Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 1
“PUPUK ORGANIK PADAT”

Disusun Oleh :

Nama : Shinta Fitria

NPM : E1J019080

Shift/Pukul : A2, Senin 13:00-14: 40WIB

Dosen : Prof. Dr. Ir. Marulak Simarmata, MSc.

Co-Ass : Jefdi Karosedi (E1J018001)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

 Masyarakat pertanian konvensional berusaha memacu produksi tanpa memperhatikan


kesuburan tanah terutama ketersediaan bahan organik tanah dan faktor lingkungan. Sehingga
terjadi penurunan kesuburan tanah , tandus dan kerusakan lingkungan. Dalam memulihkan
kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan dibutuhkan masa istirahat (bero) dalam waktu
yang cukup lama dan masukkan bahan organik yang tidak sedikit.
Pertanian organik didefinisikan sebagai suatu sistem produksi tanaman yang berasaskan
daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan
ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Filosofi yang melandasi pertanian organik yaitu mengembangkan prinsipprinsip memberi
makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding
the soil that feeds the plants). Daur ulang hara tanaman dan ternak tersebut dalam pertanian
organik digunakan sebagai bahan masukan atau biasa disebut dengan agroinput yang salah
satunya yaitu pupuk organik.
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan
hewan yang dapat dirombak menjadi haratersedia bagi tanaman. Dalam Permentan
No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa
pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik
yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat
berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Mampu mengidentifikasi tumbuhan lokal yang dapat digunakan menjadi bahan dasar dalam
pembuatan pupuk organik.
2. Memahami teknologi pembuatan pupuk organik kompos dari bahan tumbuhan (gulma atau
sisa tanaman).
3. Mengetahui proses terjadinga pupuk organik atau kompos.
4. Mampu membuat pupuk organik dari tumbuhan lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi kesuburan tanah, karena
penggunaan pupuk organik pada budidaya tanaman pangan dan non pangan dapat memperbaiki sifat
fisik, kimia maupun biologis tanah (Setiyo, et al., 2011).
Sejak dahulu, kotoran ternak terkhusus kotoran sapi sudah dimanfaatkan sebagai pupuk
tanaman. Namun pemanfaatan yang biasa dilakukan tidak melalui proses pembuatan pupuk organik
terlebih dahulu, Sehingga pemanfaatan yang dilakukan belum maksimal. Maka, perlu dilakukan
pengolahan terlebih dahulu agar kandungan unsur organik dalam kotoran bisa dihasilkan secara
maksimal dan dapat bermanfaat lebih baik bagi tanaman(Kusnadi dan Suyanto, 2015).
Pengadaan pupuk organik dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan
tanaman pangan merupakan hal yang sulit direalisasikan, tetapi sangat mendesak apabila produksi
pangan diharapkan mencapai tingkat optimal. Jenisnya dapat berupa kompos, pupuk kandang, sisa
panen (jerami, sabut kelapa, tongkol jagung), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan
bahan pertanian, limbah kota, dan sebagainya. Kualitas pupuk organik sangat bervariasi, tergantung
dari bahan dasar penyusunnya, yang dicirikan oleh kandungan hara, bahan beracun, patogen, benih
gulma, dan kematangan bahan organik tersebut (Setyorini et al., 2006).
Jenis pupuk organik yang banyak digunakan adalah kompos, yang merupakan produk
pembusukan dari limbah tanaman (jerami, sabut kelapa, alang-alangan, daun-daunan, tongkol
jagung) dan kotoran hewan yang mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai
seperti fungi, aktinomisetes, dan cacing tanah. Seiring dengan peningkatan upaya pengembangan
usaha ternak, perhatian petani saat ini juga meningkat terhadap penggunaan pupuk kandang. Pupuk
kandang merupakan bahan pupuk organik yang mudah terdekomposisi dan menghasilkan C-organik,
N-total yang tinggi dibandingkan dengan jerami padi, hijauan jagung, dan flemingia (Erfandi dan
Widati, 2008).
Kandungan hara pupuk organik yang terdapat pada pupuk kandang bervariasi tergantung
pada jenis ternak, makanan ternak, umur, dan kesehatan ternak. Jenis lainnya adalah pupuk hijau,
yang dapat berupa sisa-sisa panen atau yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau,
atau tanaman liar di pinggir lahan, pinggir jalan, atau saluran irigasi (Rachman et al., 2006).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Bahan

