Perdarahan Intrakranial
Oleh:
206100802029
Pembimbing:
PENDAHULUAN
insiden tahunan sekitar 10-30 kasus per 100.000 penduduk. Sekitar 2 juta (10-15%)
dari 15 juta kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh perdarahan intrakranial.
Jumlah rawat inap di rumah sakit untuk kasus ini juga mengalami peningkatan
intrakranial di seluruh dunia adalah 24,6 kasus per 100.000 orang per tahun. Angka
kematian dalam 30 hari berkisar antara 35% sampai 52% dengan hanya 20% orang
yang diperkirakan dapat pulih secara fungsional dalam kurun waktu 6 bulan.1 Di
bahwa faktor risiko terjadinya perdarahan intrakranial cenderung lebih tinggi pada
jenis kelamin laki-laki, usia yang lebih tua, dan ras Asia. Perdarahan intrakranial
2
intrakranial yang dapat menghancurkan jaringan otak atau membatasi suplai darah
ke otak. Peningkatan tekanan intrakranial berat dapat berujung pada herniasi otak,
intubasi untuk memberi napas buatan. Pemasangan infus untuk pemberian cairan
pingsan. Meski begitu, hal ini tidak selalu dialami pada setiap orang. Gejala yang
muncul tergantung pada lokasi perdarahan terjadi. Misalnya, jika bagian otak yang
mungkin muncul adalah pasien mengalami gangguan penglihatan. Gejala lain yang
keseimbangan, serta kesulitan menelan. Jika perdarahan terjadi pada bagian bawah
atau batang otak, pasien dapat mengalami koma, hingga gagal napas.6
intrakranial pada pasien wanita berusia 36 tahun yang masuk di IGD RSUD Dr.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Kranium terdiri atas delapan tulang kepala dan empat belas tulang wajah.
Tulang kepala membentuk rangka otak yang membungkus dan melindungi otak,
Kranium dibentuk oleh beberapa tulang yang dihubungkan satu sama lain
oleh tulang bergerigi yang disebut sutura, banyaknya delapan buah dan terdiri dari
3 bagian, yaitu:
• Os frontal
orbita (kantong mata). Os frontal pada tahap kehidupan embrio terbentuk menjadi
4
dua belahan yang pada masa kanak-kanak awal berfungsi secara penuh. Tuberositas
frontal adalah dua tonjolan yang berbeda ukuran dan biasanya lebih besar pada
tengkorak muda. Arkus supersiliar adalah dua lengkungan yang mencuat dan
menyatu secara medial oleh suatu elevasi halus yang disebut glabella. Tepi
orbita bagian atas. Foramen supraorbital merupakan jalan masuk arteri dan syaraf.9
• Os parietal
Os parietal membentuk sisi dan langit-langit kranium, yang terdiri atas sutura
sagital, sutura koronal, dan sutura lambdoideal. Sutura sagital adalah sutura yang
menyatukan tulang parietal kiri dan kanan. Sutura koronal menyambung tulang
oksipital.9
5
Gambar 2.3 Os parietal
• Os oksipital
• Os temporal
cranium.9 terbagi atas tiga bagian, yaitu os squamous (membentuk rongga telinga
6
tengah dan telinga dalam), os petrosum (menjorok ke bagian os zygomaticum dan
Gambar 2. 5 Os temporal
• Os sphenoidal
Di bagian depan terdapat sebuah rongga yang disebut cavum sphenoidalis yang
berbentuk seperti pelana yang disebut sela tursica yaitu tempat letaknya kelenjar
hipofisis.
7
Gambar 2.6 Os spheniodal
• Os ethmoidal
Tulang ini terletak di sebelah depan dari os sphenoidal, di antara lekuk mata,
terdiri dari tulang tipis yang tegak dan mendatar. Bagian yang mendatar mempunyai
hidung sedangkan bagian yang tegak di sebelah depannya membentuk sekat rongga
hidung. Adapun bentuk dari dasar tengkorak ini tidak rata tetapi mempunyai
8
a. Otak
Otak tersusun atas beberapa bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil
(serebelum), dan batang otak (terdiri dari mesensefalon, pons, dan medulla
oblongata).
• Serebrum
Serebrum terdiri atas dua belahan (hemisfer) yang dipisahkan oleh fisura
kiri, sedangkan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah
kanan. Selain itu, serebrum juga tersusun atas empat lobus, yakni lobus frontal,
lobus parietal, lobus oksipital, dan lobus temporal.11 Serebrum berwarna abu-abu
pada bagian korteks karena mengandung banyak sel saraf yang disebut substansi
• Serebelum
9
Serebelum terletak di bagian belakang di bawah serebrum. Serebelum berfungsi
untuk mengkoordinasikan kerja otot, tonus otot, keseimbangan, dan posisi tubuh.
