Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

EMBRIOGENESIS IKAN

Dosen Pengampu :

Dr. H Bambang Poernomo Soenardihardjo, drh., MS.


Dr. Widjiati, drh., M.Si.
Dr. Maslichah Mafruchati, drh., M.Si.
Dr. Epy Muhammad Luqman, drh., M.Si.

Oleh :
 Kautsar Pandu P. (061511133187)
 Rendra Kridawisma (061711133057)
 Duta Harris P. (061711133058)
 Meilinda Sari (061711133059)
 Devi Aprilia F. (061711133060)
 Windi Nurhidayah (061711133061)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Embriogenesis Ikan.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Embriogenesis Ikan ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.
    
                                                                                     

Surabaya, 10 November 2017


    
                                                                                   

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4

I.Latar Belakang .............................................................................. 4


II.Rumusan Masalah ......................................................................... 5
III.Tujuan Masalah ............................................................................. 5
IV.Landasan Teori .............................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................

I.Fase Perkembangan EmbrioIkan Mandarin (Syncriphosus


splendidus)................................................................................... 12
II.Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Embrio
Ikan ....................................................................................................
.. 22

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Selama beeberapa tahun terakhir, populasi alami ikan telah


menurun dengan cepat karena berbagai penyebab yang dikarenakan oleh
manusia atupun yang dikarenakan oleh alam. Berdasarkan IUCN (2000),
diantara 266 spesies, 14 spesies akan punah, kondisi 12 spesies telah
memburuk dan 28 spesies diantaranya terancam punah. Selain itu,
populasi ikan juga terancam karena mengeringnya daerah dataran rendah
dan penggunaan pupuk serta pestisida yang tanpa pandang bulu. Tidak ada
informasi yang memadai mengenai perkembangan awal ikan air tawar.
Oleh karena itu, dilakukan studi yang tepat untuk mengkarakterisasi
berbagai tahap perkembangan embrionik dan larva untuk memahami jam
biologis dan sifat budaya spesies ini (Rahman, dkk:2009)
Studi tentang embrionik mendukung perkembangan filogenetik
dengan memberikan bukti pendukung untuk menentukan bentuk – bentuk
nenek moyang organisme. Seperti contoh : studi tentang embriologi
menjelaskan perkembangan evolusi dengan menjelaskan beberapa masalah
seperti gill cleft pada vertebrata tingkat rendah (ikan) yang terlihat di
sebagian besar emmbrio mamalia pada tahap awal perkembangan. Pada
kenyataannya, masa hidup ikan pada periode ini, juga digunakan di
berbagai studi penilitian, khususnya di studi budidaya perairan dan di studi
toxicology (Rahman, dkk:2009)
Kehidupan dimulai dengan dewasanya gamet jantan dan
matangnya gamet betina. Kemudian sel telur di fertilisasi oleh seekor sel
sperma, setelah itu zigot akan terbentuk dan perkembangan embrio di
mulai dan perkembangan embrio akan berakir saat telur menetas. Pada
tahap yang lebih lanjut embrio akan mengalami organogenesis yang
kurang lebih akan sama dengan kedua orang tua mereka, sehingga
mengakhiri tahap larva. Perkembangan telur di ovarioum secara maternal
diturunkan dan telah ditentukan saat telur berada di ovarium namun
kompleks genetikanya ditentukan pada saat fertilisasi. (Rahman,
dkk:2009)
Setelah terjadinya fertilisasi gamet jantan dan gamet betina ikan,
tahap selanjutnya adalah pembelahan, morula, blastula, gastrula,
organogenesis, tertutupnya blastophore, pembentukan ekor, kemudian
penetasan telur.
II. Rumusan Masalah

1. Bagaimana fase perkembangan embrio ikan mandarin (Syncriphosus


splendidus)?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan sel telur
ikan ?

III. Tujuan

1. Untuk mengetahui fase perkembangan embrio ikan mandarin


(Syncriphosus splendidus)
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan
embrio ikan

IV.Landasan Teori

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (mahluk hidup


berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan
merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan
jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan
tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih
diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa
rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan
bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies
termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang
keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah
disebut iwak, jukut. Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus
hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya
berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering
dianggap sebagai "ikan", seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung,
yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.
Ikan air tawar adalah ikan yang menghabiskan sebagian atau
seluruh hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau,
dengan salinitas kurang dari 0,05%. Dalam banyak hal, lingkungan air
tawar berbeda dengan lingkungan perairan laut, dan yang paling
membedakan adalah tingkat salinitasnya. Untuk bertahan di air tawar, ikan
membutuhkan adaptasi fisiologis yang bertujuan menjaga keseimbangan
konsentrasi ion dalam tubuh. 41% dari seluruh spesies ikan diketahui
berada di air tawar. Hal ini karena spesiasi yang cepat yang menjadikan
habitat yang terpencar menjadi mungkin untuk ditinggali. Ikan air tawar
berbeda secara fisiologis dengan ikan laut dalam beberapa
aspek. Insang mereka harus mampu mendifusikan air sembari menjaga
kadar garam dalam cairan tubuh secara simultan. Adaptasi pada
bagian sisik ikan juga memainkan peran penting; ikan air tawar yang
kehilangan banyak sisik akan mendapatkan kelebihan air yang berdifusi ke
dalam kulit, dan dapat menyebabkan kematian pada ikan. Karakteristik
lainnya terkait ikan air tawar adalah ginjalnya yang berkembang dengan
baik. Ginjal ikan air tawar berukuran besar karena banyak air yang
melewatinya. Banyak spesies bereproduksi di air tawar namun
menghabiskan sebagian besar kehidupannya di laut. Mereka dikenal
dengan nama ikan anadromous, meliputi salmon, trout, dan stickleback.
Beberapa ikan, secara berlawanan, lahir di laut dan hidup di air tawar,
misalnya belut. Spesies yang bermigrasi antara air laut dan air tawar
membutuhkan adaptasi pada kedua lingkungan. Ketika berada di dalam air
laut, mereka harus menjaga konsentrasi garam dalam tubuh mereka lebih
rendah daripada lingkungannya. Ketika berada di air tawar, mereka harus
menjaga kadar garam berada di atas konsentrasi lingkungan sekitarnya.
Banyak spesies yang menyelesaikan masalah ini dengan berasosiasi
dengan habitat berbeda pada berbagai tahapan hidup. Belut, bangsa
salmon, dan lamprey memiliki toleransi salinitas di berbagai tahap
kehidupan mereka. Salah satu contoh ikan air tawar adalah ikan cupang
alam (Betta imbellis LADIGES 1975).
Sedangkan ikan laut adalah spesies ikan yang hidup di
dalam air laut. Berbeda dengan ikan air tawar yang menghendaki
lingkungan hidup dengan kadar garam yang lebih rendah daripada kadar
garam dalam cairan tubuhnya, ikan laut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang memiliki kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar garam dalam cairan tubuhnya. Ikan laut mempunyai cairan
tubuh berkadar garam lebih rendah dibandingkan kadar garam di
lingkungannya. Salah satu contoh ikan laut adalah ikan mandarin
(Syncriphosus splendidus) yang akan menjadi sub topic pada makalah ini.

