Anda di halaman 1dari 12

` MAKALAH KEBUDAYAAN MELAYU.

KLIPING KRITIK KARYA SENI RUPA.

DISUSUN OLEH :

Rezy Epdiyansyah

KELAS : XII IPS 2

SMA NEGERI 8 BATAM

TAHUN AJARAN 2016-2017


Pengkarya : Bayu Utomo Radjikin
Tajuk:  “Bujang Berani”
Tahun : 1991
Media : besi campuran
Berukuran 55x100x100 cm

Karya arca ini telah dihasilkan oleh Bayu Otomo Radjikin seorang artis yang berasal dari sabah. Arca ini
diberikan tajuk bujang berani yang telah dihasilkan pada tahun 1991. Telah dihasilkan menggunakan
media besi campuran. Pengkarya telah menghasilkan arca ini dengan saiz berukuran 100x100x55cm.

Dari segi diskripsi, karya ini dihasilkan berbentuk figura seorang pahlawan  yang gagah berani.
Hal ini adalah berdasarkan baju dan terdapat perhiasan pada kepala figura tersebut. Reaksi pada wajah
figura tersebut memperlihatkan seperti sedang menahan kesakitan sesuatu. Mimic muka itu juga kelihatan
seperti seseorang sedang menjerit meluahkan segala yang terpendam di dalam hati.
Dari segi analisis pula karya tersebut dihasilkan dengan amat teliti sehingga berjaya
menimbulkan struktur-struktur pada wajah seperti mata, hidung dan mulut. Garapan pengkarya ini banyak
menggunakan unsur-unsur seni seperti jalinan dan garisan. Pada setiap sudut arca ini banyak
menunjukkan garisan garisan yang memperliatkan penegasan yang jelas. Selain itu pada bahagian tengah
arca ini juga menggunakaan unsur rupa yang diolah dan di gabungkan untuk menghasilkan bentuk-bentuk
yang dikehendaki
Dari sudut interpretasi ialah karya tersebut amat menarik dan struktur pada wajah juga dihasilkan
dengan penuh teliti. Arca ini ingin menyampikan tentang luahan rasa yang dilalui oleh golongan muda
yang hendak suara-suara mereka didengari oleh masyarakat. Mesej yang hendak disampaaikan ini jelas
dilihat pada raut wajah yang terdapat pada arca ini.
Judul : Harmonis

Pelukis : Ahmad Savic A


Tahun : 2009
Media : cat air

1. Bentuk (form) dan tanda (symbol) yang digunakan dalam karya

Karya seni lukis milik Ahmad Savic ini merupakan lukisan yang sekiranya mengungkapkan bentuk
sebuah pohon. Tak terdapat pohon lain disekitarnya sebagai background ataupun subjek figuran. Hanya
sebuah tiang listrik yang menemani dan tampak berdekatan, namun subjek yang lebih ditekankan adalah
pohon tersebut. Bentuk dari pohon ini tidak sederhana, banyak sekali ranting yang menjadi cabang dari
bawah hingga ke atas. Tidak dapat ditebak pohon apakah ini, yang jelas bentuk cabang-cabang yang
banyak ini menandakan merupakan pohon yang beranting banyak. Bukan pohon rimbun nan hijau sebab
dari bentuk daun-daunnya yang ekspresif terdapat secara acak pada ranting yang banyak. Namun dapat
dilihat dari bentuk pohon ini yang menjulang ke atas hingga tak terlihat ujung batangnya merupakan
pohon yang besar. Bentuk ranting-ranting pohon yang meliuk-liuk ini makin terlihat jelas bahwa sedang
diambil perspektifnya dari bawah.

2. Unsur-unsur visual dan prinsip estetik yang digunakan

Lukisan “harmonis” ini tidak mengkomposisikan subjek utama terlalu tengah, sehingga tidak terlalu
statis namun tetap fokus pada subjek utama. Penyusunan pohon besar inipun dikomposisikan menjulang
ke atas serong kanan sehingga lebih indah. Pengkomposisian sebuah tiang listrik yang tegak menjulang
dari bawah menjadi sorotan yang estetik ketika puncaknya semakin berdekatan dengan puncak pohon.
Garis-garis dari pembentukan ranting pohon seolah menjadi ciri khas tersendiri dalam karya ini, sebab
menjadi perpaduan pula pada garis-garis yang terbentuk dari kabel listrik di sebelahnya. Hal ini
menjadikan komposisi yang menarik. Begitu pula perulangan daun-daun abstrak seolah menjadi taburan
yang membuat karya ini lebih indah.

3. Kesan yang anda peroleh dari hasil pengamatan

Dalam lukisan ini meskipun hanya terdapat sebuah subjek pohon dan tiang listrik namun memiliki
makna yang lebih dalam. Bukan sekedar indahnya pohon yang berdiri di dekat tiang listrik namun lebih
dari itu. Kesan rimbun tidak diperoleh namun dari pohon itu sendiri dapat mengesankan besar dan tinggi,
begitu pula pada tiang listriknya yang menggambarkan tentang ketinggian. Hal yang berdampingan ini
menggugah perasaan tertentu yang tercipta dalam hati, seperti pada unsur-unsur yang sama antara pohon
dengan tiang listrik. Ada garis-garis yang menjadi perpaduan keserasian yang mengesankan
keharmonisan satu sama lain. Persamaan ketinggian menjadi hal yang indah ketika dilihat dari sisi bawah,
hal ini sangat terlihat pada penunjukan bahwa subjek ini berada pada posisi tinggi. Seolah-olah
mengesankan pada sesuatu yang unggul dan tinggi. Selain itu seolah hanya dari perspektif bawah dapat
melihat segala sesuatu yang harmonis. Seperti yang terlihat pada perpaduan garis kabel dan garis-garis
yang terbentuk dari ranting pohon. Penyatuan ujung pohon dengan ujung tiang listrik menjadi penyatuan
suatu hubungan yang kukuh yang terbentuk dari sesuatu yang kuat yaitu pada karakter batang pohon
dengan batang tiang listrik. Bercak-bercak daun yang tidak dimiliki oleh tiang listrik menjadi penghias
antara jalinan pohon dengan tiang listrik. Keseluruhan lukisan ini mencerminkan sebuah keharmonisan
yang tak terduga.

4. Penilaian anda terhadap gagasan, teknik dan media yang digunakan dalam kaitannya dengan
ekspresi yang dihasilkan

Menarik sekali lukisan ini mendapatkan gagasan dari sebuah pohon yang pada dasarnya menyatu
dengan alam namun Savic menampilkan dalam keadaan berada di perkotaan. Bukan menjadi sosok pohon
yang paling mendominasi keadaan kering di kota namun gagasannya dalam menampilkan subjek utama
adalah merupakan bentuk keharmonisan yang unik.
Teknik yang digunakan dalam lukisan ini adalah teknik aquarel, merupakan teknik yang tepat untuk
lukisan pada media kertas aquarel. Cat air yang digunakanpun sesuai dengan penggambaran nuansa yang
diharapkan. Teknik pelukisan wet on wet menjadikan pembentukan warna nuansa membaur dengan warna
kertas. Sehingga gradasi hilang yang tercipta dalam lukisan ini berhasil menjadi background yang indah.
Media kertas memang merupakan media yang tepat ketika menggunakan cat jenis cat air. Apalagi
kertas yang digunakan memiliki tekstur yang kuat sehingga menunjang pada teknik. Tekstur kertas ini
memberikan peleburan warna menjadi sempurna, air yang digunakan Savic ini mampu teresap sempurna
pada kertas walaupun ada beberapa detail bagian yang kurang diperhatikan.

Judul karya : Dancer 035


Oil on canvas.
Ukuran: 95cm x95cm
Seniman: Nyoman Gunarsa

Ditelaah dari Unsur-unsur seni rupa

1)      Lukisan terdiri dari perpaduan titik dan goresan yang membentuk garis tipis dan lebar dengan
mempertimbangkan keharmonisan komposisi.Garisnya memperlihatkan kemantapan seniman dalam
menggoreskan warna,sehingga terlihat betul kemampuan seniman dalam ketrampilan sketsa dan
pemahaman anatomi sudah mahir.

2)      Unsur gelap terang tidak terlalu ditonjolkan dalam lukisan ini.Terlihat dari pemakaian satu warna pada
kulit yaitu putih.

3)      Pemilihan warna yang terkesan kontras ,warna satu dengan yang lain namun masih terlihat
harmonis,jadi masih bisa dirasakan bahwa sang seniman tidak asal-asalan atau sembarangan dalam
pemilihan warna.

