor belohong penyembuhon trqdisionql di lndonesis.
2. Corq-cqro penyembuhqn trodisionsl.
3. Lstqr belohong hedokteron modern.
4. Prinsip-prinsip dosor hedohteron modern.
5. Arqh riset penyembuhon don pemohoiqn obot trsdisionol.
6. Contoh herjq sqmq penyernbuhon trqdisionoldengon hedohteron
modern.
148
8a/ 2l Penyembuhon Trodisionol don Kedohteron Modern 149
Penyembuhqn Trodirionql
Penyembuhan tradisional sudah lama dikenal di kalangan masyarakat, jauh se-
belum kedokteran modern (Barat) masuk ke kepulauan Indonesia. Pada awalnya,
pengobatan tradisional itu banyak berdasarkan pada kepercayaan yang bersifat
mistih kepercayaan pada tenaga-tenaga gaib yang berakar pada animisme. Di
samping itu, penyembuhan tradisional terbentuk melalui suatu proses, yaitu men-
coba berulang-ulang cara-cara dan obat-obat tertentu dalam menangani berbagai
macam penyakit (cara empirik). Upaya penyembuhan ini kemudian dipengaruhi
oleh berbagai kebiasaan dan pandangan dari luar, antara lain dari India, Cina,
Timur Tengah, dal Eropa. Berbagai agama yang masuk dan berkembang di
kepulauan Nusantara kita juga memengaruhi cara penyembuhan tradisional itu
seperti agama Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Sejak abad ke-19 terdapat pula
pengaruh Ilmu Kedokteran Modern kedalam penyembuhan tradisional.
Pada umumnya cara-cara penyembuhan tradisional di Indonesia dapat dikate-
gorikan dalam upaya penyembuhan dengan:
1. ramuan tumbuhan obat
2. cara fisik (dukun beranak, sunat, patah tuluttg, susuk, ketok, refleksologi,
akupunktur, dan sebagainya)
3. meditasi, pernapasan dan tenaga dalam
4. penyembuhan dengan cara spirituil (doa, mantera, psikoterapi, dsb.).
Seorang tabib atau dukun dapat melakukan salah satu atau beberapa cara tersebut
di atas, namun pendekatannya selalu holistik dengan mengutamakan kepentingan
orang sakit. Seorang pelaksana penyembuhan tradisional selalu memperhatikan
latar belakang orang sakit, seperti keluarga, agarr'a dan kepercayaan, budaya,
tradisi, dan lingkungan. Ciri-ciri pelayanan adalah akrab, ramah, penuh perhatian,
penuh kesabaran, serta pasrah kepada Tirhan Yang Maha Kuasa atau kepada
kekuatan gaib tersebut . Biaya pengobata4 tradisional umumnya teq'angkau.
Ilmu dan cara penyembuhan tradisional diwariskan secara informal dalam
ikatan keluarga kekerabatan atau sahabat dekat, lazimnya diterima dan dipercaya
begitu saja tanpa bersikap kritis. Bidang gerak dukun sangat luas. Dukun bukan saja
mengobati orang sakit, melainkan ada pula dukun dalam bidang asmara dan
perjodohan, meramalkan masa depan tentang kekayaan, kedudukan dan pangkat.
Ada pula dukun yang dapat mencelakakan orang lain, bahkan membunuh pasien-
nya, seperti kasus Dukun A.S. alias Datuk di Daerah Deli Serdang Sumatera Utara
tso Etiho Kedohteron dqn Huhum Kesehoton
yang mengaku telah membantai 42 wanita dalam kurun waktu tahun 1988-1997.
Selain itu ada yang mempergunakan ilmu sulap dengan gerakan-gerakan tangan
yang memesona sehingga dapat mengeluarkan batu grnjal, paku, beling, dan benda-
benda lain dari tubuh pasien. Ini jelas merupakan penipuan dan semata-mata
mencari keuntungan. Ada pula yang menjalankan praktik seperti dokter, memakai
stetoskop, melakukan operasi, dan sebagainya, yang akhirnya menimbulkan
komplikasi yang berbahayaba$ orang sakit. Tidaklah benar bahwa dukun adatah
orang-orang sakti dan dapat mengdbati segala penyakit. Namun, tidak semua
dukun jelek dan suka menipu. Banyak di antara mereka yang benar-benar baik dan
jujur, ingin menolong orang sakit, bahkan tanpa imbalan jasa.
Hingga saat ini, penerimaan masyarakat Indonesia terhadap penyembuhan
tradi.sional masih tetap tinggi, bukan saja di tengah-tengah masyarakat pedesaan,
melainkan juga masyarakat perkotaan. Bukan hanya oleh masyarakat golongan
bawah, melainkan juga oleh golongan menengah dan atas. Hal ini disebabkan oleh
faktor budaya, sistem nilai, dan tradisi yang memengaruhi sikap dan pengetahuan
mereka tentang sakit, penyakit, dan upaya penyembuhannya.
Di negara-negaru Barat sistem pengobatan tradisional disebut Compitmentary
and Alternahbe Medmne (CAM, yang merupakan pengobatan pelengkap dan
alternatifdan tidak berarti tradisi asli dari negara yang bersangkutan. Di beberapa
negara tersebut C'4Mtelah disetarakan status hukumnya dengan ilmu kedokteran
modern sehingga terdapat dokter-dokter dengan sertifikasi ganda. Di Indonesia,
seharusnya cara penyembuhan tradisional diupayakan terintegrasi dengan sistem
pelayanan nasional untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan seperti di Cina,
Jepang dan Korea. Harus diakui bahwa cara pengobatan modern tidak selalu
berhasil mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Obat herbal atau obat bahan alam (OBA) harus memenuhi kriteria aman sesuai
persyaratan yang ditetapkan; khasiatnya harus dibuktikan berdasarkan uji klinis
dan memenuhi standar mutu. Evaluasi dan pengawasan obat herbal harus diper-
ketat untuk mengurangi terjadinya risiko yang membahayakan jiwa manusia atau
gangguan kesehatan yang berat. Obat herbal seharusnya tidak dipakai untuk
penyakit yang serius yang diagnosisnya hanya dapat ditegakkan oleh dokter. Obat
herbal dapat digunakan bila tidak ada lagi obat rasional yang dapat menyembuh-
kan.
Di antara sistem pengobatan tradisional yang paling terkenal dewasa iai
adalah:
1. Ayrverda.
Telah dikenal sejak abad ke-10 S.M. dan banyak dipraktikkan di Asia Selatan.
Dalam Bahasa Sanskert4 ayrverda berarti "Ilmu tentang Hidup'i Falsafahnya
ialah bahwa semua objek dan benda hidup terdiri dari 5 unsur dasar, yaitu
tanah, air, api, udara, dan langit. Dalam hidup ini perlu adanya kbserasian
fundamental dalam hubungan antara lingkungan (mahrohosmos) dengan
individu (rnihrohosmos). Pengobatan Ayrrverda bukan hanya untuk mengobati
penyakit, melainkan juga untuk mencegah penyakit dengan menggunakan
obat-obatan herbal dan mandi untuk pengobatan.
3a/ 21 Penyembuhon Trodisionol don Kedohteron Modern 151
(basil Koc/t) sebagai penyebab penyakit TBC paru. Penemudn ini sangat me-
mengaruhi perkembangan ilmu kedokteran selanjutnya, khususnya memacu dan"
memberi arah baru riset kedokteran mengenai sebab-sebab penyakit. Para dokter
menegakkan diagnosis penyakit berdasarkan pada gejala, pemeriksaan fisik, dan
melakukan pemeriksaan penunjang kemudian memberikan pengobatan sesuai
dengan sebab atau gejala penyakit. Jadi, para dokter memberikan pengobatan
rasional, berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) kedokteran.
Perkenalan masyarakat Indonesia dengan ilmu kedokteran modern dapat
dikatakan baru terjadi pada waktu Belanda terpaksa menanggulangi wabah cacar
pada abad ke-19. Sejak itu ilmu kedokteran dan pendidikan dokter di Indonesia
mulai tumbuh berkembang, dengan didirikannya Sekolah Juru Cacar, kemudian
Sekolah Dokter Jawa, disusul dengan Sekolah Tinggr Ilmu Kedokteran di Jakarta
dan Surabaya. Penyebaran pelayanan kedokteran modern makin menyebar ke
daerah pedesaan, terutama. setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya se-
hingga makin banyak rakyat yang terjangkau oleh pelayanan kedokteran modern
itu. Penyebaran pelayanan kedokteran modern ini tentu berhadapan dengan
kepercayaan rakyat pada pengobatan tradisional dan dukun. Pada waktu ini, ilmu
kedokteran modern telah diakui dan diterima oleh masyarakat pedesaan, namun
hal ini tidak berarti bahwa pelayanan kedokteran modern akan menggantikan
upaya penyembuhan tradisional. Kenyataannya kedua sistem pengobatan sama-
sama mempunyai tempat dalam masyarakat
Akibat perkembangan Iptek k'edokteran yang begitu pesat akhir-akhir ini,
makin banyak terdapat spesialisasi dan subspesialisasi dalam pelayanan kedokteran.
Berbagai alat-aIat mutakhir baik untuk diagnostik maupun untuk terapi telah masuk
ke Indonesia . Alat-alat laboratorium otomatik, peralatan canggih, seperti CT- Scan,
MRI, USG, endoskopi, elektroensefalografi, dan Color Doppler telah banyak
digunakan di klinik-klinik. Berbagai obat baru dan berbagai teknik pembedahan,
seperti bedah otak, bedah jantung, dan transplantasi organ telah memberikan
dampak yang besar pada pelayanan kedokteran. Walaupun perkembangan Iptek
kedokteran begitu majunya, para dokter tetap dituntut agar dalam penanganan
orang sakit, hendaknya tetap melakukan .pendekatan holistik, memperhatikan
aspek non-medi[ seperti keadaan kejiwaan orang sakit, keluarganya, faktor sosial,
budaya, ekonomi, dan lingkungan orang sakit, karena yang diobati adalah orang
sakit bukan hanya penyakitnya. Dalam menjalankan tugasnya, seorang dokter
dituntut pula untuk tetap berpegang teguh pada Kode Etik Kedokteran (KODEKI),
yang bertujuan untuk keharmonisan hubungan dokter dengan orang sakit dan
untuk ketenterarnan dan ketertiban masyarakat. Seorang dokter harus senantiasa
mengutamakan keselamatan orang sakit, melakukan prbfesinya menunrt ukuran
tertinggi dan tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi:
Namun, dalam zaman dengan unsur materialisme, hedonisme, dan konsumerisme
menonjol sekarang ini, ada saja oknum dokter yang tergoda untuk melanggar etik
profesinya yang luhur, bahkan melakukan malpraktik pidana.
?4/ 21 penyembuhon Trodisionol don Kedohteron Modern 153
Jadi, riset yang dilakukan adalah mulai dari analisis kimia, riset farmakodinamik,
riset farmakokinetik, sampai riset dan uji klinik, dan semuanya memerlukan ko-
ordinasi.
Cara lain seperti meditasi dan cara penyembuhan dengan latihan pernapasan
atau tenaga dalam mungkin dapat mengubah metabolisme dan konsumsi oksigen
atau dapat menimbulkan perubahan pada gelombang listrik otak. Manfaat aku-
punktur untuk menghilangkan rasa nyeri, mungkin dapat dinilai dengan mengukur
setelah berapa lama rasa nyerinya hilang atau berkurang intensitasnya dan
bagaimana mekanismenya. lJpaya penyembuhan dengan cara spiritual, mungkin
dapat diteliti apakah keberhasilannya temtama pada kasus penyakitjiwa atau kasus
psikosomatik. Jadi, riset yang dilakukan itu bertujuan menghimpun kebenaran
154 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Ayat (2)
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengobatan tradisional,
agar dapat dipertanggrngiawabkan manfaat dan keamanannya sehinggatidak merugikan
masyarakat.
Pohoh Bqhqrqn
l. Huhum rumoh sqhit.
2. Peneropqn etih rumoh sohit.
$ub-Pohoh Bqhqrqn
l. Pengertion rumoh sohit don huhum rumoh sohit.
2. Pdneropqn etih di rumoh sohit.
3. Fungsidon hegunoqn KomisiEtih Rumqh Sqhit.
4. Hoh serto hewojibon rumoh sohit dqn posien di rumoh sqhit.
5. Kondungon Etih Rumoh Sqhit lndonesio (ERS|).
156
Bal 22 Elih don Huhum Rumoh Sohit 1s7
161
t62 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Pengertiqn Bylaws
Disebut By/azas karena produk hukum itu merupakan perpanjangan ketentuan
hukum yang ada dari pemerintah pusat ataupun daerah yang dibuat oleh organisasi
atau badan hukum, termasuk rumah sakit. Beberapa pengertian dari kepustakaan
dljelaskan bahwa bylara atau foie kzr adalah:
. ... t0 goaern interna/funch'on orpracttbe zt;t'tltin that gr0up,.......
. ...forits lnterna/ goaernance
. ... A nle adopted hy organisahon (as a club or muniapaliry) cht:efly for tlte
gooernment o1f its members and regu/ahbn 0f its afaxr
. ... /aws, ru/es, regulatnn manfestoes, orders and conshltuhbn oif corperatt'on, for
gou erning tlteir mem b e rs.
. ... The medtbal stalf organuation shall purpose and adapt bykzas, rules and
regulanbnfor its internal gaaernance rahich shall ffictizte zoltm approued by Board.
Thr bylazls shall create an ffictfue admintstratbe unit to dtscltarye the function
and resporuibilities asssign to the medical ttnf h, the Board.
Dengan demikian, PIRS dan PISM berisi ketentuan hukum dan peraturan yang
dibuat dengan sistematis oleh rumah sakit, menga.tur semua manajemen dalam
suatu rumah sakit itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia, Hospital bylazas dan Medical
staffhylazos dapat diartikan sebagai Peraturan Dasar atau Peraturan Internal Rumah
Sakit dan Perhturan Dasar atau Peraturan Internal Staf Medis
pelaku utama (core business) yang saat ini jumlah dan jenis spesialisasinya semakin
bertambah dan berkembang. Supaya tiap-tiap pihak dapat memahami peran, tugas,
wewenang, dan tanggung jawab, perlu dibuat dan disusun dalam satu peraturan
t""f,ft?*"
yang terlihat, pemilik dapat dari negaraatau dari swasta. Pemilik dari
negara yang dapat berbentuk perusahaan jabatan (perjan) atau non-perjan, Badan
Usaha Milik Negara (BUMI\Q, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan
Hukum Milik Nasional atau Milik Daerah. Pemilik swasta bisa dari pemodal (PT,
koperasi, pribadi, keluarga) dan bisa bukan pemodal (dari perkumpulan atau
yayasan). Dari kacamata ini dapat dipahami bila pemilik perlu diwakili oleh suatu
badan pengampu atau wali amanah. Dengan demikian, ketiga pilar tersebut adalah
Badan Pengampu, Pimpinan,/Direksi/Eksekutif dan Staf Medis. Perlu diatur ten-
tang corporate hadershrp antara Badan Pengampu dengan Direksi, clinical leadershtp
antara Direksi dan Komite Medis,/Staf Medis Fungsional. Kerja sama yang baik di
anlara ketiga badan ini dapat melahirkan corporate goaernance melalui kebiy'akan
Direksi dan clintbal gouernance melalui Komite medik dalam komunitas staf medik.
Harus dipahami bahwa dalam hubungan ketiga pilar ini, pengampu adalah
penanggung-jawab tertinggi dalam bidang hukum dan peraturan yang diterbitkan
dan disetujui oleh Pemilik
Kerangka dasar yang perlu diatur dan dil'elaskan adalah tentang:
1. Kontitusi korporasi (AD, ART dariPT/Yayasan, aset rumah sakit, dan lain-
lain).
2. Peraturan perundang-undangan tentang,rumah sakit (HoEttal /aza).
3, Kebijakan Kesehatan Pemerintahan setempat (Kebiakan Dinas Kesehatan).
4. Peraturan Internal Rumah Sakit (Statuta, HoEttal Bylazus).
. 5. Kebljakan/Perafiyan Penyelenggaraan Rumah Sal<tt (Standard Operating
Procedure pada setiap bagian atau pelayanan, job damption dan lain-lain).
6. Aturan Hukum Umum (KUHPerdata, KUHP, Undang-undang Tenaga
Kerja).
SamsiJacobalis dalam ProposalModel Hospital Bylazasuntuk rumah sakit di Indonesia
dalam pandangannya tentang "Rumah Sakit dari Pendekatan Manajemen Strategis"
seperti yang dikutip oleh Herkutanto dalam Pelatihan Peningkatan Keterampilan
Medikolegal di rumah sakit tahun 2004 di RS. H. Adam Malik menjelaskan
perlunya pemilik mempunyai visi tentang keberadaan rumah sakit, disertai tujuan
dan nilai utama yairg didukung oleh analisis situasi baik eksternal, internal dan
kecenderungan Qrend) pelayanan kesehatan sesuai perkembangan. Badan peng-
ampu yang dapat merumuskannya dalam.misi dan tujuan keberadaan rumah sakit
dis6rtai dengan strategi dan kebiy'akan yang perlu ditempuh. Rumusan ini harus
dapat diimplementasikan secara strategis oleh Direftsi dan Staf klinis dalam
program-program yang perlu dilaksanakan serta anggaran yang diperlukan. Hasil
dari kejasama ini perlu dipantau dan diawasi badan pengawas berdasarkan hasil
pelaksanaan semua kebil'akan dan pelayanan yang telah dilaksanakan melalui eva-
luasi dan bila perlu mengoreksi kesalahan atau kekeliruan yang mungkin terjadi.
Dengan demikian, inti dan esensi dari PIRS adalah mengatur pembagian tugas,
kewajiban dan wewenang secara jelas, tegas dan proporsional antara ketiga kom-
?a/ 23 Perqturon lnternol Rumoh Sohit don Stof Medis
4. Pelayanan medik
5. Komite medik
6. Pengaturan mengenai jasa medis
7. Mekanisme reut'np dan revisi
8. Pengaturan yang terkait dengan kewajiban dokter dalam mengisi RM,
Persetujuan Tindakan Medik dan lainlain.
- Bidang Medik
- BidangUmum
4. Surat Keputusan.
5. Pengumuman
Di Indonesia dibuat berjenjang demikian agar penyusun menyadari dari awal agar
peraturan lebih rendah yang disusun tidak bertentangan dengan yang lebih tinggi,
misalnya yang terdapat dalam AD. AD yang dibuat dengan ake notaris disahkan
oleh Departemen Kehakiman dan diumumkan dalam Lembaran Negara.
ART memuat garis-garis besar dan peraturan dasar yang penting-penting saja
yang berhubungan dengan tugas manajemen sehari-hari antara lain meliputi Visi
dan misi, struktur organisasi, kebijakan-kebijakan strategis, urutanjenjangperaturan
dasar di Rumah Sakit, hubungan antara pemili( dan direktur rumah sakit (direksi),
hak dan kewajiban, batas kewenangan dan tanggungjawab direktur, rapat berkala,
kedudukan dan fungqi komite medih dan masa jabatan direktur.
Peraturan rumah sakit adalah peraturan-peraturan yang dibuat berdasarkan ke-
bijakan yang telah ditentukan menyangkut manajemen rumah sakit. Untuk yang
bersifat strategis biasanya ditentukan oleh direktur dan sta{ seperti standar prose-
dur tetap di setiap pelayanan kesehatan di rumah sakit, petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis, komite medik, hubungan dengan tenaga medis, dan pardtia etika
kedokteran.
Dalam versi yang dikemukakan dalam Pedoman PIRS dan PISM yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan R.I., DirektoratJenderal Pelayanan Medih
Direktorat Pelayanan Medik dan Gigi Spesialistik (2002) disusun lebih rinci dengan
susunan antara lain:
84/ 23 Percturon lntemol Rumoh Sohit don Stof Medis 167
Pohoh Bqhqrqn
l. Gqwqt Dqrurot Medih.
2. Posol-posol KODEKI terhoit.
tub-Pohoh Bqhqrqn
1. Pengertiqn gowot dorurot medih.
2. Posol-posql KODEKI terhoit.
3. Contoh-contoh hosus pelonggoron etih dqn pidono pqdq penongonon
hosus gowot dqrurot.
