Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BIMBINGAN DAN KONSELING INDUSTRI

Keragaman Individu dalam Organisasi


Dosen pengasuh :
Nina Pematasari, S.Psi, M.Pd
Di Susun Oleh,
KELOMPOK 5
ADAM MAULANA AIE2I3077
IKLIMAH A1E213013
KHAIRIL MUNAWAR AIE213059
MUHAMMAD RAMLI AIE213210
MUHAMMAD ZAINI A1E213206
SISKA FITRIANI AIE213209

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


BANJARMASIN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
2013 / 2014

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat taufik dan
hidayah-Nya jualah makalah ini dapat disusun oleh tim penulis untuk
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran.
Makalah Bimbingan dan Konseling Industri ini hadir sebagai tindak lanjut
pembelajaran mengenai “ Keragaman Individu dalam Organisasi ” disusun
sedemikian rupa dengan mengacu materi – meteri terkait untuk mengenal dan
mempelajari secara optimal.
Penulis berterima kasih pada pihak yang terlibat dalam penyusunan dan
penyajian makalah ini. Serta para pembaca yang menjadikan suatu bahan
mendalami pemahaman tentang mengukur hasil belajar pada peserta didik
baik dalam intitusi kependidikan maupun hanya dalam kalangan kecil yaitu
keluarga.
Penulis menyadari makalah ini mempunyai kekurangan dan sekiranya
pembaca dapat memberikan saran yang membangun. Akhirnya dengan
terselesaikannya makalah ini, kepada pihak semua tim penulis serta dosen
pembimbing diucapkan terima kasih. Semoga makalah ini akan banyak
memberikan pengetahuan baru kepada kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Banjarmasin, 24 September 2014

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemahaman keragaman individu organisasi.........................................................2
2.2 Pengaruh hereditas dan lingkungan.......................................................................18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan............................................................................................................21
3.2 Saran......................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja
organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya.
Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang
menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas
karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi
sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan


membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan,
kebutuhan dan pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik
individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati karyawan
baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal
ini dapat dimengerti karena karyawan baru biasanya masih membawa sifat-
sifat karakteristik individualnya.

Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi


dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas,
wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem
pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku
tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer
untuk mengenalkan aturan-aturan perusahaan kepada karyawan baru.
Misalnya dengan memberikan masa orientasi.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan beberapa masalah:
a. Bagaimana pemahaman keragaman individu organisasi ?
b. Bagaimana pengaruh hereditas dan lingkungan ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui tentang keragaman individu organisasi.
b. Mengetahui pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap individu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemahaman Keragaman Individu Organisasi

A. Perilaku Individu Dalam Organisasi


Perilaku merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari, baik
perilaku individu ataupun perilaku kelompok. Mempelajari perilaku itu sendiri
mungkin terdengar asing, namun hal ini sangat penting karena dengan
mengetahui arti dari perilaku, kita dapat mengetahui apa yang diinginkan
oleh individu tersebut. Hal ini bertujuan agar apa yang kita harapkan dapat
tercapai dengan kerja sama setiap individu dengan keanekaragaman
perilakunya. Selain itu, perilaku dalam sebuah organisasi sangat
mempengaruhi jalannya suatu organisasi tersebut.
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara
karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam
organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan
perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang
memang berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi
kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dipunyai individu ini akan
dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu organisasi atau yang
lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai
karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hierarki,
pekerjaan, tugas, wewenang tanggung jawab, sistem penggajian, sistem
pengendalian, dan lain sebagainya. 1

B. Definisi Perilaku Individu


Perilaku individu adalah suatu reaksi yang dimiliki seorang individu
terhadap segala sesuatu yang dilihat, dirasa, dan dipahami untuk
selanjutnya terbentuk dalam perbuatan dan sikap. Dalam konteks ilmu
perilaku dijelaskan bahwa setiap orang memilikipandangan yang berbeda-
beda dalam menilai dan memahami keadaan apalagi jika itu dituangkan
dalam latar belakang yang pernah di jalaninya. Aplikasinya tergambarkan

1
Subkhi Akhmad, Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku Organisasi, PT. Prestasi
Pustakaraya, Jakarta., h 22
pada setiap keputusan yang dibuat, termasuk keputusan itu bisa memberi
pengaruh pada organisasi tempat ia bernaung.2

Perilaku individu adalah perilaku atau interaksi yang dilakukan oleh


manusia atau individu dilingkungannya. Perilaku setiap individu sangatlah
berbeda dan hal ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut
tinggal. Perilaku yang berbeda mengakibatkan berbedanya kebutuhan setiap
individu. Untuk itulah, suatu organisasi diperlukan agar kebutuhan yang
berbeda tersebut dapat dipenuhi dengan bekerja sama antar individu. 3

C. Definisi Organisasi
Organisasi berasal dari kata organ (sebuah kata dalam bahasa
Yunani) yang berarti alat. Jadi, organisasi adalah sebuah wadah yang
memiliki multi peran dan didirikan dengan tujuan mampu memberikan serta
mewujudkan keinginan berbagai pihak, dan tak terkecualai kepuasan bagi
pemiliknya. Stephen P. Robbins mendefinisikan organisasi adalah kesatuan
(entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan
yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus
menerus untuk mencapai suatau tujuan bersama atau sekelompok tujuan.4