a. Ikan mandarin (Syncriphosus splendidus)

Taksonomi ikan mandarin (Syncriphosus splendidus)


Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Familiae : Callionymidae
Genus : Synchiropus Gill

Ikan mandarin (Synchiropus splendidus) adalah ikan kecil


berwarna cerah yang termasuk dalam familia dragonet, yang terkenal
dalam bisnis akuarium air laut. Ikan mandarin berasal dari Samudera
Pasifik, berkisar dari Kepulauan Ryukyu hingga Australia. Ikan
mandarin memiliki tubuh yang panjang dan 2 sirip punggung. Panjang
ikan ini mencapai sekitar 6 cm. Ikan mandarin memiliki garis-garis
warna hijau, jingga, dan kuning, dengan warna biru menyelimuti
sekujur tubuhnya. Ikan mandarin biasa makan krustasea kecil dan
hewan invertebrata lainnya. Hidupnya seperti main ‘petak-umpet’ di
antara susunan terumbu karang yang penuh celah, sibuk mencari
makan sambil menghindari ikan besar pemangsanya. Ikan yang
menjadi ikon pariwisata internasional ini berpanjang tubuh berkisar
antara 8 hingga 15 centimeter dan biasanya keluar dari karang untuk
mencari makan hanya pagi dan malam hari. Corak dan warnanya
begitu unik dan menawan hati, mirip pola batik dengan warna primer,
sedangkan beberapa jenis lain berwarna hijau muda dengan motif
polkadot. Ada pula yang kombinasi coklat putih sehingga tersamar
jika ‘berjalan’ di antara karang-karang . Laut Bali mempunyai spesies
ikan ini dengan harmoni warna yang paling bagus sedunia, selain
bermotif batik cerah, di leher hingga bagian bawah tubuhnya gradasi
biru terang sampai hijau muda. Sekeliling siripnya juga berhias warna
biru langit yang tidak dimiliki pada ikan Mandarin di perairan lain.

b. Proses perkembangan embrio ikan

i. Kehamilan (impregnasi) dari pembuahan

Perkembangan embrio diawali saat proses impregnasi,


dimana sel telur (ovum) dimasuki sel jantan (spermatozoa). Proses
pembuahan pada ikan bersifat monospermik, yakni hanya satu
spermatozoa yang akan melewati mikropil dan membuahi sel telur.
Pada pembuahan ini terjadi pencampuran inti sel telur dengan inti
sel jantan. Kedua macam inti sel ini masing-masing mengandung
gen (pembawa sifat keturunan) sebanyak satu set (haploid). Sel
telur dan sel jantan yang berada dalam cairan fisiologis masing-
masing dalam tubuh induk betina dan jantan masih bersifat non
aktif. Ada beberapa hal yang mendukung berlangsungnya
pembuahan dengan baik. Pada saat sel telur dan spermatozoa
dikeluarkan ke dalam air mereka menjadi aktif. Spermatozoa yang
tadinya non aktif bergerak (motil) dengan menggunakan ekornya
yang berupa cambuk. Berjuta-juta spermatozoa dikeluarkan pada
saat pemijahan dan menempel pada sel telur, tetapi hanya satu yang
dapat melewati mikropili satu-satunya lubang masuk spermatozoa
pada sel telur. Kepala spermatozoa, dimana terdapat inti,
menerobos mikropil dan bersatu dengan inti sel telur sedangkan
ekornya tertinggal pada saluran mikropil tersebut, dan berfungsi
sebagai sumbat untuk mencegah sel-sel jantan yang lain ikut
masuk.

Masuknya spermatozoa lewat mikropil harus berlangsung


dengan cepat sekali supaya persatuan kedua inti sel kelamin
tersebut dapat terjadi, karena inti sel telur akan bergerak dan daya
gerak sperma itu sendiri sangat terbatas 1 – 2 menit saja.
Spermatozoa lainnya yang bertumpuk pada saluran mikropil, ada
yang mengatakan akan dilebur dijadikan makanan sel telur yang
telah dibuahi atau zigot. Tetapi ada pula yang mengatakan dibuang,
didorong keluar oleh reaksi korteks.
Demikian juga halnya dengan spermatozoa yang menempel
pada permukaan karion harus dibuang karena akan mengganggu
proses pernapasan (metabolisme) zigot yang sedang berkembang.
Cara pembuangan atau pelepasan spermatozoa itupun dengan
reaksi korteks.
Pencampuran inti sel telur dan spermatozoa terjadi dalam
sitoplasma telur. Persatuan kedua inti (pronuklei) dari sel betina dan
sel jantan bersatu dalam proses yang disebut amfimiksis.

ii. Pembelahan sel zigot (cleavage)

Pembelahan sel zigot pada ikan umumnya adalah tipe


meroblastik (parsial) walaupun ada juga holoblastik (total). Pada tipe
meroblastik yang membelah hanya inti sel dan sitoplasmanya saja,
sedang pada holoblastik kuning telur pun turut membelah diri.
Kedua tipe pembelahan sel tersebut ditentukan oleh banyaknya
kuning telur dan penyebarannya. Banyaknya dan penyebaran kuning
telur dalam telur ikan tidak sama tergantung kepada jenis ikannya.
Telur isolesital (alesital, oligolesital) adalah telur yang mengandung
kuning telurnya sedikit dan tersebar di seluruh sel telur. Sedangkan
pada telur telolesital jumlah kuning telurnya relatif banyak dan
berkumpul pada kutub vegetatif sedangkan pada kutub anima hanya
terdapat inti sitoplasma. Telur telolesital ini terdiri dari 2 macam,
politelosital dan sentrolesital.
Dari hasil pembelahan sel telolesital ini akan terbentuk 2
kelompok sel. Yang pertama adalah kelompok sel-sel utama
(blastoderm) yang akan membentuk tubuh embrio disebut sel-sel
formatik atau gumpalan sel-sel dalam (inner mass cells). Yang kedua
adalah kelompok sel-sel pelengkap (trophoblast, periblast, auxiliary
cells) yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan jembatan
penghubung antara embrio dengan induk atau lingkungan luar. Pada
ikan, reptil dan burung kelompok sel-sel utama ini disebut juga
cakram kecambah (germinal disc) yang terdiri dari jaringan embrio
(blastodisc) yang akan menjadi tubuh embrio dan jaringan periblast
yang berfungsi sebagai penyalur makanan yang berasal dari kuning
telur.

iii. Morula

Morula merupakan pembelahan sel yang terjadi setelah sel


berjumlah 32 sel dan berakhir bila sel sudah menghasilkan sejumlah
blastomer yang berukuran sama akan tetapi ukurannya lebih
kecil. Sel tersebut memadat untuk menjadi blastodik kecil yang
membentuk dua lapisan sel. Pada saat ini ukuran sel mulai beragam.
Sel membelah secara melintang dan mulai membentuk formasi
lapisan kedua secara samar pada kutup anima. Stadium morula
berakhir apabila pembelahan sel sudah menghasilkan blastomer.
Blastomer kemudian memadat menjadi blastodisk kecil membentuk
dua lapis sel.

iv. Blastulasi

Proses pembentukan blastula disebut blastulasi dimana


kelompok sel-sel anak hasil pembelahan berbentuk benda yang
relatif bulat ditengahnya terdapat rongga yang kosong disebut
suloblastula (coeloblastula) sedangkan yang berongga massif disebut
steroblastula. Suloblastula terdapat pada Amphioxus dan kodok,
steroblastula terdapat pada ikan dan amphibi yang tidak berkaki
(gymmophonia).
Pada blastula ini sudah terdapat daerah yang akan berdiferensiasi
membentuk organ-organ tertentu (presumtife organ forming) seperti
sel-sel saluran pencernaan, notochorda, saraf dan epidermis,
ectoderm, mesoderm, dan entoderm. Bentuk dan fungsi berbagai
bagian blastula terjadi melalui diferensiasi yakni sebuah atau
sekelompok sel mengalami perubahan bentuk atau fungsi. Ada 3
macam diferensiasi yakni kimiawi, bentuk dan faali (fungsi).
Diferensiasi kimiawi merupakan langkah awal untuk diferensiasi-
diferensiasi berikutnya dan sifatnya menentukan atau membatasi
kegiatan sel kearah fungsi tertentu. 

v. Gastrulasi

Gastrulasi adalah proses pembentukan 3 daun kecambah


yakni ectoderm, mesoderm dan entoderm. Gastrulasi ini erat
hubungannya dengan pembentukan system syaraf (neurolasi)
sehingga merupakan periode kritis. Pada proses ini terjadi
perpindahan daerah ectoderm, mesoderm, entoderm dan notokorda
menuju tempat definitif. Ektoderm adalah lapisan terluar dari
gastrula, disebut juga ektoblast atau epiblast, entoderm adalah
lapisan sel-sel terdalam pada gastrula, sedangkan mesoderm atau
mesoblast adalah lapisan sel lembaga yang terletak ditengah antara
ectoderm dan entoderm. Gastrulasi pada ikan teleost akan berakhir
pada saat massa kuning telur telah terbungkus seluruhnya. Selama
proses ini beberapa jaringan mesoderm yang berada sepanjang kedua
sisi notokorda disusun menjadi segmen-segmen yang disebut somit.
Akibat adanya gastrulasi maka perkembangan embrio berlangsung
terus sampai terbentuk bentuk badan hewan bertulang punggung
yang primitif.
vi. Organogenesis

Organogenesis, yakni proses pembentukan alat-alat tubuh


makhluk yang sedang berkembang. System organ-organ tubuh
berasal dari 3 buah daun kecambah, yakni ectoderm, entoderm dan
mesoderm. Dari ectoderm akan terbentuk organ-organ susunan
(system) syaraf dan epidermis kulit. Dari entoderm akan terbentuk
saluran pencernaan beserta kelenjar-kelenjar pencernaan dan alat
pernapasan. Sedangkan dari mesoderm akan muncul rangka, otot,
alat-alat peredaran darah, alat ekskresi, alat-alat reproduksi dan
korium kulit. Dari mesoderm intermediate dihasilkan ginjal, gonad
dan saluran-salurannya. Mesoderm lateral menjadi lapisan-lapisan
dalam dan luar yang membungkus ruang coelom. Pelapis ruang
pericardium, peritoneum, jantung, saluran-saluran darah, tubuh dan
lapisan-lapisan usus semua berasal dari endoderm (entoderm),
sedangkan alat ekskresi melalui pembentukan nephrostom.
Mesenchym di kepala membantu pembentukan lapisan-lapisan luar
mata, rangka kepala, otot kepala dan lapisan dentin pada gigi.
Beberapa faktor mempengaruhi seluruh proses
perkembangan menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Faktor-
faktor tersebut mempengaruhi kecepatan perkembangan dan
menentukan bentuk dan susunannya. Diantara faktor-faktor tersebut
adalah suhu perairan. Suhu mempengaruhi kecepatan seluruh proses
perkembangan atau fraksi-fraksi perkembangan. Kecepatan dapat
dinyatakan sebagai kebalikan periode perkembangan dalam hari.
Makin besar fraksi tersebut makin cepat perkembangannya. Sebagai
contoh jika ikan mempunyai periode perkembangan selama 88 hari
maka kecepatannya adalah 1/88.
Periode perkembangan dan periode penetasan umumnya
lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Beberapa jenis ikan
berkembang dialam di bawah suhu yang tidak optimal seperti yang
dilakukan di laboratorium. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi akan merintangi perkembangan. Suhu yang ekstrim atau yang
berubah secara mendadak akan menyebabkan kematian. Gas-gas
yang terlarut dalam air juga merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan emberio, terutama bagi telur-telur ikan
ovipar. Kelarutan oksigen yang optimum atau yang tak dapat
ditoleransi bervariasi tergantung kepada jenis ikan, umumnya 4 – 12
ppm dapat diterima oleh ikan-ikan. Ikan-ikan yang biasa memijah di
air mengalir dan dingin memerlukan oksigen terlarut lebih tinggi dari
pada ikan-ikan yang biasa di air tergenang (stagnan) berarus lambat.
Tekanan oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-
elemen meristik. Pada ikan Salmo truta, tekanan yang berkurang
pada saat perkembangan embrio akan menyebabkan bertambahnya
jumlah tulang punggung.  Sekurang-kurangnya 2 jenis gas yang
bersifat racun bagi ikan dan embrionya, yakni CO2 dan amonia.
Makin tinggi konsentrasi kedua gas tersebut dalam air makin
berbahaya bagi ikan dan embrionya.
Salinitas tinggi dapat merusak telur ikan air tawar sebaliknya
bagi ikan-ikan air laut, begitu juga untuk telurnya. Apabila telur ikan
air tawar disimpan dalam salinitas yang tak ditoleransinya telur
tersebut akan mengkerut karena air ditarik keluar, akhirnya mati.
Sedangkan telur ikan laut bila disimpan dalam air tawar akan
menarik air kedalamnya (imbibisi) dan akhirnya telur tersebut akan
pecah. Salinitas mempunyai pengaruh selektif terhadap
perkembangan beberapa organ.
Pengaruh endokrin (hormon) pada perkembangan embrio
telah dikenal, seperti hormon kelenjar hipofisa dan tiroid yang
berperan pada metamorfosa. Jumlah kuning telur ada hubungannya
dengan kecepatan perkembangan embrio. Biasanya jenis telur ikan
yang mempunyai kuning telur yang banyak perkembangannya
lambat. Misal sebagai contoh telur-telur ikan tropis dengan jumlah
kuning telur yang relatif sedikit lebih cepat berkembang daripada
telur ikan dari daerah 4 musim yang biasa berpijah pada suhu yang
lebih rendah.

BAB II
PEMBAHASAN

I. Fase Perkembangan Embrio Ikan Mandarin (Syncriphosus


splendidus)

Pembelahan sel (Cleavage)

Pembelahan sel (Cleavage) berlangsung setelah terjadi pembuahan,


dimana pada saat kedua sel gamet bersatu dan membentuk zigot.
Pembelahan I pada sel telur ikan mandarin terjadi pada jam 19:43 WIBT
atau setelah pemijahan dengan interval waktu 31 menit sudah
menghasilkan zigot yang membelah menjadi dua sel atau stadium
blastomer turunan pertama dengan bentuk dan ukuran sama besar, tetapi
ukurannya lebih kecil dari satu sel sebelumnya (Gambar 2). Terjadinya
pembelahan dua sel diawali dengan terbentuknya garis lurus pada pusat
blastomer yang kemudian mengecil dan kemudian membelah menjadi dua
sel yang ukuran selnya sama besar.

Terbentuk garis lurus pada pusat


Ruang perivetilin blastomer

Lapisan korion
2 sel blastomer
yolk

Gambar 2. Pembelahan I, terbentuk dua buah blastomer

Pada pembelahan I ini terlihat dengan jelas sudah terbentuknya


ruang perivetilin, kantung telur dan dua buah sel blastomer. Pada saat
pembelahan I terjadi, lapisan korion mengeras yang berfungsi untuk
melindungi proses pembelahan sel selanjutnya agar tidak rusak.
Pembelahan tahap I pada telur ikan mandarin sama yang terjadi pada telur
ikan buta (Astyanax fasciatus) dimana terbentuk dua buah blastomer
dengan ukuran yang sama besar, tetapi waktu yang ditempuh pada
pembelahan tahap I telur ikan buta lebih lama yaitu satu jam dua puluh
menit setelah pembuahan (Sumarianto, 2006), selain itu pada telur ikan
blue devil pembelahan I terbentuk dua buah blastomer yang sama besar
pada kutub anima, dengan waktu yang tempuh satu jam dua puluh dua
menit (Suharno, 2011).

Pembelahan II terjadi pada jam 19:52 WIBT dengan interval waktu


9 menit dengan pembelahan I atau 40 menit setelah pemijahan.
Pembelahan II diawali dengan dua buah blastomer yang membelah tegak
lurus dan menghasilkan terbentuknya empat sel atau blastomer turunan
kedua dengan bentuk dan ukuran yang sama besar, tetapi ukurannya lebih
kecil dari blastomer turunan pertama (Gambar 3). Hasil pengamatan
menunjukan adanya pembentukan empat sel dari dua sel dan
membutuhkan waktu pembelahan lebih cepat bila dibandingkan dari satu
sel menjadi dua sel.

4 sel blastomer Lapisan korion

yolk
Ruang perivitelin
Garis lurus terbentuk

Gambar 3. Pembelahan II, 4 blastomer

Pembelahan III terjadi pada jam 20:04 WIBT dengan interval


waktu 52 menit setelah pemijahan atau 21 menit setalah proses
pembelahan II (Gambar 4). Pembelahan III menghasilkan delapan
blastomer turunan ketiga yang berukuran sama besar, namun ukurannya
lebih kecil dari blastomer turunan kedua. Pembelahan menjadi delapan sel
adalah akibat pembelahan empat sel atau blastomer menjadi delapan
blastomer yang tersusun dalam dua baris yang sejajar, dimana setiap baris
terdiri dari empat blstomer yang berukuran sama besar.

8 sel blastomer
Lapisan korion
yolk Ruang perivitelin

Gambar 4. Pembelahan III, 8 blastomer

Perkembangan pembelahan sel IV menjadi 16 blastomer yang


merupakan turunan keempat dan pembelahan sel V menjadi 32 blastomer
yang merupakan turunan kelima. Pada pembelahan IV memerlukan waktu
1 jam 3 menit dari waktu pemijahan atau 32 menit dari pembelahan III,
sedangkan untuk pembelahan V memerlukan waktu 1 jam 18 menit setelah
pembuahan atau 16
15sel
menit dengan pembelahan
blastomer 32IV.
sel (Gambar
blastomer5A dan 5B).
Gambar 5. Pembelahan ke IV dan ke V sel ikan mandarin

Pada pembelahan V, blastomer yang terbentuk sama besar dan


ukurannya lebih kecil dari pembelahan IV, blastomer-blastomer yang
terbentuk susunannya tidak beraturan lagi dan membentuk seperti bola
kecil. Selain itu, ruang perivetilin sudah tidak terlihat lagi. Fase
pembelahan ini telah memasuki stadia morula. Pembelahan sel (Cleavage)
pada telur ikan mandarin dari tahap I tahap V menunjukan bahwa waktu
pembelahan terjadi sangat cepat yaitu 1 jam 18 menit, hal ini bila
dibandingkan dengan pembelahan sel telur ikan hias redfin shark (Labeo
erythropterus C.V) dengan waktu pembelahan selama 3 jam 12 menit
(Sedjati. 2002) dan ikan blue devil (Crysiptera eyanea) dengan waktu
pembelahan 2 jam 28 menit (Suharno. 2011). Proses sel yang cepat ini
diduga karena telur ikan mandarin yang sifatnya mengapung, sedangkan
untuk telur ikan redfin shark yang sifatnya demersal dan tidak menempel,
sementara ikan blue devil sifatnya demersal dan menempel serta
perbedaan spesies yang digunakan.

Pembelahan pertama telur ikan mandarin membutuhkan waktu 31


menit setelah pemijahan dengan suhu inkubasi 27°C. Hal ini merupakan
proses pembelahan yang cukup cepat, bila dibandingkan dengan telur ikan
redfish shark pada pembelahan pertama yang membutuhkan waktu satu
jam sepuluh menit (70 menit) dengan suhu media 26°C - 28°C (Sedjati,
2002), telur ikan buta (Astyanax fasciatus) dengan waktu satu jam
duapuluh menit (80 menit) dengan suhu media 24°C-26°C (Sumarianto,
2006), dan telur ikan blue devil satu jam dua puluh dua menit (82 menit)
dengan suhu inkubasi 28°C (Suharno, 2011).

Menurut Nelsen (1953) dalam Sedjati (2002) bahwa proses


pembelahan sel mulai terjadi setengah jam (30 menit) sampai satu
setengah jam (90 menit) setelah pembuahan. Djuwita dkk (2000),
menyatakan bahwa kecepatan pembelahan sel telur tergantung pada
jumlah dan distribusi kuning telur yang terdapat di dalam zigot. Faktor
lainnya adalah perbedaan suhu dan terutama perbedaan spesiesnya. Stadia
pembelahan sel (Cleavage) pada telur ikan mandarin menempuh waktu 1
jam 30 menit (90 menit) setelah pembuahan dan berada dalam waktu
pembelahan sel telur yang dikemukakan oleh Nelsen (1953) dalam Sedjati
(2002), yang ditandai adanya sejumlah sel-sel blastomer yang terbentuk
berukuran sama tetapi yang ukuran sel blastomer lebih kecil dan memadat
untuk membentuk blastodisk.

Stadia Morula
Stadia morula merupakan pembelahan akhir dari cleavage. Hasil
pengamatan dalam pengamatan menunjukan stadia morula pada telur ikan
mandarin mulai terbentuk pada waktu satu jam tiga pulu menit (90 menit)
setelah pembuahan, dimana blastomer-blastomer yang terbentuk
berlangsung dengan cepat, dan berukuran sangat kecil, serta sulit untuk
menghitung jumlah selnya (Gambar 6).

Ukuran sel
Lapisan khorion
blastomer kecil dan
tak terhitung

Gambar 6. Stadia morula telur ikan mandarin

Awal terbentuknya stadia morula adalah terbentuknya 32 sel yang


merupakan turunan blastomer ke lima. Stadia morula adalah stadia dimana
blastomer-blastomer yang terbentuk akan memadat sehingga menjadi
blastodisk pada kutub anima yang membentuk dua lapisan sel (Gambar 7).
Balinsky (1970) dalam Nugraha (2004), menyatakan bahwa morula
merupakan salah satu stadia perkembangan embrio pada saat pembelahan
mencapai 32 sel. Pada stadia morula, pembelahan zigot berlangsung cepat
sehingga sel anak tidak sempat tumbuh dan mengakibatkan sel anak makin
lama makin kecil, sesuai dengan tingkat pembelahan (Larger, 1956 dalam
Sedjati, 2002).
Sel - sel menjadi
padat membentuk Yolk
blastodic pada kutub
animal
Ruang perivitelin

Gambar 7. Pembentukan blastodisk pada kutub animal

Stadia Blastula

Stadia blastula terbentuk setelah stadia morula berakhir, dimana


stadia blastula pada telur ikan mandarin terbentuk pada satu jam empat
puluh tiga menit (103 menit) setelah pembuahan (Gambar 8). Pada stadia
blastula, blastomer membelah beberapa kali membentuk blastomer-
blastomer dengan ukuran yang makin kecil, sehingga tempat pada stadia
morula blastomer semula padat akan terbentuk ruangan kosong yang
disebut blastosul yang ditutupi oleh blastoderm dan pada sisi luar
terdapat epiblast. Antara blastosul dan blastoderm dipisahkan oleh
hypoblast primer.

Lapisan korion
Blastocoel

Yolk
Hypoblast primer

Epiblast
Blastoderm

Gambar 8. Stadia blastula pada telur ikan mandarin

Sumarianto (2006), menyatakan bahwa blastulasi merupakan


proses pembelahan sel yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel-sel
blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai blastosul.
Effendi (1985) dalam Sedjati (2002), menyatakan bahwa pada stadia
blastula, sel-sel terus membelah dengan aktif sehingga ukuran sel-sel
semakin kecil. Stadia blastula memiliki dua macam sel, yaitu sel formatif
yang masuk ke dalam komposisi tubuh embrionik, dan sel nonformatif
berfungsi sebagai tropoblast dan ada hubungannya dengan nutrisi embrio.
Sel blastoderm akan berkembang menjadi bagian depan embrio, dan
lapisannya yang lebih tebal dinamakan cincin kecambah. Pada akhir stadia
blastula, sel-sel blastoderm akan tediri dari neural, epidermal, notokhordal,
mesodermal dan endodermal yang merupakan bakal pembentukan organ-
organ embrio (Murtidjo, 2002).

Stadia Gastrula

Proses perkembangan setelah stadia blastula adalah stadia gastrula


yang merupakan saat blastula terus mengalami pembelahan dan
pertambahan jumlah sel. Proses awal terbentuk stadia gastrula adalah dua
jam tiga puluh lima menit (155 menit) setelah pembuahan, dimana kutub
anima terbentuknya blastodisk akan berusaha membungkus kutub vegetatif
dengan bergerak dan melakukan invaginasi, sebagai proses gastrulasi.
Proses pada stadia gastrulasi ini berlangsung sampai terjadi pembentukan
lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm. (Gambar 9).

Ectoderm Blastoderm mulai


menutup kuning
Mesoderm telur

Endoderm
Gambar 9. Stadia gastrulasi telur ikan mandarin

Hasil pengamatan dalam pengamatan menunjukan proses gastrula


berjalan terus, dan setelah enam jam tiga puluh sembilan menit (399
menit) setelah pembuahan terjadi pembentukan perisai embrio. Dalam hal
ini, terjadi pergerakan sel dari lapisan blastomer di kutub anima, dimana
sel-sel tersebut bergerak kesamping kiri dan kanan serta kedepan dengan
menutupi sebagian kuning telur dan menuju kutub vegetatif (Gambar 10).
Perisai embrio dari ikan redfin shark terbentuk setelah sembilan jam dua
puluh menit (Sedjati. 2002) dan ikan buta (Astyanax fasciatus) sepuluh
jam tiga puluh tujuh menit (Sumarianto. 2006). Dengan demikian,
pembentukan perisai embrio pada ikan mandarin memerlukan waktu lebih
pendek dibanding ikan Redfin Shark dan ikan buta. Hal ini diduga, karena
telur ikan redfin shark dan ikan buta sifatnya berada pada dasar substrat
sedangkan telur ikan mandarin terapung serta disebabkan oleh spesies
yang berbeda. Effendi (1997), menyatakan bahwa ada dua jenis proses
pergerakan sel dalam stadia gastrula yaitu epiboli yang merupakan
pergerakan sel-sel yang dianggap menjadi bakal epidermis dan daerah
persyarafan, pergerakannya ke depan, ke belakang dan ke samping dari
sumbu yang akan menjadi embrio. Selain itu, emboli merupakan
pergerakan sel yang arahnya menuju ke bagian dalam, terutama di bagian
sumbu bakal embrio. Akhir dari stadia gastrulasi apabila kuning telur
sudah tertutup oleh lapisan sel.
Blastomer bergerak
Kutub Animal, bagian
ke kiri dan ke kanan
terbentuk kepala

gastrocoel Kutub Vegetal, bagian


terbentuk ekor
Periblast

Gambar 10. Pembentukan perisai embrio ikan mandarin


Organogenesis ikan mandarin (Synchiropus splendidus)
Setelah pembentukan perisai, maka pada saat delapan jam empat
puluh sembilan menit setelah pembuahan, terjadi organogenesis.
Organogenesis dengan terbentuknya bagian-bagian seperti notokorda dari
embrio yang memanjang disisi kuning telur, bagian kepala terletak di
kutub anima, bagian ekor di bagian kutub vegetatif dan somit yang belum
jelas, sehingga bentuk tubuh embrio melengkung hampir di seluruh kuning
telur dan semua ini masih transparan (Gambar 11).

Lapisan korion Kepala

Ruang perivitelin Somit


notokodra
Ekor
Yolk

Gambar 11. Pembentukan bagian kepala, ekor, notokorda dan somit

Proses organogenesis ikan mandarin terus berjalan, sehingga dari


hasil pengamatan pada sebelas jam (660 meni) setelah pembuahan
menunjukan adanya pergerakan dari embrio. Pergerakan embrio ini
diakibatkan oleh bertambah panjangnya bagian ekor embrio dan mulai
terlepas dari kuning telurnya serta terdeteksi jantung sudah mulai aktif.
Selain itu, penampakan dari notokorda dan somit makin jelas serta lekukan
pada kepala sudah mulai nampak (Gambar 12).

Effendi (2002), menyatakan bahwa organ-organ yang terbentuk dari


jaringan neural antara lain adalah otak, mata, bagian alat pencernaan
makanan dan kelenjarnya serta sebagian kelenjar endokrin. Organogenesis
merupakan proses pembentukan organ-organ yang berhubungan dengan
notokord axial (Larger, 1977 dalam Sedjati, 2002). Proses organogenesis
ini berlangsung lebih lama dibanding dengan stadia-stadia lainya. Proses
organogenesis telur ikan mandarin berjalan selama empat jam tujuh menit.
Bila dibandingkan dengan organogenesis pada telur ikan redfin shark yang
memerlukan waktu tigas belas jam dua puluh lima menit, maka proses
organogenesis pada telur ikan mandarin berlangsung lebih cepat. Tiga
puluh Sembilan menit kemudian, pergerakan embrio bertambah cepat,
yang diikuti dengan bertambah panjangnya ekor pada embrio (Gambar
13).

Kepala embrio

Notokorda Kantung kuning


telur
Somit
Ruang perivitellin Ekor embrio
bertambah panjang
Gambar 12. Awal pergerakan embrio ikan mandarin

Gambar 13. Pergerakan memutar embrio ikan mandarin

Setelah dua belas jam tiga menit setelah pembuahan, pergerakan


embrio di dalam cangkang telur mulai berputar dan pada saat ekor embrio
terlepas dari kantung kuning telur. Tiga puluh tujuh menit kemudian atau
dua belas jam empat puluh menit setelah pembuahan, gerakan ekor
semakin aktif dan menekan cangkang telur ke arah kiri dan ke kanan,
sehingga bagian kepala embrio juga menekan cangkang secara terus
menerus sehingga mengakibatkan lapisan korion terlihat kusam. Sebelum
menetas, bentuk embrio di dalam cangkang telur berbentuk oval, dimana
bagian kepala dan ekor melengkung sejajar seperti huruf V. Pada saat tiga
belas jam sepuluh menit, akhirnya embrio ikan mandarin menetas dengan
bagian kepala keluar duluan, kemudian diikuti bagian ekornya (Gambar
14).

Proses menetas telur merupakan saat terakhir dari masa inkubasi


sebagai hasil dari beberapa proses pembelahan sel-sel telur sehingga
embrio keluar dari cangkangnya. Penetasan telur terkait langsung dengan
aktifitas embrio selama di dalam cangkang telur dan pembentukan
khorionase. Hasil pengamatan menunjukan embrio sering bergerak
memutar untuk mengubah posisinya karena diduga kekurangan ruang
dalam cangkang telur dan ukuran embrio bertambah panjang. Kelenjar
endodermal di daerah pharynk embrio mengeluarkan enzim chorionase
yang bersifat mereduksi lapisan korion sehingga menjadi lunak. Selain itu
pH dan suhu mempengaruhi dalam proses penetasan.

Gambar 14. Cangkang telur ikan mandarin


tertekan oleh bagian kepala dan telur menetas

Menurut Effendi (1997), nilai pH 7.9 – 9.6 dan suhu 14°C - 20°C
merupakan kondisi yang optimum bagi penetasan telur ikan. Perbedaan
waktu dalam setiap tahapan penetasan disebabkan oleh kemampuan
embrio yang rendah sehingga tidak mampu melepaskan diri dari cangkang
telur dan meningkatnya adrenalin selama penetasan, sehingga
menyebabkan stress fisik pada embrio saat akan meninggalkan cangkang
telur (Yusrina 2001 dalam Nugraha dkk, 2012). Menurut Iqbal dan Harlina
(2007), keterlambatan penetasan telur yang terjadi pada telur yang
diinkubasi disebabkan oleh suhu di dalam wadah inkubasi terlalu rendah.
Telur yang ditetaskan pada suhu tinggi, waktu penetasannya lebih cepat
dibanding telur yang ditetaskan di suhu rendah. Telur yang diinkubasi
pada suhu tinggi menyebabkan telur lebih cepat menetas (Budiardi dkk,
2005). Hal ini sesuai dengan Satyani (2007), yang mengatakan suhu
merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses perkembangan
embrio, daya tetas telur dan kecepatan penyerapan kuning telur. Suhu yang
rendah membuat enzim (chorion) tidak bekerja dengan baik pada kulit
telur dan membuat embrio akan lama dalam melarutkan kulit, sehingga
embrio akan menetas lebih lama. Sebaliknya suhu tinggi dapat
menyebabkan penetasan prematur sehingga larva atau embrio yang
menetas akan tidak lama hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masrizal
dkk. (2001) dalam Nugraha dkk (2012), bahwa kerja kelenjar pensekresi
enzim pereduksi lapisan chorion telur sangat peka terhadap kondisi
lingkungan terutama suhu.

II. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Embrio


Ikan
Beberapa faktor mempengaruhi seluruh proses perkembangan
menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Faktor-faktor tersebut
mempengaruhi kecepatan perkembangan dan menentukan bentuk dan
susunannya. Diantara faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Suhu perairan.
Suhu mempengaruhi kecepatan seluruh proses perkembangan
atau fraksi-fraksi perkembangan. Kecepatan dapat dinyatakan sebagai
kebalikan periode perkembangan dalam hari. Makin besar fraksi
tersebut makin cepat perkembangannya. Sebagai contoh jika ikan
mempunyai periode perkembangan selama 88 hari maka kecepatannya
adalah 1/88. Periode perkembangan dan periode penetasan umumnya
lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Beberapa jenis ikan
berkembang dialam di bawah suhu yang tidak optimal seperti yang
dilakukan di laboratorium. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
akan merintangi perkembangan. Suhu yang ekstrim atau yang berubah
secara mendadak akan menyebabkan kematian.
2. Gas terlarut
Gas-gas yang terlarut dalam air juga merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan emberio, terutama bagi telur-
telur ikan ovipar. Kelarutan oksigen yang optimum atau yang tak
dapat ditoleransi bervariasi tergantung kepada jenis ikan, umumnya 4
– 12 ppm dapat diterima oleh ikan-ikan. Ikan-ikan yang biasa
memijah di air mengalir dan dingin memerlukan oksigen terlarut lebih
tinggi dari pada ikan-ikan yang biasa di air tergenang (stagnan)
berarus lambat.

3. Tekanan oksigen
Tekanan oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen
meristik. Pada ikan Salmo truta, tekanan yang berkurang pada saat
perkembangan embrio akan menyebabkan bertambahnya jumlah
tulang punggung. 
4. Kandungan CO2 dan ammonia
Sekurang-kurangnya 2 jenis gas yang bersifat racun bagi ikan
dan embrionya, yakni CO2 dan amonia. Makin tinggi konsentrasi
kedua gas tersebut dalam air makin berbahaya bagi ikan dan
embrionya.
5. Salinitas
Salinitas yang tinggi dapat merusak telur ikan air tawar
sebaliknya bagi ikan-ikan air laut, begitu juga untuk telurnya. Apabila
telur ikan air tawar disimpan dalam salinitas yang tak ditoleransinya
telur tersebut akan mengkerut karena air ditarik keluar, akhirnya mati.
Sedangkan telur ikan laut bila disimpan dalam air tawar akan menarik
air kedalamnya (imbibisi) dan akhirnya telur tersebut akan pecah.
Salinitas mempunyai pengaruh selektif terhadap perkembangan
beberapa organ.
6. Endokrin (hormone)
Pengaruh endokrin (hormon) pada perkembangan embrio telah
dikenal, seperti hormon kelenjar hipofisa dan tiroid yang berperan
pada metamorfosa.
7. Kuning telur (yolk)
Jumlah kuning telur ada hubungannya dengan kecepatan
perkembangan embrio. Biasanya jenis telur ikan yang mempunyai
kuning telur yang banyak perkembangannya lambat. Misal sebagai
contoh telur-telur ikan tropis dengan jumlah kuning telur yang relatif
sedikit lebih cepat berkembang daripada telur ikan dari daerah 4
musim yang biasa berpijah pada suhu yang lebih rendah.

BAB III
KESIMPULAN

1. Fase – fase perkembangan embryogenesis ikan antara lain:

a. Pembelahan (cleavage)

i. Pembelahan I : zigot membelah menjadi 2 sel (30 menit setelah


pemijahan)

ii. Pembelahan II : zigot membelah menjadi 8 sel (40 menit setelah


pemijahan)

iii. Pembelahan III : zigot membelah menjadi 8 sel (52 menit setelah
pembuahan)

iv. Pembelahan IV : zigot membelah menjadi 16 sel ( 1 jam 3 menit


setelah pembuahan)

v. Pembelahan V : zigot membelah menjadi 32 sel ( 1 jam 18 menit


setelah pembuahan)

b. Morula : sel sudah membelah dengan sangat cepat jadi tidak terhitung
lagi (1 jam 30 menit dari pembuahan)

c. Blastula : sel membelah menjadi lebih kecil (sel blastomer) lagi


sehingga terbentuk ruangan (rongga) yang disebut dengan blastocoel
(1 jam 43 menit)

d. Gastrula : sel blastomer membelah menjadi lebih kecil lagi


sehinggaterbentuk rongga baru yaitu gastrocoel (155 menit setelah
pembuahan)

e. Organogenesis : terbentuknya notokorda dari embrio yang memanjang


disisi kuning telur, bagian kepala terletak di kutub anima, bagian ekor
di bagian kutub vegetatif dan somit yang belum jelas, sehingga bentuk
tubuh embrio melengkung hampir di seluruh kuning telur dan semua
ini masih transparan ( 8 jam 49 menit)

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio ikan antara lain :

a. Suhu perairan

b. Gas terlarut

c. Tekanan oksigen
d. Kandungan CO2 dan ammonia

e. Salinitas

f.Endokrin (hormone)

g. Kuning telur (yolk)

DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Nurul. 2015,”Pengaruh Lama Perendaman Telur dalam
Larutan Tanin Terhadap Perkembangan Embrio Ikan Mas”. Volume 1,
http://repository.unair.ac.id/26373/, 5 November 2017.

Pattipeilohy, Imanuel G, dkk. 2015. “Perkembangan Emriogenesis


Ikan Mandarin”. Volume 1. https://www.google.co.id/search?
dcr=0&ei=azgIWuzXAYzXvASN07_gCQ&q=perkembangan+embriogen
esis+ikan+mandarin+jurnal&oq=perkembangan+embriogenesis+ikan+ma
ndarin+jurnal . 5 November 2017.

Cindelaras, Sawung, dkk. 2015. “Perkembangan Embrio dan Awal


Larva Ikan Cupang Alam (Betta imbilles)”. Volume 10.
https://www.google.co.id/search?
dcr=0&ei=XjkIWpiZK8eMvQSVqqo4&q=Perkembangan+Embrio+dan+
Awal+Larva+Ikan+Cupang+Alam+%28Betta+imbilles
%29%E2%80%9D.
+&oq=Perkembangan+Embrio+dan+Awal+Larva+Ikan+Cupang+Alam+
%28Betta+imbilles\. 4 November 2017

Aral, Faruk et all. 2014. “Embryonic and Larval Development of


Freshwater Fish”. Volume 1. https://www.intechopen.com/books/recent-
advances-in-fish-farms/embryonic-and-larval-development-of-freshwater-
fish. 7 November 2017.

Nugraha, Dimas, dkk. 2012. “Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap


Perkembangan Embrio, Daya Tetas Telur dan Kecepatan Penyerapan
Kuning Telur Black Ghost (Apteronotus albifrons) Pada Skala
Laboratorium. Volume 1. Nomor 1.
https://media.neliti.com/media/publications/191187-ID-none.pdf. 10
November 2017.

Mingkid, winda, dkk. 2015. “Kejutan Suhu Pada Penetasan Telur


dan Sintasan Hidup Larva Ikan Lele”. Volume 3. No 2:13-18.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=329553&val=1007&title=Kejutan%20suhu%20pada%20penetasan
%20telur%20dan%20sintasan%20hidup%20larva%20ikan%20lele
%20(Clarias%20gariepinus). 11 November 2017.

Andriyanto, Wawan, dkk. Juni 2013. “Perkembangan Embrio dan


Rasio Penetasan Telur Ikan Kerapu Raja Sunu (Plectropoma leavis) pada
Suhu Media Berbeda”. Vol,5. No,1.
https://media.neliti.com/media/publications/103644-ID-none. pdf. 11
November 2017.
Bulanin, Usman, dkk. 2003. 2003.“Perkembangan Embrio dan
Penyerapan Kuning Telur Larva Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis) pada Salinitas 27, 30 dan 33 ppt”. Vol 3. No, III.
https://www.google.co.id/search?
dcr=0&ei=flsIWuPsPIrZvgSVoKSADw&q=jurnal+embriogenesis+ikan+l
aut+pdf&oq=jurnal+embriogenesis+ikan+laut. 11 November 2017

Siregar, Joseph. 2014.”Embriogenesis dan Perkembangan Ikan


Mas (Cyprinus carpio) Strain Cangkringan”.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku
_id=67506 . 11 November 2017.

Sulistyowati, Tri, dkk. 2005.”Organogenesis dan perkembangan


awal ikan Corydoras panda”. Vol,4. No,2:67-66.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83710&val=207. 11
November 2017.

Wikipedia. “Definisi Ikan Air Tawar”. 11 November 2017


https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_air_tawar

Wikipedia. “Definisi Ikan Air Laut”. 11 November 2017


https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_laut

Wikipedia. “Definisi Ikan”. 11 November 2017


https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan

Wikipedia. “Definisi Ikan Mandarin”. 11 November 2017


https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_mandarin

Karuniasari, Arfiani “Perkembangan Embrio Ikan”. 11 November


2017. https://nyetnyetanyet.wordpress.com/2009/10/24/perkembangan-
embrio-ikan/

Anda mungkin juga menyukai