4)      Tekstur pada lukisan masih terlihat dari tebalnya cat yang menempel,yang biasanya terjadi pada karya-
karya ekspresionis dan impresionis.
Simbol – simbol yang dipakai

Pemakaian symbol terlihat dari karya dibuat tidak realis,namun dibuat hanya sebatas kesan kesan
saja.Seniman menggambarkan sosok penari tidak pada seperti aslinya,namun masih dapat dibayangkan
dengan jelas sosok penari tersebut.
Gaya atau corak

Gaya yang diterapkkan oleh seniman dilihat dari unsur dan teknik yang dipakai,seniman lebih condong ke
gaya ekspresionisme serupa dengan karya – karya seniman kenamaan Yogyakarta yaitu Affandi.Cat yang
menempel pada kanvas nampak jelas dibuat secara spontanitas menyalurkan perasaan sang seniman saat
pembuatan karya.Warna dioleskan dari tubenya langsung maupun dengan bantuan dioleskan dengan
tangan.

Prinsip –Prinsip Rupa yang dipakai dalam karya

1)Keharmonisan
2)Komposisi ,pada garis dan titik dan pilihan warna
3)keseimbangan
4)proporsi

3.Sudut Pandang secara Holistik


A) Dilihat dari aspek kepribadian
Latar belakang kehidupan yaitu dilihat kedekatanya dengan Seni music dan Tari membuatnya merasakan
bahwa ketika dia membuat garis pada lukisannya dia seakan menyanyi dan ketika dia memberikanwarna
warna pada lukisannya dia seakan menari.
Pada awal kariernya, Nyoman menggunakan medium pastel, tinta dan cat air untuk karya-karyanya.
Banyak ratusan karya awalnya yang menggunakan medium ini namun selama 25 tahun dia tidak
mengadakan pameran dikarenakan pada masa tersebut lukisan yang menggunakan medium ini masih
dianggap murahan. Akhirnya pada tahun 1989 dia mengadakan pameran di Jakarta dan disusul pameran
di Oakland California 1991 yang berjalan sukses semakin membuatnya percaya diri menapaki karirinya
sebagai pelukis. Dalam lukisannya dia ingin menunjukan lukisan yang mempresentasikan sesuatu dan
seni, tidak memerlukan komentar-komentar yang terperinci, dipercayainya bahwa seni adalah sesuatu
yang religious, tempat pengabdian, tempat pendidikan moral/spiritual yang berpayung kedamaian, suatu
tempat bagi seseorang yang barangkali dapat memperoleh kembali cara-cara yang benar yang pernah
hilang dari kehidupannya. Seni harus mempunyai bobot, mengekpriskan keindahan, menciptakan nilai-
nilai baru, bukan merusak nilai-nilai yang sudah ada.

Sebelum ada periode moksa Nyoman Gunarso telah mengalami serangkaian peristiwa penting yang
membentuk dirinya semakin matang dan semakin memperkuat jati dirinya. Peristiwa itu antara lain
adalah sakit stroke yang dia derita menyebabkan seluruh sisi kanan bagian tubuhnya lumpuh, dia bahkan
tak mampu memnggerakan tangan emasnya, namun dengan semangat berkesenian yang tinggi di berbagai
kesempatan dia mampu menggerakan tangannya dia tergelitik untuk selalu melukis/ membuat sketsa-
sketsa wajah orang-orang disekitarnya.

B) Lingkungan sosial dan ideologi (masyarakat)