D. Karakteristik Individu dalam Organisasi


Perilaku individu dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik
individu. Nimran menjelaskan karakteristik yang melekat pada individu terdiri
dari ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing karakteristik tersebut.
1. Ciri-ciri biografis.
Ini adalah ciri-ciri yang melekat pada individu antara lain:
a. Umur.
Dijelaskan secara empiris bahwa umur berpengaruh terhadap
bagaimana perilaku seorang individu, termasuk bagaimana
kemampuannya untuk bekerja, merespons stimulus yang dilancarkan
oleh individu lainnya. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadikan
umur penting untuk dikaji. Pertama, adanya persepsi bahwa semakin

2
Fahmi Irham, 2013, Perilaku Organisasi, Alfabeta, Bandung.h 34
3
Subkhi Akhmad, dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta. h 23
4
Fahmi Irham, 2013, Perilaku Organisasi, Alfabeta, Bandung
tua seseorang maka prestasi kerjanya akan semakin merosot karena
faktor biologis alamiah. Kedua, adanya realitas bahwa semua pekerja
akan menua. Di Amerika Serikat, pada tahun 1995-2005, sektor
pekerja usia 50 tahun ke atas ternyata berkembang jauh lebih cepat
dari generasi penggantiya. Ketiga, adanya ketentuan peraturan (di
Amerika Serikat) pensiunan yang sifatnya perintah adalah melanggar
hukum karena batasasn pensiun bukanlah umur, melainkan ketika
yang bersangkutan menyatakan tidak mampu lagi bekerja. Jika
terlaksana demikian, maka banyak pekerja usia 70 tahun belum akan
pensiun. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa absensi
pegawai usia tua ternyata lebih baik, karena persoalan yang dihadapi
orang tua yang menyebabkan mangkir adalah relatif lebih sedikit dari
orang muda. Namun, karena alasan kesehatan, akhirnya orang tua
lebih banyak absen pada usia lanjut.
Orang tua cenderung semakin menyenangi pekerjaannya,
sehingga semakin tua, orang lebih enggan untuk berganti-ganti
pekerjaan dibandingkan orang muda yang selalu ingin tahu, mencoba,
dan membutuhkan pengalaman sehingga sering berganti-ganti
pekerjaan.
Dari segi produktivitas, ternyata orang tua lebih produktif karena
lebih berpengalaman, sehingga terampil dan menguasai pekerjaan
lebih baik dibandingkan orang yang lebih muda. Motivasi dan dedikasi
kerja juga ternyata lebih tinggi. Namun tidak dapat dihindari, pada usia
60 tahun kekuatan fisik tidak akan menunjang semangat dan
pengalaman yang tinggi tersebut, sehingga produktivitas akan
menurun pada usia tersebut.

b. Jenis Kelamin.
Penelitian membuktikan bahwa sebenarnya kinerja pria dan
wanita dalam menangani pekerjaan adalah relatif sama. Keduanya
hampir sama konsistensinya dalam memecahkan masalah,
keterampilan analitis dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan
kemampuan belajar. Pendekatan psikologi menyatakan bahwa wanita
lebih patuh aturan dan otoritas. Sedangkan pria lebih agresif, sehingga
lebih besar kemungkinan mencapai sukses walaupun perbedaan ini
terbukti sangat kecil. Sehingga sebenarnya dalam pemberian
kesempatan kerja tidak perlu ada perbedaan karena tidak ada cukup
bukti yang membedakan pria dan wanita dalam hal kepuasan kerja.
Secara kodrati, Tuhan menciptakan perbedaan laki-laki- dan
perempuan dari kapasitas fisik, peran, tugas, dan tanggung jawab
dalam lingkungan keluarga. Perempuan lebih sering tidak masuk kerja
karena menanggung beban rumah tangga misalnya menunggui anak
yang sakit, hamil, melahirkan sehingga harus absen.
c. Status Perkawinan
Penelitian membuktikan bahwa orang yang telah berumah
tangga adalah relatif lebih baik dibandingkan dengan yang single baik
ditinjau dari segi absensi, keluar untuk beralih kerja dan kepuasan
kerja. Hal ini disebabkan karna orang yang telah berkeluarga
mempunyai rasa tanggung jawab dan membuat pekerjaan lebih Ajeg,
lebih tertib, dan menganggap pekerjaan lebih berharga dan lebih
penting. Penelitian selama ini belum belum menjangkau pada orang-
orang yang bercerai, janda, duda, dan orang yang kumpul kebo.

d. Jumlah atau banyaknya tanggungan


Banyak penelitian menunjukan bahwa semakin banyak jumlah
tanggungan dalam keluarga berpengaruh terhadap produkvitas kerja
karyawan.