Beberapa jenis tumbuhan, tanaman, atau limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
hijau antara lain adalah:
1. Tusuk konde (Wedelia trilobata)
2. Titonia (Titonia diversifolia)
3. Jerami padi (Oriza sativa)
4. Azolla (Azolla filiculoides)
5. Eceng gondok (Eichornia crassipes)
6. Krinyuh (Cromolaena odorata)
7. Babadotan (Ageratum conyzoides)
8. Tandan kosong kelapa sawit
9. Brangkasan atau tongkol jagung
10. Sabut kelapa
11. Materi organik dari sampah rumah tangga.
12. Larutan EM-4 (Disiapkan Lab)
13. Air secukupnya
3.2 Alat
Dibutuhkan untuk setiap shift adalah:
1. Parang/pisau
2. Talenan
3. Gembor (Ember isi 10 L)
4. Plastik terpal ukuran (1m x 2m)
5. Peti Kayu (P=1m, L=0,5m, Tinggi=0,5m)
6. Seng Penutup peti kayu
7. Termometer
8. Knapsak sprayer nozzle kerucut

3.2 Cara Kerja


Adapun langkah-langkah dalam praktikum ini adalah :
1. Sehari sebelum hari praktikum, buatlah 10 L larutan gula 5 % di dalam ember.
mencampurkan starter mikroorganisme EM-4 0,1 %.
2. Pada hari praktikum, membawa paling sedikit 5 kg bahan segar dari tumbuhan atau sisa-sisa
tanaman
3. Semua bahan dihaluskan dengan cara mencincang hingga ukuran maksimum 1 cm
4. Bahan yang sudah dihaluskan dibasahi dengan larutan EM-4 yang sudah dikembangbiakkan
24 jam. Pembasahan dengan cara menyemprot dengan menggunakan “backpak sprayer”
memakai nozzle kerucut.
5. Setelah pembasahan merata, bahan organik dibungkus dengan plastik terpal dan dimasukkan
ke dalam box kayu yang sudah ada.
6. Kotak kayu ditutup dengan seng (supaya tidak terkena hujan)
7. Bahan diaduk merata dua kali dalam seminggu selama 4 minggu atau hingga terbentuk
kompos yang sudah siap pakai.
8. Mengukur suhu dengan termometer setiap kali sebelum melakukan pengadukan.
9. Pengamatan dilakukan setiap pengadukan/pencampuran meliputi: suhu, perubahan warna,
bau, dan tingkat kehalusan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini yaitu :
Foto Hasil pengamatan
Minggu Ke 1 Suhu POP pada pengamatan pertama pada
tanggal, 11/Maret/2022 bersuhu 29,5°C.
Tekstur pada daun bahan organik masih agak
kasar, bau belum menyengat, daun mulai layu

Minggu Ke 2 Suhu POP pada pengamatan kedua tanggal


14/03/2022 = 29°C. Tekstur POP masih dalam
bentuk cacahan, berwarna coklat dan sudah
sedikit mulai membusuk, terutama di bagian
daun yang lunak.

Minggu Ke 3 Suhu pop rabu 23 maret 2022 suhu 28,5 Drajat.


Dengan kondisi bahan mulai membusuk namun
untuk bagian yang berkayu belum membusuk.