Nyoman Gunarsa adalah seorang pelukis senior berasal dari Bali lahir di Klungkung pada 15 April 1944
lahir di keluarga yang mempunyai latar belakang seni yang kental. Dari karya-karya lukisannya banyak
ditemukan lukisan yang beraliran Romantisme.
Nyoman Gunarsa juga sangat konsisten memperjuangkan corak nasional Indonesia lewat gaya pribadi
masing-masing seniman, dengan konsepnya yang sangat terkenal, "local universal" mencari jati diri
masing-masing individu lewat nilai-nilai lokal yang beraneka ragam di bumi Indonesia. Dia menyadari
betul karena Indonesia terdiri dari pulau-pulau dengan bermacam etnik
Aktifitas seni sudah tidak asing lagi bagi Nyoman Gunarso sejak kecil karena seni sudah sangat kental
melekat pada lingkungan sekitarnya. Ayahnya seorang petani namun sering mengikuti pertunjukan tari
dan berperan sebagai Punta tokoh pewayangan Mahabarata, Pamannya berprofesi sebagai dalang wayang
kulit, dan mahir membuat wayang kulit. Selain sejak kecil sudah akrap dengan Tari dan Wayang,
Nyoman juga akrab dengan seni lukis, selain akrab seni lukis juga dominan dan menjadi seni yang paling
menyetuh ketertarikannya. Setelah dewasa dia menempuh pendidikan Seni Lukis di Akademi Seni Rupa
Indonesia (ASRI) lalu lulus dan menjadi dosen di Almamaternya. Disamping menjadi pengajar dia juga
mendirikan sebuah sanggar seni bernama “Sanggar Dewata Indonesia” dimana sanggarnya itu
menampung para seniman-seniman Bali yang menempuh pendidikan di Jogja. Tidak hanya Lukis, namun
tari dan music masuk didalamnya. Lalu dari waktu ke waktu karyanya semakin terkenal dan diterima oleh
masyarakat dalam negeri maupun luar negeri bahkan dia mendapatkan beberapa penghargaan seni.
C)Budaya (nilai pengetahuan dan keyakinan)
Dalam lukisannya dia ingin menunjukan lukisan yang mempresentasikan sesuatu dan seni, tidak
memerlukan komentar-komentar yang terperinci, dipercayainya bahwa seni adalah sesuatu yang religious,
tempat pengabdian, tempat pendidikan moral/spiritual yang berpayung kedamaian, suatu tempat bagi
seseorang yang barangkali dapat memperoleh kembali cara-cara yang benar yang pernah hilang dari
kehidupannya. Seni harus mempunyai bobot, mengekpriskan keindahan, menciptakan nilai-nilai baru,
bukan merusak nilai-nilai yang sudah ada.

D)Dilihat dari aspek ekologi


Mengenai sosial budaya Hampir seluruh karyanya bersumber dari Agama Hindu dan Bali, ia berurat pada
akar Hinduisme Bali yang kuat dan kental, mulai dari acara adat, budaya hingga legenda-legenda yang
hidup pada masyarakat Bali yang dia sampaikan melalui lukisan luar biasa dan berkualitas estetis.

Judul karya : Ironi dalam Sarang


Nama Seniman : Mulyo Gunarso
Bahan : Cat Akrilik dan pensil di atas Kanvas
Ukuran : 140 cm x 180 cm
Tahun Pembuatan : 2008

1. Deskripsi Karya
Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan dengan
metaforanya yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak sebagai figure sentralnya. Material subjeknya
merupakan gambar tentang semut-semut yang mengerumuni sarang burung dan diatasnya dilapisi
lembaran koran, didalamnya terdapat berbagai macam makanan seperti, beras putih, yang diberi alas daun
pisang di atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan ulah balada
tradisi, potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik bening,
disampingya juga terdapat nasi golong, seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri. Selain itu
di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional yang juga dibungkus plastik bening, dan
entah mengapa diantara sejumlah makanan yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah,
minuman soda bermerek coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam negeri.
Tumpahan coca-cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari segala penjuru.
Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran 140 cm x
180 cm dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis vertikal. Teknik yang digunakan
dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah
realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang
tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main
dengan komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi
yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang
menjadi karakter dalam karya lukisnya.

2. Analisis
Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda atau
simbol. Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang begitu saja, ada api tentu ada
asap. Begitu juga ketika kita menganalisis sebuah karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata
lain, bagaimana kejadian yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah
menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang telah dihimpun dalam deskripsi.
Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai
dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis pada background dengan
kesan tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu yang entah disadarinya atau tidak. Penggunaan
gelap terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak
memainkan tekstur disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat
permasalahan justru tak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan kerumunan semut-semut
sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan komposisi karya Gunarso terlihat mampu sejenak
menghibur mata maupun pikiran kita untuk berfikir tentang permasalahan negri ini.

3. Intepretasi
Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan dan kita
membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan.
Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang membaca karya seni boleh saja sama tetapi
dalam menafsir akan berbeda karena diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.
Gunarso tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial, yang selalu menjadi isu
sosial bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu
menyimbolkan sebuah kelembutan, kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan,
kehalusan tersebut bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di
alam ini. Inspirasi bulu-bulu tersebut didapatnya ketika dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam
berserakan.
Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas dengan
apa yang didapat, menggambarkan tentang seorang atau kelompok dalam posisi lebih (misalnya pejabat)
yang terlena oleh iming-iming negara asing, sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual
“kekayaan” negerinya kepada negara asing demi kepentingan pribadi maupun golonganya. Divisualkan
dengan semut sebagai gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana dia mengkerubuti
tumpahan coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan tentang ironi
semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang asing baginya, meski
cukup ganjal karena semut memang sudah biasa dengan mengekerubuti soft drink coca-cola yang rasanya
manis. Mungkin Gunarso mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang sebelumnya belum
mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat kita tinggal (negeri ini),
yang ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan gambaran sebuah tradisi yang bercampur dengan
produk asing yang nyatanya lebih diminati.
Dalam berkarya gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang
mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disadurkan kepada audiens,
bagaimana dia mampu menarik dan memancing audiens untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba
mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam negerinya,
kegelisahan tentang segala sesuatu yang lambat laun berubah.
Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan menempatkan diri
untuk berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita sadari baik itu karakter sosial masyarakat,
gaya hidup dan lain sebagainya dari barat tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti
contoh, pembangunan gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket,
café yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya merupakan gerbang pintu masuk untuk
menjadikan rakyat Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal tersebut
berdampak pada nasib kehidupan makhluk di sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita. Gunarso
seolah ingin memberi penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa
lagi kalau tidak dimulai dari kita?

4. Penilaian
Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau benar
melainkan mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat dinilai dengan
berbagai kriteria dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4 kategori yaitu
realisme, ekspresionisme, formalism, dan instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali ini, penilaian yang
akan digunakan ialah paham ekspresionisme, yang besifat subyektif, penialaian keindahan suatu karya
seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna.
Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial , yang dimaknai sebagai pengalaman estetik.
Hasil karya sebagai representasi dari emosi-emosi modern seperti karya Gunarso, yang ingin
merepresentasikan kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya
mengenai hal tersebut.
Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya dirasakan manis oleh orang
yang berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis sehingga menjadi hal
yang sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan
makanan lain yang berada dalam sarang tersebut walaupun masih ada satu dua semut yang mengerumuni
beras dan bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini digambarkan
seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan menguntungkan untuk mereka tanpa
mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu asing bagi mereka. Akan tetapi tidak semua orang ingin
merasakan hal yang sama karena masih ada orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang sejak
dulu sudah menjadi miliknya.
Dalam pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin meninggalkan bulu-bulu yang
menjadi metafornya meskipun dia telah bereksperiman dengan berbagai media dan tema yang berbeda
,seperti yang dilakukan oleh para seniman-seniman ekspresionis yang menciptakan bentuk-bentuk baru
tanpa meninggalkan keunikan dan individualitas mereka. Gunarso melukiskan tumpahan coca-cola
sebagai pusat kerumunan semut untuk menghadirkan penekanan emosional. Penempatan coca-cola
diantara makanan-makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi yang
melihatnya.Kelebihan dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini memiliki komposisi warna dan
penempatan objek yang enak dipandang mata, dengan warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi
dengan ide lukisan yang ia angkat.
Tetapi salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya bulu dalam lukisannya
sepertinya sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika Gunarso menghilangkan salah satu idiom yang
terdapat dalam lukisannya, apakah itu semut-semutnya atau bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan
keberadaan semut-semut sedikit menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam lukisannya yang menjadi ciri
khas dalam setiap lukisan yang ia ciptakan.

Pengkarya : Bayu Utomo Radjikin


Tajuk:  “Bujang Berani”
Tahun : 1991
Media : besi campuran
Berukuran 55x100x100 cm

Karya arca ini telah dihasilkan oleh Bayu Otomo Radjikin seorang artis yang berasal dari sabah.
Arca ini diberikan tajuk bujang berani yang telah dihasilkan pada tahun 1991. Telah dihasilkan
menggunakan media besi campuran. Pengkarya telah menghasilkan arca ini dengan saiz
berukuran 100x100x55cm.