e. Masa Kerja.
Relevansi masa kerja adalah berkaitan langsung dengan
senioritas dalam perkerjaan. Artinya tidak relevan membandingkan
Pria-wanita-tua-muda dan seterusnya karena penelitian menunjukan
bahwa belum tentu yang lebih lama dalam berkerja memiliki
produkvitas yang lebih tinggi. Itu dikarenakan bisa jadi orang yang baru
bekerja itu tetapi memiliki pengalaman yang lebih baik dari pekerjaan
masa lalu. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengalaman masa lalu
merupakan penentu masa depan seorang dalam pekerjaan.
Kebanyakan Penelitian menujunkan bahwa hubungan positif
antara lama masa kerja dengan kepuasan kerja berarti bahwa
semakin lama seorang karyawan bekerja, maka semakin rendah
keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya.
2. Kepribadian
Robin mengemukakan, "personality is the dynamic organization
within the individual of those psychophycal system that determine his
unique adjustment to his environment". Nimran memaknainya,
"Kepribadian sebagai pengorganisasian dari sistem psikofisik dalam
individu yang menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya".
Robbins mengartikan kepribadian sebagai cara tentang bagaimana
seorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Adapun
karakterisitik kepribadian yang populer diantaranya adalah agresif, malu,
pasrah, malas, ambisius, setia, jujur. Semakin konsistennya karakterisktik
tersebut disaat merespon lingkungan, hal itu menunjukan faktor
keturunan atas pembawaan (traits), yang merupakan faktor penting dalam
pembentukan keribadian seseorang.
Kunarto menyebutkan bahwa temperamen adalah "we are born
with", sedangkan karakter adalah "we have to make". Berangkat dari
pendapat ini, pribadi seorang selalu diwarnai oleh temperamen dan
sekaligus karakter. Temperamen mengandung sifat-sifat yang diperoleh
dari keturunan, seangkanb karakter terbentuk dari lingkungan dan situasi.
Ada sejumlah atribut kepribadian yang perlu dicermati, diantaranya:
a. Daerah Pengendalian (locus of control).
Ada dua daerah pengendalian kepribadian, yaitu eksternal dan
internal. Kepribadian yang bersifat penegndalian internal adalah
kepribadian yang di mana seorang percaya bahwa dialah yang
mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya. Sedangkan sifat
kepribadian pengendalian eksternal adalah keyakianan seorang
bahwa apa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh lingkungan (di
luar dirinya), seperti nasib dan keberuntungan.

b. Paham ototarian.
Paham ini berkeyakinan bahwa ada perbedaan status yang
keyakianan pada orang-orang yang ada dalam organisasi. Sifat
kepribadian otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku,
membedakan orang atau kedudukan dalam organisasi,
mengeksploitasi orang yang memiliki status di bawahnya, suka
curiga dan menolak perubahan.
c. Orientasi Prestasi.
Orientasi juga merupakan karakteristik kepribadian yang dapat
digunakan untuk meramal perilaku orang. Berkaitan dengan
kebutuhan untuk berprestasi, Mc Clelland menyebutkan bahwa
terdapat dua karakteristik sifat kepribadian seseroang yang memiliki
kebutuhan untuk berprestasi tinggi, yaitu: (1) Mereka, secara pribadi,
ingin bertanggung jawab atas keberhasilan dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan kepadanya. (2) Mereka lebih senang dengan
suatu resiko. Resiko merupakan tantangan yang mengasyikan. Jika
berhasil melewatinya, maka ia akan merasa puas.
Introversi adalah sifat kepribadian seseorang yang cenderung
menghabiskan waktu dengan dunianya sendiri dan menghasilkan
kepuasan atas pikiran dan perasaannya. Ekstroversi merupakan sifat
kepribadian yang cenderung mengarahkan perhatian kepada orang
lain, kejadian di lingkungan dan mengasilkan kepuasan dan stimulus
lingkungan.

3. Sikap (attitude)
Sikap merupakan satu faktor yang harus dipahami agar kita dapat
memahami perilaku orang lain. Dengan saling memahami individu,maka
organisasi akan dapat dikelola dengan baik. Definisi sikap dapat
dijelaskan dalam tiga komponen sikap,yaitu afektif,kognitif dan
psikomotorik. Afektif berkenaan dengan komponen emosional atau
perasaan seseorang.komponen kognitif ini berkaitan dengan proses
berfikir yang menekankan pada rasionalitas dan logika. Komponen
psikomotorik meerupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak
terhadap lingkungannya.

4. kemampuan
Yang dimaksud dengan istilah kemampuan adalah kapasitas
seseorang untuk melaksanakan beberapa kegatan dalam satu
pekerjaan. Pencapaian tujuan organisasi atau manajemen yang berhasil
adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengeksploitasikan
kelebihan sebesar-besarnya dan menekankan kekurangannya dari
berbagai orang untuk bersama-sama meningkatkan produktivitas.
Kategori dikelompokkan menjadi dua yaitu kemmampuan intelektual
dan kemampuan fisik.
 Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan mental. Untuk mengungkap kemampuan ini,
digunakanlah tes IQ yang berusaha mengeksplorasi dimensi:
 Kecerdasan numerik, yaitu kemampuan berhitung dengan
cepat dan tepat.
 Pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami apa yang
dibaca dan didengar serta relasinya satu sama lain.
 Kecepatan perseptual, yaitu kemampuan mengenali kemiripan
dan benda visual dengan cepat dan tepat.
 Penalaran induktif, yaitu kemampuan mengenali suatu urutan
secara logis dalam suatu masalah dan kemudian
memecahkan masalah tersebut.
 penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunakan logika dan
meniai implikasi dari suatu argumen
 visualisasi ruang yaitu kemampuan membayangkan
bagaimana suatu obek akan tampak seandainya posisinya
dalam ruang diubah
 ingatan (memory) yaitu kemampuan menahan dan
mengenang kembali kenangan masa lalu. Untuk pekerjaan
yang memerlukan rutinitas tinggi dan tidak memerlukan
intelektualitas tinggi, IQ tinggi tidak adarelevasinya dengan
kinerja. Namun pemahaman verbal, kecepatan persepsi,
visualisasi ruang dan ingatan banyak diperlukan di berbagai
bidang pekerjaan sehingga tes IQ tetap diperlukan
 kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina,
kecekatan,kekuatan,dan keterampilan.
Karyawan yang mempunyai kemampuan intelektual dan fisiknya
tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan, dipastikan akan menjadi
penghambat pencapaian tujuan kinerja atau produktivitas. Seorang
pilot, misalnya, harus memiliki kualitas yang tinggi dalam
kemampuan visualisasi ruangnya, dan penjaga pantai harus kuat
dalam kemampuan visualisasi dan koordinasi tubuhnya.

5. Persepsi
Gitosudarmo memberikannn definisi persepsi sebagai suatu
proses memperhatikan dan menyeleksi,mengorganisasikan, dan
menafsirkan stimulus lingkungan. Dia menambahkan bahwa ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi persepsi, di antaranya:
a. Ukuran
b. Intensitas. Semakin tinggi tingkat intensitas stimulus, maka akan
semakin besar kemungkinannya untuk dipersepsikan.
c. Frekuensi. Semakin tinggi frekuensi suatu stimulus,maka akan
semakin dipersepsikan orang. Misalnya, perusahaan yang gencar
mengiklankan produknya di berbagai media.
d. Kontras. Stimulus yang kontras/mencolok dengan lingkungannya
akan semakin dipersepsikan orang. Seseorang yang tampil ”beda”
secara fisik akan semakin dipersepsikan banyak orang.
e. Gerakan. Stimulus dengan gerakan yang lebih banyak akan semakin
dipersepsikan orang dibandingkan dengan stimulus yang gerakannya
kurang. Misalnya, di suatu ruangan yang hening, semua diam, tiba-
tiba ada seseorang yang bergerak, maka semua orang di ruangan
tersebut akan memperhatikan orang yang bergerak itu.
f. Perubahan/stimulus yang berubah-ubah akan menarik untuk
diperhatikan dibandingkan dengan dengan stimulus yang tetap.
Misalnya, lampu yang nyalanya berkelip-kelip atau memiliki warna
yang bermacam-macam.
g. Baru. Suatu stimulus baru akan lebih menarik perhatian orang
dibanding stimuus lama. Misalnya, buku terbitan baru tentu akan
lebih menarik perhatian publik dibandingkan buku terbitan lama.
h. Unik. Semakin unik suatu objek kejadian, maka akan semakin
menarik orang untuk memperhatikannya.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya distorsi dalam


persepsi atau adanya perbedaan persepsi dalam memaknai sesuatu.
Faktor tersebut adalah:
a. Pemberian kesan (percevier)
Bagaimana seseorang memberikan arti terhadap sesuatu sangat
ditentukan oleh karakteristik kepribadian orang tersebut, misalnay,
umur, lama bekerja, status, tingkat pendidikan,agama, budaya,
dan lain-lain.
b. Sasaran
Atribut yang melekat pada objek yang sedang diamati akan
dipersepsikan sehingga dapat mempengaruhi bagaimana orang
mempersepsikan hal tersebut, misalnya, dari wujud fisik, tinggi,
bentuk tubuh, rambut, cara berpakaian,suara, gerakan, bahasa
tubuh maupun sikapnya yang memberikan berbagai persepsi yang
berbeda dari tiap orang yang berbeda.
c. Situasi
Lingkungan sangat mementukan individu/kelompok dalam
mempersepsikan objek atau kejadian. Contoh, setiap malam
minggu anda melihat seseorang di sebuah kafe. Menurut anda,
orang tersebut menjadi sangat menarik. Namun mungkin saja
orang lain tidak menilainya demikian.
Gudson mengemukakan ada sejumlah kesalahan yang sering terjadi
dalam mempersepsikan suatu objek atau kejadian tertentu yaitu:
 Stereotyping. Yaitu menilai seseorang hanya atas dasar satu atau
beberapa sifat kelompoknya. Stereotyypt sering didasarkan atas jenis
kelamin, umur, agama, kebangsaan, kedudukan, jabatan. Misalnya,
seorang pimpinan menilai perempuan yang sudah menikah, apalagi
punya anak cenderung memiliki tingkat absensi tinggi.
 Halo effect. Yaitu kecenderungan untuk menilai seseorang hanya
atas dasar salah satu sifatnya saja, misalnya, orang yang mudah
tersenyum dan berpenampilan menarik, maka orang tersebut dinilai
baik dan jujur. Pada pada saat wawancara sering kali tertipu dengan
penampilan sesaat calon karyawan. Hal ini tentu sangat berbahaya.
 Projection. Yaitu kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain
atas dasar perasaan atau sifatnya. Misalnya, jika seseorang
membenci orang lain, maka apapun yang dilakukan orang itu tentu
akan membuatnya tidak suka. Begitu pula sebaliknya, jika ia suka
terhadap orang tertentu, maka apapun yang akan dilakukannya,
walau menyakaitkan, tetap saja orang tersebut tidak bisa
membencinya.
6. Belajar
Robbins menyebutkan belajar adalah proses perubahan yang relatif
konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena adanya suatu
pengalaman atau latihan. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami tiga
komponen belajat yaitu: (1) belajar melibatkan adanya perubahan, dari
buruk menjadi baik, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi
bisa. (2) perubahan yang terjadi relatif permanen. Perubahan yang
bersifat sementara menunjukkan kegagalan dalam proses belajar. (3)
belajar berarti adanya perubahan perilaku. Belajar tidak hanya mengubah
pikiran dan sikap, tetapi ada yang lebih penting lagi yakni belajar harus
mengubah perilaku subjek ajar.

Jenis-jenis Teori Belajar:


a. Teori pengondisi klasik. Teori ini dikemukakan oleh paplov. Hasil
percobaannya terhadap anjing mengenai keterkaitan antara stimulus
dan respons menunjukkan bahwa stimulus yang tidak dikondisikan
akan menghasilkan respon yang tidak dikondisikan pula, dan melalui
proses belajar, stimulus yang dikondisikan itu akan menghasilkan
respons yang dikondisikan.
b. Teori pengondisisan operan. Menurut teori ini, perilaku merupakan
fungsi dan akibat dari prilaku itu sendiri. Kecenderungan mengulangi
sebuah perilaku tertentu dipengaruhi penguatan yang disebabkan
oleh adanya akibat dari perilaku itu. Misalnya, bila seorang karyawan
berprestasi di atas standar dan kemudian diberi insentif oleh
pimpinan, maka itu akan berdampak positif/kesenangan sehingga
pada bulan berikutnya karyawan itu akan melakukan hal yang sama
untuk memeperoleh imbalan.
c. Teori sosial. Teori sosial tentang belajar adalah suatu proses belajar
yang dilakukan melalui suatau pengamatan dan pengalaman secara
langsung. Agar memperoleh hasil yang meksimal, ada empat hal
yang harus diperhatikan oleh seorang pengajar dalam melakukan
proses belajar-mengajar yaitu:
1) Proses perhatian, di mana pengajar harus menyampaikan materi
pelajran dengan menarik, dan susana belajar yang kondusif.
2) Prose ingatan, di mana proses belajar juga tergantung pada
seberapa besar daya ingat si subjek belajar.
3) Prose reproduksi, di mana subjek ajar setelah belajr harus
mengalami perubahan sikap, berpikir dan berprilaku.
4) Proses penguatan, di mana apabial subjek belajar telah belajar
denga baik maka harus diberikan penguatan. Misalnya, karyawan
yang mengikuti pelatihan, setelah selesai pelatihan dan kinerjanya
menjadi lebih baik maka ia harus mendapatkan imbalan yang
sesuai.5

E. Karakteristik Organisasi dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku


Individu
Karakteristik organisasi adalah ciri khusus yang dimiliki oleh suatu
organisasi tertentu, misalnya:
1. Terdapat komunikasi dua arah.
2. Tujuan kelompok jelas dan diterima oleh anggota.
3. Kontoversi dan konflik tidak diabaikan, diingkari atau diteka.
Namun, karakteristik organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prilaku individu. Hanya saja, perilaku individu tersebut akan
menyesuaikan dengan karakteristik organisasi tersebut, yaitu berupa
peraturan-peraturan. Hal itu hanya berlaku ketika individu tersebut berada
dilingkungan organisasi. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa hal itu
akan berdampak pada perilaku di lingkungan luar, misalnya, keluarga dan
masyarakat, yaitu sikap yang sering dilakukan individu dalam organisasi
seperti cara berfikir, berbicara dan mengambil keputusan serta gaya atau
cara ia dalam menghadapi suatu masalah yang timbul.6

F. Pendekatan-Pendekatan untuk Memahami Perilaku Individu


Untuk memahami perilaku individu, pendekatan yang dikelompokkan
menjadi tiga dapat dipergunakan, yaitu:
1. Pendekatan kognitif.
Ini adalah perilaku oleh suatu rangsangan, di mana perilaku individu
terjadi atau timbul dikarenakan adanya rangsangan sehingga timbullh
respons atas rangsangan tersebut. Contohnya, jika kita bertemu dengan
teman dan kemudian dia bersikap baik kepada kita, maka, tentu saja, kita
pun akan bersikap baik pula.

Impuls Kognisi Respons

5
Subkhi Akhmad, dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta., hh 24-36
6
Subkhi Akhmad, dan Jauhar Muhammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta., h 36
2. Pendekatan penguatan.
Ini adalah perilaku yang dipengaruhi oleh gerakan refleks yang didorong
oleh sistem syaraf motorik yang ada di otak kita. Contohnya, jika tangan
kita kena api, maka secara otomatis kita menjauhkan atau menarik
tangan dari api tersebut.
3. Pendekatan psikoanalitis.
Ini adalah perilaku yang dipengaruhi oleh kepribadiannya. Sedangkan
individu yang memiliki kepribadian yang baik adalah individu yang telah
matang, yaitu oarang ynag dapat membedakan mana yang baik dan tidak
baik bagi dirinya dan lingkungannya. Orang yang baik tidak hanya
mementingkan kepentingan pribadinya saja, melainkan juga
mementingkan kepentingan lingkungannya.7

G. Persepsi, Kepribadian, dan Emosi


Perilaku individu dalam organisasi meliputi persepsi, kepribadian dan emosi
( sikap). Persepsi merupaka suatu proses, di mana individu-individu
mengoganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi lingkungannya. Kepribadian merupaka cara
individu bereaksi dan berinteaksi denagn orang lain. Kepribadian terbentuk
dari faktor keturunan, lingkungan (budaya, normal keluarga dan pengaruh
lainya), dan juga situasi, sedangkan emosi (sikap) adalah pernyataan atau
pertimbangan evaluatif (menguntungkan atau tidak menguntungkan)
mengenai objek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan begaimana
manusia merasakan tentang sesuatu. Dalam perilaku organisasi,
pemahaman atas sikap adalah penting karena sikap mempengaruhi perilaku
kerja. 8

7
Subkhi Akhmad, dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta., hh 36-37
8
Subkhi Ahmad, dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta., hh 37 -38

16
Terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi perilaku individu,
seperti yang tertera pada gambar di bawah ini:

Motivasi

Sikap

Persepsi Perilaku individu

Kepribadian

Pembelajaran

Kemampuan

H. Memahami Perilaku Manusia


Thoha menjelaskan perbedaan perilaku manusia beberapa aspek mendasar
sebagai berikut:
1. Manusia berbeda perilakunya karena kemampuanya tidak sama.
Berbagai pendapat menjelaskan pendapat perbedaan ini seperti yang
beranggapan karena sejak lahir manusia ditakdirkan tidak sama
kemampuanya, ada yang mengatakan karena perbedaan dalam
kemampuannya, ada yang mengatakan karena perbedaan dalam
kemampuan menyerap informasi dari suatu gejala, dan ada juga yang
beranggapan karena kombinasi diantara keduanya. Oleh karenanya,
kecerdasaan menjadi perwujudan dari kemampuan seseorang.
Terbentuknya kecerdasaan juga dijelaskan beragam. Ada yang
mengatakan kecerdasan merupakan pembawaan sejak lahir, ada yng
mengatakan karena pendidikan dan pengalaman. Karena adanya
perbedaan perilaku atas kemampuan ini, maka itu dapat memberikan
prediksi pelaksanaan dan hasil kerja seseorang yang bekerja dalam suatu
organisasi. Kalau kita berhasil memahami sifat-sifat manusia dari sudut
manusia dari sudut ini, maka akan memahami pula mengapa

17
seseorang perilaku berbeda dengan lain dalam melaksanakan suatu
pekerjaan yang sama.

2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.


Perilaku umumnya didorong oleh perangkaian kebutuhan, yaitu beberapa
pernyataan dalam diri seseorang (internal state) yang menyebabakan
seseorang itu berbuat untuk mencapainya sebagai objek atau hasil.
Sebagaimana teori kebutuhan dari Abraham Maslow yang menjelaskan 5
tingkatan yang menjadi kebutuhan manusia, ketika satu tingkat kebutuhan
telah terpenuhi, maka akan beranjak untuk memenuhi kebutuhan pada
tingkat selanjutnya atau berganti dengan kebutuhan yang lain. Kebutuhan
sekarang yang mendorong seseorang mugkin akan menjadi suatu hal
yang potensial dan juga mungkin tidak, berkaiatan dengan penetapan
perilakunya dikemudian hari. Pemahaman terhadap perbedaan dalam
kebutuhan ini sangat diperlukan karena dapat memprediksi dan
menjelaskan perilaku yang berorientasi pada tujuan kerja sama dalam
organisasi, serta membantu memahami mengapa suatu hasil dianggap
penting bagi seseorang yang masih berhubungan dengan konsep
motivasi.

3. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang


bagaimana bertindak.
Seseorang dapat dihadapan pada sejumlah kebutuhan yang potensial,
yang harus dipenuhi lewat perilaku yang dipilihnya. Cara untuk
menjelaskan bagimana seseorang membuat pilihan diantara sejumlah
besar rangkaian pilihan perilaku yang terbuka baginya adalah dengan
mengunakan teori expectancy. Teori expectancy didasarkan pada suatu
anggapan yng menunjukan bagaimana menganalisa dan mengamalkan
rangkaian tindakan apakah yang akan diikuti oleh seseorang manakala ia
mempunyai kesempatan untuk membuat pilihan mengenai perilakunya.
Teori ini berdasarkan proposisi yang sederhana yakni bahwa seseorang
telah memiliki berperilaku sedemikian karena ia yakin dapat mengarahkan
diri untuk mendapat suatu hasil tertentu (misalnya, mendapatkan hadiah,
upah, dikenal oleh atasan yang menarik baginya) karena sesuai dengan
tuntutan kebutuhannya. Dengan model ini, dapat dipahami bahwa
kekuatan yang mendorong seseorang yang berperilaku
dalam suatu cara tertentu akan menjadi besar manakala individu
tersebut:
a. Percaya bahwa pelaksanaan kerja suatu tingkat yang diinginkan itu
memungkinkan (tingginya expectancy U-P).
b. Percaya bahwa perilakunya akan memimpin kearah pencapaian
suatu hasil (terdapatnya expectancy P-H yang tinggi)
c. Dan apabila hasil-hasil tersebut mempunyai nilai yang positif
(mempunyai daya tarik yang tinggi).