Minggu Ke 4 Suhu POP pada pengamatan pertama pada


tanggal 6/04/2022, bersuhu 30°C
Bentuk POP pada pengamatan terakhir terlihat
sudah membusuk, tidak mengeluarkan bau

4.2 Pembahasan

Dalam praktek aplikasi pupuk organik padat ini, kami menggunakan limbah sayuran,
kurnyukha, eceng gondok, dll, yang dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan diberi larutan EM-4. Proses pengomposan akan segera dimulai setelah bahan baku
tercampur dan dikubur dalam tanah hingga kedalaman ± 50 cm.Dilihat dari hasil observasi yang
dilakukan pada 11/3/2022, konsistensi POPs pada daun organik masih agak kasar, belum berbau,
daun mulai layu, hal ini dikarenakan POP masih baru dibuat. Menurut pengamatan kedua, 14 Maret
2022 = 29°С. Tekstur POP masih berbentuk seperti cincang coklat dan sudah mulai sedikit
berkembang terutama pada bagian daun yang lembut.

Pada pengamatan ketiga pada hari Rabu, 23 Maret 2022, pada suhu 28,5 °C, keadaan bahan
organik mulai terurai, tetapi bagian kayunya belum terurai. Pada saat ini terjadi dekomposisi atau
penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba dalam kompos akan menggunakan oksigen
untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah penguraian sebagian
besar bahan, suhu secara bertahap akan menurun. Pada saat ini, pematangan kompos terjadi, yaitu
pembentukan kompleks tanah liat-humus. Volume dan biomassa bahan akan berubah selama proses
pengomposan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume atau massa awal bahan. Hasil
oksidasi bahan organik dikeluarkan ke udara dalam bentuk CO2. Pada pengamatan POP terakhir,
pada pengamatan pertama pada 06/04/2022, POP berada pada suhu 30°C.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Mengidentifikasikan tumbuhan lokal dilakukan dengan mengamati kandungan,dan tipe
bahan yang akan dibuat untuk menjadi kompos seperti lama atau tidaknya terurai
2. Teknologi pembuatan kompos menggunakan bahan tanaman harus diperhatikan prosesnya.
Proses terjadinya pupuk kompos dengan berubahnya tekstur, warna, bau, dan suhu pada
pupuk tersebut.
3. Pupuk organic atau kompos dibuat dengan beberapa tahap yaitu tahap persiapan alat,tahap
pencacahan dan pembuatan kompos,tahap pengadukan kompos,dan tahap pengemasan
kompos
4. Pembuatan pupuk organik dari bahan local harus dipersipkan alat dan bahan dalam
pembuatannya serta proses pengomposan yang dilakukan dengan baik dan benar agar
pembuatan kompos tidak gagal.

5.2 Saran
Pada saat pelaksanaan lebih baik langsung dibagikan tugas untuk praktikan sehingga
setiap orang dapat berkerja dengan baik dan tidak ada yang hanya menonton saja.
DAFTAR PUSTAKA

Erfandi, D Mahmudin Nur, dan T Budhyastoro. 1988. Perbaikan lingkungan sifat-sifat fisik tanah
dengan strip vetiver dan residu pupuk kandang. Pros. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi
Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat Bid. Fisika dan Konservasi Tanah. Cisarua-Bogor, 4-6
Maret 1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agrolimat, Bogor
Erfandi D dan S Widati. 2008. Dekomposisi bahan organik dan kondisi sifat fisik tanah dalam
upaya mengatasi degradasi lahan. Pros. Seminar dan Kongres Nas. MKTI VI. pp. 561-572.
Rachman A, A Dariah, dan D Santoso. 2006. Pupuk hijau. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Risalah Diskusi ilmiah Hasil Penelitian Pertanian Lahan kering dan
Konservasi di daerah Aliran Sungai, Malang 1-3 Maret 1988. P3HTA. Badan Litbang
Pertanian. hlm. 41-57.
Setyorini D, LR Widowati, dan W Hartatik. 2007. Karakteristik pupuk organik dengan teknik
pengomposan untuk budidaya pertanian organik. Seminar dan Kongres Nasional IX HITI. 5-7
Desember 2007. UPN Veteran Yogyakarta hlm. 117-128.
Setyorini D, R Saraswati, dan EK Anwar. 2006. Kompos. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. BBSDLP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. pp 11-40.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai