Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN


BANGSA INDONESIA

Disusun Oleh:

Kelompok 1 TIF B Malam

Adam Andrean (1812000180)


Ahmad Fadillah (1812000171)
Gunawan (1812000190)
Idham Aulia (1812000192)
Muhammad Fachrul Azmi (1812000200)
Zaldy Mahera (1812000216)
Zovan Al Fahrozi (1812000217)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Allhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia,
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Semoga kita dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Shalawat beriring salam kami panjatkan keharibaan pemuda padang pasir
penghuni padang sahara Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan nikmat ilmu
pengetahuan.
Makalah ini membahas Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan
bangsa Indonesia. Kami berharap makalah ini dapat memberikan kita semangat
untuk terus menegakkan Pancasila di negeri tercinta ini mengingat betapa sulitnya
para pejuang bangsa ini untuk memperjuangkan Pancasila. Makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan nasihat,
saran, teguran untuk membantu kami menyempurnakan makalah ini.
Kepada Allah, kami mohon ampun andaikata kami membuat kesalahan
dalam penulisan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Aamiin.

Medan, September 2018


Wassalam

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Perumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Makalah......................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Asal-Muasal Pancasila............................................................................................3
B. Pancasila era Kerajaan............................................................................................3
1. Masa Kerajaan Sriwijaya.....................................................................................4
2. Masa Kerajaan Majapahit...................................................................................5
C. Pancasila era Prakemerdekaan..............................................................................6
1. Kebangkitan Nasional 1908................................................................................6
2. Sumpah Pemuda 1928.......................................................................................7
3. Perjuangan Pada Masa Penjajahan Jepang........................................................7
4. Masa Persiapan Kemerdekaan...........................................................................8
D. Pancasila era Pasca Kemerdekaan..........................................................................9
E. Pancasila era Orde Lama......................................................................................10
F. Pancasila era Orde Baru.......................................................................................11
G. Pancasila era Reformasi.......................................................................................14
BAB III...............................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................16
A. Kesimpulan...........................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pancasila adalah lima nilai dasar yang sudah ada dan berkembang sejak
dulu yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
penuh toleransi meskipun berbeda-beda tetapi tetap bersatu. Sejarah adalah
deretan peristiwa yang terjadi di masa lalu yang tentunya berpengaruh
terhadap perkembangan masa depan. Begitu pula dengan sejarah perjuangan
bangsa Indonesia yang penuh lika-liku. Sejarah menguji umat manusia untuk
terus maju dan berkembang untuk menjadi lebih baik di masa yang akan
datang.
Sejarah bangsa Indonesia mengajartkan Bangsa ini untuk bertahan dan
menjadi bangsa Indonesia seperti sekarang ini. Begitupula sejarah bangsa
Indonesia mempertahankan Pancasila sebagai identitas bangsa yang telah
mengakar dalam jiwa setiap rakyat Indonesia. Pancasila merupakan fundamen
atau alas berdirinya bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
sumber kaidah hukum yang daripadanya hukum-hukum di Indonesia dibuat.
Pancasila menjamin kebebasan setiap rakyat Indonesia untuk bebas dalam
beragama yang berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, terciptanya
masyarakat Indonesia yang beradab. Pancasila juga menjadi pemersatu
bangsa. Pancasila menjadi dasar bangsa Indonesia dalam melaksanakan proses
demokrasi. Pancasila menjamina rakyat Indonesia mendapatkan keadilan.
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa Pancasila mengatur setiap
sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Sudah menjadi kewajiban kita untuk
terus menjalankan nilai-nilai Pancasila.
B. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini kami mengidentifikasikan perumusan masalah sebagai
berikut:
a. Asal muasal Pancasila
b. Pancasila era kerajaan
c. Pancasila era prakemerdekaan

1
d. Pancasila era pasca kemerdekaan
e. Pancasila era orde lama
f. Pancasila era orde baru
g. Pancasila era reformasi
C. Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan asal Pancasila
b. Menjelaskan Pancasila era kerajaan
c. Menjelaskan Pancasila era prakemerdekaan
d. Menjelaskan Pancasila era pasca kemerdekaan
e. Menjelaskan Pancasila era orde lama
f. Menjelaskan Pancasila era orde baru
g. Menjelaskan Pancasila era reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Muasal Pancasila
Setiap upaya penelusuran asal mula Pancasila, maka kita harus kembali
lagi kepada Pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), karena
pada hari itulah Bung Karno satu-satunya orang yang menjawab pertanyaan
Ketua Sidang BPUPKI yaitu Dr. Rajiman Widyodiningrat tentang dasar
negara.
Bung Karno mengungkapkan, jika Tuan menginginkan weltanschauung
itu, kita sudah lama memikirkannya. Kemudian secara berturut-turut
menyebutkan weltanschauung yang melandasi berbagai bangsa lain di dunia.
Beliau mengedepankan, kalau kita melihat sekitar kita ada Marxis-Leninisme,
ada Liberal-Kapitalisme, ada Hitlerisme, ada Tenno Koodo Seismisme di
Jepang, ada Islamisme di Saudi Arabia dan ada San Ming Chu Hui dari
Tiongkok. Setelah mengungkapkan semuanya ini, Bung Karni bertanya,
“Mana yang akan kita Pilih?” Pertanyaan tersebut dijawanb sendiri oleh
Bung Karno. Beliau berkata, kita mau sebuah negara nasional, suatu negara
untuk semua dari Sabang sampai Merauke dan karena itu dasarnya harus
nasionalisme. Tetapi beliau memberikan catatan mendasar, yakni bahwa
nasionalisme kita tidak boleh sempit dan jinggoistis, chauvinistis, tapi mesti
international minded atau perikemanusiaan. Dan untuk mengukuhkan
argumennya, Bung Karno mengutip istilah Gandhi yang mengatakan bahwa
“my nationalism is humanity” sebagai pembanding dari ide yang
ditawarkannya.
B. Pancasila era Kerajaan
Berdasarkan sejarah, pada kira-kira abad ke-VII telah berdiri Kerajaan
Sriwijaya di Sumatera Selatan dan pada abad ke-XIII berdiri Kerajaan
Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah
Indonesia, karena gambaran akan suatu bangsa pada masa itu sedikit banyak
sudah terpenuhi, seperti syarat-syarat suatu bangsa yang memiliki negara.
Kedua kerajaan itu merupakan negara yang berdaulat, bersatu serta memiliki
wilayah meliputi seluruh Nusantara.
Menurut Mr. Muhammad Yamin berdirinya negara kebangsaan Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan
warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia
terbentuk melalui tiga tahap yaitu: pertama, zaman Sriwijaya di bawah
wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit
(1293-1525). Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara
kebangsaan lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia
yang merdeka pada 17 Agustus 1945 (Sekretariat Negara.RI.1995:11).
1. Masa Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke-VII berdirilah kerajaan Sriwijaya di bawah kekuasaan
wangsa Syailendra di Sumatera. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan
maritime yang mengandalkan perhubungan laut.
Pada zaman Sriwijaya telah didirikan Universitas Agama Buddha yang
sudah dikenal di Asia. Pelajar dari universitas ini dapat melanjutkan ke India,
banyak guru-guru tamu yang mengajar di sini dari India, seperti Dharmakitri.
Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada
kerajaan Sriwijaya sebagai tersebut dalam perkataan “marvuat vannua
Criwijaya ssiddhayatra subhiksa” (suatu cita-cita negara yang adil dan
makmur) (1997:27).