Sehingga dapat dijelaskan bahwa individu akan memilih perilaku yang


memberikan dorongan motivasi besar. Model ecpectancy ini tidak bisa
dipergunakan untuk meramalkan bahwa seseorang akan selalu
berperilaku dengan cara yang terbaik agar tercapai tujuan yang
diinginkan. Model ini hanya membuat asumsi bahwa seseorang
membuat keputusan yang rasional jika didasarkan pada persepsinya
terhadap lingkunganya.

4. Seseorang memahami lingkunganya dalam hubunganya dengan


pengalaman masa lampau dan kebutuhanya. Memahami lingkungan
adalah suatu peroses yang aktif, dimana seseorang mencoba membuat
lingkunganya itu mepunyai arti baginya. Proses aktif ini melibatkan
seseorang individu untuk mengakui secara selektif aspek-aspek yang
berbeda dari lingkungan, menilai apa yang dilihatnyaberkaitan dengan
pengalaman masa lalu, dan mengevaluasi apa yang dialami berkaiatan
dengan kebutuhan-kebutuhan dan pengalaman seseorang itu sering kali
berbeda sifatnya, maka persepsinya terhadap lingkungan juga akan
berbeda. Suatu contoh, orang-orang yang berada dalam organisasi
yang sama sekali mempunyai perbedaan dalam pengharapan
(expextancy) mengenai suatu jenis perilaku yang membuahkan suatu
penghargaan, misalnya naiknya gaji dan cepatnya promosi.

5. Seseorang mempunyai reaksi senang atau tidak senang (affective)9

9
Subkhi Akhmad,dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku Organisasi, PT.
Prestasi Pustakaraya, Jakarta., hh38 -41
I. Kinerja Individu

Perilaku individu dapat dipengaruhi oleh usaha (effort), kemampuan


(ability) dan situasi lingkungan.

1. Usaha (effort)
Usaha individu diwujudkan dalam bentuk motivasi. Motivasi adalah
kekuatan yang dimiliki seseorang dan kekuatan tersebut akan
melahirkan intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara sukarela.
Motivasi ada 2 macam:
a. Motivasi dari dalam: keinginan yang besar yang muncul dari
dalam diri individu tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan dalam
hidupnya.
b. Motivasi dari luar: motivasi yang bersumber dari luar diri yang
menjadi kekuatan bagi individu tersebut untuk meraih cita-cita
dan tujuan-tujuan hidupnya seperti pengaruh atasan, teman,
keluarga, dan lain sebagainya.
2. Kemampuan (ability)
Kemampuan seseorang individu diwujudkan dalam bentuk
kompetensi. Individu yang kompeten memiliki pengetahuan dan
keahlian. Sejak dilahirkan, setiap individu dianugrahi Tuhan dengan
bakat dan kemampuan. Bakat adalah kecerdasan alami yang bersifat
bawaan. Kemampuan adalah kecerdasan individu yang diperoleh
melalui belajar.
3. Situasi lingkungan.
Lingkungan dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Contoh situasi yang kondusif adalah dukungan dari atasan, teman
kerja, sarana dan prasaranayang memadai, dan lain-lain. Contoh
situasi lingkungan yang negatif adalah suatu kerja yang tidak nyaman
karena sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya
dukungan dari atasan, teman kerja dan lain-lain.10

10
Subkhi Akhmad, dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta., hh 41 -42

20
2.2 Pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap individu

A. Pengaruh hereditas
Masing-masing individu lahir ke dunia dengan suatu hereditas
tertentu. Ini berarti bahwa, karakteristik individu diperoleh melalui
pewarisan atau pemindahan dari cairan-cairan “germinal’ dari pihak orang
tuanya. Di samping itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari
lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan psikologi, maupun
lingkungan social.

1. Teori Nativisme
Teori ini mengemukakan bahwa anak yang telah lahir dilengkapi
pembawaan bakat alami. Dan pembawaan (natives= pembawaan) inilah
yang akan menentukan wujud kpribadiaan seorang anak. Pengaruh lain
dari luar tidak akan mampu mengubah pembawaan anak. Dengan
demikian maka pendidikan bagi anak akan sia-sia. Istilah lain dari aliran
ini disebut teori pesimisme (pedagogis-pesimisti), karena teori ini sama
dengan teori bioogisme, disebabkan menitikberatkan pada faktor
biologis, faktor keturunan (genetic) dan konstitusi atau keadaaan
psikolofiik yang dibawa sejak lahir dan menolak pengaruh luar.

2. Teori Empirisme.
Tokoh utama teori ini adalah Francis Bacon (Inggris 1561-1662),
dan John Locke (Inggris 1632-1704). Teori ini berpandangan bahwa:
pada dasarnya anak lahir kedunia; perkembangannya di tentukan oleh
adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran.
Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kosong, putih bersih seperti meja
lilib (tabularasa), maka pengalaman (empiris) anaklah yang bakal
menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak.Dengan
demikian menurut teori ini, pendidikan atau pengajaran anak pasti
berhasil. Dalam perkembangannya, teori ini membentuk teori lain
adalah:
a) Teori Optimisme (pedagogis optimism) dengan alasan
adanya karena teori ini sangat yakin dan optimis akan
keberhasilan upaya pendidikan dalam membina keperibadian
anak.
b) Teori yang beriorentasi lingkungan (enevironmentalisme),
dinamakan demikian karena lingkungan lebih banyak
menentuka terhasap corak perkembangan anak.
c) Teori Tabularas: karena paham ini mengibaratkan anak lahiar
salam kondisi putih bersih seperti lilin (Tabula/Table = meja;
rasa= lilin).

3. Teori Konvergensi
Dalam teori ini diungkapkan bahwa perkembangan jiwa
perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh dua faktor yang
saling menopang, yakni faktor bakat dan pengaruh lingkungan,
keduanya tidak dapat dipisahkan seolah-olah memadu, bertemu dalam
satu titik. Di sini dapat dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan
terbentuk dengan baik apabila dibina oleh suatu pendidikan
(pengalaman) yang baik serta ditopang oleh bakat yang merupakan
pembawaan lahir.
Para penganut aliran konvergensi berkeyakinan bahwa baik faktor
pembawaan mau pun faktor lingkungaan andilanya sama besar dalam
menentukan masa depan seseorang. Jadi, seorang siswa yang lahir
dari keluarga santri atau kiai , maupun, kelak ia akan menjadi ahli
agama apabila ia dididik di lingkungaan pendididkan keagamaan.11

B. Pengaruh lingkungan
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan
anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga
bermain sehari-hari dan keadaan sekitar dengan iklimnya, flora dan
faunanya.
Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya bergantung pada keadaan lingkungan anak itu sendiri
serta jasmani dan rohaninya.

11
Khairani Makmur, 2013, Psikologi Perkembangan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta., hh 38-39
a. Keluarga
Keluarga, tempat anak diasuh dan dibesarkan, berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, terutama keadaan ekonomi
rumah tangga serta tingkat kemampuan orangtua dalam merawat yang
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan jasmani anak.
Sementara tingkat pendidikan orang tua juga besar pengaruhnya terhadap
perkembangan rohaniah anak, terutama kepribadian dan kemajuan
pendidikannya.
b. Sekolah
Sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya.
Anak yang tidak pernah sekolah akan tertinggal dalam berbagai hal.
Sekolah sangat berperan dalam meningkatkan pola pikir anak, karena di
sekolah mereka dapat belajar bermacam-macam ilmu pengetahuan. Tinggi
rendahnya pendidikan dan jenis sekolahnya turut menentukan pola pikir
serta kepribadian anak.
Anak yang memasuki sekolah guru berbeda kepribadiannya dengan
anak yang masuk STM. Demikian pula yang tamat dari sekolah tinggi akan
berbeda pola pikirnya dengan orang yang tidak bersekolah.
c. Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga
termasuk teman-teman anak di luar sekolah. Kondisi orang-orang di
lingkungan desa atau kota tempat tinggal anak juga turut mempengaruhi
perkembangan jiwanya.
d. Keadaan Alam sekitar
Kedaan alam sekitar tempat tinggal anak juga berpengaruh bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Alam tempat tinggal manusia
memiliki bentuk yang berbeda, seperti pegunungan, dataran rendah dan
daerah pantai. Keadaan alam sekitar adalah lokasi tempat anak bertempat
tinggal. Sebagai contoh, anak yang tinggal di daerah pegunungan akan
cenderung bersifat lebih keras daripada anak yang tinggal di daerah
pantai, anak yang tinggal di daerah dingin akan berbeda dengan anak
yang tinggal di daerah panas. Perbedaan di atas adalah akibat pengaruh
keadan alam yang berbeda. Keadaan alam yang berbeda akan
berpengaruh terhadap perkembangan pola pikir atau kejiwaan anak.12

12
http://mymuslim -muslimat.blogspot.com/2012/04/pengaruh -hereditas-dan-lingkungan.html
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara
karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam
organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lainnya.
Karakteristik individu dalam organisasi:
a. Biografis.
b. Kepribadian.
c. Sikap.
d. Kemampuan.
e. Persepsi.
Hereditas dan lingkungan cukup berpengaruh terhadap perilaku
individu, dimana pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh
faktor dalam (hereditas) dan faktor luar (lingkungan). Faktor internal, yaitu
faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri yang meliputi pembawaan dan
potensi psikologi tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
Meliputi, antara lain: bentuk tubuh, raut muka, sifat-sifat, bakat, intelegensi
dan penyakit. Faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada di luar
diri anak yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman
berinteraksi anak tersebut dengan lingkungan. Meliputi: Lingkungan (dapat
berupa pendidikan dan pengalaman yang diberikan).Keduanya memiliki
keterkaitan yang kuat, setiap hereditas beroperasi dengan cara berbeda-
beda sesuai dengan kondisi lingkungan. Pembawaan tidak akan berarti apa-
apa tanpa didukung dengan lingkungan yang kondusif terhadap bawaaan itu
sendiri.

3.2 Saran
Agar pembaca dapat lebih memahami dan sedikit menambah
wawasan tentang perilaku individu dalam organisi.
Daftar Pustaka

Fahmi Irham, 2013, Perilaku Organisasi, Alfabeta, Bandung.

Subkhi Akhmad, dan Jauhar Mohammad, 2013, Pengantar Teori & Perilaku
Organisasi, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta.

Khairani Makmur, 2013, Psikologi Perkembangan, Aswaja Pressindo,


Yogyakarta.

http://ocen22.blogspot.com/2011/11/perilaku-individu-dalam-organisasi.html

http://mymuslim-muslimat.blogspot.com/2012/04/pengaruh-hereditas-dan-
lingkungan.html

Anda mungkin juga menyukai