168
&al 24 penangonon Posien Gowqt Dorurot 169
Yang dimaksud dengan darurat (Emergenq) adalah kejadian yang tidak disangka-
sangka dan memerlukan tindakan segera. Gawat (Cnticol) adalah suatu keadaan
yang berbahaya, genting, penting, tingkat kritis suatu penyakit.
Gawat darurat medik ddalah suatu kondisi yuog dalam pandangan pasien,
keluarga atau siapapun yang bertanggungjawab dalam membawa pasien ke rumah
sakit, memerlukan pelayanan medik segera. Kondisi ini berlanjut hingga petugas
kesehatan y.ang profesional menetapkan bahwa keselamatan pasien atau kesehat-
annya tidak terancam. Namun, keadaan gawat darurat yang sebenarnya adalah
suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik segera. Kondisi tersebut
berkisar antara yang memerlukan pelayanan ekstensif segera dengan rawat inap di
rumah sakit dan yang memerlukan pemeriksaan diagnostik atau pengamatan, yang
setelahnya mungkin rriemerlukan atau mungkin juga tidak memerlukan rawat inap
(The Arreican Hospttal Assoa:ation).
Gawat darurat medik dapat timbul pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja.
Gawat darurat dapat menimpa seseorang karena penyakit mendadak (akut) atau
kecelakaan dan dapat menimpa sekelompok orang seperti pada kecelakaan masal,
bencana alam, atau karena peperangan. Pasien ga.wat darurat ini memerlukan
pelayanan medik yang cepat, tepat, bermutu, dan terjangkau. Dalam pelayanan
medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan
mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisi gawat darurat aspek psiko-
emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik
maupun bagi petugas kesehatan terkait.
nya ata.s alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan
hukum sehingga dapat digugat di pengadilan.
4. Pasien gawat darurat yang dalam keadaan tidak sadar (misalnya, petinju
dengan trauma capitis) dan tidak didampingi oleh keluarga yang memerlukan
tindakan pembedahan segera (ato) rx:r'.;uk menyelamatkan jiwanya, tidak di-
perlukan Persetujuan Tindakan Medik (PI1\0 dari siapa pun. Ini sesuai de-
ngan (ODEKI, yaitu dokter mengutamakan kesehatan pasien dan melindungi
hidup insani dan Permenkes No. 585 Thhun 1989, pasal l!, yang berbunyi
"Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didarnpingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat
yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak di-
perlukan persetujuan dari siapa pun".
5. Seorang anak atau seorang pasien penyakit jiwayang mendapat kecelakaan
lalu lintas dan tiba di rumah sakit tanpa didampingi orang tua atau walinya
untuk menandatangani PTM, sedangkan pembedahan tidak dapat ditunda-
tunda lagi demi menyelamatkan jiwanya atau mencega.h bertambah parah
penyakitnya, tindakan dokter melakukan pembedahan itu dapat dibenarkan
dan sesuai dengan KODEKI.
6. Padaprosedur diagnostik atau terapi yang segera harus dilakukan pada pasien
gawat darurat, baik yang rnemerlul<an ata.u tidak memerlukan PTM, tidak
diharuskan kepada dokter untuk menjelaskan segala aspek dari tindakan
medik itu secara rinci karena waktu yang sangat terbatas, tetapi penjelasan
perlu diberikan setelah tindakan.Jadijika timbul komplikasi yang tidak sempat
di'elaskan sebelumnya, tidak dapat dipersalahkan.
Demikian beberapa contoh kasus ga.wat darurat yang sifatnya individual yang
berkaitan dengan etik dan pidana. Masalah yang lebih rumit ialah apabila meng-
hadapi sekelompok besar orang yang mengalami kecelakaan masal, bencarta alam,
atau korban pertempuran, sedangkan tenaga kesehatan yang menanganitya ter-
balas. Bagaimana sikap dokter dan tim kesehatannya dalam memberikan pelayan-
an kepada korban yang begitu banyak? Dalam hal demikian ada yang membagi,
korban atas 3 kelompok sebagai berikut.
1. Kelompok dengan cedera ringan yang tanpa pelayanan kedokteran tidak
akan mengancam jiwanya.
2. Kelompok dengan cedera sedang atau berat yangjika diberi pertolongan akan
dapat menyelamatkan jiwanya.
3. Kelompok dengan cedera sangat berut/parah, yang walaupun diberi per-
tolongan tidak akan dapat menyelarratkannya.
Dalam hal ini, sebaiknya tim kesehatan mengu.tamakan pertolongan untuk ke-
lompok 2.
Pemilahan pasien-pasien seperti di atas, sering dilakukan dalam medan per-
tempuran, yang disebut "tn'asd' (nner dalam Bahasa Perancis berarti skrining di
medan pertempuran). Para dokter dan perawat yang melakukan skrining ini,
biasanya telah terlatih untuk tindakan tersebut. Dari hasil pemeriksaan tim
kesehatan, pasien dikelompokkan dengan memberi pita berwama sebagai berikut.
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Kuning prioritas II, kemungkinan besar pa.sien bertahan hidup beberapa jam
(dapat menunggu), setelah dilakukan stabilisasi.
Hijau, prioritas III, cedera ringair yang dapat ditangani sementara oleh perawat.
Biru, prioritas II atau III, pasien dengan cedera berat yang tidak akan bertahan
hidup jika tidak dilakukan tindakan spesialistik yang memakan waktu
lama.
Hitam, tidak diprioritaskan karena cedera begitu parah sehingga jiwa korban
kiranya tidak mungkin diselamatkan.
25
faruxlr PrunccARAN Ellt< KeooxrERAN
173
174 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Dalam LSDI dan KODEKI telah tercantum secara garis besar perilaku atau
tindakan-tindalan yang layak dan tidak layak dilakukan seorang dokter dalam
menjalankan profesinya. Namun, ada saja oknum dokter yang tega melakukan
pelanggaran etik bahkan pelanggaran etik sekaligus hukum Qtiholegafi,lebih-lebih
dalam lingkungan masyarakatyang sedang mengalami berbagai krisis akhir-akhir
ini, dan sebagian sanksi yang diberikan oleh atasan atau oleh organisasi profesi
kedokteran selama ini terhadap pelanggaran itu tidak tegas dan konsisten. Hal ini
disebabkan antara lain oleh tidakjelasnya batas-batas antata yang boleh dan tidak
boleh, antara yanglayakdan tidak layak dilakukan seorang dokter terhadap pasien;
teman sejawat, atal masyarakat umumnya. Inilah bedanya etik dengan hukum.
Hukum lebih tegas dan lebih objektif menunjukkan hal-hal yang merupakan pe-
langgaran hukum sehinggajika terjadi pelanggaran dapat diproses sesuai dengan
hukum yang berlaku.
I. Pelanggaranetikmurni
1. Menarik imbalan yang tidak wajar atat menarik imbalan jasa dari keluarga
sejawat dokter dan dokter gigi.
Hidup yang cenderung materialistis, hedonistis dan bersifat konsumeris-
me dapat menyebabkan kecintaan terhadap material yang berlebihlebihan
dan berakibat memancing keserakahan, dengan menarik imbalan jasa yang
berlebihlebihan. Dalam melakukan peke{aan kedokterannya, seorang
dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi (KODEKI, Pasal3)
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Sejaqrat adalah mitra ke4'a seorang dokter dan bukan saingan. Pembinaan
kerja sama dalam satu tim harus selalu diupayakan guna kepentingan pasien.
Anggota suatu tim harus saling hormat menghormati, saling bantu, saling
belajar, dan saling ingat mengingatkan. Seorang dokter yang baik tidak me-
nyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun dokter itu benar-benar
salah), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan
sebaliknya mengembalikan pasien kepada sejawatnya yang pertama kali
dikunjungi pasien tersebut.
3. Memuji diri sendiri di depan pasien.
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri (KODEKI, Pasal 4). Termasuk dalam hal memuji diri sendiri
adalah mencautumkan gelar pada papan praktik yang tidak terkait dengan
pelayanan jasa kedokteran yang diberikannya, mengadakan wawancara pers
untuk mempromosikan cara pengobatan sesuatu penyakit, ataupun ber-
€*& 8s Sankcl Felqnggorqn Etlh Kedohteran 175
MKDKI bertugas:
1, Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter grgr yang diajrikan
2. Menyusun pedoman dan tataearu pcnanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi,
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan seeara
teftulis kepada Ketua MKDKI atau sceara lisan jika tidak mampu secara tertulis.
Pengaduan sekurang-kurangnya berisi identitas pengadu, nama dan a\amat tempat
praktik dokter atau dokter grgr, dan waktu tindakan dilakukan serta alasan
pengaduan, Pengaduan tersebut di atas tidak menghilangkan hak setiap orang
untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang dan/
atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etik, MKDKI meneruskan
pengaduan pada organisaoi pro{bsi (lDI, MKEK). Apabila terdapat bukti-bukti
awal adanya dugaan tindak pidana, MKDKI meneruekan pengaduan tersebut
kepada pihak yang benvenang.
Apabila terdapat pelanggaran disiplin oleh dokter atau dokter gigi, MKDKI
dapat memberikan canksi disiplin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pen=
eabutan Surat Tanda Regictrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP) atau wajib
8a/ 85 Sanhgl Felonggoron Etlh Kcdohtersn 179
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara PSEK, MKEK, dan MKEKG telah meng-
hasilkan pedoman keq'a yang menyangkut para dokter, antara lain sebagai ber:
ikut.
1, Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan
terlebih dahulu kepada MKEK.
2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK'
3. Masalah yang tidak murni etik serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh
MKEK dirujuk ke P3EK Provinsi,
Etihq Kedohteron dqn Huhum Kesehotan
4. Dalam sidang MKEK atau P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pem-
bela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang
bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan).
5. Masalah yang menyangkut profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani
bersama.oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke
P3EK apabila diperlukan.
6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etika kedokteran serta
penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Provinsi.
P3EK Provinsi terdiri dari unsur-unsur Kantor Wilayah Depkes Provinsi, Dinas
Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Gigi (ika ada), IDI Provinsi dan PDGI Provinsi. Jumlah pengurusnya antara 5-
7 orang. T[gas P3EK Provinsi adalah menerima dan memberi pertimbangan
tentang persoalan dalam bidang etik profesi di wilayahnya kepada Kepala Kantor
Wilayah Depkes Provinsi, mengawasi pelaksanaan kode etik dalam wilayahnya,
mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi lain yang
berkaitan, memberi nasihat kepada dokter dan dokter gigi, membina dan me-
ngembangkan secara efektif kode etik proGsi dan memberi pertimbangan serta
usul-usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah
provinsi.Jadi dalam pelanggaran etika kedokteran, Kepala Kantor Wlayah Depkes
Provinsi yang berwenang mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan
administratif terhadap dokter atau dokter gigi sesuai berat ringannya pelanggaran.
Apabila dokter atau dokter gigi bersangkutan berkeberatan terhadap keputusan
bersalah yang dinyatakan oleh pihak berwenang, yang bersangkutan dapat meng-
ajukan banding dalam waktu 20 hari ke P3EK Pusat, melalui P3EK Provinsi.
Keputusan banding oleh P3EK Pusat disampaikan kepada Menteri Kesehatan
untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap dokter atau dokter grgl yang
bersangkutan.
Kasus-kasus pelanggaran etik yang tidak murni, yang tidak dapat diselesaikan
oleh P3EK Provinsi diteruskan ke P3EK Pusat. Dengan demikian, kasus-kasus
pelanggaran etik tidak murni dibahas lebih dahulu di P3EK sebelum diteruskan
t.p"d" p".ryidik.Jadi, pada tahap pertama penanganan kasus-kasus tersebut tidak
perlu dicampuri oleh pihak luar. Pembelaan cukup dilakukan oleh kalangan profesi
sendiri, yaitu Badan Pembela Anggota IDI atau PDGI. Kasus-kasus yang sudah
jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan langsung kepada
pihak yang berwenang.
Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran etik, pe-
langgaran itu dikategorikan kelas ringan, sedang atau berat berdasarkan pada:
1. Akibat terhadap kesehatan pasien
2. Akibat bagi masyarakat umum
3. Akibat bagi kehormatan prolesi
4. Peran pasien yang mungkin ikut mendorong terjadinya pelanggaran
5. Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka
Dengan adanyapedoman penilaian tersebut di atas diharapkan faktor subjektivitas
MKEK dapat dibatasi sekecil mungkin. Namun, sanksi profesional yang diberikan
harus benar-benar memegang peranan sentral dan tidak hanya merupakan
semboyan yang muluk-muluk atau merupakan /tps Jervice saja pada acara-acara
akademik atau acara-acara perhimpunan profesi.
Bentuh-Bentuh Jsnhri
Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya sehingga ter-
hadap pelakunya hanya diberikan tuntunan oleh MKEK. Secara maksimal mungkin
MKEK memberikan usul ke Kanwil Depkes Provinsi atSu Depkes untuk mem-
berikan tindakan administrati{ sebagai langkah pencegahan terhadap kemungkin4n
pengulangan pelanggaran yang sama di kemudian hari atau terhadap makin
besarnya intensitas pelanggaran tersebut.
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etika kedokteran bergantung pada
berat ringannya pelanggaran etik tersebut. Yang terbaik tentulah upaya pencegahan
pelanggaran etik, yaitu dengan cara terus menerus memberikan peny'uluhan kepada
anggota IDI, tentang etika kedokteran dan hukum kesehatan. Namun, jika terjadi
pelanggaran, ,sanksi yang diberikan hendaknya bersifat mendidik sehingga pe-
Etlhq K€dohterqn don Huhum Kenhotqn
langgaran yang sama tidak terjadi lagi di masa depan dan sanl$i'tersebut menjadi
pelqjaran bagi dokter lain. Bentuk sanksi pelanggaran etik dapat berupa:
1. Tegpran atau tuntunan ceeara lisan atau f.rlisan.
2. Penundaan kenaikan gaji ataupangkat
3, Penunrnan gaji ataupangkat setingkat lebih rendah
4. Dicabut izin praktik dokter unfirk sementara atau selamalamanya.
5. Pada kacus-kacus pelanggaran etikolegal diberikan hukuman sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan.
26
Enx PEneurnn KcTHATAN
Pohoh Bshqrsn
1. Prlnsip umum etih penelitiqn hesehqtqn.
2. KEPKdqnKNEPK.
3. Penetuiuon Setelqh Penielolon (PSP).
4. Eilh penellilon hhulus podq qnoh, ibu homil/menyusuidon posien
penyqhit iiwq.
5. Etlh penelition BBT, hewqn percobqqn, epidemiologidqn genetih.
Jub-Pohoh Bqhqrsn
1. Referensi untuh etih penelitiqn helehqton.
2. Pentlngnyq PSP dqrl berbqgai helompoh subieh penelition'
3. Etih penelitiqn BBT.
4. Etih penelition penggunoon hewon percoboon.
5. Etik penelition ePidemiologi.
6. Etih penelltlon genetih.
183
t84 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Ilmu kesehatan telah berhasil memberi banyak sumbangan bermakna yang me-
mungkinkan umat manusia meningkatkan derajat kesehatan sehingga meningkat-
kan kesejahteraannya. Kebanyakan sumbangan ilmu kesehatan tersebut merupa-
kan hasil penelitian kesehatan dan penerapannya.
Menurut PP No. 39 Thhun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Ke-
sehatan, yang dimaksud dengan penelitian kesehatan adalah kegiatan ilmiah yang
dilakukan. menurut metode secara sistematik untuk menemukan informasi ilmiah
dan/atau teknologi yang baru dan membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran
hipotesis sehingga dapat dirumuskan teori atau suatu proses gejala alam dan/atau
sosial di bidang kesehatan dan dilanjutkan dengan menguji penerapannya untuk
tujuan praktis di bidang kesehatan. WHO menyatakan bahwa yang termasuk
dalam penelitian kesehatan ialah penelitian biomedik, mengenai obat-obatan, alat-
alat kedokteran, radiasi dan pencitraan, rekam medih bahan biologik, dan juga pe-
nelitian epidemiologi, sosial dan psikologik.
Penelitian kesehatan dengan melibatkan manusia sebagai subjek penelitian,
yang disebut juga riset biomedik pada manusia harus bertujuan untuk menyem-
pumakan tata cara diagnosis, terapi, pencegahan, serta pengetahuan tentang
etiologi dan patogenesis penyakit
Tirjuan penelitian kesehatan ini adalah untuk memberikan masukan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pengetahuan lain yang diperlukan, untuk me-
nunjang pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat.
Tujuan akhir ilmu pengetahuan adalah untuk kesejahteraan umat manusia, jadi
nilai sebenarnya suatu ilmu pengetahuan terletak pada penerapannya dalam
masyarakat.
Dokumen-dokumen Internasional dan Nasional yang digrnakan untuk me-
nyusun pedoman etik penelitian adalah:
1. Nuremberg Code (1947\
Kode Nuremberg merupakan instrumen internasional pertama tentang etik
penelitian kedokteran pada manusia. Kode ini diciptakan sebagai tindak lanjut
keputusan pengadilan terhadap dokter-dokter NAZI yang telah melakukan
penelitian kesehatan secara paksa pada tawanan kamp konsentrasi selama
perang dunia II, tanpa tujuan ilmiah yang rasional dan dilakukan oleh personel
yang tidak memenuhi syarat. Kode ini bertujuan untuk melindungi integritas
subjek penelitian. Salah satu butir penting dalam Kode Nuremberg ialah" The
aoluntary consent o1f tlze ltuman subject u absolutely essential'
2. Universal Declaration of Human Rights (1948)
Deklarasi ini diadopsi Sidang Umum PBB pada tahun 1948 dan pada sidang
tahun 1966 ditetapkan International Covenant on Civil and Political Rights,
yang menyatakan bahwa: "No one s/ta// be sufuected to torture or to mte/, inhuman
or degradtng treatment orpunisltment. In pafiiculari no one shall be sublected raithout
/usfree cznsent t0 rnedica/ or saenttJlc expenrnentation".
eal 26 Etih Penelition Kesehoton 185
3. Keadilan Q'usn'c)
Setiap orang hanrs diperlakukan sama (tidak diskriminatif) dalam memperoleh
haknya. Prinsip etik keadilan terutama menyangkut keadilan distributif yang
mempersyaratkan pembagian seimbang elalam hal beban dan manfaat, Hal ini
dilakukan dengan memperhatikan distribusi usia dan gender, status ekonomi,
budaya, dan etnik. Salah satu perbedaan yang dapat dipertanggungjawabkan
adalah kerentanan, yaitu kelompok yang tidak berkemampuan melindungi
kepentingan sendiri.
1, Persyaratan Umum
a. Padasemua penelitian kedokteran pada manusia, peneliti harus memperoleh
PSP perseorangan Qndfu/dual tnformed consenfl dari ealon subjek penelitian.
jika subjek penelitian tidak mampu memberi PSP, persetujuan harus diper-
ut*h drii seorang yaRg menurut hukum yang berlaku, berhak mewakilinya.
b, Informasi harus disampaikan dalam bahasa yang dimengerti oleh calon
subjek atau wakilnya, Lrerupa bahasa awam dan tidak berisi istilah-istilah
teknis yang sulit dimengerti,
e. Peneliti tidak boleh melaksanakan penelitian pada subjek penelitian sebelum
mendapat PSP dari subjek yang bersangkutan. ealon subjek harus diberi
kesempatan seeukupnya untuk mempertimbangkan benar-benar risiko dan
manflaat serta mengajukan pertanyaan sehingga akhirnya memutuskan
apakah ealon subjek mau ikut serta atau tidak dalam penelitian.
d. Rekam Medis (RM, Medieal reeorfl dan spesimen biologik yang terhimpun
pada pelayanan ldinik hanya dapat digunakan untuk penelitian tanpa PSP
dari pasien atas persetujuan KEPK,
,)
Unsur Informasi kepada ealon subjek penelitian.