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa Kerajaan Sriwijaya
telah menunjukkan nilai-nilai Pancasila yaitu, keTuhanan terwujud dengan
adanya umat agama Buddha dan Hindu hidup berdampingan. Nilai sila kedua,
terjalinnya hubungan pertukaran pelajar dengan India telah tumbuh nilai-nilai
politik luar negeri yang bebas aktif. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritime
Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi
Wawasan Nusantara. Nilai sila keempat, Sriwijaya sudah memiliki kedaulatan
yang sangat luas meliputi Siam, semenanjung Melayu (Indonesia Sekarang).
Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayaran dan perdagangan,
sehingga rakyatnya sangat makmur.
2. Masa Kerajaan Majapahit
Sebelum Kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-kerajaan di
Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti, yaitu Kerajaan Kalingga
(abad ke-VII), Sanjaya (abad ke-VII).
Di Jawa Timur muncul pula kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke-IX),
Dharmawangsa (abad ke-X), Airlangga (abad ke-IX). Pada abad ke XIII
berdiri Kerajaan Singasari di Kediri Jawa Timur yang ada hubungannya
dengan berdirinya Kerajaan Majapahit (1293). Zaman keemasan Majapahit
pada pemerintahan Raja Haram Wuruk dengan Maha Patih Gajah Mada.
Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari semenanjung
Melayu sampai Irian Jaya.
Agama yang dilaksanakan pada zaman Kerajaan Majapahit ini adalah
Agama Hindu dan Budha yang saling hidup berdampingan secara damai. Pada
masa ini mulai dikenal beberapa istilah dan nilai-nilai Pancasila pada Kerajaan
Majapahit, yaitu sebagai berikut :
1) Nilai sila pertama, terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan secara damai. Istilah Pancasila terdapat dalam buku
Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan Empu Tantular
mengarang buku Sutasoma yang terdapat Sloka persatuan nasional
yang berbunyi ”Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”
yang artinya, walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua dan tidak
ada agama yang memiliki tujuan berbeda.
2) Nilai sila kedua, terwujud pada hubungan baik Raja Hayam Wuruk
dengan Kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja.
Disamping itu juga menjalin persahabatan dengan negar-negara
tetangga.
3) Nilai sila ketiga, terwujud dengan keutuhan kerajaan. Khususnya
dalam Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada
dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331.
4) Nilai sila keempat, terdapat semacam penasehat dalam tata
pemerintahan Majapahit yang menunjukan nilai-nilai musyawarah
mufakat. Menurut Prasasti Kerajaan Brambang (1329), dalam tata
Pemerintahan Kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat
kerajaan. Seperti, Rakryan I Hino, I Sirikan dan I Halu yng berarti
memberikan nasihat kepada Raja. Kerukunan dan gotong royong
dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah
untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama.
5) Nilai sila kelima, terwujud dengan berdirinya kerajaan selama
beberapa abad yang ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan
Majapahit merupakan tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-cita.
C. Pancasila era Prakemerdekaan
1. Kebangkitan Nasional 1908
Pada permulaan abad ke-XX bangsa Indonesia mengubah cara-caranya
dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kegagalan
perlawanan secara fisik yang tidak adanya koordinasi pada masa lalu
mendorong pemimpin-pemimpin Indonesia abad ke-XX itu untuk mengubah
bentuk perlawanan yang lain. Bentuk perlawanan itu ialah dengan
membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya bernegara.
Usaha-usaha yang dilakukan adalah mendirikan berbagai macam organisasi
politik di samping organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan
sosial.
Organisasi sebagai pelopor pertama adalah Budi Utomo pada tanggal 20
Mei 1908. Mereka yang tergabung dalam organisasi itu mulai merintis jalan
baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa Indonesia, tokohnya yang
terkenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian bermunculan organisasi
pergerakan lain , yaitu Sarikat Dagang Islam (1909), kemudian berubah
bentuknya menjadi pergerakan politik dengan mengganti nama menjadi
Sarikat Islam (1911) di bawah pimpinan H.O.S Tjokroaminoto. Berikutnya
muncul pula Indische Parti (1913) dengan pimpinan Douwes Deker,
Ciptomangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Namun karena terlalu radikal,
pemimpinnya dibuang keluar negeri (1913). Akan tetapi, perjuangan tidak
kendur karena kemudian berdiri Partai Nasional Indonesia (1927) yang
dipelopori oleh Soekarno dan kawan-kawan.