Dari segi diskripsi, karya ini dihasilkan berbentuk figura seorang pahlawan  yang gagah
berani. Hal ini adalah berdasarkan baju dan terdapat perhiasan pada kepala figura tersebut.
Reaksi pada wajah figura tersebut memperlihatkan seperti sedang menahan kesakitan sesuatu.
Mimic muka itu juga kelihatan seperti seseorang sedang menjerit meluahkan segala yang
terpendam di dalam hati.
Dari segi analisis pula karya tersebut dihasilkan dengan amat teliti sehingga berjaya
menimbulkan struktur-struktur pada wajah seperti mata, hidung dan mulut. Garapan pengkarya
ini banyak menggunakan unsur-unsur seni seperti jalinan dan garisan. Pada setiap sudut arca ini
banyak menunjukkan garisan garisan yang memperliatkan penegasan yang jelas. Selain itu pada
bahagian tengah arca ini juga menggunakaan unsur rupa yang diolah dan di gabungkan untuk
menghasilkan bentuk-bentuk yang dikehendaki
Dari sudut interpretasi ialah karya tersebut amat menarik dan struktur pada wajah juga
dihasilkan dengan penuh teliti. Arca ini ingin menyampikan tentang luahan rasa yang dilalui oleh
golongan muda yang hendak suara-suara mereka didengari oleh masyarakat. Mesej yang hendak
disampaaikan ini jelas dilihat pada raut wajah yang terdapat pada arca ini.

Judul karya : The Scream (Jeritan)

Nama Seniman : Edvard Munch

Bahan : kadmium kuning, merah terang, biru laut dan pensil di atas Karton

Ukuran : 91 cm x 73,5 cm

Tahun Pembuatan : 1893

1. Deskripsi Karya

Karya lukis oleh Edvard Munch yang berjudul The scream adalah sebuah lukisan ekspresionsis
yang telah banyak menjadi inspirasi oleh seniman lain yang berbeda aliran. Lukisan ini dianggap oleh
banyak orang sebagai karyanya yang paling penting. Lukisan ini melambangkan manusia modern yang
tercekam oleh serangan angst (kecemasan eksistensial, dengan cakrawala yang diilhami oleh senja yang
merah, yang dilihat setelah letusan Gunung Krakatau pada 1883. Background di dilukisan adalah
Oslofjord, yang dilihat dari bukit Ekeberg. Kadang-kadang lukisan ini disebut juga The Cry ("Tangisan").
Medium lukisan the scream adalah kadmium kuning, merah terang dan biru laut yang dikerjakan diatas
karton yang memiliki ukuran 91 x 73,5 cm. Pengerjaan lukisan ini dinilai cukup bagus karena Edvard
berhasil menggabungkan berbagai warna yang membuat keserasian didalam lukisan ini menjadi hal yang
menambah daya tarik dari karya lukisan ini serta dengan adanya sesosok manusia yang digambar dengan
gaya yang unik membuat lukisan ini mempunyai ciri khas tersendiri.

2. Analisis

Lukisan ini memiliki banyak teori tentang maknanya salah satunya adalah keadaan Edvard ketika dia
melihat langit yang berubah menjadi merah darah saat dia berjalan jalan diluar. Maka dapat disimpulkan
bahwa sebetulnya lukisan ini adalah penggambaran perasaan Edard saat dia dirundung rasa cemas dan
rasa panic yang menimpanya saat dia mendengar “Jeritan alam” dimana dia berusaha untuk menutup
telinganya dengan kedua tengannya untuk tidak mendengar “Jeritan Alam” sehingga seolah – olah dia
mengalami serangan panic. Posisi di mana ia melukiskan dirinya sendiri adalah reaksi refleks yang khas
dari siapapun yang berjuang untuk menghindari suara yang menekan, entah suara yang sungguhan atau
yang dibayang-bayangkan.

3. Kritikan

Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau benar melainkan
mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat dinilai dengan berbagai kriteria
dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme,
ekspresionisme, formalism, dan instrumentalisme. Lukisan ini memiliki ciri khas yang kemudian
menambah nilai jual lukisan ini. Secara keseluruhan lukisan ini dapat dibilang sebagai lukisan yang luar
biasa tetapi banyak juga yang bilang bahwa lukisan ini mengerikan karena penggambaran sosok manusia
yang dapat dibilang “aneh” membuat banyak orang tidak menyukai lukisan ini. Meski begitu lukisan ini
memiliki banyak penggemar dan menjadi salah satu lukisan yang paling unik didunia.

Anda mungkin juga menyukai