Informasi yang harus diberikan kepada calon subjek penelitian mencakup:
a. Penjelasan bahwa partisipasi adalah sukarela, bukan karena perangsang atau
paksaan.
b, Fenielasan tentang fujuan, prosedur penelitian, jumlah subjek yang ikut,. dan
perkiraan lama berpartsipasi,
5.mua manfaat bagi subjek atau orang lain yang diharapkan dari penelitian,
", termasuk sumbangan khazanah ilmu pengetahuan.
d" Semua risiko, rasa nyeri, rasa tidak nyaman, dan kerugian yang dapat di-
perkirakan sebelumnya.
e, Pemberitahuan mengenai prosedur alternatif terhadap keikutsertaannya.
f, Siapa yang dihubungijika ada pertanyaan tentang penelitian dan hak-hak
subjek,
r' Siapa yang dihubungi jika subjek mengalami hal yang tidak diharapkan
terkait dengan penelitian.
h" Semua kompensasi atau pelayanan medik jika terjadi akibat yang tidak
diinginkan.
i. Subjek dapat berhenti berpartisipasi setiap waktu, tanpa ada pinalti, atau
kehilangan keuntungan,
j. Pernyataan yang menjelaskan sejauh mana privasi dan kerahasiaan pribadi
akan dijaga,
format PSP yang akan diminta dari subjek penelitian atau wakilnya yang sah.
Peneliti tidak boleh melaksanakan penelitian sebelum memperoleh PSP dari
subjek penelitian;
2. tanpa PSP dari subjek penelitian, hasil penelitian tidak dapat dipublikasikan;
3, tanpa PSP dari subjek penelitian, peneliti tidak berhak memperoleh dana dari
sponsor dan/ataupengelola dana penelitian (dono); dan
4. pelanggaran terhadap peraturan penrndangan tentang PSP dapat dikenakan
sanksi administratif danlatau pidana,
pada berbagai spesies hewan yang utuh. Ini dilakukan setelah pertimbangan
yang seksama karena jika laya( harus digunakan metode seperti model mate-
matika, simulasi komputer, dan sistem in ztitro.
2. Hewan yang dipilih untuk penelitian harus sesuai spesies dan mutunya, serta
jumlahnya hendaknya sekecil mungkin, narnun hasil penelitiannya absah secara
ilmiah.
3. Peneliti dan tenaga kerja lainnya harus memperlakukan hewan percobaan
sebagai makhluk perasa, memperhatikan pemeliharaan dan pemanfaatannya
serta memahami cara mengurangi penderitaannya.
Peneliti harus menganggap bahwa prosedur yang menimbulkan rasa nyeri pada
manusia, juga menimbulkan rasa nyeri pada spesiesbertulang belakang termasuk
primata.
5. Pada akhir penelitian bahkan pada waktu dilakukan percobaan, hewan yang
menderita nyeri hebat atau terus menerus atau menjadi cacatyangtidak dapat
dihilangkan harus dimatikan tanpa rasa nyeri.
6. Flewan yang akan dimanfaatkan untuk penelitian hendaknya dipelihara de-
ngan bai[ termasuk kandang makanan, air minum, transportasi dan cara
menanganinya sesuai tingkah laku dan kebutuhan biologik tiap spesies.
Pimpinan lembaga yang memanfaatkan hewan percobaan bertanggung jawab
penuh atas segala hal yang tidak mengikuti etik pemanfaatan hewan percobaan
di lembaganya Sebaliknya pimpinan wajib menjaga keselamatan dan kesehatan
para pengelola, dengan cara:
a. Pemeriksaan kesehatan setiap tahun sekali dan memberikan imunisasi ter-
hadap penyakit-penyakit yang mungkin ditularkan akibat pekerj aarrnya.
b. Menyediakan alat pelindung seperti masker, samng tangan, sepatu karet/
pelindung sepatu, tutup kepala, pelindung mata, dan jas laboratorium.
c. Menyediakan fasilitas fisik baik mangan maupun peralatan yang memenuhi
persyaratan keamanan kel' a dan ergonomebsehingga mengurangi kemungkin-
an terjadinya kecelakaan.
d. Penanganan limbah yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya pen-
cemaran.
3. Refnemenl
Mengurangi ketidaknyamanan yang diderita oleh hewan percobaan sebelum,
selama, dan setelah penelitian, misalnya dengan pemberian analgetik.
lama, dan memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu; pada penelitian ini
tidak diperlukan PSP.
Pengecualian dari ketentuan-ketentuan di atas harus disetujui oleh KEPK.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaporkan hasil penelitian geneti\
yaitu:
1. Peneliti harus mempertimbangkan anta.ra manfaat dan kerugian dalam me-
laporkan hasil genotiping kepada subjek.
2. Perhatian khusus harus diberikan bila melakukan penelitian pada keluarga,
lebihlebih dalam hal memberikan informasi mengenai penyakit, misalnya
penyakit yang diderita isteri kepada suami.
4. Ujiprenatal
qi prenatal hanya dilakukan d"rrg* alasan medis yang kuat baik untuk
". rnu.rpon untuk ibu. Uji prenatal tidak boleh dilakukan hanya untuk
"n"k
menyeleksi jenis kelamin, kecuali bila ada kelainan kromosom X..
b. Uji prenatal dapat dilakukan untuk mempersiapkan orang tua secara
' prikologir bahwa anak yang lahir mungkin cacat atau menderita penyakit.
Pada beberapa kasus uji prenatal dapat dilakukan untuk melindungi kesehatan ibu,
terutama kesehatan mental pada korban perkosaan.
27
Prnuulllr lwnn Keooxrrmru/Kr*nlmn
t96
4al 27 Penulison llmioh Kedohteron/Kesehotqn 197
Perkembangan serta timbunan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dewasa ini
adalah berkat akumulasi hasil-hasil riset yang dipublikasikan serta kontribusi
ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Setiap peneliti berkewajiban membuat publikasi
hasil-hasil risetnya sehingga dapat dimanfaatkan oleh ilmuwan.-ilmuwan lain serta
masyarakat luas. Selain itu, peneliti akan memperoleh umpan balik untuk mem-
perbaiki atau menyempurnakan risetnya sekaligus menguji pendapat atau buah
pikirannya. '
Etik merupakan norma-norma atau nilai-nilai yang disepakati oleh sesuatu
kelompok tertentu masyarakat, umumnya kelompok profesi. Etik ditetapkan ber-
dasarkan ajaran agama, pandangan tokoh-tokoh , alau pafa pakar dalam bidangnya
dan lazimnya berkaitan dengan nilai moral. Bukanlah hal yang mudah untuk
memberikan batasan yang tegas mengenai etik karena dapat terjadi bahwa se-
seorang menganggap sesuatu hal dapat diterima secara etih namun orang lain
berpendapat hal itu bertentangan dengan etik. Walaupun demikian, masyarakat
ilmiah agaknya sepakat bahwa dalam penulisan dan publikasi ilmiah perlu diper-
hatikan butir-butir dalam kode etik.
Yang dimaksud dengan tulisan ilmiah kedokeran,/kesehatan ialah laporan hasil
penelitian dan makalah ilmiah yang dipresentasikan pada pertemuan-pertemuan
ilmiah atau akan dipublikasikan dalam majalah-majalah ilmiah kedokteran,/ke-
sehatan.
9. Ringkasan (Sunmary)
10. Kesimpulan (Conc/ustbns)
11. Ucapan terima kasih (Ahnowledgemen*)
12. Daftar rujukan (Refrrenca)
hasil riset atau pendapat penulis lain. Dalam mengajukan pendapatnya, penulis
hendaknya tidak menonjolkan hasil riset sendiri dan menganggap rendah hasil
riset orang lain. Hal ini dapat dihindarkan dengan menggunakan kalimat-
kalimat pasif dan tidak memakai kalimat-kalimat aktif
9. Ringkasan
Ringkasan berisi pokok-pokok informasi tulisan ilmiah yang telah dibahas
secara singkat. Kalau abstrak bermanfaat bagi para pembaca yang belum mem-
baca tulisan lengkap, ringkasan mengutarakan kembali secara ringkas apayalg
telah ditelaah dalam tulisan lengkapnya. Tidak semua tulisan ilmiah memuat
ringkasan.
10. Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil pada akhir tulisan ilmiah, hendaknya didukung oleh
data yang konkret, hasil riset penulis sendiri. jangan menarik kesimpulan
berdasarkan hasil riset.orang lain atau hasil tinjauan pustaka. Kesimpulan itu
harus pula berkaitan erat dengan penyelesaian masalah iiset dan dengan tegas
menyatakan mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan.
11. Ucapan terima kasih
Bagian ini memuat pernyataan terima kasih kepada orang atau instansi yang
telah memungkinkan dilaksanakannya riset dan penulisan laporan atau
makalahnya. Tidaklah etis bila tidak menghargai bantuan pikiran, waktu,
tenaga, sarana, peralatan, bahan, dan dana dari pihak lain untuk riset penulis.
Bila jurnlah penulis lebih dari 6 orang, tulis nama 6 penulis pertama diikuti
et al, misalnya:
Parkin DM, Clapon D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al.
Childhood leuhcmia m Eurrpe alher Chemohyl: 5 yearfollou up. Br J Cancer
1996;73:1006-12
2) Organisasi sebagai penulis
American Society for Reproductive Medicine. Reaised Classtfcahbn of
Endometnbstj. Fertil Sten| 1997 ;67 :819 -20.
3) Thnpa nama penulis
Cancer in South Africa (Editorial) S Afr Med J 1994; B4:I5
4) Buku yang dihrlis oleh:
a. Perseoranga.n
Amir A. IImu Kedokteran Forensih Edisi III, cetakan III, Penerbit
Ramadhan, Medan,2004.
b. Editor
Norman IJ, Redfern SJ, Editors. Mental Heahh Care 1fir Elderly Petple,
New Yorh Churchill Livingstone; 1996
c. Organisasi
WHO Study Group.The hypertensive disorders in pregnancy In: WHO
Technical Report Series No. 758. World Health Organization, Geneva
1987.
2o.2 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehotcn
Publlhqri
Salah satu prinsip dalam pengembangan Iptek adalah adanya penyebarluasan
hasil-hasil penelitian melalui presentasi di pertemuan-pertemuan ilmiah yang
diikuti selanjutnya dengan publikasi. Peneliti wajib berbagi informasi dengan
e4/ 27 penulison llmioh Kedohterqn/Kesehoton
20,4
Doftor Pustoho 205
16. Chellilah DES. Legal Implication of Medical Practice. A Legal View dalam
Current Problem in Legal Medicine, A Publication ofThe Medicolegal Society
ofSingapore, 1981.
17. Cheng CT. Legal Implications of Medical Practicb. A medical View, dalam
Current Problem in Legal Medicine, A Publication ofThe Medicolegal Society
ofSingapore, 1981.
18. Council of International Organization of Medical Science International.
Guidelines for Etical Review of Epidemiological studies, Geneve, 1991.
19. Council for International Organization of Medical Sciences (CIOMS) in
collaboration with the World Health Organization 0A,TIO) International
Ethicals Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects,
Geneva, 1993.
20. Council for International Organizations of Medical Sciences (CIOMS)
International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human
54. Hanafiah MJ, Kurikulum Bioetika, Hukum Kesehatan dan Humaniora Flakultas
Kedokteran USU, Pertemuan Nasional ll Bioetika dan Humaniora, Bandung
31 Oktober- 2 Nopember 2002.
55, Hanafiah MJ, Beberapa Isu Bioetika dalam Obstetri dan Ginekologi, Pidato
Ilmiah Purnabakti Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran USU, Medan
2003.
56. Hanafiah MJ. Aspek Etik Penelitian Kerja Sama Internasional Bidang
Kesehatan, Rakernas Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan, Jakarta,
2005.
57. Hanafiah N4J, Etika Terapan Profesi Kedokteran, Seminar "Medical Ethics
incorporate with Medical Law, Health and Human Right," Medan, 22 Juli
2006.
58, Hanafiah N4J. Sekali lagi: Pentingnya Irformed Consent dalam Penelitian
Kesehatan, Pertemuan Nasional IV Bioetika dan Humaniora, Surabaya, 29
Nopember - 2 Desember 2006.
59. Hanafiah MJ. Tingkat Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran Etika
Kedokteran Saat ini, Seminar Etik Ilmu Pengetahuan, Komisi Ilmu Kedokteran;
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 2006.
60. Hasil Seminar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, PORMIKI Daerah
Sumatera Utara, Medan 1990,
61. Herkutanto. Penerapan Etik dan Aspek Medikolegal di Rumah Sakit, Dirjen
Pelayanan Medik, Depkes, RI, 1994.
62. Heuken A, Ensiklopedi Etika Medis. Yayasan Cipta toka Caraka, Jakarta
1979
63, Husein K. Segi-segi Etis dan Yuridis lrfonncd ConsenL Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta 1993,
64. Ikatan Dokter Indonesia Pengurus Besar. Surat Keputusan Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB / A.4/ 0 4/2002 tentang Penerapan Kode
Etik Kedokteran Indonesia, MKEK IDI,Jakarta, 2002.
65. Isfandyarie A. Malpraktik dan Risiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana,
Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta 2005.
66. Isfandyarie A. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Buku I,
Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta 2006.
67. Isfandyarie A, Afandi F, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter,
Buku II, Prestasi Pustaka Publisher,Jakarta 2006.
68. Jonsen AR, Siegler M, Winslade WJ, Clincal Ethics. Third edition. McGraw-
Hill, Inc, New York, 1992.
69, KansilCTS. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia. Rinekaapta 1991.
70. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI), Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia,2001
71. Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan RL Pedoman Nasional Etik
Penelitian Kesehatan, Suplemen I, Etik Pemanfaatan Bahan Biologik Tersimpan
@BT),Jakarta2006
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
90. Samil RS. Masalah Bioetik dalam Rekayasa Genetika Kedokteran, Pertemuan
Nasional II Bioetika dan Humaniora. Bandung 31 Oktober - 2 Nopember
2002.
Doftor Pustoho 209
dokter
E. .Menolak untuk ikut dalam penelitian.
7. Blla dokter telah mendapat surat izin praktik, pada waktu menerima pasien
dan menyetujui untuk mengobatinya secara hukum sesungguhnya telah
terjadi:
A. Persetujuan perikatan
B. Perjanjian hubungan pasien
C. tansaksi terapeutik
D. Ikatan hubungan dokter-pasien
E. Semua yang disebut di atas benar
8. Beberapa hak yang dimiliki dokter antara lain:
A. Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien
B. Menolak tindakan medik yang bertentangan dengan hukum, aga,ma
dan etik
C. Ketentraman dalam bekerja
D. Mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan
E. Semua yang disebut di atas benar
9. Undang-undang RI No. 23 Tirhun 1992 adalah undang-undang tentang:
A. Malpraktik
B. Rekam Medis
C.
Persetujuan Tindakan Medik
D.
Kesehatan
E.
Bukan salah satu yang disebut di atas
10. Dalam pelayanan kesehatan dokter harus belpegang pada:
A.
Kode etik profesi
B.
Lafal sumpah dokter
C. Ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku di bidang kesehatan
D. Jalinan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga
E. Semua yang disebut di atas benar
11. Prinsip mendahulukan kepentingan pasien dari kepentingan diri sendiri di
bidang kesehatan dikenal sebagai:
A. Beneficence
B. Primum non-nocere
.C. Altruism
D. Autonom
E. Justice
12. Seorang dikatakan menjalankan suatu profesi bila mempunyai ciri-ciri,
KECUALI:
A. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan yang
intensifdan ekstensif
Contoh Sool-Sool Ujion Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton 213
44. Seorang dokter dapat dituntut di depan pengadilan jika tejadi sesuatu kom,
plikasi pada pasiennya, walaupun ia telah memeriksa pasiennya dengan
teliti dan sesuai dengan prosedur.
45. Rekam medis seorang pasien merupakan rahasia yang perlu dilindungi.
46. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
kemanusiaan.
47. KODEKI d{1'abarkan dari Sumpah Hippokrates, Deklarasi Geneva (1948)
dan Lafal Sumpah Dokter Indonesia (1960).
48. Hukum bertujuan untuk ketertiban dan ketenteraman masyarakat, sedang-
kan etika kedokteran hanya untuk ketertiban dan ketentraman hubungan
dokter dengan pasien.
49. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) adalah suatu badan bertanggungjawab
langsung kepada Presiden.
50. KKI memutuskan melakukan pencatatan atau tidak terhadap tenaga medis
yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi karena melanggar ketentuan
etika profesi.
51. Untuk Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Medis diperlukan f'azah dokter.
52. Karena pasien mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri (self
deterwmatnn), ia berhak untuk memilih dilakukan eutanasia.
53. Eutanasia aktif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan kehidupan
manusia.
54. Bila pasien menjadi cacat atau meninggal dalam pelayanan kesehatan, itu
merupakan indikasi telah terjadi suatu malpraktik.
55. Pengungkapan rahasia pasien dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien,jika
ada perintah hakim di sidang pengadilan.
56. Yang dimaksud dengan Persetujuan Tindakan Medik hanyalah persetujuan
tertulis seperti yang terdapat dalam Surat Izin Operasi (SIO).
57. Dokter boleh merujuk pasien kepada dokter lain tanpa persetujuan pasien
atau keluarga, untuk kepentingan pasien.
58. Untuk menyelamatkan jiwa pasien yang tidak sadar tanpa keluarga, tidak
diperlukan PTM
59. Menurut UUPK tahun 2004 kasus dugaan malpraktik dapat diadukan ke
MKDKI, boleh langsung ke Penyidik atau kepada kedua badan ini.
60. Unsur bisnis yang merusak profesi kedokteran akhir-akhir ini merupakan
tindakan tidak etis karena pada hakikatnya honorarium dokter diterima
dengan rasa penuh kehormatan (ltonorable).
61. Salah diagnosis tidak merupakan malpraktik medik jika prosedur dan
standar pelayanan kedokteran dalam suatu kasus telah dilakukan dengan
seksama.
62. Etik klinik merupakan etika terapan untuk mengenal, menganalisis dan
menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan klinik.
63. Dalam menangani kasus-kasus di klinik setiap dokter harus berupaya dengan
sungguh-sungguh untuk mempertahankan hidup insani, tanpa memper-
hitungkan kualitas hidup (gualiry ofhfr) pasien seterusnya.
Contoh Socl-Sool Uiion Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton 219
64. Dokter dapat menggunakan hak undur diri sebagai saksi ahli di sidang
pengadilan bila berkaitan dengan rahasia pasien yang perlu dilindunginya.
65. Orang dikatakan telah mati bila dapat dibuktikan telah terjadi mati batang
otak yang dibuktikan {engan pemeriksaan elektroensefalografi dan tidak
terjadi denyut jantung dan pernapasan spontan.
66. Dalamrangka transplantasi tubuh manusia, saat mati donor dapat ditentukan
oleh dokter yang merawat pasien.
67, Penelitian kesehatan pada hewan tidak memerlukan persetujuan Komisi
Etik.
68. Pada masa sekarang tenaga kesehatan perlu memahami hukum kesehatan
supaya dapat menghindari malpraktik.
69. Peraturan internal Rumah Sakit harus dibuat oleh tiap-tiap Rumah Sakit.
III. Cocokkan soal-soal berikut ini dengan jawaban yang tercantum di
bawahnya
A. Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik,
pasal 11
B. Hukum Kesehatan
C. Malpraktik Perdata
D. Malpraktik Etik
E. Peraturan Pemerintah No. 10 Thhun 1966.
70. Pelanggaran terhadap KUH Perdat
71. Tidak merlukan surat izin operasi
72. Pelanggaran KODEKI dan lafal sumpah dokter
73. Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan
74. Peraturan pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
A. Tindakan kriminal
B. Tiansaksi terapetik
C. MKEK,/P3EK
D. Malpraktik Pidana
E. Sanlai pelanggaran KODEKI
75. Tindakan dokter di bawah standar
76. Diberi tuntunan dan kalau perlu tindakan administratif
77. Hubungan dokter dengan pasien dalam upaya penyembuhan
78. Menangani kasus-kasus diduga pelanggaran etika kedokteran
79. Memerlukan bukti fisik
IV. Tulis jawaban menurut petunjuk ini:
A. Bila yang benar No. 1, 2, dan 3
B. Bila yang benar No. 1 dan 3
C. Bila yang benar No. 2 dan 4
D. Blla yang benar No. 4
E. Bila semua benar
80. Dalam menjalankan profesi kedokteran, dokter bertanggung jawab ter-
hadap:
220 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehqton
93. The roles played by the Ethics Committee in Indonesia Health Departemen
(P3EK) are:
1. .Persecutesin court of law all form of violation
2. Handles all cases of ethical malpractice which can not be handled by
Indonesian Medical Asociation's Council of Ethics (MKBK)
3. Persecutes all violation's Oarth, 1960
4. .Give consult and suggestion to related organization
94. The framework of Indonesia Medical Ethics is base on:
1. Geneva Declaration, 1948
. 2. the Indonesian Doctor's Oarth, 1960
3. The Indonesian Medical Ethics Code, 1983
4. The Indonesian Medical Association's Conference (IDI) held inJakarta
1988
V. Analisislah kasus berikut ini dari segi etik dan hukum kesehatan dan
apakah kasus tersebut cenderung kepada malpraktik atau tidak:
95. Seorang wanita berusia 37 tahun, G3P2 AbO, datang ke sebuah klinik swasta
SpOG dengan keluhan haid telah terlambat 3 hari. Ia belum siap untuk
hamil lagi karena anak terkecil baru berusia 11 bulan. SpOG melakukan
dilatasi dan kerokan (D dan K) dengan anestesi induksi yang diberikan oleh
perawat. Sepuluh menit kemudian pasien menjadi sianosis dan meninggal
dunia.