• Batang otak
Batang otak berada di dalam rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai
medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut
jantung, pernapasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Batang otak terdiri dari
tiga bagian, diantaranya adalah mesensefalon (berperan dalam refleks mata dan
kontrol gerakan serta kedudukan tubuh), pons (berisi serabut saraf yang
dan medulla spinalis), dan medulla oblongata (berfungsi untuk mengatur denyut
b. Meninges
dan vertebra. Dari luar ke dalam, meninges tersusun atas tiga lapisan sebagai
berikut:
• Duramater; merupakan selaput terluar yang kuat dan melekat pada tulang
10
• Piamater; merupakan lapisan paling tipis dan paling dalam dari selaput
meninges.12 Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah dan sangat dekat
dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan
11
Gambar 2.11 CT-scan kepala normal (slide 2)
12
Gambar 2.13 CT-scan kepala normal (slide 4)
B. Etiologi
13
C. Klasifikasi
1. Perdarahan Intraserebral
Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang
cepat akibat efek desakan massa hematoma. Selain itu, perdarahan intraserebral
juga dapat menyebabkan hidrosefalus. Di fosa posterior hampir tidak ada ruang
isi fosa posterior. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perdarahan
intraparenkim di batang otak atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih
14
Jaringan otak di area perdarahan umumnya tidak rusak total (berbanding
terbalik dengan infark). Hal ini menjelaskan mengapa defisit neurologi pasien
biasanya pulih lebih cepat ketika hematoma teresorbsi, dibandingkan dengan stroke
otak agar tetap hidup di area perdarahan. Hipertensi intrakranial persisten harus
usia pasien, serta lokasi dan ukuran hematoma. Penelitian berskala besar
yang besar (>20 cm3). Operasi pengangkatan hematoma yang lebih kecil
sebenarnya merugikan karena dapat merusak lebih banyak jaringan otak yang
masih intak daripada jaringan otak yang akan diselamatkan. Karena alasan ini,
hidrosefalus (jika ada) dengan drainase ventrikular eksterna, yang dapat dilakukan
dengan cedera minimal pada jaringan otak yang normal. Pasien dengan hematoma
yang sangat besar (>60 cm3) tidak akan memperoleh manfaat dari pengangkatan
intraserebral:
15
Gambar 2.16 Perdarahan intraserebral di ganglia basalis kiri disertai midline shift16
Gambar 2.18 Perdarahan pada ganglia basalis kiri dengan midline shift dan perdarahan
intraventrikular15
16
Penyebab perdarahan intraserebral selain hipertensi diantaranya adalah
kavernoma, dan obstruksi aliran vena. Pada kasus seperti ini, perlu dilakukan MRI
perdarahan.15
terjadi di serebelum. Perdarahan pada regio ini sering menyebabkan efek massa
akut di fossa posterior. Manifestasi klinisnya adalah sakit kepala oksipital yang
berat, mual, muntah, dan vertigo. Umumnya disertai pula dengan gaya berjalan
yang tidak stabil, disartria, dan kepala menoleh, serta deviasi penglihatan ke arah
kontralateral lesi.15
akhirnya mengalami gagal napas, kecuali fossa posterior dapat dekompresi melalui
operasi.15
untuk terjatuh ke sisi lesi, dan deviasi gaya jalan ke arah lesi.15
17
Gambar 2.19 Perdarahan serebeli
2. Perdarahan Intraventrikular
3. Perdarahan Subaraknoid
salah satu arteri di dasar otak. Terdapat beberapa jenis aneurisma, yaitu aneurisma
Gejala utama perdarahan subaraknoid adalah nyeri kepala hebat yang muncul
secara tiba-tiba, kaku kuduk, dan gangguan kesadaran. Kelumpuhan saraf kranial
dan tanda neurologis fokal dapat timbul, tergantung pada lokasi dan luas
perdarahan.
akut, namun semakin lama interval antara kejadian akut dengan CT-scan,
18
perdarahan subaraknoid ditegakkan, maka sumber perdarahan harus segera
terpisah dari sirkulasi secara permanen sehingga tidak dapat berdarah lagi.
aneurisma yang telah berhenti berdarah yang dapat selamat dirujuk ke rumah sakit.
Setelah serangan akut, pasien dihadapkan dengan tiga risiko komplikasi yang
subaraknoid :
a. Perdarahan Subdural
19
adalah trauma.15 Perdarahan subdural / subdural hemorrhage (SDH) terjadi akibat
robeknya bridging veins, terutama yang terletak dekat dengan sinus sagitalis
superior. Perdarahan subdural terjadi karena akselerasi dan deselerasi yang cepat
pada kepala. Perdarahan subdural ini lebih sering terjadi pada usia tua akibat dari
ruang intrakranial. SDH kronik selain terjadi pada orang tua, juga sering terjadi
pada orang alkoholik dan pasien dengan tekanan tekanan intrakranial yang rendah,
kepala. Perdarahan subdural akut muncul satu sampai dua minggu setelah trauma
kepala, sedangkan perdarahan subdural kronik muncul dua minggu lebih setelah
trauma kepala.18
subdural:
b. Perdarahan Epidural
20
Pada perdarahan epidural, kumpulan darah terletak di antara duramater dan
periosteum. Perdarahan jenis ini umumnya disebabkan oleh laserasi traumatik pada
maka diperlukan tekanan yang cukup besar untuk menimbulkan akumulasi cairan
pada lokasi ini. Penyebabnya hampir selalu karena fraktur tulang tengkorak dengan
robekan pada arteri meningeal media, yang merupakan pembuluh darah meningeal
terbesar. Fraktur seperti ini sering terjadi tanpa menimbulkan cedera serius lain
pada otak. Dengan demikian, banyak pasien dengan perdarahan epidural masih
tetap sadar segera setelah kejadian traumatic dan tidak kehilangan kesadaran hingga
beberapa saat kemudian (yang disebut “lucid interval”). Pasien tersebut kemudian
epidural:
21
Gambar 2.24 Perdarahan epidural, kanan
D. Gejala Klinis
lokasi perdarahan, akan tetapi secara umum gejala yang ditimbulkan meliputi
E. Penatalaksanaan
22
Prinsip penatalaksanaan perdarahan intrakranial diawali dengan minimalisasi
protokol advance trauma life support (ATLS). Pasien penurunan kesadaran harus
selalu dilakukan manajemen jalan napas, pemberian ventilasi dan oksigen yang
adekuat, dan pemberian cairan. Imobilisasi spinal harus dilakukan kecuali jika
dapat dihentikan. Penilaian skor GCS dilakukan dan secepatnya diputuskan apakah
F. Prognosis
onset, usia pasien, volume, serta lokasi perdarahan. Komplikasi yang mungkin
dialami pasien juga menjadi faktor penentu prognosis pasien. Secara umum,
semakin tua usia pasien, semakin dalam lokasi perdarahan, serta semakin luas
23
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. MK
Umur : 36 tahun
Alamat : Pangkalanbun
No. RM : 35-96-73
3.2 Anamnesis
Penurunan Kesadaran
menghindari lubang di jalan dan akhirnya menabrak sisi ruas jalan. Pasien
yang tidak menggunakan helm terjatuh dari motor sejauh 5 meter dari
kendaraan.
24
• Pasien tidak sadar saat kejadian dan tampak gelisah, muntah (-) pasien
lanjutan
• Saat ini pasien sedang hamil 5 bulan, tidak ada riwayat sakit mata ataupun
penyakit jantung.
1. Primary Survey
CRT<2 detik
2. Secondary Survey
Allergy : (-)
Medication : (-)
25
Past illness : (-)
- Mulut : mukosa bibir tidak pucat, lidah tampak udem dan tampak
putih.
Thoraks Paru
Inspeksi : Statis : Bentuk dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi
1x2cm
26
Thoraks Jantung
Abdomen
Ekstremitas
CRT < 2 detik, sianosis (-), edema tungkai (-/-), akral hangat, lateralisasi (-)
Status Obstetri
TFU = 20 cm
His : -
Status Neurologis
27
a. Meningeal Sign
brudzinski 1 ( - )
brudzinski 2 ( - )
b. Refleks Fisiologis:
Bisep +2 / +2
Trisep +2 / +2
Patella +2 / +2
Achilles +2/+2
c. Refleks Patologis:
Babinski: -/-
Chadodock: -/-
Oppenheim -/-
Trommer -/-
d. Pemeriksaan motorik
28
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N II Refleks cahaya + +
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
29
Tersedak sde sde
23 Maret 2021
30
Hasil Rontgen Thoraks
31
• CT Scan kepala non contrast potongan axial coronal sagital ditemukan
gambaran hiperdent di regio temporal lobe pole kiri, temporal base kiri, dan
temporal kiri berbentuk cresentic mengesankan suatu SDH acute dengan ICH
kanan.
Zygoma s
DM Tipe 2
3.3.5 Tatalaksana
Non farmakologi
- Head up 30o
32
Farmakologi
33
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah diperiksa pasien wanita Ny. MK usia 36 tahun di ruangan IGD RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya dengan diagnosis SDH + Edema serebri Fraktur
os zygoma (s) Parese nerve III Fraktur clavicula (s) Multiple Vulnus ekskoriatum
jalan dan akhirnya menabrak sisi ruas jalan. Pasien yang tidak menggunakan helm
terjatuh dari motor sejauh 5 meter dari kendaraan. Kecelakaan ini sering memberi
dampak trauma pada kandungan ibu hamil secara idak sengaja dan hal ini dapat
mengakibatkan dampak yang ringan maupun berat. Dampak ringan dapat berupa
memar, laserasi, dan kontusio. Sedangkan dampak yang lebih berat berupa patah
parese n.III sinistra. Perdarahan intrakranial dapat disebabkan oleh dua mekanisme,
cedera kepala yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga terjadi
perdarahan.
34
Pada perdarahan subdural, kumpulan darah terdapat di ruangan yang
robeknya bridging veins, terutama yang terletak dekat dengan sinus sagitalis
superior. Perdarahan subdural terjadi karena akselerasi dan deselerasi yang cepat
pada kepala. Perdarahan subdural ini lebih sering terjadi pada usia tua akibat dari
setelah trauma kepala. Perdarahan subdural akut muncul satu sampai dua minggu
setelah trauma kepala.18 Pada pasien ini dilakukan CT-Scan dan didapatkan adanya
perdarahan subarachnoid.
lokasi perdarahan, akan tetapi secara umum gejala yang ditimbulkan meliputi
delirium, dan kelemahan wajah ipsilateral.19 Pada pasien ini telah terjadi penurunan
35
Tatalaksana pasien dengan perdarahan intrakranial di IGD mengikuti
protokol advance trauma life support (ATLS). Pasien penurunan kesadaran harus
selalu dilakukan manajemen jalan napas, pemberian ventilasi dan oksigen yang
adekuat, dan pemberian cairan. Imobilisasi spinal harus dilakukan kecuali jika
dapat dihentikan. Penilaian skor GCS dilakukan dan secepatnya diputuskan apakah
Posisi kepala harus dibuat posisi 15-30o untuk mengurangi tekanan intra
kranial dan menghindari kompresi vena jugularis pada pasien dengan edema
yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan
dalam waktu sesingkat mungkin. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari
volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm
diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk. Sasaran
Pada pasien ini juga diberikan O2 Mask untuk mencegah hipoksia pada pasien dan
aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi
yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan
36
ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi
yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah ketorolac, opiat,
diterapkan dalam praktek klinis. Bisa digunakan fenitoin 2x100mg.17 Pasien ini
diberikan inj fenitoin dan ketorolac untuk nyeri dan agitasi pada pasien.
Terapi paling cepat dan efektif untuk mengurangi cairan pada jaringan dan
menurunkan viskositas darah. Hal tersebut akan mengurangi tekanan intra kranial
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5
g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek maksimum terjadi setelah 20 menit pemberian
13,14
dan durasi kerjanya 4 jam. Pada pasien ini diberikan inf mannitol untuk
Insulin adalah terapi pilihan pertama untuk mengendalikan kadar gula darah
selama kehamilan, hal ini karena insulin yang paling efektif untuk mengendalikan
gula darah dan tidak melewati plasenta sehingga aman bagi janin. Insulin dapat
digunakan dengan syringe, pen insulin, atau pompa insulin. Ketiganya aman untuk
wanita hamil.21 Pasien ini juga mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi
37
BAB V
PENUTUP
Fraktur os zygoma (s) Parese nerve III Fraktur clavicula (s) Multiple Vulnus
Tatalaksana pada pasien yang diberikan adalah non farmakologi Head up 30o, O2
Mask 5-7 LPM dan terapi farmakologi yaitu IVFD NaCl 0,9% 500 cc lanjut 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr - Inf Manitol 1x125 cc - Inj Phenitoin 2x100 mg - Inj.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Caceres JA, Goldstein JN. Intracranial Hemorrhage. Emerg Med Clin North Am.
2012;30(3):771–94.
2. Qureshi AI, Mendelow AD, Hanley DF. Intracerebral Haemorrhage. Core Top
Neuroanaesth Neurointensive Care. 2011;373(9675):359–68.
3. Dinata CA, Syafrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. J Kesehat Andalas. 2013;2(2):57–61.
10. Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. 3rd ed. Ester M,
editor. Jakarta: EGC; 2006.
39
14. Lalwani S, Hasan F, Khurana S, Mathur P. Epidemiological trends of fatal
pediatric trauma: A single-center study. Medicine (Baltimore). 2018
Sep;97(39):e12280
17. Patel PR. Lecture Notes Radiology. 3rd ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2011.
19. Schneider ALC, Wang D, Ling G, Gottesman RF, Selvin E. Prevalence of Self-
Reported Head Injury in the United States. N Engl J Med. 2018 Sep
20;379(12):1176-1178
40