Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI

“PEMBUATAN TEMPE”

Dosen Pengampu : Ida Ayu Putu Suryanti, S.Si., M.Si.

Disusun oleh :

Noval Tauhid Hidayatullah 1913091005

Semester III

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI DAN PERIKANAN KELAUTAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2020
1. Pendahuluan
Memasuki era globalisasi, Indonesia masih menghadapi masalah kurang gizi, yang
disebabkan banyak faktor, salah satunya yaitu kurangnya persediaan makanan.
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki hasil kedelai yang cukup tinggi,
dengan bentuk olahan yang dikenal tempe, yaitu makanan tradisional yang telah lama di
kenal di Indonesia, yang dibuat dengan cara fermentasi atau peragian menggunakan kapang
Rhizopus oligosporus.
Fermentasi adalah salah satu proses pengolahan bahan makanan dengan memanfaatkan
mikroorganisme. Produk makanan fermentasi sudah dikenal sejak zaman kuno untuk
maksud-maksud tertentu, yang antara lain untuk pengawetan, meningkatkan cita rasa, dan
untuk menghasilkan produk baru.
Tempe yang bermutu tinggi pasti mempunyai kandungan gizi yang tinggi
seperti protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Selain itu tempe menjadi lebih larut
dalam air dan mudah dicerna dibanding kedelai (Hermana, 1985) dalam (Ginea
Harvita, 2007). Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak dan karbohidratnya
tidak banyak berubah dibandingkan kedelai. Protein, lemak, dan karbohidrat pada
tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan dengan kedelai. Hal
ini karena selama proses fermentasi terjadi penguraian dan penyederhanaan komponen-
komponen yang terdapat pada kedelai menjadi lebih kecil dan sederhana. Perubahan
tersebut dikatalisis oleh enzim yang diproduksi oleh kapang.
2. Tujuan Praktikum
1. Memahami prinsip fermentasi pada tempe sebagai salah satu dari penerapan bioteknologi.
2. Menganalisis proses fermentasi dari produk awal sampai produk akhir.
3. Alat dan Bahan
No. Alat yang digunakan Bahan yang digunakan
1. Plastik Kedelai
2. Kertas minyak Bibit tempe/ragi tempe
3. Panci Daun waru
4. Baskom dan nampan
5. Kompor

4. Prosedur kerja
1. Biji kedelai yang telah dipilih dibersihkan dari kotoran dengan membuang kemudian
dicuci bersih dengan air mengalir.
2. Setelah bersih kedelai direndam selama 2 jam bertujuan untuk melunakkan kedelai
mengembang.
3. Kedelai kemudian direbus dalam air selama 1 jam yang bertujuan untuk melunakkan
kedelai.
4. Setelah direbus, kembali kedelai direndam selama 1 malam menggunakan air hasil
rebusan.
5. Kemudian kedelai diremas-remas hingga kulit kedelai terkelupas dari bijinya lalu
tiriskan hingga airnya habis menetes.
6. Untuk menghindari tumbuhnya mikroba selama perendaman maka kedelai direbus lagi
selama 1 jam.
7. Kedelai diambil dari dandang, diletakkan diatas tampah, diratakan tipis-tipis dan
dinginkan.
8. Campurkan kedelai bersih dengan ragi sampai rata dengan perbandingan 1 kg kedelai
dengan 50 gram ragi, kemudian aduk-aduk dengan hai-hati sampai merata.
9. Timbanglah kurang lebih 50 gram campuran kedelai dan ragi tersbut, kemudian bungkus
dengan daun waru, plastik dan kertas minyak. Tusuk-tusuk pembungkusnya untuk
ventilasi selama fermentasi.
10. Pemeraman dilakukan pada suhu kamar dengan ruangan gelap selama 2 hari (2 x 24
jam)
11. Amatilah hasilnya dan bandingkan dalam bentuk tabel pengamatan
5. Hasil Praktikum
No Pembungkus Gambar Tempe Kriteria pengamatan
.
1. Plastik Pengamatan dilakukan pada
hari: Sabtu, 11 s.d. 13
September 2020.
Warna: putih
Tekstur: padat
Kadar air: sedikit
Aroma: khas tempe
Jamur: miselium tersebar
merata
2. Daun waru Pengamatan dilakukan pada
hari: Sabtu, 11 s.d. Senin, 13
September 2020.
Warna: agak keruh
Tekstur: lembek
Kadar air: banyak
Aroma: kurang sedap
Jamur: miselium kurang
tersebar

3. Kertas nasi Pengamatan dilakukan pada


hari: Sabtu, 11 s.d. Senin, 13
September 2020.
Warna: putih bersih
Tekstur : padat
Kadar air: sedikit air
Aroma: khas tempe
Jamur: miselium tersebar
merata
6. Pembahasan
Tempe merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh banyak masyarakat
di Indonesia. Tempe adalah salah satu contoh produk fermentasi dengan bantuan dari jamur
Rhizopus oligosporus. Jamur ini menghasilkan enzim protease yang mampu merombak
senyawa protein menjadi senyawa asam amino, sehingga dapat mudah dicerna dalam tubuh.
Tempe dibuat dari biji kedelai melalui proses fermentasi dari bahan utama yang akan diubah
menjadi sebuah padatan berwarna putih. Proses pembuatan tempe dipengaruhi oleh beberapa
factor seperti suhu, kelembaban, pH, waktu pemeraman dan media pembungkusnya. Suhu
pemeraman tempe yang baik digunakan untuk proses fermentasi yaitu pada suhu kamar 20-
37 ̊ C dengan kondisi tempat agak gelap, dan suhu maksimal 40 ̊ C karena apabila suhu
terlalu tinggi pertumbuhan kapang tempe tidak akan sempurna. Selain suhu pemeraman
dipengaruhi pula kelembaban, untuk mengkondisikan tempe. kelembaban dipengaruhi
pula oleh lama pemeraman yang bervariasi dari 18-36 jam. Media pembungkusannya pun
juga sangat mempengaruhi tumbuhnya jamur.
Selama proses fermentasi pada pembutan tempe, kedelai akan mengalami perubahan
fisik terutama tekstur, yang menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa
menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan
kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai sehingga nilai
gizi tempe lebih baik dari kacang kedelai. Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan
jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai yang satu dengan yang lainnya
menjadi satu kesatuan (Hidayat, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Istiqomah
(2009), pada tahu kedelai menyatakan bahwa semakin lama fermentasi maka akan semakin
besar kadar protein terlarutnya dan akan mencapai kondisi optimum pada fermentasi ke 72
jam kemudian mengalami penurunan pada hari berikutnya.
Air juga sangat berperan penting dalam proses metabolisme sel kapang, dimana faktor
instrinsik yang berperan pada pertumbuhan kapang pada pangan adalah aktivitas
air (aw). Kapang tumbuh baik pada aw yang relatif rendah sampai pada aw 0,8
(Sardjono, 2011). Kedelai tempe harus mengandung cukup air, apabila terlalu kering dan
kelembaban kurang maka substrat kedelai sukar ditembus dan dilapukkan oleh miselium
kapang. Sebaliknya apabila terlalu basah dan banyak mengandung air, maka akan
menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan miselium kapang terhambat. Kadar
air dan nilai aktivitas air yang tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai jenis
mikroorganisme, dimana pengurangan aktivitas air dianggap cukup baik untuk mencegah
kerusakan mikrobiologis pada tempe (Suciati 2012).
Pada praktikum kali ini di lakukan menggunakan biji kedelai sebagai bahan dasar
pembuatan tempe. Pada pembuatan tempe digunakan tiga sebagai wadah pembungkus
sebagai pembanding yaitu kertas minyak, plastik dan daun waru. Tempe di fermentasi selama
2 x 24 jam. Hasil akhir yang didapat yaitu:
1. Tempe dengan pembungkus plastik
Untuk tempe dengan pembungkus plastik memiliki tekstur padat, aroma tempe sangat
khas dan miselium tersebar merata, bahwa untuk plastik juga harus diperhatikan ventilasi
udara dengan melubangi plastik, saya juga menguji dengan plastik yang tidak dilubangi
membuat jamur tidak tumbuh. Faktor udara juga sangat mempengaruhi. Lingkungan
terlalu lembab juga membuat tempe menjadi lembek dan miselium tidak terikat.
2. Tempe dengan pembungkus daun waru
Untuk tempe yang dibungkus dengan daun waru mendapatkan hasil yang tidak baik,
yaitu didapati aroma yang tak sedap dan juga tekstur lembek dan hancur, karena terlalu
lembab dan uap air yang banyak membuat jamur tidak tumbuh sehingga miselium kurang
menyebar merata di bagian tengah.
3. Tempe dengan pembungkus kertas minyak
Tempe yang dibungkus kertas minyak memiliki warna putih bersih, miselium tersebar
merata dan aroma tempe sangat khas, serta tekstur padat.
7. Kesimpulan
Dari ketiga jenis media pembungkusannya, kita bisa menyimpulkan bahwa didapati
tempe dengan pembungkus daun waru yang memiliki aroma tidak baik, lembek hingga biji
kedelai yang tidak menyatu, dan warna agak keruh, tetapi kelebihannya daun waru
merupakan ragi tradisional yang dijumpai pada masyarakat Indonesia dan tidak berbahan
kimia seperti plastik. Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa factor yang mempengaruhi
pembuatan tempe yaitu suhu, waktu pemeraman, pH, media pembungkusnya dan
kelembaban agar didapatkan tempe yang baik bagi tubuh.
Daftar Pustaka
Astawan M. 2004. Sehat bersama aneka sehat pangan alami. Tiga serangkai. Solo.
Astuti, Nurita, P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang dibungkus Plastik, Daun Pisang
dan Daun Jati. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mukhoyaroh, Hanifah. 2015 Pengaruh Jenis Kedelai, Waktu, dan Suhu Pemeraman Terhadap
Kandungan Protein Tempe Kedelai. Merauke: SMK Kesehatan Yaleka Merauke

Anda mungkin juga menyukai