Tjahjadi
Saat ini kita sedang berada pada masa, di mana kita diajak untuk menatap ke depan. Atau
bisa disebut sebagai masa penantian. Orang yang menanti adalah orang yang mengarahkan
hatinya ke depan. Bagi kita, orang-orang percaya, apa yang sedang dinantikan? Bukankah
bayi Yesus telah lahir? Bukankah Tuhan Yesus sudah datang ke dunia ini?
Memang betul, kedatangan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dunia sudah terjadi!
Namun kita masih menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali. Pertanyaannya: Bagaimana
seharusnya sikap kita dalam menantikan kedatangan Yesus yang kedua kali?
Dalam masa penantian atau menunggu, pasti akan muncul berbagai sikap atau reaksi. Seperti
yang dikisahkan dalam film singkat berjudul “Gadis di ruang tunggu” karya Garin Nugroho.
Film itu menceritakan tentang suasana di ruang tunggu dokter, yang berisi para pasien yang
menunggu giliran. Ada pemuda yang terus menerus batuk. Ada juga seorang oma yang
marah-marah karena tidak sabaran. Ada juga pasien yang bernama Jaka, yang telah mendaftar
melalui telepon dan merasa berhak masuk lebih dahulu. Namun ada juga pasien, seorang
gadis yang bernama Hana, yang tetap tenang walaupun ia sedang menderita sakit berat, yakni
terkena virus yang menyerang satu per satu dari inderanya yang membuat ia kehilangan
indera penglihatannya.
Kita telah menyaksikan berbagai macam sikap orang dalam menanti. Kalau kita sedang
menanti, seperti tokoh yang mana? Apakah kita akan protes dan marah-marah, atau menanti
dengan kuatir dan takut? Atau kita menanti dengan tenang?. Hidup dalam penantian ini
memang tidak selalu menyenangkan karena kita hidup dalam ketidakpastian. Seperti apa
yang kita sedang alami saat ini, menantikan selesainya masa pandemi. Tidak ada seorang pun
yang tahu kapan persisnya masa pandemi ini akan berakhir.
Dalam perikop, Roma 13:11-14, rasul Paulus memberi nasehat bagaimana kita harus
bersikap, menjelang kedatangan Kristus Kembali :
Dalam ayat 11, dikatakan sebagai pengikut Kristus, kita harus “bangun dari tidur”.
Maksudnya, jangan dalam masa penantian ini kita tidak siap atau tertidur. Ini berati bahwa
kita harus selalu berjaga-jaga karena hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam (I Tes
5:2). Kita tidak tahu kapan pencuri akan datang. Hal ini perlu diingatkan oleh Paulus, karena
orang-orang Kristen setiap waktu bisa terancam bahaya yaitu “tertidur” atau mengendur
imannya. Kalau pada saat penantian yang penting ini, sampai kita “tertidur” atau iman kita
kendur, kita bisa mengalami seperti kisah lima gadis bodoh, yang tidak siap ketika tuannya
datang (Matius 25:1-13).
Mungkin ada yang bertanya, bukankah Tuhan Yesus sudah datang dan menyelamatkan
kita. Mengapa kita masih harus menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali? Memang
benar, kita sudah diselamatkan namun keselamatan itu baru akan genap pada waktu Kristus
datang kedua kali untuk menghakimi dunia ini. Kalau kita sebagai pengikut Kristus tetap
setia sampai pada kedatangan-Nya kembali maka keselamatan yang dianugrahkan kepada
kita akan digenapi dan kita akan hidup dalam kekekalan bersama dengan Tuhan kita.
3.
Dalam ayat 14, dikatakan, kita harus “mengenakan Tuhan Yesus Kristus”, ungkapan ini juga
merupakan kiasan. Dalam kitab Galatia 3:27, persekutuan dengan Kristus diibaratkan dengan
pakaian. Pakaian dalam masyarakat, biasanya memperlihatkan dan menentukan kedudukan
seseorang. Pakaian bangsawan tentu berbeda dengan pakaian rakyat biasa.
Tetapi semua orang yang telah mengenakan Kristus, mengenakan pakaian yang sama,
sehingga tidak ada perbedaan. Artinya mengenakan Kristus adalah “tinggal di dalam
Kristus”. Tinggal di dalam Kristus atau persekutuan dengan Kristus menyebabkan kita semua
diperlengkapi dengan persenjataan yang kita perlukan, yakni kuasa Tuhan kita untuk
menghadapi serangan iblis dan untuk menjalani kehidupan baru di dalam Kristus.
Lawan dari ungkapan “mengenakan Tuhan Yesus Kristus” adalah “merawat tubuh untuk
memuaskan keinginannya” Merawat tubuh di sini, bukan dalam arti menjaga kesehatan dan
kebersihan tubuh agar badan tetap sehat, tentu hal itu penting melainkan bersikap toleran
terhadap segala keinginan daging, yaitu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dengan
kata lain, dalam masa menantikan Tuhan, kita semua terpanggil untuk hidup dalam kebenaran
dan kekudusan.
Dr. Charles Stanley mengingatkan kita semua bahwa menantikan Tuhan bukan sebuah
prinsip hidup Kristiani yang bisa kita pilih, melainkan bagian dari identitas atau jati diri kita
sebagai orang percaya. Menantikan Tuhan bukan hanya berarti berdiam diri, pasif atau
sekedar berjaga-jaga dan menghindari diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik karena
Tuhan akan datang, namun mencakup juga bagaimana sikap kita sebagai orang percaya
dalam seluruh aspek kehidupan, yaitu kesaksian hidup kita. Bagaimana kita sebagai orang
kristen, seharusnya hidup dalam penantian.
Dalam masa penantian ini, kita senantiasa menyesuaikan atau menyelaraskan pikiran,
perkataan dan perbuatan kita kepada kehendak Tuhan. Dalam apa pun yang akan kita
lakukan, bukankah kita seharusnya menantikan kehendak dari Tuhan? Yang menjadi identitas
atau jati diri utama murid Kristus adalah taat atau senantiasa mengikuti Tuhannya.
Dasar terpenting dari hidup menantikan Tuhan bukanlah mengandalkan kekuatan kita sendiri
melainkan menantikan pertolongan Tuhan. Kunci utama dari kehidupan menantikan Tuhan
bukanlah bertindak berdasarkan kehendak kita sendiri melainkan senantiasa mencari
kehendak Tuhan. Melalui masa pandemie ini, kita belajar bahwa tidak ada yang dapat
diandalkan oleh manusia selain bergantung dan bersandar pada Tuhan. Oleh sebab itu, sangat
relevan dengan keadaan saat ini, jikalau pada masa adven ini, kita sungguh menantikan
kedatangan dan pertolongan dari Tuhan kita.
Jadi menantikan Tuhan adalah hidup dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan akan memberi
yang terbaik. Kita sebagai manusia hanya bisa melihat dengan terbatas apa yang ada di depan
kita. Namun Tuhan melihat lebih jauh ke depan. Tuhan dengan kasih dan hikmat-Nya selalu
memiliki alasan yang baik mengapa kita harus menantikan-Nya. Kita juga yakin bahwa
Tuhan akan memberi yang terbaik untuk anak-anak-Nya. Mari kita memberi dan
mempersiapkan diri untuk menantikan kedatangan Tuhan
Setiap pagi, unta berlutut di depan tuannya untuk mengambil beban yang akan dibawanya
sepanjang hari. Saat malam hari tiba, ia akan kembali berlutut agar tuannya bisa mengambil
beban dari punggung-nya. Begitulah seharusnya kita, sebagai pengikut Kristus, saat pagi hari
datang berlutut kepada Tuhan dalam doa, sebelum kita membawa semua “beban” hidup yang
akan dijalani sepanjang hari itu. Dan pada malam hari, kita kembali berlutut untuk
menyerahkan semua “beban” hidup kita.
Pelajaran dari sikap unta ini memang kelihatan sangat sederhana, namun sikap seperti inilah
yang dibutuhkan kita dalam masa-masa menantikan Kristus kembali. Kita tinggalkan segala
kesombongan. Dan dengan rendah hati, kita datang pada Tuhan. Kita menyerahkan dan
mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya. Marilah kita memohon kekuatan dari Tuhan
agar kita dapat tetap setia menanti dan berjaga-jaga dengan bijak, agar apabila Tuhan datang
kembali, Ia mendapati kita sebagai murid dan hamba-Nya yang setia. Tuhan memberkati kita.
AMIN.