2. Sumpah Pemuda 1928
Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah
perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda
Indonesia yang di pelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto, dan
lain-lain mengumandangkan Sumpah Pemuda yang berisi pengakuan akan
adanya bangsa, tanah air, dan Bahasa satu, yaitu Indonesia.
Melalui sumpah pemuda ini, makin tegaslah apa yang diinginkan oleh
bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa. Oleh karena itu,
diperlukan adanya persatuan sebagai suatu bangsa yang merupakan syarat
mutlak. Sebagai tali pengikat persatuan itu adalah bangsa Indonesia.
Sebagai realisasi perjuangan bangsa, pada tahun 1930 berdirilah Partai
Indonesia yang disingkat Partindo (1931) sebagai pengganti PNI yang
dibubarkan. Kemudian golongan demokrat yang terdiri atas Moh. Hatta dan
Sutan Syahrir mendirikan PNI baru, dengan semboyan kemerdekaan
Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.
3. Perjuangan Pada Masa Penjajahan Jepang
Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah perang pasifik, dengan
dibomnya Pearl Harbour oleh Jepang. Dalam waktu yang singkat, Jepang
dapat menduduki daerah-daerah jajahan Sekutu di daerah Pasifik. Kemudian
pada tanggal 8 maret 1942, Jepang masuk ke Indonesia menghalau penjajah
Belanda. Pada saat itu, Jepang mengetahui keinginan bangsa Indonesia, yaitu
kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia.
Peristiwa penyerahan Indonesia dari Belanda kepada Jepang terjadi di
Kalijati Jawa Tengah tanggal 8 Maret 1942. Jepang mempropagandakan
kehadirannya di Indonesia untuk membebaskan Indonesia dari cengkraman
Belanda. Oleh karena itu, Jepang memperbolehkan pengibaran bendera merah
putih serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Akan tetapi, hal itu merupakan
tipu muslihat agar rakyat Indonesia membantu Jepang untuk menghancurkan
Belanda. Hal ini merupakan kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia,
bahwa sesungguhnya Jepang tidak kurang kejamnya dengan penjajahan
Belanda. Pada zaman ini, bangsa Indonesia mengalami penderitaan dan
penindasan yang sampai kepada puncaknya. Sejarah berjalan terus, di mana
Perang Pasifik menunjukkan tanda-tanda akan berakhirnya dengan kekalahan
Jepang. Untuk mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia, Jepang berusaha
membujuk hati bangsa indonesia dengan mengumumkan janji kemerdekaan
kelak di kemudian hari apabila perang telah selesai. Kemudian janji yang
kedua kemerdekaan diumumkan lagi oleh Jepang berupa “Kemerdekaan
tanpa syarat” yang disampaikan seminggu sebelum Jepang menyerahkan
kepada bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya.
4. Masa Persiapan Kemerdekaan
Begitu lamanya penjajahan menyebabkan bangsa Indonesia hilang arah
dalam menentukan dasar negaranya. Atas permintaan Dr. Radjiman selaku
ketua BPUPKI, figur-figur negarawan bangsa Indonesia berpikir keras untuk
menemukan kembali jati diri bangsanya. Pada sidang pertama BPUPKI yang
dilaksanakan dari tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, tampil berturut-turut untuk
berpidato menyampaikan usulannya tentang dasar negara. Pada tanggal 29
Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengusulkan calon rumusan dasar Negara
Indonesia sebagai berikut:
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
Kemudian Prof. Dr. Soepomo pada tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan
teori-teori Negara, yaitu:
1) Teori negara perseorangan (individualis)
2) Paham negara kelas
3) Paham negara integralistik
Selanjutnya oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang mengusulkan
lima dasar negara yang terdiri dari:
1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2) Internasionalisme (perikemanusiaan)
3) Mufakat (demokrasi)
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Berkebudayaan)
Pidato pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir Soekarno mengatakan,
“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato
mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan
Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka.
Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia
ialah, dalam bahasa Belanda:“Philosofische grond-slag” daripada
Indonesia Merdeka. Philosofische grond-slag itulah fundamen, filsafat,
pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya
untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal dan abadi” (Bahar,
1995: 63).
Demikian hebatnya Ir. Soekarno dalam menjelaskan Pancasila dengan
runtut, logis dan koheren, namun dengan rendah hati Ir. Soekarno membantah
apabila disebut sebagai pencipta Pancasila. Beliau mengatakan,
“Kenapa diucapkan terima kasih kepada saya, kenapa saya diagung-
agungkan, padahal toh sudah sering saya katakan, bahwa saya bukan
pencipta Pancasila. Saya sekedar penggali Pancasila daripada bumi
tanah air Indonesia ini, yang kemudian lima mutiara yang saya gali itu, saya
persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia. Malah pernah saya
katakan, bahwa sebenarnya hasil, atau lebih tegas penggalian daripada
Pancasila ini saudara-saudara, adalah pemberian Tuhan kepada saya…
Sebagaimana tiap-tiap manusia, jikalau ia benar-benar memohon kepada
Allah Subhanahu Wataala, diberi ilham oleh Allah Subhanahu Wataala”
(Soekarno dalam Latif, 2011: 21).
Selain ucapan yang disampaikan Ir. Soekarno di atas, Pancasila pun
merupakan khasanah budaya Indonesia, karena nilai-nilai tersebut hidup
dalam sejarah Indonesia.
D. Pancasila era Pasca Kemerdekaan
Pasca kemerdekaan Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat
setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa
percobaan demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era
percobaan demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-
partai politik pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada
cenderung selalu berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara
(Somantri, 2006). Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya.
Selanjutnya, pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya
dimana Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada
masa itu, presiden dalam rangka tetap memegang kendali politik terhadap
berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik integrasi paternalistik
(Somantri, 2006).
E. Pancasila era Orde Lama
Orde lama berlangsungdari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku
demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin yaitu, demokrasi khas Indonesia
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan
makna yang terkandung di dalamnya dan bahkan terkenal menyimpang.
Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan tertentu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah
sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD
1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi
karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap
kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi
makin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya
pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan bangsa dan negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret
1959 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi
terjaminnya keamanan, ketertiban dan ketenangan serta kestabilan jalannya
pemerintahan. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap awal masa Orde Baru.
F. Pancasila era Orde Baru
Setelah jatuhnya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya Jenderal
Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini. Arah pemahaman
Pancasila mulai diperbaiki. Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967
Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian
zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu,
Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali bukan sekedar
semboyan untuk dikumanangkan, Pancasila bukan dasar falsafah negara yang
sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila harus
diamalkan” (Setiardja, 1994: 5).
Pancasila dijadikan sebagai political force di samping sebagai kekuatan ritual.
Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968
Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa
akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu
mau mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan
(Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed), 2010:42). Selanjutnya pada tahun 1968
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang
menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:
Satu : KeTuhanan Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat :Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada
tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat
dan utuh”.
Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) tersebut meliputi 36 butir,
yaitu:
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
 Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
 Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina
kerukunan hidup.
 Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
 Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia.
 Saling mencintai sesama manusia.
 Mengembangkan sikap tenggang rasa dan teposeliro.
 Tidak semena-mena terhadap orang lain.
 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
 Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
 Berani membela kebenaran dan keadilan.
 Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa lain.
3) Sila Persatuan Indonesia
 Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
 Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
 Cinta tanah air dan bangsa.
 Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
 Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
4) Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
 Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
 Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
 Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
 Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
 Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
 Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
 Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5) Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
 Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
 Bersikap adil menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
 Menghormati hak-hak orang lain.
 Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
 Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
 Tidak bersifat boros.
 Tidak bergaya hidup mewah.
 Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
 Suka bekerja keras.
 Menghargai hasil karya orang lain.
 Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Pada bulan Agustus 1982 Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas
Tunggal” yaitu pengakuan terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa
setiap partai politik harus mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa
(Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 43-44).
Dengan semakin terbukanya informasi dunia, pada akhirnya pengaruh luar
masuk Indonesia pada akhir 1990-an yang secara tidak langsung mengancam
aplikasi Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Demikian pula
demokrasi semakin santer mengkritik praktek pemerintah Orde Baru yang
tidak transparan dan otoriter, represif, korup dan manipulasi politik yang
sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski demikian kondisi ini bertahan
sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 (Pranoto
dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 45).
G. Pancasila era Reformasi
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi
Negara dan aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai
alat legitimasi politik yang sangat bertentangan dengan Pancasila. Pancasila
sebagai dasar filsafat bangsa tidak diletakkan pada kedudukan dan fungsinya.
Pada masa Orde Lama pelaksanaan Negara mengalami penyimpangan dan
bertentengan dengan Pancasila. Pada masa Orde Baru, Pancasila hanya
sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung
kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi
nasional, sehingga timbullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagaigerakan moral politik yang
menuntut adanya “reformasi” di segala bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat
Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil
presiden BJ Habibie. Pada awal-awal gerakan reformasi, masyarakat
Indonesia telah salah mengartikan makna sebuah kata reformasi., yang saat itu
menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan reformasi padahal gerakan
tersebut tidak sesuai dengan pengertian reformasi. Contohnya, saat masyarakat
hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya
terjadi pengrusakan fasilitas umum, bahkan sampai menimbulkan korban yang
tidak bersalah. Oleh karena itu, dalam menjalankan reformasi masyarakat
harus tahu makna dari kata reformasi agar proses reformasi sesuai dengan
tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai
dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan,
1998).
Oeh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka
Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak
terjadi anarkisme yang menyebabkan hancurnya bangsa dan negara Indonesia.
Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
1) Reformasi yang ber-Ketuhanan YME, artinya gerakan reformasi
berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada
kehidupan yang baik sebagai makhluk tuhan.
2) Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, artinya
gerakan reformasi berdasarkan kepada moral kemanusiaan sebagai upaya
penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat
manusia.
3) Reformasi yang berdasarkan nilai persatuaan, artinya gerakan reformasi
harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu
kesatuan.
4) Reformasi yang berakar kepada asas kerakyatan, artinya seluruh
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat
menempatkan rakyat sebagai subjek pemegang kedaulatan.
5) Reformasi yang bertujuan pada keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia, artinya gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas demi
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Pancasila adalah lima dasar luhur yang sudah ada sejak dahulu. Dari mulai
masa kerajan-kerajaan hingga masa sekarang. Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila sudah melekat dalam masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara menjadi alas pijakan yang mampu
memberikan kekuatan kepada bangsa Indonesia. Pancasila dalam fungsinya
sebagai dasar negara merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur NKRI
dalam menjalankan roda pemerintahannya. Pancasila dengan kedudukan
seperti inilah yang merupakan dasar pijakan bangsa Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Saran
Pancasila merupakan kepribadian bangsa kita yang sudah kewajiban warga
Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,
bukan sekedar hanya dihafal tetapi diterapkan dalam setiap kehidupan
bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Roeslan. 1998. Pancasila: Perjalanan Sebuah Ideologi. Jakarta:


PT Grasindo.
Slideshare. Makalah Pancasila dalam Sejarah Bangsa. Diperoleh pada 26
Oktober 2018, dari
https://www.slideshare.net/mobile/WarnetRaha/makalah-pancasila-dalam-
sejarah-bangsa.
Surip, Ngadino dkk. 2015. Pancasila Dalam Makna dan Aktualisasi.
Yogyakarta: CV Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai