Anda di halaman 1dari 18

KEMUNDURAN HASIL PERTANIAN PASCA PANEN

( Laporan Praktikum Fisiologi Pasca Panen )

Oleh :

Kelompok 2

Setiani Pramudhita (1914051015)

Mustika Putri (1914051025)

Afna Ditha Auliyah (1914051027)

Mukhlis Abdurrahim (1914051045)

Deo Anggoro Caesar (1654051012)

Kelas: THP A

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil pertanian pascapanen akan mengalami kerusakan, yaitu kerusakan mekanis,


fisis, biologis/mikrobiologis, kimiawi, dan fisiologis. Kerusakan terjadi karena
penangan pascapanen belum maksimal. Hal ini dikarenakan, pengetahuan
masyarakat tersebut yang masih minim. Padahal dampak kerusakan tersebut dapat
berakibat pada mutu hasil pertanian yang berpengaruh pada nilai ekonomis nya.
Dampak dari kerusakan – kerusakan pascapanen dapat berpengaruh terhadap
proses fisiologis hasil pertanian (Cahyono,2008).

Pada hakekat nya hasil pertanian memang memiliki sifat yang mudah rusak
(perrishable), dan jika mengalami kerusakan maka tentu saja hasil pertanian
tersebut akan lebih cepat rusak. Pada dampak kerusakan mekanis terjadi karena
tidak tepatnya pada proses pemanenan, transportasi, maupun pengangkutan.
Kerusakan mekanis ini dapat menyebabkan lapisan luar rusak dan daging buah
memar yang dapat mengakibatkan cepat rusak karena mikroba dapat masuk
melalui jaringan jaringan yang sudah rusak dan terbuka. Dampak terhadap proses
fisiologisnya adalah mengalami laju respirasi seemakin tinggi yang dapat
mempercepat pembusukan (Soesanto, 2008).
1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut bobot berbagai
produk hasil pertanian .
2. Mengetahui pengaruh pelukaan terhadap susut bobot.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemunduran Hasil Pertanian Pasca Panen

Kemunduran produk hortikultura mulai terjadi begitu setelah panen. Kemunduran


adalah batasan yang digunakan untuk menggambarkan segala perubahan yang
mengarah pada kehilangan mutu seiring dengan adanya perubahan fisiologi,
kerusakan mekanis, kehilangan air dan segala bentuk kerusakan lainnya dari
produk. Setelah panen, produk secara berlanjut melakukan seluruh aktivitas
hidupnya seperti sebelum dilakukan pemanenan. Produk segar mulai pula menuju
kematian segera setelah dipisahkan dari tanaman induknya, dia hanya mampu
menjaga nilai pasarnya semasih dia dapat hidup (Utama, 2018).

Perhatian para ahli terhadap pascapanen hortikultura adalah memperlambat laju


kemunduran dan memaksimalkan masa hidupnya. Kemunduran atau proses
kematian ini tidaklah reversible. Akan tetapi dengan aplikasi yang tepat dari
teknik pascapanen, proses kematian ini dapat diperlambat. Kerusakan hortikultura
dapat dipercepat bila penanganan selama panen atau sesudah panen kurang baik.
Sebagai contoh, komoditi tersebut mengalami luka memar, tergores, atau tercabik
atau juga oleh penyebab lain seperti adanya pertumbuhan mikroba. Disini
pentingnya penanganan pasca panen yang dapat menghambat proses pengrusakan
bahan antara lain melalui pengawetan, penyimpanan terkontrol, dan pendinginan
(Utama, 2018).
2.2 Kemunduran Buah Pisang setelah Panen

Pisang merupakan buah yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar
maupun olahan. Pisang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi buah
nasional yang mencapai 34.65% dari produksi total buah nasional. Produksi buah
nasional pisang menunjukkan peningkatan dalam tahun 2011- 2015. Produksi
pisang nasional pada tahun 2015 mencapai 7.29 juta ton dengan 5 produsen utama
yaitu Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Permasalahan
penting dalam budidaya pisang yaitu penentuan umur petik yang berdampak pada
kualitas buah pisang (Suketi dan Rizki, 2019).

Penentuan umur petik dengan menghitung jumlah hari setelah bunga mekar
hingga panen masih menimbulkan keragaman dalam pemasakannya. Buah pisang
termasuk golongan buah klimakterik yang mengalami peningkatan laju respirasi
setelah buah dipanen sehingga buah mudah rusak. Luka fisik pada buah pisang
yang dijual mengakibatkan nilai jual pisang rendah dan berdampak pada
rendahnya pendapatan petani. Waktu pemanenan buah yang tidak tepat dapat
menyebabkan kualitas buah kurang baik. Buah yang dipanen terlalu muda akan
memiliki kualitas yang kurang baik ketika matang, sedangkan buah yang dipanen
terlalu tua memiliki daya simpan rendah (Suketi dan Rizki, 2019).

2.3 Faktor-faktor Pemicu Kemunduran Produk pascapanen

Produk pascapanen dihadapkan pada enam bentuk stress utama yang memacu laju
kemunduran yang mengakibatkan berkurangnya masa simpan. Pemacu tersebut
antara lain hilangnya suplai air terhadap produk. Semasih produk melekat pada
tanaman induknya, produk tersebut mendapatkan suplai air yang diserap melalui
sistem perakarannya. Air ini kemudian didistribusikan keseluruh struktur tanaman
(melalui jaringan xylem). Kedua, tidak adanya tingkat sinar untuk aktivitas
fotosintesis. Setelah panen, produk dikemas dalam suatu kemasan, kemudian
ditempatkan di dalam ruang pendingin atau kendaraan transportasi yang gelap
atau mempunyai intensitas sinar rendah (Fransiska et al, 2017).
Ketiga, penempatan pada regim suhu diluar normal suhu lingkungannya. Suhu
dimana produk di ekspos sebelum panen sangat berbeda dengan regim suhu
selama periode pascapanennya. Keempat, adanya kerusakan mekanis yang
disebabkan oleh pemanenan. Proses pemanenan menyebabkan kerusakan
mekanis, menyebabkan produk menjadi stress dan perubahan rekasi metabolisme.
Kelima, meningkatnya kepekaan dari serangan mikroorganisme pembusuk mulai
dari panen sampai dengan penanganan pascapanennya. Kondisi alami dari produk
hortikultura bahwa saat panen pada permukaannya dilabuhi oleh berbagai spesies
mikroorganisme (selain infeksi laten), baik patogenik mapun non patogenik
(Fransiska et al, 2017).
3. METODOLOGI

I.1. Waktu dan Tempat

Praktikum kemunduran hasil pertanian pasca panen dilakukan pada hari Selasa, 10
November 2020, pukul 19:15 WIB di rumah masing-masing perwakilan
kelompok.

I.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum kemunduran hasil pertanian pasca panen
adalah plastik PE, refrigator, mangkok, timbangan, dan pisau.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kemunduran hasil pertanian pasca


panen adalah tomat, buncis, bayam, sawi, jambu, timun, dan terong.
1.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum identifikasi penyakit pasca panen pada komuditi
buah-buahan dan sayuran adalah sebagai berikut.

Diagram alir 1. Kemunduran Hasil Pertanian Pasca Panen

Disiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum. Pisang yang
digunakan untuk praktikum diberikan empat perlakuan yaitu pertama, dikemas
plastik PE berlubang, disimpan di Refrigator, kedua, dikemas plastik PE
berlubang, disimpan di suhu ruang, ketiga, dilukai, dikemas dengan plastik PE
berlubang, disimpan pada suhu ruang dan keempat, dilukai, disimpan di suhu
ruang. Dilakukan pengamatan 2 hari sekali selama 6 hari. Pengamatan meliputi
penimbangan setiap perlakuan dan tingkat kesegaran dan kelayuan. Catat hasil
pengamatan dalam tabel.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini, dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Kemunduran Hasil Pertanian Pasca Panen pada
buah Pisang
No Perlakuan Hari Susut Nilai Nilai Deskripsi
. ke- Bobot Visual Kelayuan
Quality
Rating
1 Pisang - 8-9 1 Segar dan
dikemas 0 masih sangat
plastik baik
berlubang,
2 25% 6-7 2 Agak layu,
disimpan di
lunak dan
refrigator
kulitnya mulai
menghitam
4 20% 4-5 3 Layu, lunak,
tidak berbau
dan kulit sudah
banyak yang
hitam

6 12,5 3 3 Layu,lunak,
% tidak
berbau,dan
kulitnya
banyak yang
menghitam
2. Pisang 0 - 8-9 1 Segar dan
dikemas masih sangat
Plastik baik
2 28,5 6-7 2 Agak layu
berlubang
% ,lunak dan
Disimpan
mulai berubah
disuhu
hitam kulitnya
Ruang
4 11% 4-5 3 Layu, tidak
berbau dan
kulitnya
banyak yang
berubah hitam
6 7,5% 2 4 Sangat
layu,sangat
lunak,sedikit
berbau,dan
kulitnya
banyak yang
menghitam

3. Pisang 0 - 8-9 1 Segar dan


dilukai masih sangat
dikemas baik
2 12,5% 6-7 2 Agak
plastik
layu,mulai
berlubang
berubah hitam
dan disimpan
kulitnya
disuhu
4 16,6% 3 3 Buruk, lunak
Ruang
bau sedikit
aneh,tidak
terjual
6 6,6% 1 4 Busuk, sangat
lunak,
mengeluarkan
air, berjamur,
dan kulitnya
hampir hitam
semua
4. Pisang 0 - 8-9 1 Segar dan
dilukai,tidak masih sangat
dikemas baik
plastik
berlubang 2 14,2 4-5 2 Lunak, layu
dan % sedikit bau,
Disimpan banyak kulit
pada suhu yang berubah
ruang hitam
4 25% 2 3 Buruk, bagian
yang termakan
terbatas sedikit
berbau

6 10% 1 4 Busuk, sangat


lunak, berbau
tidak enak,
mengekerut,
dan kulitnya
hitam semua

4.2 Pembahasan

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel buah pisang. Pada


percobaan tersebut setiap sampel diberi perlakuan berbeda beda, yaitu Pisang 1
(dikemas plastik berlubang, disimpan pada referigator), Pisang 2 (dikemas plastik
berlubang, disimpan pada suhu ruang ), Pisang 3 (dilukai, dikemas plastik
berlubang, disimpan suhu ruang ), Pisang 4 (dilukai, tanpa dikemas, disimpan
suhu ruang ). Pengamatan dilakukan pada hari ke-2, ke-4, dan ke-6. Dari
pengamatan tersebut, diketahui setiap sampel mengalami perubahan akibat
perlakuan yang diberikan.

Pengamatan pada hari ke-2, setiap sampel mengalamiperubahan yang hampir


sama, yaitu pisang menjadi agak layu, sedikit lunak, tidak berbau, mulai muncul
warna hitam pada kulit luarnya, dan terjadi kenaikan bobot . Namun, pada sampel
pisang 4 teksturnya menjadi lunak, sedikit berbau, layu, dan banyak kulit yang
berubah menjadi hitam. Pengamatan pada hari ke-4, setiap sampel juga
mengalami perubahan yang hampir sama, yaitu Pisang layu, sedikit lunak, tidak
berbau, kulit sudah banyak yang berubah hitam dan terjadi penurunan bobot pada
tiap sampel. Pada pengamatan ke-6 terjadi perubahan yang cukup signifikan pada
sampel baik dari segi tekstur, aroma, serta berat. Sampel pisang 3 dan 4, berbau
busuk, sangat lunak, kulitnya hitam.

Dari percobaan tersebut, dapat diketahui terdapat perbedaan keadaan sampel dari
tiap perlakuan yang diberikan. Pada pisang 1 tidak menunjukkan perubahan yang
signifikan pada sampel dimana pisang 1 disimpan di suhu dingin. Penyimpanan
pada suhu dingin berpengaruh pada kualitas buah pisang dimana semakin tinggi
suhu penyimpanan proses respirasi pun berlangsung lebih cepat. Penyimpanan
dingin menjadi salah satu upaya pengawetan bahan pangan dengan penyimpanan
pada suhu di atas titik beku, umumnya pada 2-13 °C. Pada penyimpanan dingin,
selain pengendalian suhu juga dilakukan pengendalian atas sirkulasi dan
kelembapan relatif (RH) udara.

Penggunaan suhu rendah dan RH tinggi dapat menghambat aktivitas fisiologis,


aktivitas mikrob, transpirasi, dan evaporasi sampai batas waktu tertentu.Walaupun
perubahan mutu buah tetap terjadi selama penyimpanan dingin tetapi lajunya lebih
lambat dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Pengaturan RH udara pada
ruang penyimpanan sangat penting dilakukan sebab RH yang jenuh akan
menyebabkan pengembunan air pada permukaan buah yang akan menjadi media
bagi pertumbuhan mikroba. Sedangkan jika RH rendah akan menyebabkan
pengeriputan kulit (Pantastico dalam Dhyan et al,2014).

Selain itu juga, pengemasan dengan plastic PE juga berpengaruh terhadap sampel.
Plastik PE memiliki peran yang baik dalam mempertahankan mutu dan kualitas
buah. Plastik PE memiliki permeabilitas yang lebih tinggi, dimana komoditas
buah serta sayuran membutuhkan kemasan yang memiliki permeabilitas yang
lebih tinggi untuk berespirasi. Lubang pada plastic PE berfungsi untuk mengatur
RH pada kemasan sehingga memperlambat proses kerusakan.
5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum “ Kemunduran Hasil Pertanian


Pasca Panen “ ini yaitu, setiap sampel mengalami perubahan baik warna, tekstur,
aroma, serta bobot dari perlakuan yang diberikan. Suhu dan pengemasan
berpengaruh terhadap kualitas bahan. Semakin tinggi suhu maka proses respirasi
akan berlangsung semakin cepat. perlakuan dengan pengemasan (plastik PE)
menunjukkan hasil terbaik dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan pada
sampel pisang.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Bambang. 2008. Tomat, Usaha Tani dan Penanganan Pasca panen.
Kanisius. Yogyakarta.

Fransiska, Supratomo, dan Faridah. 2017. Sebaran Suhu Buah Terung Belanda
(Chyphomandra betacea) pada Berbagai Tingkat Kematangan Selama
Proses Pendinginan (Hydrocooling). Jurnal AgriTechno, Vol. 10, No. 2.

Pantastico, E.B. 2018. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
Buahan dan Sayur– Sayuran Tropika dan Subtropika. Dalam Kamariyani
(ed.). Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and
Sub-Tropical Fruits and Vegetables. Gajah Mada University. Yogyakarta

Soesanto, Loekas. 2008. Penyakit Pascapanen Sebuah Pengantar. Kanisisus.


Yogyakarta.

Suketi, Ketty dan Rizky Rahardjo. 2019. Evaluasi Kematangan Pascapanen


Pisang Barangan untuk Menentukan Waktu Panen Terbaik Berdasarkan
Akumulasi Satuan Panas. Jurnal Bul. Agrohorti, No. 7, No. 2, hlm: 162 –
171.

Utama, Made Supartha. 2018. Kemunduran Produk Hortikultura Segar.


Universitas Udayana.

Widodo. 2018. Evaluasi Kematangan Pascapanen Pisang Barangan untuk


Menentukan Waktu Panen Terbaik Berdasarkan Akumulasi Satuan Panas.
Jurnal Bul. Agrohorti, Vol. 7 No. 2, hlm: 162 – 171.
LAMPIRAN

Hari ke-0

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Perlakuan 4

Hari ke-2

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3


Perlakuan 4

Hari ke-4

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Perlakuan 4

Hari ke-6

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3


Perlakuan 4

Anda mungkin juga menyukai