96. Seorang petinju jatuh KO dan tidak sadarkan diri. Ia segera dilarikan ke
Rumah Sakit. DSB menegakkan diagrrosis perdarahan otak dan harus segera
dioperasi. Keluarga tidak berada di tempat untuk menandatangani Surat
Izin. Operasi tertunda dan baru dilakukan 5 jam kemudian. Pasien meninggal
dunia.
97. Seorang anak lakilaki berusia 2 tahun dirawat di ICU bagian anak dengan
suhu tinggi dan sedikit kejang-kejang pada kaki dan tangannya. Satu minggu
setelah dirawat dapat dipastikan diagnosanya meningo-ensefalitis tuber-
kulosa. Harapan hidup anak ini kecil dan kalaupun ia sembuh kualitas
hidupnya diperkirakan sangat rendah, tidak mampu berkomunikasi dan
. bersosialisasi. Orang tua anak tersebut kurang mampu dan harus meminjam
uang kesana-kemari untuk biaya perawatan dan pengobatan anaknya. Pada
suatu hari dokter menjelaskan kepada orang tua anak tersebut tentang
diagnosis dan prognosis anaknya, yang walaupun masih ada harapan
menyelamatkan jiwanya, tetapi kualitas hidupnya bermasalah. Orang tua
anak tersebut memutuskan membawa pulang anak tersebut dan t hari
kemudian meninggal dunia.
Pertanyaan:
a) Seberapa jauh dokter harus mgmpertahankan kehidupan seorang
pasien?
b) Apakah kasus ini dapat digolongkan dalam eutanasial Aktif atau pasi{?
Seberapa jauh faktor kualitas hidup dan kemampuan finansial dapat
") dipakai sebagai justifikasi moral untuk menghentikan pengobatanl
Contoh 5ool-5ool Ujion Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton 223
98. Salah satu prinsip dasar dalam Etika Biomedis adalah berkeadilan (Jtuhbe).
Di negara-negara berkembang banyak sekali kasus dilematis, yang me-
merlukan keb!'aksanaan petugas pelayanan kesehatan,/kedokteran. Misalnya,
dalam pelayanan gtrzi di Puskesmas, tersedia hanya 100 paket makanan
'sedanfka.t
tambahan, yang memerlukannya 200 pasien kurang gizi
(malnutnlh'on). Di unit renal dialisis hanya ada 2 (dua) alat dialisis, sedang-
kan penderita gagal ginjal yang memerlukan pelayanan pada hari itu ada
12 orang.Hanya ada 1 (satu) alat ventilator, sedangkan pasien di ICU yang
memerlukan alat ini ada 3 orang, yang satu berumur 30 tahun, yang lainnya
50 dan 80 tahun. Uraikan pertimbangan-pertimbangan saudara pada kasus-
kasus seperti tersebut di atas untuk menegakkan rasa adil terhadap pasien-
pasien.
VI. Esai
99. Buatlah uraian singkat tentang syarat-syarat, unsur yang perlu diperhatikan
dan pentingnya Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) pada penelitian ke-
sehatan yang melibatkan manusia sebagai subjek.
100, Jelaskan kegunaan isi dan informasi Rekam Medis berkaitan dengan aspek
hukum
hwlgnN
Iswear by Apollo Physician and Asclepius and Hygieia and Panaceia and all the
godesses,'maljng them my witnesses, that I will fulfil according to my ability and
judgement this oath and this covenant:
'
Ib hold him who has taught me this art as equal to my parents and to live my
life in partnership with him, and if he is in need of money to give him a share of
mine, and to regard his offspring as equal to my brothers in male lineage and to
teach them this art-if they desire to learn it-without fee and covenant; to give a
share of precepts and oral instruction and all the other learning to my sons and to
be sons ofni- who has instructed me and to pupils who have signed the covenant
and have taken an oath according to the medical law, but to no one else.
I will apply dietetic measures for the benefit of the sick according to my ability
and judgement; I will keep from harm and in justice.
iwill neither give a dladly drug to anybody if asked for it, nor will I make a
suggestion to this effect. Similarly I will not give to woman an abortive remedy' In
purity
- and holiness I will guard my life and my art.
I will not use the knife, not even on sufferers from stone, but will withdraw in
favor of such men as are engaged in this work.
What ever houses I may visit, I will come for the benefit of the sich remaining
free of all intentional injustice, of all mischief and in particular of sexual relations
with both female and male persons, be the free or slaves'
What I may see or hear in the course of the treatment or even outside of the
treatment in regard to the life of men, which on no account one must spread
abroad, I will keep to my self holding such things shameful to be spoken about.
If I fulfiI this oath -d do not violate it, may it be granted to me to enjoy life and
art, being honored with fame among all men for all time to come; if I transgress it
and swear f"lt"ly, may the opposite of all this be my lot.
225
Lsmpirqn 2
Nuneusenc Cooe (9al)
226
Lqmpirqn 3
Tnr Wonlo MeplclL ArocnfloN:
DrcmnnnoN or Genrvl (tsae)
Phyriclcn'r ooth
At the time ofbeing admitted as a member of the medical profession:
I solemnly pledge myself to consecrate my life to service of humanity;
I will give to my teacher the respect and gratitude which is their due;
I will practice my profession with conscience and dignity; the health of my patient
will be my first consideration;
I will respect the secrets which are confined in me, even after the patient has
died;
I will maintain by all means in my power, the honor and the noble traditions ofthe
medical profession; my colleagues will be my brothers;
I will not permit consideration of my religion, nationality , race, par\t politics or
social standing to intervene between my duty and my patient;
I will maintain the utmost respect for human life from the time of conception, even
under threat, I will not use my medical knowledge contrary to the laws of
humanity;
I make these promises solemnly, freely and upon my honor'
(Adopted by General Assembly of the WMA, Geneve, September 1948 and
amended by the 22nd World Medical Assembly, Sydney, August 1968.)
227
Lompirqn 4
lnrennlrpNAr Cooe or MrorcAL Ernlcl (1949)
228
(Adopted by the Third General Assembly of the World Medical Association,
e"dand, October 1949. Amended by The Twenty second World Medical
Assembly, Sydney, August 1968)
, Lcmpirqn 5
Wonro Meolcru ArocnrpN (WMA)
DrcnnarrcN or Heuruxl
andthe,,,r^H#;i:I\::!ffirrfl:,::#;,'!!,k*,october2000
Note of Clanfcahbn on Paragraph 29 added by
the WMA General Assembly, Washington 2002
Note ofClanfcah'on on Paragraph 30 added by
the WMA General Assenbly. Tohyo 2004
A.INTRODUCTION
1. The World Medical Association has developed the Declaration ofHelsinki as
a statement of ethical principles to provide guidance to physicians and other
participants in medical research involving human subjects. Medical research
involving human subjects includes research on identifiable human material or
identifiable data.
2. It is the duty of the physician to promote and safeguard the health of the
people. The physician's knowledge and conscience are dedicated to the
fulfillment of this duty.
3. The Declaration of Geneva of the World Medical Association binds the
physician with the words, "The health of my patient will be my first
consideration," and the International Code ofMedical Ethics declares that, 'A
physician shall act only in the patient's interest when providing medical care
which might have the effect ofweakening the physical and mental condition
of the patient".
4. Medical progress is based on research which ultimately must rest in part on
experimentation involving human subjects.
5. In medical research on human subjects, considerations related to the well-
being of the human subject should take precedence over the interests of
science and society.
230
Lompiron 231
4. The physician should fully inform the patient which aspects of the care are
related to the research. The refusal of a patient to participate in a study must
never interfere with the patient- physician relationship.
5. In the treatment of a patient, where proven prophylactic, diagnostic and
therapeutic methods do not exist or have been ineffective, the physician, with
informed consent from the patient, must be free to use unprovcn or new
prophylactic, diagnostic and therapeutic measures, if in the physician's
judgement it offers hope of saving life, re-establishing health or alleviating
sulfering. Where possible, these measures should be made the object of
research, designed to evaluate their safety and efficary. In all cases, new
information shouldbe recorded and, where appropriate, published. The other
relevant guidelines of this Declaration should be followed.
Menimbang:
Bahwa perlu ditetapkan peraturan tentang wajib simpan rahasia kedokteran.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Pasal I0 ayat (4) Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1960 No. 131);
3. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1960 tentang Lafal Sumpah Dokter
(Lembaran Negara tahun 1960 No. 69).
MEMUTUTKAN:
Mendengar:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN
Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekel'aannya
dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal t harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam
pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada
Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tbnaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No. 78);
b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, peng-
, obatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Ke-
sehatan.
Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak
atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang
235
Etiho Kedohteron don Huhum Kesehqton
Pasal 5
Apabila pelanggaran yang dimaLsud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut
dalam pasal 3 hurufb, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan berdasarkan
wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6
Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung
Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.
Pasal 7
Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteranl'
Pasal 8
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Pasal 2
Berdasarkan pasal ini orang (selain dari pada tenaga kesehatan) yang dalam pekeq'aannya
berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, baik yang tidak maupun
yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia
mengenai keadaan si sakit.
Dengan demikian, para mahasiswa kedokteran, kedokteran glg1, ahli farmasi,
ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai, murid para medis, dan sebagainya
termasuk dalam golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan
238 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehqton
dapat menetapkan, baik secara umum, maupun secara insidentil, orang-orang yang
wajib menyimpan rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata-usaha pada rumah-rumah
sakit dan laboratorium-laboratorium.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Berdasarkan pasal322 KUHP, maka pembocoran rahasiajabatan, dalam hal ini rahasia
kedokteran, adalah suatu tindak pidana yang dituntut atas penga.duan (klachdelict),
apabila kejahatan itu ditujukan pada seseorang tertentu. Demi kepentinga.n umum
Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran, meskipun
tidak ada suatu pengaduan.
Sebagai contoh:
Seorang pejabat kedokteran berulang kali mengobrolkan di depan orang banyak
tentang keadaan dan tingkah laku pasien yang diobatinya. Dengan demikian, ia
merendahkan martabatjabatan kedokteran dan mengurangi kepercayaan orang kepada
pejabatpejabat kedokteran.
Pasal 5
Berdasarkan pasal ini Menteri Kesehatan dapat meminta kepada instansi yang
berwenang (umpama untuk mahasiswa kepada Departemen P.T,I.P. dan sebagarnya)
agar mengambil tindakan administratif yang wajar bila mana melanggar wajib simpan
rahasia kedokteran ini.
Pasal 6
Menteri Kesehatan membentuk Dewan Pelindung Susila Kedokteran justru untuk
mendapat nasihat dalam soal-soal susila kedokteran.
Pasal 7 dan 8
Cukup jelas.
A complication is that death is gradual process at the cellular level with tissues
varying in their ability to withstand deprivation of isolated cells but in the fate of a
person. Here the point ofdeath ofthe different cells and organs is not important as
ihe certainty suscitation that may be employed. This determination will be based
on clinical enjudgment.supplemented if necessary by a number of diagnostic aids
ofwhich the electro-encephalograph is currently most helpfirl. However, no single
technological criterion is entirely satisfactory in the present state of medicine nor
can any one technological procedure be substituted for the'overall judgment ofthe
physician. If transplantation of an organ is involved, the decision that death exists
should be made by two or more physicians and the phyisicians determine the
moment ofdeath shouldin nowaybe immediately concerned with the performance
of the transplantation.
Determination of the point of death of the person makes countries where the
law permits, to remove organs from the cadaver provided that prevailing legal
requirements of consent have been firlfilled.
239
Lcmpirqn 8
CournuiloN oF
Tne Wonlo Hrllrn OncmlzAnoN (1926)
The States Parties of this Constitution declare, in comformity with the Charter of
the United Nations, that the following principles are basic to the happiness,
harmonious relations and security of all peoples.
Health is a state on complete physical, mental and social well-being and not
merely the absence of disease or infirmity.
The enjoyment of the highes attainabee standard of health is one of the
fundamental rights of every human being without distinction of race, religion,
political believe, economic or social condition.
The health ofall peoples is fundamental to the attainment ofpeace and security
and is dependent upon the fullest co-operation of individuals and States.
The achievement of any State in the promotion and protection of health is of
value to all.
Unequal development in the different countries in the promotion of health and
control disease, especially communicable disease, is a common danger.
Healthy development of the child is a basic importance; the ability to live
harmoniously in a changing total enviromental is essential to such development.
The extention to all peoples ofthe benefits ofmedical, psychological and related
knowledge is essential to the fullest attainment of health.
Informed opinion and active co-operation on the part of the public are the
utmost importance in the improvement of the health ofthe people.
Government have responsibility for the health of their peoples which can be
fi.rlfied only by the provision of adequate health and social measures.
Accepting of these principles, and for the purpose of co-operation among
themselves and with others to promote protect the health of all peoples, the
Contracting Parties agree to the present Constitution and hereby establish the
World Health Organization as a specialized agency within the terms ofArticles 57
of the Charter of the United Nations.
(World Health Organization: Basic Documents, 26th ed., Geneve, 1976.)
240
Lompirqn 9
Penlrunln Rl No. 18 Tlnun l98l
FeuERtNTAH
Terurmlc Beoan Mlvlr Kunu DAN
Beo*t Mnvlr ANnrouF TERTA TnansplANTAtl
Aur omlhmu fmncff{ Tusuu Mntulll
Menirnbang:
a. bahwa dalam pengembangan usaha kesehatan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, perlu adanya berbagai upaya agar
usaha tersebut di atas diselenggarakan dengan baik, antara lain dengan
kegiatan melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta
transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia yang bertujuan untuk
keselamatan umat manusia maupun meningkatkan ilmu kesehatan dan
kedokteran pada umumnya,
b. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut pada huruf a di atas, perlu
diadakan ketentuan-ketentuan tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat
anatomis serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dengan
Peraturan Pemerintah.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat Q) Undang-undang Dasar 1945;
2. undang-undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131, Tambahan Lembaran Negara
No.2068);
3. Undang-undang No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggr (Lembaran
Negara Thhun 1961 No. 302, Tambahan Lembaran Negara No' 236);
4. undang-undang No. 6 Tfiun 1962 tentang wabah(Lembaran Negara
Tahun 1962 No. 12, Tambahan Lembaran Negara No, 2390 jo Undang-
undang No. 7 Tfiun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-undang
No. 6 Thhun 1962 (Lembaran Negara Tahun 1968 No' 38, Tambahan
Lembaran Negara No. 2863);
5. Undang-undang No. 6 Tifiun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
NegaraTfiun 1963 No. 79, Tambahan Lembaran Negara No' 2576);
6. Staatsblad Tahun 1927 No.245;
241
242 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
MEMUTU'KAN
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN
BEDAH MAYAT ANATOMIS SERT,A. TRANSPLANTASI ALAT DAN,{T{U
JARINGAN TUBUH MANUSIA
BAB I
I KETENTUANUMUM
Pasal 1
Dalam Peraturin Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. Bedah mayat klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan
terhadap mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi
sebab kematian dan untuk penilaian hasil usaha pemulihan kesehatan.
b. Bedah mayat anatomis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan
terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran; .
c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang di bentuk oleh
beberapa jenis sel dan -"-pnnyui bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh
tersebut;
d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang
sama dan tertentu;
e. tansplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan
atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka
pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi
dengan baik.
f Donor adalah orang yang menyrrmbangkan alat dan ataujaringan tubuhnya kepada
orang lain untuk keperluan kesehatan;
g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otalq pernapasan, dan atau dennrt jantung seseorang telah
berhenti;
h. Ahli urai adalah dokter atau sa4'ana kedokteran yang diakui telah memperoleh
BAB II
, BEDAH MAYAT KLINI'
Pasal 2
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut.
a. Dengan persefujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan
dengan pasti;
Lompiron 243
Pasal 3
Bedah mayat klinis hanya dilakukan di ruangan dalam rumah sakit yang disediakan
. untuk keperluan itu.
Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis dilaksanakan sesuai
dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tirhan Yang Maha Esa, dan
diatur oleh Menteri Kesehatan.
BAB III
BEDAH MAYATANATOMI'
Pasal 5
Untuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang diperoleh dari rumah sakit dengan
memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan c.
Pasal 6
Bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan dalam bangsal anatomis suatu fakultas
kedokteran.
Pasal 7
Bedah mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Sa{ana
Kedokteran di bawah pimpinan dan tanggungjawab langsung seorang ahli urai.
Pasal 8
Perawatan mayat sebelum, selama dan sesudah bedah mayat anatomis dilaksanakan
sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dan diatur oleh Menteri Kesehatan.
BAB IV
MU'EUM ANATOMI' DAN PATOLOGI
Pasal 9
Untuk kepentingan pendidikan, penyelidikan penyakit, dan pengembangan ilmu
kedokteran diadakan museum anatomis dan patologi yang diatur oleh Menteri
Kesehatan.
BAB V
TRAN'PLANTA'I ALAT DAN ATAU TUBUH MANU'IA
'ARINGAN
Pasal 10
(1) Tlansplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhati-
kan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf
b.
244 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Q) Tata cara transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diatur oleh Menteri
Kesehatan.
Pasat 11
(1) tansplantasi alat dan atau jaririgan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang beke4'a pada sebuah rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Ke-
sehatan.
(2) tansplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh
dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12
Dalam rangka transplantasi penentuan saat mati ditentukan oleh 2 (dua) orang dokter
yang tidak ada sangkut-paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Pasal 14 dan Pasal 15
dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 (dua) orang saksi.
BAB VI
PENGAMBILAN ALAT DAN/ATAU
IARINGAN TUBUH MANU'IA KORBAN KECELAKAAN
Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau
Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persefujuan
tertulis keluarga yang terdekat.
BABVII
DONOR
Pasal 15
(1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia
diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dulu di-
beri tahu oleh dokter yang merawathya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat
-operasi, akibat, dan kemungkinan yang dapat te4'adi.
(2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) harus yakin benar, bahwa calon donor
yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas sesuatu kompensasi
material apapun sebagai imbalan transplantasi.
BAB VIII
PERBUATAN YANG DIL/ARANG
Pasal 17
Dilarang mempeq'ual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua
bentuk ke dan dari luar negeri.
Lompiron 245
Pasal 19
Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 tidak berlaku untuk
keperluan penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 20
(1) Pelanggaran atas ketentuan dalam Bab II, Bab III, Bab V, Bab VI, Bab VII, dan Bab
VIII, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 7.5 00,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
(2) Di samping ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) dapat pula
diambil tindakan administratif
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pasal 1 Cukupjelas
Pasal 2
Huruf a
Persetujuan tertulis dapat berasal dari:
- Penderita sendiri, yang diberikan sebelum ia meninggal dunia tanpa sepengetahuan
keluarganya yang terdekat, dan keluargany^ yafig terdekat ikut menyetujuinya
pula;
- Keluarganya yang terdekat dengan pertimbangan untuk kepentingan ilmu ke-
dokteran sehingga dapat diketahui sebab kematian penderita yang bersangkutan.
248 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Yang dimaksud dengan keluarga terdekat ialah isteri, suami, ibu, bapah atau saudara
seibu-sebapak (sekandung) dari penderita dan saudara ibu, saudara bapak serta anak
yang telah dewasa dari penderita
Huruf b
Meskipun tanpa persetujuan tertulis dari penderita atau keluarganya yang terdekat,
berdasarkan pertimbangan untuk melindungi masyarakat dari penyakit yang diderita
oleh penderita dan yang menyebabkan kematiannya, maka bedah mayat klinis dapat
dilakukan.
Huruf c
Apabila rumah sakit tempat penderita dirawat dan meninggal dunia setelah memberikan
jangka waktu sampai 2 x 24 (dta kali dua puluh empat) jam tidak ada keluargatyayang
terdekat datang ke Rumah Sakit, bedah mayat klinis dapat dilakukan.
Pasal 3 Cukupjelas
Pasal 4
Untuk bedah mayat klinis pelaksanaan penyelenggaraan mayat agak berbeda sedikit
dari penyelenggar^an mayat untuk bedah mayat anatomis karena pengambilan alat dan
atau jaringan tubuh haruslah dike{akan secepat-cepatnya sesudah penderita meninggal
dunia. Artinya pengambilan alat dan atau jaringan tubuh dapat dilakukan terlebih
dahulu, sebelum penyelenggaraan mayat dilakukan seperti yang dilakukan pada bedah
mdyat anatomis.
Untuk hal tersebut akan diatur oleh Menteri Kesehatan agar supaya teq'amin
pelaksanaannya.
Pasal 12
Penentuan saat meninggal dunia seorang di rumah sakit yang sudah modem tidak
lagi dilakukan dengan cara lama yaitu seseorang dianggap meninggal dunia apabila
pernapasan dan peredaran darahnya sudah berhenti, akan tetapi dengan menggunakan
alat yang disebut elektroencepalograf (alat yang mencatat aktivitas otak). Meskipun
dengan elektroencepalograf menunjukkan seseorang telah meninggal dunia, namun
ada alat dan atau jaringan tubuh yang masih hidup secara fisiologi dalam jangka waktu
tertentu, sehingga dapat dilakukan pengambilan dan pemindahan alat dan ataujaringan
tubuh untuk keperluan transplantasi. Untuk menjamin penentuan saat meninggal dunia
seorang secara obyekti{ maka penentuan ini dilakukan oleh dokter lain, yang tidak
melaksanakan transplantasi.
Pasal 13 Cukupjelas
Pasal 14
Korban kecelakaan adakalanya dalam keadaan gawat dan tidak sadar. Apabila korban
tersebut menderita luka berat hingga tidak mungkin ia diajak bicara untuk mengizinkan
pengambilan alat dan atau jaringan tubuhnya apabila ia sudah meninggal dunia, maka.
izin pengambilan hanya dilakukan dengan persetujuan keluarga terdekat, yaitu isterV
suami./ibu./bapak atau saudara seibu-sebapak dan saudara ibu dan bapak dan anak yang
telah dewasa.
Sebelum pengambilan alat dan ataujaringan tubuhnya dilakukan maka dalamjangka
waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat)jam sejak ia meninggal dunia keluarganya yang
terdekat harus diberitahu. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ada keluarga yang
Lompiron 249
datang mengambil atau mengurus jenazah maka haruslah pengambilan alat dan atau
jaringan tubuhnya boleh dilakukan.
Pasal 15 Cukupjelas
Pasal 16 Cukupjelas
Pasal 17
Alat dan atau jaringan tubuh manusia sebagai anugerah Tirhan Yang Maha Esa kepada
setiap insan tidaklah sepantasnya di1'adikan obyek untuk mencari keuntungan.
Pasal 20
Ancaman pidana tersebut ditetapkln berdasarkan ketentuan Staatsllad Tahun 1927 No.
346 yang menetapkan bahwa kecuali apabila dengan ordonansi ditetapkan lain, maka
dalam "peraturan pelaksanaan" dapat ditetapkan sebagi hukuman kurungan tehadap
pelanggar peraturan selama-lamanya 3 (tiga) bulan btau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 7.500,- (tujuh ribu limaratus rupiah) dengan disertai perampasan barang tertentu
ataupun tidak, bagi pelanggar ketentuan da.lam Bab II, Bab III, Bab V, Bab VI, Bab \rII
dan Bab VIII Peraturan Pemerintah ini.
Menimbang:
a. bahwa tugas proGsional dokter dan dokter gigi dalam pengabdiannya makin
bertambah berat sesuii dengan perkembangan ilmu kedokteran modern,
sehingga setiap dokter dan dokter gigi menghayati dan mengamalkan Kode
Etika kedokteran yang berlaku sebagai salah satu unsur peran serta aktif
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Nasional dan pembangunan
kesehatan pada khususnya;
b. bahwa Peraturan.Menteri Kesehatan RI No. 02,2 Birhukmas/I /75 tentang
Panitia Pertimbangan dan Pembinaan etika kedokteran sudah tidak memadai
untuk menampung hal-hal sebagaimana dimaksud huruf a di atas, oleh
karena itu perlu diganti.
Mengingat:
1. Undang-undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran Negara Thhun 1960 No. 131, Tambahan Lembaran Negara No.
2068);
2. Undang-undang No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Thhun 1963 No. T9,Tambahan Lembaran Negara No. 2576);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 dan No. 45 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok dan Susunan Organisasi Departemen;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. L2SAY/KAB/
BU /l9TStentangSusunan Organisasi dan Thta Kery'a Departemen Kesehatan
Republik Indonesia,
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 275/Menkes/SK/Vll/79 tentang
Susunan Organisasi dan Thta Keq'a Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Kabupaten Kotamadya.
Memperhatikan:
1. Hasil Musyawarah Kel'a Nasional Etika kedokteran ke II yang di-
selenggarakan pada tanggal 14-17 Desember 1981 diJakarta.
2so
Lompiron 251
. MEMUTU'KAN
lVlenetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK IND ONESIA TENTANG
PANITIA PERTIMBANGAN DAN PEMBINAAN ETIKA KEDOKTERAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
1. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini yang dimaksud dengan:Etika
kedokteran ialah norma yang berlaku bagi dokter dan dokter gigi dalam
menjalankan profesinya sebagai tercantum dalam kode etik masing-masing
yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
2. DirekturJenderal adalah DirekturJenderal yang bertanggung jawab di bidang
pelayanan kesehatan.
3. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
BAB II
PANITIA PERTIMBANGAN DAN PEMBINAAN
ETIKA KEDOKTERAN PU'AT
BAGIAN PERTAMA
Pembentuhon Ponitiq
Pasal 2
Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika kedokteran Pusat (selanjutnya disebut
P3EK) terdiri dari unsur-unsur Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan c.q. Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia.
Pasal 3
P3EK Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal 4
(1) Personalia P3EK Pusat dibentuk dan diangkat oleh Menteri.
(2) P3EK Pusat diangkat untuk masa jabatan 1 (satu) tahun dan selanjutnya dapat
diangkat kembali.
Pasal 5
(1) Personalia P3EK Pusat terdiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan selanyak-
banyaknya 9 (sembilan) orang dokter dan dokter gigi dengan susunan sebagai
berikut.
a. Kefua merangkap anggota;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris merangkap anggota;
d. Anggota.
252 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
(2) Administrasi Sekretariat P3EK Pusat diselenggarakan oleh Sub Direktorat Rehabili-
tasi Medis dan Kedokteran Sosial Direktorat Rumah Sakit atau Satuan Kerja yang
ditunjuk oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 6
Apabila ada anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia, Menteri mengangkat
penggantinya dengan memperhatikan pasal 2.
BAGIAN KEDUA
Tugor dqn Wewenqng
Pasal 7
P3EK Pusat berrugas:
a. memberi pertimbangan tentang Etika kedokteran kepada.Menteri.
b. membina dan mengembangkan secara aktif Kode Etik Kedokteran Indonesia dan
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia dengan bekerja sama dengan Ikatan Dokter
Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia.
c. memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan.
d. menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Provinsi.
e. menerima rujukan terakhir dalam permasalahan pelanggaran Etika kedokteran atau
Etika kedokteran Gigi.
f mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi lain yang
berkaitan.
Pasal 8
P3EK Pusat dalam persoalan Etika kedokteran dan khususnya dalam menangani
pelanggaran Kode Etik masing-masing bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia
atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia.
Pasal 9
Wilayah wewenang (teritorial) P3EK Pusat adalah:
a. Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia
b. Wilayah lain yang tunduk pada hukum Negara Republik Indonesia.
Pasal 10
(1) P3EK Pusat atas nama Menteri berwenang memanggil mereka yang dirujuk dalam
suatu persoalan Etika kedokteran untuk diminta keterangannya.
(2) Biaya pemanggilan dimaksud dalam ayat (1) dibebankan pada Anggaran Belanja
. Departemen Kesehatan c.q. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Pasal 11
Biaya P3EK Pusat dibebankan kepada Anggaran Belanja Departemen Kesehatan c.q.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Lompiron 253
BAB III
PANITIA PERTIMBANGAN DAN PEMBINAAN
ETIKA KEDOKTERAN PROVIN'I
BAGIAN PERTAMA
Pembentuhqn Pqnitiq
Pasal 12
Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika kedokteran Provinsi (selanjutnya disebut
P3EK Provinsi) terdiri dari unsur Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran
gigi (ika ada), Ikatan Dokter Indonesia Provinsi dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia
Provinsi.
Pasal 13
P3EK Provinsi berkedudukan di Ibukota Provinsi.
Pasal 14
(1) P3EK Provinsi dibentuk dan diangkat oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Provinsi setelah berkonsultasi dengan Gubernur Kepala Daerah Tingkat
L
(2) P3EK Provinsi diangkat untuk masa jabatan 1 (satu) tahun dan selanjutnya dapat
diangkat kembali.
Pasal 15
(1) P3EK Provinsi terdiri sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya
7 (tujuh) orang dokter dan dokter gigi dengan susunan sebagai berikut.
Ketua merangkap anggota;
^.
b. Wakil Ketua merangkap anggota
c. Sekretaris merangkap anggota
d. Anggota.
(2) Adminsitrasi Sekretariat P3EK Provinsi berkedudukan di Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan Provinsi.
Pasal 16
Apabila ada anggota yang mengundurkan diri atau meninggal . dunia, Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi megangkat penggantinya dengan
memperhatikan pasal 12.
BAGIAN KEDUA
Tugor dan Wewenong
Pasal 17
(1) P3EK Provinsi bertugas dan berwenang:
a. Menerima dan memberi peftimbangan tentang persoalan dalam bidang Etika
kedokteran dan Etika kedokteran Gigi di Wilayahnya kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
b. Mengawasi pelaksanaan Kode Etik Kedokteran dan Kode Etik Kedokteran Gigi
dalam wilayahnya.
c. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi lain yang
berkaitan dalam tingkat provinsi.
254 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Pasal 18
Wilayah wewenang P3EK Provinsi ialah Wilayah Daerah Tingkat I Provinsi yang
bersangkutan.
Pasal 19
(1) Untuk keperluan tersebut dalam pasal 17 ayat (2) P3EK Provinsi jika perlu dapat
membentuk Panitia Ad Hoc untuk Daerah Kabupaten./Kotamadya Daerah Tingkat
II.
(2) P3EKProvinsiberdasarkanhasilpemeriksaanyangdirnaksud adilahayat (1) dapat
menyatakan bersalah.
Pasal 20
P3EK Provinsi dalam persoalan Etika kedokteran dan khususnya dalam menangani
pelanggaran Kode Etik masing-masing bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia
Provinsi atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia Provinsi dan cabang-cabangnya.
Pasal 21
Biaya P3EK Provinsi dibebankan pada Anggaran Belanja Departemen Kesehatan cq
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
Pasal 22
(1) P3EK Provinsi dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasall9 ayat (2) mengusulkan
kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi untuk mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap dokter atau dokter gigi yang bersangkutan.
(2) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi dapat mengambil tindakan
berupa peringatan atau tindakan administratif terhadap dokter atau dokter gigi
sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
(3) Keputusan Kepala Kantor Wilayah yang dimaksud dalam ayat Q) disampaikan
kepada dokter atau dokter gigi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri
Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, P3EK Brovinsi, dan P3EK Pusat.
(4) Dalam hal dokter atau dokter grgr yang melakukan pelanggaran berstatus Pegawai
Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah, kepada yang bersangkutan akan
diambil tindakan administratif, yang sebelumnya perlu dikonsultasikan dengan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pasal 23
(1) Apabila dokter dan dokter gigi bersangkutan sebagaimana dimaksud dalampasd,22
berkeberatan terhadap keputusan bersalah yang dinyatakan oleh pihak yang
berwenang, yang bersangkutan dapat mengajukan banding dalam waktu 20 (dua
puluh) hari ke P3EK Pusat.
Lompiron 255
(2) Pernyataan banding dalarn ayat (1) disampaikan ke P3EK Pusat melalui P3EK
Provinsi.
(3) P3EK Provinsi meneruskan banding tersebut dalam ayat (2) dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh).hari terhitung sejak tanggal diterimanya banding.
(4) Apabila dokter.atau dokter gigi dalam waktu 20 (duapuluh) hari tidak mengajukan
banding dokter atau dokter gigi yang bersangkutan dianggap telah menerima
keputusan yang dimaksud dalam pasal22.
(5) Kepah Kantor Wilayah Kesehatan Provinsi belum diperkenankan menjalankan
keputusan dimaksud dalam pasal 22 apabila yang bersangkutan mengajukan
banding.
Pasal24
(1) P3EK Pusat setelah menerima berkas banding segera memeriksa dan mengambil
keputusan banding.
(2) P3EK Pusat meyampaikan keputusan kepada Menteri untuk mengambil tindakan
yang diperlukan terhadap dokter atau dokter gigi yang bersangkutan.
(3) Keputusan Menteri baik berupa peringatan atau tindakan administratif disampaikan
kepadS dokter atau doker gigi dengan tembusan ke instansi yang bersangkutan.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
(1) Pelaksanaan Peraturan Menteri yang bersifat teknis diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Kesehatan No. 02,2
Birhukmas/I/75 tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika kedokteran
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 26
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia'
o
,t 3 5
H C\t
o
o tu
d
-!O
!
E
o
3 cd
H
-.bg
e
ds E Is
dg
d
L
(.)
H
t
E
ulho
! n F:
()
-!4
!?
8 E= Sf a.
9pa
E
(n
o
F=
=d .i'E=i
z
e
F
?> .v
o.
cg
a !e
JA.!-= bo ei
EE (.)
qA
=g
f;
ts
= :$x
o
ti bn
-0)
F
i
E
!$
o b0 d
-v
P
!i E cd
bo
C)
.E
L IJ
gJ bo <-
g C(
'?
IL J ,Cd
F
s
.:j -O
cd 0)
U)Fr
bna
x5
O
O
{-
256
Lqmpiron 257
Berdasarkan
SK. MENKES No. 434,2M enkes/ SK/X/ 1983
Potret, tanda tangan, dan No. pendaftaran fakultas dari pemilik
(Sesudah ditempelkan, potret harus dicap dengan cap fakultas)
1. Rekam medis kesehatan adalah rekam dalam bentuk tulisan atau gambaran
'akivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medis,/kesehatan
kepada seorang pasien.
2. Rekam medis,/kesehatan meliputi: identitas lengkap pasien, catatantentang
penyakit (diagnosis, terapi, pengamatan perjalanan penyakit), catatan dari
pihak ketiga, hasil pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, pemeriksaan
USG, dan lain-lain serta resume.
J. Rekam medis,/kesehatan harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya
paling lambat 48 jam setelah pasien pulang atau meninggal.
4. Perintah dokter melalui telepon untuk suatu tindakan medis, harus diterima
oleh perawat senior. Perawat senior yang bersangkutan harus membaca ulang
catatannya tentang perintah tersebut dan dokter yang bersangkutan.men-
dengarkan pembacaan ulang itu dengan seksama serta mengoreksi bila ada
kesalahan. Dalam waktu paling lambat 24 jam, dokter yang memberi perintah
harus menandatangani catatan tersebut.
5. Perubahan terhadap rekam medis,/kesehatan harus dilakukan dalam lembar
khusus yang harus diy'adikan satu denga.n dokumen untuk rekam medis,/
kesehatan lainnya.
Rekam medis,/kesehatan harus ada untuk mempertahankan kualitas pelayan-
an profesional yang tinggi, untuk melengkapi kebutuhan informasi locum
tennens, untuk. kepentingan dokter pengganti yang meneruskan perawatan
pasien, untuk referensi masa datang, serta diperlukan karena adanya hak
untuk melihat dari pasien.
Berdasarkan butir 6 di atas, rekam medis,/kesehatan wajib ada di rumah sakit,
Puskesmas atau balai kesehatan dan praktik dokter pribadi atau praktik
berkelompok.
8. Berkas rekam medis,/kesehatan adalah milik rumah sakit, fasilitas kesehatan
lain atau dokter praktik pribadi./kelompok. Oleh karena itu, rekam medis,/
kesehatan hanya boleh disimpan di rumah sakit, fasilitas kesehatan lainnya
dan dokter prakik prib;adi/ kelompok.
9. Pasien adalah pemilik kandungan isi rekam medis,/kesehatan yang bersangkut-
an, maka dalam hal pasien tersebut menginginkannya dokter yang merawat
harus mengutarakannyabaik secara lisan maupun terfulis.
258
Lompiron 259
260
Lompiron 261
Menimbang:
a. Bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh masyarakat perlu adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
b. Bahwa peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus disertai adanyasarana
penunjang yang memadai antara lain melalui penyelenggaraan rekam medis
pada setiap sarana pelayanan kesehatan;
c. Bahwa untuk mencapai tujuan huruf a dan b tersebut di atas dipandang
perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis.
Mengingat:
1. Undang-undang No. 9 Tfiun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131, Tambahan Lembaran Negara No.
2068);
2. Undang-undang No. 6 Tfiun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1963 No. T9,Tambahan Lembaran Negara No. 2576);
3. Undang-undang No. 7 Tfiun l97t tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kearsipan (Lembaran Negara Tahun 1971 No. 32, Tbmbahan Lembaran
Negara No. 2964);
4. Peraturan Pemerintah No. 10 Thhun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran (Lembaran Negara 1966 No. 2l,Timbahan Lembaran Negara
No.2803);
5. Peraturan Pemerintah No. 7 Thhun 1987 tentang Penyerahan Sebagian
Urusan Pemerint4han Dalarir Bidang Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran
Negara 1987 No. 9, Thmbahan Lembaran Negara No. 3347)1
MEMUTU'KAN
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEHIIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
REKAM MEDIS.
262
Lompiron 263
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catalan, dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pada pasien pada
sarana'pelayanan kesehatan.
b. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakanuntuk menyelenggarakan
upaya kesehatan baik untuk rawat jalan maupun. rawat inap yang dikelola oleh
Pemerintah ataupun swasta.
c. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigildokter gigi spesialis.
d. Tenaga Kesehatan lain adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung kepada pasien.
e. Direktur Jenderal adalah Direktur Pelayanan Medik dan atau Direktur Jenderal
Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
BAB II
TATA CARA PENVELENGGARAAN
Pasal 2
Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun
rawat inap wajib membuat rekam medis.
Pasal 3
Rekam medis sebagaimana yang dimaksud pasal2 dibuat oleh dokter dan atau tenaga
kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
Pasal 4
Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi diseluruhnya setelah pasien menerima
pelayanan.
Pasal 5
(1) Pembetulan kesalahan catatar' dilakukan pada tulisan yang salah dan diberi paraf
oleh petugas yang bersangkutan.
(2) Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
Pasal 6
(1) Lama penfmpanan rekam medis sekurang-kurangnya untukjangka waktu 5 (ima)
tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat.
Q) Lama penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
khusus dapat ditetapkan tersendiri.
Pasal 7
(1) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pasal 7 dilampaui, rekam medis dapat
dimusnahkan.
Q) Taia cara pemusnahan sebagaimana dimaksud ayat (l) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 8
Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
264 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Pasal 11
(1) Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien
dengan izin tertulis dari pasien.
(2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa izin
pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
Pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas :
Pasal 13
Rekam medis dapat dipakai sebagai:
a. dasar pemiliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
b. bahan pembuktian dalam perkara hukum
c. bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan
d. dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
e. bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
BAB IV
I'I REKAM MEDIK
Pasal 14
IsirekammedisuntukpasienrawatjalandapatdibuatselengkapJengkapnyadansekurang-
kurangnya memuat: identitas, anamnese, diagnosis dan tindakan /pengobatan.
Pasal 15
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat:
- identitas pasien;
anamnese;
- riwayat penyakit;
- hasil pemeriksaan laboratorik;
- diagnosis;
- persetujuan tindak medik;
_ tindakan,zpengobatan;
- catatan perawat;
- catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
- resume akhir dan evaluasi pengobatan
Lompiron 265
BAB V
PENGORGANI'A'IAN
Pasal 16
Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan tala cara ke{a organisasi sarana
pelayanan kesehatan.
Pasal 17
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melakukan pembinaan terhadap petugas
rekam medis unhrk meningkatkan keterampilan.
Pasal 18
Pengawasan terhadap penyelenggaraan rekam medis dilakukan oleh DirekturJenderal.
BABVI
'ANK'I
Pasal 19
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif mulai dari teguran lisan sampai pencabutan surat izin.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
Semua sarana pelayanan kesehatan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
dalam peraturan ini paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya peraturan ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Hal-hal teknis yang belum diatur dalam petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan
ditetapkan oleh DirekturJenderal sesuai denga.n bidang tugas masing-masing.
Pasal 22
Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Lompirqn 15
PennrumN Merurrnl KeITHATAN
Rrpuellx ltrponetn
No. 585/Menxg/Pen/lX/l989
Texranc PenserutuAN Tnolxln Meolx
Menirnbang:
a. bahwa dalam menjalankan profesi kedokteran perlu ditetapkan landasan
hukum untuk menjadi pedoman bagi para dokter, baik yang beke{a di
rumah sakit, puskesmas, klinik maupun pada praktik perorangan atau
bersama.
b. bahwa pengaturan tentang persetujuan tindakan mediVinformed consent
merupakan suatu hal yang berkaitan erat dengan tindakan medik yang
dilakukan oleh dokter dan oleh karenanya perlu diatur dalam suatu Peraturan
Menteri Kesehatan.
Mengingat:
1. Undang-undangNo. 9 Tbhun 1960 tentangPokok-pokok Kesehatan (Lembar-
an Negara Tahun 1960 No. 131, Tambahan Lembaran Negara No. 2068);
2. Undang-undang No. 6 Tbhun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Thhun 1963 No. Tg,Tambahan Lembaran Negara No. 2576).
MEMUTU'KAN
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEH,{TAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PERS ETUJUAN TINDAKAN MEDIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Persetujuan ini yang dimaksud dengan:
a. Persetujuan tindakan mediVinformed consent adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang
akan dilakukan terhadap pasien tersebut;
b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapeutik;
266
Lompiron 267
BAB II
. PER'ETUIUAN
Pasal 2
(1) Sernua tindakan medik yang akan dilakukan tehadap pasien harus mendapat
persetujuan.
(2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
(:) ferretuluan sebagaimana dimaksud ayat (l) diberikan setelah pasien mendapat
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta
risiko yang dapat ditimbulkannya.
(4) Caru penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan
serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3
(1) Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang hendak memberikan persetujuan'
(2) Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak
diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat Q) dapat diberikan secara nyata-nyata.atatu
secara diam-diam.
BAB III
INFORMA'I
Pasal 4
(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta.
(2) Dokter harus memberikan informasi selengkapJengkapnya, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien
atau pasien menolak diberikan informasi.
(3) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud Q) dokter dengan persetujuan pasien
^yat
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi
oleh seorang perawat/ parartedtk lainnya sebagai saksi.
Pasal 5
(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian daripada tindakan
medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.
(2) Informasi diberikan secara lisan.
(S) Infotnturl harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa
hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien-
(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga pasien terde.kat'
Pasal 6
(1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus
diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi tersebut'
268 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
(2) Dalam keadaaan teftentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1)
informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk yang
bertanggungjawab.
(3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan tidak invasif lainnya,
informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan atau
petunjuk dokter yang bertanggung.jawab.
Pasal 7
(1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.
(2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
(3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (!) dilakukan, dokter harus
memberikan informasi kepada pasien dan kelu.arganya.
BAB IV
YANG BERHAK MEMBERIKAN PER'ETU'UAN
Pasal 8
(1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan
sehat mental.
(2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 (dua
puluh satu) tahun atau telah menikah.
Pasal 9
(1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (curate/e) persetqjuan
diberikan oleh w ali/ cura to r.
(2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh
orang tualwalil cu ralor.
Pasal 10
Bagi pasien di bawah umur 2l ldua puluh satu) lahun dan tidak mempunyai orang
tua/wa\, dan atau orangtta/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga atau
induk semang.
Pasal 11
Dalam hal pasien tidak sadar',/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan
secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau danrrat yang memerlukan tindakan
medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.
BAB V
TANGGUNG TAWIE
Pasal 12
(1) Dokter bertanggungjawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan
medik.
(2) Pemberian persetujuan tindakan medik yaog dilaksanakan di rumah sakit/klinik,
maka rumah sakit/klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
Lompiron 269
BAB VI
'ANK'I
Pasal 13
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adatya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin
praktiknya.
BAB VII
KETENTUAN LIAIN
Pasal 14
Dalam hal tindakan medik yang harus dilalaanakan sesuai dengan program pemerintah
dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyah maka per-
setujuan tindakan medik tidak diperlukan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam peraturan Menteri ini, ditetapkan
oleh Direktur Pelayanan Medik.
Pasal 16
Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap prang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Lcmpirqn 16
PenruvlrAAN lxnmru Doxren lruooueln
Tenranc Man
270
Lompiron 271
PENIELA'AN
1. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
3. a. Cukupjelas.
b. Cukup jelas.
4. Seseorang dinyatakan mati jika fungsi spontan pernapasan dan jantung telah
berhenti iecata pasll/irrnersible, yaitu misalnya pada kematian normal yang
biasaterjadi pada penyakit akut atau kronikyangberat. Pada keadaan ini, denl'ut
jantung dan nadi berhenti pada suatu saat ketikajantung ataupun organisme
lain secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut, sehingga
orang yang bersangkutan tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi.
Upaya resusitasi padakeadaan ini tidak berarti lagi.
lJpayaresusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis, yaitu bila deny'ut nadi
besar (sirkulasi) dan napas berhenti dan diragukan apakah kedua fungsi spontan
jantung dan pernapasan telah berhenti secara pasti/irrnersible, misalnya pada
kematian mendadak.
IJpayaresusitasi darurat ini dapat diakhiri bila:
a. diketahui kemudian, bahwa sesudah dimulai resusitasi, pasien temyata
berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan
lagi; atau hampir dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh
kembali fungsi cerebralnya, yaitu sesudah 1 jam, terbukti tidak ada nadi
pada normoternia tanpa resusitasi jantung baru.
b. terdapat tanda-tanda klinis mati otalq yaitu sesudah resusitasi, pasien tetap
tidak sadar, tidak timbul napas spontan dan gag refleks, pupil tetap dilatasi
selama paling sedikit 15-30 menit;
" Perkecualian untuk itu ialah hipoterrnia atau di bawah pengaruh barbi-
turat atau anestesi umum.
c, terdapat tanda mati jantung yaitu asistole listrik membandel (garis datar
pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, meskipun telah dilakukan
resusitasi dan pengobatan optimal.
d. penolong terlalu lelah sehingga tidak dapat melanjutkan upaya resusitasi.
Jika ada kaitannya dengan kepentingan transplantasi organ' yang berwenang
menentukan kematian adalah 2 (dua) orang dokter yang tidak terikat dengan
tindakan transplantasi tersebut.
Diagnosis Mati Batang Otak (MBO)
Ada tiga langkah untuk menegakkan diagnosis MBO: a) meyakini bahwa telah
terdapat pra kondisi tertentu, b) menyingkirkan penyebab koma dengan henti
napas yang trreoersib/e, c) memastikan arefleksia batang otak dan henti napas
yang menetap. Bila setiap kasus didekati secara sistematis, tak akan terjadi
kesalahan.
Terdapat dua pra kondisi yang diperlukan: a) bahwa pasien dalam keadaan
koma dan henti napas, yaitu tidak responstbe dan dibantu ventilator, b) bahwa
penyebabnya adalah kerusakan otak struktural yang tidak dapat diperbaiki lagi,
yang disebabkan oleh gangguan yang dapat menuju MBO.
272 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehotqn
-:oliatpal#prrh:otot
Ttd. Ttd.
Menimbang:
Bahwa sebagai pelaksana ketentuan undang-undang No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Tenaga Kesehatan.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat Q) Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentangKesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 No. 100, Thmbahan Lembaran Negera No. 3495);
MEMUTU'KAN
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KESEHITIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang ke-
sehatan serta memiliki pengetahuan dan/atar keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertenfu memerlukan untuk melakukan upaya
kesehatan.
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;
4. Menteri adalah Mente.i y*g bertanggung jawab di bidang kesehatan.
276
Lompiron 277
BAB II
IENI' TENAGA KE'EHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat;
e. tenagaglzi;
f. tenagaketerapianfisik;
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analisis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehat-
an, mikrobiolog kesehatan, penyrluh kesehatan, administrator kesehatan dan sani-
tarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analisis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi trans-
fusi dan perekam medis.
BAB III
PER'YARATAN
Pasat 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan
yang dinyatakan dengan ljazah dartlembaga pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan
yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga
kesehatan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Selain izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayal (l), tenaga medis dan tenaga
kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan
upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan tebih larjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri.
278 Etiho Kedohteron dan Huhum Kerehoton
BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENEMPATAN
BAGIAN KCIITU
Perencqnqsn
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi ke-
butuhan tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
ndsional tenaga kesehatan.
(3) Perencanaan iasional ienaga kesehatan disusun dengan memperhatikan faktor:
a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
b. sarana kesehatan.
c. jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan.
' (4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
BAGIAN KEDUA
Pengcdoon
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dibidang
kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidikan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diseleng-
garakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (l) dilaksanakan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan dibidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan atau
penguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara be{enjang sesuai dengan jenis
tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan
di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggaraan dan/atat pimpinar sarana kesehatan bertangg'ng jawab atas
'pemberian
kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan din/atatbe-
keq'a pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan .
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan di balai pelatihan tenaga kesehat an atau
tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atatt
masyarakat.
Lompiron 279
Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilaksanakan
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan
atas dasar izin Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlzinan sebagaimana dimaksud dalam ayat Q)
diatur oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
a. calon peserta pelatihan;
b. tenaga kepelatihan;
c. kurikulum;
d. sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pe-
Iatihan;
e. sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang kesehatan sebagai-
mana dimaksud dalam ayat (l) diatur oleh Menteri.
Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan pelatihan di bidang
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyatai
a. tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1);
b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimal<sud dalam Pasal 13 ayat (1);
(2) Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat men gakib atkan dicabutn y a izin p elatihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan pencabutan izin pe-
latihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
BAGIAN KETIGA
PenemPoto
Pasal 15
(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, Pemerintah
dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada sarana kesehatan
tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaftsud dalam ayat (1) dilakukan
dengan cara masa bakti.
(3) Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 16
Penempatan tenga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)dan ayat
(2) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggungjawab Menteri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilal<sanakan dengan mem-
perhatikan:
a. kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang bersangkutan ditempatkan;
280 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehotqn
b. lamanya penempatan;
c. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
d. prioritas sarana kesehatan.
Pasal 18
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan c:ra masa bakti dilaksanakan pada:
a. sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. s4rana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
c. lingkungan pergunran tinggi sebagai stafpengajar;
d. lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(2) Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari pimpinan
instansi terkait.
Pasal 19
(1) Tenaga kesehatan yang telah melalaanakan masa bakti diberikan surat keterangan
dari Menteri.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan persyaratan
bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh izin menyelenggarakan upaya kesehatan
pada sarana kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat berupa
a. pegawai negeri; atau
b. pegawai tidak tetap.
BAB V
PROFE'I DAN PERLINDUNGAN HUKUM
'TANDAR
BAGIAN KE'ATU
ttqndqr Proferi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalamayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal22
(1) Bugt tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berke-
wajiban untuk:
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasian identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan.
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis.
Lompiron
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan
terganggunya kesehatan, cacat atan kematian yang terjadi karena kesehatan atau
kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (l) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAGIAN KEDUA
Perlindungon Huhum
Pasal24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya
sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
BAB VI
PENGHARGAAN
Pasal 25
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar p?estasi
kel'a, pengabdian, kesetiaan, be{asa pada negara atau meninggal dunia dalam
melal<sanakan tugas diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tandajasa, uang atau bentuk
lain.
BAB VII
IKATAN PROFE'I
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk
meningkatkan dan atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat
dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimatsud dalam ayat (l) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BABVIII
TENAGA KE'EHATAN WARGA NEGARA A'ING
Pasal2T
(1) Tenaga kesehatan warga negara asing hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas
dasar izin dari Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan seba$aimana dimalaud dalam ayat (1)
diatur oleh Mdnteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang tenaga keq'a asing.
282 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWA'AN
BAGIAN KE'ATU
Pembinoqn
Pasal 28
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian
Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan
pemberian penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 30
(1) Pembinaan disiplin tenaga kesehatan menjadi tanggungjawab penyeleng-gara danl
atau pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksalnakan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 31
(1) Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimal<sud dalam ayat (1)
dilaksanakan melalui:
a. bimbingan;
b. pelatihan dalam bidang kesehatan;
c. penetapan standar profesi tenaga kesehatan.
BAGIAN KEDUA
Pengcwqsqn
Pasal 32
Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas
profesinya.
Pasal 33
(1) Dalam rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap
tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas dengan standar profesi tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. teguran;
b. pencabutan bin untuk melakukan upaya kesehatan.
(3) Pengambilan tindakan disiplin terhadap kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (l) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Lompiron 283
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal t2 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan
Pasal 84.Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang No. 23 Thhun 1992 tentang Kesehatan,
barang siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upaya kesehatan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 iyat
(1);
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (l);
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan
yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l ayat (l);
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (l);
dipidana paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan .Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatafl yang telah ada
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Perafuran Peme-
rintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
PENTELAtA.*ti==^H'fi[i]^ifl
i=ill|lilfl ,io'32rAHUNree6
UMUM
Pasal 3
Persyaratan pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan bagi tenaga kesehatan
harus sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya.
Pasal 4
Ayat (1)
Pengertian izin dalam ayat ini, misalnya
- surat penugasan bagi tenaga kesehatan;
- surat izin praktik alau tzin kerja bagi tenaga kesehatan tertentu.
Ayat (2), (3) Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Bagi tenaga kesehatan untuk jenis tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan
dari lembaga pendidikan di luar negeri disyaratkan melakukan adaptasi untuk dapat
melakukan tindakan kesehatan atau upaya kesehatan. Adaptasi dilakukan dengan
maksud tenaga kesehatan untukjenis tenaga medis dan tenaga kefarmasian memperoleh
penyesuaian ilmu pengetahuan yang diperoleh dari luar negeri dengan ilmu pengetahu-
an yang sesuai untuk melakukan tugas profesi di bidang kesehatan di Indonesia.
Adaptasi perlu dilakukan sebab karakter dan tingkat kesehatan serta lingliungan
masyarakat Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Sehingga suatujenis penyakit ter-
tenfu di luar negeri akan memerlukan analisa dan pendekatan, serta upaya pengobatan
yang berbeda dengan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan tenaga kesehatanjenis
tenaga medis dan tenaga kefarmasian yang diperoleh dari luar negeri dapat diterapkan
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal6 Ayat (1), (2), (3), (4) Cukup jelas
Pasal 7 Cukupjelas
Pasal 8
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Izin penyelenggaraar pendidikan di bidang kesehatan adalah izn dari Menteri
Kesehatan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bagi pendidikan profesional di
bidang kesehatan misalnya Akademi Perawatan, Akademi Kesehatan Lingkungan,
Akademi Gizi, dan izin oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bagr peqdidikan
akademik di bidang kesehatan misalnya Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi
dan Fakultas Farmasi.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang Pendidikan Nasional.
Etiho Kedohteran don Huhum Kerchoton
Pasal 20
Termasuk dalam pengertian status pegawai tidak tetap antara lain pegawai bulanan,
pegawai harian, pegawai honorer sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau pegawai tidak tetap sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tirhun
1990 tentang Masa Bakti dan lzin Ke{a Apoteker, Keputusan Presiden No. 37 Tirhun
1991 tentang Pengangkatan Dokter Sebagai Pegawai Tidak Tetap Selama Masa Bakti,
dan Keputusan Presiden No. 23 Tifiun 1994 tentang Pengangkatan Bidan Sebagai
Pegawai Tidak Tetap.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yangharus
dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya
secara baik.
Ayat Q)
Dalam menetapkan standar profesi untuk masing-masing jenis tenaga kesehatan,
Menteri dapat meminta pertimbangan dari para ahli di bidang kesehatan dan/atutyang
mewakili ikatan profesi tenaga kesehatan.
Pasil22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu dalam ayat ini adalah tenaga
kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya dokter, dokter gigi,
perawat.
Lompiron 287
Huruf a
Yang dimaksud hak pasien dalam huruf ini antara lain ialah hak atas informasi, hak
untuk memberikan./menolak persetujuan, hak atas pendapat kedua.
Huruf b, c, d, e Cukup jelas
Ayat Q) Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1), (2) Cukup jelas
Pasal24
Ayat (1)
Perlindungan hukum di sini, misalnya rasa arnan dalam melaksanakan tugas
profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam
keselamatan atau jiwa karena alam maupun perbuatan manusia.
Ayat Q)
Cukup jelas
Pasal 37 Cukupjelas
Menimbang:
a. bahwa penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan me-
rupakan bagian penting dari pembangunan kesehatan yang hasilnya dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
b. Bahwa pelaksanaan penelitian yang menggunakan manusia sebagai objek
penelitian wajib menghormati hak-hak azasi manusia dan sesuai dengan
etika penelitian
c. Bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas, dipandang perlu
membentuk Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan dan ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Mengingat:
1. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495.
2. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintfian Daerah
(Lembaran Negara No. 3839)
3. Undang-undangNo.39 Thhun 1999 tentangHakAzasi Manusia (Lembaran
Negara Tfiun 1999 No. 165, Tirmbahan Lembaran Negara No. 3886)
4. Peraturan Pemerintah No. 39 Thhun 1995 tentang Penelitian dan Pe-
ngembangan Kesehatan ( Lembaran Negara Tfiun 1995 No. 67, Tirmbahan
Lembaran Negara No. 3609)
5. Peraturan Pemerintah No. 25 Thhun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara
Tahun 2000 No. 54, Thmbahan Lembaran Negara No. 3952)
6. Keputusan Menteri Kesehatan No.1179A,zMenkes/5K4./ 1999 tentang
Kebijakan Nasional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/Menkes./SK./XI/2001 tentang
Organisasi dan Thta Kerja Departemen Kesehatan.
288
Lompiron 289
MEMUTU'KAN
Menetapkan:
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KOMISI NASIONAL
ETIK PENELITIAN KESEHICAN.
Pa.sal 1
(1) Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelalcanaan etik penelitian dan
pengembangan kesehatan dibentuk Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan yang
selanjutnya disebut Komisi Nasional Etik.
(2) Komisi Nasional Etik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah suatu lembaga
nonstruktural dan berkedudukan di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Pasal 2
Komisi Nasional Etik mempunyai tugas:
a. Membina pelaksanaan penegakan etik penelitian dan pengembangan kesehatan
sesuai etik yarig berlaku.
b. Menyusun pedoman-pedoman nasional di bidang etik penelitian kesehatan
c. Memberikan pertimbangan atau sebagai saksi ahli dalam pemeriksaan penelitian
kesehatan apabila diperlukan.
d. Memberikan persetujuan etiVetJtical clearance terhadap penelitian yang aspek
etiknya perlu ditinjau secara khusus.
e. Mengembangkan jaringan komunikasi nasional etik penelitian kesehatan
f Melindungi hak-hak dan keselamatan objek penelitian
5' Melaksanakan monitoring pelaksanaan etik penelitian di tingkat institusi
h. Menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri Kesehatan
Pasal 3
(1) Keanggotaan Komisi Nasional Etik sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (1) terdiri
dari unsur-unsur:
* Peneliti
- Dokter
- Ahli Hukum
- Ahli lainnya
- Wakil masyarakat awam
(2) Jumlah anggota Komisi Nasional Etik sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima)
orang.
(3) Anggota Komisi Nasional Etik diangkat untuk masa bakti 4 (empat) tahun dan dapat
diangkat kembali.
(4) Anggota Komisi Nasional Etik dapat diganti dalam masa bakti keanggotaannya
apabila meninggal dunia atau karena sesuatu hal yang tidak dapat melaksanakan
fugasnya.
Pasal 4
(1) Anggota Komisi Nasional Etik diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan
atas usul kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(2) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dapat mengusulkan
keanggotaan Komisi Nasional Etik berkonsultasi dengan organisasi profesi.
290 Etiho Kedohterqn dqn Huhum Kesehoton
Pacal 5
(1) Susunan organisasi Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan terdiri dari:
a. Ketua dan Wakil Ketua, yang dipilih diantara anggota Komisi Nasional Etik.
b. Sekretaris, dijabat oleh staf senior Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
c.Anggota
(2) Tata Ke{a dan tata cara pemilihan Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris ditetapkan
oleh-Ketua Komisi Nasional Etik
Pasal 6
Kepada Komisi Nasional Etik diperbantukan sebuah Sekretariat yang ditetapkan oleh
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Pasal 7
Segala pembiayaan yang berkaitan dengan pelatsanaan tugas Komisi Nasional Etik
dibebankan pada Anggaran Belanja Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
dan sumber lainnya yang tidak mengikat
Pasal 8
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan diJakarta
Pada tanggal 29 Oktober 2002
MENTERI KESEH,{TAN,
Menimbang:
Bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Thhun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, perlu mengatur penyelenggaraan praktik Dokter dan
Dokter Gigi dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Meningat:
1. Undang-undang Nomor 23 Thhun 2004 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Thhun 1992 No. 100, Thmbahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3495)
2. Undang-undang No. 29 Tahun2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Thhun 2004 No. 116, Thmbahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 4431)
3. Undang-undang Nomor 32 Thhun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4437)
4. Peraturan Pemerintah No. 1 Tfiun 1988 tentang Masa Bakti dan Praktik
Kedokteran dan Dokter Gigi pembaran Negara Republik Indonesia Thhun
1988 No. 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3366).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Thhun L996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Thhun 1988 Nomor 1, Thmbahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3637).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3952).
7. Keputusan Presiden Nomor 9 Thhun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Ke{a Kementrian Negara Republik
Indonesia.
8. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/Menkes,/SK,/XI/2001 tentang
Organisasi dan Thta Kerja Departemen Kesehatan.
292 Etiho l(edohteion don Huhum Kesehoton
MEMUTU'KAN
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEFIAIAN TENTANG PENIYELENGGARAAN
PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik dalam maupun di luar negeri yang
diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan perundang-
undangan.
3. Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.
4. Surat Izin Praktik Sementara adalah bukti tertr.rlis yang diberikan kepada dokter dan
doker gigi yang menunda masa bakti atau dokter spesialis dan dokter gigi spesialis
yang menunggu penempatan dan menjalankan praktik kedokteran di Rurnah Sakit
Pendidikan dan jejaringnya.
5. Surat Izin Praktik Khusus adalah bukti tertulis yang diberikan kepada dokter dan
dokter gigi secara kolektig bagi peserta PPDS dan PPDGS yang menjalankan praktik
kedokteran di Rumah Sakit pendidikan dan jejaringnya serta sarana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk.
6. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi.
7. sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraanvpaya kesehatan yang
digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran $gr.
8. Standar Profesi adalah batasan kemampuan (hnoaledge, shill and projisst'onal attilude)
minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiat-
an professionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi
profesi.
9. Organisasi Profesi adalah lkatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
10. Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural,
dan bersifat independent yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran
Gis.
11. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang kesehatan.
BAB II
IZIN PRAKTIK
Pasal 2
(1) Setiap dokter dan Dokter Gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana
pelayanan kesehatan atau praktik perseorangan wajib memiliki SIP.
Lompiron 293
(2) Untuk memperoleh SIP dokter dan dokter grg1 yang bersangkutan harus meng{u-
kan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik
' kedokterandilaksanakandenganmelampirkan:
a. Foto kopi surat tan{a registrasi dokter atau surat tanda registrasi doker gigi
yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia y^ng masih berlaku yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang
b. Surat pernyataan mempunyai tempat Praktik
c. Surat rekomendasi dari Organisasi Profesi di wilayah di tempat akan praktik;
d. Foto kopi surat keputusan penempatan dalam rangka masa bakti atau surat
bukti telah selesai menjalankan masa bakti atau surat keterangan menunda masa
bakti yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tigt) lembar dan 3x4 sebanyak 2
(dua) lembar
(3) Dalam pengajuan permohonan SIP sebagaimana dimaksu d ayx Q) harus dinyatakan
secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua atau Ketiga.
(4) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepert contoh sebagai-
mana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini
Pasal 3
(1) Dokter atau dokter ggr yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang di-
maksud dalam Pasal 2 ayat Q) diberikan SIP untuk 1 (tuto) tempat praktik.
(2) SIP sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku sepanjang Surat Tianda Registrasi masih
berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
(3) Bentuk format SIP Dokter dan Dokter gigi sebagaimana contoh Formulir pada
lampiran II Peraturan ini.
Pasal 4
(1) SIP diberikan kepada dokter atau dokter gigi paling banyak untuk 3 (tiga) tempat
praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun
praktik perorangan.
(2) SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud ayx (l) dapat berada dalam 1
(satu) Kabupaten/Kota atau Kabtrpaten/Kota lain baik dari Provinsi yang sama
maupun Provinsi lain.
(3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan
keseimbangan antarajumlah dokter dan dokter gigiyangtelah ada dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
Pasal 5
(1) SIP bagi dokter dan dokter gtg y*g melakukan praktik kedokteran pada Rumah
Sakit Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah
Sakit Pendidikan tersebut dan juga mempunyai tugas untuk melakukan proses
. pendidikan berlaku juga bagi sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring
Rumah Sakit Pendidikan tersebut.
(2) Pimpipn Rumah Sakit Pendidikan dan Dekan Fakultas Kedokteran wajib mem-
beritahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Fakultas Ke-
dokteran tempat sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit
Pendidikan tersebut.
Pasal 6
(1) Dokter atau dokter grgr, yang diminta megnberikan pelayanan medis oleh suatu
sarana pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan korban bencana, atau fugas
kenegaraan, yang bersifat insidentil tidak memerlukan SIP
294 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
(2) Pemberian pelayanan yang bersifat insidentil sebagaimana dirnaksud ayat (1) harus
diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota setempat.
Pasal 7
(1) Untuk kepentingan kedinasan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan
surat tugas kepada dokter dan dokter gigi spesialis tertentu di Rumah Sakit dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelayanan.
(2) Surat tugas sebagaimana dimaksud pad a ayat (l) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga)
bulan dan dapat diperbaharui.
Pasal 8
(1) Dokter atau dokter gigi yang sedang mengikuti program pendidikan Dokter spesialis
(PPDS) atau program pendidikan dokter gigi spesialis (PPDGS) diberikan SIP
khusus secara kolektif oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota di mana
Rumah Sakit Pendidikan tersebut berada.
(2) SIP khusus sebagaimana dimaksud ayat (l) diberikan kepada Pimpinan Rumah Sakit
Pendidikan tempat program pendidikan dilaksanakan.
(3) SIP khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan Pimpinan Rumah Sakit
Pendidikan tempat program pendidikan dilaksanakan.
(4) SIP khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku di sarana tempat program
pendidikan dilaksanakan dan seluruh sarana pelayanan kesehatan yang menjadi
jejaring Rumah Sakit Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
(5) Pimpinan Sarana dimaksud ayat (a) harus memberitahukan peserta PPDS dan
PPDGS yang sedang mengikuti pendidikan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten,/Kota dimana sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah
Sakit Pendidikan.
Pasal 9
(1) Peserta pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi (Co-ast) yang sedang mengikuti
pandidikan di sarana pelayanan kesehatan diberikan surat keterangan pelaksanaan
studi secara kolektif oleh Ketua Progaram studi.
(2) Berdasarkan surat keterangan pelaksanaan studi secara kolektif sebagaimana
dimalcsud pada ayat (1) Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan menerbitkan Surat
Keterangan Melaksanakan Tugas secara kolekiif yang berlaku pada Rumah Sakit
Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit
Pendidikan, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
(3) Surat Keterangan melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten,/Kota dimana Rumah Sakit
Pendidikan dan Sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit
Pendidikan, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
Pasal 10
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah teregistrasi yang menunda masa bakti dan belum
. diterima sebagai peserta PPDS,/PPDGS dapat diberikan SIP sementera
(2) SIP sementera sebagaimana dimaksud p^da ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 6
(enam) bulan dan dapat diperbaharui dan gugur apabila telah diterima sebagai
peserta PPDS,/PPDGS.
Pasal 11
(1) Dokter atau dokter gigi spesialis yang telah teregistrasi dan bekerja di Rumah Sakit
Pendidikan dan jejaringnya dalam rangka menunggu penempatan dalam rangka
masa bakti dapat diberikan SIP Spesialis Sementara.
Lompiron 295
(2) SIP Spesialis Sementara sebaga.imana dimaksud dalarr ayat (1) hanya berlaku di
Rumah Sakit tempat pelaksanaan pendidikan dan jejaringnya.
(3) SIP Spesialis Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka
waktu 6 (enam) bulan dan gugur apabila telah memperoleh Surat Keputusan
Penempatan.
Pasal 12
(1) Dokter-atau dokter gigi warga Negara asing dapat diberikan SIP sepanjang memenuhi
persyaratan sebaga.imana dimaksud Pasal2 ayat Q)
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) juga harus:
a. Memiliki surat izin keq'a dan tinggal sesuai ketentuan perundang-undangan,
b. Mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia.
BAB III
PELAK'ANAAN PRAKTIK
Pasal 13
(1) Dokter atau Dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokeran didasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
(2) Keesepakatan sebagaimana dimaksud ayal (l) merupakan upaya maksimal dalam
rangka penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
Prsal 14
(1) Dokter dan dokter gigi data memberikan kewenangan kepada perdwat atau tenaga
kesehatan tertenfu secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi.
(2) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (l) sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Bidan dapat melaksanakan tindakan medik terhadap ibu, bayi dan anak, balita sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai keterituan
peraturan perundang-undangan.
"*trtS.ur"r dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat rekam
medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Doker atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang
tindakan kedokteran yang dilakukan.
(2) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat
persetujuan dari pasien.
(3) Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (I) dan ayat (2)
dilalaanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
296 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
Pasal 18
(1) Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan tindakan kedokteran wajib menyimpan
segala sesuatu yang diketahui dalam pemeriksaan pasien, interpretasi penegakan
diagnosis dalam melakukan pengobatan termasuk segala sesuatu yang diperoleh dari
tenaga kesehatan lainnya seb4gai rahasia kedokteran.
. @ Ketentuan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
sesuai perafuran perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat d4ftar dokter dan dokter gigi
yang melakukan praktik di saranan kesehatan yang bersangkutan.
Q) Daftar dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayet (l) meliputi dokter atau
dokter gigi yang memiliki SIP pada sarana kesehatan yang bersangkutan.
(3) Pimpinan sarana kesehatan wajib menempatkan daftar dokter sebagaimana dimalaud
ayat Q) pada tempat yang mudah dilihat.
Pasal 20
(1) Dokter dan dokter gtg y*g telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik
perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
Q) Papan nama sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memuat nama dokter atau dokter
gtgr dan No. registrasi sesuai dengan SIP yang diberikan.
(3) Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayar Q) berhalangan
melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi pengganti.
(4) Dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) harus dokter dan
dokter gigi yang memiliki SIP atau sertifikat Kompetensi peserta PPDS dan STR.
Pasal 21
(1) Dokter dan dokter gigi yang berhalangan melaksanakan praktik atau telah menunjuk
dokter pengganti sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3) wajib membuat
pemberitahuan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus ditempelkan atau ditempatkan
pada tempat yang mudah terlihat.
Pasal22
(1) Dokter atau dokter gigi dalam melaksandkan praktikkedokteran harus sesuai dengan
kewenangan dan kompetensi yang dimiliki serta kewenangan lainnya yang ditetapkan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Dokter dan dokter gigi dalam keadaan gaw at dan / atau dantrat berwenang melakukan
tindakan kedokteran atau kedokteran glgl sesuai dengan keburuhan medis dalam
rangka penyelamatan jiwa.
(3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) harus
dilakukan sesuai dengan standar profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melakukan pencatatan terhadap
semua SIP dokter dan dokter gigi yang telah dikeluarkannya.
Q) Catatansebagaimana dimaksud padaayat (1) disampaikan secara berkala minimal 3
(tiga) bulan sekali kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan
tembusannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, organisasi profesi setempat.
Lompiron 297
BAB U
PEMBINAAN DAN PENGAWA'AN
Pasil24
(1) Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia, Pemerintahan Daerah, dan organisasi profesi
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan
fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayal (1) diarahkan pada
pemetaan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter
oioi
b_b^'
Pasal25
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan ini.
(2) Sanlai administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa peringatan lisan,
tertulis sampai dengan pencabutan SIP
(3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan sanksi administratif sebagai-
mana dimaksud ayat (2) terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi
profesi.
Pasal26
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP doker dan dokter gigi:
a. atas dasar keputusan MKDKI
b. STR dokter atau doker gigi dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan
c. Melakukan tindak pidana
Pasal2T
(1) PencabutanSlPyangdilakukanDinasKesehatanKabupaten/Kotawajibdisampaikan
kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu selambatJambatnya
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan ditetapkan.
(2) Datam hal keputusan dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diterima, yangbersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk
diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
keputusan diterima.
(3) Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ayat Q) meneruskan
kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat
belas) hari.
Pasal 28
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter
dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas
Kesehatan Provinsi, serta tembusannya disampaikan ke organisasi profesi setempat.
t u'
.r r-^^.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Dokter dan dokter gigi yangtelah memiliki Surat Penugasan dan atau SlPberdasarkan
peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Undang-undang No. 29 Tirhun
2004 tentang Praktik Kedokteran dinyatakan telah memiliki Surat Tbnda Registrasi
dan SIP
298 Etihc Kedohteron don Huhum Kesehoton
(2) Dokter dan dokter gtgt yang belum memiliki Surat Penugasan atau Surat Thnda
Registrasi dan SIP sebelum tanggal 6 Oktober 2005, dinyatakan telah memiliki
Sertifikat Komptensi sesuai ijazah yang dimiliki.
(3) Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (l) dan (2), harus menyesuaikan
dengan ketentuan sebaga.imana diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi spesialis yang bekerja di Rumah Sakit Pendidikan atau
jejaringnya dalam rangka menunggu penempatan dianggap telah memiliki STR dan
SIP Sementara.
(5) Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan wajib melaporkan doktEr dan dokter gigi
spesialis sebagaimana dimaksud ayat (4) kepada Menteri c.q. Biro Kepegawaian
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
(6) Terhadap dokter dan dokter gigi spesialis sebaga.imana dimaksud pada ayat (4)
' dalam jangka waktu 6 (enam) bulan wajib menyelesaikan STR dan SIP Sementera.
(7) Dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP lebih dari 3 (tigu) tempat praktik sebelum
berlakunya Undang-undang No. 29 Thhun 2004 tentang Praktik Kedokteran, harus
menetapkan 3 (tigu) tempat praktik yang dipilih paling lambat 6 (enam) bulan
setelah peratura"n ini berlaku.
(8) Terhadap dokter atau dokter gigi yang SIPnya habis dalam masa periode 6 Oktober
2005 sampai dengan 29 April 2007, wajib mengajukan permohonan STR kepada
Konsil Kedokteran Indonesia dengan menggunakan Surat Penugasan yang dimiliki.
(9) Terhadap dokter atau dokter gigi yang berlaku SIPnya habis periode 6 Oktober 2005
sampai dengan 6 April 2006 dinyatakan SIPnya masih tetap berlaku sampai STR
diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(10) SIP sebagaimana dimaksud ayat (l) wajib diperbarui dengan menggunakan STR
yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 30
(1) Dokter dan dokter glgr yang saat ini sedang mengikuti pendidikan spesialis yang
belum memiliki STR Khusus dan SIP Khusus secara kolektif dinyatakan telah
memiliki SIP Khusus sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini.
(2) Pimpinan Sarana Pendidikan dan Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan dalam
waktu 6 (enam) bulan wajib menyelesaikan SIP Khusus bagi dokter dan dokter gigi
yang saat ini sedang mengikuti pendidikan spesialis.
Pasal 31
(1) Dokter dan dokter gtgt yang saat ini disamping menjalankan praktik kedokteran
pada Rumah Sakit Pendidikan, menjalankan program pendidikan dokter dan dokter
gg d- atau menjalankan praktik kedokteran pada Rumah Sakit Pendidikan dalam
rangka pendidikan dokter dan dokter gigi atau menjalankan tugas kedinasan pada
sarana pelayanan kesehatan tertentu, dinyatakan telah memiliki SIP yang berlaku
bagi Rumah Sakit Pendidikan danjejaringnya serta pada s aranapelayanan kesehatan
tertentu.
(2) Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan dan Pimpinan Fakultas Kedokteran dalam waktu
6 (enam) bulan wajib menyelesaikan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
memberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat sarurn
pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan tersebut.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan No. 916l
Menkes,/PerlVlll/1997 tentang Izin Praktik Bagi Tenaga Medis, dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 33
Ketentuan teknis pelaksanaan yang diperlukan, ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan
tersendiri.
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan diJakarta
Pada tanggal 5 Oktober 2005
MENTERI KESEHATAN,
Formulir I
Di
Dengan hormat,
Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP)
untuk yang ke...............kaIi.
a. Memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih berlaku.
b. Fotg copy surat keputusan penempatan dalam rangka masa bakti atau surat
bukfi tehh selesai menjalankan masa bakti atau surat keterangan menunda
masa bakti yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
c. Surat Pernyataan memiliki tempat praktik
d. Surat rekomendasi dari Organisasi Profesi di wilayah tempat praktik
e. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tigr) lembar dan 3x4
sebanyak 2 (dua) lembar.
Yang memohon
Formulir II
KOP
DINAS KES EFII(|AN KABUPATEN,/KOTA
suRAr IZIN PRAKrIK.ltl:] GIGI
?*:*.::ouR
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No................ tentang
Izin Praktik Dokter dan Dokter Gigi, yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala
Dinas Keseahtan Kabupate n/ Kota*)
0{*u)
Tembusan:
Menteri Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia
Organisasi Profesi
Rumah Sakit X
Alamat
Surat Keterangan Lahir
No.
Yang bertanda tangan di bawah ini, dr............. ..........., jabataH Dokter pada Rumah
Sakit X, menerangkan bahwa pada hari...... 1g1..................., puku1.,..............
telah lahir seorang putera"/puteri-) yang kemudian diberi nama:
Dokter tersebut,
(d'.'..'.......'......' . .. .........)
l
*) Coret yang tidak perlu
302
2. Surat Keterangan Meninggal
Dengan ini diterangkan dengan sesungguhnya bahwa:
Nama : ......................
Umur : ......................
Dokter tersebut,
(d...........'..'....... . .)
Dokter tersebut,
305
Dokter tersebut,
(d'............................ .'...'..)
Visum et Repertum
Pro-Yustitia
Visum et Repertum
No:..... / VR /..... /..... /
Permintaan Pemeriksa
Thnggal: Nama : dr.
No. Pol : NIP :
Penldik: Instansi:
NRP :
Instansi :
Perihal :
Korban Pemeriksaan
Nama : Thnggal:
Umur : Pukul :
Kelamin : Tempat:
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
Diduga mengalami:
306 Etiho Kedokteron don Huhum Kesehoton
Hasil Pemeriksaan.
A. Fakta dari pemeriksaan pertama sekali.
Thnggal:
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
Denyrt nadi Tekanan darah:
Pernapasan Suhu badan :
Kelainan
Bagian luar tubuh
Bagian dalam tubuh:
B. Fakta yang dialami selama perawatan
"""""T""""""'
Kesimpulan
Dali fakta-fakta yang ditemukan dalam pemeriksaan dan perwart aan, dapat
kami simpulkan bahwa penderita telah:
I. Sembuh sempurna dan tidak mendapat halangan dalam melakukair pe-
kerjaannya.
II. Sembuh setelah mendapat perawatan se1ama.,........... dari tanggal .............. s.d.
tanggal ........
III. A. Luka yang dialami korban dapat mengancam kematian
B. Luka yang dialami korban dapat menimbulkan halangan dalam men-
jalankan pencahariannya.
C. Mendapat cacat besar
D. Mengalami kekudungan (amputasi)
E. Gangguan: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap-
an.
F. Gangguan ingatan lebih dari 4 minggu
G. Gugurnya kandungan
I
Penutup
Demikian keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, sesuai
dengan ketentuan dalam KUHAP dan dengan mengingat sumpah waktu
menerima jabatan sebagai dokter.
Tirnda tangan
FORMULIR-A
Persetujuan inijuga saya berikan untuk pembiusan umum atau lokal yang diperlukan dalam tindakan operasi
Bila pada waktu operasi berlangusng ternyata diperlukan operasi lain demi kepentingan/keselamatan jiwa, saya
juga memberi izin kepada Dokter/Dokter lain untuk melakukan perluasan opermi dimaksud.
kepada saya telah dijelmkan reperlunya tentang prosedur, harapm dan risiko dtri tindakan operasi ini, dhn saya
telah memahaminya.
Saya meyakini Dokter beserta Tim akm berusaha sebaik mungkin dan saya memahami tidak ada jaminm bahwa
opirasi akm selalu berhmil dengan baik dm saya tidak akan menuntut bila segalanya telah dilalsmakm sesuai
stmdar profesi.
Persetujum ini saya berikm dalam keadam sadar tanpa ada pemalsam dari manapun.
Medm, ..........,........
Pukul:. ................. WIB
Yang memberi persetujual
Saksi-saksi
Nama Alamat Thnda tangm
1. ............................ (...........,..... ................)
2. ............................
INFORMASIDOKTER
Saya menyatakm bahwa saya telah menjelaskm seperlunya tentang prosedur, harapm, dan risiko ddi tindakm
operasTpembiusan yang akan dilakukan.
() ()
Keterangan: *) Coret yang tidak perlu
307
308 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
FORMULIR.B
S URAI PERNYATAAN PERS E"TUJUAN
TINDAKAN PENGOBATAN KHUSUS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
(s aya,/istrTsuam t / 1br/b apaV saudara,/dll*)
Nama
IJmur
Alamat
Bertindak untuk dan atas nama
dengan ini memberi izin kepada
untuk melakukan tindakan
dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan
Persetujuan ini saya berikan dalam keadaan sadar tanpa pemaksaan dari manapun.
Medan,...............i.....................
Pukul :................WIB
Saksi-saksi
Nama Alamat Thnda tangan
1. .................................
Saya menyatakan bahwa saya telah menjelaskan seperlunya tentang prosedur, harapan,
dan risiko dari tindakan pengobatan khusus yang akan dilakukan.
Dokter,
()
FORMULIR-C
SURAT PERNYATAAN PERS E"TUJUAN
TINDAKAN DIAGNOSTIK
Yang bertanda tangan di bawah ini:
(s ayalistri./suam r/ ibu/b apakl satdar a./ dll')
Nama
Umur
Alamat
Bertindak untuk dan atas nama
Medan,
Rrkul :.............. WIB
()
Saksi-saksi
Nama Alamat Tanda tangan
....)
Saya menyatakan bahwa saya telah menjelaskan seperlunya tentang prosedur, harapan,
dan risiko dari tindakan pengobatan khusus yang akan dilakukan.
Dokter,
(________)
Sebelum penolakan ini saya lakukan, kepada saya yelah diterangkan tentang
peringatan akan bahaya, risiko serta kemungkinan-kemungkinan yang akan'timbul
apabila tidak dilakukan operasTtindakan mediVrawat inapl)
Walaupun saya telah memahami sepenuhnya penjelasan tersebut, narnun saya tetap
pada kepufusan di atas dan menyatakan bertanggungjawab sepenuhnya atas keputusan
yang telah saya ambil.
Medan, ...............................
Pukul :..............., WIB
Salsi-saksi
Nama Alamat Thnda tangan
(..........:................)
2..................... (............................)
Saya menyatakan bahwa saya telah menjelaskan seperlunya tentang prosedur, harapan,
dan risiko dari tindakan pengobatan khusus yang akan dilakukan.
Dokter,
()
Keterangan: *) Coret yang tidak perlu
Lompirqn 22
Conron tumr Fenruvarmn
PenrerufuAN terel.lu Pentrulm pff)
Contohr
Penjelasan kepada calon subjek penelitian makanan tradisional sebelum meminta
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Tirjuan proyek penelitian kami adalah untuk menemukan jenis dan jurnlah
makanan yang dikonsumsi oleh penduduk terutama oleh orang-orang dewasa
yang menggunakan makanan tradisional di daerah ini.
Penelitian ini akan membantu menentukan manfaat dan nilai gizi serta risiko
menggu.nakatt rnuk-ut tradisional tersebut.
Pada akhir penelitian, pimpinan proyek akan menyampaikan laporan kepada
masyarakat dan kalau perlu dibahas hasil-hasilnya.
Jika Anda bersedia ikut, Anda akan diwawancarai selama +30 menit mengenai
makanan tradisional yang dikonsumsi.
Kepada Anda tidak dikenakan biaya apapun.
Semua informasi merupakan rahasia. Nama Anda tidak akan dicantumkan. Di
semua formulir digunakan No. kode.
Penelitian ini dilakukan oleh dokter X dan Y, SKM.
Dana penelitian disediakan oleh donor Z.
Anda dapat menolak menjawab pertanyaan di setiap waktu dan berhak
mengundurkan diri jika tidak bersedia lagi ikut penelitian ini.
Pewawancara atau administrator setempat akan menjawab semua pettanyaan
Anda, namun setelah wawancaratersebut jika Anda memerlukan penjelasan lebih
lanjut atau ada hal-hal terkait dengan penelitian ini harap menghubungi dokter X
atau Y, SKM di alamat..... telp......
3tl
312 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
SURAT PERNY,{TAAN
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN
Umur :
Alamat:
Setelah membaca,/mendapatkan penjelasan dan saya memahami sepenuhnya
tentang penelitian,
Judul Penelitian
Nama penelitia utama
Jenis penelitian
Lokasi penelitian
Jangka waktu penelitian
Institusi yang melakukan Penelitian:
Dengan ini, saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela
sebagai subjek penelitian. Saya berhak mengundurkan diri kapan saja tanpa
pengaruh terhadap pelayanan kesehatan kepada saya
Kalau perlu:
Pihak berwenang/wakil yang sah
Saksi-saksi
Pewawancara,/p embahas
KUTIAP
Pasal170 81
PasaIlT9 95
Pasal267 101
316
Ketentuon Huhum 317
KUHP
Pasal299 110
Pasal 336 110
Pasal,347 108
Pasal 348 108
Pasal 349 108
Pasal 383 108
Pasal285 177
Pasal286 t77
Pasal287 177
Pasd.294 t77
Pasal322 80
Pasal 338 121
Pasal 340 t21
Pasal 344 12t
Pasal 345 t2t
Pasal 359 12t
KUHPerdata
Pasal 1313 43
Pasal 1320 44
Pasal 1338 45
Pasal 1365 81
Peraturan Menteri Kesehatan Rl No. 560/Menkes/Per/X/1981 tentang Pemberian Izin
menjalankan pekeq'aan dartizin praktik bagi doker umum t43
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. l59b/Menkes/Per/ll/1988 tentang Rumah
Sakit 159
Peraturan Menteri Kesehatan No. 554,/Menkes /Per/Xll/t982 tentang Panitia Pertimbangan
dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK) 179
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 560/Menkes/Per/YV7989 tentang Jenis Penyakit
Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah, Thta Cara Penyampaian Laporannya
dan TataCara Penanggulangan Seperlunya 143
Peraruran Menteri Kesehatan RI No. 585,zMenkes/IX./1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medrk (Infomed Consenf 72
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749a,/Menke s/Kl,/L989 tentang Rekam M edis (medical
record) 65,261
Peraturan Menteri Kesehatan Rl No. 1419,/Mer*es/Per/X./2005 tentang Penyelenggaraan
Praktik Dokter dan Doker Gigi 34
Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1958 tentang Wajib Daftar Ijazah Dokter dan Doker
GiCt 54
Peraturan Pemerintah No. 26 Tbhun 1960 tentang Lafal Sumpah Dokter Indonesia 7
Peraturan Pemerintah No. 33 Thhun 1963 tentang Lafal Sumpah,{anji Dokter Gigi 12
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia kedokteran 79
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981 tentang Bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis
dan transplantasi alat sertajaringan tubuh manusia 22,246,269
Peraturan Pemerintah No. 39 Thhun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehat-
an I85,189,287
Reglement op de Dienst de Volsgezondheid Staatblad 1882 No 97 Lafal Sumpah Dokter di
Indonesia padazarrran Belanda 9
Reglemen Indonesia yang diperbarui Pasal277 81
SK Menkes RI 434lMenkes/SK,/X/1983 tentang Lafbl Sumpah Dokter Indonesia 9
SK Menkes No. 1334lMenkes/SK/X/2002 tentang Pembentukan Komisi Nasional Etik
Penelitian Kesehatan (KNEPK) 287
SK Menkes No. 187lMenkes/SWll/2003 tentang Keanggotaan Komisi Nasional Etik
Penelitian Kesehatan (KNEPK) 186
SK. DirekturJendral Pelayanan Medik No. 78 tahun 1991 tentang Penyelenggaraan RM di
rumah sakit 65
Undang-undang ke4'a (1948-1951) L37
Undang-undang No. 2 Tirhun 1966 tentang hygiene 131
tahw1947 137
Undang-undangKecelakaan
Undang-undang No. 11 Tahun 1962 tentang Hygiene untuk Usaha-usaha Bagi
Umum I28
Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentahg ketentuan pokok mengenai jaminan
sosial 138
Undang-undangNo. 6 tahun 1962 tentangwabah 92, 140
Undang-undang No. 7 tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-Undang No. 6 tahun
1962 tentangwabah 240
Undang-undang Rl No. 10 tahun 1963 tentangTenaga Kesehatan 27
Undang-undang Keselamatan Kel'a tahun 1970 138
Undang-undang Kompensasi Ke{a 138
Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup 131
Undang-undang Rl No. 23 tahun t992 tentang Kesehatan 26
Undang-undang RI No. 10 tahun 1992 tenlatg Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera 110
United Nation on Human Cloning 2005 110
Undang-undang Republik Indonesia No. 29 Tirhun 2004 tentang Praktik Kedokteran 34
lnoexr
3t9
320 Etiho Kedokteron don Huhum Kesehoton
konsep tentang kematian dan 118 Intra cytoplasmic spenn injection (ICSD 111
pasif 119 In vitro Grtilization (n/$ 90, 111, 313
pengertian 118
J
F tubuh 122,240, 242, 243, 246
Jaringan
Fertilisasi in vitro III transplantasi 122
Flu burung 143
K
G Keharnilan S3, tOS, 106, 707, 108, 111, ll4, 177 ;
Galenus 189,204
pelopor kedokteran kuno 14 HIV pada 114
Gamete intra fallopian tube (GIF-|) 111 Kehamilan tidak diinginkan (KTD) 108
Gawat Darurat 168 abortr-rs dan 108
penanganan pasien 168 Kepastian dan perlindimgan hukum 32
General Assembly World Medical Assocation sanksi pidana 32
321
Penerapan Etik di Rumah Sakit 157 Pernyataan lDl tentang InJbrrnmd Consent
Penulisan ilmiah kedokteran/kesehatan 196 (Lampiran SKB IDI No.319,zPB,z
Penyakit menular 93, I40, I4L, 143, 744, 146, 4.4/88) 259
'2t9,3L4 Pernyataan IDI Tentang Rekam Medis,/
aspek etik 140 Kesehatan (Medr:cal RearQ(Lampiran
aspekhukum 140 SK PB IDI No. 315,zPB,zA.4/88\ 257
flu burung 143 Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia Tentang
HTV,/AIDS. 145 Mati 269
pemberantasan dengan UU Kes ehatan 146 Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 74, 183,
penyakit menular seksual (PMS) 144 186, 216,310
SARS 143 Persetujuan Tindakan Medik (F"IM) 21, 45, 50,
wabah 141 72, 73, t66, t7l, 205,206,2lt,219,265,
Penyakit menular seksual (PMS) l4l,l44 316
Penyelenggaraan praktik kedokteran 37 bentuk 74
Penyembuhan tradisional 148, L49, 153 Declaration oflisbon (1981 73
menyikapi 153 informasi 75
vs. kedokteran modern 148 Patients' Bill of Right (American Hospital
Peraturan Internal Rumah Sakit PIF.S, Hlspital Association,1972) 73
ByLmLs) 161, 162, 163, 164, 165,166,3I3 pengertian 73
merancang 166 penolakan 77
Peraturan Internal Staf Medis (PISM, Medt:cal persetujuan 76
SnfBykzol 16l, 162, 163, 165, 166, Praktik Kedokteran 3, 5, 27,34,35, 37, 51, 54,
t67,3t3 60, 74, 78, 83, 89, 102, n8, 206, 207,
merancang 166 222, 290, 291, 296, 297, 314, 3t7
Peraturan Menteri Kesehatan Republik UU RI No. 29 Tahun2004, tentang 34
Indonesia No. 7 49a./ Menkes/Per / PTM lpersetujuan tindakan medik) 2f,50,53,
XII/1989 Tentang Rekam Medis,/ 55, 72, 73, 74, 7 5, 76, 77, 86, 17 l, 2tt
Medical Record 261
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
R
Indonesia No. 585 /Menkes/Per /
IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Rahasiajabatan dan peke{aan dokter 78
Medik 265 Reglement op de Dienst de Volsgezondheid
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 554,2 Staatsblad 1882 No.97 9
Menkes,/Per,/Xil / 19 82 Tentang Panitia tentang sumpah dokter 9
Pertimbangan dan Pembinaan Etika Rekam Medis 38, 62, 63, L87, 205, 206, 207, 214,
kedokteran 249 216, 219, 220, 257, 26r, 262, 306, 314,
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419,/ 315,316
Menkes/ P er/X,/ 2005 tentang informasi kesehatan dan 68
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan isi 66
Dokter Gigi 290 kegunaan 67
Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden kerahasiaan 70
26,33 lama penyimpanan 70
Peraturan Pemerintah No. 10 Tirhun 1966 lembaran yang ditandatangani dokter pada 71
Tentang Wajib Simpan Rahasia pemilik 69
. Kedokteran 234 perkembangan di Indonesia 64
Peraturan Pemerintah No. 26 Tirhun 1960 sejarah dan perkembangan 63
tentang Sumpah dokter 10 Rekayasa genetik t 12
Peraturan Pemerintah RI No. 18 Thliun 1981 endonuklease dan enzim ligase 112
tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Human Growth Factor @IGF) 112
Mayat Anatomis serta Transplantasi Tissue Plasminogen Activator (TPA) 112
Nat dan / atau Jaringan T\$uh Manusia Rekayasajaringan 114
240 Reproductioe ckning ll4^
Peraturan Pemerintah RI No.32 Tia.hun 1996 Reproduksi manusia 22, 105
tentang Tenaga Kesehatan 275 abortus 107
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia HIV dalam kehamilan 114
(PERHUKD 5,221 klonasi pada manusia 113
323
S T
Sanlai pidana 32 Thndur alih embrio 111
SARS 140, 143, 144,314, 315 tndur alih embrio intra-tuba 111
Seleksi kelamin anal 1 ll Teknologi reprodulsi buatair 111, 222, 314
pada reproduksi manusia 111 donasi oosit 111
Selfdetermination Il7 donasi sperma 111
Sexual transmitted diteasa (STD) l4l fertilisasi in vitro 111
Spetmdotnhbn llI gamete intra-tuba fallopii 111
Spiilual Quotrcnl (SQ 3 kriopreservasi embrio 111
stafMedis 161, L62, 163, 164,165, 313 pembelahan embrio 111
rumah sakit dan suntikan sperma intra-sitoplasmik 111
peratumn internal 161 sunogate mother pada 111
SumpaVjanji dokter gigi 12 tandur alih embrio 111
l^fd 12 tandur alih embrio intra-tuba 111
PP No. 3 Tiahun 1963 tentang 12 The Declaration of Helsinki (\I4\4A, 2000) 185
Sumpah dokter 7, 8, 9, 10, 11, 79, 107, 2ll, 3L3, The HippocraticOath (B.C) 224
316,317 Tlterapeunc cloning ll4
DeklarasiJenewa (19a8), tentang 10 The World Medical Association 226,229
lafal 7 Declaration of Geneva (L948) 226
pada Musyawarah Ke{a Nasional Etik Trssue Plasmrnogen Axioator QPlt) ll2
Kedokteran ke-2 10 dan rekayasa genetik 112
pada Reglement op de Dienst de Tiansaksi terapeutik 41
Volsgezondheid Staatsblad 1882 No. 97 pembatalan persetujuan dan 45
9 pengertian pada 43
PP No. 26 Tbhun 1960 tentang 10 persetujuan pada 43
Sumpah dokter Indonesia 7,8,9, Il,79, 107, prestasi pada 44
2ll,313,316,3r7 syarat sahnya suatu persetujuandan 44
dibanding sumpah Hippokrates 7 Tiansplantasi 29, 122, 123, 124, I25, L26, 127,
lafal 9 221, 240, 241, 242, 243, 246
Sumpah Hippokrates 7, 8, ll, 107, 176, 2ll aspek etik 126
dibanding sumpah dokter Indonesia 7 aspekhukum pada 123
Suntikan sperma intra-sitoplasmik 111 jenis 123
Surat izin dokter (SID) 42 organ danjaringan tubuh 122
324 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton
U ketentuan pidana 39
konsil kedokteran dan 36
Undang-Undang Kesehatan 27, 28 penyelenggaraan praktik kedokteran 37
abortus 107 persetujuan tindakan kedokteran 38
dan hukum kesehatan 27 standar pelayanan 38
kutipan 30 tentang disiplin dokter dan dokter gigi 39
pengertian dalam ketentuan umum 29 tujuan dan filosofi 35
perspektif 28
sistematika- 29
Undang-undang RI 27, 28, 3 4,.141, 205, 206, V
3t7 Visum et repertum 89,93,204, 304, 314
Nomor23 Thhun 1992 tentangKesehatan 26
Nomor 29 Tia.hun 2004 tentang Praktik
Kedokteran 34 w
United Nations Declaration on Human Cloning Wabah penyakit menular 141'
2005 tt4 World Congress on Medical Law 5
Universal Declaration of Human Rights (1948) World Medical Association flMMA) 8,785,229
184 Declaration of Helsinki 229
UpayaKesehatan 31 general assembly 9
UUPK (Jndang-Undang tentang Praktik
Kedokteran) 35,36,37, 38,39, 62, 64,
65,72,76,21t,2I3,3I4 Z
biaya 38 Zygote intra fallopian tube (ZIFT) 1 U
kendali mutu 38
INFORMASI
Kantor Pusat:
Jln, Agung Timur IV Blok O1 No. 39, SunterAgung Podomoro,
Jakarta 14350
Telepon (02 1 ) 6530 6283, (021) 6530 67 12, 08 1 3 993 8 1 543
Faks. (021) 6518178
e-mail : contact@egc-arcan.com, egc *arcan@hotmail.com'
mkJg@egc-arcan.com
Cabang SurabaYa:
Jln. Siwalankerto Permai I/D 1 1, Surabay a 6021 6
Telepon (03 l) 84177 62, 08 133 I 038479
Faks. (031)8433248
e-mail : kcsby@egc-arcan'com
Cabang YogYakarta:
Perum Green Garden C 97, Jln. Godean KM l, Kasihan Bantul,
, YogYakarta 55182
Telepon (027 4) 5 60 17 5, 082138441126
Faks. (0274) 554725
e-mail: kcy og@egc-arcan.com
Yang terhormat
Bagian Pemasaran
Penerbit Buku Kedokteran EGC
IV Blok O1 No. 39
Jl. Agung Timur
Sunter Agung Podomoro, Jakarta 14350
Telepon (021) 6530 6283,6530 6112 o Fax. (021) 651 8178
20 .......
4.
5.
No. Telp. ,t
Email tltr