EMBRIOGENESIS IKAN
Dosen Pengampu :
Oleh :
Kautsar Pandu P. (061511133187)
Rendra Kridawisma (061711133057)
Duta Harris P. (061711133058)
Meilinda Sari (061711133059)
Devi Aprilia F. (061711133060)
Windi Nurhidayah (061711133061)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Embriogenesis Ikan.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Embriogenesis Ikan ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
III. Tujuan
IV.Landasan Teori
iii. Morula
iv. Blastulasi
v. Gastrulasi
BAB II
PEMBAHASAN
Lapisan korion
2 sel blastomer
yolk
yolk
Ruang perivitelin
Garis lurus terbentuk
8 sel blastomer
Lapisan korion
yolk Ruang perivitelin
Stadia Morula
Stadia morula merupakan pembelahan akhir dari cleavage. Hasil
pengamatan dalam pengamatan menunjukan stadia morula pada telur ikan
mandarin mulai terbentuk pada waktu satu jam tiga pulu menit (90 menit)
setelah pembuahan, dimana blastomer-blastomer yang terbentuk
berlangsung dengan cepat, dan berukuran sangat kecil, serta sulit untuk
menghitung jumlah selnya (Gambar 6).
Ukuran sel
Lapisan khorion
blastomer kecil dan
tak terhitung
Stadia Blastula
Lapisan korion
Blastocoel
Yolk
Hypoblast primer
Epiblast
Blastoderm
Stadia Gastrula
Endoderm
Gambar 9. Stadia gastrulasi telur ikan mandarin
Kepala embrio
Menurut Effendi (1997), nilai pH 7.9 – 9.6 dan suhu 14°C - 20°C
merupakan kondisi yang optimum bagi penetasan telur ikan. Perbedaan
waktu dalam setiap tahapan penetasan disebabkan oleh kemampuan
embrio yang rendah sehingga tidak mampu melepaskan diri dari cangkang
telur dan meningkatnya adrenalin selama penetasan, sehingga
menyebabkan stress fisik pada embrio saat akan meninggalkan cangkang
telur (Yusrina 2001 dalam Nugraha dkk, 2012). Menurut Iqbal dan Harlina
(2007), keterlambatan penetasan telur yang terjadi pada telur yang
diinkubasi disebabkan oleh suhu di dalam wadah inkubasi terlalu rendah.
Telur yang ditetaskan pada suhu tinggi, waktu penetasannya lebih cepat
dibanding telur yang ditetaskan di suhu rendah. Telur yang diinkubasi
pada suhu tinggi menyebabkan telur lebih cepat menetas (Budiardi dkk,
2005). Hal ini sesuai dengan Satyani (2007), yang mengatakan suhu
merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses perkembangan
embrio, daya tetas telur dan kecepatan penyerapan kuning telur. Suhu yang
rendah membuat enzim (chorion) tidak bekerja dengan baik pada kulit
telur dan membuat embrio akan lama dalam melarutkan kulit, sehingga
embrio akan menetas lebih lama. Sebaliknya suhu tinggi dapat
menyebabkan penetasan prematur sehingga larva atau embrio yang
menetas akan tidak lama hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masrizal
dkk. (2001) dalam Nugraha dkk (2012), bahwa kerja kelenjar pensekresi
enzim pereduksi lapisan chorion telur sangat peka terhadap kondisi
lingkungan terutama suhu.
3. Tekanan oksigen
Tekanan oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen
meristik. Pada ikan Salmo truta, tekanan yang berkurang pada saat
perkembangan embrio akan menyebabkan bertambahnya jumlah
tulang punggung.
4. Kandungan CO2 dan ammonia
Sekurang-kurangnya 2 jenis gas yang bersifat racun bagi ikan
dan embrionya, yakni CO2 dan amonia. Makin tinggi konsentrasi
kedua gas tersebut dalam air makin berbahaya bagi ikan dan
embrionya.
5. Salinitas
Salinitas yang tinggi dapat merusak telur ikan air tawar
sebaliknya bagi ikan-ikan air laut, begitu juga untuk telurnya. Apabila
telur ikan air tawar disimpan dalam salinitas yang tak ditoleransinya
telur tersebut akan mengkerut karena air ditarik keluar, akhirnya mati.
Sedangkan telur ikan laut bila disimpan dalam air tawar akan menarik
air kedalamnya (imbibisi) dan akhirnya telur tersebut akan pecah.
Salinitas mempunyai pengaruh selektif terhadap perkembangan
beberapa organ.
6. Endokrin (hormone)
Pengaruh endokrin (hormon) pada perkembangan embrio telah
dikenal, seperti hormon kelenjar hipofisa dan tiroid yang berperan
pada metamorfosa.
7. Kuning telur (yolk)
Jumlah kuning telur ada hubungannya dengan kecepatan
perkembangan embrio. Biasanya jenis telur ikan yang mempunyai
kuning telur yang banyak perkembangannya lambat. Misal sebagai
contoh telur-telur ikan tropis dengan jumlah kuning telur yang relatif
sedikit lebih cepat berkembang daripada telur ikan dari daerah 4
musim yang biasa berpijah pada suhu yang lebih rendah.
BAB III
KESIMPULAN
a. Pembelahan (cleavage)
iii. Pembelahan III : zigot membelah menjadi 8 sel (52 menit setelah
pembuahan)
b. Morula : sel sudah membelah dengan sangat cepat jadi tidak terhitung
lagi (1 jam 30 menit dari pembuahan)
a. Suhu perairan
b. Gas terlarut
c. Tekanan oksigen
d. Kandungan CO2 dan ammonia
e. Salinitas
f.Endokrin (hormone)
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Nurul. 2015,”Pengaruh Lama Perendaman Telur dalam
Larutan Tanin Terhadap Perkembangan Embrio Ikan Mas”. Volume 1,
http://repository.unair.ac.id/26373/, 5 November 2017.