Anda di halaman 1dari 12

KELAYAKAN USAHATANI

TANAMAN SEMUSIM
Silvana Maulidah, SP. MP
Neza Fadia Rayesa, STP, MSc
Laboratorium of Productions and Operations Management of Agribusiness
Faculty of Agriculture, University of Brawijaya
Email: silvana.maulidah@yahoo.com

A. Pendahuluan MODUL
B. Break Event Point (BEP)

8
C. R/C Ratio
D. AnalisisFinansial Tanaman Semusim
E. Analisis Sensitivitas Usahatani Tanaman Semusim

A. PENDAHULUAN
1. Pengantar

SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT


Tumbuhan semusim atau tanaman semusim merupakan
istilah agrobotani bagi tumbuhan yang dapat dipanen hasilnya
dalam satu musim tanam. Dalam pengertian botani, pengertiannya
agak diperlonggar menjadi tumbuhan yang menyelesaikan seluruh
siklus hidupnya dalam rentang setahun. Istilah dalam bahasa
Inggris, annual plant, menunjukkan bahwa yang dimaksud "satu
musim" adalah satu tahap dalam setahun. Bagi pertanian di
daerah beriklim sedang seringkali yang dimaksud semusim adalah
apabila tanaman yang dimaksud tidak perlu mengalami musim
(SPEED)
dingin bagi pembungaannya (vernalisasi).
Suatu usahatani dapat dikatakan layak atau tidak untuk
dilakukan dapat dilihat dari efisiensi penggunaan biaya dan
besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan total
biaya. Pada umumnya syarat utama dalam usahatani harus
memperhatikan:
1. R/C >1
2. π/C > bunga bank yang berlaku
3. Produktifitas Tenaga kerja lebih besar dari tingkat upah yang
berlaku
4. Pendapatan > sewa lahan per satuan waktu atau musim
tanam
5. Produksi > BEP Produksi
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019

6. Penerimaan (Rp) > BEP Penerimaan (Rp)


7. Harga > BEP
8. Jika terjadi penurunan harga produksi maupun peningkatanharga faktor
produksi sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian
Kelayakan usahatani tanaman semusim dilakukan dengan mengukur
keaseimbangan penerimaan dan biaya dengan menggunakan analisis R/C rasio.
Dalam hal untuk menganalisis titik impas modal yang dikeluarkan berdasarkan
jumlah produk dan harga yang ditentukan dilakukan analisis BEP (Break Even
Point).

2. Tujuan
Dengan mempelajari materi dalam modul ini, diharapkan mendapatkan
pemahaman tentang:
 Pengertian Tanaman semusim
 Konsep BEP dan R/C Ratio serta penerapannya dalam usahatani khususnya
usahatani tanaman semusim

B. ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)

Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam
operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau
dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba
dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya
menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya
cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup
menutupi biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita
kerugian. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila
penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Namun ada juga yang membuat pengertian break even point (BEP) sebagai
berikut
1. Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point (BEP) atau titik pulang
pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total

Page 2 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
penghasilan = Total biaya).
2. Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point (BEP) disebut juga Cost
Volume Profit Analysis. Arti penting analisis break even point (BEP) bagi
menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai
berikut, yaitu :
 Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
 Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba
tertentu.
 Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar
perusahaan tidak menderita rugi.
3. Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan
sederhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.
4. Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas
yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu,
perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak
menderita kerugian.
5. Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana
perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh
penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama
dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.
6. Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat
penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana
break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0).
Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga
pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah
penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa
gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan,
bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.
7. Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi
perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total
biaya)
Menurut Rangkuti (2005), analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu

Page 3 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
analisis yang digunakan untuk mempelajari keterkaitan antara biaya tetap, biaya
variabel, tingkat pendapatan pada berbagai tingkat operasional dan volume
produksi. Model yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan kurva
BEP. Selain memberikan informasi mengenai keterkaitan antara biaya dan
pendapatan, diagram ini juga menunjukkan laba atau kerugian yang akan
dihasilkan pada berbagai tingkat keluaran (output).. Tujuan dari analisis BEP
yaitu untuk mengetahui besarnya penerimaan pada saat titik balik modal, yaitu
yang menunjukkan suatu proyek tidak mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak
mengalami kerugian
Adapun beberapa manfaat dari Break Even Point (BEP) antara lain
sebagaimana berikut :
1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat
penjualan yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti
Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi.
Asumsi-asumsi tersebut adalah :
1. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya
variabel dan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan
volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap.
3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang
diproduksi.
5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis
komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).
Analisa break even point juga dapat digunakan oleh usahawan dalam
berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai:
1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami

Page 4 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan
terhadap laba yang diperoleh.
Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah,
namun ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :
1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi
secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya
tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika
perusahaan menginginkan break even point dalam suatu proyek yang
diusulkan.
Kurva BEP merupakan keterkaitan antara jumlah unit yang dihasilkan dan
volume yang terjual (pada sumbu X), dan antara pendapatan dari penjualan atau
penerimaan dan biaya (pada sumbu Y). BEP terjadi jika pendapatan dari
penjualan (TR) berada pada titik keseimbangan dengan total biaya (TC).
Sedangkan biaya tetap (FC) adalah variabel yang tidak berubah meskipun jumlah
volume yang dihasilkan berubah. Kurva BEP dapat dilihat pada gambar dibawah
agar dapat lebih jelas mengenai perpotongan antara garis penerimaan dan biaya
total.

(Rp)
Penerimaan TR TC
&
Biaya VC

BEP

FC

Q (Produksi)
0
Volume
Produksi
Gambar 1. Kurva Break Even Point (BEP)

Page 5 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019

Keterangan:
TR = Total Revenue (Penerimaan)
Q = Quantities (Produksi)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
TC = Total Cost (Total Biaya)
BEP = Break Even Point (Titik Impas)

Disimpulkan bahwa Analisa break even point memberikan penerapan yang


luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan
alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break
even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang
break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan
informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume
penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut
tingkat penjualan yang bersangkutan.
Pada gambar 1 dapat dilihat ketika tingkat produksi mencapai titik impas
(BEP). BEP terletak pada perpotongan garis total penerimaan dan total biaya.
Daerah sebelah kiri titik BEP yaitu bidang antara garis biaya total dengan garis
penerimaan termasuk dalam daerah rugi. Hal ini disebabkan karena hasil
penjualan lebih rendah daripada biaya total. Sedangkan daerah disebelah kanan
garis biaya total dengan garis penerimaan merupakan daerah laba karena hasil
penjualan lebih tinggi dari biaya total. BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu:
a. Break Even Point (BEP) Penjualan dalam Unit
Break even point volume produksi menggambarkan produksi minimal yang
harus dihasilkan dalam usaha agroindustri agar tidak mengalami kerugian
(Juanda dan Cahyono, 2000). Rumus perhitungan BEP unit seperti berikut:

Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
Q = Quantities (Produksi)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
P = Harga Produk(Rangkuti, 2005)

Page 6 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019

b. Break Even Point (BEP) Rupiah


Break Even Point rupiah menggambarkan total penerimaan produk dengan
kuantitas produk pada saat BEP (Juanda dan Cahyono, 2000).

Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TR = Total Revenue (Penerimaan)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)

C. R/C RATIO
Ada beberapa definisi efisiensi. Efisiensi dalam pekerjaan merupakan
perbandingan yang terbaik suatu pekerjaan dengan hasil yang diperoleh dari
pekerjaan tersebut. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Segi hasil
Suatu pekerjaan dapat dikatakan efisien apabila dengan usaha tertentu
dapat diperoleh hasil yang maksimal, baik dalam hal kualitas maupun
kuantitasnya.
b. Segi usaha
Suatu pekerjaan disebut efisien jika hasil tertentu dapat dicapai dengan
usaha yang minimal.
Efisiensi menurut Soekartawi (1995), merupakan gambaran
perbandingan terbaik antara suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien
tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh
dari usaha tersebut serta besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk
memperoleh hasil tersebut. Tingkat efisiensi suatu usaha biasa ditentukan
dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan
total biaya produksinya.Untuk mengukur efisiensi suatu usahatani digunakan
analisis R/C ratio.
Menurut Soekartawi (1995), R/C Ratio (Return Cost Ratio) merupakan
perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang secara matematik dapat
dinyatakan sebagai berikut:
R/C = PQ. Q / (TFC+TVC)

Page 7 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
Keterangan:
R = penerimaan
C = biaya
PQ = harga output
Q = output
TFC = biaya tetap (fixed cost)
TVC = biaya variabel (variable cost)

Ada tiga kriteria dalam R/C ratio, yaitu:


R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan
R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut BEP
R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan

D. ANALISIS FINANSIAL TANAMAN SEMUSIM

Berikut disajikan hasil penelitian mengenai analisis finansial tanaman


semusim dengan cara hidroponik. Teknologi hidroponik mulai banyak
dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan agribisnis melihat permintaan
akan sayuran organik yang semakin tinggi. Hidroponik merupakan metode
bercocok tanam tanpa tanah,tetapi menggunakan larutan nutrisi di dalam air.
Keunggulan hidroponik antara lain ramah lingkungan, produk yangdihasilkan
higienis, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil tanamandapat
terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat.
Kelayakan usahatani sayuran hidroponik diketahui melalui analisis R/C
Ratio pada masing-masing kelompok komoditas. Usahatani pada masing-
masing kelompok komoditas sayuran hidroponik dikatakan menguntungkan
dan layak untuk dilanjutkan apabila usahatani tersebut mampu menghasilkan
nilai output (produk) yang lebih tinggi daripada biaya-biaya yang dikeluarkan
(input) atau dapat dikatakan bahwa nilai R/C Ratio > 1.
Tabel 1. Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik pada PT KSS pada Luasan 500m2
dalam Waktu Satu Tahun
Uraian Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total penerimaan (Rp) 330.600.000 505.400.000 294.120.000 245.100.000
Total biaya (Rp) 205.391.988 186.670.488 197.614.588 192.574.988
R/C Ratio 1,61 2,71 1,49 1,27

Berdasarkan Tabel 1, efisiensi usaha (R/C rasio) yang diperoleh

Page 8 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
padasetiap komoditas sayuran hidroponik telah mencapai angka lebih dari
satu,sehingga dapat dikatakan usahatani tersebut telah efisien. Hasil dari R/C
Ratio tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang
dikeluarkanperusahan dalam usahatani bayam akan memberikan penerimaan
sebanyak 1,61 kali, untuk kangkung sebanyak 2,71 kali, pakcoy sebanyak
1,49 kali, dan caysim sebanyak 1,27 kali.
Nilai R/C rasio yang didapatkantiap komoditas berbeda. Komoditas
caysim memiliki nilai efisiensi paling rendahkarena total penerimaan yang
paling rendah. Sedangkan komoditas kangkung memiliki nilai efisiensi
tertinggi karena penerimaan kangkung hidroponik memiliki nilai penerimaan
yang tinggi dengan penggunaan biaya yang rendah. Siklus produksi kangkung
juga paling singkatyaitu hanya 27 hari dari benih hingga siap dipanen
sehingga lebih cepat menghasilkan pendapatan. Perbedaan jumlah biaya yang
dikeluarkan pada masing-masing komoditas dapat dipengaruhi oleh media
cocok tanam.
Analisis titik impas (break even point) dilakukan untuk mengetahui
berapajumlah minimum sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil
penjualan yangdiperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan.
Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuranhidroponik ini
adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg) dan rupiah penjualan/penerimaan
(Rp).
Tabel 2. Titik Impas pada Setiap Komoditas Sayuran Kidroponik di PT KSS
Uraian Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total biaya tetap 136.893.188 112.655.188 136.893.188 136.893.188
(Rp)
Harga jual per kg 38.000 38.000 38.000 38.000
(Rp)
Biaya variable rata- 7.873 5.565 7.845 8.633
rata per kg(Rp)
Jumlah produksi 8.700 13.300 7.740 6.450
(kg)
BEP (kg) 4.544 3.473 4.540 4.661
BEP (Rp) 136.896.448 112.656.428 136.896.839 136.898.010

Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis titik impas memperlihatkan bahwajumlah


minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditasberbeda
sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya.
Hasil titik impas tersebut dihitung untuk waktu 1 (satu) tahun produksi.

Page 9 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
A. Bayam
Berdasarkan hasil perhitungan BEP dalam hal kuantitas, komoditas
bayam berada pada titik impas ketika dalam waktu 1 tahun mampu
berproduksi sebanyak 4.544kg, sedangkan jumlah produksi riil komoditas
bayam mencapai 8.700 kg. Diketahui bahwa titik impas komoditas bayam
adalah Rp 136.896.448,-sedangkan hasil penjualan riil dalam waktu 1 tahun
adalahsebesar Rp 330.600.000,- (Tabel 1). Dengan demikian, kondisi
produksi riil bayam selama 1 tahun telah melebihi kondisi BEP.

B. Kangkung
Komoditas kangkung dapat mencapai kondisi BEP ketika jumlah
produksi mencapai 3.473kg dalam waktu 1 tahun. Sementara jumlah produksi
komoditas kangkung riil mencapai 13.300 kg. Dalam hal kuantitas produksi,
komoditas kangkung telah melebihi titik impas. Tidak hanya dalam hal
kuantitas saja komoditas kangkung mampu berproduksi di atas kondisi BEP,
namun dari hasil perhitungan juga diketahui bahwa titik impas penjualan
komoditas kangkung dalam 1 tahun sebesar Rp 112.656.428,-. Titik tersebut
jauh lebih kecil dari penjualan riil sebesar Rp 505.400.000,-.

C. Pakcoy
Komoditas pakcoytelah mampu diproduksi sebanyak 7.740 kg selama 1
tahun, sedangkan melalui perhitungan BEP (unit) dapat mencapai titik impas
ketika hasil panennya mencapai 4.540 kg. Penjualan untuk komoditas pakcoy
selama 1 tahun mencapai Rp 294.120.000,- dengan titik impas hanya sebesar
Rp 136.896.839,-. Dengan demikian, nilai penjualan komoditas pakcoy
melebihi kondisi titik impasnya.

D. Caysim
Komoditas caysim mencapai kondisi BEP pada4.661 kg sementara
produksi riil mencapai 6.450 kg dalam waktu 1 tahun. Dari hasil perhitungan
BEP penjualan diketahui bahwa titik impas komoditas caysim selama 1 tahun
adalah Rp 136.898.010,- dengan hasil penjualan saat ini adalah Rp
245.100.000,-. Melalui perhitungan BEP penjualan baik dalam unit kilogram
maupun dalam rupiah, dapat disimpulkan bahwa keempat komoditas telah
melebihi titik impas, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani sayuran
hidroponik menguntungkan untuk diusahakan.

Page 10 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019

E. ANALISIS SENSITIVITAS TANAMAN SEMUSIM

Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui perubahan faktor-


faktor dalam dan luar yang mempengaruhi nilai penerimaan dan biaya.
Perubahan faktor yang diskenariokan untuk mengetahui sensitivitas usahatani
sayuran organik adalah kenaikan biaya produksi dan penurunan harga jual.
Tabel 3. Perubahan nilai analisis finansial usahatani sayuran hidroponik
akibatadanya kenaikanbiaya variabel sebesar 100%
Uraian Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
R/C Ratio
Normal 1,61 2,71 1,49 1,27
VC naik 10% 1,56 2,60 1,44 1,24
VC naik 100% 1,21 1,94 1,14 0,99
Harga turun 20% 1,28 2,17 1,19 1,01
Harga turun 25% 1,21 2,03 1,12 0,95

BEP (kg)
Normal 4.544 3.473 4.540 4.661
VC naik 10% 4.543,87 3.473,26 4.539,65 4.661,46
VC naik 100% 6.151,40 4.192,60 6.135,96 6.602,35
Harga turun 20% 6.076,85 4.536,15 6.069.31 6.289,02
Harga turun 25% 6.636,60 4.911,93 6.627,61 6.890,48

BEP (Rp)
Normal 136.896.448 112.656.428 136.896.839 136.898.010
VC naik 10% 177.300.420 134.287.910 177.114.490 182.500.557
VC naik 100% 233.753.084 159.318.836 233.166.344 250.889.415
Harga turun 20% 184.736.224 137.898.841 184.506.890 191.186.333
Harga turun 25% 189.143.155 139.990.096 188.886.752 196.378.711

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa dengan skenario kenaikan biaya


variabel sebesar 10%, usahatani sayuran hidroponik masih layak dilakukan.
Usahatani tersebut masih layak dilakukan hingga peningkatan biaya variabel
sebesar 100%. Saat terjadi peningkatan biaya variabel sebesar 100% atau
meningkat 2 kali lipat, hanya usahatani caysim yang tidak layak dengan rasio
R/C kurang dari 1 sementara komoditas lain masih layak untuk diusahakan.
Pada skenario harga jual diturunkan sebesar 20%, seluruh komoditas
masih layak diusahakan, namun komoditas caysim hampir seimbang antara

Page 11 of 12
Manajemen Usahatani University of Brawijaya 2019
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dengan rasio R/C sebesar 1,01. Jika
harga diturunkan sebesar 25%, komoditas caysim sudah tidak
layakdiusahakan.
Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap indicator R/C dan BEP diketahui
bahwa komoditas kangkung memiliki tingkat sensitivitas paling rendah. Hal ini
disebabkan komoditas kangkung memiliki biaya produksi paling rendah, tingkat
produksi paling tinggi dengan harga jual yang sama dengan komoditas yang
lain.

REFERENSI
Kardiman. 2006. Prinsip-prinsip Akuntansi 1. Jakarta: Yudistira
Indriasti, Ratna. 2013. Skripsi : Analisis Usaha Sayuran Hidroponik
pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor. FEM IPB.
Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon dan J.B. Hardaker, 1986. Ilmu
Usahatani dan Penelitian untuk Pengambangan Petani Kecil.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

PROPAGASI
1. Latihan dan Diskusi (Propagasi vertical dan Horizontal)
Carilah hasil penelitian yang menganalisis tentang kelayakan
usahatani tanaman semusim lalu review kembali hasilnya!

2. Pertanyaan (Evaluasi mandiri)


1. Apa yang dimaksud dengan tanaman semusim dan beri contohnya
2. Apa tujuan analisis kelayakan tanaman semusim?
3. Apa Yang dimaksud dengan
a. BEP
b. R/C Ratio
Jelaskan beserta indikatornya.

Page 12 of 12

Anda mungkin juga menyukai